Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
8, Agustus 2024
ADAPTASI TREN PENIKMAT KOPI DARI GENERASI MILENIAL KE GEN Z
Sharine Sondang1,
Nindyo Andayaning
Pandusaputri2, R. Bintang R. Mokodompit3
Universitas Pelita Harapan, Tangerang,
Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1,
[email protected]2,
Abstrak
Dalam
mengadaptasi tren penikmat kopi dari generasi milenial ke Gen Z, perlu dipahami bahwa Gen
Z cenderung mengedepankan pengalaman yang unik, berkelanjutan, dan berorientasi
pada nilai-nilai sosial, sehingga para pelaku industri kopi perlu menghadirkan
inovasi, keberlanjutan, dan konektivitas sosial dalam menyajikan produk-produk
kopi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih dalam adaptasi tren
minum kopi dari generasi milenial ke generasi Z,
serta implikasinya dalam aspek sosial dan gaya hidup. Metode penelitian yang
digunakan dalam studi ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara
terpusat (Focused Interviews).
Hasil dari penelitian ini antara lain: (1) Milenial
menyukai kopi berkualitas tinggi dan pengalaman unik, sementara Z lebih fokus
pada kepraktisan; (2) Milenial mengeksplorasi rasa
dan aroma kopi, sedangkan Z mulai tertarik, meskipun lebih praktis. (3) Komunikasi
bisnis dengan pengembangan kafe menjadi tempat pertemuan sosial untuk
berkomunikasi yang penting bagi generasi milenial,
namun, untuk menarik generasi Z, kafe perlu melakukan adaptasi, seperti
integrasi teknologi dan menciptakan pengalaman tatap muka yang lebih personal.
Kata Kunci: Penikmat, Generasi
Milenial, Generasi Z, Kopi, Komunikasi Bisnis
Abstract
In adapting the trend
of coffee connoisseurs from the millennial generation to Gen Z, it needs to
be understood that Gen Z tends to prioritize unique,
sustainable, and social values-oriented experiences, so coffee industry players need to
bring innovation, sustainability, and social connectivity in presenting their coffee products. This study aims to understand more
deeply the adaptation of coffee
drinking trends from millennials to generation Z, as well as its implications
in social and lifestyle aspects. The research method used in this study is a qualitative approach with a centralized interview method (Focused Interviews). The results of this study include:
(1) Millennials like high-quality coffee and unique experiences,
while Z focuses more on practicality;
(2) Millennials are exploring
the taste and aroma of coffee,
while Z is starting to be
interested, albeit more practical. (3) Business communication with the development of cafes into
social gathering places to communicate
is important for millennials, however, to attract
generation Z, cafes need to make
adaptations, such as integrating technology and creating a more personalized face-to-face experience.
Keywords:
connoisseur, millennial, generation z, coffee, business communication
Pendahuluan
Generasi milenial,
sering juga disebut sebagai Generasi Y atau Generasi Langgas, merupakan
kelompok demografis yang lahir antara tahun 1981 sampai 1996. Masa pertumbuhan
mereka ditandai dengan lonjakan teknologi dan perkembangan internet yang pesat,
sehingga menjadi generasi pertama yang benar-benar terhubung dengan dunia
digital. Menurut Neil Postman,
Generasi ini dibesarkan dengan berbagai kemampuan adaptasi yang efektif dan
efisien. Ini membentuk landasan yang kuat bagi preferensi gaya hidup yang unik
dan inovatif yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya (Widiyanti & Harti, 2021). Generasi milenial dianggap sebagai pelopor gaya hidup yang inovatif
dan berbeda, dan salah satu tren yang paling menonjol adalah minat yang
meningkat terhadap kopi.
Minat terhadap kopi pada generasi milenial menunjukkan pergeseran signifikan dalam pola
konsumsi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka tidak lagi melihat
kopi sebagai sekadar minuman fungsional untuk menjaga kewaspadaan, tetapi lebih
sebagai bagian dari pengalaman dan identitas mereka. Mereka mulai menghabiskan
uang dan waktu luang mereka di kedai (Aisya & Najmi, 2023). Hal ini tercermin dalam preferensi mereka terhadap kopi
berkualitas tinggi, seperti kopi spesialitas atau single origin, yang menonjolkan
rasa dan aroma unik dari berbagai varietas kopi. Ruang sosial yang digemari
oleh generasi milenial saat ini salah satunya adalah
kafe.
Kafe dikenal sebagai tempat untuk
membeli kopi, selain itu kafe menjadi tempat pertemuan, kolaborasi, dan
ekspresi diri. Fenomena ini didukung oleh kemudahan akses informasi melalui
internet, yang memungkinkan generasi milenial untuk
memperluas pengetahuan mereka tentang kopi dan mengapresiasi nuansa yang lebih
halus dalam proses produksi dan penyeduhan. Ini
mencerminkan pergeseran lebih luas dalam budaya konsumsi, di mana pengalaman
menjadi nilai tambah yang dihargai lebih dari sekadar produk itu sendiri (Wijaya & Rizka, 2021). Mendapatkan dan mengonsumsi kopi dengan kualitas tinggi juga
disesuaikan dengan kafe yang mendukung menjadi preferensi generasi ini (Wibowo et al., 2022). Oleh karena itu, kafe yang menyajikan kopi berkualitas
tinggi bukan hanya memenuhi kebutuhan fisik untuk minuman, tetapi juga memenuhi
kebutuhan sosial dan emosional untuk terhubung dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya.
Pentingnya keberlanjutan menjadi
faktor penting dalam preferensi generasi milenial
terhadap kopi. Generasi ini cenderung peduli terhadap jejak lingkungan dan
etika produksi dalam rantai pasok kopi, seperti penggunaan biji kopi yang
diperoleh dari sumber yang berkelanjutan dan praktik perdagangan yang adil. Menurut
Wardani et al. (2022) melihat terkait hal ini mencerminkan kesadaran mereka akan
dampak sosial dan lingkungan dari keputusan konsumsi mereka, serta keinginan
untuk mendukung praktik bisnis yang bertanggung jawab Kesadaran pada generasi
ini telah terbangun karena didukung oleh kemudahan akses pada masa kini. Dapat
dilihat dari bagaimana edukasi tentang kopi yang dapat diakses terbuka melalui
internet, juga sampai pada studi terkait perilaku konsumsi kopi.
Sejumlah studi telah menggaris bawahi
perubahan signifikan dalam perilaku konsumsi kopi di kalangan generasi milenial. Perilaku konsumsi ini terjadi bukan hanya sebagai
bentuk tujuan konsumsinya akan tetapi didukung oleh tempat yang menyediakan
kopi atau disebut sebagai kafe sebagai penambah pengalaman dalam menikmati
kopi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiawan et al. (2020), generasi milenial cenderung
memprioritaskan pengalaman minum kopi yang unik daripada sekadar kebutuhan
fungsional. Generasi milenial tidak hanya mencari
kopi sebagai sumber kafein, tetapi juga sebagai sarana untuk mengekspresikan
preferensi dan identitas mereka Husna (2023). Oleh karena itu, minat terhadap kopi berkualitas tinggi
dan pengalaman minum kopi yang unik dapat dipahami sebagai respons terhadap
dorongan generasi milenial untuk mengeksplorasi dan
mengungkapkan diri mereka melalui konsumsi.
Etika dan keberlanjutan dalam rantai
pasok kopi juga menjadi perhatian penting bagi generasi milenial.
Bagaimana kesadaran generasi ini dalam menikmati kopi tentu didorong atas
kesadaran bagaimana kebermanfaatnya dalam lingkungan
sosial. Melihat dari penelitian Hanafiah et al. (2024) menunjukkan bahwa generasi milenial
cenderung lebih peduli terhadap aspek-aspek sosial dan lingkungan dari
produk-produk yang mereka konsumsi, termasuk kopi. Generasi ini menghargai
transparansi dalam praktik produksi dan perdagangan kopi, serta memilih untuk
mendukung merek-merek yang berkomitmen pada praktik yang bertanggung jawab.
Melihat bagaimana suatu generasi
yang berbeda dapat menikmati kopi dengan caranya hidup pada masa kini. Proses
adaptasi dan cara menikmati kopi tentu menjadi hal yang dirasakan berdasarkan
pengalaman dan cara sesuai pasar yang berlaku pada masanya. Sangadji dan Sopiah (2014) mengkategorikan pasar ke dalam
empat kelompok yang berbeda: kaum muda, generasi X, generasi baby boomer, dan individu yang
berusia lima puluh tahun ke atas. Oleh karena itu, melihat dalam konteks ini,
bagaimana penyedia kopi yang mampu memiliki keberlanjutan dan praktik
perdagangan yang adil memiliki daya tarik yang lebih besar bagi generasi milenial dan gen Z.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih dalam adaptasi tren minum kopi
dari generasi milenial ke generasi Z, serta
implikasinya dalam aspek sosial dan gaya hidup.
Metode Penelitian
Peneliti telah melihat beberapa
penelitian terdahulu yang membahas tentang adaptasi trend
penikmat kopi pada generasi milenial ke gen z. Metode
penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan kualitatif
deskriptif yang teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara terpusat (Focused Interviews).
Mudjia (2010) menyatakan bahwa ada delapan kategori penelitian kualitatif:
studi kasus, studi dokumen atau teks, etnografi, observasi alami, fenomenologi,
wawancara terpusat, grounded theory,
dan studi sejarah. Menurut Moleong (2021), wawancara sendiri merupakan salah satu metode pengumpulan
data yang menekankan pada cara memperoleh informasi langsung kepada sumber atau
obyeknya. Sementara itu, Sugiyono (2016) menggambarkan wawancara sebagai proses tanya jawab antara
dua orang atau lebih untuk bertukar informasi tentang topik atau masalah yang
sudah ditentukan.
Metode ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang holistik dan mendalam tentang adaptasi tren minum
kopi dari generasi milenial ke generasi Z, serta
implikasinya dalam aspek sosial dan gaya hidup (Ansori, 2020). Dengan wawancara terpusat bisa mendapatkan wawasan
langsung dari individu yang mewakili generasi milenial
dan generasi Z, yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan pemahaman mendalam
tentang preferensi, motivasi, dan persepsi mereka terkait minum kopi.
Hasil dan Pembahasan
Preferensi
terhadap Kopi Berkualitas Tinggi
Tren meningkatnya preferensi
generasi milenial terhadap kopi berkualitas tinggi
telah terungkap dalam sejumlah studi sebelumnya. Sebagai contoh, dalam
penelitian yang dilakukan oleh Huda dan Putri (2024), ditemukan bahwa generasi milenial
cenderung mencari pengalaman minum kopi yang lebih kaya akan rasa dan aroma,
dan mereka lebih mungkin memilih kopi spesialitas
daripada varietas yang lebih umum. Temuan ini sejalan dengan apa yang
disampaikan oleh salah satu responden wawancara, seorang pekerja kreatif
berusia 26 tahun, yang menyatakan, "Bagi saya, kopi bukan sekadar
minuman, tetapi sebuah pengalaman sensorik. Saya
lebih memilih kopi dengan rasa yang kompleks dan aroma yang menarik."
Pernyataan ini mencerminkan kecenderungan generasi milenial
untuk mencari kopi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fungsional, tetapi juga
memberikan pengalaman yang memuaskan secara sensorik.
Hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap kopi berkualitas tinggi tidak hanya
merupakan fenomena individu, tetapi juga mencerminkan tren lebih luas dalam
preferensi konsumsi generasi milenial.
Untuk memperkaya pemahaman tentang
preferensi generasi milenial terhadap kopi
berkualitas tinggi, perlu juga memperhatikan perspektif dari generasi Z. Penelitian
oleh Foedinatha dan Hartanto (2021) menjelaskan generasi Z merupakan kelompok demografis
yang lahir setelah tahun 1997, juga menunjukkan minat yang signifikan dalam
konsumsi kopi. Namun, preferensi mereka cenderung berbeda dengan generasi milenial, dengan lebih banyak memberi penekanan pada
kepraktisan dan kemudahan akses, sebagai contoh seorang mahasiswa gen Z berusia
20 tahun menyatakan, "Saya suka minum kopi, tetapi saya lebih memilih
yang instan atau yang bisa saya dapatkan dengan mudah di kedai kopi di sekitar
kampus", perbedaan preferensi ini menunjukkan pentingnya memahami
dinamika konsumsi kopi di antara berbagai kelompok usia, serta implikasinya
dalam strategi pemasaran dan penawaran produk.
Pemahaman yang lebih mendalam
tentang preferensi kopi dari kedua generasi ini memungkinkan kita untuk
mengidentifikasi pola konsumsi yang mungkin terjadi di masa mendatang, serta
merancang strategi yang lebih tepat dalam menyasar pasar yang semakin beragam. Menggabungkan
temuan dari penelitian sebelumnya dengan wawancara langsung dari individu yang
mewakili kedua generasi, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih komprehensif
tentang bagaimana tren minum kopi sedang berkembang dan berubah di kalangan
generasi muda (Arisanti, 2021). Penelitian ini akan membantu industri kopi
dalam menyesuaikan penawaran mereka sesuai dengan preferensi dan kebutuhan
pasar yang terus berubah, serta mempertahankan relevansi mereka di tengah
persaingan yang semakin ketat.
Secara keseluruhan, tren meningkatnya preferensi terhadap kopi berkualitas tinggi di kalangan generasi milenial dan Z menunjukkan bahwa kopi tidak lagi dianggap sebagai
minuman sederhana, tetapi sebagai sebuah gaya hidup.
Pengalaman unik dan kualitas yang diharapkan dari kopi mencerminkan aspirasi dan nilai-nilai yang diadopsi oleh kedua generasi ini. Oleh karena itu, penting
bagi industri kopi untuk terus mengembangkan
dan menawarkan inovasi produk yang memenuhi standar kualitas tinggi yang diinginkan oleh pasar
yang semakin sadar akan kopi.
Pengalaman
Minum Kopi yang Unik
Temuan dari wawancara terpusat juga
memperkuat temuan dari literatur terdahulu mengenai penghargaan generasi milenial terhadap pengalaman minum kopi yang unik.
Widiyanti dan Harti (2021) telah menyoroti bahwa generasi milenial
cenderung mencari pengalaman yang lebih kaya dan mendalam dalam konsumsi kopi.
Sebuah pernyataan dari seorang pengusaha berusia 31 tahun dalam wawancara kami
menyatakan, "Saya suka mencoba kopi dari berbagai daerah atau varietas
yang berbeda. Setiap cangkir kopi membawa cerita dan sensasi yang berbeda."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa bagi generasi milenial,
minum kopi bukanlah sekadar rutinitas, tetapi sebuah petualangan sensorik yang memperkaya pengalaman mereka.
Dalam konteks ini, penting juga
untuk memahami bagaimana generasi Z, yang merupakan kelompok yang tumbuh di era
digital dan terhubung secara global, memandang pengalaman minum kopi. Menurut
Wijaya dan Rizka
(2021), generasi Z cenderung mencari kemudahan dan kepraktisan
dalam konsumsi, termasuk minum kopi. Namun, seiring dengan perkembangan dan
eksposur yang lebih luas terhadap budaya kopi, beberapa anggota dari generasi Z
juga mulai menunjukkan minat dalam eksplorasi rasa dan aroma kopi yang beragam.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa gen Z berusia 19 tahun menyatakan, "Saya
biasanya minum kopi instan karena praktis, tetapi kadang-kadang saya suka
mencoba kopi dari kafe yang menyajikan berbagai varietas. Rasanya seperti
mencicipi bagian dari budaya yang lebih besar." Pernyataan ini
menunjukkan bahwa meskipun generasi Z cenderung lebih terfokus pada
kepraktisan, mereka juga mulai mengapresiasi keberagaman dan kompleksitas dalam
minum kopi.
Dengan demikian, wawancara dengan
kedua generasi ini memberikan pemahaman yang lebih holistik tentang bagaimana
preferensi dan pengalaman minum kopi berkembang di antara generasi muda saat
ini. Sementara generasi milenial cenderung
mengeksplorasi dan mengapresiasi keberagaman kopi sebagai bagian dari pencarian
pengalaman yang unik, generasi Z, meskipun lebih terfokus pada kepraktisan,
juga mulai menunjukkan minat dalam eksplorasi rasa dan aroma yang beragam. Ini
menunjukkan bahwa minat terhadap kopi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor
tertentu, tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan budaya dan nilai-nilai yang
berbeda di antara kelompok generasi yang berbeda (Wibowo et al., 2022).
Hal ini penting
untuk dipertimbangkan dalam pengembangan strategi dan pemasaran produk kopi bagi generasi muda,
yang merupakan konsumen potensial yang besar. Dengan memahami preferensi dan pengalaman mereka, produsen kopi dapat mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi mereka, serta membantu memperkuat loyalitas dan penghargaan mereka terhadap kopi sebagai sebuah produk yang sangat kompleks dan beragam. Selain itu, pemahaman
yang lebih mendalam tentang preferensi generasi muda juga dapat membantu meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang kopi, sehingga potensi penghargaan yang lebih dalam terhadap produk ini dapat
dimaksimalkan.
Peran
Kafe sebagai Tempat Pertemuan Sosial
Penting untuk mengakui peran kafe
sebagai ruang sosial yang penting bagi generasi milenial,
yang telah ditekankan dalam penelitian sebelumnya. Menurut Wardani et al. (2022), kafe bukan hanya tempat untuk memperoleh minuman, tetapi
juga berfungsi sebagai tempat pertemuan yang nyaman bagi generasi milenial. Pernyataan dari seorang mahasiswa berusia 23
tahun dalam wawancara kami, "Kafe adalah tempat yang saya kunjungi
untuk bertemu dengan teman-teman dan mengobrol santai. Saya merasa lebih
terhubung dengan orang lain di lingkungan yang santai seperti itu,"
mencerminkan temuan dari penelitian tersebut. Hal ini menegaskan bahwa kafe
bukan hanya tempat untuk minum kopi, tetapi juga ruang yang memfasilitasi
interaksi sosial dan pertukaran ide di antara generasi milenial.
Dalam melihat peran kafe sebagai
ruang pertemuan sosial, penting juga untuk memperhatikan perspektif generasi Z,
yang cenderung memiliki pola konsumsi dan preferensi yang berbeda. Setiawan et al. (2020) menunjukkan bahwa generasi Z, yang lebih terhubung secara
digital dan lebih cenderung melakukan pertemuan virtual, mungkin tidak
menganggap kafe dengan cara yang sama seperti generasi milenial.
Namun, beberapa anggota generasi Z juga mulai menemukan nilai dalam pertemuan
tatap muka di lingkungan kafe. Seorang siswa gen Z berusia 18 tahun dalam
wawancara kami menyatakan, "Meskipun saya lebih suka berkomunikasi
melalui aplikasi atau media sosial, saya menyadari bahwa bertemu langsung di
kafe juga memiliki kelebihannya. Rasanya lebih santai dan personal."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun generasi Z lebih terbiasa dengan
interaksi digital, mereka juga mulai mengakui nilai pertemuan tatap muka dalam
lingkungan yang santai seperti kafe.
Dengan demikian, pemahaman tentang
peran kafe sebagai tempat pertemuan sosial harus dilihat dalam konteks
perbedaan dan persamaan antara generasi milenial dan
generasi Z (Husna et al., 2023). Meskipun kafe tetap menjadi ruang penting untuk interaksi
sosial bagi generasi milenial, generasi Z juga mulai
mengakui nilai dalam pertemuan tatap muka di lingkungan yang santai dan nyaman.
Ini menunjukkan bahwa meskipun pola konsumsi dan preferensi bisa berbeda antara
generasi, kafe tetap memainkan peran yang penting dalam memfasilitasi interaksi
sosial dan pertukaran ide di antara generasi muda saat ini.
Selain sebagai tempat
pertemuan sosial, kafe juga memiliki peran sebagai ruang
kolaborasi bagi komunitas atau kelompok tertentu. Hal ini terlihat dari
banyaknya komunitas atau kelompok yang memilih kafe sebagai
tempat untuk berkumpul, berdiskusi, dan berkolaborasi dalam proyek atau acara tertentu. Bahkan, beberapa kafe juga menyediakan ruang khusus untuk keperluan
tersebut, seperti ruang rapat atau
area yang dapat digunakan untuk pameran atau
pertunjukan musik. Pada dasarnya, kafe telah menjadi tempat
bagi para kreatif untuk berkumpul dan mengembangkan ide atau proyek bersama. Ini menambah dimensi
lain dari peran kafe sebagai tempat
pertemuan sosial yang penting dalam perkembangan
dan pertukaran ide di berbagai
bidang.
Karena itulah, kafe juga sering menjadi pusat kegiatan
komunitas local yang berfokus
pada minat atau hobi tertentu seperti
membaca, menulis, seni, musik, dan lain sebagainya. Kafe dapat menjadi tempat
yang ramah dan inspiratif bagi komunitas yang ingin berkumpul secara rutin dan saling berbagi pengetahuan serta pengalaman. Dalam hal ini,
kafe berperan sebagai sarana untuk membangun hubungan sosial dan mengembangkan kreativitas dari setiap individu.
Selain itu, kafe
juga memiliki peran sebagai tempat untuk mengenal budaya dan tradisi yang berbeda. Dengan semakin maraknya kafe yang menawarkan minuman dan makanan dari berbagai negara, kafe telah menjadi
tempat untuk mencicipi budaya dan tradisi tersebut. Hal ini memberikan ruang bagi para pengunjung untuk memperluas pengetahuan mereka dan menciptakan pengalaman baru melalui pertemuan dan interaksi di lingkungan kafe. Dengan demikian,
kafe juga memiliki peran dalam memperkaya
pengetahuan dan pengalaman dari generasi muda
tentang berbagai budaya di dunia.
Terakhir, kafe juga berperan dalam membangun komunitas sosial yang inklusif dan ramah. Dengan memberikan
ruang yang nyaman dan akses yang mudah bagi semua orang, kafe telah menjadi
tempat yang ramah dan inklusif bagi berbagai
lapisan masyarakat. Kafe juga dapat menjadi tempat bagi individu yang merasa kesepian atau ingin menghindari
kesepian, karena lingkungannya yang santai dan ramah. Hal ini mendorong pertemuan dan interaksi yang tidak terjadi di tempat lain, sehingga mendorong terbentuknya komunitas sosial yang inklusif dan beragam.
Secara keseluruhan, kafe memiliki peran
yang penting sebagai tempat pertemuan sosial bagi generasi
milenial dan generasi Z, serta sebagai ruang
kolaborasi, pusat kegiatan komunitas, tempat untuk mengenal
budaya dan tradisi, dan membangun komunitas sosial yang inklusif. Peran ini tidak hanya
mempengaruhi individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan dalam membangun hubungan sosial dan memperluas pengetahuan dan pengalaman mereka. Oleh karena itu, kafe
dapat dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial dan budaya generasi muda saat
ini.
Pembahasan
Dalam diskusi tentang adaptasi trend penikmat kopi dari generasi milenial
ke generasi Z, fokusnya terutama pada generasi milenial
dapat memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana preferensi dan
perilaku konsumsi kopi telah berkembang dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Peningkatan
Preferensi terhadap Kopi Berkualitas Tinggi
Peningkatan preferensi terhadap kopi
berkualitas tinggi di kalangan generasi milenial
mencerminkan perubahan dalam pandangan mereka terhadap minuman kopi dari
sekadar kebutuhan fungsional menjadi bagian dari gaya hidup yang berorientasi
pada pengalaman. Dalam beberapa dekade terakhir, generasi milenial
telah menjadi pelopor dalam mengubah paradigma konsumsi kopi dengan
mengapresiasi keberagaman rasa dan aroma, serta memperhatikan aspek-aspek
seperti keberlanjutan dan etika dalam rantai pasok kopi (Huda & Putri, 2024). Studi dan wawancara menunjukkan bahwa generasi milenial tidak hanya melihat kopi sebagai minuman, tetapi
juga sebagai pengalaman sensorik yang mendalam, di
mana setiap cangkir kopi membawa cerita yang berbeda. Fenomena ini telah
memperkenalkan dan memperluas pasar kopi spesialitas,
yang menawarkan berbagai macam kopi dengan kualitas tinggi dan cerita di
baliknya.
Namun, sementara generasi milenial mengekspresikan preferensi yang tinggi terhadap
kopi berkualitas tinggi, adaptasi tren ini ke generasi Z mungkin menghadapi
tantangan yang berbeda. Generasi Z cenderung lebih fokus pada kepraktisan dan
kenyamanan dalam konsumsi, sehingga mereka mungkin tidak selalu memprioritaskan
pengalaman sensorik yang mendalam seperti yang
dilakukan oleh generasi milenial. Selain itu,
faktor-faktor seperti kemudahan akses dan harga juga dapat memengaruhi
preferensi mereka terhadap kopi (Foedinatha & Hartanto,
2021). Oleh karena itu, adaptasi dari tren kopi berkualitas
tinggi ke generasi Z mungkin memerlukan pendekatan yang lebih terfokus pada
kepraktisan dan nilai tambah yang dapat dirasakan secara langsung oleh generasi
ini.
Meskipun demikian, dengan
pertumbuhan kesadaran akan kopi berkualitas tinggi dan pengalaman minum kopi
yang unik di kalangan generasi milenial, peluang
tetap ada untuk menarik minat generasi Z dalam tren ini. Pendekatan yang
memperhitungkan kepraktisan, kenyamanan, dan nilai tambah yang disesuaikan
dengan preferensi generasi Z dapat membantu memperluas pasar kopi berkualitas
tinggi ke segmen konsumen yang lebih luas. Ini bisa mencakup strategi pemasaran
yang lebih berfokus pada aksesibilitas dan kemudahan, serta pendekatan yang
kreatif dalam menawarkan pengalaman minum kopi yang unik yang juga
mempertimbangkan preferensi generasi Z dalam interaksi digital dan penggunaan
teknologi (Arisanti, 2021). Dengan demikian, sambil menghargai preferensi yang berbeda
antara generasi milenial dan generasi Z, industri
kopi dapat terus berkembang dan beradaptasi untuk memenuhi permintaan yang
semakin beragam dalam pasar konsumen yang terus berubah.
Eksplorasi
Pengalaman Minum Kopi yang Unik
Eksplorasi pengalaman minum kopi
yang unik telah menjadi ciri khas dari generasi milenial,
yang cenderung mengapresiasi keberagaman rasa dan aroma kopi. Mereka tidak
hanya melihat kopi sebagai minuman untuk memenuhi kebutuhan kafein, tetapi juga
sebagai sebuah petualangan sensorik yang memperkaya
pengalaman mereka (Huda & Putri, 2024). Generasi milenial sering kali
mencari kopi dari berbagai daerah atau varietas yang berbeda, karena setiap
cangkir kopi membawa cerita dan sensasi yang unik. Dalam pandangan mereka,
minum kopi bukanlah sekadar kegiatan rutin, tetapi sebuah perjalanan untuk
menjelajahi dunia rasa kopi yang luas. Hal ini tercermin dalam respons
wawancara mereka, yang menegaskan nilai pentingnya pengalaman unik dalam
memilih dan menikmati kopi (Wibowo et al., 2022).
Namun, sementara eksplorasi
pengalaman minum kopi yang unik telah menjadi tren yang ditetapkan oleh
generasi milenial, adaptasi tren ini ke generasi Z
mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda. Generasi Z cenderung lebih terfokus
pada kepraktisan dan kenyamanan dalam konsumsi, sehingga mereka mungkin tidak
selalu memiliki waktu atau kesempatan untuk mengeksplorasi keberagaman rasa dan
aroma kopi seperti yang dilakukan oleh generasi milenial.
Meskipun demikian, peningkatan kesadaran akan kopi berkualitas tinggi dan
pengalaman minum kopi yang unik di kalangan generasi milenial
juga telah mempengaruhi generasi Z. Mereka mulai menunjukkan minat dalam
mengeksplorasi rasa dan aroma kopi yang beragam, meskipun dalam konteks yang
lebih praktis dan aksesibel sesuai dengan gaya hidup
mereka yang sibuk (Setiawan et al., 2020). Dengan demikian, dalam memperluas
tren eksplorasi pengalaman minum kopi yang unik ke generasi Z, perlu adanya
pendekatan yang mempertimbangkan kepraktisan dan aksesibilitas. Ini bisa
mencakup strategi pemasaran yang menekankan kenyamanan dan kemudahan dalam
menemukan dan menikmati kopi berkualitas tinggi, serta pendekatan yang kreatif
dalam menawarkan pengalaman minum kopi yang unik yang dapat disesuaikan dengan
gaya hidup yang sibuk dari generasi Z (Hanafiah et al., 2024). Dengan memahami perbedaan preferensi dan perilaku konsumsi
antara generasi milenial dan generasi Z, industri
kopi dapat terus berkembang dan menyediakan produk dan pengalaman yang sesuai
dengan kebutuhan pasar yang semakin beragam.
Peran
Kafe sebagai Tempat Pertemuan Sosial
Peran kafe sebagai tempat pertemuan
sosial telah menjadi bagian integral dari gaya hidup generasi milenial, yang menganggapnya bukan hanya sebagai tempat
untuk memperoleh minuman, tetapi juga sebagai ruang sosial untuk bertemu dengan
teman-teman, berdiskusi, dan bertukar ide. Generasi milenial
sering kali mengaitkan kafe dengan suasana yang santai dan nyaman yang
memfasilitasi interaksi sosial yang lebih mendalam (Wijaya & Rizka, 2021). Mereka melihat kafe sebagai tempat yang cocok untuk
membangun dan memelihara hubungan sosial, serta tempat di mana mereka dapat
merasa lebih terhubung dengan orang lain di sekitar mereka. Pandangan ini
tercermin dalam respons wawancara generasi milenial,
yang menegaskan pentingnya kafe dalam memfasilitasi pertemuan sosial dan
memperkuat ikatan antarindividu.
Meskipun generasi Z cenderung lebih
terhubung secara digital dan lebih condong ke pertemuan virtual, mereka juga
mulai mengakui nilai pertemuan tatap muka dalam lingkungan kafe. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun generasi Z lebih terbiasa dengan interaksi digital,
mereka juga menyadari pentingnya pertemuan langsung dalam membangun hubungan
sosial yang lebih dalam dan autentik (Widiyanti & Harti, 2021). Namun, untuk berhasil menarik generasi Z ke kafe sebagai
tempat pertemuan sosial, adaptasi yang diperlukan mungkin lebih kompleks.
Integrasi teknologi, seperti menyediakan WiFi gratis
atau fasilitas pengisian daya untuk perangkat digital, dapat menjadi salah satu
cara untuk menarik minat generasi Z. Selain itu, pengalaman tatap muka yang
lebih personal dan terfokus juga dapat menjadi faktor kunci dalam menarik
mereka ke kafe (Husna et al., 2023).
Dengan memahami perbedaan preferensi
dan perilaku konsumsi antara generasi milenial dan
generasi Z, adaptasi peran kafe sebagai tempat pertemuan sosial dapat menjadi
tantangan yang menarik bagi industri kafe. Dengan mengintegrasikan teknologi
dan memperkuat pengalaman tatap muka yang personal, kafe dapat tetap relevan
dan menarik bagi kedua generasi. Ini tidak hanya memungkinkan kafe untuk tetap
menjadi tempat pertemuan sosial yang penting bagi generasi milenial,
tetapi juga membuka peluang untuk menarik generasi Z ke pengalaman yang sama,
memperkaya interaksi sosial di era digital ini.
Kesimpulan
Adaptasi trend
penikmat kopi dari generasi milenial ke generasi Z
melibatkan pemahaman mendalam tentang perbedaan preferensi dan perilaku
konsumsi antara kedua generasi tersebut. Berikut adalah beberapa kesimpulan
mengenai adaptasi trend tersebut; (1) Generasi milenial cenderung mengapresiasi kopi berkualitas tinggi
dan mencari pengalaman minum kopi yang unik, sementara generasi Z lebih fokus
pada kepraktisan dan kenyamanan dalam konsumsi. (2) Meskipun generasi milenial mengeksplorasi keberagaman rasa dan aroma kopi,
generasi Z juga mulai menunjukkan minat dalam mengeksplorasi pengalaman minum
kopi yang unik, meskipun dalam konteks yang lebih praktis dan aksesibel. (3) Kafe tetap menjadi tempat pertemuan sosial
yang penting bagi generasi milenial, namun, untuk
menarik generasi Z, kafe perlu melakukan adaptasi, seperti integrasi teknologi
dan menciptakan pengalaman tatap muka yang lebih personal. (4) Adaptasi trend penikmat kopi dari generasi milenial
ke generasi Z merupakan tantangan yang kompleks, namun juga memberikan peluang
untuk memperluas pasar kopi berkualitas tinggi dan memperkaya interaksi sosial
di era digital ini.
BIBLIOGRAFI
Aisya, S., & Najmi, F. (2023).
Perilaku Konsumen Halal: Peluang Usaha Generasi Milenial Pasca Pandemi Di Kota
Palu. Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Islam, 5(1), 39–50.
Ansori, M. (2020). Metode penelitian kuantitatif Edisi 2. Airlangga
University Press.
Arisanti, P. (2021). Tren Gaya Hidup Milenial, Identitas Sosial dan Desain
Coffe Shop. Jurnal Manajemen Bisnis, 18(4), 579–590.
Foedinatha, B., & Hartanto, D. D. (2021). Perancangan Aplikasi sebagai
Wadah Penggemar Kopi di Indonesia. Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana,
21(1), 38–53.
Hanafiah, H., Sukmawan, I., & Dewi, I. N. (2024). Pandangan Gen Z
Dalam Membentuk Co-Creation: Sebuah Gambaran Kecil Melalui Kajian Pustaka
Coffee Shop. Jurnal Kewirausahaan Cerdas Dan Digital, 1(2), 1–9.
Huda, F. N., & Putri, P. K. D. (2024). Eksistensi Budaya Minum Kopi
Pada Generasi Millenial. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP),
7(2), 3958–3962.
Husna, I., Ramadhani, S., & Ilhamy, M. L. (2023). Analisis Fenomena
Budaya Ngopi Sebagai Gaya Hidup Generasi Millenial (Studi Kasus pada Coffee
Shop Pasco Bagan Batu Riau). Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Bisnis (JEMB),
2(2), 267–277.
Moleong, L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya.
Mudjia, R. (2010). Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif.
Sangadji, E. M., & Sopiah. (2014). Perilaku konsumen, Pendekatan
Praktis disertai: Himpunan Jurnal Penelitian. Penerbit Andi.
Setiawan, I. M. R. T., Andityawan, I. M., Dinata, I. N. A. A. P., Adiada,
A. A. K., Ririhena, J. C. P., & Susanto, P. C. (2020). Diferensiasi
Pemasaran Produk Kopi Arabika UUP Catur Paramitha Melalui Packaging dan
Branding dalam Menyasar Konsumen Milenial. Paradharma (Jurnal Aplikasi
IPTEK), 4(1).
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Alfabeta, CV.
Wardani, R. P., Mawarni, N. L. C., Sucilestari, N. M. N., Andiniswari, A.
I. R., & Susanto, P. C. (2022). Sikap Generasi Z terhadap Eksistensi Kedai
Kopi Lokal dan Internasional: Riset Perilaku Konsumen Berbasis Visual. Jurnal
Ekonomi Dan Pariwisata, 17(1).
Wibowo, R. M., Alie, A., & Elanda, Y. (2022). Café dan Identitas
Sosial Generasi Milineal di Surabaya. Jurnal Entitas Sosiologi, 11,
106–119.
Widiyanti, D., & Harti, H. (2021). Pengaruh Self-Actualization Dan
Gaya Hidup Hangout Terhadap Keputusan Pembelian Di Kedai Kopi Kekinian Pada
Generasi Milenial Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, 15(1),
50–60.
Wijaya, L., & Rizka, L. A. (2021). Studi brand positioning toko kopi
kekinian di Indonesia. Eqien-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 8(1),
78–85.
Copyright holder: Sharine Sondang, Nindyo Andayaning Pandusaputri, R. Bintang R. Mokodompit (2024) |
First publication
right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |