Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

Karakteristik penderita KUSTA di KABUPATJEN tabanan periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2021

 

I Nyoman Fidry Octora Young Amukty1, Ni Putu Aniek Mahayani2, Ni Made Indah Puspasari3

Rumah Sakit Umum Dharma Yadnya, Bali, Indonesia1,3

Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan, Bali, Indonesia2

                                               Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Berdasarkan WHO pada tahun 2016 terdapat 200.000 kasus baru. Prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 0,7 kasus per 10.000 dengan kasus baru sebesar 6,08 per 100.000 dan Bali di tahun yang sama Bali terlapor 70 kasus baru. Kabupaten Tabanan memiliki laporan 2 kasus baru dengan angka temuas sebesar 0.0446 kasus per 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penderita kusta dan melibatkan seluruh data sekunder di kabupaten Tabanan. Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan 31 pasien dari seluruh faskes di Tabanan tahun 2016 sampai dengan tahun 2021. Hasil dari studi di dominasi oleh laki – laki (67,74%) dan kelompok usia dewasa awal (35.48%). Tipe kusta yang paling umum adalah tipe multi basiler (MB) (83,87%) dan eritema nodosum leprosum (ENL) sebagai reaksi kusta terbanyak (66,67%). Lama pengobatan pasien dengan kusta di dapatkan pada rentang 6 sampai 12 bulan (59,26%). Kasus kusta di Indonesia di derita terbanyak oleh laki – laki dewasa awal. Tipe kusta terbanyak ada MB dengan reaksi kusta tipe ENL sebagai reaksi tersering. Rata – rata pasien dengan kusta berobat selama 6 sampai 12 bulan.

Kata kunci: Karateristik, Kusta, Tabanan

 

Abstract

According to WHO in 2016 there were 200,000 new cases. The prevalence of leprosy in Indonesia in 2017 was 0.7 cases per 10,000 with new cases at 6.08 per 100,000 and Bali in the same year reported 70 new cases. Tabanan Regency had 2 new cases reported with an incidence rate of 0.0446 cases per 100,000 population. This study aimed to describe leprosy patients and involved all secondary data in Tabanan district. This study was a retrospective study with 31 patients from all health facilities in Tabanan from 2016 to 2021. The results of the study were dominated by males (67.74%) and the early adult age group (35.48%). The most common type of leprosy was multi-bacillary (MB) (83.87%) and erythema nodosum leprosum (ENL) as the most common leprosy reaction (66.67%). The length of treatment for patients with leprosy ranged from 6 to 12 months (59.26%). Most leprosy cases in Indonesia are suffered by early adult males. The most common type of leprosy was MB with ENL as the most common reaction. Leprosy patients were treated for an average of 6 to 12 months.

Keywords: Characteristics, Leprosy, Tabanan

 


Pendahuluan

Morbus Hansen (MH) atau lebih sering dikenal dengan kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraseluler, secara primer menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat (Goldsmith et al., 2012; Jaiswal et al., 2021; Sugawara-Mikami et al., 2022). Kusta terbagi dalam kategori berdasarkan WHO dan Ridley. WHO mengklasifikasikan kusta berdasarkan tujuan terapeutik, di bagi menjadi tipe Pausibasiler (PB) yang memiliki total hingga lima lesi kulit, dan tipe Multibasiler (MB) yang memiliki lebih dari lima lesi kulit (Massone & Brunasso, 2022). Berdasarkan klasifikasi Ridley, kusta di gambarkan lebih rinci dari segi klinis dan histologis dan di bagi menjadi 6 bagian mulai dari reisitensi tinggi ke rendah yaitu tuberkuloid polar (TT), borderline tuberkuloid (BT), borderline (BB), borderline lepromatous (BL), subpolar lepromatous (LLs), dan polar lepromatous (LLp) (Goldsmith et al., 2012).

Dalam perjalanannya, kusta dapat bermanifestasi menjadi reaksi kusta. reaksi kusta adalah kondisi imun tubuh yang merespon antigen Mycobaterium Leprae sebagai respon perlawanan yang akan berkembang menjadi episode inflamasi akut dan terjadi 30-50% kasus kusta. Reaksi kusta dibagi menjadi dua yaitu reaksi reversal (RR), dan eritema nodosum leprosum (ENL) (Bilik et al., 2017). Akibat invasi bakteri dapat menimbulkan kecacatan yang dibagi menjadi 3 kategori oleh WHO. Derajat 0 yang berarti tidak ada kerusakan, derajat 1 mulai hilangnya sensasi sensoris pada tangan, mata, atau kaki, dan derajat 2 terlihat jelas gangguan yang disebabkan kusta secara klinis (Cunha de Souza et al., 2016). Salah satu kecacatan yang diserbabkan kutsta dapat berdampak pada mata yang terbatas pada segmen anterior dan adneksa mata, segmen posterior mata tidak terlibat (Sari, 2019).

Berdasarkan data WHO, terjadi penurunan dalam sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2016 masih ada 200.000 kasus baru yang dilaporkan (WHO, 2018). Prevalensi kusta di Indonesia tahun 2017 sebesar 0,7 kasus per 10.000 penduduk dan angka temuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 100.000 penduduk. Di tahun yang sama, Bali terlapor 70 kasus baru dengan angka temuan kasus baru sebesar 1,65 per 100.000 penduduk.7 Tabanan memiliki laporan 2 kasus baru dengan angka temuan kasus baru sebesar 0,0446 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2022).


 

Tabel 1. Distribusi Penderita Kusta Menurut Usia


Tahun

Kelompok Usia

Anak - Anak

Remaja Awal

Remaja Akhir

Dewasa Awal

Dewasa Akhir

Lansia Awal

Lansia Akhir

Manula

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

2016

0

100

0

100

0

33.33

2

25

2

25

0

0

0

0

2

66.67

2017

0

100

0

100

0

0

1

12.50

0

0

2

50

0

0

0

0

2018

0

100

0

100

0

0

1

12.50

1

12.50

1

25

2

40

0

0

2019

0

100

0

100

0

66.67

2

25

3

37.50

0

0

0

0

1

33.33

2020

0

100

0

100

0

0

0

0

1

12.50

0

0

0

0

0

0

2021

0

100

0

100

0

0

1

12.50

1

12.50

1

25

3

60

0

0

Total

0

100

0

100

0

100

11

100

8

100

4

100

5

100

3

100

 

Dengan tingginya kasus kusta di Indonesia. Sampai saat ini belum ada data mengenai angka sebaran kusta yang lengkap pada provinsi Bali khususnya kabupaten Tabanan maka hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian  ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penderita kusta dan melibatkan seluruh data sekunder di kabupaten Tabanan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tabanan, Bali 2023. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retroskeptif. Data didapatkan dari rekam medis untuk mengetahui karakteristik penderita kusta di kabupaten Tabanan periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2021. Data yang dikumpulkan terdiri dari jenis kelamin, usia, klasifikasi WHO, lama pengobatan, dan kecacatan kusta. Analisa data menggunata analisa statistik yang disajikan berupa tabel dari masing – masing variable.

 

Tabel 2. Distribusi Penderita Kusta Menurut Jenis Kelamin

 

Tahun

Jenis Kelamin

Laki - laki

Perempuan

N

%

N

%

2016

7

33.33

2

20

2017

5

23.81

1

10

2018

2

9.52

2

20

2019

4

19.05

0

0

2020

1

4.76

0

0

2021

2

9.52

5

50

Total

21

100

10

100

 

Hasil dan Pembahasan

Data yang diperoleh menunjukkan pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 terdapat 31 kasus kusta di kabupaten Tabanan. Jumlah kasus terdiri dari 6 kasus pada tahun 2016, 3 kasus pada tahun 2017, 3 kasus, 5 kasus pada tahun 2018, 6 kasus pada tahun 2019, 1 kasus pada tahun 2020, dan 6 kasus pada tahun 2021.

Dalam tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok usia di Kabupaten Tabanan menunjukkan bahwa angka tertinggi terdapat pada kelompok usia dewasa awal sebanyak 11 dari 31 atau sebesar 35.48%. Berdasarkan data tersebut penyakit kusta jarang dialami oleh anak – anak hingga remaja. Kejadian kusta mulai bermunculan dari usia dewasa sampai manula. Tahun 2020 Brasil, India, dan Indonesia menyumbang sebesar 74% dari kasus baru kusta di seluruh dunia dan 8629 kasus dari 127.396 kasus baru ditemukan pada usia dibawah 15 tahun (Sanghi, 2010). Hal ini terjadi karena selain masa inkubasi bakteri Mycobacterium Leprae yang lama juga akrena kesulitan mengetahui gejala awal timbul penyakit (Fotakis et al., 2020; Goldsmith et al., 2012).


Tabel 3. Distribusi Penderita Kusta Menurut Klasifikasi WHO

Tahun

PB

MB

N

%

N

%

2016

1

20

4

15.38

2017

1

20

3

11.54

2018

0

0

5

19.23

2019

0

0

6

23.08

2020

1

20

0

0

2021

2

40

8

30.77

Total

5

100

26

100

 

Dalam tabel 2 menunjukkan berdasarkan kelompok usia di Kabupaten Tabanan menunjukkan bahwa angka tertinggi terdapat pada jenis kelamin laki – laki sebanyak 21 dari 31 atau sebesar 67.74%. Berdasarkan data tersebut laki – laki memiliki Tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dibandingkan perempuan. Rendahnya kejadian kusta pada perempuan dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti laki – laki lebih sering beraktifitas di luar rumah dan pakaian yang terbuka dibandingkan Perempuan (Goldsmith et al., 2012; James, 2000).

Dalam tabel 3 menunjukkan berdasarkan kelompok usia di Kabupaten Tabanan menunjukkan bahwa angka tertinggi terdapat pada kusta tipe MB sebanyak 26 dari 31 atau sebesar 83.87%. Berdasarkan data tersebut di dapatkan kusta tipe MB lebih banyak dari tipe PB. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Prakoeswa tahun 2022, dengan hasil kusta tipe MB lebih dominan di negara Indonesia dengan presentasi 86.25. Hal ini sejalan berdasarkan data WHO dalam global leprosy tahun 2018, kasus kusta tipe MB di dapatkan sebanyak 14.543 (Amaliah et al., 2023).

 

Tabel 4. Distribusi Penderita Kusta Menurut Kecacatan.

Tahun

Reversal

ENL

N

%

N

%

2016

0

0

0

0

2017

0

0

0

0

2018

0

0

0

0

2019

0

0

1

50

2020

0

0

1

50

2021

1

100

0

0

Total

1

100

2

100

 

Hal ini sejalan dengan teori, PB adalah penderita kusta dengan respon imun seluler yang berfungsi dengan baik, pada kondisi tertentu yang dipengaruhi banyak faktor imunitas seluler gagal untuk melisiskan Mycobacterium Leprae sehingga bakteri akan berkembang lebih luas dan menjadi kusta tipe MH (Goldsmith et al., 2012; Wang et al., 2022).

Dalam tabel 4 berdasarkan kelompok usia di Kabupaten Tabanan menunjukkan bahwa angka tertinggi terdapat pada reaksi kusta tipe ENL sebanyak 2 dari 3 atau sebesar 66.67%. Berdasarkan data tersebut di dapatkan reaksi kusta tipe 2 atau ENL didapatkan lebih banyak dari reaksi kusta tipe 1. Penelitian serupa di dapatkan pada 13 daerah di Indonesia dengan reaksi kusta tipe ENL lebih dominan sebesar 20.3% dari reaksi kusta tipe reversal sebesar 13.3% (Lubis et al., 2022; Prakoeswa et al., 2022). Erythema nodosum leprosum (ENL) terjadi pada penderita kusta tipe MB dengan imunitas seluler buruk bakteri basil menjadi penuh dan menunjukkan respon antibodi monokolonal yang tinggi, ditandai dengan tingginya immunoglobulin pada sirkulasi akibat antigen (Goldsmith et al., 2012).

 

Kesimpulan

Penderita Kusta di Kabupaten Tabanan periode 2016 sampai dengan tahun 2021 pada umumnya berada pada usia produktif 15 – 60 tahun. Karakteristik lain yang dominan pada penderita kusta yaitu jenis kelamin laki – laki, pekerjaan mobilitas tingga dan sering terpapar dengan masyarakat. Kusta terbanyak ditemukan dengan tipe MB. Lama pengobatan pasien umumnya berkisar dari 6 bulan sampai 1 tahun dan ENL sebagai reaksi kusta paling sering terjadi. Penderita kusta diharapkan turut berperan dalam pencegahan terhadap kecacatan dengan menggunakan alat perlindungan atau menjaga jarak saat bekerja serta melaksanakan pengobatan secara teratur. Pemberian informasi mengenai Tindakan pencegahan pada penderita kusta sangat perlu dilakukan dengan karakteristik yang tersaji dalam tabel hasil penelitiain ini. Saran untuk penelitian lanjutan adalah mencari faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat, tingginya angka kusta, dan temuan kasus baru reaksi kusta pada Kabupaten Tabanan.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Amaliah, H. R. R., Lisa, Y., Roem, N. R., Sri, V., & Solecha, S. (2023). Karakteristik penderita Lepra (Kusta) yang menjalani pengobatan rawat jalan di Puskesmas Tamalate Makassar periode 2018–2021. Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran, 3(5). https://doi.org/10.33096/fmj.v3i5.231

Bilik, L., Demir, B., & Cicek, D. (2017). Leprosy Reaction, 13. IntechOpen.

Cunha de Souza, V. T., Da Silva Júnior, W. M., Ribeiro De Jesus, A. M., De Oliveira, D. T., Raptis, H. A., De Freitas, P. H. L., & Schneiberg, S. (2016). Is the WHO disability grading system for leprosy related to the level of functional activity and social participation? Leprosy Review, 87(2).

Fotakis, A. K., Denham, S. D., MacKie, M., Orbegozo, M. I., Mylopotamitaki, D., Gopalakrishnan, S., Sicheritz-Pontén, T., Olsen, J. V., Cappellini, E., Zhang, G., Christophersen, A., Gilbert, M. T. P., & Vågene, Å. J. (2020). Multi-omic detection of Mycobacterium leprae in archaeological human dental calculus: M. leprae from dental calculus. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 375(1812). https://doi.org/10.1098/rstb.2019.0584

Goldsmith, L. A., Fitzpatrick, T. B., Katz, S. I., Gilchrest, B. A., Paller, A. S., Leffell, D. J., & Wolff, K. (2012). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. (No Title).

Jaiswal, A. K., Tiwari, S., Jamal, S. B., de Castro Oliveira, L., Sales-Campos, H., Andrade-Silva, L. E., Oliveira, C. J. F., Ghosh, P., Barh, D., Azevedo, V., Soares, S. C., Junior, V. R., & da Silva, M. V. (2021). Reverse vaccinology and subtractive genomics approaches for identifying common therapeutics against Mycobacterium leprae and Mycobacterium lepromatosis. Journal of Venomous Animals and Toxins Including Tropical Diseases, 27. https://doi.org/10.1590/1678-9199-JVATITD-2020-0027

James, C. (2000). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. In Journal of the Neurological Sciences.

Kemenkes RI. (2022). Laporan Validasi Data Kusta Tahun 2021. In Direktorat Jenderal Pencegahan dan pengendalian penyakit.

Lubis, R. S., Anum, Q., Argentina, F., Menaldi, S. L., Gunawan, H., Yuniati, R., & et al. (2022). Epidemiology of leprosy in Indonesia: A retrospective study. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 34(1).

Massone, C., & Brunasso, A. M. G. (2022). Classification of Leprosy. In Leprosy and Buruli Ulcer: a Practical Guide. https://doi.org/10.1007/978-3-030-89704-8_6

Prakoeswa, C. R. S., Lubis, R. S., Anum, Q., Argentina, F., Menaldi, S. L., Gunawan, H., Yuniati, R., Mulianto, N. R., Siswati, A. S., Widasmara, D., Rusyati, L. M. M., Mamuaja, E. H., Muchtar, V., Agusni, R. I., Kusumaputra, B. H., Alinda, M. D., & Listiawan, M. Y. (2022). Epidemiology of Leprosy in Indonesia: a Retrospective Study. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 34(1). https://doi.org/10.20473/bikk.v34.1.2022.29-35

Sanghi, S. (2010). IAL Textbook of Leprosy. Medical Journal Armed Forces India, 66(3). https://doi.org/10.1016/s0377-1237(10)80066-8

Sari, N. (2019). Kelainan Mata Pada Pasien Kusta. Media Dermato Venereologica Indonesiana, 45(2). https://doi.org/10.33820/mdvi.v45i2.23

Sugawara-Mikami, M., Tanigawa, K., Kawashima, A., Kiriya, M., Nakamura, Y., Fujiwara, Y., & Suzuki, K. (2022). Pathogenicity and virulence of Mycobacterium leprae. In Virulence, 13(1). https://doi.org/10.1080/21505594.2022.2141987

Wang, C., Wu, Z., Jiang, H., Shi, Y., Zhang, W., Zhang, M., & Wang, H. (2022). Global prevalence of resistance to rifampicin in Mycobacterium leprae: A meta-analysis. In Journal of Global Antimicrobial Resistance. 31. https://doi.org/10.1016/j.jgar.2022.08.021

WHO. (2018). Guidelines for the Diagnosis, Treatment and Prevention of Leprosy. Oms.

 

Copyright holder:

I Nyoman Fidry Octora Young Amukty, Ni Putu Aniek Mahayani, Ni Made Indah Puspasari (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: