Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 6, Juni 2024

 

STEREOTIP TERHADAP PERAN LAKI-LAKI SEBAGAI JURU MASAK (STUDI KOMUNIKASI GENDER)

 

Nindyo Andyaning Pandusaputri1, Jeffrey Hendrawan2, Rachmat Bintang Ramadhan Mokodompit3

Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Komunikasi gender merupakan sebuah konsep yang merujuk pada cara berkomunikasi yang berbeda antara pria dan Wanita. Hal ini dipengaruhi oleh peran dan stereotip yang melekat pada masing-masing gender dalam masyarakat. Salah satu contohnya adalah stereotip terkait peran laki-laki sebagai juru masak. Dalam masyarakat patriarki, peran laki-laki sering dikonotasikan dengan kekuatan dan kemandirian, sedangkan peran wanita lebih sering diidentikkan dengan kebersihan dan kemampuan dalam membantu rumah tangga. Stereotip ini juga mempengaruhi persepsi terhadap laki-laki sebagai juru masak. Tidak jarang, mereka dianggap tidak memiliki kemampuan atau minat dalam hal memasak karena dianggap sebagai tugas yang lebih cocok untuk wanita. Namun, peran ini sedang mengalami pergeseran secara bertahap. Semakin banyak laki-laki yang mulai memasak dan berprofesi sebagai juru masak Namun, stereotip yang melekat masih menjadi masalah yang perlu dibahas. Bagaimana stereotip tersebut mempengaruhi komunikasi gender dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak? Dengan demikian, tulisan ini akan membahas tentang komunikasi gender dan stereotip terhadap peran laki-laki sebagai juru masak. Beberapa pertanyaan yang akan dijawab diantaranya adalah bagaimana budaya patriarki dan gender mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap laki-laki sebagai juru masak, bagaimana komunikasi gender terjadi dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak, apa dampak dari stereotip tersebut terhadap komunikasi gender dan peran laki-laki dalam memasak serta faktor apa yang mempengaruhi laki-laki berperan sebagai juru masak. Dengan pembahasan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas peran gender dan komunikasi dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak.

Kata kunci: komunikasi gender, stereotip, peran laki-laki, juru masak, memasak

 

Abstract

Gender communication is a concept that refers to the different ways of communicating between men and women. This is influenced by the roles and stereotypes attached to each gender in society. One example is the stereotype related to men's role as cooks. In a patriarchal society, men's roles are often connoted with strength and independence, while women's roles are more often identified with cleanliness and domestic help. This stereotype also affects the perception of men as cooks. It is not uncommon for them to be perceived as not having the ability or interest in cooking as it is considered a task better suited for women. However, this role is gradually shifting. More and more men are starting to cook and work as cooks, however, the stereotypes attached are still an issue that needs to be discussed. How do these stereotypes affect gender communication in the context of men's roles as cooks? Thus, this paper will discuss gender communication and stereotypes towards the role of men as cooks. Some of the questions that will be answered include how patriarchal culture and gender affect people's perceptions of men as cooks, how gender communication occurs in the context of men's roles as cooks, what is the impact of stereotypes on gender communication and men's roles in cooking and what factors influence men's roles as cooks. With this discussion, it is hoped that it can provide a deeper understanding of the complexity of gender roles and communication in the context of men's roles as cooks.

Keywords: gender communication, stereotyping, male role, cook, cooking

 

Pendahuluan

Komunikasi gender adalah studi tentang bagaimana perbedaan gender mempengaruhi cara orang berkomunikasi dan berinteraksi. Menurut Tannen (1990), laki-laki dan perempuan sering kali menggunakan gaya komunikasi yang berbeda karena pengaruh norma-norma sosial dan budaya. Stereotip gender adalah pandangan umum atau prasangka tentang atribut atau peran yang seharusnya dimiliki oleh laki-laki atau perempuan. Wood & Fixmer-Oraiz, (2019) menyatakan bahwa stereotip gender dipertahankan melalui komunikasi sehari-hari dan representasi media, yang secara terus-menerus memperkuat peran tradisional gender dalam masyarakat. Dalam masyarakat patriarki, peran gender sering kali didefinisikan secara kaku, di mana laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pengurus rumah tangga. DeVault, (1991) menjelaskan bahwa memasak di rumah sering kali dianggap sebagai tugas perempuan, meskipun laki-laki mendominasi profesi memasak di dapur profesional. Harris & Giuffre, (2015) menemukan bahwa meskipun banyak laki-laki yang sukses sebagai juru masak profesional, mereka masih menghadapi stereotip negatif yang meragukan kemampuan mereka dalam konteks domestik. Stereotip ini mempengaruhi bagaimana laki-laki dipersepsikan dan memandang peran mereka sendiri sebagai juru masak dalam berbagai konteks sosial.

Salah satu stereotip gender yang cukup menonjol adalah pandangan bahwa memasak di rumah adalah tugas perempuan, sementara memasak secara profesional di dapur restoran sering kali didominasi oleh laki-laki. Masyarakat patriarki, yang mengatur peran gender secara hierarkis dan kaku, cenderung mempertahankan stereotip tersebut. Eagly & Wood, (2012) menjelaskan bahwa stereotip gender terbentuk dari peran sosial yang diatributkan kepada jenis kelamin tertentu, di mana laki-laki seringkali diasosiasikan dengan peran dominan dan perempuan dengan peran pendukung. Dalam konteks profesi memasak, stereotip ini dapat mempengaruhi bagaimana laki-laki dipersepsikan dan bagaimana mereka memandang peran mereka sendiri dalam pekerjaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami bagaimana stereotip gender mempengaruhi peran laki-laki sebagai juru masak. Penelitian ini juga akan mengkaji bagaimana komunikasi gender berperan dalam membentuk dan mempertahankan stereotip tersebut. Harris & Giuffre, (2015) menunjukkan bahwa meskipun laki-laki mendominasi dapur profesional, mereka masih menghadapi stereotip yang meragukan kemampuan mereka dalam memasak di konteks domestik. Dengan memahami dinamika ini, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru tentang bagaimana stereotip gender dapat diatasi atau diubah melalui komunikasi yang lebih inklusif dan setara.

         Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan mengkaji fenomena tentang peran laki-laki sebagai juru masak dalam masyarakat patriarki (Wien et al., 2021). Bagaimana komunikasi gender mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap peran laki-laki sebagai juru masak? Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap peran laki-laki sebagai juru masak dalam masyarakat patriarki? bagaimana komunikasi gender terjadi dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak, apa dampak dari stereotip tersebut terhadap komunikasi gender dan peran laki-laki dalam memasak serta faktor apa yang mempengaruhi laki-laki berperan sebagai juru masak. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena peran laki-laki sebagai juru masak dalam masyarakat patriarki, serta menjelaskan bagaimana komunikasi gender mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap peran tersebut. Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi studi tentang komunikasi gender dan membuka wawasan yang lebih luas tentang stereotip gender yang masih melekat dalam masyarakat.

Artikel ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.   Meningkatkan pemahaman tentang stereotip gender terhadap peran laki-laki sebagai juru masak.

2.   Mengungkap dampak stereotip gender terhadap komunikasi gender dan peran laki-laki dalam profesi memasak.

3.   Memberikan rekomendasi untuk mengatasi stereotip gender dan meningkatkan peran laki-laki dalam profesi memasak.

 

Metode Penelitian

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi dan memahami bagaimana stereotip gender mempengaruhi peran laki-laki sebagai juru masak. Pendekatan kualitatif dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang persepsi, pengalaman, dan pandangan subjek penelitian melalui interaksi langsung dan analisis naratif (Creswell, 2016; Denzin & Lincoln, 2011).

 

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus memungkinkan peneliti untuk melakukan eksplorasi mendalam terhadap fenomena stereotip gender dalam konteks spesifik, yaitu peran laki-laki sebagai juru masak (Yin, 2018). Penelitian ini akan mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk wawancara, observasi, dan analisis dokumen.

 

Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan observasi partisipatif:

1)    Wawancara Mendalam: Menggunakan pedoman wawancara semi-terstruktur untuk mengeksplorasi pengalaman dan pandangan juru masak laki-laki terkait stereotip gender. Wawancara ini akan mencakup pertanyaan terbuka yang memungkinkan subjek untuk berbagi cerita dan pandangan mereka secara bebas (Kvale & Brinkmann, 2009)

2)    Observasi Partisipatif: Peneliti akan melakukan observasi di tempat kerja (dapur restoran) untuk melihat interaksi dan dinamika yang terjadi secara langsung (Patton, 2002).

 

Prosedur Pengumpulan Data (SLR)

Prosedur pengumpulan data akan dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:

1)    Persiapan: Menyiapkan instrumen wawancara dan melakukan uji coba untuk memastikan pertanyaan dapat menggali informasi yang diinginkan (Bryman, 2016).

2)    Seleksi Subjek Penelitian: Memilih subjek penelitian yang memenuhi kriteria, yaitu juru masak laki-laki dengan pengalaman kerja di dapur profesional.

3)    Pengumpulan Data:

a)     Wawancara Mendalam: Melakukan wawancara dengan juru masak laki-laki, merekam dan mencatat hasil wawancara.

b)    Observasi Partisipatif: Melakukan observasi langsung di dapur restoran, mencatat interaksi dan dinamika yang berkaitan dengan gender.

c)     Literatur Sistematis (SLR): Melakukan tinjauan literatur sistematis untuk mengumpulkan dan menganalisis penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik ini. Langkah-langkah SLR meliputi; (1) menentukan kata kunci dan database yang akan digunakan, (2) menyaring artikel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dan (3) menganalisis dan mensintesis temuan dari artikel yang terpilih (Tranfield et al., 2003).

 

Analisis Data

Analisis data akan dilakukan melalui beberapa langkah:

1)    Transkripsi dan Koding: Mentranskrip hasil wawancara dan mengkode data untuk mengidentifikasi tema dan pola yang muncul (Braun & Clarke, 2006)

2)    Analisis Tematik: Menggunakan analisis tematik untuk mengidentifikasi tema utama yang berkaitan dengan stereotip gender dan peran laki-laki sebagai juru masak (Guest et al., 2012).

3)    Triangulasi Data: Menggunakan triangulasi data dari berbagai sumber (wawancara, observasi, dan literatur) untuk memastikan validitas dan reliabilitas temuan (Flick, 2022).

4)    Interpretasi Data: Menginterpretasikan hasil analisis dalam konteks teori komunikasi gender dan literatur yang relevan, serta menghubungkannya dengan tujuan penelitian (Silverman, 2013).

 

Hasil Dan Pembahasan

Analisis Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Laki-Laki Sebagai Juru Masak

Dalam masyarakat Indonesia, peran laki-laki dan perempuan sudah lama dibatasi oleh pandangan stereotip yang menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam mencari nafkah dan perempuan sebagai pengurus rumah tangga (Enaifoghe, 2023). Hal ini berdampak pada persepsi masyarakat terhadap peran laki-laki sebagai juru masak. Stereotip tersebut telah mengakar dalam masyarakat dan mempengaruhi persepsi terhadap laki-laki yang memilih profesi sebagai juru masak (Wien et al., 2021). Dalam konteks ini, laki-laki yang memilih profesi tersebut seringkali dianggap 'tidak gagah' atau 'tidak maskulin' karena dianggap meninggalkan peran tradisional sebagai pencari nafkah. Selain itu, seringkali laki-laki yang bekerja sebagai juru masak dipandang rendah dan dianggap sebagai pilihan karir yang terpinggirkan.

Persepsi masyarakat terhadap laki-laki sebagai juru masak juga dipengaruhi oleh citra dan imajinasi gender yang terbentuk melalui media massa dan budaya populer. Melalui media, seringkali laki-laki ditampilkan sebagai figuran yang hanya berperan sebagai pelengkap atau pembantu dari perempuan yang lebih dominan (Agustin, 2013). Hal ini memperkuat stereotip yang menganggap peran laki-laki di dapur hanya sebatas sebagai pembantu atau pengganti ketika perempuan tidak bisa memasak (Szabo, 2014). Stereotip ini juga turut mempengaruhi persepsi laki-laki sendiri terhadap profesi sebagai juru masak. Banyak laki-laki yang menganggap pekerjaan tersebut tidak menjadi pilihan karir yang menjanjikan dan lebih memilih profesi yang dianggap lebih 'maskulin'. Hal ini dapat mengakibatkan sulitnya mencari laki-laki yang memilih bekerja sebagai juru masak, sehingga banyak perusahaan yang lebih memprioritaskan perekrutan perempuan untuk posisi tersebut (Neuman et al., 2017).

Namun demikian, persepsi masyarakat terhadap laki-laki sebagai juru masak telah berangsur-angsur berubah seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan paradigma gender dalam masyarakat (Ranteallo et al., 2020). Semakin banyak laki-laki yang memilih profesi sebagai juru masak dan bekerja di industri kuliner, sehingga pandangan bahwa memasak hanya merupakan tugas perempuan semakin memudar. Selain itu, semakin banyak pula laki-laki yang meningkatkan keterampilan memasak mereka dan terlibat dalam aktivitas memasak di rumah, yang sebelumnya dianggap sebagai tugas perempuan. Dengan demikian, persepsi masyarakat terhadap laki-laki sebagai juru masak sedang mengalami perubahan Brooks, (2023), meskipun belum sepenuhnya dapat dihilangkan. Diperlukan langkah-langkah edukasi dan pemberdayaan gender yang lebih konkrit untuk mengubah stereotip gender yang mengikat peran laki-laki dan perempuan. Pendidikan dan media dapat memainkan peranan penting dalam hal ini, dengan menghilangkan citra yang memperkuat stereotip dan memperkenalkan laki-laki sebagai bagian yang setara dalam hal memasak.

 

Komunikasi Gender dalam Konteks Peran Laki-laki sebagai Juru Masak

Penelitian ini mengungkap bahwa komunikasi gender memainkan peran penting dalam membentuk dan mempertahankan stereotip gender dalam konteks profesi juru masak. Dari hasil wawancara mendalam, teridentifikasi beberapa pola komunikasi yang khas antara juru masak laki-laki dan lingkungan kerja mereka. Misalnya, banyak subjek penelitian mengungkapkan bahwa mereka sering menggunakan gaya komunikasi yang lebih tegas dan langsung untuk menegaskan otoritas dan keahlian mereka di dapur, yang sering kali diasosiasikan dengan maskulinitas (Tannen, 1990; M. Wood, 2017).

Selain itu, observasi partisipatif menunjukkan bahwa juru masak laki-laki cenderung menghindari bahasa yang dianggap "lembut" atau "feminin" dalam interaksi sehari-hari mereka. Mereka lebih memilih bahasa yang menunjukkan ketegasan dan kontrol, yang sesuai dengan stereotip maskulin tradisional. Pola ini terlihat jelas dalam cara mereka memberikan instruksi dan umpan balik kepada anggota tim lainnya (Connell, 2012).

 

Dampak Stereotip Gender terhadap Komunikasi Gender dan Peran Laki-laki dalam Memasak

Stereotip gender memiliki dampak signifikan terhadap komunikasi gender dan peran laki-laki dalam profesi memasak. Berdasarkan data yang dikumpulkan, banyak juru masak laki-laki merasa perlu membuktikan diri mereka lebih keras karena adanya ekspektasi bahwa memasak adalah pekerjaan perempuan di lingkungan rumah tangga. Hal ini menyebabkan mereka mengadopsi gaya komunikasi yang lebih agresif dan kompetitif untuk mengukuhkan posisi mereka di dapur profesional (Eagly & Wood, 2012; Harris & Giuffre, 2015).

Penelitian ini juga menemukan bahwa stereotip gender dapat mempengaruhi persepsi dan interaksi antar pribadi di tempat kerja. Misalnya, juru masak laki-laki sering kali merasa harus bekerja lebih keras untuk mengatasi anggapan bahwa mereka kurang cocok untuk pekerjaan domestik seperti memasak. Ini tercermin dalam upaya mereka untuk menonjolkan kemampuan mereka melalui prestasi dan pengakuan profesional (DeVault, 1991; Imazio et al., 2009).

Dampak negatif dari stereotip gender juga terlihat dalam tekanan yang dialami oleh juru masak laki-laki untuk selalu tampil maskulin dan kuat, bahkan dalam situasi stres tinggi. Tekanan ini sering kali menyebabkan stres tambahan dan mempengaruhi kesejahteraan emosional mereka (Connell, 2012)

 

Hubungan antara Komunikasi Gender dan Stereotip Gender dalam Konteks Peran Laki-laki sebagai Juru Masak

Stereotip gender merupakan persepsi dan keyakinan yang diberikan oleh masyarakat terhadap peran yang harus dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sesuai dengan jenis kelaminnya (Liu et al., 2023). Stereotip gender seringkali membatasi peran yang dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak Cano, (2019) stereotip gender seringkali membatasi laki-laki untuk terlibat dalam aktivitas memasak dan menganggap bahwa pekerjaan tersebut lebih cocok untuk perempuan (Wien et al., 2021).

Berikut adalah beberapa hubungan antara komunikasi gender dan stereotip gender dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak:

1)    Pembentukan Persepsi Stereotip Gender

Komunikasi gender memiliki peran penting dalam pembentukan persepsi dan keyakinan stereotip gender terhadap peran laki-laki sebagai juru masak. Melalui proses komunikasi (Szabo, 2014), masyarakat akan menerima informasi dan pesan-pesan yang memperkuat stereotip tersebut, seperti bahwa pekerjaan memasak adalah tugas perempuan dan laki-laki seharusnya tidak terlibat dalamnya.

2)    Pemertahanan Stereotip Gender

Komunikasi gender juga mempertahankan stereotip gender yang telah terbentuk dalam masyarakat Afanin, (2023), termasuk stereotip terhadap peran laki-laki sebagai juru masak. Penerimaan dan penyebaran pesan-pesan yang memperkuat stereotip tersebut dalam komunikasi sehari-hari akan memperkuat persepsi negatif terhadap laki-laki yang terlibat dalam tugas-tugas domestik seperti memasak.

3)    Pengaruh Media

Media juga memiliki peran dalam mempertahankan dan memperkuat stereotip gender terhadap peran laki-laki sebagai juru masak. Banyaknya tayangan televisi dan media sosial yang menggambarkan bahwa memasak adalah tugas khusus perempuan dapat mempengaruhi masyarakat untuk memandang rendah laki-laki yang memasak (Rosyidah & Nurwati, 2019).

4)    Komunikasi Keluarga

Komunikasi yang terjadi dalam keluarga juga berperan dalam memperkuat stereotip gender terhadap peran laki-laki sebagai juru masak (Kiprotich & Chang’orok, 2017). Banyak keluarga yang masih menganggap bahwa laki-laki seharusnya tidak terlibat dalam aktivitas memasak, sehingga anak-anak dari keluarga tersebut akan tumbuh dengan persepsi yang sama.

5)    Perubahan Persepsi Melalui Komunikasi

Meskipun komunikasi gender memperkuat stereotip gender terhadap peran laki-laki sebagai juru masak, tetapi komunikasi juga dapat membawa perubahan. Melalui proses komunikasi yang efektif dan edukatif, masyarakat dapat menyadari bahwa semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, dapat terlibat dalam aktivitas memasak tanpa harus diidentifikasi dengan peran gender tertentu (Cano, 2019).

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi gender dan stereotip gender saling berhubungan dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak. Komunikasi gender memainkan peran penting dalam mempertahankan dan memperkuat stereotip gender yang ada dalam masyarakat, termasuk stereotip terhadap peran laki-laki sebagai juru masak. Namun, melalui proses komunikasi yang efektif dan edukatif, masyarakat dapat menyadari bahwa semua orang dapat terlibat dalam aktivitas memasak tanpa harus diidentifikasi dengan peran gender tertentu.

 

Kesimpulan

Artikel ilmiah "Stereotip Terhadap Peran Laki-laki Sebagai Juru Masak (Studi Komunikasi Gender)" membahas tentang bagaimana stereotip gender mempengaruhi peran laki-laki sebagai juru masak dalam masyarakat patriarki. Penelitian ini mengkaji bagaimana komunikasi gender terjadi dalam konteks peran laki-laki sebagai juru masak, apa dampak dari stereotip tersebut terhadap komunikasi gender dan peran laki-laki dalam memasak serta faktor apa yang mempengaruhi laki-laki berperan sebagai juru masak. Penelitian ini menemukan bahwa stereotip gender memainkan peran penting dalam membentuk dan mempertahankan stereotip gender dalam konteks profesi juru masak. Stereotip gender ini memiliki dampak signifikan terhadap komunikasi gender dan peran laki-laki dalam profesi memasak. Juru masak laki-laki sering kali merasa perlu membuktikan diri mereka lebih keras karena adanya ekspektasi bahwa memasak adalah pekerjaan perempuan di lingkungan rumah tangga. Hal ini menyebabkan mereka mengadopsi gaya komunikasi yang lebih agresif dan kompetitif untuk mengukuhkan posisi mereka di dapur profesional. Dampak negatif dari stereotip gender juga terlihat dalam tekanan yang dialami oleh juru masak laki-laki untuk selalu tampil maskulin dan kuat, bahkan dalam situasi stres tinggi. Tekanan ini sering kali menyebabkan stres tambahan dan mempengaruhi kesejahteraan emosional mereka.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afanin, Z. N. (2023). Male Entitlement Bagian Stereotipe Gender (Analisis Semiotika). Kediri Journal of Journalism and Digital Media (KJOURDIA), 1(1), 88–109.

Agustin, S. M. (2013). Modifikasi Stereotip Gender Perempuan Pada Tayangan Kuliner Di Televisi (Studi Hegemoni Ideologi Gender Dalam Program “Ala Chef” Trans Tv Versi Farah Quinn). Communication, 4(2).

Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77–101.

Brooks, J. T. (2023). Defining Stereotype Threat and Why It Matters. Journal of the Pediatric Orthopaedic Society of North America, 5, 576.

Bryman, A. (2016). Social research methods. Oxford university press.

Cano, M. (2019). Masculinity in the Kitchen: Gender Performance in the Culinary Arts Industry. The University of Texas at El Paso.

Connell, R. (2012). Gender, health and theory: conceptualizing the issue, in local and world perspective. Social Science & Medicine, 74(11), 1675–1683.

Creswell, J. W. (2016). Research design: pendekatan metode kualitatif. Kuantitatif Dan Campuran.

Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2011). The Sage handbook of qualitative research. sage.

DeVault, M. L. (1991). Feeding the family: The social organization of caring as gendered work. University of Chicago Press.

Eagly, A. H., & Wood, W. (2012). Social role theory. Handbook of Theories of Social Psychology, 2, 458–476.

Enaifoghe, A. (2023). The influence of culture and gender differences in communication: society’s perception. Available at SSRN 4412356.

Flick, U. (2022). An introduction to qualitative research.

Guest, G., MacQueen, K. M., & Namey, E. E. (2012). Applied thematic analysis. sage.

Harris, D. A., & Giuffre, P. (2015). Taking the heat: Women chefs and gender inequality in the professional kitchen. Rutgers University Press.

Imazio, M., Brucato, A., DeRosa, F. G., Lestuzzi, C., Bombana, E., Scipione, F., Leuzzi, S., Cecchi, E., Trinchero, R., & Adler, Y. (2009). Aetiological diagnosis in acute and recurrent pericarditis: when and how. Journal of Cardiovascular Medicine, 10(3), 217–230.

Kiprotich, A., & Chang’orok, D. J. (2017). Gender communication stereotypes: A depiction of the mass media. IOSR Journal Of Humanities And Social Science, 20(11), 69–77.

Kvale, S., & Brinkmann, S. (2009). Interviews: Learning the craft of qualitative research interviewing. sage.

Liu, Z., Shentu, M., Xue, Y., Yin, Y., Wang, Z., Tang, L., Zhang, Y., & Zheng, W. (2023). Sport–gender stereotypes and their impact on impression evaluations. Humanities and Social Sciences Communications, 10(1), 1–14.

Neuman, N., Gottzén, L., & Fjellström, C. (2017). Narratives of progress: cooking and gender equality among Swedish men. Journal of Gender Studies, 26(2), 151–163.

Patton, M. Q. (2002). Qualitative research & evaluation methods. sage.

Ranteallo, I. C., Alam, M., Nasution, A. H., Kolopaking, L. M., Lubis, D. P., Zuhud, E. A. M., & Andilolo, I. R. (2020). Rice landrace conservation practice through collective memory and Toraja foodways. Society, 8(2), 794–817.

Rosyidah, F. N., & Nurwati, N. (2019). Gender dan Stereotipe: Konstruksi Realitas dalam Media Sosial Instagram. Share: Social Work Journal, 9(1), 10–19.

Silverman, D. (2013). A very short, fairly interesting and reasonably cheap book about qualitative research.

Szabo, M. (2014). Men nurturing through food: Challenging gender dichotomies around domestic cooking. Journal of Gender Studies, 23(1), 18–31.

Tannen, D. (1990). You just don’t understand: Women and men in conversation.

Tranfield, D., Denyer, D., & Smart, P. (2003). Towards a methodology for developing evidence‐informed management knowledge by means of systematic review. British Journal of Management, 14(3), 207–222.

Wien, A., Alm, S., & Altintzoglou, T. (2021). The role of identity and gender in seafood cooking skills. British Food Journal, 123(3), 1155–1169.

Wood, J. T., & Fixmer-Oraiz, N. (2019). Gendered lives: Communication, gender, and culture. Cengage.

Wood, M. (2017). How to make SD-WAN secure. Network Security, 2017(1), 12–14.

Yin, R. K. (2018). Case study research and applications (Vol. 6). Sage Thousand Oaks, CA.

 

Copyright holder:

Nindyo Andyaning Pandusaputri, Jeffrey Hendrawan, Rachmat Bintang Ramadhan Mokodompit (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: