Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

RASIONALISASI STASIUN CURAH HUJAN DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK WONOGIRI

 

Intan Muliawati1, Amir Hadziq Fahmi2, Suharyanto3, Dyah Ari Wulandari4

Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia1,2,3,4

Email: [email protected]1, [email protected]2,

            [email protected]3, [email protected]4

 

Abstrak

Analisis hidrologi merupakan hal yang penting dilakukan untuk menunjang kegiatan pengelolaan waduk. Data hidrologi dibutuhkan sebagai input dalam melakukan analisis hidrologi. Kualitas data hidrologi sangat bergantung pada kondisi jaringan stasiun hujan (jumlah dan lokasi stasiun hujan). Oleh karena itu dibutuhkan studi untuk meninjau jaringan stasiun hujan pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Wonogiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jaringan stasiun hujan yang efektif dan efisien pada DTA Waduk Wonogiri untuk menunjang kegiatan operasi Waduk Wonogiri. Penelitian ini menggunakan metode Kagan untuk analisis rasionalisasi stasiun hujan. Berdasarkan dari analisis metode Kagan pada DTA Waduk Wonogiri dengan kesalahan interpolasi sebesar 5% menghasilkan delapan stasiun hujan rekomendasi yang terdiri dari lima stasiun hujan eksisting dan tiga stasiun hujan baru dengan panjang segitiga Kagan adalah sebesar 14,28 km.

Kata kunci: rasionalisasi, Kagan, stasiun curah hujan, daerah tangkapan air

 

Abstract

Hidrological analysis is an important thing to do to support reservoir management activities. Hydrological data is needed as input in carrying out hydrological analysis. Quality of hudrological data is very dependent on the condition of the rainfall station network (number and location of rainfall stations). Therefore, a study is needed to review the rainfall station network in the Wonogiri Reservoir Water Catchment Area. The aim of this research is to obtain an effective and efficient rainfall station network in the catchment area to support Wonogiri Reservoir operational activities. This research uses the Kagan method for rationalization analysis of rainfall stations. Based on the analysi of the Kagan method in the Wonogiri Reservoir catchment area with an interpolation error of 5%, it produces eight recommended rainfall stations consisting of five existing rainfall stations and three new rainfall stations with a Kagan triangle length of 14.28 km.

Keywords: rationalization, Kagan, rainfall station, catchment area

 

Pendahuluan

Salah satu kegiatan pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA) yang dilakukan di Indonesia adalah operasi dan pemeliharaan waduk. Pembuatan rencana kegiatan operasi dan pemeliharaan waduk membutuhkan analisis hidrologi sebagai masukan pengambilan keputusan. Kegiatan analisis hidrologi membutuhkan data hidrologi seperti data curah hujan, temperatur, kecepatan angin, data iklim, debit aliran, tinggi muka air dan lainnya.

Data hidrologi yang akan digunakan untuk analisis dapat diperoleh melalui stasiun hujan yang tersebar di suatu wilayah. Akan tetapi data yang dihasilkan dari stasiun hujan tersebut belum tentu tepat dan akurat (Arifah et al., 2018). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keakuratan data hidrologi. Salah satu faktor yang berpengaruh yaitu jumlah dan persebaran stasiun hujan. Sebaran stasiun hujan sangat berpengaruh pada kualitas dari data dasar yang dihasilkan. Perkiraan jumlah dan lokasi stasiun hujan dibutuhkan untuk memberikan informasi terkait curah hujan di suatu daerah tangkapan (Bakhtiari et al., 2013).

Kualitas data dasar akan berpengaruh terhadap hasil dari analisis hidrologi. Semakin baik kualitas data maka semakin baik pula hasil analisis. Kualitas serta ketelitian pengukuran data hidrologi di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh jumlah dan sebaran stasiun hujan yang ada di daerah tersebut. Semakin tinggi kerapatan stasiun hujan yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat ketelitian data yang diperoleh (Junaidi, 2015).

Rasionalisasi stasiun hujan pada suatu wilayah perlu dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi lokasi, jumlah serta penyebaran stasiun hujan yang efektif dan efisien serta merepresentasikan kondisi hidrologi saat ini dan mendatang. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan rasionalisasi jaringan stasiun hujan yaitu, metode Kagan, Isohyet, Stepwise dan kerapatan WMO dan lainnya.

Waduk Wonogiri sudah mulai beroperasi pada tahun 1982. Data hidrologi dari stasiun hujan di DTA Waduk Wonogiri dibutuhkan untuk kegiatan pengoperasian waduk. Saat ini terdapat tujuh stasiun hujan eksisting milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo pada DTA Waduk Wonogiri. Sebagian besar stasiun hujan tersebut didirikan pada tahun 1975 dan tahun 1977, sehingga perlu dilakukan rasionalisasi stasiun hujan pada DTA Waduk Wonogiri. Beberapa penelitian terkait rasionalisasi stasiun hujan juga telah dilakukan di Indonesia seperti di Wilayah Sungai (WS) Rokan (Abdaa et al., 2021), Welang (Haromain et al., 2022), Sumbawa (Renaldhy et al., 2021), Sampean (Hidayah et al., 2022), Daerah Aliran Sungai (DAS) Kedungsoko (Rodhita et al., 2012), Sarokah  (Prawati & Dermawan, 2019), Progo (Nandiasa et al., 2021), Ciliwung (Mustain et al., 2023), Tukad Mati (Ardana et al., 2023) dan lainnya. Pada penelitian ini analisis rasionalisasi stasiun hujan akan menggunakan Metode Kagan. Metode Kagan dipilih karena dapat menentukan pola penempatan dan jumlah stasiun hujan serta dapat meminimalkan kesalahan pendugaan curah hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jaringan stasiun hujan yang efektif dan efisien pada DTA Waduk Wonogiri untuk menunjang kegiatan operasi Waduk Wonogiri.

 

Metode Penelitian

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Waduk Wonogiri dan daerah tangkapan airnya. Waduk Wonogiri terletak di Desa Pokoh Kidul, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah pada koordinat 50' 13.48" LS dan 110° 55' 42.95" BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang meliputi data curah hujan, koordinat stasiun hujan eksisting, dan peta DTA Waduk Wonogiri. BBWS Bengawan Solo memiliki tujuh stasiun hujan pada DTA Waduk Wonogiri, yaitu Pos Curah Hujan (PCH) Nawangan, Bendungan Wonogiri, Pracimantoro, Parangjoho, Giriwoyo, Song Putri, dan Jatisrono. Lokasi stasiun hujan dapat dilihat pada Gambar 1.

 

Gambar 1. Lokasi Stasiun Hujan Eksisting

 

Metode Kagan

Salah satu cara untuk mendapatkan jaringan curah hujan yang efektif, efisien dan dapat merepresentasikan kondisi hidrologi di suatu wilayah sungai adalah dengan melakukan rasionalisasi stasiun hujan. Metode Kagan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk melakukan rasionalisasi stasiun hujan. Metode Kagan ini cukup sederhana baik dalam pengertian maupun prosedur perhitungannya. Metode ini memiliki kelebihan yaitu jumlah stasiun hujan dapat ditetapkan dalam tingkat ketelitian tertentu dan sekaligus memberikan pola penempatan dan persebaran stasiun hujan dengan jelas (Harifa et al., 2020).

Metode Kagan menggunakan analisis statistik dengan mempertimbangkan faktor kerapatan jaringan pos curah hujan, kesalahan interpolasi dan kesalahan perataan. Hasil dari analisis ini adalah hubungan antara jarak pos dengan tingkat kesalahan perataan maupun interpolasi sehingga akan diperoleh jarak optimal. Setelah itu jarak optimal digunakan untuk membentuk jaringan segitiga sama sisi yang titik-titik simpulnya merupakan letak ideal teoritis penempatan pos hujan. Perhitungan matematis untuk metode Kagan dapat dilihat pada persamaan-persamaan berikut:

 

(1)

(2)

(3)

(4)

Dimana r(0) adalah koefisien korelasi untuk jarak sejauh d (km), r(0) adalah koefisien korelasi antar stasiun diekstrapolasi, Cv adalah koefisien variasi, d adalah jarak antar stasiun (km), d(0) adalah radius korelasi, A adalah luas DAS (km2), n adalah jumlah pos, Z1 adalah kesalahan interpolasi (%), Z3 adalah kesalahan perataan (%) dan L adalah jarak antar stasiun (km).

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Curah Hujan Rerata Daerah

Analisis curah hujan membutuhkan data pencatatan hujan harian pada stasiun hujan di DTA Waduk Wonogiri. Dalam penelitian ini digunakan data pencatatan hujan harian dari BBWS Bengawan Solo pada tujuh stasiun hujan di DTA Wonogiri mulai dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2020. Curah hujan pada masing-masing stasiun hujan dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Curah Hujan Tahunan DTA Waduk Wonogiri

 

Tahun

Stasiun Hujan Eksisting

Giriwoyo

Jatisrono

Parangjoho

Pracimantoro

Song Putri

Nawangan

B.Wonogiri

2014

1.948,00

2.083,00

840,00

1.524,00

828,00

1.708,00

1.807,00

2015

1.491,00

2.087,00

1.041,00

1.570,00

963,00

1.872,00

2.322,00

2016

2.115,00

3.590,00

1.716,00

2.461,00

1.720,00

2.645,00

3.155,00

2017

1.569,00

2.484,00

1.882,00

2.360,00

2.307,00

2.183,30

2.519,00

2018

1.476,00

1.764,00

1.289,00

2.058,00

1.408,00

1.411,60

2.126,00

2019

963,00

1.483,00

1.459,00

1.165,00

1.152,00

1.156,00

1.828,00

2020

1.876,00

2.471,00

1.771,00

1.782,00

1.965,00

1.968,00

2.386,00

Rerata

1.634,00

2.280,29

1.428,29

1.845,71

1.477,57

1.849,13

2.306,14

 

 Analisis curah hujan rerata daerah dihitung dengan menggunakan metode Poligon Thiessen untuk mencari nilai faktor koreksi (Kr) pada setiap stasiun hujan. Setelah itu nilai curah hujan tahunan dihitung dengan mengalikan data hujan masing-masing stasiun dengan nilai Kr. Nilai curah hujan rerata daerah dapat dilihat pada Tabel 2.

 

Tabel 2. Nilai Curah Hujan Rerata DTA Waduk Wonogiri

Tahun

CH Thiessen

2014

1.769

2015

1.770

2016

2.760

2017

2.173

2018

1.679

2019

1.343

2020

2.147

 

Analisis Rasionalisasi Metode Kagan

Analisis dengan Metode Kagan diawali dengan menentukan jarak dan korelasi antar stasiun hujan yang dijadikan referensi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data hujan pada masing-masing stasiun referensi. Hasil perhitungan koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.

 

 

Tabel 3. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi

Pos Curah Hujan

Giriwoyo

Jatisrono

Parangjoho

Pracimantoro

Song Putri

Nawangan

Bend. Wonogiri

Giriwoyo

1,0000

Jatisrono

0,7533

1,0000

Parangjoho

0,6867

0,7511

1,0000

Pracimantoro

0,7587

0,7487

0,7492

1,0000

Song Putri

0,7298

0,6807

0,8587

0,8520

1,0000

Nawangan

0,8764

0,7955

0,7610

0,8943

0,8261

1,0000

B. Wonogiri

0,6795

0,8245

0,7514

0,7280

0,7236

0,7746

1,0000

 

Langkah selanjutnya dalam analisis menggunakan Metode Kagan adalah menentukan jarak antar stasiun yang dijadikan referensi. Hasil perhitungan jarak antar stasiun referensi dapat dilihat pada Tabel 4.

 

Tabel 4. Jarak Antar Stasiun Hujan

Jarak (km)

Giriwoyo

Jatisrono

Parangjoho

Pracimantoro

Song Putri

Nawangan

Bend. Wonogiri

Giriwoyo

-

Jatisrono

30,7

-

Parangjoho

16,6

37,1

-

Pracimantoro

15,5

44,3

12,7

-

Song Putri

13,5

38

4,8

8,3

-

Nawangan

5,8

35,7

13,3

9,6

9,1

-

B. Wonogiri

2,3

22,3

17,2

28,2

20,2

23

-

 

Dari hasil perhitungan jarak dan koefisien korelasi antar stasiun pada Tabel 4 dan 5 dapat dibuat grafik eksponensial seperti yang disajikan pada Gambar 2. Dari hasil grafik diperoleh nilai r(0) sebesar 0,8233 dan d(0) =1/0,003 = 333,33 km.

Gambar 2. Grafik Hubungan Jarak Stasiun Hujan dengan Koefisien Korelasi

 

Korelasi ekstrapolasi (r(0)) dapat diperoleh dengan cara menentukan kesalahan perataan relatif (Z1), kesalahan interpolasi (Z3) dan jarak antar pos (L). Perhitungan kesalahan relatif, kesalahan interpolasi dan jarak antar pos berturut-turut menggunakan persamaan 2, 3 dan 4. Kesalahan interpolasi yang disarankan adalah sebesar 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Pada penelitian ini menggunakan kesalahan interpolasi sebesar 5%. Hubungan antara jumlah stasiun (n), kesalahan perataan (Z1), kesalahan interpolasi (Z3) dan panjang segitiga kagan (L) dapat dilihat pada Tabel 5.

 

 

Tabel 5. Hubungan antara n, Z1, Z3, dan L

n

Z1

Z3

L

1

8,14

5,94

40,39

2

5,65

5,53

28,56

3

4,57

5,34

23,32

4

3,94

5,22

20,20

5

3,51

5,14

18,06

6

3,20

5,08

16,49

7

2,95

5,03

15,27

8

2,76

4,99

14,28

9

2,60

4,96

13,46

10

2,46

4,93

12,77

11

2,34

4,91

12,18

12

2,24

4,89

11,66

13

2,15

4,87

11,20

14

2,07

4,85

10,80

15

2,00

4,84

10,43

Penelitian ini menggunakan acuan dari Ranesa et al., (2015) dan Alfirman et al., (2019) dimana nilai kesalahan interpolasi (Z3) diambil sebesar 5% sehingga diperoleh panjang sisi segitiga Kagan adalah 14,28 km. Grafik hubungan antara jumlah pos hujan (n), jarak antar stasiun (L) dan kesalahan perataan (Z1) disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hubungan antara n, L dan Z1

 

Evaluasi Titik Rekomendasi Kagan

Pada DTA Waduk Wonogiri sudah terbangun tujuh stasiun hujan eksisting. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi titik rekomendasi metode Kagan untuk mendapatkan rekomendasi stasiun hujan yang efektif dan efisien. Evaluasi titik rekomendasi yang dilakukan yaitu evaluasi berdasarkan stasiun hujan eksisting, evaluasi terhadap bangunan eksisting dan evaluasi berdasarkan topografi stasiun hujan.

Evaluasi pertama adalah berdasarkan stasiun hujan eksisting. Dalam penentuan stasiun hujan metode Kagan perlu mempertimbangkan keberadaan stasiun hujan eksisting agar sebisa mungkin stasiun hujan dapat dimanfaatkan mengingat faktor biaya yang besar apabila membangun stasiun hujan baru. Evaluasi ini dilakukan dengan menjadikan masing-masing stasiun hujan eksisting sebagai awal segitiga Kagan. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh berapa stasiun baru yang direkomendasikan, stasiun eksiting yang masih bisa dimanfaatkan, dan stasiun eksisting yang harus digeser ataupun diabaikan.

Hasil dari masing-masing titik acuan kemudian dipilih salah satu stasiun acuan yang memiliki jumlah stasiun rekomendasi sesuai metode Kagan dan memiliki banyak stasiun eksisting yang dekat dengan titik rekomendasi Kagan. Dengan demikian diharapkan banyak stasiun hujan eksisting yang bisa dimanfaatkan dan sedikit stasiun baru yang dibangun. Titik acuan segitiga Kagan yang akan digunakan adalah PCH Parangjoho dengan jumlah stasiun hujan rekomendasi sesuai dengan perhitungan Kagan sebanyak delapan stasiun hujan dan terdapat lima stasiun hujan eksisting yang mewakili titik rekomendasi Kagan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari titik rekomendasi. Sehingga stasiun hujan tersebut masih bisa dimanfaatkan. Hasil evaluasi berdasarkan stasiun hujan acuan titik segitiga Kagan dapat dilihat pada Tabel 6.

 

Tabel 6. Evaluasi Berdasarkan Stasiun Hujan Eksisting

Stasiun Eksisting Tinjauan

Rekomendasi Kagan

Stasiun Eksisting Terdekat

Eksisting

Baru

Jumlah

Rek.

Eksisting

Jarak

Giriwoyo

1

5

6

R-1

Jatisrono

5,20

 

 

 

 

R-3

Ngadipiro

5,70

 

 

 

 

R-5

Song Putri

3,70

Jatisrono

1

6

7

R-4

Parangjoho

4,00

 

 

 

 

R-5

Giriwoyo

5,00

 

 

 

 

R-6

Nawangan

3,90

Nawangan

1

7

8

R-1

Jatisrono

3,90

 

 

 

 

R-4

Ngadipiro

6,80

 

 

 

 

R-5

Parangjoho

3,00

 

 

 

 

R-7

Pracimantoro

6,00

Parangjoho

1

7

8

R-1

Jatisrono

3,82

 

 

 

 

R-2

Ngadipiro

5,00

 

 

 

 

R-3

B.Wonogiri

4,29

 

 

 

 

R-6

Giriwoyo

8,28

 

 

 

 

R-7

Nawangan

2,80

Pracimantoro

1

8

9

R-3

Jatisrono

6,20

 

 

 

 

R-4

B.Wonogiri

2,30

 

 

 

 

R-7

Parangjoho

6,60

 

 

 

 

R-8

Giriwoyo

4,20

Song Putri

1

6

7

R-1

Jatisrono

6,10

 

 

 

 

R-3

Ngadipiro

4,60

 

 

 

 

R-4

B.Wonogiri

5,50

 

 

 

 

R-6

Giriwoyo

4,10

B.Wonogiri

1

9

10

R-2

Jatisrono

7,10

 

 

 

 

R-3

Ngadipiro

8,60

 

 

 

 

R-6

Parangjoho

4,30

 

 

 

 

R-8

Nawangan

3,20

 

 

 

 

R-9

Pracimantoro

2,50

 

Evaluasi kedua adalah evaluasi terhadap ada atau tidaknya bangunan eksisting pada stasiun hujan eksisting. Tujuan dari evaluasi tersebut untuk melihat kemungkinan memindahkan stasiun hujan eksisting sesuai titik rekomendasi Kagan. Apabila terdapat bangunan air seperti waduk atau embung maka stasiun hujan eksisting tidak bisa dipindah. Evaluasi terhadap keberadaan bangunan air pada stasiun hujan eksisting dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan hasil perhitungan, PCH Giriwoyo direkomendasikan untuk digeser sesuai dengan titik rekomendasi R-6. Pertimbangan yang digunakan adalah jarak PCH Giriwoyo terlalu jauh dari titik rekomendasi R-6 (8,28 km), lokasi PCH Giriwoyo berdekatan dengan PCH Nawangan, dan tidak terdapat bangunan air eksisting di sekitar PCH Giriwoyo.

 

Tabel 7. Evaluasi Terhadap Bangunan Air Eksisting

 

Rekomendasi Kagan

Stasiun Eksisting Terdekat

Dipakai

Keterangan

No.

Stasiun

Bangunan Air

Jarak (km)

1

Parangjoho

 

 

 

Parangjoho

Acuan

2

R-1

Jatisrono

 

3,82

Jatisrono

Mewakili

3

R-2

Ngadipiro

 

5,00

Ngadipiro

PDA Eksisting

4

R-3

B. Wonogiri

Waduk

4,29

B. Wonogiri

Mewakili

5

R-4

 

 

 

R-4

Rekomendasi Kagan

6

R-5

 

 

 

R-5

Rekomendasi Kagan

7

R-6

Giriwoyo

 

8,29

R-6

Terlalu jauh

Tidak ada bangunan air eksisting

Digeser

8

R-7

Nawangan

Waduk

2,80

Nawangan

Mewakili

 

Evaluasi ketiga adalah evaluasi berdasarkan topografi stasiun hujan rekomendasi. Metode Kagan dapat memberikan hasil berupa titik-titik koordinat yang menjadi rekomendasi lokasi pembangunan stasiun hujan berdasarkan segitiga-segitiga Kagan. Kelemahan dari metode Kagan adalah titik rekomendasi tersebut belum tentu berada pada posisi dan kondisi yang sesuai dengan syarat-syarat lokasi yang baik untuk membangun sebuah stasiun hujan. Oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian terhadap titik tersebut dengan melakukan tinjauan menggunakan bantuan citra satelit salah satunya dengan menggunakan software Google Earth (Renaldhy et al., 2021).

Evaluasi titik rekomendasi hasil perhitungan metode Kagan dilakukan dengan menggunakan software Google Earth. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah titik-titik rekomendasi tersebut sudah sesuai dengan kriteria yang berlaku untuk tata letak pembangunan stasiun hujan. Kriteria-kriteria yang harus diperhatikan antara lain lokasi stasiun hujan diupayakan dekat permukiman penjaga pos/penduduk dan mudah jangkauannya (untuk tujuan keamanan dan memudahkan dalam pelaksanaan pencatatan/inspeksi pos), terdapat ruang terbuka di atas lokasi sebesar 45° yang diukur garis tengah pos, jarak stasiun hujan dengan pohon/bangunan terdekat minimal sama dengan tinggi pohon/bangunan tersebut, serta berada pada lahan datar. Titik rekomendasi hasil perhitungan Kagan dilihat melalui Google Earth dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Titik Rekomendasi Kagan dilihat melalui Google Earth

 

Berdasarkan dari hasil perhitungan kerapatan jaringan stasiun hujan metode Kagan dengan kesalahan interpolasi sebesar 5% diperoleh jumlah stasiun hujan sebanyak delapan stasiun dengan panjang segitiga Kagan adalah 14,28 km. Stasiun hujan eksisting yang masih bisa dimanfaatkan berjumlah lima stasiun yaitu PCH Parangjoho, PCH Jatisrono, PCH Bendungan Wonogiri, PCH Nawangan dan PDA Ngadipiro. Jumlah stasiun hujan baru adalah tiga stasiun hujan yaitu R-4, R-5 dan R-6. Terdapat dua stasiun hujan eksisting yang diabaikan dalam perencanaan hidrologi dikarenakan saling berdekatan dan memiliki data curah hujan tahunan yang cenderung sama yaitu PCH Song Putri dan PCH Pracimantoro. Terdapat satu stasiun hujan eksisting yang direkomendasikan untuk dipindah atau digeser karena lokasinya yang berdekatan dan tidak adanya bangunan air eksisting. Lokasi koordinat stasiun hujan hasil rekomendasi Kagan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 5.

 

Tabel 9. Koordinat Stasiun Hujan Rekomendasi Kagan

No.

Pos Curah Hujan

Koordinat UTM

x

y

1

Parangjoho

480051,55

9121094,54

2

Jatisrono

513437,00

9136508,00

3

B. Wonogiri

491527,84

9133817,02

4

Nawangan

488725,92

9111109,16

5

R-2/ Ngadipiro

498126,04

9129764,22

6

R-4

508581,63

9120931,45

7

R-5

492405,26

9121070,15

8

R-6

501554,18

9108570,61

 

 

Gambar 5. Lokasi Stasiun Hujan Rekomendasi Kagan

 

Kesimpulan

Sebaran stasiun hujan eksisting pada DTA Waduk Wonogiri tidak merata. Terdapat lima stasiun hujan yang berdekatan, yaitu PCH Parangjoho, Song Putri, Pracimantoro, dan Nawangan. Berdasarkan rasionalisasi stasiun hujan dengan metode Kagan dengan kesalahan interpolasi sebesar 5% pada DTA Waduk Wonogiri menghasilkan delapan stasiun hujan rekomendasi dengan panjang segitiga Kagan sebesar 14,28 km. Stasiun rekomendasi Kagan terdiri dari lima stasiun hujan eksisting dan tiga stasiun hujan baru. Stasiun hujan eksisting yang masih bisa dimanfaatkan adalah PCH Parangjoho, PCH Jatisrono, PCH Bendungan Wonogiri, PCH Nawangan, dan PDA Ngadipiro.

           

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdaa, D., Fauzi, M., & Sandhyavitri, A. (2021). Rasionalisasi Kerapatan Stasiun Hujan Wilayah Sungai Rokan Berdasarkan Data Hujan Harian dan Variasi Tingkat Kesalahan. Jurnal Saintis, 21(02), 61–70.

Alfirman, Z. R., Limantara, L. M., & Wahyuni, S. (2019). Rasionalisasi Kerapatan Pos Hujan Menggunakan Metode Kagan-Rodda Di Sub Das Lesti. Jurnal Teknik Sipil, 8(2), 153–164.

Ardana, P. D. H., Sudika, I. G. M., & Hadinata, I. W. A. (2023). Rasionalisasi Jaringan Stasiun Curah Hujan Pada Daerah Aliran Sungai Tukad Matu. PADURAKSA: Jurnal Teknik Sipil Universitas Warmadewa, 12(1), 85–96.

Arifah, S., Suhartanto, E., & Chandrasasi, D. (2018). Rasionalisasi Jaringan Pos Stasiun Hujan Pada Das Kemuning Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Kagan-Rodda Dan Kriging Dengan Mempertimbangkan Aspek Topografi. J. Mhs. Jur. Tek. Pengair, 1(2), 15.

Bakhtiari, B., Nekooamal Kermani, M., & Bordbar, M. (2013). Rain Gauge Station Network Design for Hormozgan Province in Iran. Desert, 18(1), 45–52.

Harifa, A. C., Charits, M., Setiono, J., & Khamim, M. (2020). Evaluasi Jaringan Stasiun Hujan di Wilayah Sungai Dumoga Sangkub. Reka Buana : Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Dan Teknik Kimia, 5(1), 37. https://doi.org/10.33366/rekabuana.v5i1.1607

Haromain, S. A., Wahyuni, S., & Limantara, L. M. (2022). Rationalization of Rainfall Station Network in Welang Watershed Using Kagan-Rodda Method. UKaRsT, 6(2), 143–157.

Hidayah, E., Halik, G., & Trilita, M. N. (2022). Rain Station Network Analysis in the Sampean Watershed: Comparison of Variations in Data Aggregation. Geosfera Indonesia, 7(1), 96–108.

Junaidi, R. (2015). Kajian rasionalisasi jaringan stasiun hujan pada ws Parigi-Poso Sulawesi tengah dengan metode kagan rodda dan kriging. Jurnal Ilmu Ilmu Teknik-SISTEM, 11(1), 22–31.

Mustain, P. N., Wulandari, D. A., Nugroho, H., & Suripin, S. (2023). Rasionalisasi Pos Curah Hujan Menggunakan Metode Kagan di DAS Ciliwung untuk Operasi Bendungan Ciawi dan Sukamahi. Bentang : Jurnal Teoritis Dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, 11(1), 37–44. https://doi.org/10.33558/bentang.v11i1.5614

Nandiasa, J. E., Masnia, M., & Purwaning, M. (2021). Analysis of The Placement Pattern and The Needs of The Rain Station With Kagan-Rodda Methode on Das Progo Yogyakarta. Journal of World Conference (JWC), 3(2), 204–211.

Prawati, E., & Dermawan, V. (2019). Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan Menggunakan Metode Kagan Rodda Dengan Memperhitungkan Faktor Topografi Pada Das Sarokah Kabupaten Sumenep (Pulau Madura, Jawa Timur). TAPAK (Teknologi Aplikasi Konstruksi): Jurnal Program Studi Teknik Sipil, 8(1), 79–90.

Ranesa, L. S. C., Limantara, L. M., & Harisuseno, D. (2015). Analisis Rasionalisasi Jaringan Pos Hujan Untuk Kalibrasi Hidrograf Pada Das Babak Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Teknik PengairanPengairan, 6(7), 46.

Renaldhy, R., Wayan Yasa, I., & Setiawan, E. (2021). Evaluasi Rasionalisasi Stasiun Hujan Metode Kagan Rodda dengan Mempertimbangkan Kriteria Penentuan Lokasi Pembangunan Stasiun Hujan. Jurnal Teknik Pengairan, 12(1), 49–60. https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2021.012.01.05

Rodhita, M., Limantara, L. M., & Dermawan, V. (2012). Rasionalisasi jaringan penakar hujan di DAS Kedungsoko Kabupaten Nganjuk. Jurnal Teknik Pengairan: Journal of Water Resources Engineering, 3(2), 185–194.

 

Copyright holder:

Intan Muliawati, Amir Hadziq Fahmi, Suharyanto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: