Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 8, Agustus 2024

 

PENGARUH ENVIROMENTAL, SOCIAL, AND GOVERNANCE (ESG) DAN COMPETITIVE ADVANTAGE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN: STUDI PADA EMERGING ASIA PERIODE 2018–2022

 

Bramantyo M. Yulianto1, Maria Ulpah2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Dalam beberapa tahun terakhir, investasi korporasi dalam Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) telah mendapatkan perhatian yang signifikan, didorong oleh minat yang semakin meningkat dari investor internasional maupun domestik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dampak ESG terhadap Keunggulan Kompetitif, dan Kinerja Perusahaan di Asia yang Sedang Berkembang. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari informasi dari 481 perusahaan selama periode 5 tahun (2018-2022). Hasil regresi menunjukkan bahwa ESG memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan nilai p di bawah 0,05. Competitive advantage juga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Namun ketika competitive advantage sebagai variabel moderasi hasilnya tidak signifikan positif. Hal ini menunjukkan competitive advantage dan ESG tidak berhubungan secara langsung.

Kata kunci: ESG, competitive advantage, investasi, kinerja

 

Abstract

In recent years, corporate investment in Environmental, Social, and Governance (ESG) has gained significant attention, driven by increasing interest from both international and domestic investors. The aim of this research is to investigate the impact of ESG on Competitive Advantage and Firm Performance in Emerging Asia. The data used in this study consists of information from 481 firms over a period of 5 years (2018-2022). Regression results indicate that ESG has a positive and significant influence on firm performance with a p-value below 0.05. Competitive advantage also has a significant positive effect on firm performance. However, when competitive advantage is used as a moderating variable, the result is not significantly positive. This suggests that competitive advantage and ESG are not directly related.

Keywords: ESG, competitive advantage, investment, performance

 

Pendahuluan

Perkembangan dan perubahan merupakan fenomena yang harus diantisipasi dan dimanfaatkan secara cepat, terutama dalam konteks bisnis yang terus berubah. Dinamika bisnis saat ini menciptakan peluang sekaligus tantangan yang signifikan, terutama dengan semakin terbukanya peluang investasi dari investor asing. Sebagaimana diuraikan dalam karya Pedro Matos, masyarakat di negara maju seperti Eropa dan Amerika telah menunjukkan kesadaran yang meningkat terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan budaya, terutama dalam konteks perubahan iklim yang terus berlangsung. Dampak dari kesadaran ini adalah preferensi masyarakat dan investor terhadap perusahaan-perusahaan yang secara transparan melaporkan praktik keberlanjutan (sustainability). Principles for Responsible Investment, sebagai jaringan investor institusi global terbesar, telah menetapkan komitmen untuk memperhitungkan faktor Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam pengambilan keputusan investasi mereka.

Dalam era bisnis global yang semakin kompleks, perusahaan dihadapkan pada tuntutan untuk tidak hanya memprioritaskan aspek keuangan, tetapi juga untuk memperhatikan dampak lingkungan, keterlibatan sosial, dan praktik tata kelola yang baik (Environmental, Social, and Governance/ESG). Pentingnya faktor ESG semakin meningkat seiring dengan peningkatan tekanan dari pemangku kepentingan, seperti investor, konsumen, dan pemerintah, yang semakin menekankan tanggung jawab perusahaan terhadap dampak lingkungan, keterlibatan sosial, dan penerapan tata kelola yang baik.

Kebermaknaan ESG dalam konteks bisnis tidak hanya terbatas pada pemenuhan tanggung jawab sosial, melainkan juga memiliki dampak langsung terhadap kinerja perusahaan. Investor umumnya memberikan penghargaan kepada perusahaan yang menerapkan praktik ESG yang baik, sementara kurangnya pengungkapan atau praktik ESG yang kurang baik dapat meningkatkan risiko reputasi dan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang bagaimana faktor ESG dapat memengaruhi kinerja perusahaan menjadi sangat penting.

Investasi dalam lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) oleh perusahaan telah mendapatkan perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh minat yang semakin meningkat dari investor internasional maupun domestik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa investor cenderung mendukung perusahaan-perusahaan dengan pengungkapan ESG yang baik, sementara pengungkapan ESG yang buruk sering kali dianggap sebagai investasi berisiko. Ketidakhadiran pengungkapan ESG oleh perusahaan dapat menyebabkan investasi yang buruk, terutama di sektor-sektor berisiko tinggi yang dapat mencemari lingkungan atau diskriminatif terhadap karyawan (Mohammad & Wasiuzzaman, 2021).

Pada tahun 2030, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merekomendasikan agar perusahaan mengungkapkan praktik ESG mereka dalam laporan yang dapat diakses dan tersedia secara publik (SSE, 2015). Sebagai tanggapan atas hal ini, pemerintah Malaysia telah mengeluarkan Kode Tata Kelola Perusahaan Malaysia (MACCG), yang mendorong Direktur untuk sepenuhnya mengungkapkan kebijakan dan implementasi ESG perusahaan dalam laporan tahunan mereka. Begitu pula, Indonesia juga telah menerapkan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Indonesia (PUG-KI), yang menuntut perusahaan untuk mengajukan laporan keberlanjutan kepada publik. Namun, di beberapa negara, banyak perusahaan masih belum melaporkan laporan keberlanjutan, sehingga penting bagi pemerintah untuk mendukung implementasi ESG melalui berbagai insentif pajak bagi perusahaan untuk aktif terlibat dalam pengungkapan ESG yang bermanfaat bagi rantai nilai bisnis dan pemegang saham mereka (Jallai, 2020).

Penelitian telah menunjukkan bahwa mengintegrasikan ESG ke dalam model penilaian perusahaan meningkatkan indikator non-keuangan seperti kepuasan pelanggan, penerimaan pasar, biaya utang yang lebih rendah, dan nilai-nilai sosial yang dibawa kepada pemangku kepentingan. Oleh karena itu, keunggulan kompetitif perusahaan dapat tumbuh selama bertahun-tahun operasinya (Schramade, 2016). Beberapa studi menyatakan bahwa setelah mengintegrasikan faktor ESG ke dalam penilaian perusahaan dan keputusan investasi, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam premi ekuitas dan nilai perusahaan (Schramade, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad dan Wasiuzzaman (2021) menemukan bahwa keunggulan kompetitif memperkuat pengaruh ESG terhadap kinerja perusahaan. Pertumbuhan ekonomi di Asia, terutama pada negara-negara emerging dan developing, menarik minat investasi ESG. Dengan populasi muda dan pertumbuhan kelas menengah, negara-negara ini mengalami urbanisasi dan tingkat adopsi teknologi yang tinggi. IMF mencatat pertumbuhan ekonomi Asia yang signifikan, melampaui pertumbuhan Amerika Serikat dan Eropa. Ini didasarkan pada data yang dipublikasikan oleh IMF, yang menunjukkan pertumbuhan PDB Asia yang sedang berkembang sebesar 5,2%, yang tiga kali lipat dari ekonomi maju utama (G7).

Penelitian terdahulu tentang pengaruh pengungkapan Environmental, Social, dan Governance (ESG) terhadap kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang beragam. Mohammad dan Wasiuzzaman (2021) menemukan bahwa pengungkapan ESG yang baik dapat meningkatkan kinerja perusahaan di Malaysia. Safriani dan Utomo (2020) juga mengindikasikan bahwa pengungkapan ESG memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja operasional dan keuangan, tetapi tidak terhadap kinerja pasar di perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Khairunnisa dan Widiastuty (2023) menemukan bahwa pengaruh ESG terhadap kinerja keuangan bervariasi di Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dengan hasil yang signifikan positif hanya di Singapura. Sementara itu, Lubis dan Rokhim (2021)mengungkapkan bahwa ESG berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan di Indonesia dan efek moderasi oleh keunggulan bersaing tidak signifikan, menunjukkan minimnya implementasi ESG di negara tersebut. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah; (1) menganalisis dan menjelaskan dampak penerapan ESG dan competitive advantage terhadap kinerja perusahaan di Emerging Market Asia, dan (2) menganalisis efek moderasi competitive advantage terhadap hubungan ESG dan kinerja perusahaan di Emerging Market Asia.


Metode Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan analisis untuk melihat pengaruh ESG dan competitive advantage terhadap kinerja perusahaan di beberapa negara yang termasuk pada pasar emerging Asia. Berangkat dari judul tersebut maka bisa didefinisikan variabel ESG dan competitive advantage akan bertindak sebagai variabel independent sedangkan kinerja perusahaan akan bertindak sebagai variabel dependent. Untuk mempermudah pemahaman konsep diatas akan dijabarkan dalam kerangka penelitian dibawah ini.

 

A diagram of a company

Description automatically generated

Gambar 1. Kerangka Penelitian

 

Pencapaian dalam (ESG) dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan nilai suatu perusahaan. Menurut perspektif teori agensi, salah satu cara untuk mengatasi ketidakseimbangan informasi adalah dengan melakukan pengungkapan terkait perlakuan perusahaan terhadap karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Tindakan ini diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan kinerja keuangan yang lebih baik. Selain teori agensi, beberapa penelitian juga menghubungkannya dengan teori pemangku kepentingan yang menegaskan bahwa para pemangku kepentingan memiliki peran yang penting dalam menyediakan sumber daya yang diperlukan oleh perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin terus berkembang dan bertahan harus menjalin hubungan yang positif dengan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Sebuah studi oleh Durlista dan Wahyudi (2023) menyatakan bahwa kinerja ESG memiliki dampak positif terhadap nilai perusahaan.

Dalam konteks pasar-pasar yang telah berkembang, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengungkapan ESG di pasar-pasar yang telah berkembang terkait dengan risiko pasar sistematis dan risiko idiosinkratis yang lebih rendah karena kemungkinan lebih rendah terjadinya litigasi atau reaksi pasar negatif (Sassen et al., 2016). Chen et al. (2022)menyatakan bahwa pengungkapan ESG terkait dengan keunggulan kompetitif perusahaan karena perusahaan menyediakan solusi berkelanjutan terhadap masalah-masalah lingkungan dan sosial. Selanjutnya, dengan terlibat dalam kegiatan ESG, perusahaan dapat mendefinisikan kembali penawaran produk mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk perlindungan lingkungan yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik. Namun, Balabanis (1998) menyatakan bahwa pengungkapan lingkungan berkorelasi negatif dengan kinerja keuangan berikutnya di Inggris. Dalam studi terkini terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di S&P 500 di AS untuk periode 2009 hingga 2018, pengungkapan ESG terbukti meningkatkan kinerja perusahaan tetapi pengungkapan lingkungan menurunkan kinerja perusahaan (Alareeni & Hamdan, 2020). Temuan yang kontradiktif ini memerlukan penelitian lebih lanjut tentang efek pengungkapan ESG dan pengungkapan lingkungan terhadap kinerja perusahaan.

Studi-studi di negara-negara yang telah berkembang menunjukkan bahwa hubungan positif antara kinerja dan pengungkapan ESG disebabkan oleh risiko informasi yang lebih rendah yang terkait dengan peningkatan pengungkapan ESG (Cormier & Magnan, 2007). Selain memberikan kinerja jangka panjang yang lebih baik, Ahmed et al. (2019) menemukan bahwa berdasarkan sampel perusahaan dari 15 negara UE, lembaga pemberi pinjaman menghargai upaya perusahaan dalam mengungkapkan ESG dan memberikan penghargaan kepada perusahaan melalui biaya utang yang lebih rendah. Menggunakan dataset dari 23 negara Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dari tahun 2007 hingga 2012, Crifo et al. (2017) menyarankan bahwa di negara-negara di mana pengungkapan ESG tinggi, biaya pinjaman atau spread yield lebih rendah. Spread yield yang lebih rendah memungkinkan perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif sebagai akibat dari risiko yang lebih rendah dan biaya pembiayaan yang terkait dengan penerbitan obligasinya (Reznick & Viehs, 2017). Integrasi ESG akan meningkatkan pengembalian investor institusional dan menurunkan risiko (Sherwood & Pollard, 2018). Selain itu, Cheng et al. (2014) berpendapat bahwa perusahaan yang mengadopsi strategi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) memiliki akses keuangan yang lebih baik karena memiliki keterlibatan dan transparansi pemangku kepentingan yang lebih baik. CSR memungkinkan perusahaan terlibat dalam kegiatan yang memungkinkan alokasi sumber daya yang efisien. Oleh karena itu, keinginan perusahaan untuk meningkatkan pengungkapan dapat terkait dengan kecenderungannya untuk meningkatkan keunggulan kompetitif melalui biaya pembiayaan yang lebih rendah, karena perusahaan dengan skor pengungkapan ESG tinggi tidak hanya akan berusaha untuk mengoptimalkan bottom-line tetapi juga menciptakan solusi yang meningkatkan kualitas hidup, mengarah pada keunggulan kompetitif jangka panjang. He et al. (2022) menemukan hubungan positif antara tanggung jawab lingkungan perusahaan dan pengembalian saham jangka panjang menggunakan data 20 tahun dari tahun 1992–2011. Dalam pasar yang sangat kompetitif yang telah berkembang, pengungkapan ESG akan memfasilitasi kepercayaan dan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kinerja superior dibandingkan dengan pesaingnya dan mendorong perusahaan untuk aktif terlibat dalam pengungkapan ESG yang lebih tinggi untuk memenuhi harapan pasar. Demikian pula, CSR/ESG terbukti memfasilitasi pengembalian yang lebih tinggi melalui biaya ekuitas yang lebih rendah, penilaian valuasi yang lebih tinggi, persyaratan pinjaman yang menguntungkan yang mengarah pada akses keuangan yang lebih baik (Chang et al., 2017).

Studi-studi tentang ESG di pasar-pasar yang sedang berkembang bervariasi. Ada bukti yang menunjukkan bahwa pengungkapan ESG mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan persepsi dan pengakuan investor terhadap strategi investasi perusahaan (Fatemi et al., 2018). Penelitian Chang et al. (2017) terhadap 175 perusahaan yang sedang berkembang di Korea dari 2010 hingga 2012 menunjukkan bahwa CSR memiliki efek positif terhadap kinerja jangka panjang perusahaan dan memberikan nilai langsung dan tidak langsung kepada perusahaan melalui umpan balik positif terhadap reputasinya. Di pasar yang sedang berkembang seperti Malaysia, penciptaan nilai melalui integrasi ESG dalam strategi jangka panjang perusahaan dengan visi yang tepat akan menarik bakat terbaik, membangun pelanggan yang autentik melalui struktur tata kelola yang efektif, dan meningkatkan nilai pemegang saham. Namun, pengungkapan ESG atau CSR di Malaysia masih rendah karena pengungkapan masih bersifat sukarela (Anggraeni & Djakman, 2017). Pengungkapan yang rendah mengenai kegiatan ESG dapat menyebabkan inkonsistensi dalam temuan tentang pengungkapan ESG karena para peneliti mengandalkan informasi yang sangat terbatas (Atan et al., 2018). Berdasarkan perbedaan pendapat dari penelitian-penelitian sebelumnya, penulis membuat hipotesis sebagai berikut.

H1: Environmental, Social, and Governance (ESG) berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan

 

Penelitian menunjukkan berbagai pandangan mengenai pengaruh keunggulan kompetitif terhadap kinerja perusahaan, baik positif maupun negatif. Cabral et al. (2012) menambahkan variabel keunggulan kompetitif berkelanjutan sebagai hasil akhir dari kepuasan pelanggan dan reputasi, menegaskan bahwa reputasi perusahaan yang didapat dari kepuasan pelanggan yang tinggi dalam jangka panjang merupakan sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan bagi perusahaan. Matzler dan Hinterhuber (1998) menemukan bahwa reputasi perusahaan yang diperoleh melalui periode panjang kepuasan pelanggan yang tinggi adalah sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan, dengan argumen bahwa peningkatan atribut produk tertentu harus dibandingkan dengan kualitas produk pesaing untuk mengukur keunggulan kompetitif. Reputasi perusahaan memungkinkan perusahaan untuk menarik pelanggan berulang kali, sehingga lebih banyak pelanggan yang puas berarti reputasi yang lebih baik, pertumbuhan penjualan yang lebih besar, keunggulan kompetitif yang lebih kuat, dan akhirnya tingkat kinerja perusahaan yang lebih tinggi.

Galbreath dan Shum (2012) menemukan bahwa reputasi perusahaan dan kepuasan pelanggan sangat berkorelasi, dengan kepuasan pelanggan yang memiliki dampak positif pada reputasi perusahaan, yang pada gilirannya memperkuat keunggulan kompetitif perusahaan. Nguyen dan Leblanc (2001) percaya bahwa reputasi perusahaan adalah indikator yang andal apakah pelanggan perusahaan puas atau tidak, menunjukkan bahwa reputasi yang baik sebagai hasil dari kepuasan pelanggan dapat mendukung keunggulan kompetitif perusahaan.

Peningkatan performa keuangan, tentunya, akan disertai dengan peningkatan keunggulan dalam persaingan oleh sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan. Kemajuan dalam keunggulan persaingan perusahaan bisa dipertingkatkan dengan meningkatkan performa lingkungan perusahaan melalui penerapan manajemen lingkungan yang efektif. Dengan melaksanakan program lingkungan dengan baik, perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah pada bisnisnya. Kinerja keuangan yang baik mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang stabil, dan ini bisa menjadi pertimbangan penting bagi investor. Penelitian yang dilakukan oleh MolinaAzorín et al. (2009) dan Fuadah et al. (2022) menunjukkan bahwa performa keuangan memiliki dampak positif terhadap keunggulan dalam persaingan. Dari beberapa penelitian diatas penulis mengembangkan hipotesis selanjutnya sebagai berikut.

H2: Competitive advantage berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan

 

Pengungkapan ESG (Environmental, Social, and Governance) memainkan peran penting dalam mengurangi asimetri informasi, yang dapat mendorong keputusan investasi yang lebih bijak oleh investor. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang mengungkapkan ESG secara efektif dapat memperoleh kepercayaan dari investor, sehingga menurunkan biaya modal dan meningkatkan efisiensi sumber daya, yang pada akhirnya memberikan keunggulan kompetitif. Chen et al. (2022) menekankan bahwa pengungkapan ESG yang baik dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham dan mengurangi asimetri informasi. Perusahaan di industri sensitif terhadap norma sosial dan budaya memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik, yang dapat meningkatkan persepsi positif dan reputasi perusahaan, memberikan keunggulan kompetitif. Dhaliwal et al. (2011) mengamati bahwa perusahaan dengan biaya ekuitas tinggi yang memulai pengungkapan CSR dapat mengurangi biaya modal di masa depan, meningkatkan daya saing mereka (Mohammad & Wasiuzzaman, 2021). perlunya meninjau kembali tingkat pengungkapan ESG dan insentif pembiayaan bagi perusahaan dengan skor pengungkapan ESG yang tinggi. Hal ini penting karena skor ESG yang tinggi dikaitkan dengan keunggulan kompetitif yang lebih besar. Perusahaan yang mengungkapkan informasi ESG secara komprehensif dapat mengurangi asimetri informasi, meningkatkan kepercayaan investor, dan mengarah pada keputusan investasi yang lebih berjangka panjang. Dengan demikian, meningkatkan pengungkapan ESG dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan daya saing perusahaan di pasar.

Namun, ada pandangan berbeda mengenai hubungan ini. El Ghoul et al. (2011) menunjukkan bahwa investasi dalam industri sensitif lingkungan dapat meningkatkan biaya ekuitas, yang bisa mengurangi daya saing. Radhouane et al. (2020) menyatakan bahwa pengungkapan lingkungan sukarela oleh perusahaan di beberapa  industri sensitif mungkin tidak selalu dipandang baik oleh pasar, sehingga tidak memberikan keuntungan finansial yang diharapkan. Murphy dan McGrath (2013) menyoroti bahwa motivasi perusahaan dalam industri sensitif untuk melaporkan ESG seringkali didorong oleh keinginan untuk menghindari gugatan, bukan untuk meningkatkan kinerja ESG yang sebenarnya, yang dapat mengurangi keunggulan kompetitif mereka. Secara keseluruhan, efektivitas pengungkapan ESG dalam meningkatkan keunggulan kompetitif bergantung pada bagaimana perusahaan mengintegrasikannya ke dalam strategi bisnis dan bagaimana pasar merespons upaya tersebut. Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, maka penulis mengembangkan hipotesis sebagai berikut.

H3: Competitive advantage perusahaan berpengaruh positif dalam memperkuat hubungan antara ESG dengan kinerja Perusahaan

 

Penelitian ini bersifat empiris dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengungkapan Environmental, Social, dan Governance (ESG) serta keunggulan bersaing terhadap kinerja perusahaan. Untuk mengukur kinerja perusahaan, penelitian ini menggunakan proxy nilai Tobin's Q. Objek penelitian adalah perusahaan publik di beberapa negara yang termasuk dalam kategori Emerging Asia menurut IMF, yaitu China, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, selama periode 2018 hingga 2022. Data sekunder diperoleh dari Refinitiv, mencakup variabel ESG, keunggulan bersaing, dan variabel kontrol lainnya. Pengumpulan sampel dilakukan dengan purposive sampling, menghasilkan data panel yang dianalisis menggunakan metode regresi pada perangkat lunak Stata.

Analisis data panel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga model utama: Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Pemilihan model terbaik di antara ketiganya dilakukan melalui Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier. Uji Chow membandingkan PLS dan FEM, Uji Hausman membandingkan FEM dan REM, sementara Uji Lagrange Multiplier membandingkan PLS dan REM. Setelah model terbaik dipilih, dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas (menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov), uji multikolinearitas (dengan matrix korelasi Pearson), uji heteroskedastisitas (menggunakan metode uji seperti Glejser dan White), dan uji autokorelasi (menggunakan uji Durbin-Watson). Uji-uji ini memastikan validitas model regresi dan membantu dalam penentuan hubungan antara variabel independen dan dependen.

Hasil dan Pembahasan

Analisis Statistika Deskriptif

Pada penelitian dilakukan 2,415 observasi yang melibatkan 483 perusahaan dari 6 negara yang termasuk dalam emerging asia. Periode yang diambil adalah 5 tahun, sejak 2018 hingga 2022. Dalam melakukan analisis deskriptif menggunakan software STATA 17 untuk membantu penulis dalam mengolah data. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan software tersebut didapatkan hasil yang dirangkum pada tabel dibawah ini.

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel yang diteliti dari keenam negara selama 5 tahun.

 

 

Tabel 1. Statistik Deskriptif

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

1.645

2.635

0.001

37.611

2415

ESG

47.396

19.004

1.005

92.708

2415

COMADVANTAGE

0.022

0.287

-6.093

7.319

2415

GROWTH

9.812

0.570

6.945

11.608

2415

PROFITABILITY

0.055

0.074

-0.940

0.850

2415

MARKET LIQUIDITY

0.010

0.046

0.000

1.312

2415

CASHFLOW

8.433

1.089

-5.392

10.300

2415

DEBT

8.427

2.384

0.000

11.301

2415

TOTAL ASSET

9.989

0.666

8.145

12.305

2415

INFLASI

0.030

0.013

0.005

0.060

2415

 

Berdasaran hasilnya, Tobins memiliki nilai rata-rata diangka 1,645 hal ini mengindikasikan nilai pasar Perusahaan lebih tinggi dibanding nilai bukunya. Sehingga hal ini dapat menjadi sinyal positif akan adanya pertumbuhan Perusahaan di masa yang akan datang. Selanjutnya rata-rata nilai ESG pada emerging asia adalah 47,396 hal ini masuk kedalam kategori second quartile yang dapat diinterpretasikan satisfactory relative ESG performance and moderate degree of transparency in reporting material ESG data publicly. Untuk rata-rata nilai competitive advantage berada diangka 0,022, informasi ini memberikan pandangan bahwa mayoritas Perusahaan di emerging asia dapat menghasilkan laba yang melebihi modal yang digunakan.

Dari tabel diatas dapat diketahui informasi bahwa nilai ESG tertinggi dari keenam negara selama 5 tahun adalah 92,708 yang mana rentang dari nilai ESG (0-100) dimana nilai 100 merupakan nilai terbaik. Nilai ini mengindikasikan semakin tinggi keterlibatan perusahaan pada ESG, maka akan semakin tinggi nilai ESG-nya. Nilai terendah untuk ESG berada di angka 1 hal ini mengindikasikan perusahaan sedang beralih dan menerapan ESG namun memang masih butuh perkembangan. Sementara untuk nilai rata-rata ESG berada diangka 47,396, angka ini masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan di Eropa. Namun hal ini wajar karna penerapan ESG di negara emerging asia masih berkembang dan ini merupakan sebuah langkah baik untuk suatu perusahaan mengemukakan ESG mereka melalui sustainability report.

Nilai competitive advantage tertinggi berada pada angka 7,319 yang mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari modal yang digunakan sangat baik. Nilai competitive advantage yang positif mengindikasikan kemampuan perusahaan menghasilkan laba melebihi modal yang digunakan, sementara untuk nilai positif mengindikasikan perusahaan tidak mampu menghasilkan laba melebihi modal yang digunakan. Angka 7,31 diraih oleh Perusahaan United Spirits Ltd pada tahun 2020. Perusahaan ini merupakan salah satu market leader di industry minuman beralkohol di India dan memiliki peran yang cukup signifikan di industry global. Adapun pencapaian ini merupakan capaian yang baik jika dibandingkan dengan rata-rata nilai competitive advantage di negara emerging asia dengan nilai rata-rata 0,02. Agar mempermudah interpretasi dari setiap negara maka akan dijelaskan lebih detail pada informasi dibawah.

China

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel di China selama 5 tahun.

Tabel 2. Statistik Deskriptif China

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

1.541

2.708

0.007

37.611

1110

ESG

37.892

16.608

1.005

83.658

1110

COMADVANTAGE

0.031

0.279

-6.093

2.755

1110

GROWTH

9.999

0.449

8.845

11.608

1110

PROFITABILITY

0.049

0.071

-0.940

0.440

1110

MARKET LIQUIDITY

0.004

0.033

0.000

0.661

1110

CASHFLOW

8.458

1.485

-5.392

10.300

1110

DEBT

7.841

3.272

0.000

11.301

1110

TOTAL ASSET

10.168

0.664

8.769

12.264

1110

INFLASI

0.026

0.010

0.011

0.038

1110

 

Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di China 37,89 dari 220 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai tertinggi diperoleh Luxshare Precision Industry Co Ltd dengan angka 83,65. Luxshare Precision Industry Co Ltd merupakan perusahaan yang bergerak dibidang komponen elektrik pada beberapa perusahaan teknologi seperti Apple, Xiaomi, Dell dan lain sebagainya.

Sementara itu untuk nilai competitive advantage tertinggi diperoleh  Kweichow Moutai Co Ltd dengan nilai 2,7549 jauh diatas rata-rata China sebesar 0,0312. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di industri minuman beralkohol. Rata-rata nilai competitive advantage China berada diatas rata-rata emerging asia. Namun untuk nilai ESG masih dibawah rata-rata negara emerging asia.

 

India

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel di India selama 5 tahun.

Tabel 3. Statistik Deskriptif India

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

2.289

3.318

0.006

24.321

520

ESG

55.177

16.172

8.281

92.708

520

COMADVANTAGE

0.024

0.390

-0.821

7.319

520

GROWTH

9.774

0.707

6.945

11.329

520

PROFITABILITY

0.067

0.072

-0.156

0.358

520

MARKET LIQUIDITY

0.016

0.052

0.000

0.823

520

CASHFLOW

8.567

0.623

2.743

9.951

520

DEBT

8.931

1.154

4.691

10.869

520

TOTAL ASSET

9.885

0.649

8.145

11.809

520

INFLASI

0.046

0.009

0.034

0.060

520

 

Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di India 55,17 dari 104 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia. Nilai tertinggi diperoleh Hindustan Unilever Ltd dengan angka 92,70. Hindustan Unilever Ltd merupakan perusahaan multinasional dibawah Unilever yang bergerak dibidang FMCG (fast moving consumer goods).

Sementara itu untuk nilai competitive advantage tertinggi diperoleh Perusahaan United Spirits Ltd dengan angka 7,3185. Perusahaan ini merupakan salah satu market leader di industry minuman beralkohol di India dan memiliki peran yang cukup signifikan di industry global.  Nilai ini cukup jauh dari rata-rata nilai perusahaan di India sebesar 0,0239. Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan India sedikit diatas rata-rata perusahaan emerging asia.

 

Thailand

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel di Thailand selama 5 tahun.

 

 

Tabel 4. Statistik Deskriptif Thailand

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

1.601

1.726

0.007

11.289

185

ESG

62.161

15.833

14.596

91.805

185

COMADVANTAGE

-0.001

0.084

-0.177

0.426

185

GROWTH

9.750

0.432

8.282

10.623

185

PROFITABILITY

0.044

0.046

-0.082

0.219

185

MARKET LIQUIDITY

0.008

0.008

0.000

0.062

185

CASHFLOW

8.011

0.510

6.515

9.584

185

DEBT

9.139

0.751

5.841

10.427

185

TOTAL ASSET

9.935

0.618

8.440

11.129

185

INFLASI

0.018

0.010

0.005

0.031

185

 

Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Thailand sebesar 62,16 dari 37 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia. Nilai tertinggi diperoleh Delta Electronics Thailand PCL dengan angka 91,80. Delta Electronics Thailand PCL merupakan perusahaan yang bergerak di industri teknologi dan elektronik, perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari Delta Electronics Inc sebuah perusahaan berbasis di Taiwan

Sementara itu untuk nilai competitive advantage tertinggi diperoleh Perusahaan Banpu PCL dengan angka 0,426. Perusahaan ini merupakan erusahaan energi terintegrasi terbesar se Asia-Pasifik. Namun nilai rata-rata competitive advantage Perusahaan di Thailand berada diposisi negatif yang mencerminkan sebagian besar perusahaan gagal menghasilkan laba dibandingkan modal yang dikeluarkan pada rentang tahun tersebut. Rata-rata nilai ESG di Thailand memperoleh angka yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata emerging asia.

 

Phillipines

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel di Filiphina selama 5 tahun.

Tabel 5. Statistik Deskriptif Filiphina

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

0.833

0.537

0.001

2.386

120

ESG

48.775

17.816

7.636

89.230

120

COMADVANTAGE

-0.028

0.074

-0.221

0.294

120

GROWTH

9.709

0.354

8.620

10.420

120

PROFITABILITY

0.037

0.027

-0.058

0.148

120

MARKET LIQUIDITY

0.042

0.132

0.000

1.312

120

CASHFLOW

8.404

0.275

7.476

8.938

120

DEBT

9.329

0.400

8.401

10.159

120

TOTAL ASSET

10.051

0.382

9.338

10.841

120

INFLASI

0.033

0.011

0.020

0.047

120

 

Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Filiphina sebesar 48,77 dari 24 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia. Nilai tertinggi diperoleh Ayala Land Inc dengan angka 89,22. Ayala Land Inc merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti seperti salah satu yang terkenal Makati Central Business District (CBD).

Sementara itu untuk nilai competitive advantage tertinggi diperoleh perusahaan Manila Electric Co dengan angka 0,294. Perusahaan ini merupakan perusahaan penyedia Listrik swasta yang menyuplai kota metropolitan Manila dan merupakan pemasok terbesar di Filiphina.  Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan di Filiphina berada diposisi negatif yang mencerminkan sebagian besar perusahaan gagal menghasilkan laba dibandingkan modal yang dikeluarkan pada rentang tahun tersebut.

 

Malaysia

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel di Malaysia selama 5 tahun.

Tabel 6. Statistik Deskriptif Malaysia

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

1.406

1.958

0.025

12.901

275

ESG

57.143

15.357

6.494

91.408

275

COMADVANTAGE

0.020

0.197

-0.597

1.825

275

GROWTH

9.438

0.588

7.547

11.066

275

PROFITABILITY

0.054

0.095

-2.430

0.850

275

MARKET LIQUIDITY

0.012

0.026

0.001

0.194

275

CASHFLOW

8.231

0.474

6.879

9.300

275

DEBT

8.808

0.749

5.981

10.061

275

TOTAL ASSET

9.717

0.649

8.391

11.327

275

INFLASI

0.024

0.010

0.011

0.037

275

 

Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Malaysia sebesar 57,14 dari 55 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia. Nilai tertinggi diperoleh Nestle (Malaysia) Bhd dengan angka 91,40. Nestle (Malaysia) Bhd merupakan perusahaan multinasional yang merupakan bagian dari perusahaan Nestle S.A yang merupakan perusahaan FMCG.

Sementara itu untuk nilai competitive advantage tertinggi diperoleh perusahaan Top Glove Corporation Bhd dengan angka 1,825. Perusahaan ini merupakan perusahaan manufaktur sarung tangan karet dan merupakan salah satu produsen sarung tangan terbesar didunia. Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan di Malaysia berada sedikit dibawah rata-rata nilai competitive advantage emerging asia.

 

Indonesia

Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel di Indonesia selama 5 tahun.

Tabel 7. Statistik Deskriptif Indonesia

 

Mean

Std. Dev

Min

Max

Observations

TOBIN

1.414

2.185

0.007

17.098

205

ESG

51.918

19.689

10.595

87.134

205

COMADVANTAGE

0.021

0.316

-0.288

2.815

205

GROWTH

9.512

0.535

8.373

10.826

205

PROFITABILITY

0.073

0.096

-0.166

0.557

205

MARKET LIQUIDITY

0.001

0.002

0.000

0.016

205

CASHFLOW

8.265

0.577

6.653

9.529

205

DEBT

8.639

0.761

5.196

9.730

205

TOTAL ASSET

9.707

0.644

8.516

12.305

205

INFLASI

0.031

0.010

0.018

0.047

205

 

Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Indonesia sebesar 51,91 dari 41 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia. Nilai tertinggi diperoleh Bank Central Asia Tbk dengan angka 87,13. Bank Central Asia Tbk merupakan perusahaan industri perbankan terkemuka di Indonesia dengan kinerja finansial tumbuh signifikan setiap tahun.

Sementara itu untuk nilai competitive advantage tertinggi diperoleh perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan angka 2,815. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan ritel pakaian, aksesoris, dan gaya hidup terbesar di Indonesia dengan 154 gerai yang tersebar di 82 kota. Perusahaan ini berdiri sejak 1958  yang didirikan Hari Darmawan. Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan di Indoneisa berada sedikit dibawah rata-rata nilai competitive advantage emerging asia.

 

Pemilihan Model

Sebelum melakukan analisis data panel, tahapan pengujian diperlukan untuk menentukan model yang paling cocok. Dimulai dengan Uji Chow yang membandingkan antara Model Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM). Jika hasil dari Uji Chow diterima H0 maka dilakukan Uji Lagrange Multiplier dengan membandingkan model Pooled Least Square (PLS) dengan Random Effect Model (REM) dan yang terakhir Uji Hausman yang membandingkan Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Setelah dilakukan uji tersebut diambil model penelitian yang paling cocok sesuai dengan hasil Uji tersebut dengan output berupa regresi data panel.

1)   Uji Chow

Chow Test, juga dikenal sebagai Uji Chow, bertujuan untuk menentukan model Pooled Least Square atau Fixed Effect Model yang paling cocok untuk mengestimasi data panel. Keputusan H0 ditolak jika nilai probabilitas kurang dari 0,05, sedangkan model efek tetap dipilih jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05. Teori yang digunakan dalam uji Chow adalah:
H0
r:rPooled Least Square Modelr

H1r:rFixedrEffectrModel

Tabel 8. Hasil Uji Chow Model 1

Test Summary

F

d.f

Prob.

Result

17.3

(482,1922)

0.000

 

Berdasarkan hasil Uji Chow diatas dapat dilihat nilai Prob > F kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak, maka Model Pooled Least Square ditolak. Karena bukanlah model yang tepat dalam regresi data panel ini. Fixed Effect Model merupakan pilihan terbaik dari hasil Uji Chow. Maka dilanjutkan ke Uji Hausman.

2)   Uji Hausman

Hausman F-test adalah tes yang digunakan untuk menentukan model efek tetap atau efek acak yang paling cocok. Nilai F Hausman ditolak jika lebih kecil dari nilai kritisnya (0.05), dan sebaliknya. Berikut adalah hipotesis yang diajukan:

H0r: Random Effect Model

H1r: rFixedrEffectrModel

Tabel 9. Hasil Uji Hausman Model 1

Test Summary

Chi-Sq Statistics

d.f

Prob.

Cross Section Random

265.57

10

0.000

 

Setelah dilakukan Uji Hausman diperoleh nilai Prob > F berada dibawah 0,05, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara koefisien Fixed Effects Model dan Random Effects Model adalah sistematis dan signifikan. Dengan kata lain, Random Effects Model tidak sesuai, dan Fixed Effects Model merupakan model yang lebih tepat untuk digunakan dalam analisis ini. Berdasarkan hasil uji chow dan uji hausman dapat disimpulkan bahwa Fixed Effect Model merupakan model terbaik untuk penelitian ini. Sehingga uji lagrange multiplier tidak perlu dilakukan karena baik model Pooled least square maupun model Random effect bukan merupakan model yang paling sesuai untuk penelitian ini.

 

Uji Asumsi Klasik

1)   Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas pada penelitian menggunakan pendekatan pearson correlation. Pada pengujian pearson correlation nilai korelasi yang didapatkan berada dibawah angka 0,8 sehingga dapat ditarik kesimpulan Model ini terbebas dari Multikolinieritas sehingga uji asumsi klasik dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

2)   Uji Heterokedastisitas

Tabel 10. Hasil Uji Pearson Correlation

A screenshot of a graph

Description automatically generated

 

Ketika terjadi heteroskedastisitas, variansi dari kesalahan (residuals) dalam model regresi tidak konstan, tetapi bervariasi tergantung pada nilai dari variabel independen. Kondisi ini dapat menjadi masalah besar dalam analisis regresi karena dapat menyebabkan estimasi parameter yang tidak akurat, inferensi yang tidak dapat diandalkan, dan penurunan kehandalan model.

Tabel 11. Hasil Uji Heterokedastisitas

Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model

Variable

d.f

Chi-square

Prob>Chi2

Result

483

1.60E+07

0.000

 

Pada model ini ditemukan masalah heterokedastisitas, yang mana nilai Prob > Chi-square berada dibawah 0,05. Sehingga untuk menanggulangi permasalahan ini dibutuhkan treatment khusus pada model.

 

3)   Uji Autokorelasi

 

Tabel 12. Hasil Uji Autokorelasi

Wooldridge test for autocorrelation in panel data

Variable

F (1,482)

Prob>Chi2

Result

63.981

0.000

 

Dari hasil uji autokorelasi menggunakan pendekatan Wooldridge test ditemukan nilai p . value berada dibawah 0.05. Sehingga dapat disimpulkan model ini tidak lolos karena terindikasi autokorelasi. Dibutuhkan treatment khusus untuk mengatasi permasalahan ini.

4)   Uji Normalitas

Uji normalitas data adalah salah satu uji asumsi klasik yang digunakan untuk memastikan bahwa data yang akan diuji memiliki distribusi normal. Namun, pengujian normalitas data dilakukan untuk memastikan bahwa data tersebut memiliki distribusi normal. Adapun untuk hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini.

 

Tabel 13. Hasil Uji Normalitas

Shapiro—WiIk W test for normal data

Variable

Obs

w

v

z

Prob>z

res

2415

0.951

68.816

10.837

0.000

 

Gambar 2. Kurva Normalitas
Sumber: olahan penulis

 

Jika p value 0,0000 kurang dari 0,05, maka H1 diterima, yang berarti residual tidak berdistribusi normal.  sebagai akibatnya, asumsi normalitas tidak terpenuhi. Namun, untuk normalitas, Dalil Batas Pusat dapat digunakan jika data lebih dari 30 dianggap sebagai distribusi normal.

Teorema batas batas pusat: Teorema batas batas pusat mengatakan bahwa data dari iterasi peubah acak yang cukup besar dengan nilai ekspektasi dan variansi yang jelas akan didistribusikan mendekati distribusi normal. Artinya, rata-rata aritmetikaatau puratadihasilkan dari nilai-nilai hasil dari banyak observasi yang dikumpulkan secara independen, dan masing-masing observasi dikumpulkan dengan cara yang tidak tergantung satu sama lain. Teorema batas pusat mengatakan bahwa nilai data akan didistribusikan menurut "kurva lonceng" jika prosedur ini dilakukan berulang kali.

 

Hasil Analisis

Setelah dilakukan beberapa pengujian untuk menentukan model diperoleh hasil bahwa untuk kedua model uji data panel yang paling tepat adalah menggunakan Fixed Effect Model. Selanjutnya ketika dilakukan Uji Asumsi Klasik ditemukan pelanggaran terhadap uji Heterokedastisitas dan uji autokorelasi. Sehingga untuk menanggulangi hal ini dilakukan regresi data panel tahap 2. Perhitungan Cross Section SUR dengan Koefisien Estimasi Cross Section SUR (PSCE) adalah solusi untuk masalah pelanggaran heteroskedastisitas dan non-autokorelasi. Cross Section SUR (PSCE) membuat model kebal atau robust terhadap pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, serial autokorelasi, dan ketergantungan antar cross-sectional.

 

1)   Hubungan ESG dan Competitive Advantage terhadap Kinerja Perusahaan

 

Tabel 14. Hasil Regresi Model 1

 

Panel-corrected

Tobinsq

Coef.

Std. Error

z

P>|z|

ESG

0.008

0.002

4.170

0.000

COM ADVANTAGE

2.409

0.954

2.520

0.012

GROWTH

1.753

0.083

21.080

0.000

PROFITABILITY

-0.130

1.287

-0.100

0.920

MARKET LIQUIDITY

2.381

0.867

2.750

0.006

CASHFLOW

-0.025

0.012

-2.090

0.036

LONG TERM DEBT

-0.223

0.033

-6.680

0.000

TOTAL ASSET

-1.581

0.078

-20.370

0.000

INFLASI

9.849

6.405

1.540

0.124

 

Berdasarkan hasil regresi data panel, penelitian ini telah menghasilkan r-squared sebesar 0,376 yang mana telah memperlihatkan sebesar 0,376 variabel independen  mempengaruhi variabel dependen. Hipotesis pertama yang menyebutkan ESG memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Perusahaan diterima. Karena hasil regresi menunjukkan angka coefficient yang positif sebesar 0,008 dengan signifikansi 0,000 yang mana angka ini sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Perusahaan yang memiliki skor ESG yang baik cenderung memiliki kinerja yang baik.

Adapun Perusahaan yang memiliki skor ESG yang baik adalah Perusahaan yang cenderung transparan dengan mempublikasikan CSR atau laporan keberlanjutan. Sehingga hal ini meningkatkan kepercayaan masyarakat, pemangku kepentingan, dan para investor. Penemuan ini memvalidasi beberapa penelitian sebelumnya (Mohammad & Wasiuzzaman, 2021). Yang menemukan keterlibatan dalam aktivitas ESG terbukti meningkatkan kinerja Perusahaan dan keunggulan kompetitif yang lebih baik karena adanya akses ke pembiayaan yang lebih baik. (India) Temuan mengenai pengaruh ESG masih mendukung teori pemangku kepentingan, model OLS menunjukkan bahwa kinerja ESG keseluruhan perusahaan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap berbagai ukuran kinerja perusahaan.

Hipotesis kedua dari penelitian ini menyatakan bahwa competitive advantage berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan diterima karena koefisien ada di angka 2,409 dengan signifikansi 0,012. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana peningkatan 2 point pada competitive advantage akan meningkatkan kinerja Perusahaan 1 point. Hal ini juga memvalidasi penelitian sebelumnya Parnell (2024), Potjanajaruwit (2018), Riyadi and Munizu (2022) yang menemukan bahwa competitive advantage memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan.

 

2)   Efek moderasi Competitive Advantage terhadap hubungan ESG dengan Kinerja Perusahaan

Tabel 15. Hasil Regresi Model 1

 

Panel-corrected

Tobinsq

Coef.

Std. Error

z

P>|z|

[95% Conf. Interval]

ESG

0.007

0.002

3.610

0.000

0.003

0.011

COM ADVANTAGE

1.076

1.020

1.050

0.292

-0.923

3.075

ESG X COM

0.028

0.030

0.940

0.349

-0.031

0.087

GROWTH

1.776

0.075

23.720

0.000

1.629

1.922

PROFITABILITY

-0.378

1.481

-0.260

0.799

-3.281

2.525

MARKET LIQUIDITY

2.311

0.843

2.740

0.006

0.658

3.964

CASHFLOW

-0.018

0.011

-1.600

0.110

0.040

0.004

LONG TERM DEBT

-0.230

0.032

-7.210

0.000

-0.293

0.168

TOTAL ASSET

-1.574

0.080

-19.650

0.000

-1.731

-1.417

inflasi

9.773

6.446

1.520

0.129

-2.861

22.407

CONS

1.357

0.467

2.900

0.004

0.441

2.273

 

Hasil regresi data panel menghasilkan r-squared sebesar 0,38 dengan menjawab hipotesis ketiga yaitu competitive advantage memperkuat hubungan ESG terhadap kinerja Perusahaan. Hipotesis ini ditolak dikarenakan hasil regresi data panel yang tidak signifikan walaupun koefisien bernilai positif. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh (Lubis, 2021) competitive advantage Perusahaan memoderasi positif namun tidak signifikan hubungan antara ESG dan kinerja Perusahaan. Hal ini menunjukkan competitive advantage memperkuat hubungan antara ESG dan kinerja Perusahaan. Melihat value ESG memang tidak bisa secara langsung dinilai dengan perhitungan keuangan, karena ESG mempengaruhi secara tidak langsung berupa kepuasan pelanggan, market acceptance, cost of debt yang lebih rendah, dan nilai sosial yang diterima oleh para stakeholder (Schramade, 2016). Competitive advantage yang ditinjau dengan melihat keberhasilan Perusahaan menghasilkan return dari modal yang digunakan (ROIC-WACC) memang memperkuat perspektif pasar juga dalam menilai ekuitas Perusahaan namun hubungan ini tidak secara langsung berkaitan dengan ESG sehingga hasil didapatkan dari regresi tidak signifikan.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan data dengan sampel sebanyak 485 perusahaan publik dari China, India, Filiphina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia dalam rentang waktu 2018-2022. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, temuan yang menjawab pertanyaan penelitian adalah: (1) ESG berdampak positif signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diukur melalui proxy Tobins’ Q. ESG terbukti dapat menjadi salah satu indikator perusahaan dengan pengelolaan yang baik. (2) Competitive Advantage memiliki pengaruh signifikan  dengan hubungan positif terhadap kinerja perusahaan. Terbukti dengan keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan pengembalian dari modal yang digunakan. Dan (3) Competitive Advantage memiliki pengaruh tidak signifikan positif dalam memoderasi hubungan antara ESG dan Kinerja Perusahaan. Memang dengan keunggulan competitive advantage perusahaan dapat berinvestasi di ESG lebih banyak, namun beberapa perusahaan memandang investasi di ESG membutuhkan biaya yang cukup besar yang sistemnya jangka panjang.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmed, A. H., Eliwa, Y., & Power, D. M. (2019). The impact of corporate social and environmental practices on the cost of equity capital: UK evidence. International Journal of Accounting & Information Management, 27(3), 425–441.

Alareeni, B. A., & Hamdan, A. (2020). ESG impact on performance of US S&P 500-listed firms. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society, 20(7), 1409–1428.

Anggraeni, D. Y., & Djakman, C. D. (2017). Slack resources, feminisme dewan, dan kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 14(1), 6.

Atan, R., Alam, M. M., Said, J., & Zamri, M. (2018). The impacts of environmental, social, and governance factors on firm performance: Panel study of Malaysian companies. Management of Environmental Quality: An International Journal, 29(2), 182–194.

Balabanis, G., Phillips, H. C., & Lyall, J. (1998). Corporate social responsibility and economic performance in the top British companies: are they linked? European Business Review, 98(1), 25–44.

Cabral, I., Grilo, A., & Cruz-Machado, V. (2012). A decision-making model for lean, agile, resilient and green supply chain management. International Journal of Production Research, 50(17), 4830–4845.

Chang, Y. K., Oh, W.-Y., Park, J. H., & Jang, M. G. (2017). Exploring the relationship between board characteristics and CSR: Empirical evidence from Korea. Journal of Business Ethics, 140, 225–242.

Chen, Y. P. V., Zhuo, Z., Huang, Z., & Li, W. (2022). Environmental regulation and ESG of SMEs in China: Porter hypothesis re-tested. Science of the Total Environment, 850, 157967.

Cheng, B., Ioannou, I., & Serafeim, G. (2014). Corporate social responsibility and access to finance. Strategic Management Journal, 35(1), 1–23.

Cormier, D., & Magnan, M. (2007). The revisited contribution of environmental reporting to investors’ valuation of a firm’s earnings: An international perspective. Ecological Economics, 62(3–4), 613–626.

Crifo, P., Diaye, M.-A., & Oueghlissi, R. (2017). The effect of countries’ ESG ratings on their sovereign borrowing costs. The Quarterly Review of Economics and Finance, 66, 13–20.

Dhaliwal, D. S., Li, O. Z., Tsang, A., & Yang, Y. G. (2011). Voluntary nonfinancial disclosure and the cost of equity capital: The initiation of corporate social responsibility reporting. The Accounting Review, 86(1), 59–100.

Durlista, M. A., & Wahyudi, I. (2023). Pengaruh Pengungkapan Environmental, Social dan Governance (ESG) terhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan Sub Sektor Pertambangan Batu Bara Periode 2017-2022. Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 7(3), 210–232.

El Ghoul, S., Guedhami, O., Kwok, C. C. Y., & Mishra, D. R. (2011). Does corporate social responsibility affect the cost of capital? Journal of Banking & Finance, 35(9), 2388–2406.

Fatemi, A., Glaum, M., & Kaiser, S. (2018). ESG performance and firm value: The moderating role of disclosure. Global Finance Journal, 38, 45–64.

Fuadah, L. L., Mukhtaruddin, M., Andriana, I., & Arisman, A. (2022). The ownership structure, and the environmental, social, and governance (ESG) disclosure, firm value and firm performance: the audit committee as moderating variable. Economies, 10(12), 314.

Galbreath, J., & Shum, P. (2012). Do customer satisfaction and reputation mediate the CSR–FP link? Evidence from Australia. Australian Journal of Management, 37(2), 211–229.

He, F., Du, H., & Yu, B. (2022). Corporate ESG performance and manager misconduct: Evidence from China. International Review of Financial Analysis, 82, 102201.

Jallai, A.-G. (2020). Ethical standards for tax planning by corporations. Ethics and Taxation, 207–231.

Khairunnisa, D. P., & Widiastuty, E. (2023). Pengaruh Kinerja Esg Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Aksioma, 22(2), 142–153.

Lubis, M. F. F., & Rokhim, R. (2021). The effect of environmental, social, and governance (ESG) disclosure and competitive advantage on companies performance as an implementation of sustainable economic growth in Indonesia for period of 2015-2019. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 940(1), 12059.

Matzler, K., & Hinterhuber, H. H. (1998). How to make product development projects more successful by integrating Kano’s model of customer satisfaction into quality function deployment. Technovation, 18(1), 25–38.

Mohammad, W. M. W., & Wasiuzzaman, S. (2021). Environmental, Social and Governance (ESG) disclosure, competitive advantage and performance of firms in Malaysia. Cleaner Environmental Systems, 2, 100015.

Molina‐Azorín, J. F., Claver‐Cortés, E., López‐Gamero, M. D., & Tarí, J. J. (2009). Green management and financial performance: a literature review. Management Decision, 47(7), 1080–1100.

Murphy, D., & McGrath, D. (2013). ESG reporting–class actions, deterrence, and avoidance. Sustainability Accounting, Management and Policy Journal, 4(2), 216–235.

Nguyen, N., & Leblanc, G. (2001). Corporate image and corporate reputation in customers’ retention decisions in services. Journal of Retailing and Consumer Services, 8(4), 227–236.

Parnell, J. A. (2024). Authenticity matters: a nonmarket perspective on the competitive strategy-firm performance nexus. Management Decision.

Potjanajaruwit, P. (2018). Competitive advantage effects on firm performance: A case study of startups in Thailand. Journal of International Studies, 11(3), 104–111.

Radhouane, I., Nekhili, M., Nagati, H., & Paché, G. (2020). Is voluntary external assurance relevant for the valuation of environmental reporting by firms in environmentally sensitive industries? Sustainability Accounting, Management and Policy Journal, 11(1), 65–98.

Reznick, M., & Viehs, M. (2017). Pricing ESG risk in credit markets. Hermes Credit and Hermes EOS Research Paper Q, 2, 2017.

Riyadi, S., & Munizu, M. (2022). The external environment dynamics analysis towards competitive advantage and company performance: the case of manufacture industry in Indonesia. International Journal of Productivity and Quality Management, 35(2), 143–156.

Safriani, M. N., & Utomo, D. C. (2020). Pengaruh environmental, social, governance (ESG) disclosure terhadap kinerja perusahaan. Diponegoro Journal of Accounting, 9(3).

Sassen, R., Hinze, A.-K., & Hardeck, I. (2016). Impact of ESG factors on firm risk in Europe. Journal of Business Economics, 86, 867–904.

Schramade, W. (2016). Integrating ESG into valuation models and investment decisions: the value-driver adjustment approach. Journal of Sustainable Finance & Investment, 6(2), 95–111.

Sherwood, M. W., & Pollard, J. L. (2018). The risk-adjusted return potential of integrating ESG strategies into emerging market equities. Journal of Sustainable Finance & Investment, 8(1), 26–44.

 

 

Copyright holder:

Bramantyo M. Yulianto, Maria Ulpah (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: