Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 8, Agustus
2024
PENGARUH ENVIROMENTAL, SOCIAL, AND
GOVERNANCE (ESG) DAN COMPETITIVE ADVANTAGE TERHADAP KINERJA
PERUSAHAAN: STUDI PADA EMERGING ASIA PERIODE 2018–2022
Bramantyo M. Yulianto1, Maria
Ulpah2
Universitas Indonesia,
Depok, Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Dalam beberapa tahun terakhir, investasi korporasi dalam
Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG)
telah mendapatkan perhatian yang signifikan, didorong oleh minat yang semakin
meningkat dari investor internasional maupun domestik. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menyelidiki dampak ESG terhadap Keunggulan Kompetitif, dan
Kinerja Perusahaan di Asia yang Sedang Berkembang. Data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari informasi dari 481 perusahaan selama periode 5
tahun (2018-2022). Hasil regresi menunjukkan bahwa ESG memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan nilai p di bawah
0,05. Competitive advantage
juga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Namun
ketika competitive advantage
sebagai variabel moderasi hasilnya tidak signifikan
positif. Hal ini menunjukkan competitive advantage dan ESG tidak berhubungan secara langsung.
Kata kunci: ESG,
competitive advantage, investasi, kinerja
In recent years, corporate investment in
Environmental, Social, and Governance (ESG) has gained significant attention,
driven by increasing interest from both international and domestic investors.
The aim of this research is to investigate the impact of ESG on Competitive
Advantage and Firm Performance in Emerging Asia. The data used in this study
consists of information from 481 firms over a period of 5 years (2018-2022).
Regression results indicate that ESG has a positive and significant influence
on firm performance with a p-value below 0.05. Competitive advantage also has a
significant positive effect on firm performance. However, when competitive
advantage is used as a moderating variable, the result is not significantly
positive. This suggests that competitive advantage and ESG are not directly
related.
Keywords: ESG,
competitive advantage, investment, performance
Perkembangan dan perubahan merupakan
fenomena yang harus diantisipasi dan dimanfaatkan secara cepat, terutama
dalam konteks bisnis yang terus berubah. Dinamika bisnis saat ini
menciptakan peluang sekaligus tantangan yang signifikan, terutama dengan semakin terbukanya peluang investasi dari investor asing. Sebagaimana diuraikan dalam karya Pedro Matos, masyarakat di
negara maju seperti Eropa dan Amerika telah menunjukkan kesadaran yang meningkat terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan budaya, terutama dalam konteks perubahan iklim yang terus berlangsung. Dampak dari kesadaran ini adalah preferensi
masyarakat dan investor terhadap
perusahaan-perusahaan yang secara
transparan melaporkan praktik keberlanjutan (sustainability). Principles for Responsible Investment, sebagai
jaringan investor institusi
global terbesar, telah menetapkan komitmen untuk memperhitungkan faktor Environmental,
Social, and Governance (ESG) dalam pengambilan keputusan investasi mereka.
Dalam era bisnis global yang semakin kompleks, perusahaan dihadapkan pada tuntutan untuk tidak hanya memprioritaskan
aspek keuangan, tetapi juga untuk memperhatikan dampak lingkungan, keterlibatan sosial, dan praktik tata kelola yang baik (Environmental,
Social, and Governance/ESG). Pentingnya faktor ESG semakin meningkat seiring dengan peningkatan tekanan dari pemangku
kepentingan, seperti
investor, konsumen, dan pemerintah,
yang semakin menekankan tanggung jawab perusahaan terhadap dampak lingkungan, keterlibatan sosial, dan penerapan tata kelola yang baik.
Kebermaknaan ESG dalam konteks
bisnis tidak hanya terbatas pada pemenuhan tanggung jawab sosial, melainkan
juga memiliki dampak langsung terhadap kinerja perusahaan. Investor umumnya memberikan penghargaan kepada perusahaan yang menerapkan praktik ESG yang baik, sementara kurangnya pengungkapan atau praktik ESG yang kurang baik dapat meningkatkan
risiko reputasi dan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, pemahaman
mendalam tentang bagaimana faktor ESG dapat memengaruhi kinerja perusahaan menjadi sangat penting.
Investasi dalam lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) oleh
perusahaan telah mendapatkan perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun
terakhir, didorong oleh minat yang semakin meningkat dari investor
internasional maupun domestik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa investor
cenderung mendukung perusahaan-perusahaan dengan pengungkapan ESG yang baik,
sementara pengungkapan ESG yang buruk sering kali dianggap sebagai investasi
berisiko. Ketidakhadiran pengungkapan ESG oleh perusahaan dapat menyebabkan
investasi yang buruk, terutama di sektor-sektor berisiko tinggi yang dapat
mencemari lingkungan atau diskriminatif terhadap karyawan (Mohammad & Wasiuzzaman, 2021).
Pada tahun 2030, Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) merekomendasikan agar perusahaan mengungkapkan praktik ESG mereka dalam
laporan yang dapat diakses dan tersedia secara publik (SSE, 2015). Sebagai
tanggapan atas hal ini, pemerintah Malaysia telah mengeluarkan Kode Tata Kelola
Perusahaan Malaysia (MACCG), yang mendorong Direktur untuk sepenuhnya
mengungkapkan kebijakan dan implementasi ESG perusahaan dalam laporan tahunan
mereka. Begitu pula, Indonesia juga telah menerapkan Pedoman Tata Kelola
Perusahaan Indonesia (PUG-KI), yang menuntut perusahaan untuk mengajukan
laporan keberlanjutan kepada publik. Namun, di beberapa negara, banyak
perusahaan masih belum melaporkan laporan keberlanjutan, sehingga penting bagi
pemerintah untuk mendukung implementasi ESG melalui berbagai insentif pajak
bagi perusahaan untuk aktif terlibat dalam pengungkapan ESG yang bermanfaat
bagi rantai nilai bisnis dan pemegang saham mereka (Jallai, 2020).
Penelitian telah menunjukkan bahwa mengintegrasikan ESG
ke dalam model penilaian perusahaan meningkatkan indikator non-keuangan seperti
kepuasan pelanggan, penerimaan pasar, biaya utang yang lebih rendah, dan
nilai-nilai sosial yang dibawa kepada pemangku kepentingan. Oleh karena itu,
keunggulan kompetitif perusahaan dapat tumbuh selama bertahun-tahun operasinya (Schramade, 2016). Beberapa studi menyatakan bahwa
setelah mengintegrasikan faktor ESG ke dalam penilaian perusahaan dan keputusan
investasi, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam premi ekuitas dan
nilai perusahaan (Schramade, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad dan Wasiuzzaman (2021) menemukan bahwa keunggulan
kompetitif memperkuat pengaruh ESG terhadap kinerja perusahaan. Pertumbuhan
ekonomi di Asia, terutama pada negara-negara emerging
dan developing, menarik minat investasi ESG. Dengan
populasi muda dan pertumbuhan kelas menengah, negara-negara ini mengalami
urbanisasi dan tingkat adopsi teknologi yang tinggi. IMF mencatat pertumbuhan
ekonomi Asia yang signifikan, melampaui pertumbuhan Amerika Serikat dan Eropa.
Ini didasarkan pada data yang dipublikasikan oleh IMF, yang menunjukkan
pertumbuhan PDB Asia yang sedang berkembang sebesar 5,2%, yang tiga kali lipat
dari ekonomi maju utama (G7).
Penelitian terdahulu tentang pengaruh pengungkapan Environmental, Social, dan Governance (ESG) terhadap kinerja perusahaan menunjukkan
hasil yang beragam. Mohammad
dan Wasiuzzaman (2021) menemukan bahwa pengungkapan ESG
yang baik dapat meningkatkan kinerja perusahaan di Malaysia. Safriani dan Utomo (2020) juga mengindikasikan bahwa
pengungkapan ESG memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
operasional dan keuangan, tetapi tidak terhadap kinerja pasar di perusahaan
non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Khairunnisa dan Widiastuty (2023) menemukan bahwa pengaruh ESG
terhadap kinerja keuangan bervariasi di Indonesia, Malaysia, dan Singapura,
dengan hasil yang signifikan positif hanya di Singapura. Sementara itu, Lubis dan Rokhim (2021)mengungkapkan bahwa ESG berdampak
negatif terhadap kinerja perusahaan di Indonesia dan efek moderasi
oleh keunggulan bersaing tidak signifikan, menunjukkan minimnya implementasi
ESG di negara tersebut. Tujuan dari pelaksanaan
penelitian ini adalah; (1) menganalisis dan menjelaskan dampak penerapan ESG dan competitive advantage terhadap kinerja perusahaan di Emerging Market Asia, dan (2) menganalisis efek moderasi competitive
advantage terhadap hubungan
ESG dan kinerja perusahaan
di Emerging Market Asia.
Pada penelitian ini dilakukan analisis untuk melihat pengaruh ESG dan competitive advantage terhadap kinerja
perusahaan di beberapa negara yang termasuk pada pasar emerging
Asia. Berangkat dari judul tersebut maka bisa didefinisikan variabel ESG dan competitive advantage
akan bertindak sebagai variabel independent sedangkan
kinerja perusahaan akan bertindak sebagai variabel dependent.
Untuk mempermudah pemahaman konsep diatas akan
dijabarkan dalam kerangka penelitian dibawah ini.
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Pencapaian dalam (ESG) dapat memberikan dampak positif
terhadap peningkatan nilai suatu perusahaan. Menurut perspektif teori agensi,
salah satu cara untuk mengatasi ketidakseimbangan informasi adalah dengan
melakukan pengungkapan terkait perlakuan perusahaan terhadap karyawan,
masyarakat, dan lingkungan. Tindakan ini diharapkan dapat menghasilkan
pertumbuhan kinerja keuangan yang lebih baik. Selain teori agensi, beberapa
penelitian juga menghubungkannya dengan teori pemangku kepentingan yang
menegaskan bahwa para pemangku kepentingan memiliki peran yang penting dalam
menyediakan sumber daya yang diperlukan oleh perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan yang ingin terus berkembang dan bertahan harus menjalin hubungan
yang positif dengan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Sebuah studi oleh Durlista dan Wahyudi (2023) menyatakan bahwa kinerja ESG
memiliki dampak positif terhadap nilai perusahaan.
Dalam konteks pasar-pasar yang telah berkembang,
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengungkapan ESG di pasar-pasar yang
telah berkembang terkait dengan risiko pasar sistematis dan risiko idiosinkratis yang lebih rendah karena kemungkinan lebih
rendah terjadinya litigasi atau reaksi pasar negatif (Sassen et al., 2016). Chen et al.
(2022)menyatakan bahwa pengungkapan ESG
terkait dengan keunggulan kompetitif perusahaan karena perusahaan menyediakan
solusi berkelanjutan terhadap masalah-masalah lingkungan dan sosial.
Selanjutnya, dengan terlibat dalam kegiatan ESG, perusahaan dapat mendefinisikan
kembali penawaran produk mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk
perlindungan lingkungan yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik.
Namun, Balabanis (1998) menyatakan bahwa pengungkapan
lingkungan berkorelasi negatif dengan kinerja keuangan berikutnya di Inggris.
Dalam studi terkini terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di S&P
500 di AS untuk periode 2009 hingga 2018, pengungkapan ESG terbukti meningkatkan
kinerja perusahaan tetapi pengungkapan lingkungan menurunkan kinerja perusahaan
(Alareeni & Hamdan, 2020). Temuan yang kontradiktif ini
memerlukan penelitian lebih lanjut tentang efek pengungkapan ESG dan
pengungkapan lingkungan terhadap kinerja perusahaan.
Studi-studi di negara-negara yang telah berkembang
menunjukkan bahwa hubungan positif antara kinerja dan pengungkapan ESG
disebabkan oleh risiko informasi yang lebih rendah yang terkait dengan
peningkatan pengungkapan ESG (Cormier & Magnan, 2007). Selain memberikan kinerja
jangka panjang yang lebih baik, Ahmed et al.
(2019) menemukan bahwa berdasarkan
sampel perusahaan dari 15 negara UE, lembaga pemberi pinjaman menghargai upaya
perusahaan dalam mengungkapkan ESG dan memberikan penghargaan kepada perusahaan
melalui biaya utang yang lebih rendah. Menggunakan dataset
dari 23 negara Organisasi untuk Kerjasama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD) dari tahun 2007 hingga 2012, Crifo
et al. (2017) menyarankan bahwa di
negara-negara di mana pengungkapan ESG tinggi, biaya pinjaman atau spread yield lebih rendah. Spread yield yang lebih rendah
memungkinkan perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif sebagai akibat dari
risiko yang lebih rendah dan biaya pembiayaan yang terkait dengan penerbitan
obligasinya (Reznick & Viehs, 2017). Integrasi ESG akan meningkatkan
pengembalian investor institusional dan menurunkan risiko (Sherwood & Pollard, 2018). Selain itu, Cheng
et al. (2014) berpendapat bahwa perusahaan
yang mengadopsi strategi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) memiliki akses
keuangan yang lebih baik karena memiliki keterlibatan dan transparansi pemangku
kepentingan yang lebih baik. CSR memungkinkan perusahaan terlibat dalam
kegiatan yang memungkinkan alokasi sumber daya yang efisien. Oleh karena itu,
keinginan perusahaan untuk meningkatkan pengungkapan dapat terkait dengan
kecenderungannya untuk meningkatkan keunggulan kompetitif melalui biaya
pembiayaan yang lebih rendah, karena perusahaan dengan skor pengungkapan ESG
tinggi tidak hanya akan berusaha untuk mengoptimalkan bottom-line
tetapi juga menciptakan solusi yang meningkatkan kualitas hidup, mengarah pada
keunggulan kompetitif jangka panjang. He et
al. (2022) menemukan hubungan positif antara
tanggung jawab lingkungan perusahaan dan pengembalian saham jangka panjang
menggunakan data 20 tahun dari tahun 1992–2011. Dalam pasar yang sangat
kompetitif yang telah berkembang, pengungkapan ESG akan memfasilitasi kepercayaan
dan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kinerja superior dibandingkan
dengan pesaingnya dan mendorong perusahaan untuk aktif terlibat dalam
pengungkapan ESG yang lebih tinggi untuk memenuhi harapan pasar. Demikian pula,
CSR/ESG terbukti memfasilitasi pengembalian yang lebih tinggi melalui biaya
ekuitas yang lebih rendah, penilaian valuasi yang
lebih tinggi, persyaratan pinjaman yang menguntungkan yang mengarah pada akses
keuangan yang lebih baik (Chang et al., 2017).
Studi-studi tentang ESG di pasar-pasar yang sedang
berkembang bervariasi. Ada bukti yang menunjukkan bahwa pengungkapan ESG
mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan
persepsi dan pengakuan investor terhadap strategi investasi perusahaan (Fatemi et
al., 2018). Penelitian Chang et al. (2017) terhadap 175 perusahaan yang
sedang berkembang di Korea dari 2010 hingga 2012 menunjukkan bahwa CSR memiliki
efek positif terhadap kinerja jangka panjang perusahaan dan memberikan nilai
langsung dan tidak langsung kepada perusahaan melalui umpan balik positif
terhadap reputasinya. Di pasar yang sedang berkembang seperti Malaysia,
penciptaan nilai melalui integrasi ESG dalam strategi jangka panjang perusahaan
dengan visi yang tepat akan menarik bakat terbaik, membangun pelanggan yang
autentik melalui struktur tata kelola yang efektif, dan meningkatkan nilai
pemegang saham. Namun, pengungkapan ESG atau CSR di Malaysia masih rendah
karena pengungkapan masih bersifat sukarela (Anggraeni & Djakman, 2017). Pengungkapan yang rendah
mengenai kegiatan ESG dapat menyebabkan inkonsistensi dalam temuan tentang
pengungkapan ESG karena para peneliti mengandalkan informasi yang sangat
terbatas (Atan et al., 2018). Berdasarkan perbedaan pendapat
dari penelitian-penelitian sebelumnya, penulis membuat hipotesis sebagai
berikut.
H1: Environmental,
Social, and Governance (ESG) berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
Penelitian menunjukkan
berbagai pandangan mengenai pengaruh keunggulan kompetitif terhadap kinerja
perusahaan, baik positif maupun negatif. Cabral et al. (2012) menambahkan variabel keunggulan
kompetitif berkelanjutan sebagai hasil akhir dari kepuasan pelanggan dan
reputasi, menegaskan bahwa reputasi perusahaan yang didapat dari kepuasan
pelanggan yang tinggi dalam jangka panjang merupakan sumber keunggulan kompetitif
berkelanjutan bagi perusahaan. Matzler dan Hinterhuber (1998) menemukan bahwa reputasi
perusahaan yang diperoleh melalui periode panjang kepuasan pelanggan yang
tinggi adalah sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan, dengan argumen bahwa
peningkatan atribut produk tertentu harus dibandingkan dengan kualitas produk
pesaing untuk mengukur keunggulan kompetitif. Reputasi perusahaan memungkinkan
perusahaan untuk menarik pelanggan berulang kali, sehingga lebih banyak
pelanggan yang puas berarti reputasi yang lebih baik, pertumbuhan penjualan
yang lebih besar, keunggulan kompetitif yang lebih kuat, dan akhirnya tingkat
kinerja perusahaan yang lebih tinggi.
Galbreath dan Shum
(2012) menemukan bahwa reputasi
perusahaan dan kepuasan pelanggan sangat berkorelasi, dengan kepuasan pelanggan
yang memiliki dampak positif pada reputasi perusahaan, yang pada gilirannya
memperkuat keunggulan kompetitif perusahaan. Nguyen
dan Leblanc (2001) percaya bahwa reputasi perusahaan
adalah indikator yang andal apakah pelanggan perusahaan puas atau tidak,
menunjukkan bahwa reputasi yang baik sebagai hasil dari kepuasan pelanggan
dapat mendukung keunggulan kompetitif perusahaan.
Peningkatan performa keuangan, tentunya, akan disertai
dengan peningkatan keunggulan dalam persaingan oleh sumber daya manusia dalam
sebuah perusahaan. Kemajuan dalam keunggulan persaingan perusahaan bisa dipertingkatkan dengan meningkatkan performa lingkungan
perusahaan melalui penerapan manajemen lingkungan yang efektif. Dengan
melaksanakan program lingkungan dengan baik, perusahaan dapat meningkatkan
nilai tambah pada bisnisnya. Kinerja keuangan yang baik mencerminkan kondisi
keuangan perusahaan yang stabil, dan ini bisa menjadi pertimbangan penting bagi
investor. Penelitian yang dilakukan oleh Molina‐Azorín et
al. (2009) dan Fuadah et al. (2022) menunjukkan bahwa performa
keuangan memiliki dampak positif terhadap keunggulan dalam persaingan. Dari
beberapa penelitian diatas penulis mengembangkan
hipotesis selanjutnya sebagai berikut.
H2: Competitive
advantage berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
Pengungkapan ESG (Environmental, Social, and Governance)
memainkan peran penting dalam mengurangi asimetri
informasi, yang dapat mendorong keputusan investasi yang lebih bijak oleh
investor. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang mengungkapkan ESG secara
efektif dapat memperoleh kepercayaan dari investor, sehingga menurunkan biaya
modal dan meningkatkan efisiensi sumber daya, yang pada akhirnya memberikan
keunggulan kompetitif. Chen et al. (2022) menekankan bahwa pengungkapan
ESG yang baik dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham dan mengurangi asimetri informasi. Perusahaan di industri sensitif
terhadap norma sosial dan budaya memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik,
yang dapat meningkatkan persepsi positif dan reputasi perusahaan, memberikan
keunggulan kompetitif. Dhaliwal et al. (2011) mengamati bahwa perusahaan dengan
biaya ekuitas tinggi yang memulai pengungkapan CSR dapat mengurangi biaya modal
di masa depan, meningkatkan daya saing mereka (Mohammad
& Wasiuzzaman, 2021). perlunya meninjau
kembali tingkat pengungkapan ESG dan insentif pembiayaan bagi perusahaan dengan
skor pengungkapan ESG yang tinggi. Hal ini penting karena skor ESG yang tinggi
dikaitkan dengan keunggulan kompetitif yang lebih besar. Perusahaan yang mengungkapkan
informasi ESG secara komprehensif dapat mengurangi asimetri
informasi, meningkatkan kepercayaan investor, dan mengarah pada keputusan
investasi yang lebih berjangka panjang. Dengan demikian, meningkatkan
pengungkapan ESG dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan daya
saing perusahaan di pasar.
Namun, ada pandangan berbeda mengenai hubungan ini. El Ghoul et al.
(2011) menunjukkan bahwa investasi dalam
industri sensitif lingkungan dapat meningkatkan biaya ekuitas, yang bisa
mengurangi daya saing. Radhouane et
al. (2020) menyatakan bahwa pengungkapan
lingkungan sukarela oleh perusahaan di beberapa
industri sensitif mungkin tidak selalu dipandang baik oleh pasar,
sehingga tidak memberikan keuntungan finansial yang diharapkan. Murphy dan McGrath (2013) menyoroti bahwa motivasi
perusahaan dalam industri sensitif untuk melaporkan ESG seringkali
didorong oleh keinginan untuk menghindari gugatan, bukan untuk meningkatkan
kinerja ESG yang sebenarnya, yang dapat mengurangi keunggulan kompetitif
mereka. Secara keseluruhan, efektivitas pengungkapan ESG dalam meningkatkan
keunggulan kompetitif bergantung pada bagaimana perusahaan mengintegrasikannya
ke dalam strategi bisnis dan bagaimana pasar merespons upaya tersebut.
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, maka penulis mengembangkan hipotesis
sebagai berikut.
H3: Competitive advantage perusahaan berpengaruh positif dalam memperkuat
hubungan antara ESG dengan kinerja Perusahaan
Penelitian ini bersifat empiris
dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengungkapan
Environmental, Social, dan Governance (ESG) serta keunggulan bersaing terhadap kinerja perusahaan. Untuk mengukur kinerja perusahaan, penelitian ini menggunakan proxy nilai Tobin's Q. Objek penelitian adalah perusahaan publik di beberapa negara yang termasuk dalam kategori Emerging Asia menurut IMF, yaitu China, India,
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, selama
periode 2018 hingga 2022.
Data sekunder diperoleh dari Refinitiv, mencakup variabel ESG, keunggulan bersaing, dan variabel kontrol lainnya. Pengumpulan sampel dilakukan dengan purposive
sampling, menghasilkan data panel yang dianalisis menggunakan metode regresi pada perangkat lunak Stata.
Analisis data panel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan tiga model utama: Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM),
dan Random Effect Model (REM). Pemilihan model terbaik di antara ketiganya dilakukan melalui Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier.
Uji Chow membandingkan PLS dan FEM, Uji Hausman membandingkan FEM dan REM, sementara
Uji Lagrange Multiplier membandingkan PLS dan REM. Setelah model terbaik dipilih, dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas (menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov), uji multikolinearitas (dengan matrix korelasi Pearson), uji heteroskedastisitas
(menggunakan metode uji seperti Glejser dan White), dan
uji autokorelasi (menggunakan
uji Durbin-Watson). Uji-uji ini memastikan
validitas model regresi dan
membantu dalam penentuan hubungan antara variabel independen dan dependen.
Pada penelitian dilakukan 2,415 observasi yang melibatkan 483 perusahaan dari 6 negara yang termasuk dalam emerging asia. Periode yang diambil adalah 5 tahun, sejak 2018 hingga 2022. Dalam melakukan analisis deskriptif menggunakan software STATA 17 untuk
membantu penulis dalam mengolah data. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan software tersebut didapatkan hasil yang dirangkum pada tabel dibawah ini.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi informasi
mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean), standar deviasi (Std. Dev), nilai terendah (Min), dan nilai tertinggi (Max) pada setiap variabel yang diteliti dari keenam negara selama 5 tahun.
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
1.645 |
2.635 |
0.001 |
37.611 |
2415 |
ESG |
47.396 |
19.004 |
1.005 |
92.708 |
2415 |
COMADVANTAGE |
0.022 |
0.287 |
-6.093 |
7.319 |
2415 |
GROWTH |
9.812 |
0.570 |
6.945 |
11.608 |
2415 |
PROFITABILITY |
0.055 |
0.074 |
-0.940 |
0.850 |
2415 |
MARKET LIQUIDITY |
0.010 |
0.046 |
0.000 |
1.312 |
2415 |
CASHFLOW |
8.433 |
1.089 |
-5.392 |
10.300 |
2415 |
DEBT |
8.427 |
2.384 |
0.000 |
11.301 |
2415 |
TOTAL ASSET |
9.989 |
0.666 |
8.145 |
12.305 |
2415 |
INFLASI |
0.030 |
0.013 |
0.005 |
0.060 |
2415 |
Berdasaran hasilnya, Tobins memiliki nilai rata-rata diangka 1,645 hal ini mengindikasikan nilai pasar Perusahaan lebih tinggi dibanding nilai bukunya. Sehingga hal ini
dapat menjadi sinyal positif akan adanya pertumbuhan
Perusahaan di masa yang akan datang.
Selanjutnya rata-rata nilai
ESG pada emerging asia adalah
47,396 hal ini masuk kedalam kategori
second quartile yang dapat diinterpretasikan
satisfactory relative ESG performance and moderate degree of transparency in
reporting material ESG data publicly. Untuk rata-rata
nilai competitive advantage berada
diangka 0,022, informasi ini memberikan pandangan bahwa mayoritas Perusahaan di emerging asia
dapat menghasilkan laba yang melebihi modal yang digunakan.
Dari
tabel diatas dapat diketahui informasi bahwa nilai ESG tertinggi dari keenam negara selama 5 tahun adalah 92,708 yang mana rentang dari nilai ESG (0-100) dimana nilai 100 merupakan nilai terbaik. Nilai ini mengindikasikan semakin tinggi keterlibatan perusahaan pada ESG, maka akan semakin tinggi
nilai ESG-nya. Nilai terendah untuk ESG berada di angka 1 hal ini mengindikasikan
perusahaan sedang beralih dan menerapan ESG namun memang masih
butuh perkembangan. Sementara untuk nilai rata-rata ESG berada diangka 47,396, angka ini masih terbilang
rendah jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan di Eropa. Namun hal ini
wajar karna penerapan ESG di negara emerging asia
masih berkembang dan ini merupakan sebuah
langkah baik untuk suatu perusahaan
mengemukakan ESG mereka melalui sustainability report.
Nilai
competitive advantage tertinggi berada pada angka 7,319 yang mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari modal yang digunakan sangat baik. Nilai competitive advantage yang positif mengindikasikan kemampuan perusahaan menghasilkan laba melebihi modal yang digunakan, sementara untuk nilai positif mengindikasikan
perusahaan tidak mampu menghasilkan laba melebihi modal yang digunakan. Angka 7,31 diraih oleh
Perusahaan United Spirits Ltd pada tahun 2020.
Perusahaan ini merupakan
salah satu market leader di industry minuman beralkohol di India dan memiliki peran yang cukup signifikan di industry
global. Adapun pencapaian ini
merupakan capaian yang baik jika dibandingkan
dengan rata-rata nilai competitive
advantage di negara emerging asia dengan nilai rata-rata 0,02. Agar
mempermudah interpretasi dari setiap negara maka akan dijelaskan
lebih detail pada informasi
dibawah.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi
informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean),
standar deviasi (Std.
Dev), nilai terendah (Min),
dan nilai tertinggi (Max)
pada setiap variabel di
China selama 5 tahun.
Tabel 2. Statistik Deskriptif China
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
1.541 |
2.708 |
0.007 |
37.611 |
1110 |
ESG |
37.892 |
16.608 |
1.005 |
83.658 |
1110 |
COMADVANTAGE |
0.031 |
0.279 |
-6.093 |
2.755 |
1110 |
GROWTH |
9.999 |
0.449 |
8.845 |
11.608 |
1110 |
PROFITABILITY |
0.049 |
0.071 |
-0.940 |
0.440 |
1110 |
MARKET LIQUIDITY |
0.004 |
0.033 |
0.000 |
0.661 |
1110 |
CASHFLOW |
8.458 |
1.485 |
-5.392 |
10.300 |
1110 |
DEBT |
7.841 |
3.272 |
0.000 |
11.301 |
1110 |
TOTAL ASSET |
10.168 |
0.664 |
8.769 |
12.264 |
1110 |
INFLASI |
0.026 |
0.010 |
0.011 |
0.038 |
1110 |
Dari
tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di China 37,89 dari 220
perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai tertinggi diperoleh Luxshare Precision Industry Co Ltd dengan
angka 83,65. Luxshare
Precision Industry Co Ltd merupakan perusahaan yang bergerak dibidang komponen elektrik pada beberapa perusahaan teknologi seperti Apple, Xiaomi, Dell dan lain sebagainya.
Sementara itu untuk nilai competitive
advantage tertinggi diperoleh Kweichow Moutai Co Ltd dengan nilai 2,7549 jauh diatas rata-rata China sebesar 0,0312. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di industri minuman beralkohol. Rata-rata nilai competitive advantage China berada diatas rata-rata emerging
asia. Namun untuk nilai ESG masih dibawah rata-rata negara emerging
asia.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi
informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean),
standar deviasi (Std.
Dev), nilai terendah (Min),
dan nilai tertinggi (Max)
pada setiap variabel di
India selama 5 tahun.
Tabel 3. Statistik Deskriptif India
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
2.289 |
3.318 |
0.006 |
24.321 |
520 |
ESG |
55.177 |
16.172 |
8.281 |
92.708 |
520 |
COMADVANTAGE |
0.024 |
0.390 |
-0.821 |
7.319 |
520 |
GROWTH |
9.774 |
0.707 |
6.945 |
11.329 |
520 |
PROFITABILITY |
0.067 |
0.072 |
-0.156 |
0.358 |
520 |
MARKET LIQUIDITY |
0.016 |
0.052 |
0.000 |
0.823 |
520 |
CASHFLOW |
8.567 |
0.623 |
2.743 |
9.951 |
520 |
DEBT |
8.931 |
1.154 |
4.691 |
10.869 |
520 |
TOTAL ASSET |
9.885 |
0.649 |
8.145 |
11.809 |
520 |
INFLASI |
0.046 |
0.009 |
0.034 |
0.060 |
520 |
Dari
tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di India 55,17 dari 104
perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia.
Nilai tertinggi diperoleh
Hindustan Unilever Ltd dengan angka
92,70. Hindustan Unilever Ltd merupakan perusahaan multinasional dibawah Unilever yang bergerak dibidang FMCG (fast moving consumer goods).
Sementara itu untuk nilai competitive
advantage tertinggi diperoleh
Perusahaan United Spirits Ltd dengan angka 7,3185. Perusahaan ini merupakan salah satu market
leader di industry minuman beralkohol
di India dan memiliki peran
yang cukup signifikan di
industry global. Nilai ini cukup jauh
dari rata-rata nilai perusahaan di India sebesar
0,0239. Namun nilai
rata-rata competitive advantage perusahaan
India sedikit diatas
rata-rata perusahaan emerging asia.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi
informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean),
standar deviasi (Std.
Dev), nilai terendah (Min),
dan nilai tertinggi (Max)
pada setiap variabel di
Thailand selama 5 tahun.
Tabel 4. Statistik Deskriptif Thailand
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
1.601 |
1.726 |
0.007 |
11.289 |
185 |
ESG |
62.161 |
15.833 |
14.596 |
91.805 |
185 |
COMADVANTAGE |
-0.001 |
0.084 |
-0.177 |
0.426 |
185 |
GROWTH |
9.750 |
0.432 |
8.282 |
10.623 |
185 |
PROFITABILITY |
0.044 |
0.046 |
-0.082 |
0.219 |
185 |
MARKET LIQUIDITY |
0.008 |
0.008 |
0.000 |
0.062 |
185 |
CASHFLOW |
8.011 |
0.510 |
6.515 |
9.584 |
185 |
DEBT |
9.139 |
0.751 |
5.841 |
10.427 |
185 |
TOTAL ASSET |
9.935 |
0.618 |
8.440 |
11.129 |
185 |
INFLASI |
0.018 |
0.010 |
0.005 |
0.031 |
185 |
Dari
tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Thailand sebesar
62,16 dari 37 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging
asia. Nilai tertinggi diperoleh Delta Electronics Thailand PCL dengan angka 91,80. Delta
Electronics Thailand PCL merupakan perusahaan yang bergerak di industri teknologi dan elektronik, perusahaan ini merupakan anak
perusahaan dari Delta
Electronics Inc sebuah perusahaan
berbasis di Taiwan
Sementara itu untuk nilai competitive
advantage tertinggi diperoleh
Perusahaan Banpu PCL dengan
angka 0,426. Perusahaan ini
merupakan erusahaan energi terintegrasi terbesar se Asia-Pasifik. Namun nilai rata-rata competitive
advantage Perusahaan di Thailand berada diposisi negatif yang mencerminkan sebagian besar perusahaan gagal menghasilkan laba dibandingkan modal yang dikeluarkan pada rentang tahun tersebut. Rata-rata nilai ESG di Thailand memperoleh angka yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata emerging
asia.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi
informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean),
standar deviasi (Std.
Dev), nilai terendah (Min),
dan nilai tertinggi (Max)
pada setiap variabel di
Filiphina selama 5 tahun.
Tabel 5. Statistik Deskriptif Filiphina
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
0.833 |
0.537 |
0.001 |
2.386 |
120 |
ESG |
48.775 |
17.816 |
7.636 |
89.230 |
120 |
COMADVANTAGE |
-0.028 |
0.074 |
-0.221 |
0.294 |
120 |
GROWTH |
9.709 |
0.354 |
8.620 |
10.420 |
120 |
PROFITABILITY |
0.037 |
0.027 |
-0.058 |
0.148 |
120 |
MARKET LIQUIDITY |
0.042 |
0.132 |
0.000 |
1.312 |
120 |
CASHFLOW |
8.404 |
0.275 |
7.476 |
8.938 |
120 |
DEBT |
9.329 |
0.400 |
8.401 |
10.159 |
120 |
TOTAL ASSET |
10.051 |
0.382 |
9.338 |
10.841 |
120 |
INFLASI |
0.033 |
0.011 |
0.020 |
0.047 |
120 |
Dari
tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Filiphina sebesar 48,77 dari 24 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging asia.
Nilai tertinggi diperoleh
Ayala Land Inc dengan angka
89,22. Ayala Land Inc merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang properti seperti salah satu yang terkenal Makati
Central Business District (CBD).
Sementara itu untuk nilai competitive
advantage tertinggi diperoleh
perusahaan Manila Electric Co dengan
angka 0,294. Perusahaan ini
merupakan perusahaan penyedia Listrik swasta yang menyuplai kota metropolitan
Manila dan merupakan pemasok
terbesar di Filiphina. Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan di Filiphina berada diposisi negatif yang mencerminkan sebagian besar perusahaan gagal menghasilkan laba dibandingkan modal yang dikeluarkan
pada rentang tahun tersebut.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi
informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean),
standar deviasi (Std.
Dev), nilai terendah (Min),
dan nilai tertinggi (Max)
pada setiap variabel di
Malaysia selama 5 tahun.
Tabel 6. Statistik Deskriptif Malaysia
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
1.406 |
1.958 |
0.025 |
12.901 |
275 |
ESG |
57.143 |
15.357 |
6.494 |
91.408 |
275 |
COMADVANTAGE |
0.020 |
0.197 |
-0.597 |
1.825 |
275 |
GROWTH |
9.438 |
0.588 |
7.547 |
11.066 |
275 |
PROFITABILITY |
0.054 |
0.095 |
-2.430 |
0.850 |
275 |
MARKET LIQUIDITY |
0.012 |
0.026 |
0.001 |
0.194 |
275 |
CASHFLOW |
8.231 |
0.474 |
6.879 |
9.300 |
275 |
DEBT |
8.808 |
0.749 |
5.981 |
10.061 |
275 |
TOTAL ASSET |
9.717 |
0.649 |
8.391 |
11.327 |
275 |
INFLASI |
0.024 |
0.010 |
0.011 |
0.037 |
275 |
Dari
tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Malaysia sebesar
57,14 dari 55 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging
asia. Nilai tertinggi diperoleh Nestle (Malaysia) Bhd dengan angka 91,40. Nestle (Malaysia) Bhd
merupakan perusahaan multinasional yang merupakan bagian dari perusahaan
Nestle S.A yang merupakan perusahaan
FMCG.
Sementara itu untuk nilai competitive
advantage tertinggi diperoleh
perusahaan Top Glove Corporation Bhd
dengan angka 1,825.
Perusahaan ini merupakan perusahaan manufaktur sarung tangan karet
dan merupakan salah satu produsen sarung tangan terbesar didunia. Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan di Malaysia berada sedikit dibawah rata-rata nilai competitive advantage emerging asia.
Statistik deskriptif dibawah ini berisi
informasi mengenai jumlah observasi (Obs), rata-rata nilai (Mean),
standar deviasi (Std.
Dev), nilai terendah (Min),
dan nilai tertinggi (Max)
pada setiap variabel di
Indonesia selama 5 tahun.
Tabel 7. Statistik Deskriptif Indonesia
|
Mean |
Std. Dev |
Min |
Max |
Observations |
TOBIN |
1.414 |
2.185 |
0.007 |
17.098 |
205 |
ESG |
51.918 |
19.689 |
10.595 |
87.134 |
205 |
COMADVANTAGE |
0.021 |
0.316 |
-0.288 |
2.815 |
205 |
GROWTH |
9.512 |
0.535 |
8.373 |
10.826 |
205 |
PROFITABILITY |
0.073 |
0.096 |
-0.166 |
0.557 |
205 |
MARKET LIQUIDITY |
0.001 |
0.002 |
0.000 |
0.016 |
205 |
CASHFLOW |
8.265 |
0.577 |
6.653 |
9.529 |
205 |
DEBT |
8.639 |
0.761 |
5.196 |
9.730 |
205 |
TOTAL ASSET |
9.707 |
0.644 |
8.516 |
12.305 |
205 |
INFLASI |
0.031 |
0.010 |
0.018 |
0.047 |
205 |
Dari
tabel tersebut dapat diketahui rata-rata nilai ESG di Indonesia sebesar
51,91 dari 41 perusahaan selama periode 5 tahun. Nilai ini diatas rata-rata nilai ESG di emerging
asia. Nilai tertinggi diperoleh Bank Central Asia Tbk dengan angka 87,13. Bank Central
Asia Tbk merupakan perusahaan industri perbankan terkemuka di Indonesia dengan kinerja finansial tumbuh signifikan setiap tahun.
Sementara itu untuk nilai competitive
advantage tertinggi diperoleh
perusahaan Matahari
Department Store Tbk dengan
angka 2,815. Perusahaan ini
merupakan salah satu perusahaan ritel pakaian, aksesoris, dan gaya hidup terbesar
di Indonesia dengan 154 gerai
yang tersebar di 82 kota.
Perusahaan ini berdiri sejak 1958 yang didirikan
Hari Darmawan. Namun nilai rata-rata competitive advantage perusahaan di Indoneisa berada sedikit dibawah rata-rata nilai competitive
advantage emerging asia.
Sebelum melakukan analisis data panel, tahapan pengujian diperlukan untuk menentukan model yang
paling cocok. Dimulai dengan Uji Chow yang membandingkan
antara Model Pooled Least Square (PLS) dan Fixed
Effect Model (FEM). Jika hasil dari
Uji Chow diterima H0 maka dilakukan Uji Lagrange Multiplier dengan
membandingkan model Pooled Least Square (PLS) dengan Random Effect Model (REM) dan yang terakhir Uji Hausman yang membandingkan
Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Setelah dilakukan uji tersebut diambil model penelitian yang
paling cocok sesuai dengan hasil Uji tersebut dengan output berupa regresi data panel.
Chow Test, juga dikenal sebagai Uji Chow, bertujuan untuk menentukan model Pooled Least Square atau Fixed Effect Model yang paling cocok untuk mengestimasi
data panel. Keputusan H0 ditolak jika
nilai probabilitas kurang dari 0,05, sedangkan model efek tetap dipilih jika
nilai probabilitas lebih besar dari
0,05. Teori yang digunakan dalam uji Chow adalah:
H0r:rPooled Least Square Modelr
H1r:rFixedrEffectrModel
Tabel 8. Hasil Uji
Chow Model 1
Test Summary |
F |
d.f |
Prob. |
Result |
17.3 |
(482,1922) |
0.000 |
Berdasarkan hasil Uji Chow diatas dapat dilihat
nilai Prob > F kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak, maka Model Pooled
Least Square ditolak. Karena bukanlah
model yang tepat dalam regresi data panel ini. Fixed
Effect Model merupakan pilihan
terbaik dari hasil Uji Chow. Maka dilanjutkan ke Uji Hausman.
Hausman F-test adalah tes yang digunakan untuk menentukan model efek tetap atau efek
acak yang paling cocok.
Nilai F Hausman ditolak jika
lebih kecil dari nilai kritisnya
(0.05), dan sebaliknya. Berikut
adalah hipotesis yang diajukan:
H0r: Random Effect Model
H1r: rFixedrEffectrModel
Tabel 9. Hasil Uji
Hausman Model 1
Test
Summary |
Chi-Sq
Statistics |
d.f |
Prob. |
Cross Section Random |
265.57 |
10 |
0.000 |
Setelah dilakukan Uji
Hausman diperoleh nilai
Prob > F berada dibawah
0,05, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara koefisien Fixed Effects Model dan Random
Effects Model adalah sistematis
dan signifikan. Dengan kata
lain, Random Effects Model tidak sesuai, dan Fixed Effects Model merupakan model yang lebih tepat untuk digunakan
dalam analisis ini. Berdasarkan hasil uji chow dan uji hausman dapat disimpulkan bahwa Fixed Effect Model merupakan
model terbaik untuk penelitian ini. Sehingga uji lagrange multiplier tidak perlu dilakukan
karena baik model Pooled
least square maupun model Random effect bukan merupakan model yang paling
sesuai untuk penelitian ini.
Uji
Multikolinieritas pada penelitian
menggunakan pendekatan pearson correlation. Pada pengujian
pearson correlation nilai
korelasi yang didapatkan berada dibawah angka 0,8 sehingga dapat ditarik kesimpulan
Model ini terbebas dari Multikolinieritas sehingga uji asumsi klasik dapat dilanjutkan
ke tahap selanjutnya.
2) Uji
Heterokedastisitas
Tabel 10. Hasil Uji Pearson Correlation
Ketika
terjadi heteroskedastisitas,
variansi dari kesalahan (residuals) dalam model
regresi tidak konstan, tetapi bervariasi tergantung pada nilai dari variabel
independen. Kondisi ini dapat menjadi
masalah besar dalam analisis regresi karena dapat menyebabkan estimasi parameter yang tidak akurat, inferensi yang tidak dapat diandalkan,
dan penurunan kehandalan
model.
Tabel 11. Hasil Uji Heterokedastisitas
Modified Wald test for
groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model |
|||
Variable |
d.f |
Chi-square |
Prob>Chi2 |
Result |
483 |
1.60E+07 |
0.000 |
Pada
model ini ditemukan masalah heterokedastisitas, yang
mana nilai Prob > Chi-square berada
dibawah 0,05. Sehingga untuk menanggulangi permasalahan ini dibutuhkan treatment khusus pada
model.
Tabel 12. Hasil Uji Autokorelasi
Wooldridge test for autocorrelation in panel data |
||
Variable |
F (1,482) |
Prob>Chi2 |
Result |
63.981 |
0.000 |
Dari
hasil uji autokorelasi menggunakan pendekatan Wooldridge
test ditemukan nilai p . value berada dibawah 0.05. Sehingga dapat disimpulkan model ini tidak lolos karena terindikasi autokorelasi. Dibutuhkan
treatment khusus untuk mengatasi permasalahan ini.
Uji normalitas data adalah salah satu uji asumsi klasik yang digunakan untuk memastikan bahwa data yang akan diuji memiliki
distribusi normal. Namun, pengujian normalitas data dilakukan untuk memastikan bahwa data tersebut memiliki distribusi normal. Adapun untuk hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini.
Tabel 13. Hasil Uji Normalitas
Shapiro—WiIk W test for normal data |
|||||
Variable |
Obs |
w |
v |
z |
Prob>z |
res |
2415 |
0.951 |
68.816 |
10.837 |
0.000 |
Gambar 2. Kurva Normalitas
Sumber: olahan penulis
Jika
p value 0,0000 kurang dari
0,05, maka H1 diterima,
yang berarti residual tidak
berdistribusi normal.
sebagai akibatnya, asumsi normalitas tidak terpenuhi. Namun, untuk normalitas,
Dalil Batas Pusat dapat digunakan jika data lebih dari 30 dianggap
sebagai distribusi normal.
Teorema batas batas pusat: Teorema batas batas pusat mengatakan
bahwa data dari iterasi peubah acak yang cukup besar dengan nilai
ekspektasi dan variansi
yang jelas akan didistribusikan mendekati distribusi normal. Artinya,
rata-rata aritmetika—atau purata—dihasilkan dari nilai-nilai hasil dari banyak
observasi yang dikumpulkan secara independen, dan
masing-masing observasi dikumpulkan
dengan cara yang tidak tergantung satu sama lain. Teorema batas pusat mengatakan bahwa nilai data akan didistribusikan menurut "kurva lonceng" jika prosedur ini
dilakukan berulang kali.
Setelah dilakukan beberapa pengujian untuk menentukan model diperoleh hasil bahwa untuk kedua
model uji data panel yang paling tepat adalah menggunakan Fixed Effect
Model. Selanjutnya ketika dilakukan Uji Asumsi Klasik ditemukan pelanggaran terhadap uji Heterokedastisitas dan uji autokorelasi.
Sehingga untuk menanggulangi hal ini dilakukan regresi
data panel tahap 2. Perhitungan
Cross Section SUR dengan Koefisien
Estimasi Cross Section SUR (PSCE) adalah
solusi untuk masalah pelanggaran heteroskedastisitas dan non-autokorelasi.
Cross Section SUR (PSCE) membuat model kebal atau robust terhadap pelanggaran asumsi heteroskedastisitas,
serial autokorelasi, dan ketergantungan
antar cross-sectional.
Tabel 14. Hasil Regresi Model 1
|
Panel-corrected |
|||
Tobinsq |
Coef. |
Std.
Error |
z |
P>|z| |
ESG |
0.008 |
0.002 |
4.170 |
0.000 |
COM ADVANTAGE |
2.409 |
0.954 |
2.520 |
0.012 |
GROWTH |
1.753 |
0.083 |
21.080 |
0.000 |
PROFITABILITY |
-0.130 |
1.287 |
-0.100 |
0.920 |
MARKET LIQUIDITY |
2.381 |
0.867 |
2.750 |
0.006 |
CASHFLOW |
-0.025 |
0.012 |
-2.090 |
0.036 |
LONG TERM DEBT |
-0.223 |
0.033 |
-6.680 |
0.000 |
TOTAL ASSET |
-1.581 |
0.078 |
-20.370 |
0.000 |
INFLASI |
9.849 |
6.405 |
1.540 |
0.124 |
Berdasarkan hasil regresi data panel, penelitian ini telah menghasilkan
r-squared sebesar 0,376 yang mana telah memperlihatkan sebesar 0,376 variabel independen mempengaruhi
variabel dependen. Hipotesis pertama yang menyebutkan ESG memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Perusahaan diterima. Karena hasil regresi menunjukkan angka coefficient yang positif sebesar 0,008 dengan signifikansi 0,000 yang mana angka
ini sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Perusahaan yang memiliki skor ESG yang baik cenderung memiliki kinerja yang baik.
Adapun Perusahaan yang
memiliki skor ESG yang baik adalah Perusahaan yang cenderung transparan dengan mempublikasikan CSR atau laporan keberlanjutan.
Sehingga hal ini meningkatkan kepercayaan masyarakat, pemangku kepentingan, dan para
investor. Penemuan ini memvalidasi beberapa penelitian sebelumnya (Mohammad
& Wasiuzzaman, 2021). Yang menemukan keterlibatan dalam aktivitas ESG terbukti meningkatkan kinerja Perusahaan
dan keunggulan kompetitif
yang lebih baik karena adanya akses
ke pembiayaan yang lebih baik. (India) Temuan mengenai pengaruh ESG masih mendukung teori pemangku kepentingan, model OLS menunjukkan bahwa kinerja ESG keseluruhan perusahaan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap berbagai ukuran kinerja perusahaan.
Hipotesis kedua dari penelitian ini menyatakan bahwa competitive advantage berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan diterima karena koefisien ada di angka 2,409 dengan signifikansi 0,012. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana peningkatan 2 point pada competitive advantage akan meningkatkan kinerja Perusahaan 1 point. Hal ini
juga memvalidasi penelitian
sebelumnya Parnell (2024), Potjanajaruwit (2018), Riyadi and Munizu (2022) yang menemukan bahwa competitive advantage memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Tabel
15. Hasil Regresi Model 1
|
Panel-corrected |
|||||
Tobinsq |
Coef. |
Std. Error |
z |
P>|z| |
[95% Conf. Interval] |
|
ESG |
0.007 |
0.002 |
3.610 |
0.000 |
0.003 |
0.011 |
COM ADVANTAGE |
1.076 |
1.020 |
1.050 |
0.292 |
-0.923 |
3.075 |
ESG X COM |
0.028 |
0.030 |
0.940 |
0.349 |
-0.031 |
0.087 |
GROWTH |
1.776 |
0.075 |
23.720 |
0.000 |
1.629 |
1.922 |
PROFITABILITY |
-0.378 |
1.481 |
-0.260 |
0.799 |
-3.281 |
2.525 |
MARKET LIQUIDITY |
2.311 |
0.843 |
2.740 |
0.006 |
0.658 |
3.964 |
CASHFLOW |
-0.018 |
0.011 |
-1.600 |
0.110 |
0.040 |
0.004 |
LONG TERM DEBT |
-0.230 |
0.032 |
-7.210 |
0.000 |
-0.293 |
0.168 |
TOTAL ASSET |
-1.574 |
0.080 |
-19.650 |
0.000 |
-1.731 |
-1.417 |
inflasi |
9.773 |
6.446 |
1.520 |
0.129 |
-2.861 |
22.407 |
CONS |
1.357 |
0.467 |
2.900 |
0.004 |
0.441 |
2.273 |
Hasil
regresi data panel menghasilkan
r-squared sebesar 0,38 dengan
menjawab hipotesis ketiga yaitu competitive
advantage memperkuat hubungan
ESG terhadap kinerja
Perusahaan. Hipotesis ini ditolak dikarenakan hasil regresi data panel yang tidak signifikan walaupun koefisien bernilai positif. Hal ini sejalan dengan
penelitian terdahulu oleh
Penelitian ini menggunakan data dengan sampel
sebanyak 485 perusahaan publik dari China, India, Filiphina,
Thailand, Malaysia, dan Indonesia dalam rentang waktu 2018-2022. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, temuan yang menjawab pertanyaan
penelitian adalah: (1) ESG berdampak positif signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diukur melalui proxy Tobins’ Q. ESG terbukti dapat menjadi salah satu indikator perusahaan dengan pengelolaan yang baik. (2) Competitive
Advantage memiliki pengaruh
signifikan dengan hubungan positif terhadap kinerja perusahaan. Terbukti dengan keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan pengembalian dari modal yang digunakan. Dan
(3) Competitive Advantage memiliki pengaruh tidak signifikan positif dalam memoderasi hubungan antara ESG dan Kinerja
Perusahaan. Memang dengan keunggulan competitive advantage perusahaan
dapat berinvestasi di ESG lebih banyak, namun
beberapa perusahaan memandang investasi di ESG membutuhkan biaya yang cukup besar yang sistemnya jangka panjang.
BIBLIOGRAFI
Ahmed, A. H., Eliwa, Y., & Power, D. M. (2019). The impact of
corporate social and environmental practices on the cost of equity capital: UK
evidence. International Journal of Accounting & Information Management,
27(3), 425–441.
Alareeni, B. A., & Hamdan, A. (2020). ESG impact on
performance of US S&P 500-listed firms. Corporate Governance: The
International Journal of Business in Society, 20(7), 1409–1428.
Anggraeni, D. Y., & Djakman, C. D. (2017). Slack
resources, feminisme dewan, dan kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 14(1), 6.
Atan, R., Alam, M. M., Said, J., & Zamri, M. (2018). The
impacts of environmental, social, and governance factors on firm performance:
Panel study of Malaysian companies. Management of Environmental Quality: An
International Journal, 29(2), 182–194.
Balabanis, G., Phillips, H. C., & Lyall, J. (1998).
Corporate social responsibility and economic performance in the top British
companies: are they linked? European Business Review, 98(1),
25–44.
Cabral, I., Grilo, A., & Cruz-Machado, V. (2012). A
decision-making model for lean, agile, resilient and green supply chain
management. International Journal of Production Research, 50(17),
4830–4845.
Chang, Y. K., Oh, W.-Y., Park, J. H., & Jang, M. G.
(2017). Exploring the relationship between board characteristics and CSR:
Empirical evidence from Korea. Journal of Business Ethics, 140,
225–242.
Chen, Y. P. V., Zhuo, Z., Huang, Z., & Li, W. (2022).
Environmental regulation and ESG of SMEs in China: Porter hypothesis re-tested.
Science of the Total Environment, 850, 157967.
Cheng, B., Ioannou, I., & Serafeim, G. (2014). Corporate
social responsibility and access to finance. Strategic Management Journal,
35(1), 1–23.
Cormier, D., & Magnan, M. (2007). The revisited
contribution of environmental reporting to investors’ valuation of a firm’s
earnings: An international perspective. Ecological Economics, 62(3–4),
613–626.
Crifo, P., Diaye, M.-A., & Oueghlissi, R. (2017). The
effect of countries’ ESG ratings on their sovereign borrowing costs. The
Quarterly Review of Economics and Finance, 66, 13–20.
Dhaliwal, D. S., Li, O. Z., Tsang, A., & Yang, Y. G.
(2011). Voluntary nonfinancial disclosure and the cost of equity capital: The
initiation of corporate social responsibility reporting. The Accounting
Review, 86(1), 59–100.
Durlista, M. A., & Wahyudi, I. (2023). Pengaruh
Pengungkapan Environmental, Social dan Governance (ESG) terhadap Kinerja
Perusahaan pada Perusahaan Sub Sektor Pertambangan Batu Bara Periode 2017-2022.
Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 7(3),
210–232.
El Ghoul, S., Guedhami, O., Kwok, C. C. Y., & Mishra, D.
R. (2011). Does corporate social responsibility affect the cost of capital? Journal
of Banking & Finance, 35(9), 2388–2406.
Fatemi, A., Glaum, M., & Kaiser, S. (2018). ESG
performance and firm value: The moderating role of disclosure. Global
Finance Journal, 38, 45–64.
Fuadah, L. L., Mukhtaruddin, M., Andriana, I., & Arisman,
A. (2022). The ownership structure, and the environmental, social, and
governance (ESG) disclosure, firm value and firm performance: the audit
committee as moderating variable. Economies, 10(12), 314.
Galbreath, J., & Shum, P. (2012). Do customer
satisfaction and reputation mediate the CSR–FP link? Evidence from Australia. Australian
Journal of Management, 37(2), 211–229.
He, F., Du, H., & Yu, B. (2022). Corporate ESG
performance and manager misconduct: Evidence from China. International
Review of Financial Analysis, 82, 102201.
Jallai, A.-G. (2020). Ethical standards for tax planning by
corporations. Ethics and Taxation, 207–231.
Khairunnisa, D. P., & Widiastuty, E. (2023). Pengaruh
Kinerja Esg Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi
Aksioma, 22(2), 142–153.
Lubis, M. F. F., & Rokhim, R. (2021). The effect of
environmental, social, and governance (ESG) disclosure and competitive
advantage on companies performance as an implementation of sustainable economic
growth in Indonesia for period of 2015-2019. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science, 940(1), 12059.
Matzler, K., & Hinterhuber, H. H. (1998). How to make
product development projects more successful by integrating Kano’s model of
customer satisfaction into quality function deployment. Technovation, 18(1),
25–38.
Mohammad, W. M. W., & Wasiuzzaman, S. (2021).
Environmental, Social and Governance (ESG) disclosure, competitive advantage
and performance of firms in Malaysia. Cleaner Environmental Systems, 2,
100015.
Molina‐Azorín, J. F., Claver‐Cortés, E., López‐Gamero, M. D.,
& Tarí, J. J. (2009). Green management and financial performance: a
literature review. Management Decision, 47(7), 1080–1100.
Murphy, D., & McGrath, D. (2013). ESG reporting–class
actions, deterrence, and avoidance. Sustainability Accounting, Management
and Policy Journal, 4(2), 216–235.
Nguyen, N., & Leblanc, G. (2001). Corporate image and
corporate reputation in customers’ retention decisions in services. Journal
of Retailing and Consumer Services, 8(4), 227–236.
Parnell, J. A. (2024). Authenticity matters: a nonmarket
perspective on the competitive strategy-firm performance nexus. Management
Decision.
Potjanajaruwit, P. (2018). Competitive advantage effects on
firm performance: A case study of startups in Thailand. Journal of
International Studies, 11(3), 104–111.
Radhouane, I., Nekhili, M., Nagati, H., & Paché, G.
(2020). Is voluntary external assurance relevant for the valuation of
environmental reporting by firms in environmentally sensitive industries? Sustainability
Accounting, Management and Policy Journal, 11(1), 65–98.
Reznick, M., & Viehs, M. (2017). Pricing ESG risk in
credit markets. Hermes Credit and Hermes EOS Research Paper Q, 2,
2017.
Riyadi, S., & Munizu, M. (2022). The external environment
dynamics analysis towards competitive advantage and company performance: the
case of manufacture industry in Indonesia. International Journal of
Productivity and Quality Management, 35(2), 143–156.
Safriani, M. N., & Utomo, D. C. (2020). Pengaruh
environmental, social, governance (ESG) disclosure terhadap kinerja perusahaan.
Diponegoro Journal of Accounting, 9(3).
Sassen, R., Hinze, A.-K., & Hardeck, I. (2016). Impact of
ESG factors on firm risk in Europe. Journal of Business Economics, 86,
867–904.
Schramade, W. (2016). Integrating ESG into valuation models
and investment decisions: the value-driver adjustment approach. Journal of
Sustainable Finance & Investment, 6(2), 95–111.
Sherwood, M. W., & Pollard, J. L. (2018). The
risk-adjusted return potential of integrating ESG strategies into emerging
market equities. Journal of Sustainable Finance & Investment, 8(1),
26–44.
Copyright holder: Bramantyo M. Yulianto, Maria
Ulpah (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |