Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 8, Agustus 2024

 

INTEGRASI TEKNOLOGI DALAM PENINGKATAN KOLABORASI PESERTA DIDIK KELAS VII-I SMP NEGERI 1 KRIAN

 

Wulandari Ratnasari1, Duvan Awang Prayoga2, Harmanto3

Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2,

[email protected]3

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah memberikan tindakan kepada peserta didik dalam meningkatkan keterampilan kolaborasi seperti penyampaian ide, komunikasi, distribusi tugas, dan interaksi dengan guru sebagai fasilitator. Penelitian dapat memberikan inovasi pada dunia pendidikan yang berada pada era society 5.0. Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme Vygotsky. Penelitian dilakukan di kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian dengan 35 peserta didik. Peneliti juga berperan sebagai guru, menggunakan model penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc Taggart (1990) yang meliputi 2 siklus dengan masing-masing mencakup 4 komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Hasil menunjukkan peningkatan kemampuan kolaborasi, ditandai dengan keberanian peserta didik menyampaikan pendapat, mengembangkan ide, dan aktif berkomunikasi. Kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi juga meningkat, dengan keaktifan tinggi dalam mengeksplorasi fitur aplikasi dan skor kualitas penggunaan teknologi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa integrasi teknologi dalam Project Based Learning efektif meningkatkan keterampilan kolaborasi dan penggunaan teknologi peserta didik kelas VII-I dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal”.

Kata Kunci: Konstruktivisme, Kolaborasi, Teknologi

 

Abstract

The purpose of this research is to take action to improve students’ collaboration skills such as idea presntation, communication, task distributin, and interaction with teacher as fasilitators. This research can provide innovation in the education sector in the era of society 5.0. the research uses Vygotsky’s constructivism theory. The study was coducted in class VII-I at SMP Negeri 1 Krian with 35 students. The researcher also acts as a teacher, using the classroom action research model according to Kemmis and McTaggart (1990), which incudes 2 cycles, each comprising 4 components: planning, action, observation, and reflection. The results show an improvement in collaboration skills, marked by students’ courage in expressing opinions, developing deas, and actively communicating. Students’ ability to utilize technology also increased, with high engagement in exploring application features and the quality score of technology uses. This research concludes that the intgration of technology in Project-Based Learning effectively enhances the collaboration skills and technology usage of class VII-I students in the Pancasila Education subject on “Appreciating the Environment and Local Culture”

Keyword: Constructivism, Collaboration, Technology

 

Pendahuluan

Pendidikan pada abad 21 memberikan tantangan baru bagi proses pembelajaran yang berfokus pada peserta didik untuk memberikan keterampilan berfikir, salah satunya adalah keterampilan kolaborasi. Kolaborasi merupakan proses yang mendorong peserta didik untuk saling menghargai dalam mengambil peran dan melatih untuk menyesuaikan diri dengan tepat (Buda, Wardani, & Prasetyo, 2022). Menurut Zamanzadeh, dkk. (2014) keterampilan kolaborasi berfokus pada kemampuan peserta didik dalam melakukan kerjasama dalam suatu kelompok (Ariyanto & Muslim, 2019). Dengan itu berkolaborasi diharapkan peserta didik dapat saling membantu dan saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama.

Proses untuk mencapai keterampilan berkolaborasi dapat diperoleh melalui pengalaman, penerapan, memberikan refleksi dari kehidupan nyata peserta didik. Keterampilan dalam berkolaborasi memberikan pembelajaran bermakna bagi peserta didik, sebab dalam prosesnya keterampilan kolaborasi dilakukan dengan cara membentuk kelompok yang dapat saling bertukar pikiran dan pendapat untuk mencapai hasil atau tujuan yang telah ditentukan (Nurwahidah, Samsuri, Mirawati, Baiq, & Indriati, 2021).

Keterampilan kolaborasi dalam proses pembelajaran memberikan manfaat bagi peserta didik sebagai sarana untuk melatih kepemimpinan pembagian tugas yang efekif dan adil, meningkatkan karakter positif dan bertanggungjawab, serta dapat mengumpulkan berbagai informasi, perspektif, dan pengalaman sebagai media pembelajaran peserta didik.  Untuk itu, keterampilan kolaborasi peserta didik perlu diperhatikan dan diterapkan supaya menjadi kebiasaan baru peserta didik dalam kehidupan di dalam sekolah, maupun di luar sekolah (Nurwahidah, Samsuri, Mirawati, Baiq, & Indriati, 2021).

Dalam meningkatkan keterampilan kolaborasi peserta didik diperlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, yaitu pendekatan pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Menurut Rahayu, dkk. (2019), Project Based Learning (PjBL) merupakan pembelajaran dengan berorientasi pada peserta didik yang dilibatkan dalam suatu proyek pada jangka waktu yang telah ditentukan guna menghasilkan produk berupa proyek individu atau kelompok (Buda, Wardani, & Prasetyo, 2022). Artinya peserta didik akan terlibat untuk berkolaborasi dalam proses pemecahan masalah, sehingga dapat menghasilkan produk dari pemecahan masalah tersebut.

“Project based learning will inspire and motivate passive students, restore the joy of teaching, rebuild communities, help solve world problems and dramatically raise test scores” (Lamer, Mergendoller, & Boss, 2015). Pernyataan tersebut menguatkan bahwa pembelajaran Project Based Learning (PjBL) tidak hanya melatih peserta didik untuk menciptakan suatu produk, tetapi juga melatih peserta didik untuk tetap aktif dalam memecahkan suatu masalah. Project Based Learning (PjBL) juga dapat melatih kolaborasi dan komunikasi peserta didik dengan baik.

Pada kenyataannya keterampilan kolaborasi peserta didik masih rendah. Rendahnya keterampilan kolaborasi dijumpai di sekolah menengah pertama, khususnya di kelas VII. Hal ini dapat terjadi karena kelas VII pada fase D merupakan masa peralihan dan perubahan sosial budaya yang dialami oleh peserta didik dari sekolah dasar ke sekolah menengah. Tidak sedikit dari peserta didik kelas VII sudah mengenal rekan lainnya di jenjang sekolah sebelumnya. Sehingga, ketika berkelompok sebagian besar dari peserta didik akan memilih kelompok dengan teman yang sudah dekat saja dan tidak heterogen. Secara konsep dan makna berkolaborasi dalam satu forum akan lebih baik jika setiap anggota memiliki latar belakang yang berbeda-beda, supaya setiap anggota kelompok dapat menyatukan pemikiran, ide, dan pendapat dari sudut pandang dan berdasarkan latar belakang yang berbeda. 

Pernyataan ini sependapat dengan pernyataan dari Buda, dkk. (2022), bahwa peserta didik harus dilatih berkolaborasi dengan peserta didik dari latar belakang dan nilai yang berbeda (Buda, Wardani, & Prasetyo, 2022). Permasalahan ini juga terjadi di kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian. Tidak sedikit dari kelas VII-I yang enggan untuk berkelompok secara heterogen. Hal ini dibuktikan adanya kesenjangan dalam setiap kelompok yang telah dibagi oleh peneliti. Peserta didik tidak saling bertukar pendapat dan masih cenderung pasif. Hal ini dikarenakan guru masih memberikan pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan peserta didik dalam berkolaborasi.

Keterampilan kolaborasi melalui pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna, apabila disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan zaman peserta didik. Guru dan calon guru dituntut untuk menciptakan strategi pembelajaran yang inovatif dengan memerhatikan kodrat zaman peserta didik. Pendidikan yang berkualitas merupakan pendidikan yang membekali generasinya dengan keterampilan yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman (Putri, et al., 2022). Pendidikan akan selalu mengalami perkembangan dengan segala tuntutannya, seiring berjalannya perkembangan zaman. Untuk itu pemanfaatan teknologi sangat penting dalam proses pendidikan pada abad 21 ini.

Menurut BNSP (2010), pendidikan telah terbukti bahwa semakin menyempitnya faktor ruang dan waktu sebagai penentu kecepatan dan keberhasilan imu pengetahuan dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (Putri, et al., 2022). Sehingga dapat dikatakan, apa yang menjadi cukup pada zaman pendidikan sebelumnya, maka tidak akan cukup di zaman selanjutnya. Hal ini menjadi tuntutan sekaligus ilmu pengetahuan bagi seorang guru professional untuk selalu berinovasi dan mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan belajar peserta didik didasarkan pada kodrat alam dan kodrat zaman. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran menjadi kebutuhan pendidikan abad 21.

Menurut Asnawi, dkk (2019), pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan inovasi semakin berkembang dengan munculnya e-learning yang dapat memudahkan proses pembelajaran (Asnawi, Syafei, & Yamin, 2019). Inovasi pembelajaran dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran yang berdiferensiasi. Peserta didik dan guru dapat berkolaborasi dalam memecahkan suatu permasalahan secara global. Peserta didik dapat didorong untuk memanfaatkan teknologi pembelajaran dalam mengembangkan suatu karya. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak proses pembelajaran yang belum memerhatikan kodrat zaman peserta didik. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan dan perkembangan peserta didik dalam menghadapi perkembangan zaman.

Permasalahan ini terjadi salah satunya di kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian yang sasaran penelitian tindakan kelas ini. Permasalahan yang ditemui selain rendahnya minat berkolaborasi, yaitu proses pembelajaran dan pemberian tugas masih dominan menggunakan media buku. Penggunaan teknologi pembelajaran hanya dimanfaatkan pada pembelajaran tertentu. Hal ini dibuktikan melalui pengecekan tugas-tugas yang sebelumnya diberikan oleh guru hanya sebatas tugas paper atau tertulis di buku tulis. Selain penjelasan yang diberikan oleh guru, peserta didik memperoleh informasi lebih lanjut hanya melalui buku. Pembelajaran tersebut cenderung kurang berdiferensiasi dan tidak berorientasi pada peserta didik. Menurut Isma, dkk. (2022), pemanfaatan buku menjadi sumber utama dalam mendapatkan informasi, namun saat ini teknologi informasi sudah berkembang dengan cepat dan pemanfaatannya menjadi lebih mudah (Maharani & Meynawati, 2024).

Guru bisa memanfaatkan media pembelajaran inovasi yang berbasis teknologi untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan minat belajar peserta didik. Meningkatkan kualitas pembelajaran dapat memberikan sumbangsih bagi peningkatan hasil belajar peserta didik. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri dapat memanfaatkan model pembelajaran yang terus berkembang. Selain dapat  meningkatkan hasil belajar, juga dapat meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam proses pembelajaran (Maharani & Meynawati, 2024).

Permasalahan lain yang ditemukan adalah interaksi peserta didik terhadap teknologi hampir tidak dilakukan dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan keraguan dan kecanggungan peserta didik saat mengikuti instruksi peneliti membuka quizziz. Permasalahan ini disebabkan karena kurangnya interaksi atau pembiasaan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran. Guru kurang memberikan inovasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik kurang memahami dengan baik pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran. Menurut Megahantara (2017), perkembangan teknologi pendidikan sudah menghasilkan inovasi untuk menunjang proses pembelajaran (Sati, Jaelani, & Herlambang, 2023).

Perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan memberikan inovasi-inovasi baru untuk menunjang mutu proses belajar, yang dimana menyebabkan tumbuhnya media pendidikan (Ismail & Eleuyaan, 2024). Guru dapat memanfaatkan variasi-variasi media pembelajaran, seperti quizziz, kahoot, youtube, worldwall, google search, dan lain sebagainya. Pemanfaatan fitur-fitur tersebut dapat menjamin keefektifan proses pembelajaran, sebab memberikan transformasi terhadap prosesnya. Penggunaan media pembelajaran berbasis teknologi menjadi tuntutan peningkatan kualitas proses pembelajaran (Sati, Jaelani, & Herlambang, 2023).

Permasalahan di atas dapat dirangkum bahwa kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian masih memiliki tingkat keterampilan kolaborasi yang rendah, kurangnya peserta didik dalam memahami teknologi, dan rendahnya interaksi teknologi dalam proses pembelajaran. Penyebab dari permasalahan tersebut adalah kurangnya pembiasaan kolaborasi dan interaksi teknologi yang diberikan guru kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, peneliti memberikan alternatif tindakan dan pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tindakan tersebut adalah mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Melakukan pembelajaran pembelajaran Project Based Learning (PjBL) diharapkan dapat meningkatkan keterampilan kolaborasi peserta didik. Beberapa hal yang dinilai adalah proses penyampaian ide dan pendapat, melakukan komunikasi dengan baik, melakukan distribusi tugas sebagai nilai sikap kepemimpinan, dan interaksi kepada guru dalam pelaksanaan proyek. Dengan melakukan integrasi teknologi dalam pembelajarannya diharapkan peserta didik dapat terus termotivasi untuk belajar mengembangkan dan menciptakan suatu karya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa integrasi teknologi sebagai alternatif tindakan untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi peserta didik kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian adalah langkah yang bermanfaat. Tindakan ini tidak hanya berfungsi sebagai evaluasi atau solusi belaka, melainkan juga sebagai upaya nyata dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di era society 5.0 ini. Dengan mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, peserta didik tidak hanya belajar tentang keterampilan kolaborasi, tetapi juga terbiasa dengan penggunaan teknologi yang semakin penting dalam kehidupan sehari-hari. Ini membantu peserta didik untuk lebih siap menghadapi dunia nyata yang semakin terhubung secara digital. Sebagai hasilnya, pendekatan ini tidak hanya memberikan manfaat saat ini dalam meningkatkan keterampilan kolaborasi, tetapi juga membekali peserta didik dengan keterampilan yang relevan untuk masa depan. Tujuan penelitian ini adalah memberikan tindakan kepada peserta didik dalam meningkatkan keterampilan kolaborasi seperti penyampaian ide, komunikasi, distribusi tugas, dan interaksi dengan guru sebagai fasilitator.

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian dengan alamat Jalan Raya No.2, Sidodadi, Kemangsen, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo. Jumlah peserta didik yang akan diamati adalah 35 peserta didik. Waktu penelitian dilakukan dalam 3 kali siklus. Pada fase perencanaan dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2024 pukul 10.30-12.00. Siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 2 April 2024 pukul 10.30-12.00. Siklus 2 pada tanggal 23 April 2024 pukul 11.20-13.50. Materi yang digunakan bab 5 tentang “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal.”

Peneliti berperan sebagai guru dalam penelitian ini. Model penelitian yang digunakan adalah model penelitian dari Kemmis dan Mc Taggart (1990) yang memiliki 4 komponen dalam satu perangkat, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Proses perencanaan tindakan dan observasi (pengamatan) tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaannya dalam satu waktu yang bersamaan (Susilo, Chotimah, & Sari, 2011). Keempat komponen tersebut dalam penelitian ini akan dijelaskan, sebagai berikut.

Gambar 1. Desain Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc Taggart

Sumber: Herawati, Husnul, dan Yuyun (2011)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                                                                               

Fase perencanaan pada penelitian merupakan tahapan sebelum dilakukannya tindakan kelas. Fase perencanaannya sendiri, terdiri dari beberapa tahap, yaitu observasi, analisis data, penentuan tindakan atau strategi pembelajaran bersama dengan penyusunan modul ajar. Observasi dilakukan untuk menemukan permasalahan dalam kelas. Berdasarkan hasil observasi, ditemukanlah beberapa permasalahan di dalam kelas, yaitu 1) rendahnya keterampilan kolaborasi antar peserta didik, 2) kurangnya peserta didik dalam memahami teknologi, 3) rendahnya interaksi teknologi dalam proses pembelajaran di era society 5.0. Observasi dilakukan dengan pembelajaran sederhana yang menggunakan strategi pembelajaran discovery learning dengan materi menghargai lingkungan dan budaya lokal. Hasil yang diharapkan, yaitu peserta didik memiliki kemampuan teknologi yang cukup dan kemampuan kontribusi yang cukup baik dibandingkan dengan observasi awal. Instrumen penelitian dan pengumpulan data menggunakan lembar observasi, angket, dan penilaian rubrik. Instrumen penelitian pada prinsipnya adalah alat untuk mengukur suatu fenomena yang diamati (Sugiyono, 2019). Lembar observasi dilakukan untuk menganalisis kondisi lapangan pelaksanaan observasi lanjutan. Angket untuk mengukur interaksi peserta didik terhadap penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Penilaian rubrik digunakan untuk mengukur interaksi antar peserta didik dalam berkolaborasi.

Fase tindakan dan observasi, dilakukan berdasarkan rencana tindakan yang telah disusun yaitu melaksanakan pembelajaran Project Based Learning. Sintak pembelajaran Project Based Learning yang digunakan menurut Alec Patton (2013), yaitu perencanaan pertanyaan mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan perencanaan proyek, penjadwalan proyek, melakukan monitoring terhadap proses kerja peserta didik, menguji hasil dan evaluasi (Ardiansyah, Diella, & Suhendi, 2020). Sintak tersebut dilakukan dalam dua kali siklus, yaitu siklus 1 dan siklus 2.

Siklus 1 melakukan sintak perencanaan pertanyaan mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan perencanaan proyek, penjadwalan proyek, Integrasi yang dilakukan dalam siklus 1 yaitu memperkenalkan fitur-fitur yang bermanfaat untuk pembelajaran lanjutan, seperti pemanfaatan google search secara mendalam, pemanfaatan canva untuk media edit foto dan membuat karya, seperti, info grafis atau poster, serta pemanfaatan capcut untuk membuat karya berbentuk video. Pada siklus 2 melanjutkan sintak selanjutnya, yaitu melakukan monitoring terhadap proses kinerja peserta didik dan menguji hasil kerja peserta didik dan evaluasi.

Indikator keberhasilan yang diharapkan oleh peneliti antara siklus 1 dan siklus 2 berbeda. Indikator keberhasilan dari siklus 1, yaitu peserta didik dapat mengikuti instruksi dari guru dalam memanfaatkan fitur-fitur yang direkomendasikan, antar peserta didik mulai mampu berkomunikasi, mengembangkan ide, dan berpendapat dengan cukup baik, dan peserta didik mulai kondusif dalam memanfaatkan teknologi dengan bimbingan guru. Harapan peneliti yaitu peserta didik dapat mencapai indikator tersebut dibandingkan hasil sebelumnya atau dapat melampaui indikator yang ditentukan oleh peneliti. Indikator pada siklus 2 ditingkatkan lagi, sampai peserta didik sudah mampu dan terbiasa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Indikator tersebut, yaitu peserta didik mampu berkolaborasi dengan baik, baik antar anggota kelompok, bersama anggota kelompok lain atau bersama guru, peserta didik mampu memanfaatkan fitur-fitur teknologi yang direkomendasikan dengan sedikit bimbingan dari guru, dan peserta didik mulai mengembangkan ide-ide dari hasil karya yang akan diciptakan oleh peserta didik.

Fase Refleksi, merupakan proses data saat melakukan observasi. Refleksi menentukan kondisi modul ajar yang diterapkan untuk memperbaiki atau merevisi modul ajar sesuai dengan hasil observasi, angket, dan penilaian. Refleksi juga digunakan untuk mengembangkan ide pembelajaran yang sesuai dengan hasil pada siklus sebelumnya. Refleksi berisi sebab dari hasil observasi siklus sebelumnya, dampak yang dimunculkan, dan strategi baru atau lanjutan yang akan dilakukan pada siklus sebelumnya.

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian Siklus 1

Fase Perencanaan

Tindakan awal pada fase perencanaan adalah melakukan observasi. Observasi digunakan untuk mengetahui secara pengamatan terkait kondisi dan permasalahan peserta didik kelas VII-I saat pembelajaran. Observasi menghasilkan bahwa guru masih belum mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran dan guru belum memerhatikan keterampilan kolaboratif peserta didik dalam proses belajar. Observasi juga menemukan beberapa permasalahan yang terjadi saat proses pembelajaran. Terdapat tiga permasalahan yang terjadi, yaitu 1) rendahnya keterampilan kolaborasi antar peserta didik, 2) kurangnya peserta didik dalam memahami teknologi, 3) rendahnya interaksi teknologi dalam proses pembelajaran di era society 5.0. Rendahnya keterampilan kolaborasi dan integrasi teknologi dalam proses pembelajaran tidak sesuai dengan teori konstruktivisme Vygotsky yang menyatakan bahwa intelegensi manusia timbul dari masyarakat, lingkungan, dan budaya (kusumaningpuri & Fauziati, 2021). Pembelajaran pada era 5.0 menekankan pada budaya kolaborasi berbasis teknologi. Sedangkan pada kenyataannya berbanding terbalik. Permasalahan tersebut diperoleh berdasarkan hasil observasi dengan teknik pengumpulan data lebih lengkap, yaitu lembar observasi, angket, dan rubrik penilaian.

Observasi dilakukan pada saat pembelajaran discovery learning dengan mengintegrasikan teknologi sederhana, yaitu fitur google search. Materi yang digunakan pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila, yaitu “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal”. Berdasarkan hasil observasi pada fase perencanaan (19 Maret 2024), peralatan teknologi yang digunakan oleh peserta didik adalah smartphone dengan kondisi teknologi yang berfungsi baik dan dapat mengakses jaringan internet dengan baik. Aktivitas penggunaan teknologi untuk membantu peserta didik dalam mencari informasi dengan durasi penggunaan selama 30 menit. Peserta didik dibagi menjadi 7 kelompok dengan masing-masing anggota sebanyak 5 peserta didik.

Pembagian kelompok menggunakan hasil asesmen diagnostik kognitif dengan menunjuk peserta didik kategori sangat mahir sebagai ketua kelompok, sedangkan anggota kelompok dibagi sama rata secara heterogen. Menunjuk beberapa peserta didik kategori sangat mahir menjadi ketua kelompok merupakan tindakan yang didasarkan untuk membangun perkembangan kemampuan peserta didik kategori perlu bimbingan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ruseffendi (1992) bahwa Scaffolding merupakan support untuk seorang anak dari orang dewasa atau lebih kompeten guna menyelesaikan tugas dengan tingkat kerumitan lebih tinggi dari perkembangan kognitif anak tersebut (Suardipa, 2020).

Dalam kegiatan awal pembelajaran, guru memberikan beberapa pertanyaan pemantik sebagai awal pembelajaran. Pada kegiatan inti, peserta didik secara berkelompok menganalisis beberapa gambar dan permasalahan yang diberikan oleh guru. Permasalahan tersebut diperoleh peserta didik dengan menyelesaikan games wordsearch. Peserta didik diberikan kebebasan menggunakan smartphone untuk mengoperasikan fitur google search sebagai bantuan mencari informasi tambahan dalam analisis. Pada proses ini, guru juga melakukan pengamatan terkait interaksi peserta didik dengan teknologi, kolaborasi dan komunikasi, dan penggunaan internet dalam menyelesaikan tugas. Pelaksanaan pengamatan ini dilakukan dengan instrumen penelitian berupa lembar observasi, angket, dan rubrik penilaian. Kegiatan penutup pembelajaran dilakukan dengan melakukan penarikan kesimpulan dan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan.

Berdasarkan hasil observasi bahwa interaksi peserta didik terhadap teknologi masih kurang yang ditandai dengan keterlibatan peserta didik dalam menggunakan teknologi atau mengoperasikan aplikasi masih membutuhkan instruksi dari guru. Guru juga merekomendasikan google search karena akses dan tampilannya akan lebih mudah dipahami. Kualitas keterampilan kolaborasi peserta didik masih cenderung pasif dan komunikasi peserta didik masih berpusat pada ketua kelompok. Penggunaan teknologi dalam menyelesaikan tugas, peserta didik masih bergantung terhadap instruksi guru. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan data akurat yang diperoleh melalui “Angket Kualitas Penggunaan Teknologi” dan “Penilaian Kolaborasi Peserta Didik”, sebagai berikut.

 

Tabel 1. Hasil Angket Kualitas Penggunaan Teknologi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Fase Perencanaan

Skor/Nilai

Keterangan

Frekuensi

Persentase

< 14

-        Penggunaan teknologi masih membutuhkan instruksi dan perhatian dari guru

19

54%

14-18

-    Memiliki kemampuan teknologi yang cukup, walaupun memiliki sedikit bimbingan dari guru

16

46%

 

Harapan peneliti pada fase perencanaan, frekuensi perolehan skor 14-18 terkait kualitas penggunaan teknologi peserta didik mencapai 60%. Namun berdasarkan hasil angket di atas yang memperoleh skor 14-18 hanya mencapai 46% yang setara dengan 16 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan teknologi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” masih jauh dari harapan atau indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dikategorikan rendah. Berikutnya untuk memperkuat hasil keterampilan kolaborasi peserta didik pada fase perencanaan diperkuat berdasarkan hasil penilaian rubrik, dengan perolehan data, sebagai berikut.

 

Tabel 2. Data Penilaian Keterampilan Kolaborasi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Fase Perencanaan

Skor/Nilai

Keterangan

Frekuensi

Persentase

< 10

-        Pelaksanaan kolaborasi membutuhkan bimbingan guru

-        Interaksi masih pasif

-        Komunikasi masih berpusat pada ketua kelompok

-        Mengganggu proses diskusi

 

13

37%

10-12

-    Kemampuan kontribusi dan komunikasi yang cukup baik, walaupun perlu perhatian guru dalam prosesnya

-    Dapat mengambil peran dalam kelompok cukup baik, akan tetapi tidak efektif dalam diskusi

 

18

52%

>12

-    Dapat berkontribusi dengan baik, walaupun sedikit dukungan dari anggota kelompok

-    Dapat menyampaikan ide yang cukup jelas, walaupun kurang dalam memastikan keberhasilan dalam kelompok

 

4

11%

 

Harapan peneliti pada fase perencanaan, frekuensi perolehan skor 10-12 atau yang melampaui skor 12 terkait keterampilan kolaborasi peserta didik mencapai 70%. Namun berdasarkan hasil penilaian tersebut yang memperoleh skor 10-12 atau yang melampaui skor 12 mencapai 63% yang setara dengan 22 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan teknologi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” hampir mendekati indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dapat dikategorikan cukup dan masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan hasil observasi, hasil angket penggunaan teknologi dalam kelas, dan penilaian keterampilan kolaborasi peserta didik, maka rencana selanjutnya yang ditentukan oleh peneliti adalah menggunakan metode pembelajaran Project Based Learning dengan mengintegrasikan penggunaan teknologi, serta penyusunan modul yang akan digunakan dalam tindakan siklus 1 dan tindakan siklus 2. Sintak pembelajaran Project Based Learning yang digunakan dari Alec Patton (2013), yaitu perencanaan pertanyaan mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan perencanaan proyek, penjadwalan proyek, melakukan monitoring terhadap proses kerja peserta didik, dan menguji hasil dan evaluasi (Ardiansyah, Diella, & Suhendi, 2020). Dari sintak tersebut nantinya akan dibagi dua siklus.

 

Fase Pelaksanaan dan Observasi

Penelitian tindakan kelas siklus 1 mulai melaksanakan pembelajaran Project Based Learning dengan menggunakan sintak menurut Alec Patton (2013). Pada siklus 1 ini, sintak yang digunakan adalah perencanaan pertanyaan mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan perencanaan proyek, dan penjadwalan proyek. Kegiatan awal pembelajaran, peserta didik dan guru melakukan kegiatan berdoa, guru melakukan pengecekan kehadiran peserta didik, dan peserta didik menyanyikan lagu daerah sebagai bentuk menghargai budaya bangsa. Selanjutnya, peserta didik diberikan pertanyaan pemantik oleh guru terkait budaya yang ada di lingkungan kehidupannya.

Pada kegiatan inti mulai masuk sintak pertama yaitu perencanaan pertanyaan mendasar terkait kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh negara lain dan pergeseran kebudayaan dari masa ke masa. Peserta didik menganalisis secara berkelompok terkait permasalahan-permasalahan tersebut. Sintak kedua yaitu perencanaan proyek, yang di mana proyek tersebut disusun berdasarkan cara peserta didik dalam melestarikan budaya yang diklaim atau yang mengalami pergeseran. Peserta didik secara berkelompok diberikan kebebasan untuk mendemonstrasikan pelestarian budaya bangsa baik dalam bentuk poster, infografis, video iklan, atau video presentasi. Fitur-fitur aplikasi yang direkomendasikan oleh guru adalah google search untuk mencari informasi isi konten, canva digunakan untuk bagi yang membuat poster atau infografis, dan capcut digunakan bagi yang membuat video.

Sintak ketiga yaitu penjadwalan proyek. Penjadwalan proyek dibagi menjadi dua kali pertemuan, pertemuan pertama proyek membahas tentang bentuk dan isi konten, serta simulasi penggunaan fitur-fitur teknologi yang direkomendasikan oleh guru. Kegiatan penutup pembelajaran dilakukan dengan melakukan penarikan kesimpulan dan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pada kegiatan inti, guru juga melakukan pengamatan yang sama dengan fase perencanaan terkait interaksi peserta didik dengan teknologi, kolaborasi dan komunikasi, dan penggunaan internet dalam menyelesaikan tugas. Pelaksanaan pengamatan ini dilakukan dengan instrumen penelitian berupa lembar observasi, angket, dan rubrik penilaian. Perbedaan dari fase perencanaan terletak pada indikatornya yang sedikit lebih ditingkatkan. Sehingga, guru dapat memahami seberapa jauh perkembangan kemampuan peserta didik terhadap penggunaan teknologi dan kemampuan kolaborasi.

Berdasarkan hasil observasi siklus 1, jenis peralatan teknologi yang digunakan adalah smartphone dengan kondisi dapat berfungsi dengan baik dan dapat terkoneksi internet. Jenis aktivitas yang dilakukan berdasarkan platform aplikasi yang digunakan, seperti google search digunakan untuk mencari informasi isi konten yang direncanakan, canva dan capcut digunakan untuk menyusun produk yang direncanakan. Durasi waktu melakukan aktivitas teknologi meningkat dari pertemuan sebelumnya 30-45 menit. Interaksi peserta didik terhadap penggunaan teknologi sudah mampu untuk mengakses google search sesuai dengan kebutuhan konten yang direncanakan oleh kelompok, akan tetapi pada waktu tertentu peserta didik masih perlu dibimbing. Pemanfaatan teknologi dalam kebutuhan tugas proyek, Peserta didik mulai memahami pemanfaatan teknologi yang direkomendasikan oleh guru, yaitu canva dan capcut. Peserta didik mulai mengeksplor aplikasi editing gambar dan video, akan tetapi guru masih perlu melakukan pendampingan saat peserta didik mengeksplor aplikasi tersebut.

Terkait kemampuan kolaborasi dan komunikasi, peserta didik sudah memiliki keberanian untuk mengutarakan pendapatnya dalam forum diskusi, akan tetapi masih terdapat anggota yang enggan untuk memberikan ide. Komunikasi berjalan dengan baik. peserta didik mulai menunjukkan saling mendukung dan menghargai pendapat dalam forum, peserta didik mulai mengembangkan ide dalam forum diskusi, peserta didik masih memerlukan bimbingan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan tersebut dibuktikan dalam memilih proyek yang sesuai dengan tema yang diusulkan. Kelompok tersebut mengusulkan tema makanan tradisional, guru merekomendasikan untuk membuat video review makanan tradisional yang dipilih mulai dari rasa dan ciri khas. Adapun kelompok yang akan mengenalkan produk lokal tahu putih mengalami permasalahan yaitu memilih pertanyaan wawancara. Peserta didik melakukan konsultasi terkait pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan.

Berdasarkan hasil observasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan peserta didik dalam berkolaborasi sudah mulai meningkat. Hal tersebut ditandai dengan keberanian peserta didik dalam mengutarakan pendapat, pengembangan ide, dan komunikasi peserta didik yang mulai aktif. Selain itu, kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi pada proses pembelajaran juga mulai mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan antusias peserta didik dalam mengeksplorasi fitur-fitur dalam aplikasi, akan tetapi masih membutuhkan bimbingan guru walaupun sedikit berkurang. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan data akurat yang diperoleh melalui “Angket Kualitas Penggunaan Teknologi” dan “Penilaian Kolaborasi Peserta Didik”, sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Angket Kualitas Penggunaan Teknologi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 1

Skor/Nilai

Keterangan

Frekuensi

Persentase

< 19

-        Penggunaan teknologi masih membutuhkan instruksi dan perhatian dari guru

 

10

29%

19-22

-    Memiliki kemampuan teknologi yang baik

-    Mampu mengeksplorasi teknologi secara mandiri

25

71%

 

Harapan peneliti pada siklus 1, frekuensi perolehan skor 19-22 terkait kualitas penggunaan teknologi peserta didik melampaui 60% atau mampu mencapai 70%. Berdasarkan hasil angket di atas yang memperoleh skor 19-22 sudah mencapai 71% yang setara dengan 25 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan teknologi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dikategorikan meningkat atau baik. Berikutnya untuk memperkuat hasil keterampilan kolaborasi peserta didik pada fase siklus 1 diperkuat berdasarkan hasil penilaian rubrik, dengan perolehan data, sebagai berikut.

 

Tabel 4. Data Penilaian Keterampilan Kolaborasi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 1

Skor/Nilai

Keterangan

Frekuensi

Persentase

< 12

-        Pelaksanaan kolaborasi membutuhkan bimbingan guru

-        Interaksi masih pasif

-        Komunikasi masih berpusat pada ketua kelompok

-        Mengganggu proses diskusi

6

17%

12-15

-    Kemampuan kontribusi dan komunikasi yang cukup baik, walaupun perlu perhatian guru dalam prosesnya

-    Dapat mengambil peran dalam kelompok cukup baik, akan tetapi tidak efektif dalam diskusi

23

66%

>15

-    Dapat berkontribusi dengan baik

-    Terdapat interaksi penentuan ide dan bertukar pendapat

-    Dapat menyampaikan ide yang cukup jelas,

-    Terdapat pendistribusian tugas dengan baik

6

17%

 

Harapan peneliti pada siklus 1, frekuensi perolehan skor 12-15 atau yang melampaui skor 15 terkait keterampilan kolaborasi peserta didik mencapai 70%. Namun berdasarkan hasil penilaian tersebut yang memperoleh skor 12-15 atau yang melampaui skor 15 mencapai 83% yang setara dengan 29 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan kolaborasi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan yang baik dan dapat melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dapat dikategorikan baik, tapi masih perlu ditingkatkan kembali.

 

Fase Refleksi

Berdasarkan hasil observasi, hasil angket penggunaan teknologi dalam kelas, dan penilaian keterampilan kolaborasi peserta didik, terdapat kelebihan dan kekurangan yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pada siklus 1 kelebihan yang terjadi mulai meningkatnya keterampilan kolaborasi yang sistematis antar peserta didik. Peserta didik mulai menunjukkan keaktifan dalam berkomunikasi dan menyampaikan ide, memahami peranan yang telah disepakati bersama dalam kelompok belajar, serta menunjukkan kemampuan bertanya dan menanggapi yang lebih konsisten. Hal ini dapat ditemui dari salah satu data penilaian kolaborasi peserta didik. Tidak menutup kemungkinan terdapat kekurangan pada proses pelaksanaan pembelajaran di siklus 1. Masih ditemui peserta didik yang kurang fokus saat mengikuti instruksi guru, tidak termotivasi dalam berkolaborasi, dan pasif dalam proses pembelajaran.

Kekurangan ini disebabkan dari suasana kelas yang kurang kondusif, selain itu peranan teknologi dalam pembelajaran masih belum dirasakan fungsinya, masih terdapat peserta didik yang menyalahgunakan peralatan teknologi sebagai media hiburan saja. Menimbang hal tersebut sebagai acuan siklus 2 disusunlah perencanaan sebagai suatu tindak lanjut yang menyempurnakan kolaborasi teknologi dalam integrasi pembelajaran berbasis proyek. Maka rencana selanjutnya yang ditentukan oleh peneliti adalah melanjutkan dengan mempraktikkan fitur-fitur aplikasi canva dan capcut yang sudah dipelajari pada siklus 1. Untuk tetap kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya, guru menambahkan ice breaking. Ice breaking dilakukan dengan cara permainan Bingo Boardgame. Guru juga memberikan sistem reward dalam proses asemen, supaya peserta didik lebih termotivasi untuk tetap aktif dalam proses pembelajaran.

 

Penelitian Siklus 2

Fase Perencanaan

Pada siklus 1 telah ditunjukkan bahwa keterampilan kolaborasi dan kemampuan pemanfaatan teknologi peserta didik mulai meningkat. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan data angket saat pelaksanaan observasi masih jauh dari indikator yang telah ditentukan. Setelah dilakukan tindakan, peserta didik mengalami peningkatan keterampilan berkolaborasi dan kemampuan pemanfaatan teknologi yang signifikan. Dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran project based learning dengan mengintegrasikan teknologi yang dirancang oleh guru berhasil. Namun terdapat beberapa catatan bahwasanya masih terdapat peserta didik masih pasif dalam berkolaborasi. Adapun peserta didik yang kurang fokus dan tidak termotivasi saat mengikuti instruksi guru. Hal tersebut terjadi karena peserta didik menyalahgunakan fungsi teknologi saat proses pembelajaran dengan baik.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, rencana pembelajaran yang telah disediakan oleh guru pada siklus 1 tetap dilanjutkan sesuai dengan sintak pembelajaran project based learning. Namun terdapat beberapa hal yang perlu ditambahkan, yaitu 1) mempraktikkan fitur-fitur aplikasi canva dan capcut yang sudah dipelajari pada siklus 1, 2) melakukan revisi modul ajar pada bagian kegiatan pembelajaran dengan menambahkan ice breaking untuk meningkatkan fokus peserta didik, 3) melakukan revisi modul ajar pada bagian asesmen dengan menambahkan kolom reward guna meningkatkan motivasi peserta didik agar lebih aktif saat proses pembelajaran. Melalui rencana-rencana lanjutan yang akan diterapkan di siklus 2, diharapkan terdapat peningkatan kemampuan peserta didik dalam berkolaborasi dan memanfaatkan teknologi yang baik saat di dalam kelas.

 

Fase Pelaksanaan dan Observasi

Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus 2 dilaksanakan dengan melanjutkan sintak pembelajaran Project Based Learning menurut Alec Patton (2013). Pada siklus 2 ini, sintak selanjutnya adalah yang digunakan adalah melakukan monitoring terhadap proses kerja peserta didik dan menguji hasil kerja dan evaluasi. Kegiatan awal pembelajaran, peserta didik dan guru melakukan kegiatan berdoa, guru melakukan pengecekan kehadiran peserta didik, dan peserta didik menyanyikan lagu daerah sebagai bentuk menghargai budaya bangsa. Selanjutnya, peserta didik diberikan pertanyaan pemantik oleh guru terkait budaya yang ada di lingkungan kehidupannya. Dilanjutkan pada kegiatan inti, peserta didik melakukan review kembali terkait pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Peserta didik diberikan kesempatan waktu untuk membuat proyek yang telah direncanakan pada siklus 1. Pada kegiatan penutup, peserta didik dengan bimbingan guru melakukan penarikan kesimpulan dan refleksi pembelajaran yang telah dilakukan.

Saat kegiatan inti berlangsung, peneliti melakukan pengamatan lanjutan dengan menggunakan teknik dan instrumen yang sama dengan siklus 1. Pada hasil observasi menjelaskan bahwa peserta didik masih memanfaatkan smartphone  untuk mengakses fitur apikasi yang direkomendasikan oleh guru, yaitu capcut dan canva. Peserta didik memiliki variasi hasil produk yang direncanakan yaitu infografis, poster, dan video. Durasi waktu yang digunakan untuk melanjutkan proyek hingga selesai selama 30-45 menit. Pada siklus ini peserta didik diberikan kesempatan untuk melanjutkan proyek yang belum selesai melalui canva dan capcut. Peserta didik pada siklus ini sudah mulai terbiasa dan terlibat aktif dalam penggunaan canva dan capcut. Peserta didik juga sudah bisa mengoperasikan perangkat yang direkomendasikan oleh guru dengan baik. Guru hanya sebagai fasilitator dan mendampingi proses pembuatan proyek peserta didik.

Kemampuan kolaborasi peserta didik juga dijelaskan bahwasanya peserta didik berkolaborasi dengan baik, peserta didik sudah aktif dalam berpendapat dan mengembangkan ide. peserta didik saling membantu dan saling menghargai pendapat anggota kelompok, peserta didik tidak ada yang pasif dan saling beradu pendapat untuk mencapai tujuan yang sama. Dengan menggunakan teknologi yang direkomendasikan oleh guru, peserta didik menjadi terbantu dalam menyelesaikan proyek yang telah direncanakan. Efek yang ditunjukkan bahwa integrasi teknologi memengaruhi perkembangan kolaborasi peserta didik. Peran guru dalam siklus 2 ini memberikan dukungan dan bimbngan atas hasil karya peserta didik. Guru juga memberikan dukungan atas penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran karena dapat memberikan kebermanfaatan yang baik dalam peningkatan kemampuan, kreativitas, dan kolaborasi peserta didik. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan data akurat yang diperoleh melalui “Angket Kualitas Penggunaan Teknologi” dan “Penilaian Kolaborasi Peserta Didik”, sebagai berikut.

 

Tabel 5. Hasil Angket Kualitas Penggunaan Teknologi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 2

Skor/Nilai

Keterangan

Frekuensi

Persentase

< 23

-        Penggunaan teknologi masih membutuhkan instruksi dan perhatian dari guru

7

20%

23-28

-    Memiliki kemampuan teknologi yang baik

-    Mampu mengeksplorasi teknologi secara mandiri

28

80%

 

Harapan guru atau peneliti pada siklus 2, frekuensi perolehan skor 23-28 terkait kualitas penggunaan teknologi peserta didik melampaui 70%. Berdasarkan hasil angket di atas yang memperoleh skor 23-28 sudah mencapai 80% yang setara dengan 28 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan teknologi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan, bahkan melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dikategorikan meningkat dan sangat baik. Berikutnya untuk memperkuat hasil keterampilan kolaborasi peserta didik pada fase siklus 2 diperkuat berdasarkan hasil penilaian rubrik, dengan perolehan data, sebagai berikut.

 

Tabel 6. Data Penilaian Keterampilan Kolaborasi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 2

Skor/Nilai

Keterangan

Frekuensi

Persentase

< 15

-        Pelaksanaan kolaborasi membutuhkan bimbingan guru

-        Interaksi masih pasif

-        Komunikasi masih berpusat pada ketua kelompok

-        Mengganggu proses diskusi

32

9%

15-20

-    Dapat berkontribusi dengan baik

-    Terdapat interaksi penentuan ide dan bertukar pendapat

-    Dapat menyampaikan ide yang cukup jelas,

-    Terdapat pendistribusian tugas dengan baik

3

91%

 

Harapan peneliti pada siklus 2, frekuensi perolehan skor 15-20 terkait keterampilan kolaborasi peserta didik mencapai 80%. Namun berdasarkan hasil penilaian tersebut yang memperoleh skor 15-20 mencapai 91% yang setara dengan 32 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan kolaborasi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan yang signifikan dan dapat melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dapat dikategorikan sangat baik.

Fase Refleksi

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui observasi, hasil angket penggunaan teknologi dalam kelas, dan penilaian keterampilan kolaborasi peserta didik, terdapat perkembangan yang stabil dan menurunnya kekurangan yang terjadi di siklus 2 dibandingkan dengan siklus 1. perkembangan tersebut terdapat pada peningkatan keterampilan peserta didik dalam berkolaborasi secara sistematis antar peserta didik. Peserta didik telah menunjukkan perkembangan dalam berkomunikasi dan menyampaikan ide secara aktif, dan memahami peranan yang telah disepakati bersama dalam kelompok belajar. Peserta didik juga telah mengembangkan kemampuan bertanya dan menanggapi yang lebih konsisten dibandingkan pada siklus 1. Hal ini dapat ditemui dari data penilaian kolaborasi peserta didik. Perkembangan yang konsisten ini dapat menjadi acuan yang menunjukkan perkembangan yang akan terus dirasakan oleh peserta didik dan guru. 

Peranan guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sejalan dengan teori konstrukvisme Vygotsky. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan kolaborasi teknologi menyesuaikan perkembangan jaman. Guru juga mengurangi asistensi berupa instruksi tambahan dan pemaparan dalam melakukan kolaborasi. Penurunan peran guru sebagai pendukung saat menyelesaikan tugas pembelajaran secara konsisten telah ditemukan mulai siklus 1 hingga siklus 2. Menurut Bruner (2005), Scaffolding pada teori konstruktivisme Vygotsky menyatakan orang yang lebih ahli perlu mengubah tingkat dukungan sesuai dengan kemampuan peserta didik (Suardipa, 2020). Vygotsky dalam lingkup tersebut juga menjelaskan teori dari suatu kondisi yang  dimana guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan dukungan secara bertahap kepada peserta didik untuk membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman atau keterampilan yang lebih tinggi. 

Peranan guru dalam memberikan bantuan seperti instruksi tambahan dan pemaparan dalam melakukan kolaborasi juga dapat menurun secara konsisten sesuai dengan hasil yang didapat dari salah satu instrumen, menunjukkan bahwa asistensi guru dalam pembelajaran siklus 2 telah berkurang. Menurut Bruner (1983), Scaffolding pada teori konstruktivisme Vygotsky orang yang lebih terampil (guru atau teman sebaya) perlu mengubah tingkat dukungan sesuai dengan kemampuan peserta didik (Suardipa, 2020). Vygotsky dalam lingkup tersebut juga menjelaskan teori dari suatu kondisi yang  dimana guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan dukungan secara bertahap kepada peserta didik untuk membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman atau keterampilan yang lebih tinggi.  Pernyataan tersebut sejalan dengan teori konstruktivisme Vygotsky, bahwa Scaffolding merupakan teori dengan tujuan untuk mengembangkan kemandirian peserta didik. Dukungan dan bimbingan guru menurut teori konstruktivisme Vygotsky dengan cara bertahap disesuaikan dengan perkembangan dan pemahaman peserta didik.

Peneliti juga menyadari bahwa masih terdapat kemungkinan adanya kekurangan pada proses pelaksanaan pembelajaran di siklus 2. Hal ini ditunjukkan masih ditemui peserta didik yang belum mencapai kriteria dalam indikator yang disusun yakni fokus saat mengikuti instruksi guru, motivasi dalam berkolaborasi, dan keaktifan dalam proses pembelajaran. Kekurangan ini masih bisa diatasi dengan peningkatan suasana kelas yang kondusif,  stimulasi apersepsi , dan pemberian ice breaking. Penekanan pola pikir bahwa peranan teknologi dalam pembelajaran sebagai salah satu media pembelajaran masih dapat ditingkatkan. Melalui refleksi ini peneliti telah menuai hasil yang telah mencapai target dalam meningkatkan kolaborasi peserta didik melalui model pembelajaran berbasis proyek (PjBL).

 

Kesimpulan

Penggunaan pembelajaran project based learning merupakan salah satu solusi yang ditawarkan oleh peneliti dalam peningkatan keterampilan kolaborasi berbasis teknologi. Mengintegrasikan teknologi memberikan inovasi di dunia pendidikan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan menunjukkan bahwa adanya peningkatan keterampilan kolaborasi, adanya peningkatan pemahaman dalam memanfaatkan teknologi, meningkatnya kemampuan interaksi teknologi peserta didik dalam proses pembelajaran yang terjadi secara bertahap pada 2 kali siklus. Melalui tindakan tersebut diharapkan peserta didik dapat terus mengeksplorasi pemanfaatan teknologi secara mandiri. Peningkatan keterampilan kolaborasi berbasis teknologi juga memberikan kebermaknaan bagi peserta didik untuk bekal kehidupan masa depan yang relevan dengan era society 5.0.

 

BIBLIOGRAFI

 

Ardiansyah, R., Diella, D., & Suhendi, H. Y. (2020). Pelatihan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Abad 21 Dengan Model Pembelajaran Project Based Learning Berbasis STEM Bagi Guru IPA. Jurnal Publikasi Pendidikan, 31-36.

Ariyanto, S. R., & Muslim, S. (2019). Peningkatan Keterampilan Kolaborasi Siswa Smk Melalui Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation. Journal of VTO, 1(1), 25-33.

Asnawi, S., & Yamin, D. M. (2019). Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang, (hal. 50-55).

Buda, C. H., Wardani, N. S., & Prasetyo, A. K. (2022). Pengembangan Problem And Project Based Learning Pasca COVID-19 Terhadap Kolaborasi Peserta Didik. Scaffolding: Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme, 4(3), 90-105.

Ismail, A., & Eleuyaan, E. (2024). Pengaruh Teknologi Digital Terhadap Proses Pembelajaran. Sindoro Cendikia Pendidikan, 3(3), 84-91.

kusumaningpuri, A. R., & Fauziati, E. (2021). Model Pembelajaran RADEC dalam Perspektif Filsafat Konstruktivisme Vygotsky. Jurnal PAPEDA, 3(2), 103-111.

Lamer, J., Mergendoller, J., & Boss, S. (2015). Setting The Standard For Project Based Learning. USA: ASCD Alexandria, VA USA.

Maharani, D., & Meynawati, L. (2024). Sisi Terang dan Gelap: Digitalisasi pada Perkembangan Pendidikan Indonesia. Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora dan Ilmu Pendidikan, 3(1), 89-98.

Nurwahidah, Samsuri, T., Mirawati, B., & Indriati. (2021). Meningkatkan Keterampilan Kolaborasi Siswa Menggunakan Lembar Kerja Siswa Berbasis Saintifik. Reflection Journal, 1(2), 70-76.

Putri, R. D., Ratnasari, T., Trimadani, D., Halimatussakdiah, Husna, E. N., & Yulianti, W. (2022). Pentingnya Keterampilan Abad 21 Dalam Pembelajaran Matematika. SICEDU : Science and Education Journal, 1(2), 449-459.

Sati, L., Jaelani, W. R., & Herlambang, Y. T. (2023). Transformasi Digital Dalam Pendidikan: Sebuah Tinjauan Dalam Perspektif Filosofis. Sindoro Cendikia Pendidikan, 2(4), 10-20.

Suardipa, I. P. (2020). Proses Scaffolding pada Zone Of Proximal Development dalam Pembelajaran. Widyacarya, 79-92.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alphabet.

Susilo, H., Chotimah, H., & Sari, Y. D. (2011). Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang: Bayumedia Publishing.

 

Copyright holder:

Wulandari Ratnasari, Duvan Awang Prayoga, Harmanto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: