Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 8, Agustus 2024

 

PERAN ANTIBIOTIK DALAM PENANGANAN AMOEBIASIS PADA ANAK – LAPORAN KASUS

 

Azzahra Hafidza1, Zuhriah Hidajati2

Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia1

RSD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang, Indonesia2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami patofisiologi amoebiasis, serta mengevaluasi efektivitas pengobatan amoebiasis pada anak dengan menggunakan metronidazol. Metode penelitian ini melibatkan analisis hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta pengobatan dengan antibiotik dan tablet seng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian metronidazol sebagai terapi amoebiasis pada anak berusia 13 bulan yang mengalami diare cair berwarna putih disertai lendir tanpa darah, efektif dalam membunuh parasit Entamoeba histolytica. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa metronidazol merupakan pengobatan yang efisien dan biaya rendah untuk amoebiasis pada anak. Implikasi dari penelitian ini adalah pentingnya penggunaan metronidazol sebagai terapi standar untuk mengatasi amoebiasis pada anak, serta perluasan penelitian lebih lanjut untuk memahami lebih dalam patofisiologi dan pengobatan amoebiasis.

Kata kunci: antibiotik, metronidazole, amoebiasis, diare akut

 

Abstract

This study aims to identify and understand the pathophysiology of amoebiasis, and evaluate the effectiveness of treatment of amoebiasis in children using metronidazole. The research method involved analysis of physical examination and laboratory results, as well as treatment with antibiotics and zinc tablets. The results showed that the administration of metronidazole as therapy for amoebiasis in a 13-month-old child who had white liquid diarrhea with mucus without blood, was effective in killing Entamoeba histolytica parasites. This conclusion suggests that metronidazole is an efficient and low-cost treatment for amoebiasis in children. The implication of this study is the importance of using metronidazole as standard therapy to treat amoebiasis in children, as well as the expansion of further research to better understand the pathophysiology and treatment of amoebiasis.

Keywords: antibiotics, metronidazole, amoebiasis, acute diarrhea

 

Pendahuluan

Amoebiasis adalah infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh E. histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinis. Perkiraan kasus amoebiasis di seluruh dunia disebutkan oleh World Health Organization (WHO) bahwa sekitar 500 juta orang terinfeksi parasit dan 10% diantaranya menderita amoebiasis invasif (Bui & Moran, 2020; Haikal, 2018; Mustika, 2019). Oleh karena itu, fokus yang besar harus ditetapkan untuk mencari pengobatan yang lebih baik untuk mengurangi morbiditas, mortalitas, dan biaya dalam tatalaksana amoebiasis.

Pedoman penatalaksanaan amoebiasis berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang merujuk kepada World Health Organization (WHO) adalah dengan pemberian metronidazol 50mg/kgBB per hari selama 10 hari. karena terbukti efektif membunuh E. histolytica baik yang berbentuk kista atau pun trofozoit (Herbowo & Firmansyah, 2016).

 

Metode Penelitian

Laporan Kasus

Seorang pasien anak laki-laki berusia 13 bulan datang ke IGD dengan keluhan diare sebanyak >5x dan muntah >4x. Diare cair tanpa ampas berwarna putih disertai lendir tanpa darah. Muntah setelah minum ASI. Ibu pasien mengatakan walaupun muntah, pasien rewel dan tetap meminta ASI. BAK terakhir 1 jam sebelum pergi ke rumah sakit. Selain diare dan muntah, pasien juga demam dan batuk berdahak. Demam dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan saat di rumah sakit suhu pasien 40 oC, tanpa kejang dan tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya. Sesak dan kembung disangkal. Ibu pasien mengatakan jika pasien hanya mau minum ASI dan nafsu makan menurun, sebelum timbul keluhan pasien tidak mengonsumsi makanan yang tidak biasanya dikonsumsi. Sumber air minum di rumah pasien menggunakan air galon yang dibeli di minimarket, sedangkan sumber air sehari-hari dari air sumur. Kedua kakak, ayah, ibu pasien juga batuk berdahak. Kakak pertama dan ayah pasien merupakan perokok.

2 minggu sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengeluhkan pasien demam dengan suhu berkisar 37,5oC hingga 38oC selama 2 hari, lalu pasien diare sebanyak >6x dalam sehari, diare cair dengan ampas berwarna hijau. Selain diare, pasien juga muntah setiap setelah minum ASI. Ibu pasien membawa pasien berobat ke klinik dekat rumah dan keluhan berkurang dengan obat dari klinik tersebut. Sebelum timbul keluhan pasien tidak mengonsumsi makanan yang tidak biasanya dikonsumsi. Sumber air minum di rumah pasien menggunakan air galon yang dibeli di minimarket, sedangkan sumber air sehari-hari dari air sumur. Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di PKM. Pada kehamilan pertama dan kedua tidak ada keluhan selama kehamilan maupun persalinan secara spontan, pada kehamilan ketiga ibu pasien mengalami preeklamsia dan persalinan secara section caesarea. Riwayat imunisasi diberikan sesuai pedoman. Menu keluarga dengan tekstur yang lebih lembut dan ASI. Ibu pasien menyatakan sebelum sakit pasien biasa makan 2-3 kali per hari namun sejak sakit nafsu makan pasien menurun dan hanya mau minum ASI saja.

Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit sedang, dengan tanda-tanda vital sebagai berikut: nadi 118x/menit, frekuensi pernapasan 24x/menit, suhu 38,2oC, saturasi oksigen perifer 100%. Status gizi anak baik dengan perawakan normal. Mata tampak cekung dan bibir kering. Pada pemeriksaan auskultasi, bising usus meningkat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bakteri POS (2+), jamur POS (2+), amoeba POS (2+), eritrosit 2-4/LPB, lekosit >50/LPB (bergerombol), lendir positif, lekosit meningkat 17.3/uL. Tatalaksana yang diberikan yaitu pemberian cairan rumatan sesuai perhitungan Holiday-Segarr, antibiotik berupa Metronidazole 3x80mg secara IV, antipiretik berupa paracetamol 3x5ml, tablet zinc 1x20mg. Pasien dirawat selama 5 hari dan mengalami perbaikan dengan baik tanpa komplikasi.

 

Hasil dan Pembahasan

Amoebiasis adalah infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh E. histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinis (Anorital & Andayasri, 2011; Morán et al., 2023). Pasien dengan infeksi E histolytica harus menerima terapi antiamebic, pengobatan harus didasarkan terutama pada gambaran klinis (Ma’at, 2009; Setyoboedi et al., 2023). Tujuan pengobatan adalah untuk mengobati penyakit invasif dan memberantas pembawa organisme di usus (Abdullah et al., 2005). Genus Entamoeba terdiri dari setidaknya tujuh spesies berbeda (E. histolytica, E. coli, E. hartmanni, E. polecki, E. dispar, E. moshkovskii, dan E. bangladeshi) yang dapat berada di usus manusia dan E. gingivalis yang dapat berada pada rongga mulut manusia. E. Histolytica merupakan parasit patogen tersering pada manusia terutama menginfeksi usus pada anak. Terutama pada daerah dengan sanitasi yang kurang baik dan sosio-ekonomi yang rendah. Dengan prevalensi di seluruh dunia yang bervariasi dari 5-81% diperkirakan 10% dari populasi pernah terinfeksi oleh E. histolytica (Halleyantoro & Sari, 2021; Sumarmo et al., 2008).

Penatalaksanaan amoebiasis didasarkan pada antiamoebik yang merupakan obat paling direkomendasikan diklasifikasikan sebagai amebicides luminal yang bekerja pada lumen usus dan digunakan untuk mengobati amuba, mencakup paromomycin, diloxanide furoate, iodoquinol, dan nitazoxanide (Indriyani & Putra, 2020). Amebicides tissue seperti klorokuin, emetine, tinidazole, dan metronidazole yang merupakan pengobatan terpilih pada pasien dengan gejala amoebiasis usus karena penyerapan usus yang cepat yang bekerja pada tingkat sistemik. Metronidazol merupakan obat utama yang digunakan pada kasus amoebiasis invasif karena efisiensi dan biaya yang diperlukan rendah (Shirley et al., 2018).

Metronidazol adalah antibiotik yang bekerja dengan cara membunuh bakteri (bakterisid) (Pratiwi, 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh Bassily, dinyatakan bahwa pada terapi infeksi E. hystolitica menghasilkan angka kesembuhan 88%. Mekanisme kerja metronidazol dengan cara memasuki sel sebagai prodrug melalui difusi pasif dan diaktifkan baik di sitoplasma bakteri atau organel spesifik pada protozoa. Pada mikroorganisme anaerobik, metronidazol diubah menjadi bentuk aktif melalui reduksi gugus nitro-nya, menghambat sintesis dari DNA bakteri dan mengubah DNA melalui proses oksidasi dan mengakibatkan rantai DNA terputus hingga menyebabkan bakteri mati (Bassily et al., 1987; Kumanan et al., 2021).

Masalah resistensi obat tampaknya rendah pada penggunaan metronidazol dibandingkan dengan agen antibakteri dan antiprotozoal lainnya. Resistensi Entamoeba histolytica dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan bakteri anaerob dan parasit lainnya (Löfmark et al., 2010). Metronidazol memberikan efek samping yang bersifat ringan seperti mual, muntah dan pusing (Bui & Moran, 2020). Pemberian obat metronidazol pada kasus ini menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak dijumpai efek samping yang berarti pada saat pemberian maupun saat evaluasi.

 

Kesimpulan

Pemberian Antibiotik sebagai terapi tambahan pada pneumonia pada anak dibenarkan dan telah dilakukan pada pasien dalam kasus dalam jenis metronidazole. Metronidazol adalah antibiotik yang bekerja dengan cara membunuh bakteri (bakterisid).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdullah, M., Sutanto, I., Chen, K., & Yuwono, V. (2005). Intestinal Amebiasis: Diagnosis and Management. Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy, 6, 80–85.

Anorital, A., & Andayasri, L. (2011). Kajian epidemiologi penyakit infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh amuba di Indonesia. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 21(1), 1–9.

Bassily, S., Farid, Z., El-Masry, N. A., & Mikhail, E. M. (1987). Treatment of intestinal E. histolytica and G. lamblia with metronidazole, tinidazole and ornidazole: a comparative study. The Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 90(1), 9–12.

Bui, M. N., & Moran, R. E. (2020). Making the 21st century mobile journalist: Examining definitions and conceptualizations of mobility and mobile journalism within journalism education. Digital Journalism, 8(1), 145–163.

Haikal, M. (2018). Hubungan Jumlah Leukosit Darah Dan Pemeriksaan Mikroskopis Feses Rutin Terhadap Penyebab Infeksi Pada Penderita Diare Akut Usia 2–5 Tahun Yang Dirawat Di Rsud Ahmad Yani Kota Metro.

Halleyantoro, R., & Sari, I. P. (2021). Peranan Free Living Amoeba-Achantamoeba sebagai patogen penyebab kelainan pada otak dan mata. Jurnal Kedokteran Raflesia, 7(1), 25–38.

Herbowo, H., & Firmansyah, A. (2016). Diare akibat infeksi parasit. Sari Pediatri, 4(4), 198–203.

Indriyani, D. P. R., & Putra, I. G. N. S. (2020). Penanganan terkini diare pada anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis, 11(2), 928–932.

Kumanan, T., Sujanitha, V., & Sri Ranganathan, S. (2021). Metronidazole for Amoebiasis: A tale of more than half a century.

Löfmark, S., Edlund, C., & Nord, C. E. (2010). Metronidazole is still the drug of choice for treatment of anaerobic infections. Clinical Infectious Diseases, 50(Supplement_1), S16–S23.

Ma’at, S. (2009). Sterilisasi dan disinfeksi. Airlangga University Press.

Morán, P., Serrano-Vázquez, A., Rojas-Velázquez, L., González, E., Pérez-Juárez, H., Hernández, E. G., Padilla, M. de los A., Zaragoza, M. E., Portillo-Bobadilla, T., & Ramiro, M. (2023). Amoebiasis: Advances in diagnosis, treatment, immunology features and the interaction with the intestinal ecosystem. International Journal of Molecular Sciences, 24(14), 11755.

Mustika, S. (2019). Keracunan Makanan: Cegah, Kenali, Atasi. Universitas Brawijaya Press.

Pratiwi, R. H. (2017). Mekanisme pertahanan bakteri patogen terhadap antibiotik. Jurnal Pro-Life, 4(3), 418–429.

Setyoboedi, B., Arief, S., Prihaningtyas, R. A., Winahyu, A. K., & Pratiwi, F. (2023). Penyakit Hati Pada Anak-Ilmu Dasar dan Aplikasi Klinis. Airlangga University Press.

Shirley, D.-A. T., Farr, L., Watanabe, K., & Moonah, S. (2018). A review of the global burden, new diagnostics, and current therapeutics for amebiasis. Open Forum Infectious Diseases, 5(7), ofy161.

Sumarmo, S. P. S., Garna, H., Hadinegoro, S. R., & Satari, H. I. (2008). Buku ajar infeksi dan penyakit tropis, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit IDAI.

 

Copyright holder:

Azzahra Hafidza, Zuhriah Hidajati (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: