Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
9, No. 8, Agustus 2024
INTEGRASI
TEKNOLOGI DALAM PENINGKATAN KOLABORASI PESERTA DIDIK KELAS VII-I
SMP NEGERI 1 KRIAN
Wulandari
Ratnasari1, Duvan
Awang Prayoga2, Harmanto3
Universitas Negeri Surabaya,
Surabaya, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2,
Abstrak
Tujuan penelitian ini
adalah memberikan tindakan kepada peserta didik dalam meningkatkan keterampilan
kolaborasi seperti penyampaian ide, komunikasi, distribusi tugas, dan interaksi
dengan guru sebagai fasilitator. Penelitian dapat memberikan inovasi pada dunia
pendidikan yang berada pada era society 5.0.
Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme Vygotsky. Penelitian dilakukan
di kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian dengan 35 peserta didik. Peneliti juga
berperan sebagai guru, menggunakan model penelitian tindakan kelas menurut
Kemmis dan Mc Taggart (1990) yang meliputi 2 siklus dengan masing-masing
mencakup 4 komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Hasil menunjukkan peningkatan kemampuan kolaborasi, ditandai dengan keberanian
peserta didik menyampaikan pendapat, mengembangkan ide, dan aktif
berkomunikasi. Kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi juga
meningkat, dengan keaktifan tinggi dalam mengeksplorasi fitur aplikasi dan skor
kualitas penggunaan teknologi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa integrasi
teknologi dalam Project Based Learning
efektif meningkatkan keterampilan kolaborasi dan penggunaan teknologi peserta
didik kelas VII-I dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai
Lingkungan dan Budaya Lokal”.
Kata Kunci: Konstruktivisme,
Kolaborasi, Teknologi
Abstract
The purpose
of this research is to take action to improve students’ collaboration skills
such as idea presntation, communication, task distributin, and interaction with
teacher as fasilitators. This research can provide innovation in the education
sector in the era of society 5.0. the research uses Vygotsky’s constructivism
theory. The study was coducted in class VII-I at SMP Negeri 1 Krian with 35
students. The researcher also acts as a teacher, using the classroom action
research model according to Kemmis and McTaggart (1990), which incudes 2
cycles, each comprising 4 components: planning, action, observation, and
reflection. The results show an improvement in collaboration skills, marked by
students’ courage in expressing opinions, developing deas, and actively
communicating. Students’ ability to utilize technology also increased, with
high engagement in exploring application features and the quality score of
technology uses. This research concludes that the intgration of technology in
Project-Based Learning effectively enhances the collaboration skills and
technology usage of class VII-I students in the Pancasila Education subject on
“Appreciating the Environment and Local Culture”
Keyword: Constructivism, Collaboration, Technology
Pendahuluan
Pendidikan pada abad 21 memberikan
tantangan baru bagi proses pembelajaran yang berfokus pada peserta didik untuk
memberikan keterampilan berfikir, salah satunya adalah keterampilan kolaborasi.
Kolaborasi merupakan proses yang mendorong peserta didik untuk saling
menghargai dalam mengambil peran dan melatih untuk menyesuaikan diri dengan
tepat
Proses untuk mencapai keterampilan
berkolaborasi dapat diperoleh melalui pengalaman, penerapan, memberikan
refleksi dari kehidupan nyata peserta didik. Keterampilan dalam berkolaborasi
memberikan pembelajaran bermakna bagi peserta didik, sebab dalam prosesnya
keterampilan kolaborasi dilakukan dengan cara membentuk kelompok yang dapat
saling bertukar pikiran dan pendapat untuk mencapai hasil atau tujuan yang
telah ditentukan
Keterampilan kolaborasi dalam proses
pembelajaran memberikan manfaat bagi peserta didik sebagai sarana untuk melatih
kepemimpinan pembagian tugas yang efekif dan adil, meningkatkan karakter
positif dan bertanggungjawab, serta dapat mengumpulkan berbagai informasi,
perspektif, dan pengalaman sebagai media pembelajaran peserta didik. Untuk itu, keterampilan kolaborasi peserta
didik perlu diperhatikan dan diterapkan supaya menjadi kebiasaan baru peserta
didik dalam kehidupan di dalam sekolah, maupun di luar sekolah
Dalam meningkatkan keterampilan
kolaborasi peserta didik diperlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai, yaitu pendekatan pembelajaran Project Based
Learning (PjBL). Menurut Rahayu, dkk. (2019), Project Based Learning
(PjBL) merupakan pembelajaran dengan berorientasi pada peserta didik yang
dilibatkan dalam suatu proyek pada jangka waktu yang telah ditentukan guna
menghasilkan produk berupa proyek individu atau kelompok
“Project
based learning will inspire and motivate passive students, restore the joy of
teaching, rebuild communities, help solve world problems and dramatically raise
test scores”
Pada kenyataannya keterampilan
kolaborasi peserta didik masih rendah. Rendahnya keterampilan kolaborasi
dijumpai di sekolah menengah pertama, khususnya di kelas VII. Hal ini dapat
terjadi karena kelas VII pada fase D merupakan masa peralihan dan perubahan
sosial budaya yang dialami oleh peserta didik dari sekolah dasar ke sekolah
menengah. Tidak sedikit dari peserta didik kelas VII sudah mengenal rekan
lainnya di jenjang sekolah sebelumnya. Sehingga, ketika berkelompok sebagian
besar dari peserta didik akan memilih kelompok dengan teman yang sudah dekat
saja dan tidak heterogen. Secara konsep dan makna berkolaborasi dalam satu
forum akan lebih baik jika setiap anggota memiliki latar belakang yang
berbeda-beda, supaya setiap anggota kelompok dapat menyatukan pemikiran, ide,
dan pendapat dari sudut pandang dan berdasarkan latar belakang yang
berbeda.
Pernyataan ini sependapat dengan
pernyataan dari Buda, dkk. (2022), bahwa peserta didik harus dilatih
berkolaborasi dengan peserta didik dari latar belakang dan nilai yang berbeda
Keterampilan kolaborasi melalui
pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat memberikan pembelajaran
yang lebih bermakna, apabila disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan zaman
peserta didik. Guru dan calon guru dituntut untuk menciptakan strategi
pembelajaran yang inovatif dengan memerhatikan kodrat zaman peserta didik. Pendidikan
yang berkualitas merupakan pendidikan yang membekali generasinya dengan
keterampilan yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman
Menurut BNSP (2010), pendidikan telah
terbukti bahwa semakin menyempitnya faktor ruang dan waktu sebagai penentu
kecepatan dan keberhasilan imu pengetahuan dalam konteks pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi
Menurut Asnawi, dkk (2019), pemanfaatan teknologi dalam dunia
pendidikan inovasi semakin berkembang dengan munculnya e-learning yang dapat memudahkan
proses pembelajaran
Permasalahan ini terjadi salah satunya di kelas VII-I SMP Negeri 1
Krian yang sasaran penelitian tindakan kelas ini. Permasalahan yang ditemui
selain rendahnya minat berkolaborasi, yaitu proses pembelajaran dan pemberian
tugas masih dominan menggunakan media buku. Penggunaan teknologi pembelajaran
hanya dimanfaatkan pada pembelajaran tertentu. Hal ini dibuktikan melalui
pengecekan tugas-tugas yang sebelumnya diberikan oleh guru hanya sebatas tugas
paper atau tertulis di buku tulis. Selain penjelasan yang diberikan oleh guru,
peserta didik memperoleh informasi lebih lanjut hanya melalui buku.
Pembelajaran tersebut cenderung kurang berdiferensiasi dan tidak berorientasi
pada peserta didik. Menurut Isma, dkk. (2022), pemanfaatan buku menjadi sumber
utama dalam mendapatkan informasi, namun saat ini teknologi informasi sudah
berkembang dengan cepat dan pemanfaatannya menjadi lebih mudah
Guru bisa memanfaatkan media pembelajaran inovasi yang berbasis
teknologi untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan minat belajar peserta
didik. Meningkatkan kualitas pembelajaran dapat memberikan sumbangsih bagi
peningkatan hasil belajar peserta didik. Untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran itu sendiri dapat memanfaatkan model pembelajaran yang terus
berkembang. Selain dapat meningkatkan
hasil belajar, juga dapat meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam
proses pembelajaran
Permasalahan lain yang ditemukan adalah interaksi peserta didik
terhadap teknologi hampir tidak dilakukan dalam setiap proses pembelajaran. Hal
ini dibuktikan dengan keraguan dan kecanggungan peserta didik saat mengikuti
instruksi peneliti membuka quizziz. Permasalahan ini disebabkan karena kurangnya
interaksi atau pembiasaan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi
pembelajaran. Guru kurang memberikan inovasi dalam proses pembelajaran,
sehingga peserta didik kurang memahami dengan baik pemanfaatan teknologi dalam
proses pembelajaran. Menurut Megahantara (2017), perkembangan teknologi
pendidikan sudah menghasilkan inovasi untuk menunjang proses pembelajaran
Perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan memberikan
inovasi-inovasi baru untuk menunjang mutu proses belajar, yang dimana
menyebabkan tumbuhnya media pendidikan
Permasalahan di atas dapat dirangkum bahwa kelas VII-I SMP Negeri 1
Krian masih memiliki tingkat keterampilan kolaborasi yang rendah, kurangnya
peserta didik dalam memahami teknologi, dan rendahnya interaksi teknologi dalam
proses pembelajaran. Penyebab dari permasalahan tersebut adalah kurangnya
pembiasaan kolaborasi dan interaksi teknologi yang diberikan guru kepada
peserta didik dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, peneliti memberikan
alternatif tindakan dan pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Tindakan tersebut adalah mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran Project Based
Learning (PjBL). Melakukan
pembelajaran pembelajaran Project Based Learning (PjBL) diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan kolaborasi peserta didik. Beberapa hal yang dinilai
adalah proses penyampaian ide dan pendapat, melakukan komunikasi dengan baik,
melakukan distribusi tugas sebagai nilai sikap kepemimpinan, dan interaksi
kepada guru dalam pelaksanaan proyek. Dengan melakukan integrasi teknologi
dalam pembelajarannya diharapkan peserta didik dapat terus termotivasi untuk
belajar mengembangkan dan menciptakan suatu karya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa integrasi
teknologi sebagai alternatif tindakan untuk meningkatkan keterampilan
kolaborasi peserta didik kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian adalah langkah yang
bermanfaat. Tindakan ini tidak hanya berfungsi sebagai evaluasi atau solusi
belaka, melainkan juga sebagai upaya nyata dalam mempersiapkan peserta didik
menghadapi tantangan di era society 5.0 ini. Dengan mengintegrasikan teknologi dalam
pembelajaran, peserta didik tidak hanya belajar tentang keterampilan
kolaborasi, tetapi juga terbiasa dengan penggunaan teknologi yang semakin
penting dalam kehidupan sehari-hari. Ini membantu peserta didik untuk lebih
siap menghadapi dunia nyata yang semakin terhubung secara digital. Sebagai
hasilnya, pendekatan ini tidak hanya memberikan manfaat saat ini dalam
meningkatkan keterampilan kolaborasi, tetapi juga membekali peserta didik
dengan keterampilan yang relevan untuk masa depan. Tujuan penelitian ini adalah
memberikan tindakan kepada peserta didik dalam meningkatkan keterampilan
kolaborasi seperti penyampaian ide, komunikasi, distribusi tugas, dan interaksi
dengan guru sebagai fasilitator.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang kelas VII-I SMP Negeri 1 Krian dengan
alamat Jalan Raya No.2, Sidodadi, Kemangsen, Kecamatan Krian, Kabupaten
Sidoarjo. Jumlah peserta didik yang akan diamati adalah 35 peserta didik. Waktu
penelitian dilakukan dalam 3 kali siklus. Pada fase perencanaan dilaksanakan
pada tanggal 19 Maret 2024 pukul 10.30-12.00. Siklus 1 dilaksanakan pada tanggal
2 April 2024 pukul 10.30-12.00. Siklus 2 pada tanggal 23 April 2024 pukul
11.20-13.50. Materi yang digunakan bab 5 tentang “Menghargai Lingkungan dan
Budaya Lokal.”
Peneliti berperan sebagai guru dalam penelitian ini. Model penelitian
yang digunakan adalah model penelitian dari Kemmis dan Mc Taggart (1990) yang
memiliki 4 komponen dalam satu perangkat, yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Proses perencanaan tindakan dan observasi
(pengamatan) tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaannya dalam satu waktu
yang bersamaan
Gambar 1.
Desain Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc Taggart Sumber: Herawati, Husnul, dan Yuyun (2011)
Fase perencanaan pada
penelitian merupakan tahapan sebelum dilakukannya tindakan kelas. Fase
perencanaannya sendiri, terdiri dari beberapa tahap, yaitu observasi, analisis
data, penentuan tindakan atau strategi pembelajaran bersama dengan penyusunan
modul ajar. Observasi dilakukan untuk menemukan permasalahan dalam kelas.
Berdasarkan hasil observasi, ditemukanlah beberapa permasalahan di dalam kelas,
yaitu 1) rendahnya keterampilan kolaborasi antar peserta didik, 2) kurangnya
peserta didik dalam memahami teknologi, 3) rendahnya interaksi teknologi dalam
proses pembelajaran di era society 5.0. Observasi dilakukan dengan pembelajaran
sederhana yang menggunakan strategi pembelajaran discovery learning dengan materi
menghargai lingkungan dan budaya lokal. Hasil yang diharapkan, yaitu peserta
didik memiliki kemampuan teknologi yang cukup dan kemampuan kontribusi yang
cukup baik dibandingkan dengan observasi awal. Instrumen penelitian dan
pengumpulan data menggunakan lembar observasi, angket, dan penilaian rubrik. Instrumen
penelitian pada prinsipnya adalah alat untuk mengukur suatu fenomena yang
diamati
Fase tindakan dan observasi, dilakukan berdasarkan
rencana tindakan yang telah disusun yaitu melaksanakan pembelajaran Project Based
Learning.
Sintak pembelajaran Project Based Learning yang digunakan menurut Alec Patton (2013), yaitu perencanaan pertanyaan
mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan perencanaan
proyek, penjadwalan proyek, melakukan monitoring terhadap proses kerja peserta
didik, menguji hasil dan evaluasi
Siklus 1 melakukan sintak perencanaan
pertanyaan mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan
perencanaan proyek, penjadwalan proyek, Integrasi yang dilakukan dalam siklus 1
yaitu memperkenalkan
fitur-fitur yang bermanfaat untuk pembelajaran lanjutan, seperti pemanfaatan google
search secara mendalam, pemanfaatan canva untuk media edit foto dan
membuat karya, seperti, info grafis atau poster, serta pemanfaatan capcut
untuk membuat karya berbentuk video. Pada siklus 2 melanjutkan sintak selanjutnya,
yaitu melakukan
monitoring terhadap proses kinerja peserta didik dan menguji hasil kerja
peserta didik dan evaluasi.
Indikator keberhasilan yang diharapkan oleh
peneliti antara siklus 1 dan siklus 2 berbeda. Indikator keberhasilan dari
siklus 1, yaitu peserta didik dapat mengikuti instruksi dari guru dalam
memanfaatkan fitur-fitur yang direkomendasikan, antar peserta didik mulai mampu
berkomunikasi, mengembangkan ide, dan berpendapat dengan cukup baik, dan
peserta didik mulai kondusif dalam memanfaatkan teknologi dengan bimbingan
guru. Harapan peneliti yaitu peserta didik dapat mencapai indikator tersebut
dibandingkan hasil sebelumnya atau dapat melampaui indikator yang ditentukan
oleh peneliti. Indikator pada siklus 2 ditingkatkan lagi, sampai peserta didik
sudah mampu dan terbiasa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Indikator
tersebut, yaitu peserta didik mampu berkolaborasi dengan baik, baik antar
anggota kelompok, bersama anggota kelompok lain atau bersama guru, peserta
didik mampu memanfaatkan fitur-fitur teknologi yang direkomendasikan dengan
sedikit bimbingan dari guru, dan peserta didik mulai mengembangkan ide-ide dari
hasil karya yang akan diciptakan oleh peserta didik.
Fase Refleksi, merupakan proses data saat melakukan
observasi. Refleksi menentukan kondisi modul ajar yang diterapkan untuk
memperbaiki atau merevisi modul ajar sesuai dengan hasil observasi, angket, dan
penilaian. Refleksi juga digunakan untuk mengembangkan ide pembelajaran yang
sesuai dengan hasil pada siklus sebelumnya. Refleksi berisi sebab dari hasil
observasi siklus sebelumnya, dampak yang dimunculkan, dan strategi baru atau
lanjutan yang akan dilakukan pada siklus sebelumnya.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian Siklus 1
Fase Perencanaan
Tindakan awal pada fase perencanaan adalah melakukan observasi.
Observasi digunakan untuk mengetahui secara pengamatan terkait kondisi dan
permasalahan peserta didik kelas VII-I saat pembelajaran. Observasi
menghasilkan bahwa guru masih belum mengintegrasikan teknologi dalam proses
pembelajaran dan guru belum memerhatikan keterampilan kolaboratif peserta didik
dalam proses belajar. Observasi juga menemukan beberapa permasalahan yang
terjadi saat proses pembelajaran. Terdapat tiga permasalahan yang terjadi,
yaitu 1) rendahnya keterampilan kolaborasi antar peserta didik, 2)
kurangnya peserta didik dalam memahami teknologi, 3) rendahnya interaksi
teknologi dalam proses pembelajaran di era society 5.0. Rendahnya
keterampilan kolaborasi dan integrasi teknologi dalam proses pembelajaran tidak
sesuai dengan teori konstruktivisme Vygotsky yang menyatakan bahwa intelegensi
manusia timbul dari masyarakat, lingkungan, dan budaya
Observasi
dilakukan pada saat pembelajaran discovery learning dengan
mengintegrasikan teknologi sederhana, yaitu fitur google search. Materi
yang digunakan pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila, yaitu “Menghargai
Lingkungan dan Budaya Lokal”. Berdasarkan hasil observasi pada fase perencanaan
(19 Maret 2024), peralatan teknologi yang digunakan oleh peserta didik adalah smartphone
dengan kondisi teknologi yang berfungsi baik dan dapat mengakses jaringan
internet dengan baik. Aktivitas penggunaan teknologi untuk membantu peserta
didik dalam mencari informasi dengan durasi penggunaan selama 30 menit. Peserta
didik dibagi menjadi 7 kelompok dengan masing-masing anggota sebanyak 5 peserta
didik.
Pembagian kelompok menggunakan hasil asesmen diagnostik
kognitif dengan menunjuk peserta didik kategori sangat mahir sebagai ketua
kelompok, sedangkan anggota kelompok dibagi sama rata secara heterogen.
Menunjuk beberapa peserta didik kategori sangat mahir menjadi ketua kelompok
merupakan tindakan yang didasarkan untuk membangun perkembangan kemampuan
peserta didik kategori perlu bimbingan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Ruseffendi (1992) bahwa Scaffolding merupakan support untuk
seorang anak dari orang dewasa atau lebih kompeten guna menyelesaikan tugas
dengan tingkat kerumitan lebih tinggi dari perkembangan kognitif anak tersebut
Dalam kegiatan
awal pembelajaran, guru memberikan beberapa pertanyaan pemantik sebagai awal
pembelajaran. Pada kegiatan inti, peserta didik secara berkelompok menganalisis
beberapa gambar dan permasalahan yang diberikan oleh guru. Permasalahan
tersebut diperoleh peserta didik dengan menyelesaikan games wordsearch. Peserta
didik diberikan kebebasan menggunakan smartphone untuk mengoperasikan
fitur google search sebagai bantuan mencari informasi tambahan dalam
analisis. Pada proses ini, guru juga melakukan pengamatan terkait interaksi
peserta didik dengan teknologi, kolaborasi dan komunikasi, dan penggunaan
internet dalam menyelesaikan tugas. Pelaksanaan pengamatan ini dilakukan dengan
instrumen penelitian berupa lembar observasi, angket, dan rubrik penilaian. Kegiatan
penutup pembelajaran dilakukan dengan melakukan penarikan kesimpulan dan
refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Berdasarkan
hasil observasi bahwa interaksi peserta didik terhadap teknologi masih kurang
yang ditandai dengan keterlibatan peserta didik dalam menggunakan teknologi
atau mengoperasikan aplikasi masih membutuhkan instruksi dari guru. Guru juga
merekomendasikan google search karena akses dan tampilannya akan lebih
mudah dipahami. Kualitas keterampilan kolaborasi peserta didik masih cenderung
pasif dan komunikasi peserta didik masih berpusat pada ketua kelompok.
Penggunaan teknologi dalam menyelesaikan tugas, peserta didik masih bergantung
terhadap instruksi guru. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan data akurat
yang diperoleh melalui “Angket Kualitas Penggunaan Teknologi” dan “Penilaian
Kolaborasi Peserta Didik”, sebagai berikut.
Tabel
1. Hasil Angket Kualitas Penggunaan
Teknologi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Fase Perencanaan
Skor/Nilai |
Keterangan |
Frekuensi |
Persentase |
< 14 |
-
Penggunaan teknologi masih membutuhkan instruksi dan perhatian dari guru |
19 |
54% |
14-18 |
-
Memiliki kemampuan
teknologi yang cukup, walaupun memiliki sedikit bimbingan dari guru |
16 |
46% |
Harapan
peneliti pada fase perencanaan, frekuensi perolehan skor 14-18 terkait kualitas
penggunaan teknologi peserta didik mencapai 60%. Namun berdasarkan hasil angket
di atas yang memperoleh skor 14-18 hanya mencapai 46% yang setara dengan 16
peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kemampuan penggunaan teknologi peserta didik kelas VII-I dalam proses
pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya
Lokal” masih jauh dari harapan atau indikator yang telah ditetapkan dari
peneliti. Dengan kata lain dikategorikan rendah. Berikutnya untuk
memperkuat hasil keterampilan kolaborasi peserta didik pada fase perencanaan
diperkuat berdasarkan hasil penilaian rubrik, dengan perolehan data, sebagai
berikut.
Tabel
2. Data Penilaian Keterampilan Kolaborasi
Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Fase Perencanaan
Skor/Nilai |
Keterangan |
Frekuensi |
Persentase |
< 10 |
-
Pelaksanaan kolaborasi membutuhkan bimbingan guru -
Interaksi masih pasif -
Komunikasi masih berpusat pada ketua kelompok -
Mengganggu proses diskusi |
13 |
37% |
10-12 |
-
Kemampuan kontribusi
dan komunikasi yang cukup baik, walaupun perlu perhatian guru dalam prosesnya -
Dapat mengambil
peran dalam kelompok cukup baik, akan tetapi tidak efektif dalam diskusi |
18 |
52% |
>12 |
- Dapat
berkontribusi dengan baik, walaupun sedikit dukungan dari anggota kelompok - Dapat
menyampaikan ide yang cukup jelas, walaupun kurang dalam memastikan
keberhasilan dalam kelompok |
4 |
11% |
Harapan peneliti
pada fase perencanaan, frekuensi perolehan skor 10-12 atau yang melampaui skor
12 terkait keterampilan kolaborasi peserta didik mencapai 70%. Namun
berdasarkan hasil penilaian tersebut yang memperoleh skor 10-12 atau yang
melampaui skor 12 mencapai 63% yang setara dengan 22 peserta didik dari 35
peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan
teknologi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan
Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” hampir mendekati
indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain dapat dikategorikan
cukup dan masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan
hasil observasi, hasil angket penggunaan teknologi dalam kelas, dan penilaian
keterampilan kolaborasi peserta didik, maka rencana selanjutnya yang ditentukan
oleh peneliti adalah menggunakan metode pembelajaran Project Based Learning dengan
mengintegrasikan penggunaan teknologi, serta penyusunan modul yang akan
digunakan dalam tindakan siklus 1 dan tindakan siklus 2. Sintak pembelajaran Project
Based Learning yang digunakan dari Alec Patton (2013), yaitu perencanaan
pertanyaan mendasar yang diberikan sebagai stimulus peserta didik, melakukan
perencanaan proyek, penjadwalan proyek, melakukan monitoring terhadap proses
kerja peserta didik, dan menguji hasil dan evaluasi
Fase Pelaksanaan dan Observasi
Penelitian tindakan kelas siklus 1 mulai melaksanakan pembelajaran Project
Based Learning dengan menggunakan sintak menurut Alec Patton (2013). Pada
siklus 1 ini, sintak yang digunakan adalah perencanaan pertanyaan mendasar yang diberikan
sebagai stimulus peserta didik, melakukan perencanaan proyek, dan penjadwalan
proyek. Kegiatan awal pembelajaran, peserta didik dan guru melakukan kegiatan
berdoa, guru melakukan pengecekan kehadiran peserta didik, dan peserta didik
menyanyikan lagu daerah sebagai bentuk menghargai budaya bangsa. Selanjutnya,
peserta didik diberikan pertanyaan pemantik oleh guru terkait budaya yang ada
di lingkungan kehidupannya.
Pada kegiatan inti mulai masuk sintak pertama
yaitu perencanaan pertanyaan mendasar terkait kasus pengklaiman budaya Indonesia
oleh negara lain dan pergeseran kebudayaan dari masa ke masa. Peserta didik
menganalisis secara berkelompok terkait permasalahan-permasalahan tersebut. Sintak
kedua yaitu perencanaan proyek, yang di mana proyek tersebut disusun
berdasarkan cara peserta didik dalam melestarikan budaya yang diklaim atau yang
mengalami pergeseran. Peserta didik secara berkelompok diberikan kebebasan untuk
mendemonstrasikan pelestarian budaya bangsa baik dalam bentuk poster,
infografis, video iklan, atau video presentasi. Fitur-fitur aplikasi yang
direkomendasikan oleh guru adalah google search untuk mencari informasi isi konten, canva digunakan untuk bagi yang
membuat poster atau infografis, dan capcut digunakan bagi yang membuat video.
Sintak ketiga yaitu penjadwalan proyek.
Penjadwalan proyek dibagi menjadi dua kali pertemuan, pertemuan pertama proyek
membahas tentang bentuk dan isi konten, serta simulasi penggunaan fitur-fitur
teknologi yang direkomendasikan oleh guru. Kegiatan
penutup pembelajaran dilakukan dengan melakukan penarikan kesimpulan dan
refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pada kegiatan inti, guru juga melakukan
pengamatan yang sama dengan fase perencanaan terkait interaksi peserta didik
dengan teknologi, kolaborasi dan komunikasi, dan penggunaan internet dalam
menyelesaikan tugas. Pelaksanaan pengamatan ini dilakukan dengan instrumen
penelitian berupa lembar observasi, angket, dan rubrik penilaian. Perbedaan
dari fase perencanaan terletak pada indikatornya yang sedikit lebih
ditingkatkan. Sehingga, guru dapat memahami seberapa jauh perkembangan
kemampuan peserta didik terhadap penggunaan teknologi dan kemampuan kolaborasi.
Berdasarkan
hasil observasi siklus 1, jenis peralatan teknologi yang digunakan adalah smartphone
dengan kondisi dapat berfungsi dengan baik dan dapat terkoneksi internet. Jenis
aktivitas yang dilakukan berdasarkan platform aplikasi yang digunakan, seperti google
search digunakan untuk mencari informasi isi konten yang direncanakan, canva
dan capcut digunakan untuk menyusun produk yang direncanakan. Durasi waktu
melakukan aktivitas teknologi meningkat dari pertemuan sebelumnya 30-45 menit.
Interaksi peserta didik terhadap penggunaan teknologi sudah mampu untuk
mengakses google search sesuai dengan kebutuhan konten yang direncanakan
oleh kelompok, akan tetapi pada waktu tertentu peserta didik masih perlu
dibimbing. Pemanfaatan teknologi dalam kebutuhan tugas proyek, Peserta didik
mulai memahami pemanfaatan teknologi yang direkomendasikan oleh guru, yaitu canva
dan capcut. Peserta didik mulai mengeksplor aplikasi editing gambar
dan video, akan tetapi guru masih perlu melakukan pendampingan saat peserta
didik mengeksplor aplikasi tersebut.
Terkait
kemampuan kolaborasi dan komunikasi, peserta didik sudah memiliki keberanian
untuk mengutarakan pendapatnya dalam forum diskusi, akan tetapi masih terdapat
anggota yang enggan untuk memberikan ide. Komunikasi berjalan dengan baik.
peserta didik mulai menunjukkan saling mendukung dan menghargai pendapat dalam
forum, peserta didik mulai mengembangkan ide dalam forum diskusi, peserta didik
masih memerlukan bimbingan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan
tersebut dibuktikan dalam memilih proyek yang sesuai dengan tema yang
diusulkan. Kelompok tersebut mengusulkan tema makanan tradisional, guru
merekomendasikan untuk membuat video review makanan tradisional yang
dipilih mulai dari rasa dan ciri khas. Adapun kelompok yang akan mengenalkan
produk lokal tahu putih mengalami permasalahan yaitu memilih pertanyaan
wawancara. Peserta didik melakukan konsultasi terkait pertanyaan-pertanyaan yang
dibutuhkan.
Berdasarkan hasil observasi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan peserta didik dalam berkolaborasi sudah mulai meningkat. Hal
tersebut ditandai dengan keberanian peserta didik dalam mengutarakan pendapat,
pengembangan ide, dan komunikasi peserta didik yang mulai aktif. Selain itu,
kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi pada proses pembelajaran
juga mulai mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan antusias peserta
didik dalam mengeksplorasi fitur-fitur dalam aplikasi, akan tetapi masih
membutuhkan bimbingan guru walaupun sedikit berkurang. Hasil observasi tersebut
diperkuat dengan data akurat yang diperoleh melalui “Angket Kualitas Penggunaan
Teknologi” dan “Penilaian Kolaborasi Peserta Didik”, sebagai berikut.
Tabel
3. Hasil Angket Kualitas Penggunaan
Teknologi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 1
Skor/Nilai |
Keterangan |
Frekuensi |
Persentase |
< 19 |
-
Penggunaan
teknologi masih membutuhkan instruksi dan perhatian dari guru |
10 |
29% |
19-22 |
-
Memiliki kemampuan teknologi yang baik -
Mampu
mengeksplorasi teknologi secara mandiri |
25 |
71% |
Harapan
peneliti pada siklus 1, frekuensi perolehan skor 19-22 terkait kualitas
penggunaan teknologi peserta didik melampaui 60% atau mampu mencapai 70%.
Berdasarkan hasil angket di atas yang memperoleh skor 19-22 sudah mencapai 71%
yang setara dengan 25 peserta didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan teknologi peserta didik kelas
VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi “Menghargai
Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan
melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain
dikategorikan meningkat atau baik. Berikutnya untuk memperkuat hasil
keterampilan kolaborasi peserta didik pada fase siklus 1 diperkuat berdasarkan
hasil penilaian rubrik, dengan perolehan data, sebagai berikut.
Tabel
4. Data Penilaian Keterampilan Kolaborasi
Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 1
Skor/Nilai |
Keterangan |
Frekuensi |
Persentase |
< 12 |
-
Pelaksanaan
kolaborasi membutuhkan bimbingan guru -
Interaksi masih
pasif -
Komunikasi masih
berpusat pada ketua kelompok -
Mengganggu proses
diskusi |
6 |
17% |
12-15 |
-
Kemampuan kontribusi dan komunikasi yang
cukup baik, walaupun perlu perhatian guru dalam prosesnya -
Dapat mengambil peran dalam kelompok cukup
baik, akan tetapi tidak efektif dalam diskusi |
23 |
66% |
>15 |
- Dapat
berkontribusi dengan baik - Terdapat
interaksi penentuan ide dan bertukar pendapat - Dapat
menyampaikan ide yang cukup jelas, - Terdapat
pendistribusian tugas dengan baik |
6 |
17% |
Harapan
peneliti pada siklus 1, frekuensi perolehan skor 12-15 atau yang melampaui skor
15 terkait keterampilan kolaborasi peserta didik mencapai 70%. Namun
berdasarkan hasil penilaian tersebut yang memperoleh skor 12-15 atau yang
melampaui skor 15 mencapai 83% yang setara dengan 29 peserta didik dari 35
peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan
kolaborasi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan
Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan
yang baik dan dapat melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti.
Dengan kata lain dapat dikategorikan baik, tapi masih perlu ditingkatkan
kembali.
Fase Refleksi
Berdasarkan
hasil observasi, hasil angket penggunaan teknologi dalam kelas, dan penilaian
keterampilan kolaborasi peserta didik, terdapat kelebihan dan kekurangan yang
ditunjukkan oleh peserta didik. Pada siklus 1 kelebihan yang terjadi mulai
meningkatnya keterampilan kolaborasi yang sistematis antar peserta didik. Peserta
didik mulai menunjukkan keaktifan dalam berkomunikasi dan menyampaikan ide,
memahami peranan yang telah disepakati bersama dalam kelompok belajar, serta
menunjukkan kemampuan bertanya dan menanggapi yang lebih konsisten. Hal ini
dapat ditemui dari salah satu data penilaian kolaborasi peserta didik. Tidak
menutup kemungkinan terdapat kekurangan pada proses pelaksanaan pembelajaran di
siklus 1. Masih ditemui peserta didik yang kurang fokus saat mengikuti
instruksi guru, tidak termotivasi dalam berkolaborasi, dan pasif dalam proses
pembelajaran.
Kekurangan ini
disebabkan dari suasana kelas yang kurang kondusif, selain itu peranan
teknologi dalam pembelajaran masih belum dirasakan fungsinya, masih terdapat
peserta didik yang menyalahgunakan peralatan teknologi sebagai media hiburan
saja. Menimbang hal tersebut sebagai acuan siklus 2 disusunlah perencanaan
sebagai suatu tindak lanjut yang menyempurnakan kolaborasi teknologi dalam
integrasi pembelajaran berbasis proyek. Maka rencana selanjutnya yang
ditentukan oleh peneliti adalah melanjutkan dengan mempraktikkan fitur-fitur
aplikasi canva dan capcut yang sudah dipelajari pada siklus 1. Untuk
tetap kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya, guru menambahkan ice
breaking. Ice breaking dilakukan dengan cara permainan Bingo Boardgame.
Guru juga memberikan sistem reward dalam proses asemen, supaya peserta didik
lebih termotivasi untuk tetap aktif dalam proses pembelajaran.
Penelitian Siklus
2
Fase Perencanaan
Pada siklus 1 telah ditunjukkan bahwa keterampilan kolaborasi dan
kemampuan pemanfaatan teknologi peserta didik mulai meningkat. Pernyataan
tersebut dibuktikan dengan data angket saat pelaksanaan observasi masih jauh
dari indikator yang telah ditentukan. Setelah dilakukan tindakan, peserta didik
mengalami peningkatan keterampilan berkolaborasi dan kemampuan pemanfaatan
teknologi yang signifikan. Dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran project based learning dengan mengintegrasikan teknologi yang dirancang
oleh guru berhasil. Namun terdapat beberapa catatan bahwasanya masih terdapat
peserta didik masih pasif dalam berkolaborasi. Adapun peserta didik yang kurang
fokus dan tidak termotivasi saat mengikuti instruksi guru. Hal tersebut terjadi
karena peserta didik menyalahgunakan fungsi teknologi saat proses pembelajaran
dengan baik.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, rencana pembelajaran yang telah
disediakan oleh guru pada siklus 1 tetap dilanjutkan sesuai dengan sintak
pembelajaran project based
learning. Namun terdapat beberapa hal yang
perlu ditambahkan, yaitu 1) mempraktikkan fitur-fitur aplikasi canva
dan capcut yang sudah dipelajari pada siklus 1, 2) melakukan revisi
modul ajar pada bagian kegiatan pembelajaran dengan menambahkan ice breaking
untuk meningkatkan fokus peserta didik, 3) melakukan revisi modul ajar pada
bagian asesmen dengan menambahkan kolom reward guna meningkatkan motivasi
peserta didik agar lebih aktif saat proses pembelajaran. Melalui
rencana-rencana lanjutan yang akan diterapkan di siklus 2, diharapkan terdapat
peningkatan kemampuan peserta didik dalam berkolaborasi dan memanfaatkan
teknologi yang baik saat di dalam kelas.
Fase Pelaksanaan dan Observasi
Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus 2 dilaksanakan dengan
melanjutkan sintak pembelajaran Project Based Learning menurut
Alec Patton (2013). Pada siklus 2 ini, sintak selanjutnya adalah yang digunakan
adalah melakukan
monitoring terhadap proses kerja peserta didik dan menguji hasil kerja dan
evaluasi. Kegiatan awal pembelajaran, peserta didik dan guru melakukan kegiatan
berdoa, guru melakukan pengecekan kehadiran peserta didik, dan peserta didik
menyanyikan lagu daerah sebagai bentuk menghargai budaya bangsa. Selanjutnya,
peserta didik diberikan pertanyaan pemantik oleh guru terkait budaya yang ada
di lingkungan kehidupannya. Dilanjutkan pada kegiatan inti, peserta didik melakukan
review kembali terkait pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Peserta didik
diberikan kesempatan waktu untuk membuat proyek yang telah direncanakan pada
siklus 1. Pada kegiatan penutup, peserta didik dengan bimbingan guru melakukan
penarikan kesimpulan dan refleksi pembelajaran yang telah dilakukan.
Saat kegiatan inti berlangsung, peneliti
melakukan pengamatan lanjutan dengan menggunakan teknik dan instrumen yang sama
dengan siklus 1. Pada hasil observasi menjelaskan bahwa peserta didik masih
memanfaatkan smartphone untuk mengakses fitur apikasi yang
direkomendasikan oleh guru, yaitu capcut dan canva. Peserta didik memiliki variasi hasil produk yang direncanakan yaitu
infografis, poster, dan video. Durasi waktu yang digunakan untuk melanjutkan
proyek hingga selesai selama 30-45 menit. Pada siklus ini
peserta didik diberikan kesempatan untuk melanjutkan proyek yang belum selesai
melalui canva dan capcut. Peserta didik pada siklus ini sudah
mulai terbiasa dan terlibat aktif dalam penggunaan canva dan capcut.
Peserta didik juga sudah bisa mengoperasikan perangkat yang direkomendasikan
oleh guru dengan baik. Guru hanya sebagai fasilitator dan mendampingi proses
pembuatan proyek peserta didik.
Kemampuan kolaborasi peserta
didik juga dijelaskan bahwasanya peserta didik berkolaborasi dengan
baik, peserta didik sudah aktif dalam berpendapat dan mengembangkan ide.
peserta didik saling membantu dan saling menghargai pendapat anggota kelompok,
peserta didik tidak ada yang pasif dan saling beradu pendapat untuk mencapai
tujuan yang sama. Dengan menggunakan teknologi yang direkomendasikan oleh guru,
peserta didik menjadi terbantu dalam menyelesaikan proyek yang telah
direncanakan. Efek yang ditunjukkan bahwa integrasi teknologi memengaruhi
perkembangan kolaborasi peserta didik. Peran guru dalam siklus 2 ini memberikan
dukungan dan bimbngan atas hasil karya peserta didik. Guru juga memberikan
dukungan atas penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran karena dapat
memberikan kebermanfaatan yang baik dalam peningkatan kemampuan, kreativitas,
dan kolaborasi peserta didik. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan data
akurat yang diperoleh melalui “Angket Kualitas Penggunaan Teknologi” dan
“Penilaian Kolaborasi Peserta Didik”, sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Angket Kualitas
Penggunaan Teknologi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 2
Skor/Nilai |
Keterangan |
Frekuensi |
Persentase |
< 23 |
-
Penggunaan
teknologi masih membutuhkan instruksi dan perhatian dari guru |
7 |
20% |
23-28 |
-
Memiliki kemampuan teknologi yang baik -
Mampu
mengeksplorasi teknologi secara mandiri |
28 |
80% |
Harapan guru atau peneliti pada siklus 2, frekuensi
perolehan skor 23-28 terkait kualitas penggunaan teknologi peserta didik
melampaui 70%. Berdasarkan hasil angket di atas yang memperoleh skor 23-28
sudah mencapai 80% yang setara dengan 28 peserta didik dari 35 peserta didik
perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penggunaan teknologi
peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila materi
“Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami peningkatan, bahkan
melampaui indikator yang telah ditetapkan dari peneliti. Dengan kata lain
dikategorikan meningkat dan sangat baik. Berikutnya untuk memperkuat
hasil keterampilan kolaborasi peserta didik pada fase siklus 2 diperkuat
berdasarkan hasil penilaian rubrik, dengan perolehan data, sebagai berikut.
Tabel 6. Data Penilaian
Keterampilan Kolaborasi Peserta Didik Kelas VII-I SMPN 1 Krian Siklus 2
Skor/Nilai |
Keterangan |
Frekuensi |
Persentase |
< 15 |
-
Pelaksanaan
kolaborasi membutuhkan bimbingan guru -
Interaksi masih
pasif -
Komunikasi masih
berpusat pada ketua kelompok -
Mengganggu proses
diskusi |
32 |
9% |
15-20 |
- Dapat
berkontribusi dengan baik - Terdapat
interaksi penentuan ide dan bertukar pendapat - Dapat
menyampaikan ide yang cukup jelas, -
Terdapat pendistribusian tugas dengan baik |
3 |
91% |
Harapan
peneliti pada siklus 2, frekuensi perolehan skor 15-20 terkait keterampilan
kolaborasi peserta didik mencapai 80%. Namun berdasarkan hasil penilaian
tersebut yang memperoleh skor 15-20 mencapai 91% yang setara dengan 32 peserta
didik dari 35 peserta didik perkelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
keterampilan kolaborasi peserta didik kelas VII-I dalam proses pembelajaran
Pendidikan Pancasila materi “Menghargai Lingkungan dan Budaya Lokal” mengalami
peningkatan yang signifikan dan dapat melampaui indikator yang telah ditetapkan
dari peneliti. Dengan kata lain dapat dikategorikan sangat baik.
Fase Refleksi
Berdasarkan
hasil yang diperoleh melalui observasi, hasil angket penggunaan teknologi dalam
kelas, dan penilaian keterampilan kolaborasi peserta didik, terdapat
perkembangan yang stabil dan menurunnya kekurangan yang terjadi di siklus 2
dibandingkan dengan siklus 1. perkembangan tersebut terdapat pada peningkatan
keterampilan peserta didik dalam berkolaborasi secara sistematis antar peserta
didik. Peserta didik telah menunjukkan perkembangan dalam berkomunikasi dan
menyampaikan ide secara aktif, dan memahami peranan yang telah disepakati
bersama dalam kelompok belajar. Peserta didik juga telah mengembangkan
kemampuan bertanya dan menanggapi yang lebih konsisten dibandingkan pada siklus
1. Hal ini dapat ditemui dari data penilaian kolaborasi peserta didik.
Perkembangan yang konsisten ini dapat menjadi acuan yang menunjukkan
perkembangan yang akan terus dirasakan oleh peserta didik dan guru.
Peranan
guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sejalan dengan teori konstrukvisme Vygotsky. Hal ini bertujuan
agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan kolaborasi teknologi
menyesuaikan perkembangan jaman. Guru juga mengurangi asistensi berupa
instruksi tambahan dan pemaparan dalam melakukan kolaborasi. Penurunan peran
guru sebagai pendukung saat menyelesaikan tugas pembelajaran secara konsisten
telah ditemukan mulai siklus 1 hingga siklus 2. Menurut Bruner (2005), Scaffolding
pada teori konstruktivisme Vygotsky menyatakan orang yang lebih ahli perlu
mengubah tingkat dukungan sesuai dengan kemampuan peserta didik (Suardipa,
2020). Vygotsky dalam lingkup tersebut juga menjelaskan teori dari suatu
kondisi yang dimana guru berperan
sebagai fasilitator dengan memberikan dukungan secara bertahap kepada peserta
didik untuk membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman atau keterampilan
yang lebih tinggi.
Peranan
guru dalam memberikan bantuan seperti instruksi tambahan dan pemaparan dalam
melakukan kolaborasi juga dapat menurun secara konsisten sesuai dengan hasil
yang didapat dari salah satu instrumen, menunjukkan bahwa asistensi guru dalam
pembelajaran siklus 2 telah berkurang. Menurut Bruner
(1983), Scaffolding pada teori konstruktivisme Vygotsky orang yang lebih
terampil (guru atau teman sebaya) perlu mengubah tingkat dukungan sesuai dengan
kemampuan peserta didik
Peneliti juga menyadari bahwa masih terdapat
kemungkinan adanya kekurangan pada proses pelaksanaan pembelajaran di siklus 2.
Hal ini ditunjukkan masih ditemui peserta didik yang belum mencapai kriteria
dalam indikator yang disusun yakni fokus saat mengikuti instruksi guru,
motivasi dalam berkolaborasi, dan keaktifan dalam proses pembelajaran.
Kekurangan ini masih bisa diatasi dengan peningkatan suasana kelas yang
kondusif, stimulasi apersepsi , dan pemberian ice breaking.
Penekanan pola pikir bahwa peranan teknologi dalam pembelajaran sebagai salah
satu media pembelajaran masih dapat ditingkatkan. Melalui refleksi ini peneliti
telah menuai hasil yang telah mencapai target dalam meningkatkan kolaborasi
peserta didik melalui model pembelajaran berbasis proyek (PjBL).
Kesimpulan
Penggunaan pembelajaran project
based learning merupakan salah satu solusi yang
ditawarkan oleh peneliti dalam peningkatan keterampilan kolaborasi berbasis
teknologi. Mengintegrasikan teknologi memberikan inovasi di dunia pendidikan
dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan menunjukkan
bahwa adanya peningkatan keterampilan kolaborasi, adanya peningkatan pemahaman
dalam memanfaatkan teknologi, meningkatnya kemampuan interaksi teknologi
peserta didik dalam proses pembelajaran yang terjadi secara bertahap pada 2
kali siklus. Melalui tindakan tersebut diharapkan peserta didik dapat terus
mengeksplorasi pemanfaatan teknologi secara mandiri. Peningkatan keterampilan
kolaborasi berbasis teknologi juga memberikan kebermaknaan bagi peserta didik
untuk bekal kehidupan masa depan yang relevan dengan era society 5.0.
BIBLIOGRAFI
Ardiansyah, R., Diella, D., & Suhendi, H. Y.
(2020). Pelatihan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Abad 21 Dengan Model
Pembelajaran Project Based Learning Berbasis STEM Bagi Guru IPA. Jurnal Publikasi
Pendidikan, 31-36.
Ariyanto, S. R., & Muslim, S. (2019). Peningkatan
Keterampilan Kolaborasi Siswa Smk Melalui Implementasi Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation. Journal of VTO, 1(1), 25-33.
Asnawi, S., & Yamin, D. M. (2019).
Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang,
(hal. 50-55).
Buda, C. H., Wardani, N. S., & Prasetyo, A. K. (2022).
Pengembangan Problem And Project Based Learning Pasca COVID-19 Terhadap
Kolaborasi Peserta Didik. Scaffolding: Jurnal Pendidikan Islam dan
Multikulturalisme, 4(3), 90-105.
Ismail, A., & Eleuyaan, E. (2024). Pengaruh Teknologi
Digital Terhadap Proses Pembelajaran. Sindoro Cendikia Pendidikan, 3(3),
84-91.
kusumaningpuri, A. R., & Fauziati, E. (2021). Model
Pembelajaran RADEC dalam Perspektif Filsafat Konstruktivisme Vygotsky. Jurnal
PAPEDA, 3(2), 103-111.
Lamer, J., Mergendoller, J., & Boss, S. (2015). Setting
The Standard For Project Based Learning. USA: ASCD Alexandria, VA USA.
Maharani, D., & Meynawati, L. (2024). Sisi Terang dan
Gelap: Digitalisasi pada Perkembangan Pendidikan Indonesia. Sinar Dunia:
Jurnal Riset Sosial Humaniora dan Ilmu Pendidikan, 3(1), 89-98.
Nurwahidah, Samsuri, T., Mirawati, B., & Indriati.
(2021). Meningkatkan Keterampilan Kolaborasi Siswa Menggunakan Lembar Kerja
Siswa Berbasis Saintifik. Reflection Journal, 1(2), 70-76.
Putri, R. D., Ratnasari, T., Trimadani, D.,
Halimatussakdiah, Husna, E. N., & Yulianti, W. (2022). Pentingnya
Keterampilan Abad 21 Dalam Pembelajaran Matematika. SICEDU : Science and
Education Journal, 1(2), 449-459.
Sati, L., Jaelani, W. R., &
Herlambang, Y. T. (2023). Transformasi Digital Dalam Pendidikan: Sebuah
Tinjauan Dalam Perspektif Filosofis. Sindoro Cendikia Pendidikan, 2(4),
10-20.
Suardipa, I. P. (2020). Proses Scaffolding pada Zone Of
Proximal Development dalam Pembelajaran. Widyacarya, 79-92.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alphabet.
Susilo, H., Chotimah, H., & Sari, Y. D. (2011). Penelitian
Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon
Guru. Malang: Bayumedia Publishing.
Copyright holder: Wulandari Ratnasari, Duvan Awang
Prayoga, Harmanto (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |