Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 6, Juni 2024

 

Sejarah Perkembangan Hukum Asuransi dari masa hindia belanda hingga Undang-undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

 

Budi Praptawismacaya Amir

Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Sejarah asuransi dunia dapat ditelusuri hingga 1750 SM dengan ditemukannya Kode Hammurabi yang mencakup aturan awal tentang perlindungan finansial. Asuransi berkembang melalui berbagai peradaban, hingga munculnya perusahaan asuransi pertama di Indonesia pada tahun 1843 oleh warga Belanda. Perkembangan asuransi di Indonesia terus berlanjut hingga era kemerdekaan dengan nasionalisasi perusahaan asuransi asing dan pembentukan perusahaan asuransi nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejarah dan evolusi hukum yang mempengaruhi perkembangan industri asuransi di Indonesia dari masa penjajahan Belanda hingga saat ini. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan fokus pada analisis historis dan yuridis, menggunakan metode studi kasus. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan ahli sejarah asuransi, praktisi hukum, dan eksekutif perusahaan asuransi, serta observasi terhadap dokumen-dokumen historis. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari artikel ilmiah, jurnal, dan buku terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan regulasi dan kebijakan hukum secara signifikan mempengaruhi perkembangan industri asuransi di Indonesia. Implementasi regulasi yang tepat dapat mendukung pertumbuhan industri ini, sementara tumpang tindih peraturan dapat menjadi hambatan. Penelitian ini memiliki implikasi penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan regulasi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri asuransi, serta mendukung iklim investasi yang kondusif. Kesimpulan dari penelitian ini juga menekankan pentingnya harmonisasi kebijakan pusat dan daerah untuk menghilangkan ego sektoral dan meningkatkan koordinasi dalam sektor asuransi.

Kata Kunci: asuransi, sejarah asuransi, hukum asuransi, perkembangan industri, Indonesia, regulasi, kebijakan, analisis historis.

 

Abstract

The history of insurance can be traced back to 1750 BC with the discovery of the Code of Hammurabi, which included early rules on financial protection. Insurance evolved through various civilizations, leading to the establishment of the first insurance company in Indonesia in 1843 by Dutch residents. The development of insurance in Indonesia continued through the independence era with the nationalization of foreign insurance companies and the formation of national insurance companies. This study aims to analyze the history and legal evolution that influenced the development of the insurance industry in Indonesia from the Dutch colonial period to the present. The research uses a qualitative approach with a focus on historical and juridical analysis, employing a case study method. Primary data were collected through in-depth interviews with insurance historians, legal practitioners, and insurance company executives, as well as observations of historical documents. Secondary data were obtained through literature reviews of relevant scientific articles, journals, and books. The findings indicate that regulatory and legal policy changes have significantly impacted the development of the insurance industry in Indonesia. Proper regulatory implementation can support the growth of this industry, while overlapping regulations can become obstacles. This research has important implications for policymakers in formulating regulations that can enhance the efficiency and effectiveness of the insurance industry, as well as support a conducive investment climate. The conclusions of this study also emphasize the importance of harmonizing central and regional policies to eliminate sectoral egos and improve coordination within the insurance sector.

Keywords: insurance, insurance history, insurance law, industry development, Indonesia, regulation, policy, historical analysis.

 

Pendahuluan

Sejarah asuransi dunia dimulai dari 1750 SM, pada tahun ini ditemukan hukum Kode Hammurabi yang diciptakan oleh Raja Hammurabi dari Babilonia (sekarang Irak). Salah satu aturan yang diatur dalam Kode Hammurabi adalah kewajiban bagi para pedagang yang membeli barang dengan pinjaman dan mengangkutnya dengan kapal perlu membayar sejumlah ekstra dana sebagai garansi bahwa pinjamannya akan batal jika kapalnya dicuri. Ini diyakini menjadi cikal bakal asuransi (Beattie, 2023; Harmain et al., 2019).

Pada kurang lebih 600 SM, orang Yunani dan Romawi membuat asuransi jiwa dan kesehatan pertama. Produk ini memberikan perawatan bagi keluarga yang ditinggalkan jika pencari nafkah meninggal (Thompson, 2023).

Pada abad ke-12 di Anatolia, sejenis asuransi negara diperkenalkan. Dengan adanya asuransi ini, jika pedagang dirampok di daerah tersebut, maka kas negara akan mengganti kerugian pedagang (The History of Insurance Throughout the World, 2023).

Polis asuransi mandiri yang tidak terikat kontrak atau pinjaman muncul di Genoa pada abad ke-14. Polis asuransi untuk pertama kalinya ditemukan di tahun 1347. Pada abad berikutnya, asuransi maritim mandiri dibentuk. Pemisahan asuransi dari kontrak dan pinjaman merupakan suatu perubahan besar yang mempengaruhi asuransi di tahun-tahun berikutnya (Nelli, 1972).

Di abad ke-17, kebakaran adalah ancaman konstan di Inggris. Pada tahun 1666, terjadi kebakaran hebat di London yang menghancurkan lebih dari 13.000 rumah dan puluhan gereja selama lima hari. Dari peristiwa tersebut, seorang dokter, ekonom, sekaligus kontraktor Nicholas Barbon menciptakan asuransi kebakaran. Dia mendirikan perusahaan asuransi kebakaran rumah pertama di dunia (Read, 2016).

Di AS, perusahaan asuransi pertama berdiri pada 1732 di Carolina Selatan dan menawarkan perlindungan kebakaran. Pada tahun 1800-an, perusahaan asuransi kebakaran berevolusi memasukkan asuransi jiwa dan beberapa pertanggungan lainnya (Brief History, 2024).

Perusahaan asuransi pertama di Indonesia didirikan oleh warga Belanda bernama Bataviaasche Zee en Brand-Assurantie Maatschappij yang didirikan pada 18 Januari 1843 di Kali Besar Timur, Jakarta.

Setelah itu, lahir beberapa perusahaan asuransi lainnya yang menginduk pada perusahaan asuransi di Belanda, seperti misalnya NV Handel, Industrrie en Landbouw Maatschappij Tiedeman & van Kerchem and Escompto Bank, dan Nederlansch Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij (NILLMIJ). Namun, semua perusahaan asuransi-asuransi di Indonesia pada zaman itu hanya menargetkan orang Belanda.

Selanjutnya, RW Dwidjosewojo, seorang anggota Boedi Ooetomo cabang Yogyakarta, kemudian mempelajari NILLMIJ. Lalu Dwidjosewojo bersama M Karto Hadi Soebroto dan M Adimidjojo mendirikan perusahaan asuransi yang menyasar pasar orang Indonesia bernama Onderlinge Levensverzekering Maatschappij PGHB (OL Mij PGHB) pada 12 Februari 1912.

Setelah kemerdekaan Indonesia Pasca 1945, beberapa perusahaan asuransi milik Belanda dinasionalisasikan, termasuk NV Assurantie Maatschappij de Nederlandern dan Bloom Vander EE menjadi PT Asuransi Bendasraya dan perusahaan asuransi De Nederlanden Van (1845) menjadi PT Asuransi Jiwasraya.

Dari era kemerdekaan hingga saat ini hadir perusahaan-perusahaan asuransi modern di Indonesia, dalam bentuk Perusahaan-perusahaan  Nasional (BUMN), Swasta Nasional, maupun Joint Venture dalam bidang asuransi yang berbeda-beda seperti Asuransi Umum, Asuransi Jiwa, Asuransi Umum Syariah, Asuransi Jiwa Syariah, Asuransi Kredit, Asuransi Sosial dan lain-lain (Insurance, 2022).

Dari rangkaian sejarah keberadaan asuransi, tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan asuransi berkaitan erat dengan terbentuknya hukum secara tertulis (Margaretha, 2019).  Hal ini dibuktikan dengan bentuk asuransi pertama yang terindikasi sudah ada sejak 1750 SM pada masa Raja Hammurabi yang dikenal dengan Hukum Hammurabi-nya.

Untuk itu, keberadaan asuransi di Indonesia akan menjadi menarik jika dapat dilihat dari latar belakang konstruksi hukum dari mulai berdirinya di era penjajahan Belanda di tahun 1843 hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejarah dan evolusi hukum yang mempengaruhi perkembangan industri asuransi di Indonesia dari masa penjajahan Belanda hingga saat ini.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini akan mengadopsi pendekatan kualitatif dengan fokus pada analisis historis dan yuridis perkembangan asuransi di Indonesia (Moleong, 2021). Penelitian ini akan menggunakan metode studi kasus untuk mengidentifikasi dan menganalisis dinamika perkembangan industri asuransi dari masa penjajahan Belanda hingga era modern. Data primer akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan ahli sejarah asuransi, praktisi hukum, dan eksekutif perusahaan asuransi. Selain itu, observasi terhadap dokumen-dokumen historis, arsip, serta literatur yang relevan akan dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang evolusi hukum dan kebijakan yang mempengaruhi industri asuransi di Indonesia.

Untuk melengkapi data primer, penelitian ini juga akan mengandalkan data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Data sekunder meliputi artikel ilmiah, jurnal, buku, dan sumber-sumber lain yang membahas sejarah, hukum, dan perkembangan asuransi. Metode analisis yang digunakan meliputi analisis konten untuk memahami perubahan regulasi dan kebijakan, serta analisis historis untuk melacak perkembangan asuransi dari masa ke masa. Dengan mengintegrasikan data primer dan sekunder, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang holistik mengenai pengaruh konstruksi hukum terhadap perkembangan asuransi di Indonesia, serta memahami bagaimana perubahan kebijakan telah membentuk industri ini hingga saat ini.

Karya tulis ini akan membahas, bagaimana konstruksi Hukum Asuransi di Indonesia, penerapannya dan dinamikanya sehingga dari pembahasan yang dilakukan pembaca dapat menyimpulkan benang merah dari penggunaan masing-masing undang-undang tersebut.

 

Hasil dan Permasalahan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK) (Bagenda et al., 2023; Zuhri, 2014).

Pada saat Asuransi Bataviaasche Zee en Brand-Assurantie Maatschappij yang didirikan pada 18 Januari 1843 di Jakarta sebagai Perusahaan Asuransi pertama di Indonesia masih konstruksi hukum yang digunakan Asas Konkordansi berarti asas mengikuti, yaitu bahwa orang dari golongan Eropa mengikuti hukum yang sama dengan hukum yang termasuk dalam undang-undang yang berlaku bagi mereka di Belanda (Aryati et al., 2022; Pramesti, 2022).

Kitab Undang-undang hukum dagang (KUHD) lahir bersama KUH Perdata (BW), di Indonesia dan keduanya dikodifikasi pada tahun 1847 dan diumumkan melalui staatsblad No. 23 pada 30 April 1847. saat berlakunya pun bersamaan dengan saat berlakunya KUH Perdata yaitu mulai 1 Mei 1848 (Sejarah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), 2017).

 

KUH Perdata dan Asuransi

KUH Perdata dan KUH Dagang yang terbit secara bersamaan memiliki hubungan yang saling melengkapi, dimana Asuransi didefinisikan menurut pasal Pasal 246 dalam KUH Dagang:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti”.

 

Perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam pasal 246 KUH Dagang tersebut diatur  KUH Perdata Buku III tentang Perjanjian. Pasal 1338, yang berbunyi:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”.

 

Secara implisit pasal 1338 tersebut menyatakan bahwa Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan hal-hal yang tidak tertulis dalam perjanjian akan tetap merujuk kepada undang-undang yang mengikat kedua belah pihak.

Dalam kaitan ini KUH Dagang Menyusun ketentuan-ketentuan khusus terkait asuransi di dalam:

·       Buku Kesatu:

Bab IX tentang ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA

Bab X tentang ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERRADAP BAHAYA-BAHAYA KEBAKARAN, TERHADAP BAHAYA-BAHAYA YANG MENGANCAM HASIL PERTANIAN YANG BELUM DIPANENI, DAN TENTANG PERTANGGUNGAN JIWA.

 

·       Buku Kedua

Bab IX tentang ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA DI LAUT DAN BAHAYA-BAHAYA PERBUDAKAN

Bab X tentang PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA PADA PENGANGKUTAN DI DARAT DAN DI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN

 

Hubungan saling melengkapi ini penting dalam dinamika perkembangan perjanjian asuransi karena perkembangan perjanjian asuransi yang bersifat global dengan potensi “multiple jurisdiction”.  Pelaku-pelaku perjanjian asuransi sering kali gagal menangkap dinamika ini.

Dalam beberapa kasus perjanjian asuransi internasional, perjanjian asuransi disusun oleh pihak dengan latar belakang “Common Law” yang gagal mengantisipasi undang-undang sudah yang tertulis dalam KUH Dagang ke dalam perjanjian asuransi sehingga makna dan tujuan perlindungan asuransi ditafsirkan secara berbeda.

 

KUH Dagang dan Asuransi

KUH Dagang dalam melengkapi KUH Perdata pada beberapa hal yang terkait dengan Definisi dan Prinsip-prinsip Asuransi.

 

DEFINISI ASURANSI, Pasal 246:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd. 1774; KUHD 60, 249, 252, 269, 286, 593.)

 

PRINSIP INSURABLE INTEREST merupakan prinsip asuransi yang memberikan hak kepada tertanggung yang diakui secara hukum untuk mengasuransikan jiwa maupun aset, karena adanya hubungan keuangan antara tertanggung dengan jiwa maupun aset yang akan diasuransikan.  Pada KUH Dagang Pasal 250:

Bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam denda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian. (KUHPerd. 1234, 1246; KUHD 257, 264 dst., 266, 268, 268, 281 dst.)

 

PRINSIP UTMOST GOOD FAITH atau Uberrimae Fidei secara harfiah berarti iktikad baik, yang dilandaskan pada asas kejujuran yang sempurna.  Hal ini diatur pada KUH Dagang Pasal 251:

Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal. (KUHPerd. 1320 dst., 1328; KUHD 269 dst., 280 dst., 306, 593, 597 dst., 603 dst.; KUHP 381.)

 

PRINSIP INDEMNITY adalah suatu prinsip yang mengatur mengenai pemberian ganti-kerugian. Indeminty dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dengan mana si Penanggung memberikan ganti-rugi Finansial dalam suatu upaya menempatkan si Tertanggung pada posisi keuangan yang dimiliki pada saat sesaat sebelum kerugian itu.  KUH Dagang  Pasal 252:

Kecuali dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak boleh diadakan pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya sang sama atas barangbarang yang telah dipertanggungkan untuk nilainya secara penuh, dengan ancaman kebatalan terhadap pertanggungan yang kedua. (KUHD 253 dst., 256-10, 266, 271 dst., 277 dst., 280, 609 dst.)

 

Pasal 253:

Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai jumlah nilainya.  Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan

bagi- yang tidak dipertanggungkan. Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa mengingat kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. (KUHD 268, 289, 677.)

 

PRINSIP SUBROGASI adalah hak penanggung, yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, untuk menuntut kepada pihak ketiga atau pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.  KUH Dagang Pasal 284:

Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu; dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1354, 1365 dst., 1402; KUHD 290, 637, 656, 693.)

 

PRINSIP KONTRIBUSI berlaku apabila terjadi jaminan asuransi Harta Benda oleh lebih dari 1 (satu) Perusahaan Asuransi yang masing-masing mengeluarkan Polis Asuransi dengan Harga Pertanggungan yang sama sebesar Nilai/Harga sehat Benda yang menjadi obyek pertanggungan, Perusahaan Asuransi hanya wajib membayarkan ganti secara Pro Rata sesuai dengan tanggung jawab menurut perbandingan yang seimbang.  Hal ini diatur dalam KUH Dagang Pasal 277:

Bila berbagai pertanggungan diadakan dengan itikad baik terhadap satu barang saja, dan dengan yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan penanggung berikut dibebaskan.  Bila pada penanggung pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu mengadakan pertanggungan itu. (KUHD 252.)

 

Pasal 278

Bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama, menurut perimbangan jumlah yang mereka tanda tangani, hanya memikul nilai sebenarnya yang dipertanggungkan. Ketentuan itu juga berlaku, bila pada hari yang sama, terhadap satu benda yang sama diadakan berbagai pertanggungan. (KUHD 277, 280.)

 

Pasal 279:

Tertanggung dalam hal-hal yang disebut dalam dua pasal yang lalu, tidak boleh membatalkan pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian terikat.  Bila tertanggung membebaskan penanggung-penanggung pertama, ia dianggap menetapkan diri mengganti tempat mereka sebagai penanggung untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama. Bila ia mengadakan pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung ulang mengganti tempatnya dalam urutan itu juga. (KUHD 271 dst.)

 

Lebih lanjut, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya KUH Dagang mengatur asuransi menjadi 2 bagian yang dipisahkan dalam Buku Kesatu dan Buku Kedua dimana:

·      Buku Kesatu:

Bab IX tentang ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA

Bab X tentang ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERRADAP BAHAYA-BAHAYA KEBAKARAN, TERHADAP BAHAYA-BAHAYA YANG MENGANCAM HASIL PERTANIAN YANG BELUM DIPANENI, DAN TENTANG PERTANGGUNGAN JIWA.

 

·      Buku Kedua

Bab IX tentang ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA DI LAUT DAN BAHAYA-BAHAYA PERBUDAKAN

Bab X tentang PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA PADA PENGANGKUTAN DI DARAT DAN DI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN

 

Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan keadaan dan kondisi yang berbeda terkait aplikasi Perjanjian Asuransi di darat atau “Non Marine” dengan Perjanjian asuransi di laut atau “Marine”.  Pembedaan ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan yang cukup mendasar antara Asuransi Non Marine dan Asuransi Marine dimana dalam Asuransi Marine terdapat ke khususan terkait kelayak lautan dan hukum kelautan dan maritim.

Sebagai rangkuman penjelasan terkait Definisi, Prinsip-prinsip Asuransi pembagian Buku Kesatu dan Buku Kedua terkait Asuransi “Non Marine” dan Asuransi “Marine”di atas dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara umum terkait bagaimana KUH Dagang melengkapi KUH Perdata terkait Perjanjian Asuransi agar hukum dapat mengatur kondisi-kondisi yang terkait spesifik dengan Perjanjian Asuransi

 

UU no. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian berisikan (OJK, 1992):

 

BAB I Ketentuan Umum

Memberikan penjelasan mengenai definisi dan pengertian yang digunakan di UU Perasuransian.

 

BAB II Bidang Usaha Perasuransian

Memaparkan mengenai bidang-bidang yang terdapat di usaha perasuransian.

 

BAB III Jenis Usaha Perasuransian

Penjelasan mengenai jenis-jenis yang terdapat di usaha perasuransian beserta definisi dan pengertiannya.

 

BAB IV Ruang Lingkup Usaha Perusahaan Perasuransian

Memberikan aturan mengenai ruang lingkup kegiatan di usaha perasuransian, yang mencakup Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi.

 

BAB V Penutupan Obyek Asuransi

Aturan mengenai persyaratan dan ketentuan dalam penutupan obyek asuransi.

 

BAB VI Bentuk Hukum Usaha Perasuransian

Penjelasan mengenai badan hukum apa saja yang bisa melaksanakan usaha perasuransian.

 

BAB VII Kepemilikan Perusahaan Perasuransian

Aturan mengenai syarat dan ketentuan dalam mendirikan perusahaan perasuransian.

 

BAB VIII Perizinan Usaha

Mengatur syarat dan ketentuan untuk mendapatkan izin sebelum menjalankan usaha perasuransian.

 

BAB IX Pembinaan dan Pengawasan

Penjelasan mengenai pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian yang dilakukan oleh Menteri terkait, ruang lingkup pembinaan dan pengawasan, serta sanksi jika terdapat pelanggaran.

 

BAB X Kepailitan dan Likuidasi

Ketentuan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum usaha perasuransian dinyatakan pailit, serta hak yang dimiliki pemegang polis.

 

BAB XI Ketentuan Pidana

Aturan mengenai sanksi pidana yang bisa dikenakan jika terdapat pelanggaran dalam kegiatan perasuransian.

 

BAB XII Ketentuan Peralihan

Penjelasan mengenai peralihan saat UU Perasuransian ini berlaku.

 

BAB XIII Ketentuan Penutup

Penegasan tak berlakunya Ordonnanntie ophet Levensverzekeringbedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) saat UU Perasuransian ini mulai diundangkan.

 

Pada 17 Oktober 2014 UU no. 2 Tahun 1992 ini telah digantikan dengan UU no. 40 Tahun 2014.

 

UU no. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014 karena Undang-undang Usaha Perasuransian yang saat ini berlaku yaitu Undang- undang Nomor 2 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan industri perasuransian. Dengan diterbitkannya UU Perasuransian ini diharapkan nantinya penyelenggaraan usaha perasuransian dapat berjalan dengan lebih baik dan pelindungan kepentingan masyarakat pengguna jasa asuransi dapat semakin ditingkatkan (Berman & Jeane, 2022).

Terdapat beberapa perubahan pokok dari UU Perasuransian ini dibandingkan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1992, termasuk perubahan judul dari semula “Usaha Perasuransian” menjadi “Perasuransian”. Terkait jumlah bab dan pasal, terdapat penambahan yang cukup banyak, yaitu dari semula 28 pasal di Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menjadi 92 pasal. Untuk bab, dari semula 13 bab di Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menjadi 18 bab.

Perbedaan isi dari UU Perasuransian dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992,

antara lain adalah:

1.     Konsultan Aktuaria

·      Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 usaha konsultan aktuaria merupakan salah satu bidang usaha perasuransian yang izin usahanya diberikan oleh Menteri.

·      Pada UU Perasuransian, konsultan aktuaria tidak lagi merupakan usaha perasuransian tetapi merupakan salah satu profesi penyedia jasa bagi perusahaan perasuransian. Konsultan aktuaria harus terdaftar pada OJK.

2.     Bentuk Badan Hukum

·      Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perusahaan perseroan (PERSERO), koperasi, perseroan terbatas, dan usaha bersama (mutual).

·      Pada UU Perasuransian bentuk badan hukum usaha perasuransian adalah perseroan terbatas, koperasi dan usaha bersama. Untuk usaha bersama harus merupakan usaha bersama yang telah ada pada saat UU Perasuransian diundangkan. Pihak yang bermaksud menyelenggarakan usaha asuransi dengan bentuk badan hukum usaha bersama baru didorong untuk menjadi berbentuk koperasi. Usaha bersama tersebut juga wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang paling lama 3 (tiga) tahun.

3.     Kepemilikan Perusahaan Perasuransian

·      Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, untuk perusahaan perasuransian yang didirikan oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, tidak diatur kepemilikan dari badan hukum Indonesia yang menjadi pendiri perusahaan perasuransian. Untuk perusahaan perasuransian patungan, juga tidak diatur kriteria perusahaan asing yang menjadi induk dari perusahaan perasuransian patungan tersebut. Selain itu juga tidak diatur kepemilikan warga negara asing yang menjadi pemilik dari perusahaan perasuransian patungan.

·      Pada UU Perasuransian, untuk perusahaan perasuransian yang didirikan oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia, badan hukum Indonesia yang menjadi pendiri perusahaan perasuransian tersebut harus dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh WNI. Untuk perusahaan perasuransian patungan, pihak asing harus merupakan perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha perasuransian yang sejenis. Selain itu juga diatur bahwa warga negara asing dapat menjadi pemilik dari perusahaan perasuransian patungan melalui transaksi di bursa efek.

1.     Likuidasi

·      Pada UU Usaha Perasuransian tidak diatur tindak lanjut dari pencabutan izin

usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.

·      Pada UU Perasuransian diatur bahwa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan yang bersangkutan dan membentuk timlikuidasi. Dalam hal RUPS tidak dapat diselenggarakan atau RUPS dapat diselenggarakan tetapi tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukumperusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi, maka OJK memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan membentuk tim likuidasi.

 

Selain itu terdapat pula hal-hal baru yang diatur pada UU Perasuransian, antara lain:

1.     Ketentuan mengenai pengendali.

Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib menetapkan paling sedikit 1 (satu) pengendali dan pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalampengendaliannya.

2.     Ketentuan mengenai pemegang saham pengendali.

Ketentuan ini mengatur bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang sahampengendali pada 1 (satu) perusahaan perasuransian yang sejenis. Bagi pemegang saham pengendali yang memiliki lebih dari 1 (satu) perusahaan perasuransian maka wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang paling lama 3 (tiga) tahun.

3.     Ketentuan mengenai program asuransi wajib.

Ketentuan ini mengatur bahwa program asuransi wajib harus diselenggarakan secara kompetitif dan pihak yang dapat menyelenggarakan program asuransi wajib harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan OJK.

4.     Ketentuan mengenai penjaminan polis.

Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis, penyelenggaraan programpenjaminan polis diatur dengan undang-undang.

5.     Ketentuan mengenai Pengelola Statuter.

Pengelola Statuter adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan. Pengelola Statuter mempunyai tugas antara lain:

a.     menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

b.     menyusun langkah-langkah apabila perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat diselamatkan;

c.     mengajukan usulan agar OJK mencabut izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan; dan

d.     melaporkan kegiatannya kepada OJK.

6.     Ketentuan mengenai asuransi syariah.

Ketentuan ini mengatur bahwa usaha asuransi syariah dan reasuransi syariah harus diselenggarakan oleh entitas tersendiri (full fledge). Perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya UU Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi perusahaan asuransi syariah atau perusahaan reasuransi syariah.

7.     Ketentuan mengenai larangan penempatan asuransi pada perusahaan asuransi terafiliasi.

Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi atau penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau perusahaan pialang asuransi yang bersangkutan. UU Perasuransian mengamanatkan pengaturan lebih lanjut atas ketentuan di UU dalambentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan OJK. OJK akan menyiapkan Peraturan OJK sebagaimana diamanatkan oleh UU Perasuransian.

 

UU no. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK)

Undang-undang no. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ditetapkan pada 12 Januari 2023 ini disusun dalam bentuk Omnibus Law dengan menyepakati lima lingkup hal (Puspasari, 2023):

1.     Penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan dengan tetap memperhatikan independensi.

2.     Penguatan tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik. 

3.     Mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan.

4.     Perlindungan konsumen. 

5.     Literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan.

Dalam UU P2SK ini terdapat 27 bab dan 341 pasal yang terkandung di dalamnya. UU ini akan menggantikan di antaranya 17 Undang-Undang terkait dengan sektor keuangan, yang telah cukup lama berlaku, bahkan hingga 30 tahun. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan dinamika perubahan zaman. Berbagai indikator memperlihatkan urgensi reformasi sektor keuangan Indonesia, seperti masih dangkalnya sektor keuangan, belum optimalnya peran intermediasi sektor keuangan, dan masih rendahnya pelindungan konsumen di sektor keuangan.

Setelah pengesahan UU P2SK oleh Presiden, Pemerintah dan lembaga otoritas di sektor keuangan akan menyusun peraturan pelaksanaan yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan OJK, dan Peraturan LPS. Seluruh peraturan pelaksanaan akan disusun dalam waktu 2 (dua) tahun sejak UU P2SK diundangkan.

Sebagai Omnibus Law UU P2SK ini melihat Asuransi bagian integral dari Sektor Keuangan Publik yang perlu dikelola secara komprehensif aturan-aturan administratifnya, sosialisasinya dan juga perlindungan konsumennya.

 

Rangkuman Pembahasan

Dari rangkaian pembahasan:

·      Kitab Undang-undang Hukum Perdata tahun 1847;

·      Kitab Undang-undang  Hukum Dagang tahun 1847;

·      Undang-undang no 2. Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (tidak berlaku lagi);

·      Undang-undang no. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (tidak berlaku lagi);

·      Undang-undang No. 4 Tahun 2023 tentangan Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;

Terlihat suatu rangkaian upaya dari Pemerintah dalam mengelola Asuransi di dalam bingkai Industri Keuangan yang semakin kompleks.

Perubahan-perubahan tersebut tampak secara tersirat dalam pergeseran definisi-definisi yang digunakan dalam setiap Kitab Undang-undang, Undang-undang Perasuransian maupun Omnibus Law (UU P2SK) terkaitnya.  Pergeseran tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:

·      Kitab Undang-undang Hukum Perdata tahun 1847;

Pasal 1338 tentang Perjanjian:

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”.

 

·      Kitab Undang-undang  Hukum Dagang tahun 1847;

Pasal 246:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd. 1774; KUHD 60, 249, 252, 269, 286, 593.)

 

·      Undang-undang no 2. Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (tidak berlaku lagi);

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Asuransi atau Pertanggungan adalah perjaniian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

 

·      Undang-undang no. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (tidak berlaku lagi);

Pasal 1

1.       Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a.     memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b.     memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

2.       Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:

a.     memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b.     memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat

c.     yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

·      Undang-undang No. 4 Tahun 2023 tentangan Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;

Pasal 1:

7.     Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan pelindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.

 

Kesimpulan

Omnibus Law yang dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) bertujuan untuk menghilangkan tumpang tindih peraturan, efisiensi proses perubahan hukum, dan mengatasi ego sektoral, tetapi hanya menggantikan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dengan cakupan lebih luas. UU P2SK tidak menggantikan peran KUH Perdata dan KUH Dagang yang berlaku sejak 1847, tetapi memperluas definisi asuransi menjadi perasuransian, mencakup syarat-syarat perjanjian, perlindungan konsumen, dan sektor-sektor pendukung. Ini menunjukkan upaya pemerintah dan legislatif untuk menyesuaikan hukum dengan dinamika industri asuransi sebagai bagian dari sektor jasa keuangan yang mengelola keuangan publik. Demikian uraian singkat tentang Sejarah Perkembangan Hukum Asuransi dan Undang-undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang tercakup di dalamnya Asuransi dan Perasuransian.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aryati, R., Vensuri, H., & Febrianto, M. (2022). Sejarah Berlakunya BW dan KUHPerdata di Indonesia. Journal of Criminology and Justice, 2(1), 11–16.

Bagenda, C., Rizkia, N. D., Fardiansyah, H., Hidayat, M. R., Soleh, Y. P., Usman, R., Amri, A., Suhartini, S., Kuahaty, S. S., & Akib, I. (2023). Hukum Perdata. Penerbit Widina.

Beattie, A. (2023). The History of Insurance: From ancient Babylonia to the American Colonies. Investopedia.

Berman, E., & Jeane, S. A. (2022). Urgensi Regulasi Fintech P2p Lending Untuk Mendorong Iklusi Keuangan Di Indonesia. Journal of Syntax Literate, 7(8).

Brief History. (2024). Insurance Handbook. https://www.iii.org/publications/insurance-handbook/brief-history#:~:text=1735 The Friendly Society%2C the,established in Charleston%2C South Carolina

Harmain, H., Anggriyani, A., Rasidah, R., Nurlaila, N., Olivia, H., Farina, D., Wahyudi, H., & Syafina, L. (2019). Akuntansi Syariah Di Indonesia.

Insurance, T. (2022). Menyambut Hari Asuransi dengan Mengenal Sejarah dan Manfaatnya untuk Masyarakat. https://tugu.com/artikel/menyambut-hari-asuransi-dengan-mengenal-sejarah-dan-manfaatnya-untuk-masyarakat

Margaretha, M. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Atas Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Multi Artha Guna Cabang Pekanbaru. Universitas Islam Riau.

Moleong, L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.

Nelli, H. O. (1972). The earliest insurance contract. a new discovery. Journal of Risk and Insurance, 215–220.

OJK. (1992). Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Pramesti, T. J. A. (2022). Sejarah Hukum Perdata di Indonesia. Hukum Online.

Puspasari, R. (2023). Siaran Pers. https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/siaran-pers/Presiden-Sahkan-RUU-P2SK

Read, J. (2016). How the Great Fire of London created insurance. Museum of London. https://www.museumoflondon.org.uk/discover/how-great-fire-london-created-insurance

Sejarah Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). (2017). Sudut Hukum.

The History of Insurance Throughout the World. (2023). Cleary Insurance. https://www.clearyinsurance.com/history-insurance-throughout-world/

Thompson, W. (2023). How Insurance Began: 3000 Years of History. WSR BLOG.

Zuhri, S. (2014). Sejarah Hukum Perdata di Indonesia. Kompasiana.Com. https://www.kompasiana.com/syaifudinzuhri/54f95224a33311ac048b4cda/sejarah-hukum-perdata-di-indonesia

 

Copyright holder:

Budi Praptawismacaya Amir (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: