Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 8, Agustus 2024

 

EVALUASI PESAN KAMPANYE GEMPUR ROKOK ILEGAL (STUDI KASUS PADA KABUPATEN DEMAK)

 

Ahmad Sahlul Fu’ad

Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Selain sebagai sumber penerimaan negara, cukai berfungsi untuk menekan konsumsi rokok dan meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Peredaran rokok ilegal menjadi ancaman serius bagi efektifitas fungsi cukai. DJBC bekerja sama dengan pemerintah daerah di seluruh wilayah Republik Indonesia telah gencar melakukan penindakan terhadap rokok ilegal serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui program kampanye Gempur Rokok Ilegal (GRI). Namun, peredaran rokok ilegal nyatanya masih cukup tinggi. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap pesan kampanye tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap pesan kampanye GRI untuk memberi masukan terhadap penyusunan pesan kampanye yang lebih efektif di masa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, serta studi literatur. Data yang diperoleh kemudian dielaborasi menggunakan teori Elaboration Likelihood Model (ELM). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pesan kampanye yang disampaikan melalui kegiatan sosialisasi tatap muka dengan pesan kampanye melalui media cetak. Konten pesan pada media cetak hanya menampilkan pesan informatif tanpa memuat pesan persuasif. Masyarakat diberikan informasi tentang ciri-ciri rokok ilegal dan saluran pelaporannya namun tidak diberi informasi yang memadai serta alasan yang valid dan rasional yang dapat mendorong perubahan sikap dan perilaku.

Kata kunci : kampanye, rokok ilegal, cukai, bea cukai

 

Abstract

Besides serving as a source of state revenue, excise is applied to reduce cigarette consumption and minimize the negative impacts it causes. The illegal cigarettes poses a serious threat to the effectiveness of excise functions. DJBC collaborates with local governments throughout the Republic of Indonesia to vigorously enforce actions against illegal cigarettes and to conduct public awareness through Gempur Rokok Ilegal campaigns program. However, the circulation of illegal cigarettes remains quite high. This has prompted researchers to evaluate the campaign messages. This study aims to evaluate the messages of the campaign to provide input for the formulation of future campaign messages. This research uses a qualitative descriptive method. Data collection is conducted through observations, interviews, and literature studies. The data obtained are then analyzed using the Elaboration Likelihood Model. The results indicate significant differences between campaign messages conveyed through face-to-face socialization activities and those conveyed through printed media. The messages content in printed media only provides informative messages without containing persuasive content. The public is provided with information about the characteristics of illegal cigarettes and how to report them, but they are not given adequate information and rational reasons that lead to attitude and behavior changes.

Keywords: campaign, illegal cigarettes, tax, customs

Pendahuluan


Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial. Di tahun 2023, penerimaan cukai telah menyumbang 227,21 triliun ke kas negara. Sesuai Perpres No. 76 Tahun 2023, pemerintah menargetkan untuk meraup penerimaan negara dari cukai sebesar Rp. 246,07 triliun di tahun 2024. Data BPS menunjukkan penerimaan cukai setiap tahunnya rata-rata menyumbang 9,5% dari total penerimaan negara dan selalu meningkat dari tahun ke tahun (BPS, 2024).

Gambar 1. Penerimaan Cukai (Milyar)

Sumber: bps.go.id

 

Selain sebagai sumber penerimaan negara, pembebanan cukai bertujuan untuk menekan konsumsi rokok terutama oleh masyarakat ekonomi lemah yang menghabiskan 12,2% dari total pengeluaran rumah tangga (Kemenkeu, 2022). WHO memperkirakan bahwa kenaikan pajak yang membuat harga rokok meningkat 10% akan menurunkan konsumsi rokok sekitar 4% di negara-negara berpenghasilan tinggi dan sekitar 5% di negara-negara dengan tingkat penghasilan rendah (WHO, 2022). Hasil survey Indodata juga menunjukkan bahwa 72,64% perokok memiliki penghasilan antara Rp.1 juta – Rp. 5 juta, 23,24% tidak memiliki penghasilan, dan sisanya sebesar 4,12% memiliki penghasilan di atas Rp. 5 juta (Saputra, et al., 2021).

Konsumsi tembakau menjadi salah satu penyumbang kemiskinan dengan mengalihkan anggaran rumah tangga untuk pangan dan tempat tinggal kepada tembakau (WHO, 2022). Konsumsi rokok adalah penyumbang kemiskinan terbesar kedua di Indonesia (Almizi et al., 2022). Hasil studi Irawanti et al. (2013) dan Supriyadi & Rusyiana (2018) menunjukkan hal yang sama, yaitu bahwa tingkat konsumsi makanan keluarga miskin perokok lebih rendah dari pada keluarga miskin tidak perokok.

Di samping sebagai instrumen untuk membatasi konsumsi rokok, kebijakan di bidang cukai juga harus mempertimbangkan aspek keberlangsungan industri rokok secara keseluruhan, yang meliputi aspek ketenagakerjaan, petani tembakau, serta sektor industri lainnya. Industri HT merupakan industri padat karya yang berdampak luas pada aspek sosial, ekonomi, serta pembangunan (Kemenkeu, 2022). Pada tahun 2019, industri HT menyerap 5,98 juta tenaga kerja dengan 4,28 juta pada sektor manufaktur dan distribusi dan pada sektor perkebunan (Kemenperin, 2019).

Hambatan terbesar efektifitas kebijakan pengendalian konsumsi rokok adalah peredaran rokok ilegal (WHO, 2022). Meskipun WHO memprediksi bahwa kenaikan harga rokok dapat mengurangi konsumsinya, namun Alvarez dan Marshal (2021) menemukan bahwa semakin tinggi harga rokok akan memicu meningkatnya perdagangan rokok ilegal karena konsumen akan mencari rokok ilegal yang harganya lebih murah (Alvarez & Marshal, 2021; Saputra et al., 2021). Rokok ilegal juga menjadi ancaman bagi keberlangsungan industri rokok yang merupakan industri padat karya yang memiliki dampak luas di bidang sosial dan ekonomi masyarakat (Kemenkeu, 2022)

Rokok ilegal yang dijual ke masyarakat dengan harga yang sangat terjangkau akan berpotensi meningkatkan prevalensi merokok usia dini serta meningkatkan konsumsi rokok keluarga miskin. Rokok ilegal juga dapat menggerus pasar dan mengganggu keberlangsungan industri rokok legal sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Peredaran rokok ilegal juga menghilangkan potensi penerimaan negara karena diedarkan tanpa membayar cukai. Rokok ilegal juga menjadi salah satu faktor meningkatnya biaya kesehatan akibat rokok, menurunnya kualitas hidup, serta menyumbang faktor kemiskinan (Saputra et al., 2021).

Dalam upaya memberantas rokok ilegal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bekerja sama dengan pemerintah daerah seluruh Indonesia telah melakukan dua jenis pendekatan, yaitu penindakan terhadap rokok ilegal dan edukasi ke masyarakat melalui program sosialisasi ketentuan di bidang cukai yang dikenal dengan kampanye GRI. Selama tahun 2022, Bea Cukai telah melakukan 21.182 penindakan terhadap rokok ilegal dengan perkiraan nilai barang hasil penindakan mencapai Rp.612 milyar. Jumlah penindakan serta nilai barang hasil penindakan tersebut selalu meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

A picture containing text, screenshot, software, diagram

Description automatically generated

Gambar 2. Jumlah Penindakan dan Perkiraan Nilai Barang Hasil Penindakan Hasil Tembakau Ilegal

Sumber: DJBC

 

Selain melalui pendekatan represif, upaya memberantas rokok ilegal juga dilakukan melalui program kampanye GRI. Program sosialisasi ini telah gencar dilaksanakan oleh setiap pemerintah daerah di kabupaten/kota di seluruh wilayah negara Republik Indonesia setiap tahun. Menurut Kasubdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar, Sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan cukai, karena dengan pemahaman yang baik, diharapkan masyarakat dapat turut berperan penting dalam usaha memberantas rokok ilegal (Beacukai, 2024).

Namun demikian, meskipun upaya penindakan dan kampanye GRI telah masif dilaksanakan, hasil kajian Indodata (2021) menunjukkan bahwa konsumsi rokok ilegal di masyarakat masih cukup tinggi, yaitu mencapai 7.701 batang per hari sehingga menyebabkan kerugian negara dari potensi penerimaan cukai yang hilang sebesar Rp.53,18 triliun per tahun (Saputra et al., 2021). Hal inilah yang membuat peneliti merasa perlu untuk melakukan evaluasi terhadap pesan kampanye GRI untuk menghimpun informasi yang dapat menjadi masukan untuk perbaikan program kampanye di masa yang akan datang.

Menurut Patton (2015) evaluasi program adalah proses pengumpulan informasi tentang pelaksanaan, karakteristik, dan hasil dari suatu program untuk menilai program tersebut, meningkatkan efektifitas program, dan/atau memberi masukan untuk pengambilan keputusan dalam menyusun perencanaan program di masa yang akan datang (Patton, 2014). Definisi senada juga diungkapkan oleh Trochim et al. (2006) dan Macnamara (2018). Evaluasi merupakan sebuah riset dan menggunakan metodologi riset sosial yang memberikan informasi tentang apa yang harus diperbaiki atau dilakukan berikutnya sehingga penting dalam pengambilan keputusan. Evaluasi juga memberikan jaminan bahwa anggaran telah digunakan secara efektif dan efisien (Mahoney, 2023).

Pesan berperan penting dalam kesuksesan sebuah program kampanye komunikasi publik (Matusitz, 2022). Pesan kampanye adalah informasi yang diharapkan untuk diketahui oleh target publik. Pesan adalah tema utama dalam setiap konten kampanye. Pesan kampanye harus direncanakan dan disusun untuk memberikan informasi, membangun pemahaman, atau mempersuasi target publik untuk melakukan tindakan tertentu (Mahoney, 2023). Pesan adalah bagian penting dalam membentuk kesadaran dan sikap. Pesan juga dapat menunjukkan efektifitas komunikasi sehingga dapat menjadi bagian penting dari proses evaluasi program (Gregory, 2010).

Pesan harus relevan terhadap target publik, yaitu memberikan informasi dan argumen yang dapat digunakan oleh target publik untuk mengambil keputusan. Pesan harus ditampilkan dengan cara yang dapat dipahami oleh target publik. Mahoney (2023) mengatakan bahwa pesan yang berhasil harus menyesuaikan kebutuhan dan preferensi target publik dengan menyasar nilai dan ketertarikan mereka. Artinya pesan yang jelas, ringkas, dan bermakna sangat penting dalam komunikasi strategis (Mahoney, 2023).

Untuk mendapat mengonstruksi secara utuh gambaran best practice dari kampanye GRI sehingga dapat mengidentifikasi variabilitas pesan kampanye, peneliti memilih kampanye GRI yang dilakukan oleh Pemkab Demak sebagai subyek penelitian karena Kabupaten Demak adalah penerima DBH CHT tertinggi di antara kabupaten/kota yang berada di wilayah kerja Bea Cukai Semarang. Anggaran yang lebih tinggi akan memungkinkan Pemkab Demak untuk lebih variatif dalam menyusun strategi kampanye. Pemkab Demak juga merupakan pengelola DBH CHT terbaik di wilayah kerja Bea Cukai Semarang selama tiga tahun berturut-turut sehingga layak dijadikan tolok ukur pelaksanaan kampanye GRI yang ideal.

Penelitian tentang kampanye ini pernah dilakukan oleh Andy (2022) yang meneliti tentang media yang digunakan dalam kampanye yang dilakukan oleh Bea Cukai Parepare. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kampanye yang dilakukan oleh Bea Cukai Parepare menggunakan hampir semua media konvensional dan media masa dengan format kecil sangat efektif dalam mendukung kampanye. Studi lainnya juga dilakukan oleh Leaneo et al. (2024) menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Mejobo Kudus menyambut baik kegiatan kampanye melalui komunikasi interpesonal.

Penelitian terhadap pesan kampanye yang dilakukan oleh Ratnasari et al. (2020) terhadap Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender Online menunjukkan bahwa penggunaan fear appeals lebih dominan, namun pesan dengan fear appeals membuat target audien menjadi tidak nyaman. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada fokus penelitian, yaitu melakukan evaluasi terhadap pesan kampanye GRI yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

 

 

 

Metode Penelitian

Untuk dapat menangkap kompleksitas pesan kampanye, penelitian ini menggunakan paradigma konstruktifis dengan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan pengamatan terhadap sebuah fenomena sosial dalam konteks natural. Jenis penelitian ini dapat menghasilkan pemahaman yang kaya terhadap fenomena yang sedang diteliti (Babbie, 2021).

Peneliti mengamati dari dekat dan merekam dengan cermat pelaksanaan kampanye GRI, melakukan review dokumen-dokumen terkait, melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dan berkompeten, juga mengumpulkan bukti visual pesan kampanye (Stufflebeam & Coryn, 2014) untuk mengonstruksi pesan kampanye GRI secara holistik.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan model analisis Miles dan Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan, dan verifikasi. Karena kampanye merupakan sebuah upaya persuasif yang dilakukan melalui seperangkat tindakan komunikasi, hasil konstruksi pesan kampanye dievaluasi menggunakan teori Elaboration Likelihood Model (ELM) yang dikembangkan oleh Petty et al. (1986) untuk memahami proses persuasi sehingga dapat dijadikan panduan dalam menyusun pesan kampanye yang efektif.

 

Tabel 1. Daftar Narasumber

No

Nama

Jabatan

1.

Retno Widyastuti, S.STP.

Sekretaris Sekretariat DBH CHT Kabupaten Demak

2.

Drs. Sujarwo, M.Pd.

Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Demak

3.

Iqbal Muttaqien

Narasumber Sosialisasi dari Bea Cukai Semarang

4.

Abdul Kholiq, A.P., M.M.

Sekretaris Camat Mranggen

5.

Suharmoko

Peserta sosialisasi

 

Hasil dan Pembahasan

Konteks Kampanye GRI

Kampanye komunikasi adalah upaya yang bertujuan untuk memberikan informasi atau mempengaruhi perilaku audien dalam jumlah besar dalam periode tertentu dengan menggunakan seperangkat tindakan komunikasi yang terorganisir, menampilkan berbagai pesan dan menggunakan berbagai media untuk menghasilkan manfaat bagi individu dan masyarakat (Rice & Atkin, 2013). Definisi serupa juga diutarakan oleh Werder et al. (2020) yang mendefiniskan kampanye komunikasi sebagai semua tindakan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi untuk mempengaruhi transformasi sosial dalam jangka panjang (Werder et al., 2020). Dari definisi ini, sosialisasi peraturan di bidang cukai yang digaungkan ke masyarakat luas dengan tagline “Gempur Rokok Ilegaldapat disebut sebagai sebuah program kampanye komunikasi karena merupakan seperangkat tindakan komunikasi berupa kegiatan penyampaian informasi tentang peraturan perundang-undangan di bidang cukai kepada masyarakat yang bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk turut serta dalam upaya memberantas peredaran rokok ilegal.

Karena kampanye komunikasi GRI dilaksanakan dengan menggunakan DBH CHT, maka pelaksanaannya harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan yang mengatur terkait pelaksanaan kampanye komunikasi GRI adalah Undang-undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBH CHT, Peraturan Menteri Keuangan No. 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus yang telah diubah dengan PMK No. 233/PMK.07/2020, serta Surat Edaran Dirjen Bea Cukai No. SE-4/BC/2022 tentang Pedoman Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk melakukan penilaian kinerja pemerintah daerah dalam penggunaan DBH CHT di bidang penegakan hukum.

Dalam pasal 66A ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 2007 disebutkan bahwa setiap daerah penghasil cukai hasil tembakau mendapat alokasi DBH CHT yang salah satu pemanfaatannya adalah untuk mendanai kegiatan sosialisasi ketentuan di bidang cukai. Sebagai operasionalisasi pasal tersebut, Menteri Keuangan menerbitkan PMK No. 233/PMK.07/2020 dan PMK No. 215/PMK.07/2021.

Dalam PMK No. 233/PMK.07/2020 diatur bahwa alokasi DBH CHT setiap daerah dihitung berdasarkan capaian kinerja penggunaan DBH CHT daerah tersebut pada tahun anggaran sebelumnya. Sedangkan PMK No. 215/PMK.07/2021 mengatur porsi penggunaan DBH CHT, yaitu 50% untuk mendanai program-program pemerintah daerah di bidang kesejahteraan masyarakat, 40% untuk program-program di bidang kesehatan, dan 10% untuk bidang penegakan hukum yang di dalamnya termasuk kegiatan sosialisasi di bidang cukai. Dalam PMK No. 215/PMK.07/2021 juga menyinggung tentang teknis pelaksanaan sosialisasi di bidang cukai, yaitu dilaksanakan melalui forum tatap muka dan/atau berupa reklame/iklan pada media cetak seperti koran, majalah, brosur, poster, stiker, baliho, dan spanduk; atau media elektronik seperti radio, televisi, dan videotron; atau bisa juga melalui media online.

 

Pelaksanaan Kampanye GRI di Kabupaten Demak

Dalam melaksanakan kampanye GRI, Bupati Demak membentuk sekretariat DBH CHT. Sekretaris Sekretariat DBH CHT Kabupaten Demak, Retno Widyastuti, S.STP., menuturkan bahwa tujuan kampanye GRI di Kabupaten Demak adalah untuk menyampaikan pesan-pesan kampanye seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat Demak.

Tujuannya apa? Itu tadi meluaskan info ini seluas-luasnya, menyebarkan info ini ke seluruh pelosok kabupaten Demak. Karena inginnya kan 0% ya rokok ilegal di Kabupaten Demak.” (Retno Widiyastuti, Sekretaris Sekretariat DBH CHT Kabupaten Demak).

Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemkab Demak melibatkan OPD di lingkungan Pemkab Demak untuk terlibat dengan melakukan sosialisasi sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Pada tahun 2023, OPD yang terlibat adalah Bidang Perekonomian dan SDA Setda Demak, Dinas Pariwisata, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM, serta seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Demak. Setiap OPD melakukan sosialisasi kepada target publik yang menjadi kewenangan masing-masing.

Berbagai bentuk kegiatan sosialisasi pun diselenggarakan. Mulai dari sosialisasi dengan format seminar yang dihadiri oleh audien yang terbatas, hingga menggelar panggung hiburan yang dapat dihadiri oleh masyarakat umum dalam jumlah besar. Dinas Pariwisata menggelar sosialisasi dalam bentuk seminar, berbagai macam pagelaran seni, seperti tari tradisional, wayang, ketoprak, dan barongan, lomba video, hingga lomba band akustik dengan target audien adalah pelaku ekonomi kreatif, pedagang di lokasi wisata, pelaku usaha pariwisata, pelajar hingga masyarakat umum.

Dinas Pemuda dan Olahraga melakukan sosialisasi melalui kegiatan senam bersama, gowes bersama, serta dalam bentuk seminar dengan target audien adalah para atlit dan pelatih, anggota pramuka, organisasi kepemudaan, serta pelajar tingkat SMP dan SMA. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melakukan kegiatan sosialisasi berupa seminar yang diikuti oleh para guru dan tenaga pendidikan serta melalui kegiatan peresmian situs cagar budaya yang disisipi dengan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di sekitar situs cagar budaya.

Dindagkop UKM melakukan sosialisasi dalam bentuk seminar yang mengundang para pelaku UKM seperti pemilik warung dan toko kelontong di berbagai wilayah Kabupaten Demak.  Sementara Dinkominfo menggelar sosialisasi melalui podcast dan talk show di Radio Suara Kota Wali 104,8 FM. Dinkominfo juga melakukan sosialisasi tatap muka dengan target audien adalah Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra), ormas, wartawan, pelajar SMA, hingga masyarakat luas.

Suharmoko, salah satu UKM peserta sosialisasi yang selenggarakan oleh Dindagkop UKM, mengaku baru mengetahui setelah mengikuti sosialisasi bahwa penerimaan cukai ternyata dapat dirasakan langsung oleh masyarakat melalui pembagian BLT kepada buruh tani tembakau sehingga rokok ilegal memang harus diberantas. Dirinya juga mengusulkan agar kegiatan sosialisasi dilakukan dengan memprioritaskan pada daerah yang rawan peredaran rokok ilegal.

Setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Demak juga mendapat alokasi anggaran untuk melakukan satu kali kegiatan sosialisasi dalam bentuk seminar dengan target audien adalah seluruh lapisan masyarakat di wilayah kerjanya. Dalam melakukan sosialisasi, Kecamatan Mranggen memprioritaskan pada para pedagang dan tokoh masyarakat sebagai target audien kampanye. Kegiatan sosialisasi juga mengundang Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas untuk memperkuat sinergi antar instansi dan mempersempir ruang gerak peredaran rokok ilegal.

karena polsek koramil kan juga kita undang. Mereka punya perangkat yang ada di lapangan, Babinsa, Bhabinkamtibmas, itu juga menginformasikan. Tapi memang dampak dari itu ya tadi saya sampaikan, ruang geraknya itu lebih sempit.” (Abdul Kholiq, A.P., M.M., Sekretaris Camat Mranggen).

Di samping melakukan sosialisasi langsung tatap muka, Pemkab Demak juga melakukan sosialisasi melalui media cetak, seperti beriklan di surat kabar lokal sebanyak 15 kali, memasang baliho dan MMT di beberapa titik strategis, hingga memasang spanduk kampanye GRI di 68 titik kantor kecamatan dan kelurahan/desa di seluruh wilayah Kabupaten Demak.

Gambar 3. Baliho Kampanye GRI

Sumber: dokumentasi peneliti

 

Evaluasi Pesan Kampanye

Audien kampanye dengan format sosialisasi langsung tatap muka mendapatkan informasi pesan kampanye yang sangat komprehensif. Dalam setiap penyelenggaraan sosialisasi langsung tatap muka, Pemkab Demak menghadirkan setidaknya tiga narasumber yang terdiri dari unsur Bea Cukai Semarang, Bidang Perekonomian dan SDA Setda Demak, serta Satpol PP. Audien kampanye mendapat pemahaman tentang seluk beluk cukai, yang meliputi definisi cukai, karakteristik barang kena cukai; serta fungsi dan manfaat cukai, yaitu mengatur konsumsi untuk meminimalisir dampak negatif di samping juga sebagai sumber penerimaan negara yang sangat potensial. Audien diberikan pemahaman tentang definisi cukai sebagai latar belakang pengenaan cukai terhadap rokok. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadapa barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan karena memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. Dalam hal ini fungsi cukai merupakan instrumen untuk mengendalikan konsumsi rokok sehingga dapat menekan dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari konsumsi rokok. Dengan dikenakan cukai diharapkan harga rokok akan semakin tidak terjangkau. Untuk memperkuat alasan pengendalian konsumsi rokok, narasumber memaparkan fakta bahwa keluarga miskin lebih mengutamakan konsumsi rokok daripada konsumsi pangan.

jadi dikenakan cukai agar bisa mengatur konsumsi barang ini di masyarakat karena konsumsinya perlu dikendalikan karena dapat menimbulkan dampak negatif di masyarakat”. (Iqbal Muttaqien, Narasumber dari Bea Cukai Semarang).

Setelah mendapat pemahaman tentang latar belakang pengenaan cukai, audien diberikan informasi tentang ciri-ciri rokok ilegal, yaitu rokok tanpa pita cukai, rokok yang menggunakan pita cukai palsu, rokok yang menggunakan pita cukai bekas, rokok yang menggunakan pita cukai yang tidak sesuai peruntukan, atau menggunakan pita cukai yang tidak sesuai personalisasi. Narasumber juga memberikan cara mudah mengidentifikasi rokok ilegal yang antara lain mereknya tidak dikenal, tidak tertera nama pabrik dan kota produksi, mereknya mirip dengan merek yang umum/resmi, dan harganya murah. Untuk mempermudah pemahaman audien, narasumber juga memberikan contoh dan gambar rokok ilegal berdasarkan ciri-ciri yang telah diuraikan.

Untuk mempersuasi audien agar turut berperan dalam memberantas rokok ilegal, audien diberikan informasi tentang manfaat cukai yang digunakan untuk mendanai program-program pemerintah daerah yang mendukung kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, seperti pemberian BLT bagi buruh pabrik rokok dan buruh tani serta pengadaan alat kesehatan di rumah sakit dan pembayaran BPJS bagi masyarakat tidak mampu.

Audien juga diberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pelanggaran di bidang cukai, seperti memproduksi, menyimpan, atau menjual rokok ilegal serta ancaman hukuman bagi yang melanggar. Selain itu, audien juga mendapat informasi tentang jenis-jenis barang kena cukai, cara mengidentifikasi pita cukai, hingga modus-modus peredaran rokok ilegal untuk membentuk kesadaran mereka tentang rokok ilegal.

Setelah mendapat pemaparan yang cukup komprehensif tentang cukai dan rokok ilegal, audien dihimbau untuk menjadi agen pelopor dan pelapor dalam memberantas rokok ilegal. Agen pelopor artinya berperan aktif mengedukasi lingkungannya tentang cukai dan rokok ilegal, sedangkan pelopor artinya bersedia melaporkan peredaran rokok ilegal yang ditemukan di tengah masyarakat.

Berbeda dengan kampanye melalui sosialisasi tatap muka, pesan kampanye GRI melalui media cetak berupa baliho memiliki desain yang sama dengan hanya memuat konten pesan ciri-ciri rokok ilegal, tulisan “Bersama kita gempur rokok ilegal, rokok ilegal merugikan negara”, menampilkan gambar Bupati dan Wakil Bupati, serta saluran pengaduan rokok ilegal. Baliho-baliho tersebut terletak di depan Kantor Dinkominfo, di Jl. Raya Kebonagung, di Jl. Raya Mijen, di Jl. Raya Onggorawe, dan di Jl. Raya Trengguli.

Gambar 4. Iklan Kampanye Pada Jateng Pos Edisi 12 Mei 2023

Sumber: Jateng Pos

 

Pemkab Demak juga melakukan diseminasi pesan kampanye melalui iklan di surat kabar sebanyak 15 kali, yaitu di Brata Pos, Joglo Jateng, Tribun Jateng, Tribunnew.com, Jateng Pos, Jawa Pos, Lingkar, Kedaulatan Rakyat, dan surat kabar mingguan Buser. Konten pesan kampanye pada iklan di media masa sama dengan pesan kampanye pada baliho dengan desain yang identik.

 

Tabel 2. Perbandingan Konten Pesan Kampanye Berdasarkan Media Yang Digunakan

Sosialisasi Tatap Muka

Sosialisasi melalui media cetak

1.       Cukai dan karakteristik barang kena cukai.

2.       Fungsi dan manfaat cukai.

3.       Jenis-jenis barang kena cukai.

4.       Ciri-ciri rokok ilegal.

5.       Desain pita cukai dan cara mengidentifikasi keasliannya.

6.       Modus peredaran rokok ilegal.

7.       Jenis pelanggaran di bidang cukai beserta sanksinya (administrasi dan pidana).

8.       Saluran pelaporan rokok ilegal.

9.       DBH CHT dan pemanfaatannya.

10.    Menghimbau audien untuk menjadi pelopor dan pelapor dalam memberantas rokok ilegal.

1.   Ciri-ciri rokok ilegal.

2.   Saluran pelaporan.

3.   Kalimat “Bersama gempur rokok ilegal, rokok ilegal merugikan negara”.

4.   Gambar Pejabat.

 

Dalam ELM, setiap orang memproses pesan secara berbeda tergantung tingkat ketertarikan atau keterlibatan mereka terhadap suatu isu. Orang yang tidak tertarik dengan topik kampanye tidak akan memproses pesan kampanye lebih dalam, tapi mereka yang tertarik akan cenderung mengelaborasi dan mengeksplorasi lebih jauh tentang pesan kampanye yang mereka temukan. Orang yang tertarik terhadap suatu topik akan mengambil keputusan melalui jalur sentral, sedangkan mereka yang tidak tertarik akan mengambil keputusan melalui jalur periferal. Perancang kampanye harus mempertimbangkan dua jalur persuasi ini dalam mendesain pesan kampanye. Jalur sentral menekankan pada logika dan pertimbangan yang hati-hati, sedangkan jalur periferal lebih menekankan pada argumen berbasis emosional. Keputusan yang diambil melalui jalur sentral akan mungkin lebih bertahan dari pada keputusan yang diambil melalui jalur periferal. Namun pendekatan jalur periferal dapat memberikan perubahan dengan lebih cepat karena penerima pesan tidak perlu mempertimbangkan dengan matang tentang informasi yang diterimanya (Austin & Pinkleton, 2015; Mahoney, 2023).

Dari segi jangkauan terhadap target publik, pemaparan pesan kampanye melalui media cetak memiliki peran yang sangat penting karena dapat menjangkau target publik yang sangat luas termasuk mereka yang memiliki ketertarikan rendah terhadap topik kampanye. Penempatan media yang strategis memungkinkan pesan kampanye dapat tersampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Demak. Namun demikian, Pesan kampanye dalam media cetak tersebut hanya memuat pesan informatif tanpa menghadirkan unsur persuasif. Masyarakat diberikan informasi tentang ciri-ciri rokok ilegal dan dihimbau untuk melaporkan temuan peredaran rokok ilegal, namun tidak diberikan informasi dan argumentasi yang cukup dan rasional kenapa mereka harus terlibat dalam upaya memberantas rokok ilegal dengan melaporkan temuan peredaran rokok ilegal.

Persuasi dapat terjadi melalui jalur sentral maupun periferal (Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017). Dengan mempertimbangkan dua jalur persuasi ELM, untuk dapat menarik perhatian seluruh masyarakat Kabupaten Demak yang memiliki kondisi demografi dan latar belakang yang beragam. konten pesan kampanye GRI dapat dikonstruksi menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan rasional untuk mereka yang tertarik dengan topik kampanye, dan pendekatan emosional untuk mereka yang memiliki tingkat ketertarikan rendah terhadap topik kampanye. Pesan kampanye rasional dapat disusun menggunakan empat proposisi, yaitu :1) fakta, fakta dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman; 2) konjektur, yaitu dugaan yang masuk akal berdasarkan bukti yang medukung. Konjektur ini dapat meningkatkan penerimaan dan dukungan; 3) nilai, proposisi ini fokus pada nilai kebaikan untuk membangun opini positif; 4) kebijakan, proposisi yang mendukung penerapan kebijakan baru dengan membentuk opini atau merubah perilaku. Proposisi tersebut harus didukung dengan argumen yang kuat dan jika memungkinkan dapat disertai bukti fisik, seperti analogi, perbandingan, contoh, statistik, testimoni atau endorsement, studi kasus, bukti visual seperti foto, video, diagram, dan ilustrasi, atau demonstrasi, presentasi, dan pameran (Gregory, 2020).

Untuk menyasar target audien yang menggunakan jalur periferal, yaitu target publik yang memiliki ketertarikan rendah terhadap topik kampanye, pesan kampanye dapat disusun menggunakan konten emosional yang dapat mengandung unsur cinta (love appeals), kebajikan (virtue appeals), humor (humour appeals), sex (sex appeals), ketakutan (fear appeals), atau rasa bersalah (guilt appeals) (Gregory, 2010). Hasil studi Krutka et al. (2019) pada kampanye lingkungan pemilihan transportasi publik menunjukkan bahwa perasaan takut (fear) dan rasa bersalah (guilt) menjadi faktor paling berdampak terhadap perubahan perilaku (Topic, 2021).

Salah satu tujuan dari kampanye GRI adalah merubah perilaku mereka yang semula mengonsumsi rokok ilegal menjadi rokok legal dan yang semula memproduksi, menjual, atau mengedarkan rokok ilegal untuk tidak lagi memproduksi, menjual, atau mengedarkan rokok ilegal. Untuk menyasar kelompok ini, desain pesan kampanye dapat menggunakan konten fear appeals dengan menampilkan ancaman hukuman bagi mereka yang memproduksi, menjual, atau mengedarkan rokok ilegal yang diperkuat dengan visualisasi yang menggambarkan kesengsaraan narapidana.

Kampanye yang paling efektif perlu menggabungkan berbagai strategi pesan kampanye untuk menyasar kebutuhan dan ketertarikan target publik yang berbeda-beda (Austin & Pinkleton, 2015). Pesan kampanye GRI pada media cetak dapat disusun dengan mengombinasikan berbagai konten pesan, yaitu konten pesan informatif dan pesan persuasif, yang dapat memotivasi dan mendorong perubahan sikap dan perilaku target audien.

 

Tabel 3. Contoh Desain Pesan Kampanye GRI Berdasarkan Konten Pesan Informatif dan Persuasif

Jenis Pesan

Konten Pesan

Contoh Bukti/Ilustrasi/Argumentasi Pendukung

Informatif

Ciri-ciri rokok ilegal

·       Infografis ciri-ciri rokok ilegal

Saluran pelaporan rokok ilegal

·       Informasi saluran pelaporan

Persuasif

Manfaat cukai (DBH CHT) untuk kesejahteraan masyarakat

·       Dokumentasi pembagian BLT atau program terkait lainnya.

·       Testimoni penerima manfaat.

·       Infografis pemanfaatan DBH CHT.

Manfaat cukai (DBH CHT) untuk kesehatan masyarakat

·       Manfaat pengadaan alat kesehatan bagi masyarakat.

·       Testimoni penerima manfaat.

·       Infografis pemanfaatan DBH CHT.

Bahaya rokok ilegal bagi anak-anak (Fear/guilt appeals)

·       Infografis prevalensi merokok anak.

Bahaya rokok ilegal bagi industri rokok/karyawan pabrik rokok

(Fear/guilt appeals)

·       Ilustrasi karyawan pabrik rokok korban PHK.

Ancaman pidana bagi produsen, penjual, dan konsumen rokok ilegal

(Fear appeals)

·       Ilustrasi hukuman.

·       Infografis ancaman hukuman.

 

Kesimpulan

Penggunaan media cetak sebagai media kampanye memiliki peran yang sangat penting karena memiliki potensi jangkauan yang lebih besar terhadap target publik. Namun demikian, desain dan konten pesan kampanye yang ditampilkan melalui media cetak memuat informasi yang sangat terbatas, yaitu ciri-ciri rokok ilegal, saluran pengaduan rokok ilegal, dan foto pejabat. Desainnya monoton dan tidak memiliki unsur persuasif. Audien mendapat informasi tentang ciri-ciri rokok ilegal namun tidak memperoleh informasi yang cukup dan alasan yang rasional yang dapat mendorong perubahan sikap atau perilaku terhadap rokok ilegal.

Untuk dapat menjangkau dan mempersuasi masyarakat Demak yang memiliki keragaman demografi serta keragaman tingkat ketertarikan terhadap topik kampanye, pesan kampanye GRI pada media cetak dapat didesain dengan memadukan berbagai strategi pesan yang meliputi konten rasional dan konten emosional. Konten rasional dapat disusun dengan menggunakan proposisi fakta, nilai, konjektur, dan kebijakan, yang didukung dengan argumen dan bukti-bukti penguat seperti analogi, perbandingan, contoh, statistik, bukti visual seperti foto, video, diagram, dan ilustrasi. Sedangkan untuk menarik perhatian target publik dengan tingkat ketertarikan rendah, pesan kampanye GRI dapat didesain menggunakan konten pesan emosional, seperti fear appeals atau guilt appeals, dengan tampilan yang menarik dan variatif untuk membangun kesadaran serta mendorong perubahan sikap dan perilaku target audien.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Almizi, M., Hermawati, & Istiana. (2018). Upaya Pengentasan Kemiskinan dengan Mengurangi Konsumsi Rokok. Jurnal PKS, 239-256.

Alvarez & Marsal. (2021). Cause and Control Illegal Tobacco, 3rd Edition.

Andy, M. A. (2022). Media Massa Dalam Kampanye Gempur Rokok Ilegal. Jurnal Jurnalisa: Jurnal Jurusan Jurnalistik, 8(1).

Austin, E., & Pinkleton, B. (2015). Strategic Public Relations Management: Planning And Managing Effective Communication Campaigns (3rd ed.). New York: Routledge.

Babbie, E. (2021). The Practice of Social Research, 15th Edition. Boston: Cengage Learning, Inc.

Beacukai. (2024). Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi. Retrieved from beacukai.go.id: https://www.beacukai.go.id/berita/bea-cukai-ajak-masyarakat-berantas-rokok-ilegal-di-jember-dan-banyuwangi.html

BPS. (2024). Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah). Retrieved Februari 10, 2024, from bps.go.id: https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTA3MCMy/realisasi-pendapatan-negara--milyar-rupiah-.html

Gregory, A. (2010). Planning and Managing Prublic Relations Campaigns: A Strategic Approach (3rd ed.). London: Kogan Page.

Gregory, A. (2020). The fundamentals of measurement and evaluation of communication. The handbook of public sector communication, 367-382.

Irawanti, W., Julia, M., & Prabandari, Y. S. (2013). Konsumsi Rokok dan Asupan Zat Gizi Balita pada Rumah Tangga. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 124-131.

Kemenkeu. (2022). Wamenkeu: Penetapan Kebijakan Cukai Rokok Pertimbangkan Empat Aspek Penting. Retrieved from Kemenkeu.go.id: https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Wamenkeu-Penetapan-Kebijakan-Cukai

Kemenperin. (2019). Industri Hasil Tembakau Tercatat Serap 5,98 Juta Tenaga Kerja. Retrieved from kemenperin.go.id: https://kemenperin.go.id/artikel/20475/Industri-Hasil-Tembakau-Tercatat-Serap-5,98-Juta-Tenaga-Kerja

Krutka, D. G., Manca, S., Galvin, S. M., Greenhow, C., Koehler, M. J., & Askari, E. (2019). Teaching “against” social media: Confronting problems of profit in the curriculum. Teachers College Record121(14), 1-42.

Leaneo, F., Safitri, W., & Nashihah, D. (2024). Upaya Pencegahan Peredaran Rokok Ilegal Melalui Komunikasi Interpersonal Di Warung Kecamatan Mejobo. Jurnal Muria Pengabdian Masyarakat, 1(1), 87-94.

Littlejohn, F., & Foss, K. A. Oetzel.(2017). Theories of Human Communication.

Macnamara, J. (2018). Evaluating Public Communication; Exploring New Models, Strandards, and Best Practice. New York: Routledge.

Mahoney, J. (2023). Strategic Communication Campaign Planning, 3rd Edition. New York: Routledge.

Matusitz, J. (2022). Fundamentals of Public Communication Campaign. Hokoben: Wiley Blackwell.

Patton, M. Q. (2014). Qualitative Inquiry In Utilization-Focused Evaluation. In L. Goodyear, J. Jewiss, J. Usinger, & E. Barela, Qualitative Inquiry In Evaluation, From Theory to Practice (pp. 25-54). San Fransisco: Jossey-Bass, A Willey Brand.

Patton, M. Q. (2015). Qualitative Research & Evaluation Methods, 4th Edition. Los Angeles: Sage Publications, Inc.

Petty, R. E., Cacioppo, J. T., Petty, R. E., & Cacioppo, J. T. (1986). The elaboration likelihood model of persuasion (pp. 1-24). Springer New York.

Ratnasari, E., Sumartias, S., & Romli, R. (2020). Penggunaan Message Appeals dalam Strategi Pesan Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender Online. Jurnal Ilmu Komunikasi, 352.

Rice, R. E., & Atkin, C. K. (2013). Theory and Principles of Public Communication Campaign. Sage Publications, Inc.

Saputra, D. T., Rahmatunnisa, M., Priyono, A., Hermawan, W., Endyana, C., Ummah, M., . . . Sumarna. (2021). Mengukur Besarnya Pasar Rokok Ilegal.

Stufflebeam, D. L., & Coryn, C. L. (2014). Evaluation theory, models, and applications (Vol. 50). John Wiley & Sons.

Trochim, W. M., Cabrera, D. A., Milstein, B., Gallagher, R. S., & Leischow, S. J. (2006). Practical challenges of systems thinking and modeling in public health. American journal of public health96(3), 538-546.

Topic, M. (2021). Public Relations Theories; Communication, Relationships, and Persuasion. In R. Tench, & S. Waddington, Exploring Public Relations and Management Communication, Fifth Edition (pp. 147-174). Harlow: Pearson Education Limited.

Werder, K. P., Nothhaft, H., Verčič, D., & Zerfass, A. (2020). Strategic communication as an emerging interdisciplinary paradigm. In Future directions of strategic communication (pp. 5-23). Routledge.

WHO. (2022). Tobacco. Retrieved from https://www.who.int/: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tobacco

 

 

Copyright holder:

Ahmad Sahlul Fu’ad (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: