Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

ANALISIS PENGAWASAN WAJIB PAJAK DENGAN MODEL COMPLIANCE RISK MANAGEMENT (CRM) DAN KEBIJAKAN PENGAWASAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENERIMAAN PAJAK PADA KPP PRATAMA INDRAMAYU TAHUN 2019-2023

 

Vika Ayu Diyantie1, Suhroji Adha2

Universitas Terbuka, Indonesia1

Universitas Faletehan, Indonesia2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Pajak memiliki peranan yang dominan untuk pembangunan nasional dalam struktur APBN. Kepatuhan wajib pajak menjadi fokus penting DJP dengan kegiatan pengawasan pajak dalam sistem self assessment untuk mencapai penerimaan pajak yang optimal dalam situasi nasional yang dinamis termasuk saat pandemi Covid-19. Compliance risk management menghasilkan peta risiko kepatuhan wajib pajak. Kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak sebagai peningkatan pengawasan wajib pajak yang lebih efisien dan efektif dalam rangka mewujudkan kepatuhan yang berkesinambungan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengawasan wajib pajak dengan model CRM dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak sebagai upaya penguatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Indramayu tahun 2019-2023. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif dan metode penelitian kualitatif. Hasil wawancara sebagai data primer penelitian ini. Selain itu, dokumen dan literatur yang berkaitan sebagai data sekunder. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pengawasan wajib pajak dengan model CRM dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak berdampak positif terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Indramayu tahun 2019-2023.

Kata kunci: compliance risk management, kepatuhan wajib pajak, penerimaan pajak, pengawasan wajib pajak

 

Abstract

Tax plays a dominant role in national development within the state budget structure. Taxpayer compliance is the important focus of the DJP with tax monitoring activities in the self-assessment system to achieve optimal tax revenue in a dynamic national situation, including during the Covid-19 pandemic. Compliance risk management produces taxpayer compliance risk profiles. The taxpayer compliance monitoring policy aims to improve the efficiency and effectiveness of monitoring in order to achieve sustainable compliance. The goal of this research is to analyze taxpayer monitoring using the CRM model and taxpayer compliance monitoring policies as an effort to strengthen tax revenue at KPP Pratama Indramayu from 2019 to 2023. This research was conducted through a descriptive approach using the qualitative research method. The results of interviews became primary data.  Apart from that, related documents and literature became secondary data. The research results show that taxpayer monitoring using the CRM model and taxpayer compliance monitoring policies have a positive impact on tax revenue at KPP Pratama Indramayu from 2019 to 2023.

Keywords: compliance risk management, taxpayer compliance, tax revenue, taxpayer supervision

 

Pendahuluan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mendefinisikan pajak sebagai kontribusi atau iuran wajib yang harus diberikan oleh individu atau badan usaha kepada negara, yang memiliki sifat memaksa berdasarkan hukum, dengan imbalan secara tidak langsung, serta digunakan dalam kepentingan negara dan kemakmuran rakyat (Christian & Aribowo, 2021; Himawan et al., 2022). Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan nasional tidak luput dari peranan pajak yang paling besar dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Ismail, 2010). Hal ini ditunjukkan dengan penerimaan perpajakan sebesar Rp2.155,4 triliun dari total pendapatan negara sebesar Rp2.774,3 triliun, dimana penerimaan pajak sebesar Rp1.869,2 triliun yang terdiri dari penerimaan PPh Migas, PPh Non Migas, PPN, PPnBM, PBB dan Pajak lainnya. Realisasi pendapatan negara tersebut berhasil melampaui target APBN 2023 atau Perpres 75/2023 selama tahun 2023.

Mengingat besarnya peranan penerimaan pajak bagi struktur APBN, kepatuhan wajib pajak menjadi faktor penting dalam sistem perpajakan Indonesia yang sejak tahun 1983 menganut sistem self assessment. Kepatuhan wajib pajak adalah refleksi dari sistem self assessment itu sendiri (Himawan et al., 2022; Nugroho & Kurnia, 2020). Salah satu karakter dari sistem self assessment yaitu responsibilitas atas pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan terdapat pada wajib pajak itu sendiri yang diberikan kepercayaan mutlak dalam perhitungan, pembayaran/penyetoran, dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia, sesuai dengan tugas dan fungsi memiliki kewajiban untuk melaksanakan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap wajib pajak dalam  melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai pandemi global sejak tanggal 12 Maret 2020. Pemerintah Indonesia mengumumkan dua kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Sampai dengan tanggal 14 Juni 2020, sebanyak 38.277 kasus terkonfirmasi di Indonesia dan terus bertambah mencapai puncaknya pada tanggal 15 Juli 2021 dimana total 4.349.848 orang tercatat positif Covid-19 di Indonesia. Dikutip dari Laporan Bank Dunia per medio Oktober 2020 menyatakan bahwa dua negara di kawasan East Asia and Pacific (EAP) yang masih berjuang dan belum berhasil menanggulangi pandemi Covid-19 adalah  Indonesia dan Filipina. (World Bank, 2020b). Pandemi Covid-19 berdampak pada realisasi penerimaan pajak di Indonesia yang merosot tajam. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, dalam Konferensi Pers Realisasi dan Kinerja APBN 2023 tanggal 4 Januari 2024 menyebutkan bahwa pada tahun 2020 penerimaan pajak merosot ke Rp1.070 triliun dari sebelumnya pada tahun 2019 sebesar Rp1.332,1 triliun.

   Pada tanggal 11 September 2019, Direktur Jenderal Pajak menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2019 tentang Implementasi Compliance Risk Management dalam Kegiatan Ekstensifikasi, Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penagihan di Direktorat Jenderal Pajak. Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) menjelaskan CRM adalah proses terstruktur yang secara sistematis mengidentifikasi, mengukur, dan menanggulangi risiko kepatuhan pajak seperti wajib pajak yang tidak terdaftar, pelaporan pajak yang tidak benar, dan lain-lain (OECD, 2019; OECD, 2020). Penerapan CRM dengan menggunakan teknologi digital di era pertukaran informasi atau Exchange of Information (EoI) diharapkan dapat membantu DJP dalam memperlakukan wajib pajak dengan lebih adil dan transparan, sehingga manajemen sumber daya mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi dan pada akhirnya akan melahirkan paradigma kepatuhan mutakhir bagi DJP yaitu kepatuhan wajib pajak yang berkelanjutan (Annam et al., 2023; Sukada, 2020). Selain sebagai inisiatif strategis yang dicantumkan dalam Rencana Strategis DJP tahun 2020 s.d. 2024 serta Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) yang diatur dalam KEP-389/PJ/2020, KMK-91/KMK.01/2021, juga dalam upaya menjaga kinerja DJP dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak terutama di masa pandemi Covid-19, CRM digunakan sebagai mesin penentu risiko yang dapat memetakan wajib pajak secara lebih jitu berdasarkan risiko kepatuhan. Kemudian pada tanggal 13 Juli 2021, sebagai bentuk pelaksanaan percepatan implementasi CRM pada seluruh proses bisnis di DJP ditetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2021 tentang Implementasi Compliance Risk Management dan Business Intelligence, sehingga mencabut SE-24/PJ/2019. Sejak diterapkannya SE-24/PJ/2019 terdapat tiga CRM dalam proses bisnis DJP dan tahun 2023 telah ditambahkan enam CRM, sehingga total terdapat sembilan CRM yang disebut CRM Integrasi yang terdiri dari risiko general dan spesifik dalam wujud intregrated risk engine (IRE) serta pengolahan data penagihan, ekstensifikasi, keberatan dan banding dalam Costumized Module (CMOD).

   Perluasan basis pajak dan pengoptimalan penerimaan pajak oleh DJP juga dilaksanakan dengan meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan dan menggali potensi wajib pajak. Oleh karena itu, pada tanggal 27 Februari 2020 Direktur Jenderal Pajak menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak dalam Rangka Perluasan Basis Pajak (Akbar, 2020). Kebijakan ini diperlukan karena target penerimaan pajak terus meningkat, sedangkan sumber daya yang dimiliki DJP terbatas. Selain karena termasuk ke dalam pelaksanaan Rencana Strategis DJP tahun 2020, DJP juga berharap dengan kebijakan ini, unit vertikal DJP dapat fokus mengalokasikan sumber daya yang ada untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan wajib pajak dalam kondisi yang dinamis karena ketidakstabilan perekonomian global akibat pandemi Covid-19. Kemudian pada tanggal 10 Februari 2022, ditetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak. Hal tersebut merupakan langkah konkret dari DJP setelah mempertimbangkan dinamika perekonomian yang sedang berlangsung, perubahan organisasi dan proses kerja instansi vertikal DJP, hasil pemantauan dan evaluasi, serta saran dari para pemangku kepentingan. SE-05/PJ/2022 sebagai wujud proses menyempurnakan atas proses bisnis pengawasan kepatuhan wajib pajak untuk menyelaraskan dengan proses bisnis lainnya di DJP, menajamkan proses bisnis pengawasan, dan mengakomodasi perkembangan teknologi informasi. Seperti yang dijelaskan dalam SE - 05/PJ/2022, pengawasan atas kepatuhan wajib pajak yang selanjutnya disebut pengawasan adalah serangkaian kegiatan penelitian dan pembinaan mengenai kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan yang akan, belum, atau telah dilaksanakan oleh wajib guna terciptanya kepatuhan wajib pajak yang berkesinambungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Surat edaran tersebut sejalan dengan pernyataan dari World Bank (2020a) yang menjelaskan bahwa tentang dampak Covid-19 terhadap penerimaan pajak menekankan dan memberi catatan bahwa  beberapa strategi kepatuhan pajak selama pandemi akan berbeda dengan strategi sebelum pandemi, termasuk pengendalian dan pengelolaan ketidakpatuhan yang mungkin meningkat

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Indramayu (KPP Pratama Indramayu) merupakan salah satu unit vertikal DJP. Oleh karena itu, implementasi pengawasan wajib pajak dengan model Compliance Risk Management (CRM) dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak berpotensi memberikan dampak positif sebagai upaya penguatan penerimaan pajak di setiap daerah, termasuk Kabupaten Indramayu saat dan paska pandemi Covid-19 dari tahun 2019 s.d. tahun 2023. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan pengawasan wajib pajak melalui model compliance risk management (CRM) dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak yang disajikan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul “Analisis Pengawasan Wajib Pajak dengan Model Compliance Risk Management (CRM) dan Kebijakan Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai Upaya Penguatan Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Indramayu Tahun 2019-2023”. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengawasan wajib pajak dengan model CRM dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak sebagai upaya penguatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Indramayu tahun 2019-2023.

 

Metode Penelitian

Penulis melakukan pendekatan deskriptif dalam penelitian ini yang menurut Saunders et al. (2019) bertujuan untuk memperoleh konsep terstruktur tentang suatu peristiwa atau situasi yang telah terjadi. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang menurut Anggito dan Setiawan (2018) merupakan metode penelitian melalui pengumpulan data pada suatu kejadian ilmiah guna menafsirkan fenomena yang terjadi dan memposisikan peneliti sebagai alat atau instrumen kunci agar dapat memahami serta menjelaskan dampak. Penulis sebagai peneliti yang menjadi alat atau instrumen kunci untuk memahami dan menjelaskan dampak pengawasan wajib pajak dengan model compliance risk management dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Indramayu.     

Irawan (2021) menyatakan bahwa dalam penelitian tahap pengolahan data dan tahap pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan bersamaan bahkan dianjurkan agar disertai dengan tahap menganalisis data. Hal tersebut bertujuan agar peneliti dapat memahami antara informasi yang lebih difokuskan, dirasa cukup, atau dikembangkan lebih luas lagi. Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa teknik wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Wawancara dilaksanakan penulis dengan narasumber para pegawai KPP Pratama Indramayu khususnya yang melaksanakan fungsi pengawasan wajib pajak yaitu Account Representative dan hasil wawancara ini akan menjadi data primer. Dokumentasi dilaksanakan penulis dengan memanfaatkan dokumen dan data terkait kegiatan pengawasan kepatuhan wajib pajak serta data penerimaan pajak di KPP Pratama Indramayu. Studi kepustakaan atau studi literatur dilaksanakan dengan melakukan kajian buku, peraturan perundang-undangan, dan jurnal ilmiah yang berkaitan sebagai acuan atau referensi dalam penelitian ini. Teknik dokumentasi dan studi kepustakaan ini dilakukan guna mendapatkan data sekunder. Data primer dan data sekunder tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis dampak implementasi pengawasan wajib pajak dengan model Compliance Risk Management (CRM) dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Indramayu pada tahun 2019 sampai tahun 2023.

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2021 tentang Implementasi Compliance Risk Management dan Business Intelligence menjelaskan peta risiko kepatuhan CRM fungsi pemeriksaan dan pengawasan merupakan susunan tingkat probabilitas timbulnya ketidakpatuhan wajib pajak serta tingkat peranan wajib pajak dalam penerimaan perpajakan. Account Representative bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan pengawasan kepatuhan wajib pajak juga dapat menggunakan alat keterangan (alket) dalam rangka penggalian potensi perpajakan.

OECD menjelaskan dalam laporan “Tax Administration 2019”, administrasi perpajakan telah beralih ke administrasi elektronik, memanfaatkan berbagai alat teknologi, sumber data, dan analisis data untuk meningkatkan kepatuhan pajak (OECD, 2019). Begitu pula DJP yang sudah menggunakan administrasi elektronik dengan memanfaatkan teknologi seperti aplikasi CRM Transfer Pricing, Ability to Pay (ATP), SmartWeb, Approweb (Aplikasi Profil Berbasis Web), CRM IRE dalam Mandor DJP dan aplikasi pendukung lainnya dalam administrasi perpajakan.

Narasumber menjelaskan implementasi CRM peta risiko pemeriksaan dan pengawasan di Kantor Pelayanan Pratama Indramayu telah dilaksanakan sesuai dengan SE-39/PJ/2021 yang telah mengalami perkembangan hingga menjadi CRM Integrasi. Secara sistem dalam CRM ini akan mengindikasikan perilaku wajib pajak dan juga tindak lanjut atau treatment yang dibagi menjadi patuh, mencoba patuh, tidak ingin patuh, dan memutuskan untuk tidak patuh. Wajib pajak tidak ingin patuh masuk ke dalam pengawasan dan pemeriksaan. Tahapan implementasi CRM dapat diuraikan sebagai berikut:

1)  Ketua Komite Kepatuhan Wajib Pajak dalam hal ini Kepala KPP Pratama Indramayu dengan anggota Komite Kepatuhan Wajib Pajak (Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan, Kepala Seksi Pengawasan I s.d. V, Kepala Seksi Penjaminan Kualitas Data, dan Supervisor Jabatan Fungsional) melakukan pembahasan DSP3 untuk menentukan DSPP dan DPP berdasarkan data CRM (X2Y3, X3Y2, X3Y3), ATP (moderate, high, very high) dan Data Pemicu yang belum ditindaklanjuti wajib pajak.

2)  Berdasarkan Peta Risiko Kepatuhan, Peta Risiko Kepatuhan CRM Transfer Pricing, ATP, Laporan Hasil Analisis (LHA) dalam rangka penggalian potensi perpajakan, SmartWeb, dan/atau data dan keterangan lain dari wajib pajak badan dan orang pribadi berstatus pusat, serta wajib pajak lainnya dengan mengacu pada aturan terkait kebijakan pemeriksaan dan/atau atau pengawasan, DSP3 yang sudah dibahas akan disusun.

3)  Peta risiko kepatuhan dalam CRM fungsi pemeriksaan dan pengawasan tersedia di dalam aplikasi Approweb:

a)  Risiko kepatuhan wajib mencakup kemungkinan atau ketidakpastian yang akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dan kemungkinan tidak patuhnya wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya, seperti pelaporan yang tepat waktu, pelaporan yang benar dan lengkap, serta pembayaran yang tepat waktu serta risiko dan ketidakpastian yang terkait dengan hal tersebut berkurangnya penerimaan pajak yang disebabkan oleh perubahan tersebut.

b)  Tingkat Kemungkinan Ketidakpatuhan yang digambarkan dalam sumbu X merupakan tingkat probabilitas adanya pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan yang tidak dilaksanakan berupa pelaporan yang disampaikan tepat waktu, pelaporan surat pemberitahuan yang lengkap serta benar, dan pembayaran pajak secara tepat waktu.

c)  Dampak Fiskal yang digambarkan dalam sumbu Y merupakan imbas pemenuhan kewajiban perpajakan yang tidak dilaksanakan meliputi pelaporan yang disampaikan tepat waktu, pelaporan surat pemberitahuan yang lengkap serta benar, dan pembayaran pajak secara tepat waktu.

 

Gambar 1. Kuadran Peta Risiko

Sumber: Diolah Penulis

d)  Secara umum, proses pengawasan akan dilakukan oleh Account Representative berdasarkan peta risiko terlebih dahulu terhadap wajib pajak yang terletak pada kuadran kanan atas tingkat risiko X3Y3 dengan mempertimbangkan variabel lain.

e)  Selain dari peta risiko kepatuhan, data dan/atau keterangan lain dapat digunakan sebagai dasar penyusunan DSP3 dapat dimanfaatkan ketersediaannya dalam sistem informasi yang disediakan oleh Kantor Pusat DJP.

4)  Komite Kepatuhan Wajib Pajak menyusun dokumen Berita Acara Pembuatan Peta Risiko Kepatuhan dan Pembahasan DSP3 berdasarkan hasil pembahasan DSP3 yang akan ditetapkan sebagai DSPP dan DPP. Setelah itu, mengirimkannya ke Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II.

5)  Bidang DP3 Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II melaksanakan penyusunan rekapitulasi atau ikhtisar DPP untuk disampaikan ke Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan dan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan Kantor Pusat DJP;

6)  KPP Pratama Indramayu memasukkan Wajib pajak terpilih ke dalam DPP setelah daftar wajib pajak diterima kembali. Setelah itu, KPP Pratama Indramayu menetapkan daftar wajib pajak terpilih tersebut ke dalam Approweb dan menyusun Berita Acara Penetapan/Pemutakhiran DPP.

7)  KPP Pratama Indramayu melaksanakan tindak lanjut atas wajib pajak yang ditetapkan ke dalam DPP sesuai dengan ketentuan pengawasan wajib pajak dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8)  Account Representative melaksanakan penelitian terhadap wajib pajak yang terdapat dalam DPP dalam rangka penyusunan SP2DK atas data dan/atau keterangan. Dalam analisis ketertagihan, AR juga dapat mempertimbangkan indikator ATP wajib pajak dalam rangka optimalisasi success rate atas SP2DK yang sudah diterbitkan.

9)  Approweb memungkinkan KPP Pratama Indramayu, Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II, dan Kantor Pusat DJP melaksanakan monitoring atas tindak lanjut dari SP2DK dan LHP2DK dengan ATP yang dapat dipertimbangkan sebagai indikator.

Menurut informasi dari narasumber, mulai tahun 2023 dengan adanya CRM Integrasi, Komite Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) Kolaboratif antara Kantor Pusat DJP dengan Kanwil DJP dan KPP termasuk dalam penetapan/pemutakhiran DPP Tahun 2023. Oleh karena itu, KPP Pratama Indramayu sudah tidak menggunakan tahap proses bisnis pengawasan wajib pajak dalam pemilihan Wajib Pajak pada penetapan/pemutakhiran DPP. Kantor Pusat DJP juga telah mengirimkan data pada CRM IRE pada aplikasi Mandor DJP untuk rekomendasi Populasi DPP. Dalam rangka mencapai peningkatan success rate yang optimal untuk monitoring dan tindak lanjut penyelesaian SP2DK, implementasi pendukung tetap dilaksanakan sehubungan dengan usulan pemeriksaan dan/atau bukti permulaan.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Kebijakan Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak dijelaskan bahwa pengawasan atas kepatuhan wajib pajak yang selanjutnya disebut pengawasan adalah serangkaian kegiatan pembinaan dan penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan, baik yang akan, belum, maupun sudah dilaksanakan oleh wajib pajak, dalam rangka mewujudkan kepatuhan wajib pajak yang berkelanjutan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kegiatan pengawasan kepatuhan wajib pajak salah satunya dengan jenis wajib pajak yang dikelompokkan menjadi wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya. Kegiatan pengawasan kepatuhan wajib pajak strategis di KPP Pratama Indramayu sesuai SE-05/PJ/2022 dilaksanakan di Seksi Pengawasan I, dimana sebelumnya sesuai dengan SE-07/PJ/2020 dilaksanakan di Seksi Pengawasan II. Kegiatan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak strategis dengan melakukan penelitian komprehensif bersama supervisor KPP Pratama Indramayu. Sedangkan kegiatan pengawasan kepatuhan wajib pajak lainnya dilaksanakan di Seksi Pengawasan II, Seksi Pengawasan III, Seksi Pengawasan IV, dan Seksi Pengawasan V di KPP Pratama Indramayu dengan mengawasi wajib pajak yang dibagi berbadasarkan wilayah yang melingkupi berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Indramayu.

Implementasi pengawasan wajib pajak dengan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Indramayu telah dilaksanakan sesuai dengan SE-05/PJ/2022. Tahapan implementasi surat edaran tersebut sebagai berikut:

1)  Pengusulan wajib pajak strategis;

2)  Assignment wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya;

3)  Penyusunan DPP oleh Komite Kepatuhan KPP Pratama Indramayu;

4)  Kegiatan pengawasan wajib pajak dilaksanakan dalam penelitian kepatuhan material dan penelitian kepatuhan formal;

5)  Proses bisnis peneribitan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK);

6)  Kunjungan (visit) ke lokasi wajib pajak;

7)  Terdapat beberapa bentuk tindak lanjut pengawasan wajib pajak yang dapat dilaksanakan oleh Account Representative, antara lain:

a)    Penerbitan usulan pemeriksaan;

b)    Penerbitan usulan pemeriksaan bukti permulaan;

c)    Penerbitan usulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen;

d)    Penerbitan usulan penilaian dalam rangka tujuan perpajakan;

e)    Penerbitan usulan perubahan data dan/atau status wajib pajak secara jabatan;

f)     Penerbitan usulan perubahan fasilitas perpajakan wajib pajak dan/atau administrasi layanan secara jabatan;

g)    Penerbitan surat pemberitahuan kepada wajib pajak yang meliputi penerbitan Surat Teguran, Surat Imbauan, Surat Pemberitahuan Perkembangan Pelaksanaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP3 P2DK), Surat Keputusan Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak berjalan, Surat Tagihan Pajak (STP), dan surat pemberitahuan lainnya;

h)    Pelaksanaan usulan pembetulan produk hukum secara jabatan;

 

Kegiatan pemantauan serta evaluasi pengawasan wajib pajak

Narasumber menyampaikan bahwa perbedaan antara penelitian kepatuhan material dalam rangka pengawasan kepatuhan wajib pajak strategis dan kepatuhan wajib pajak lainnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1)  Penelitian wajib pajak lainnya yang terdapat dalam DPP untuk tahun pajak berjalan maupun sebelum tahun pajak berjalan dilakukan oleh AR dengan melakukan validasi dan analisis mandiri lalu disusun dalam KKPt dan LHPt sebelum diterbitkan SP2DK.

2)  Penelitian wajib pajak strategis yang terdapat dalam DPP:

a)    Apabila wajib pajak strategis masuk ke dalam DSPP atau sedang/telah diperiksa maka dilakukan penelitian all taxes atau satu/beberapa jenis pajak (jika diperlukan).

b)    Apabila wajib pajak strategis masuk ke dalam DPP untuk tahun pajak berjalan maka dilakukan oleh AR dengan melakukan validasi dan analisis mandiri lalu disusun dalam KKPt dan LHPt sebelum diterbitkan SP2DK.

c)    Apabila wajib pajak strategis masuk ke dalam DPP untuk sebelum tahun pajak berjalan maka dilakukan penelitian komprehensif oleh AR dan dilakukan pembahasan dengan Supervisor dengan melakukan validasi dan analisis bersama lalu disusun dalam KKPt dan LHPt sebelum diterbitkan SP2DK.

Proses bisnis kegiatan pengawasan wajib pajak akan dilanjutkan dengan penerbitan SP2DK dan pengiriman/penyampaian SP2DK kepada wajib pajak; pembahasan dengan wajib pajak dan penerbitan BAP2DK; dan diakhiri dengan penerbitan LHP2DK.

Menurut data yang diberikan oleh KPP Pratama Indramayu dan pernyataan dari Narasumber A sebagai AR di Seksi Pengawasan I saat ini melakukan pengawasan kepada 100 wajib pajak strategis di KPP Pratama Indramayu. Sedangkan Narasumber B sebagai AR di Seksi Pengawasan II saat ini melakukan pengawasan kepada 8.925 wajib pajak lainnya berada di wilayah pengawasannya. Perbedaan yang sangat signifikan disebutkan oleh kedua narasumber tersebut secara umum disebabkan oleh perbedaan antara wajib pajak strategis yang jumlah dan kriterianya ditentukan oleh DJP dengan wajib pajak lainnya yang jumlahnya terus bertambah karena adanya kegiatan ekstensifikasi. Sukada (2020) menjelaskan bahwa pembayaran dan pelaporan belum secara utuh menyertai keberhasilan pelaksanaan ekstensifikasi dengan menambah jumlah Wajib Pajak baru. Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan ekstensifikasi seperti yang terlihat pada jumlah penerbitan NPWP dari kegiatan ekstensifikasi di KPP Pratama Indramayu pada Tabel 1 perlu dilaksanakan harmonisasi pemanfaatan pengawasan wajib pajak antara pengawasan wajib pajak melalui model CRM dengan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak dalam rangka perluasan basis pajak dan pengoptimalan penerimaan pajak oleh KPP Pratama Indramayu sebagai salah satu unit vertikal DJP. Hal di atas dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan dan menggali potensi wajib pajak dapat menjadi harmonisasi yang kuat untuk mengoptimalkan kegiatan pengawasan kepatuhan wajib pajak setelah pelaksanaan ekstensifikasi dinilai berhasil.

 

Tabel 1. Jumlah Penerbitan NPWP dari Kegiatan Ekstensifikasi KPP Pratama Indramayu

Tahun

Jumlah

2018

5.665

2019

1.054

Sumber: Diolah Penulis dari Seksi Penjamin Kualitas Data

 

Narasumber menjelaskan bahwa ada salah satu indikator keberhasilan kegiatan pengawasan wajib pajak mulai tahun 2023 yang berkaitan dengan kegiatan pengujian kepatuhan wajib pajak yaitu Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) dan Pengawasan Pembayaran Masa (PPM). PKM adalah kegiatan pengujian kepatuhan wajib pajak yang merupakan analisis data sebagai bentuk tindak lanjut salah satunya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengawasan. Sedangkan, PPM merupakan kegiatan pengawasan wajib pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan pelaporan dan pembayaran masa pada tahun pajak yang sedang berjalan. PPM dapat menjadi indikator yang erat kaitannya dengan kepatuhan wajib pajak, walaupun secara umum pada akhirnya juga berdampak pada penerimaan pajak secara keseluruhan. Harmonisasi tersebut dapat dilihat hasilnya pada data penerimaan pajak pada Tabel 2 yang didapatkan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel 2. Realisasi Penerimaan Pajak KPP Pratama Indramayu

Tahun

Realisasi Penerimaan Pajak

KPP Pratama Indramayu

2018

Rp232.998.949.225

2019

                     Rp719.318.136.833       

2020

Rp590.484.039.258

2021

Rp581.101.261.354

2022

Rp856.555.506.387

2023

Rp931.690.848.644

Sumber: Diolah Penulis dari Seksi Penjamin Kualitas Data

 

Berdasarkan data yang telah diolah penulis dalam penelitian ini seperti pada Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa sebelum adanya pandemi Covid-19 penerimaan pajak di KPP Pratama Indramayu mengalami pertumbuhan positif sebesar 208.7% pada tahun 2019 dibandingkan pada tahun 2018. Narasumber menyampaikan bahwa dengan dilaksanakannya pengawasan wajib pajak dengan model CRM sesuai dengan SE-24/PJ/2019 membantu untuk menjaga penerimaan agar tidak terlalu terdampak oleh gejolak ekonomi karena pandemi. Walaupun pertumbuhan negatif penerimaan pajak tetap terjadi dengan penerimaan pajak KPP Pratama Indramayu sebesar 17,9% pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2021, Grafik 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan negatif penerimaan pajak KPP Pratama Indramayu dari tahun 2020 ke tahun 2021 tersebut tidak lebih signifikan dari pertumbuhan negatif penerimaan pajak dari tahun 2019 ke tahun 2020 sebesar 1,58%. Narasumber menyampaikan bahwa hal tersebut juga didukung oleh berlakunya SE-07/PJ/2020 yang berperan dalam menjaga penerimaan pajak dengan perluasan basis pajak.  Pengawasan wajib pajak dengan model CRM berdasarkan SE-24/PJ/2019 yang disempurnakan dengan SE-39/PJ/2021 berdampak positif pada penerimaan pajak KPP Pratama Indramayu hingga mampu mencapai pertumbuhan positif sebesar 47% pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2021. Penyempurnaan juga dilakukan terhadap SE-07/PJ/2020 dengan SE-05/PJ/2022 terkait kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak. Penerimaan pajak KPP Pratama Indramayu terus mengalami pertumbuhan positif sebesar 8,7% pada tahun 2023 dibandingkan tahun 2022. Jika dibandingkan dengan penerimaan pajak di tahun 2018 sebelum diterapkannya CRM dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak dengan penerimaan pajak di tahun 2023 terdapat pertumbuhan positif sebesar Rp698.691.899.419 atau 299,8%.

Garis besar penilitian ini adalah sinergi antara implementasi pengawasan wajib pajak dengan model CRM dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak yang dilakukan setelah pelaksanaan ekstensifikasi sebagai upaya penguatan penerimaan pajak di KPP Pratama Indramayu berdampak positif. Hal ini dapat dilihat dari data penerimaan pajak di KPP Pratama Indramayu di atas dan sejalan dengan pendapat Saptono et al. (2021) tentang rekonstruksi hubungan dengan wajib pajak perlu mendapatkan perhatian lebih dari otoritas pajak agar mempertahankan budaya kepatuhan pajak dengan berorientasi pada pemberian stimulus dalam kontrol tingkat kepatuhan mereka sebagai salah satu alternatif penyeimbang penerapan pengawasan berbasis CRM di masa pandemi tanpa terlalu memberi dampak pada penerimaan. Pendapat tersebut sesuai dengan penjelasaan OECD yaitu interaksi yang baik akan menimbulkan kepercayaan wajib pajak dan menjadi dasar bagi otoritas pajak di dalam menyederhanakan proses pengawasan serta lebih memudahkan saat implementasi CRM (OECD, 2019). Menurut Narasumber, dengan adanya pembagian pengawasan wajib pajak menjadi pengawasan wajib pajak strategis yang fokus kepada pengawasan wajib pajak yang potensial sesuai kriteria yang telah ditentukan oleh DJP dan pengawasan wajib pajak lainnya yang fokus kepada pengawasan wajib lainnya termasuk wajib pajak baru hasil ekstensifikasi yang berada di wilayah pengawasannya.

            Data penerimaan pajak KPP Pratama Indramayu jika digambarkan dengan grafik, dapat dilihat sebagai berikut:

 

Gambar 2. Grafik Realisasi Penerimaan Pajak KPP Pratama Indramayu

Sumber: Diolah Penulis

 

Hasil analisis menunjukkan apabila digambarkan dengan grafik penerimaan pajak KPP Pratama Indramayu menunjukan kemerosotan dari tahun 2019 ke 2020 sebelum pandemi masuk ke Indonesia. Grafik juga menunjukan pertumbuhan negatif dari tahun 2020 ke 2021 saat gelombang puncak pandemi melanda Indonesia, namun mampu dikendalikan hingga lebih landai dari periode sebelumnya. Selain itu, pada grafik terlihat pertumbuhan positif yang signifikan dari tahun 2021, 2022 hingga 2023. Narasumber menjelaskan bahwa berbagai kemampuan dan keterampilan dalam melakukan kegiatan pengawasan juga sangat menentukan efisiensi dan efekttivitas kegiatan pengawasan, salah satunya dalam mengolah dan menganalisis berbagai data internal maupun eksternal dalam berbagai aplikasi (Approweb, ATP, SmartWeb, dan lain-lain) yang disediakan oleh DJP.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa implementasi pengawasan wajib pajak dengan model Compliance Risk Management (CRM) dan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak sebagai upaya penguatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Indramayu Tahun 2019-2023 berdampak positif terhadap realisasi penerimaan pajak di KPP Pratama Indramayu. Dampak positif ini tidak selalu berupa pertumbuhan positif, melainkan juga pertumbuhan negatif yang terjaga dan tidak terlalu signifikan atau lebih landau. Program ini tidak hanya meningkatkan penerimaan pajak, tetapi juga meningkatkan fokus Account Representative (AR) untuk mengawasi wajib pajak sesuai dengan peta risiko keetidakpatuhan, wajib pajak belum memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga menimbulkan adanya potensi dari penerimaan pajak, dan pembagian pengawasan terhadap wajib pajak strategis serta wajib pajak lainnya. Berbagai kemampuan dan keterampilan dalam melakukan kegiatan pengawasan juga sangat menentukan efisiensi dan efekttivitas kegiatan pengawasan, salah satunya dalam mengolah dan menganalisis berbagai data internal maupun eksternal yang diberikan oleh DJP melalui berbagai aplikasi. Selain itu, pengawasan wajib pajak dengan model CRM yang bersinergi dengan kebijakan pengawasan kepatuhan wajib pajak berbasis perluasan wajib pajak dapat meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai subjek pajak yang sudah terdaftar dan yang belum terdaftar akan pentingnya kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Akbar, L. R. (2020). Analisis Kinerja Direktorat Jendral Pajak Dalam Optimalisasi Penerimaan Pajak Di Era-Pandemi COVID 19. JABE (Journal of Applied Business and Economic), 7(1). https://doi.org/10.30998/jabe.v7i1.7787

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher).

Annam, B. C., Khoer, R. M., & Ikram, S. (2023). Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dengan Model Compliance Risk Management (CRM), Kepatuhan Wajib Pajak Badan, Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Cianjur. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 9(4). https://doi.org/10.29210/020232643

Christian, F. F., & Aribowo, I. (2021). Pengawasan Kepatuhan Perpajakan Wajib Pajak Strategis Di KPP Pratama Sukoharjo. Jurnal Pajak Indonesia (Indonesian Tax Review), 5(2). https://doi.org/10.31092/jpi.v5i2.1320

Himawan, H., Kristiawanto, K., & Ismed, M. (2022). Peranan Jaksa Sebagai Dominus Liitis Dalam Menuntut Uang Pengganti Akibat Tindak Pidana Korupsi Yang Bersinggungan Dengan Tindak Pidana Perpajakan. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-i, 9(5). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v9i5.27506

Irawan, P. (2021). Metode Penelitian Sosial. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Ismail, T. (2010). Peradilan Pajak dan Kepastian Hukum di tengah Globalisasi Ekonomi. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum17(2), 271-294.

Nugroho, V. Q., & Kurnia. (2020). Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 9(1).

OECD. (2019). Tax administration 2019: Comparative information on OECD and other advanced and emerging economies. OECD. https://www.oecdilibrary.org/deliver/74d1 62b6-en.pdf?itemId=%2Fcontent%2Fpublic ation%2F 74d162b6-en&mimeType=pdf

OECD. (2020). Tax and fiscal policy in response to the Coronavirus crisis: Strengthening confidence and resilience. OECD. https://read.oecdilibrary.org/view/?ref=128_128 575- o6raktc0aa&title=Tax-and-Fiscal-Policy-inResponse-to-the-Coronavirus-Crisis

Saptono, P. B., & Khozen, I. (2021). Rekonstruksi pendekatan compliance risk management di masa pandemi dalam upaya penguatan penerimaan pajak. Scientax: Jurnal Kajian Ilmiah Perpajakan Indonesia, 3(1), 105–129, doi: 10.52869/st.v3i1.240.

Saunders, M. N. K., Lewis, P., & Thornhill, A. (2019). Research Methods for Business Students. London: Pearson Education.

Sukada, I. W. (2020). Implementasi compliance risk management (CRM) dalam rangka esktensifikasi. Prosiding Simposium Keuangan Negara, 2(1).

World Bank. (2020a). Covid-19 Revenue Administration Implications: Potential Tax Administration and Customs Measures to Respond to The Crisis. Washington, DC: World Bank. Https://Openknowledge.Worldbank.Org/Handle/ 10986/34152

World Bank. (2020b). World Bank East Asia and Pacific Economic Update, October 2020: From Containment to Recovery. Washington, DC: World Bank. http://hdl.handle. net/10986/34497

 

Copyright holder:

Vika Ayu Diyantie, Suhroji Adha (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: