Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

PERAN MODERASI TINGKAT PENDIDIKAN DIREKTUR UTAMA DALAM PENGARUH LIKUIDITAS, SOLVABILITAS DAN ESG TERHADAP KINERJA OPERASIONAL PERUSAHAAN

 

Raymond Dovanov1, Arief Wibisono Lubis2

Department of Management, Faculty of Economic and Business, Universitas Indonesia, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Penelitian ini menguji pengaruh rasio likuiditas, solvabilitas, dan skor ESG terhadap kinerja operasional perusahaan di ASEAN serta memeriksa moderasi oleh tingkat pendidikan Direktur Utama. Data dari perusahaan non-keuangan di ASEAN pada 2018-2022 yang diperoleh dari database Refinitiv Eikon dan data publik lainnya. Analisis data digunakan dengan pendekatan deduktif ke induktif dan teknik analisis regresi data panel. Temuan menunjukkan dampak positif yang signifikan dari likuiditas dan ESG terhadap kinerja operasional, sementara solvabilitas tidak signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara Likuiditas, Solvabilitas, dan ESG terhadap Kinerja Operasional. Kontribusi penelitian ini mencakup pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja operasional perusahaan di ASEAN dan implikasinya untuk pengambilan keputusan dan praktik berkelanjutan. Penelitian ini mengidentifikasi peran penting tingkat pendidikan Direktur Utama dalam konteks ini. Penelitian juga melengkapi pengetahuan yang ada dengan memperluas cakupan variabel independen dan mengonfirmasi temuan sebelumnya.

Kata kunci: ASEAN, Likuiditas, Solvabilitas, ESG, Pendidikan CEO, Kinerja Operasional

 

Abstract

This study investigates the impact of liquidity ratios, solvency ratios, and ESG scores on the operational performance of companies in ASEAN, and examines the moderating role of the CEO's education level. Data was collected from non-financial companies in ASEAN for the period 2018-2022 using the Refinitiv Eikon database and other public sources. A deductive to inductive approach and panel data regression analysis techniques were employed for data analysis. The findings reveal a significant positive effect of liquidity and ESG on operational performance, while solvency does not have a significant impact. Additionally, the study shows that the CEO's education level significantly moderates the relationship between Liqudity, Solvency, and ESG scores on operational performance. This research contributes to a better understanding of the factors influencing the operational performance of companies in ASEAN and its implications for decision-making and sustainable practices. It highlights the important role of the CEO's education level in this context and extends existing knowledge by broadening the scope of independent variables and confirming previous findings.

Key words: ASEAN, Liquidity, Solvency, ESG, CEO Education, Operational Performance.


 

 

Pendahuluan

Fenomena kinerja operasional perusahaan di kawasan ASEAN menunjukkan pertumbuhan positif dalam beberapa aspek. Nilai perdagangan ASEAN yang mencapai $638 miliar per tahun berkontribusi terhadap 21% dari total perdagangan dunia sehingga mencerminkan tingginya aktivitas perdagangan di wilayah tersebut (ASEANSecretariat, 2022). Selain itu, pertumbuhan ekonomi rata-rata ASEAN sebesar 4% sampai 5% selama satu dekade terakhir menunjukkan stabilitas ekonomi yang mendukung kinerja operasional perusahaan (ADB, 2023).

Pertumbuhan perdagangan di ASEAN didukung oleh adanya peningkatan total foreign direct investment (FDI) yang diterima oleh negara-negara ASEAN. Pada tahun 2021, tercatat FDI di negara ASEAN yang mencapai $174 miliar. Hal ini juga mencerminkan minat investor asing yang tinggi dalam berinvestasi di kawasan ASEAN(CNBC, 2022). Kondisi ini didukung oleh keyakinan terhadap prospek bisnis dan kinerja operasional perusaan (ADB, 2023).

Pertumbuhan kinerja perusahaan di ASEAN juga didukung oleh implementasi kebijakan laporan keuangan berkelanjutan (sustainability reporting/SR). SR mampu tercermin melalui skor ESG dan  menandakan bahwa perusahaan di ASEAN semakin memperhatikan aspek-aspek non-keuangan dalam mengelola operasional mereka yang pada akhhirnya berdampak positif pada kinerja jangka panjang (ACSDII, 2023). Dengan demikian, fenomena ini mengindikasikan adanya tren positif dalam kinerja operasional perusahaan di kawasan ASEAN.

Adanya peningkatan kinerja operasional perusahaan di indikasikan oleh peningkatan kualitas pendidikan CEO perusahaan (Saidu, 2019).  Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seorang CEO maka semakin baik kinerja perusahaan yang dipimpin.

Penelitian Ghardallou (2022)  menemukan bahwa tingkat pendidikan dan masa jabatan CEO memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan di Arab Saudi. Hal ini berarti bahwa CEO dengan latar belakang pendidikan yang lebih baik cenderung mampu meningkatkan kinerja bisnis, terutama jika CEO memiliki gelar MBA atau diatasnya. Sementara itu, penelitian Urquhart & Zhang (2021) menunjukkan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO dengan gelar PhD cenderung memiliki kinerja yang lebih baik daripada pesaingnya, dengan peningkatan sebesar 3,03% hingga 4,65% tergantung pada peringkat universitas PhD yang dimiliki oleh CEO. Temuan ini menunjukkan bahwa pendidikan CEO memiliki dampak positif terhadap kinerja perusahaan, terutama dalam hal pengendalian biaya dan manajemen arus kas yang lebih baik.

Namun, kinerja operasional perusahaan dapat tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan CEO saja. Beberapa rasio keuangan secara tradisional telah menjadi ukuran kinerja perusahaan seperti rasio liquiditas dan solvabilitas.

Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk dengan cepat mengubah aset menjadi uang tunai atau memenuhi kewajiban jangka pendek (Fang et al., 2008). sedangkan solvabilitas menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang, termasuk pembayaran utang dan bunga (Vasiu & Gheorghe, 2014).

Rasio profitabilitas menjadi indikator  yang mewakili kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang diinvestasikan (Massadeh et al., 2021). Untuk kinerja operasional, sering kali diukur melalui indikator seperti gross profit margin (Tabash et al., 2022), dalam menilai kesehatan keuangan perusahaan, memberikan wawasan tentang jalur pertumbuhan perusahaan dan keefektifan inisiatif strategisnya.

Berdasarkan penelitian terdahulu, likuiditas perusahaan mampu berkontribusi positif terhadap kinerja operasional dan nilai perusahaan (Berger et al., 2019). Penelitian Wang (2002) menunjukkan bahwa manajemen likuiditas yang agresif dapat meningkatkan kinerja operasional dan nilai perusahaan di Taiwan dan Jepang.

Di sisi lain, adanya adanya penerapan ESG mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian Gao et al. (2023) menyebutkan bahwa peningkatan kinerja ESG pada perusahaan publik dapat meningkatkan nilai pasar perusahaan.

Adanya hubungan langsung antara Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas dan ESG memberikan bukti empiris terhadap faktor penentu kinerja perusahaan. Namun, belum ada penelitian yang secara langsung menguji apakah faktor pendidikan CEO mampu mempemperkuat atau memperlemah hubungan rasio keuangan dan ESG pada kinerja keuangan.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah tingkat pendidikan CEO mampu memoderasi hubungan antara Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, dan ESG terhadap kinerja operasional perusahaan.

Berdasarkan tujuan penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah RQ1: Apakah likuiditas berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN ?, RQ2: Apakah solvabilitas berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN ?, RQ3: Bagaimana pengaruh skor ESG terhadap kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN ? RQ4: Apakah tingkat pendidikan CEO mampu memoderasi hubungan antara likuiditas dan kinerja operasi perusahaan sektor non-keuangan di ASEAN?, RQ5: Apakah tingkat pendidikan CEO mampu memoderasi hubungan antara Solvabilitas dan kinerja operasi perusahaan sektor non-keuangan di ASEAN?, RQ6: Apakah tingkat pendidikan CEO mampu memoderasi hubungan antara ESG dan kinerja operasi perusahaan sektor non-keuangan di ASEAN?

Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pemahaman tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja operasional perusahaan di ASEAN, serta mengidentifikasi peran penting tingkat pendidikan CEO dalam konteks ini. Penelitian juga melengkapi pengetahuan yang ada dengan memperluas cakupan variabel independen dan mengonfirmasi temuan sebelumnya.

 

Hipotesis Penelitian

Likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan untuk mengonversi aset menjadi uang tunai dengan cepat tanpa menimbulkan kerugian signifikan. Semakin tinggi tingkat likuditas perusahaan, maka akan semkain tinggi kinerja operasional perusahaan (Fang et al., 2008; Lee, 2023). Hal ini karena tingkat likuiditas yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk mengelola kebutuhan kasnya dengan lebih efisien, termasuk untuk membayar utang, membiayai operasi sehari-hari, dan menghadapi situasi darurat. Dengan likuiditas yang cukup, perusahaan dapat menjaga kelancaran operasionalnya, menghindari potensi kegagalan pembayaran, dan meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan, seperti investor dan kreditur. Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini adalah:

H1: Likuiditas berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN

 

Solvabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya jangka panjang. Hal ini secara langsung akan memengaruhi kinerja operasional perusahaan. Perusahaan dengan solvabilitas yang baik cenderung memiliki akses ke modal yang lebih baik dan  memperoleh kepercayaan dari kreditor dan investor (Aziz & Rahman, 2017). Namun, tingkat solvabilitas yang terlalu tinggi juga bisa menjadi beban karena menunjukkan kurangnya alokasi dana yang efisien (Vasiu & Gheorghe, 2014). Oleh karena itu, solvabilitas yang optimal penting untuk mendukung kinerja operasional yang berkelanjutan bagi perusahaan di ASEAN.

Penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan antara rasio solvabilitas dan kinerja operasional perusahaan. Lee (2023) menyebutkan bahwa rasio solvabilitas memiliki dampak positif terhadap gross profit margin dan debt to equity ratio memiliki dampak negatif terhadap gross profit margin. Lee (2023) menyebutkan bahwa adanya hubungan negatif antara debt to equity ratio dan gross profit margin. Oleh karena itu, hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah:

H2: Solvabilitas berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN

 

Terdapat beberapa faktor yang mendorong ESG (Environmental, Social, dan Governance) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan. Pertama, pertimbangan lingkungan seperti pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan tanggung jawab lingkungan dapat memengaruhi efisiensi operasional dan berdampak pada kinerja operasional (Aybars et al., 2019). Kedua, faktor sosial termasuk praktik ketenagakerjaan, hubungan dengan masyarakat, dan keberagaman, memengaruhi produktivitas tenaga kerja, persepsi konsumen, dan daya saing pasar (Cardillo & Harasheh, 2023). Ketiga, praktik tata kelola yang kuat seperti struktur manajemen yang transparan dan pengambilan keputusan etis, mendorong kepercayaan di antara para pemangku kepentingan dan mendukung perencanaan strategis jangka panjang(Madison & Schiehll, 2021). Oleh karena itu, adanya integrasi prinsip ESG dapat meningkatkan ketahanan operasional, reputasi, dan kinerja keuangan bagi perusahaan. Berdasarkan kerangka diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3: ESG berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN

 

Tingkat pendidikan CEO secara langsung memengaruhi kemampuan mereka dalam mengelola informasi keuangan dan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan. CEO dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek keuangan dan non-keuangan perusahaan (Ya, 2015). CEO dengan gelar PhD cenderung lebih terampil dalam mengevaluasi implikasi likuiditas dan solvabilitas terhadap operasi perusahaan, serta memahami pentingnya faktor-faktor ESG dalam strategi bisnis jangka panjang (Urquhart & Zhang, 2021). Dengan demikian, CEO yang lebih terdidik dapat lebih efektif dalam mengintegrasikan faktor-faktor ini ke dalam pengambilan keputusan operasional, sehingga memperkuat hubungan antara variabel-variabel tersebut dan kinerja operasional perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H4: Pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara  likuiditas dan kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN

H5: Pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara  solvabilitas dan kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN

H6: Pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara  ESG dan kinerja operasi perusahaan non-keuangan di ASEAN

 

Metode Penelitian

Mempertimbangkan latar belakang, rumusan penelitian sampai dengan metode penelitian, jenis penelitian yang digunakan pada tesis yaitu menggunakan metode deduktif ke induktif dimana penelitian ini ingin memprediksi tingkat kinerja operasi perusahaan manufaktur di Indonesia melalui PFT yang diukur atau dari hasil manipulasi variabel independen seperti rasio arus kas, debt to equity ratio, ESG score, dan tingkat pendidikan Direktur Utama. Variabel independen tersebut akan didapatkan dari sumber data yang telah dipublikasikan melalui Refinitiv Eikon dan data sekunder yang tersedia untuk publik

Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang tercatat dan telah terdaftar di ASEAN. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan non-keuangan. Periode penelitian diambil dari tahun 2018 sampai dengan 2022, hal ini atas pertimbangan penelitian akan dibuat untuk periode lintas covid-19.

Adapun untuk jumlah penarikan sampel menggunakan metode nonprobability sampling dimana sampel ditentukan berdasarkan kebutuhan penelitian dan tingkat kemudahan yang tersedia untuk akses publik atau masyarakat umum. Sedangkan dari segi ukuran sampel pada penelitian, berjumlah 115 perusahaan selama lima tahun dengan sampel per tahun sehingga diestimasikan terdapat sejumlah 575 data yang akan digunakan dalam penelitian ini. Jumlah data tersebut, sudah lebih banyak dibandingkan jumlah data yang digunakan pada jurnal referensi utama yaitu berjumlah 328 sampel (Lee, 2023).

Model Penelitian

Model penelitian menggunakan formulasi persamaan panel data regression sebagai berikut:

Keterangan:

PFT                 = gross profit margin

CFR                = cash flow ratio

DER                = debt to equity ratio

ESG                = ESG score

EDU                = Tingkat pendidikan

COV                = Covid-19

INF                  = Tingkat Inflasi

Untuk model konseptual penelitian ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 1. Model Konseptual

Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel atau faktor yang dapat diatur atau diubah oleh peneliti dalam suatu penelitian. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa eksperimen dilaksanakan dengan konsistensi dan dapat diulang, sehingga efek dari dari variabel lain dapat diamati dengan lebih akurat (Cooper, 2014). Variabel kontrol pada studi penelitian ini yaitu menggunakan pengaturan data pada linimasa yang dikontrol dari dampak covid-19 dan Tingkat inflasi dimana terdapat kebutuhan untuk mengendalikan variasi nilai tukar dan inflasi antar negara yang berbeda (Nimtrakoon, 2015)

 

Teknik Analisis Data

Pengujian model data panel dilakukan menggunakan perangkat lunak Stata untuk mengidentifikasi model data panel yang optimal. Dataset panel, yang juga disebut sebagai data longitudinal atau dataset deret waktu cross-sectional, menghimpun pengukuran berulang dari beragam variabel selama periode waktu tertentu pada unit-unit pengamatan yang sama.

 

Uji Pemilihan Model

Menurut Gujarati & Porter (2012), Pemilihan model atau analisis data panel dapat dilakukan melalui tiga metode yang umum, yaitu Model Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Penentuan model terbaik di antara ketiga metode tersebut dapat dicapai melalui uji statistik yang meliputi (1) Uji Chow, (2) Uji Hausman, dan (3) Uji Lagrange Multiple.

 

Uji Chow

Uji Chow bertujuan untuk menguji dengan membandingkan model antara Model Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM) memiliki perbedaan yang signifikan dalam performa kedua model dalam melakukan regresi pada data panel (Gujarati & Porter, 2012).  Untuk melakukan uji pada kedua hipotesis, dilakukan Analisis dengan regresi menggunakan kedua model yang menghasilkan P-value. Jika P-value < 0,05 atau 5%, maka H0 ditolak, dan hasilnya adalah Fixed Effect Model (FEM) adalah model yang lebih sesuai dalam melakukan regresi data panel dibandingkan dengan Model Pooled Least Square (PLS). Sedangkan, jika P-value > α, maka H0 diterima yang berarti adalah Model Pooled Least Square (PLS) adalah model yang lebih sesuai dalam melakukan regresi data panel dibandingkan dengan Fixed Effect Model (FEM). (Gujarati & Porter, 2013).

 

Uji Hausman

Uji Hausman bertujuan untuk menguji dengan membandingkan antara FEM dan  REM dalam melakukan regresi pada data panel. Untuk melakukan uji pada kedua hipotesis, dilakukan analisis dengan regresi menggunakan kedua model yang menghasilkan P-value. Jika P-value <0,05, maka H0 ditolak, dan hasilnya adalah FEM adalah model yang lebih sesuai dalam melakukan regresi data panel dibandingkan dengan REM. Sedangkan, jika P-value > 0,05, maka H0 diterima yang berarti adalah REM adalah model yang lebih sesuai dalam melakukan regresi data panel dibandingkan dengan FEM (Gujarati & Porter, 2012).

 

Uji Lagrange Multiplier

Uji Lagrange Multiplier bertujuan untuk menguji dengan membandingkan antara Model PLS dengan REM dalam melakukan regresi pada data panel. Untuk melakukan uji pada kedua hipotesis, dilakukan analisis dengan regresi menggunakan kedua model yang menghasilkan P-value. Jika P-value <0,05, maka H0 ditolak, dan hasilnya adalah Model REM adalah model yang lebih sesuai dalam melakukan regresi data panel dibandingkan dengan PLS. Sedangkan, jika P-value >0,05, maka H0 diterima yang berarti adalah PLS adalah model yang lebih sesuai dalam melakukan regresi data panel dibandingkan dengan Model REM (Gujarati & Porter, 2012).

Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati & Porter (2012), Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan bahwa penelitian memiliki hasil yang valid dengan data yang digunakan dalam peneleitian tidaklah bias, konsisten dan penaksiran koefisien regresi efisien. Uji Asumsi Klasik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika hasil Uji dari Multikolinearitas menghasilkan VIF < 5 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas (Gujarati & Porter, 2012).

Uji Determinasi (R2)

Uji R2 adalah ukuran statistik yang menunjukkan seberapa baik model regresi mampu menjelaskan variasi dalam variabel dependen (Gujarati & Porter, 2012). Secara teknis, R2 merupakan proporsi variasi total dalam variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen dalam model. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1, di mana nilai yang lebih tinggi menunjukkan bahwa model memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjelaskan variasi data (Gujarati & Porter, 2012).

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil Uji Diagnostik

Tujuan dari uji diagnostik dalam analisis statistik adalah untuk mengevaluasi kecocokan model regresi atau analisis yang dilakukan dengan data yang ada. Uji diagnostik bertujuan untuk memeriksa asumsi-asumsi dasar yang mendasari model, seperti normalitas, homoskedastisitas, dan tidak adanya autokorelasi. Adapun hasil uji diagnostik pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

 

Tabel 1. Uji Normalitas

Uji Normalitas

Variabel

Pr (kurtosis)

Residual

0,06

 

Tabel 2. Uji Multikolinieritas

Variabel

VIF

1/VIF

CFR

1,46

0,683

DER

2,04

0,490

ESG

4,99

0,200

EDU

2,01

0,498

Cov19

2,65

0,377

INF

2,15

0,464

Mean VIF

2,55

-

 

Dalam analisis diagnostik, dilakukan serangkaian uji untuk menguji kesesuaian model regresi dengan data yang ada. Uji normalitas menilai apakah distribusi residual normal, dengan nilai p untuk kurtosis residual sebesar 0,06. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis nol, sehingga residual dianggap memiliki distribusi normal. Selanjutnya, Pengujian asumsi klasik menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dengan nilai cutoff sebesar 10. Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa nilai vif dari masing-masing variabel di bawah 10, yang mengindikasikan tidak terjadi multikolinieritas dalam model.


Hasil Uji Pemilihan Model

Tujuan dari uji pemilihan model adalah untuk menentukan model regresi yang paling sesuai dengan data yang tersedia. Ini penting karena dalam analisis regresi, terdapat beberapa jenis model yang bisa digunakan, seperti model tetap (fixed), model acak (random), atau model gabungan (mixed). Adapun hasil uji pemilihan model adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Uji Pemilihan Model

Pengujian Model Terbaik

Uji Chow

Uji Hausman

Uji LM

0,00

0,06

0,00

 

Berdasarkan hasil uji Chow dan uji LM yang memiliki nilai p kurang dari tingkat signifikansi 0,05, kedua uji tersebut menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara model-model yang diuji. Hal ini menandakan bahwa salah satu atau beberapa model lebih sesuai daripada yang lain. Namun, hasil uji Hausman menunjukkan nilai p lebih dari 0,05, yang mengindikasikan tidak adanya perbedaan signifikan antara model-model. Oleh karena itu, dalam konteks ini, model yang terbaik dapat ditentukan melali model REM.

 

Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini, uji hipotesis digunakan untuk menguji hubungan antara berbagai variabel yang telah ditetapkan. Melalui uji hipotesis, kita dapat menarik kesimpulan apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel-variabel tersebut atau tidak. Adapun hasil uji hipotesis dalam penelitian ini adalah:

 

Tabel 4. Uji Hipotesis

REM

 

Coefficient

z

 P>|z|

CFR

1,43384

2,43

0,015

DER

-0,00528

-1,43

0,153

ESG

0,35394

2,42

0,016

EDU

22,40152

16,80

0,000

Inf

56,14841

2,49

0,013

Cov19

-0,09329

-0,11

0,909

EDUxCFR

2,52510

2,70

0,007

EDUxDER

-0,89466

-3,29

0,001

EDUxESG

2,01545

6,03

0,000

R-Squared

0,6488

 

 

Prob>F

-

Prob>chi2

0,0000

Obs

575

 

Tabel 4 menunjukkan bahwa beberapa variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan (PFT). Hasil olah data dari model regresi menunjukkan bahwa beberapa variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan (PFT). Likuiditas (CFR) memiliki pengaruh positif dan signifikan di mana setiap peningkatan 1 unit dalam cfr meningkatkan pft sebesar 1,43 unit. Implementasi ESG (ESG) juga menunjukkan pengaruh positif dan signifikan, dengan peningkatan 1 unit dalam esg meningkatkan pft sebesar 0,35 unit.

Tingkat pendidikan CEO (EDU) memiliki pengaruh paling besar dan sangat signifikan, di mana setiap peningkatan 1 unit dalam EDU meningkatkan PFT sebesar 22,40 unit. Inflasi (INF) juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap PFT, dengan setiap peningkatan 1 unit dalam inflasi meningkatkan pft sebesar 56,15 unit. Sebaliknya, Solvabilitas Perusahaan (DER) dan dampak COVID-19 (COV19) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PFT.

Selain itu, dalam konteks uji moderasi, interaksi antara pendidikan CEO (EDU) dan Likuiditas (CFR) menjadi EDUxCFR menunjukkan pengaruh positif dan signifikan, di mana setiap peningkatan dalam interaksi ini meningkatkan PFT sebesar 2,52 unit. Hasil ini juga menunjukkan tingkat pendidikan Direktur Utama mampu memperkuat hubungan antara likuiditas dengan kinerja operasional. Interaksi antara pendidikan CEO (EDU) dan Solvabilitas (DER) menjadi EDUxDER menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan, dengan setiap peningkatan dalam interaksi ini menurunkan PFT sebesar 0,89 unit. Terakhir, Interaksi antara pendidikan CEO (EDU) dan ESG menjadi EDUxESG menunjukkan pengaruh positif dan signifikan, dengan setiap peningkatan dalam interaksi ini meningkatkan PFT sebesar 2,01 unit. Hasil ini juga menunjukkan tingkat pendidikan Direktur Utama mampu memperkuat hubungan antara ESG dengan kinerja operasional.

Untuk mengukur seberapa baik variabel independen dalam model menjelaskan variabilitas variabel dependen, penelitian ini menunjukkan uji R2. R-Squared (R²) dalam tabel regresi di atas adalah sebesar 0,6488. Ini menunjukkan bahwa sekitar 64,88% dari variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh model regresi yang melibatkan variabel independen yang diteliti. Dengan kata lain, model ini memiliki kekuatan yang cukup kuat dalam menjelaskan hubungan antara variabel-variabel tersebut, meskipun masih ada sekitar 35,12% dari variasi yang tidak dijelaskan oleh model, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam analisis.

 

Pembahasan

Pengaruh Likuiditas terhadap kinerja operasional Perusahaan ASEAN

Berdasarkan kerangka hipotesis yang telah disusun, dapat disimpulkan bahwa likuiditas (CFR) memiliki dampak positif terhadap kinerja operasional perusahaan di ASEAN. Pertama, hipotesis H1 menyatakan bahwa likuiditas memiliki dampak positif terhadap kinerja operasi. Hal ini berasal dari pemahaman bahwa likuiditas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek dengan baik, yang pada gilirannya mendukung efisiensi operasional. Dengan memiliki likuiditas yang cukup, perusahaan dapat dengan mudah membiayai operasinya, membayar kewajiban jangka pendek, dan memiliki fleksibilitas keuangan yang diperlukan untuk menghadapi situasi ekonomi yang berubah-ubah.

Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan temuan sebelumnya, seperti yang dikemukakan oleh Lee (2023) yang menunjukkan bahwa rasio likuiditas, khususnya rasio arus kas, memiliki dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan konsistensi dalam temuan bahwa likuiditas yang tinggi mendukung kinerja operasional yang lebih baik. Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan kontribusi tambahan untuk memperkuat pemahaman bahwa likuiditas memainkan peran penting dalam menentukan kinerja operasional perusahaan di ASEAN, sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

 

Pengaruh Solvabilitas terhadap kinerja operasional Perusahaan ASEAN

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa rasio solvabilitas (DER - Debt to Equity Ratio) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan di ASEAN. Hal ini terjadi karena beberapa kondisi yang dialami oleh beberapa perusahaan di ASEAN.

Pertama, Mayoritas Perusahaan di ASEAN memiliki struktur modal yang sangat beragam, namun mayoritas masih bergantung pada equity. Perbedaan dalam strategi pembiayaan ini dapat menyebabkan rasio solvabilitas tidak menjadi penentu utama kinerja operasional secara keseluruhan.

Kedua, Regulasi dan pengawasan keuangan di negara-negara ASEAN berbeda-beda. Di beberapa negara, pengawasan ketat terhadap penggunaan utang dan kepatuhan terhadap regulasi keuangan dapat membantu perusahaan mengelola rasio utang dengan lebih baik, sehingga dampak negatif terhadap kinerja operasional dapat diminimalkan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ibendahl (2016) & Sopandi et al. (2023) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara solvency ratio terhadap profitability. Hal ini terjadi karena dalam beberapa kasus, biaya utang yang tinggi mungkin tidak cukup mempengaruhi profitabilitas secara signifikan jika perusahaan mampu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya tersebut

 

Pengaruh ESG terhadap kinerja operasional Perusahaan ASEAN

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Implementasi ESG mampu meningkatkan kinerja operasional perusahaan di ASEAN karena beberapa alasan komprehensif yang berkaitan dengan keberlanjutan, reputasi, dan efisiensi operasional. Terdapat beberapa alasan mengapa ESG mampu meningkatkan kinerja operasional perusahaan. Pertama, aspek lingkungan dari ESG mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan, seperti pengurangan emisi karbon dan pengelolaan limbah yang lebih efisien. Praktik ini tidak hanya mengurangi biaya operasional jangka panjang tetapi juga menghindarkan perusahaan dari potensi denda dan regulasi yang semakin ketat terkait lingkungan.

Kedua, aspek sosial dari ESG, yang meliputi perhatian terhadap kesejahteraan karyawan, hak asasi manusia, dan kontribusi terhadap komunitas lokal, dapat meningkatkan moral dan produktivitas karyawan. Karyawan yang merasa dihargai dan bekerja dalam kondisi yang baik cenderung lebih produktif dan loyal, mengurangi turnover dan biaya rekrutmen. Ketiga, aspek tata kelola perusahaan yang baik meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam operasi bisnis, yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan investor dan pemangku kepentingan lainnya.

Di ASEAN, di mana negara-negara seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia sedang memperkuat regulasi terkait ESG, perusahaan yang menerapkan standar ESG yang tinggi dapat memperoleh keunggulan kompetitif. Investor global semakin mengutamakan investasi yang berkelanjutan, dan perusahaan di ASEAN yang mematuhi standar ESG lebih mudah mendapatkan akses ke modal dan mitra bisnis. Selain itu, konsumen juga semakin sadar akan isu-isu keberlanjutan dan cenderung mendukung perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.

Dalam konteks ASEAN, di mana keberagaman budaya dan ekonomi menuntut pendekatan yang sensitif dan inklusif, implementasi ESG yang efektif dapat membantu perusahaan menavigasi tantangan regional dan memanfaatkan peluang pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan demikian, ESG tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan sosial tetapi juga langsung mempengaruhi kinerja operasional dan profitabilitas perusahaan.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Aybars et al. (2019) yang menyebutkan bahwa ESG berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Hasil ini memperkuat bukti bahwa implementasi ESG mampu meningkatkan kinerja operasional perusahaan terutama di wilayah ASEAN.

 

Moderasi Tingkat Pendidikan Direktur Utama dalam Hubungan Rasio Likuiditas dan Kinerja Operasional Perusahaan ASEAN

Direktur Utama dengan pendidikan tinggi diharapkan memiliki kemampuan manajerial dan strategis yang lebih baik, yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih efektif, termasuk dalam mengelola likuiditas. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara likuiditas dan kinerja operasional secara signifikan.

Pendidikan CEO mampu memperkuat hubungan antara likuiditas dan kinerja operasional perusahaan di ASEAN karena pendidikan yang lebih tinggi umumnya memberikan CEO keterampilan manajerial dan pemahaman yang lebih baik tentang strategi keuangan dan operasional. CEO dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki kemampuan analitis yang kuat dan pengetahuan yang mendalam tentang manajemen risiko, yang penting dalam mengelola likuiditas perusahaan. Likuiditas yang baik memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dan menginvestasikan dana dalam proyek-proyek yang menguntungkan. Dengan pemahaman yang baik tentang analisis keuangan dan manajemen kas, CEO yang terdidik dapat membuat keputusan yang lebih tepat waktu dan strategis mengenai alokasi sumber daya, yang pada gilirannya meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitas perusahaan.

Di ASEAN, di mana pasar seringkali berfluktuasi dan menghadapi tantangan ekonomi yang unik, kemampuan untuk secara efektif mengelola likuiditas menjadi semakin kritis. CEO yang terdidik dapat menggunakan pengetahuan mereka untuk memprediksi dan merespons perubahan pasar dengan lebih cepat dan efektif, memastikan bahwa perusahaan tetap likuid bahkan dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti. Mereka juga lebih mungkin untuk mengimplementasikan sistem dan proses yang meningkatkan transparansi dan efisiensi operasional yang pada akhirnya akan memperkuat hubungan antara likuiditas dan kinerja operasional. Oleh karena itu, pendidikan CEO memainkan peran kunci dalam mengoptimalkan penggunaan likuiditas untuk mendorong kinerja operasional yang superior di perusahaan-perusahaan ASEAN.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian King et al. (2016), Bhagat et al. (2010) dan Ya (2015) yang menyebutkan bahwa pendidikan direktur utama berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini terjadi adanya  Direktur Utama (CEO) yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih relevan dengan kegiatan managerial perusahaan.

 

 

Moderasi Tingkat Pendidikan Direktur Utama dalam Hubungan Rasio Solvabilitas dan Kinerja Operasional Perusahaan ASEAN

Penelitian ini menemukan bahwa tingkat pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara solvabilitas dan kinerja operasional perusahaan di ASEAN. Pendidikan CEO mampu memperkuat hubungan antara solvabilitas dan kinerja operasional perusahaan di ASEAN karena CEO yang terdidik biasanya memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang prinsip-prinsip keuangan dan manajemen strategis yang esensial untuk menjaga dan meningkatkan solvabilitas perusahaan.

Solvabilitas yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya, adalah indikator kunci dari kesehatan finansial jangka panjang. CEO dengan latar belakang pendidikan yang kuat, terutama dalam bidang keuangan atau bisnis, cenderung memiliki keterampilan analitis yang dibutuhkan untuk mengevaluasi struktur modal, mengelola utang secara efisien, dan membuat keputusan investasi yang bijaksana.

Di kawasan ASEAN, di mana perusahaan sering beroperasi di pasar yang dinamis dan menghadapi berbagai tantangan ekonomi, kemampuan untuk mengelola solvabilitas dengan baik sangat penting. CEO yang berpendidikan tinggi dapat menerapkan strategi keuangan yang lebih canggih dan inovatif, seperti diversifikasi sumber pendanaan atau restrukturisasi utang, untuk menjaga solvabilitas perusahaan. Mereka juga lebih mampu mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efisiensi operasional melalui pemangkasan biaya atau peningkatan produktivitas, yang pada gilirannya dapat memperbaiki margin keuntungan dan kinerja keseluruhan perusahaan. Dengan demikian, pendidikan CEO tidak hanya meningkatkan kemampuan untuk mengelola solvabilitas tetapi juga memfasilitasi penerapan praktik-praktik terbaik yang mengoptimalkan kinerja operasional. Ini menghasilkan perusahaan yang lebih tangguh dan mampu beradaptasi di tengah ketidakpastian ekonomi di ASEAN

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian King et al. (2016) dan Bhagat et al. (2010) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan antara pendidikan CEO terhadap kinerja perusahaan. Temuan ini memberikan bukti empiris bahwa dalam konteks perusahaan ASEAN, tingkat pendidikan CEO akan meningkatkan kinerja perusahaan.

 

Moderasi Tingkat Pendidikan Direktur Utama dalam Hubungan ESG dan Kinerja Operasional Perusahaan ASEAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi hubungan antara skor ESG (Environmental, Social, Governance). Terdapat beberapa alasan komprehensif dapat menjelaskan mengapa hasil ini bisa terjadi pada perusahaan di ASEAN.

Pendidikan CEO mampu memperkuat hubungan antara ESG dan kinerja operasional perusahaan di ASEAN karena CEO yang terdidik cenderung memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya praktik berkelanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan. Pendidikan yang lebih tinggi, terutama dalam bidang bisnis, manajemen, atau ilmu lingkungan, membekali CEO dengan pengetahuan tentang bagaimana ESG dapat diintegrasikan ke dalam strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja operasional. Mereka memahami bahwa penerapan praktik ESG yang baik tidak hanya memenuhi kepatuhan regulasi tetapi juga dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif.

Di kawasan ASEAN, di mana keberlanjutan dan tanggung jawab sosial semakin mendapatkan perhatian, CEO yang berpendidikan tinggi dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan budaya perusahaan yang berfokus pada keberlanjutan. Mereka lebih mungkin untuk menerapkan kebijakan yang mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan kesejahteraan karyawan, dan memperkuat tata kelola perusahaan. Dengan pemahaman yang baik tentang ESG, CEO dapat mengidentifikasi peluang untuk inovasi yang berkelanjutan, mengurangi biaya melalui efisiensi energi, dan meningkatkan reputasi perusahaan di mata pemangku kepentingan.

Hasil penelitian in sejalan dengan penelitian King et al. (2016) yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara Pendidikan CEO dan Kinerja perusahaan. Temuan ini memberikan bukti empiris bahwa dalam konteks perusahaan ASEAN, tingkat pendidikan CEO akan meningkatkan kinerja perusahaan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, hasil yang menjawab pertanyaan penelitian adalah: (1) Likuiditas memiliki dampak positif signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan di ASEAN. Hal ini terjadi karena likuiditas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek dengan baik. (2) Solvabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan di ASEAN. Hal ini terjadi karena mayoritas perusahaan di ASEAN memiliki struktur modal yang beragam namun sebagian besar masih bergantung pada ekuitas. (3) Implementasi ESG berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan di ASEAN. ESG dapat meningkatkan kinerja operasional perusahaan melalui berbagai cara. Hal ini terjadi karena praktik ramah lingkungan mengurangi biaya operasional jangka panjang dan menghindari denda regulasi.  (4) Pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi secara positif hubungan antara likuiditas dan kinerja operasional perusahaan. Hal ini terjadi karena Direktur Utama dengan pendidikan tinggi memiliki kemampuan manajerial dan strategis yang lebih baik, termasuk dalam mengelola likuiditas. (5) Pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi secara signifikan hubungan antara solvabilitas dan kinerja operasional perusahaan. Hal ini terjadi karena Direktur Utama dengan latar belakang pendidikan yang kuat memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang prinsip-prinsip keuangan dan manajemen strategis yang esensial untuk menjaga solvabilitas perusahaan. (6) Pendidikan Direktur Utama mampu memoderasi secara signifikan hubungan antara ESG dan kinerja operasional. Hal ini terjadi karena Direktur Utama yang terdidik cenderung memiliki pemahaman mendalam tentang pentingnya praktik berkelanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan.

 

BIBLIOGRAFI

 

ACSDII. (2023). ASEAN Sustainability Reporting Standards. Https://Www.Asean-Csr-Network.Org/c/Images/Resources/Reports/2023_Sustainability_Reporting_in_ASEAN_Count.

ADB. (2023). Asian Development Outlook 2024. Https://Www.Adb.Org/Publications/Asian-Development-Outlook-April-2023.

Alarussi, A. S., & Alhaderi, S. M. (2018). Factors affecting profitability in Malaysia. Journal of Economic Studies, 45(3), 442–458. https://doi.org/10.1108/JES-05-2017-0124

Alshehhi, A., Nobanee, H., & Khare, N. (2018). The impact of sustainability practices on corporate financial performance: Literature trends and future research potential. In Sustainability (Switzerland). 10(2). MDPI. https://doi.org/10.3390/su10020494

ASEAN Secretariat. (2022). ASEAN Trade in Goods 2022. Https://Www.Aseanstats.Org/Publication/Asyb2022/.

Aybars, A., Ataünal, L., & Gurbuz, A. O. (2019). ESG and Financial Performance. Advances in Business Strategy and Competitive Advantage. https://doi.org/10.4018/978-1-5225-7180-3.CH029

Aydoğmuş, M., Gülay, G., & Ergun, K. (2022). Impact of ESG performance on firm value and profitability. In Borsa Istanbul Review. 22. S119–S127). Borsa Istanbul Anonim Sirketi. https://doi.org/10.1016/j.bir.2022.11.006

Aziz, A., & Rahman, A. A. (2017). International Journal of Economics and Financial Issues The Relationship between Solvency Ratios and Profitability Ratios: Analytical Study in Food Industrial Companies listed in Amman Bursa. International Journal of Economics and Financial Issues, 7(2), 86–93. http:www.econjournals.com

Berger, A. N., Boubakri, N., Guedhami, O., & Li, X. (2019). Liquidity creation performance and financial stability consequences of Islamic banking: Evidence from a multinational study. Journal of Financial Stability, 44. https://doi.org/10.1016/j.jfs.2019.100692

Bhagat, S., Bolton, B., & Subramanian, A. (2010). CEO Education, CEO Turnover, and Firm Performance. ERN: CEO & Executive Motivation & Incentives (Topic). https://doi.org/10.2139/ssrn.1670219

Cardillo, G., & Harasheh, M. (2023). Stay close to me: What do ESG scores tell about the deal timing in M&A transactions? Finance Research Letters, 51. https://doi.org/10.1016/j.frl.2022.103498

CNBC. (2022). FDI ASEAN Naik 20,4%, Tertinggi Sejak 2017. Https://Www.Cnbc.Com/Asia-Fx/.

Cooper, D. R. (2014). (CS) Business Research Methods, 12th Edition - Donald R Cooper,.

Fang, V. W., Noe, T., & Tice, S. (2008). Stock Market Liquidity and Firm Value. Monetary Economics. https://doi.org/10.1016/J.JFINECO.2008.08.007

Friede, G., Busch, T., & Bassen, A. (2015). ESG and financial performance: aggregated evidence from more than 2000 empirical studies. Journal of Sustainable Finance and Investment, 5(4), 210–233. https://doi.org/10.1080/20430795.2015.1118917

Gao, S., Meng, F., Wang, W., & Chen, W. (2023). Does ESG always improve corporate performance? Evidence from firm life cycle perspective. 11. https://doi.org/10.3389/fenvs.2023.1105077

Ghardallou, W. (2022). Corporate Sustainability and Firm Performance: The Moderating Role of CEO Education and Tenure. Sustainability. https://doi.org/10.3390/su14063513

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2012). Dasar-dasar ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat, 1.

Gunawan, J., Permatasari, P., & Fauzi, H. (2022). The evolution of sustainability reporting practices in Indonesia. Journal of Cleaner Production, 358. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2022.131798

Hambrick, D. C. (2007). Upper Echelons Theory: An Update. In Source: The Academy of Management Review. 32(2). https://about.jstor.org/terms

Hambrick, D. C., & Mason, P. A. (1984). Upper echelons: The organization as a reflection of its top managers. Academy of Management Review, 9(2), 193–206.

Ibendahl, G. (2016). Using Solvency Ratios to Predict Future Profitability. Journal of American Society of Farm Managers and Rural Appraisers, 2015, 195–201. https://doi.org/10.22004/AG.ECON.236666

Imperiale, F., Pizzi, S., & Lippolis, S. (2023). Sustainability reporting and ESG performance in the utilities sector. Utilities Policy, 80. https://doi.org/10.1016/j.jup.2022.101468

King, T., Srivastav, A., & Williams, J. M. (2016). What’s in an education? Implications of CEO education for bank performance. Journal of Corporate Finance, 37, 287–308. https://doi.org/10.1016/J.JCORPFIN.2016.01.003

Lee, C. C. (2023). Analyses of the operating performance of information service companies based on indicators of financial statements. Asia Pacific Management Review. https://doi.org/10.1016/j.apmrv.2023.01.002

Madison, N., & Schiehll, E. (2021). The Effect of Financial Materiality on ESG Performance Assessment. Sustainability. https://doi.org/10.3390/SU13073652

Massadeh, D. D., Khatib, A. Y. A., & Khanji, I. M. (2021). Analyzing The Profitability Indicators For Islamic Banks In Jordan. International Journal of Economics and Finance Studies, 13(1), 67–89. https://doi.org/10.34109/ijefs.202112225

Nimtrakoon, S. (2015). The relationship between intellectual capital, firms’ market value and financial performance: Empirical evidence from the ASEAN. Journal of Intellectual Capital, 16(3), 587–618. https://doi.org/10.1108/JIC-09-2014-0104

Saidu, S. (2019). CEO characteristics and firm performance: focus on origin, education and ownership. Journal of Global Entrepreneurship Research, 9(1). https://doi.org/10.1186/s40497-019-0153-7

Sopandi, A., Marendra, I. G., Januari, N., Gunawan, R. A., Haditya, T. D., Pamulang, U., & Marendra, G. (2023). The Effect of Liquidity and Solvency on Company Profitability Levels (Empirical Study of Pulp and Paper Sub-Sector Manufacturing Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange in 2017-2021). Asian Journal of Applied Business and Management. https://doi.org/10.55927/ajabm.v2i3.4477

Tabash, M. I., Abdulkarim, F. M., Akinlaso, M. I., & Dhankar, R. S. (2022). Islamic banking and economic growth: fresh insights from Nigeria using autoregressive distributed lags (ARDL) approach. African Journal of Economic and Management Studies, 13(4), 582–597. https://doi.org/10.1108/AJEMS-03-2021-0138

Urquhart, A., & Zhang, H. (2021). PhD CEOs and firm performance. European Financial Management. https://doi.org/10.1111/EUFM.12316

Vasiu, D. E., & Gheorghe, I. (2014). Case Study Regarding Solvency Analysis, during 2006-2012, of the Companies having the Business Line in Industry and Construction, Listed and Traded on the Bucharest Stock Exchange. Procedia Economics and Finance, 16, 258–269. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(14)00799-0

Wang, Y.-J. (2002). Liquidity management, operating performance, and corporate value: evidence from Japan and Taiwan. Journal of Multinational Financial Management, 12, 159–169. https://doi.org/10.1016/S1042-444X(01)00047-0

Ya, L. (2015). Effects of CEO education background on firm performance. Journal of Tsinghua University. https://consensus.app/papers/effects-education-background-firm-performance-ya/f55209f21dc35783935a6dd5649e1c8a/

 

Copyright holder:

Raymond Dovanov, Arief Wibisono Lubis (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: