Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

MODEL PENURUNAN INTENTION TO LEAVE MELALUI KERANGKA KERJA PENGUATAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

 

Isni Rabika Hamidanti1*, Olivia Fachrunnisa2

Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Indonesia1,2

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Penelitian merupakan literatur review yang menganalisis model peningkatan penurunan intention to leave melalui kerangka kerja penguatan employee engagement. Permasalahan dalam penelitian ini didasarkan adanya fenomena gap yaitu tingginya intention to leave tenaga kesehatan pada Klinik Pratama di Kota Semarang dan riset gap tentang upaya untuk menurunkan intention to leave. Pada penelitian ini hanya dilakukan penelitian untuk tenaga kesehatan Klinik Pratama Kapitasi 5000 se Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan analisis Structural Equity Modelling (SEM), dengan menggunakan AMOS, untuk mengetahui apakah model yang digambarkan sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa workplace relationship quality, psychological empowerment leadership, dan meaningful work  berpengaruh terhadap employee engagement. Pada penelitian ini kontribusi terbesar adalah meaningful work, meaningful work merupakan variabel yang dominan mempengaruhi employee engagement. Model penelitian tentang pengaruh workplace relationship quality, psychological leadership empowerment dan meaningful work terhadap employee engagement dalam menurunkan intention to leave layak diteliti dengan model yang fit menurut SEM. Hasil penelitian ini mempertegas hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil bahwa workplace relationship quality, psychological empowerment leadership dan meaningful work mempengaruhi employee engagement dalam menurunkan intention to leave.

Kata Kunci: workplace relationship quality, psychological empowerment leadership, meaningful work, employee engagement, intention to leave

 

Abstract

The research is a literature review that analyzes models of increasing and decreasing intention to leave through a framework for strengthening employee engagement. The problem in this research is based on the gap phenomenon, namely the high intention to leave of health workers at the Pratama Clinic in Semarang City and gap research regarding efforts to reduce intention to leave. In this research, research was only conducted for employees of the Pratama Kapitasi 5000 Clinic in Semarang City. This research uses Structural Equity Modeling (SEM) analysis, using AMOS, to find out whether the model described corresponds to actual reality. The results of this research show that workplace relationship quality, psychological empowerment leadership, and meaningful work influence employee engagement. In this research, the biggest contribution is meaningful work, meaningful work is the dominant variable influencing employee engagement. The research model regarding the influence of workplace relationship quality, psychological leadership empowerment and meaningful work on employee engagement in reducing intention to leave is worthy of research with a model that is fit according to SEM. The results of this research confirm the results of previous research that showed the results that workplace relationship quality, psychological empowerment leadership and meaningful work influence employee engagement in reducing intention to leave.

Keywords: workplace relationship quality, psychological empowerment leadership, meaningful work, employee engagement, intention to leave

 

Pendahuluan

Kesehatan merupakan hak dasar setiap individu dan bagian penting dalam pembangunan guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya pembangunan di bidang kesehatan merupakan elemen integral dalam pembangunan nasional, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, keinginan, serta kemampuan hidup sehat bagi seluruh masyarakat guna mencapai derajat kesehatan yang optimal. Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berperan sebagai ujung tombak dalam memberikan layanan kesehatan dan menjadi pusat keanggotaan BPJS. Menurut Sandy (2020), layanan kesehatan yang menitikberatkan pada kepuasan pasien mampu bertahan dalam kompetisi global yang semakin ketat. Sejak implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan semakin meningkat.

Klinik dituntut untuk memiliki daya saing dalam hal kualitas layanan yang diberikan. Masyarakat yang semakin cerdas dan berpendidikan tinggi mengakibatkan meningkatnya ekspektasi mereka terhadap kualitas layanan kesehatan. Memenuhi harapan konsumen menjadi prioritas utama dalam penyediaan jasa pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien dapat dicapai ketika kualitas layanan rumah sakit dan klinik sesuai dengan ekspektasi pasien (Sunarto et al., 2004).

Keunggulan Klinik Pratama sangat bergantung pada keunikan dan kualitas layanan yang dihadirkan oleh organisasi tersebut. Layanan yang diberikan harus berfokus pada kebutuhan dan keinginan pasien karena pengalaman langsung pasien akan segera dinilai, apakah sesuai atau tidak dengan harapan mereka. Kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan diakhiri dengan persepsi mereka (Kotler et al., 2018). Kualitas atau kinerja Klinik Pratama akan menjamin kelangsungan layanan kesehatan kepada masyarakat, sehingga pengelolaan yang efisien sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0.

Tantangan yang dihadapi perusahaan dalam Revolusi Industri 4.0 menjadi topik yang sering dibahas dan mempengaruhi perubahan serta aktivitas sumber daya manusia. Dalam menjalankan operasional, setiap perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kualitas serta kompetensi yang unggul.

Salah satu alasan utama munculnya masalah di perusahaan adalah konflik yang timbul karena perbedaan pemikiran atau keragaman yang ada, seperti perbedaan usia, gender, suku, ras, dan lain-lain (Rusyandi, 2015). Konflik tersebut, jika tidak diatasi dengan baik, dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Alasan lainnya adalah kepercayaan dalam hubungan kerja, yang dapat tercipta melalui komunikasi yang baik antar rekan kerja.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Ehrhardt (2018) terhadap 1,4 juta tenaga kesehatan, ditemukan bahwa perusahaan yang memiliki tenaga kerja yang engaged, memiliki 65% tingkat turnover yang lebih rendah. Perusahaan tentunya menginginkan peningkatan profit yang berkelanjutan, dan hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan keterikatan karyawan, daripada sekadar meningkatkan motivasi mereka.

Peneliti mendapatkan akses data internal perusahaan mengenai kondisi turnover tenaga kesehatan. Berdasarkan data tersebut, jumlah tenaga kesehatan Klinik Pratama yang mengundurkan diri terbanyak pada tahun 2021 yakni sebanyak 36 orang dengan didominasi keterangan habis kontrak. Kemudian pada tahun 2022 total tenaga kesehatan yang resign sebanyak 31 orang dengan keterangan mengundurkan diri, mangkir dan habis kontrak. Dan yang terakhir pada tahun 2023 total tenaga kesehatan yang resign sebanyak 15 orang dengan mayoritas keterangan habis kontrak. Gejala-gejala intention to leave diantaranya mulai sering absen, tidak menghiraukan evaluasi dan masukan, kesulitan berkonsentrasi, selalu utarakan ketidakpuasan dan sebagainya.

Niat untuk meninggalkan pekerjaan (intention to leave) sering kali menjadi indikator awal terjadinya turnover, karena terdapat hubungan yang signifikan antara niat tersebut dengan keputusan untuk keluar yang diambil oleh tenaga kesehatan (Mxenge et al., 2014). Intention to leave menggambarkan keinginan untuk keluar dari perusahaan, sedangkan turnover menunjukkan keputusan yang sudah dibuat untuk benar-benar meninggalkan pekerjaan tersebut. Niat untuk meninggalkan perusahaan didefinisikan sebagai keinginan yang disadari dan sengaja untuk mencari peluang kerja di tempat lain (Khan et al., 2013). Menurut Nurita dan Hassan (2013), intention to leave merupakan keinginan seseorang untuk berhenti dari pekerjaan, yang merupakan bentuk perilaku penarikan diri dari tanggung jawab pekerjaan. Penelitian lain oleh Abu-Dalbouh et al. (2019) menjelaskan bahwa niat untuk keluar ini adalah keputusan yang dilakukan dengan sengaja untuk meninggalkan organisasi dan dianggap sebagai tahap terakhir dalam proses penarikan diri dari pekerjaan (withdrawal cognition).

Chrisdiana dan Rahardjo (2017) menjelaskan bahwa tenaga kesehatan yang sudah memiliki keterikatan emosional dan rasional dengan pekerjaan, cenderung merasa engaged. Tenaga kesehatan yang merasa engaged umumnya puas dengan pekerjaannya, mendapatkan inspirasi dari apa yang mereka lakukan, serta merasa didukung dan menjadi bagian integral dari organisasi tempat mereka bekerja. Keterikatan inilah yang membuat mereka enggan untuk meninggalkan perusahaan (Rusyandi, 2015). Penelitian oleh Chrisdiana dan Rahardjo (2017) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat employee engagement, semakin rendah niat tenaga kesehatan untuk meninggalkan pekerjaannya. Di sisi lain, Green (2018) menegaskan bahwa manajer atau supervisor memegang tanggung jawab penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Hubungan kerja yang baik tidak hanya memungkinkan tenaga kesehatan mengembangkan kemampuan mereka, tetapi juga memberikan dukungan emosional dari rekan kerja (Colbert et al., 2016). Hubungan kerja yang baik ini didukung oleh interaksi positif antara atasan dan bawahan, serta hubungan yang baik antar sesama rekan kerja dan organisasi secara keseluruhan.

Employee engagement dipengaruhi oleh workplace relationship quality (Ehrhardt, 2018),  meaningful work (Kaur & Mittal, 2020), dan psychological empowerment leadership (Monsorno et al., 2018).  (Ehrhardt, 2018) menunjukkan bahwa workplace relationship quality  berpengaruh signfiikan positif terhadap employee engagement. Kaur dan Mittal, (2020) menunjukkan bahwa meaningful work  berpengaruh signfiikan positif terhadap employee engagement, sedangkan Papalexandris, 2018) menunjukkan bahwa psychological empowerment leadership  berpengaruh signfiikan positif terhadap employee engagement.

Penelitian ini didasarkan adanya research gap, (Chrisdiana & Rahardjo, 2017) dimana menunjukkan bahwa employee engagement berpengaruh signfikan negatif terhadap intention to leave, sedangkan (Basori et al., 2023) tidak menunjukkan adanya pengaruh signifikan employee engagement terhadap intention to leave. (Claudiantya & Suhariadi, 2020) menunjukkan bahwa employee engagement mampu memediasi pengaruh workplace relationship quality, meaningful work, dan psychological empowerement leadership terhadap intention to leave, sedangkan Jasinski dan Darbis, (2022) tidak menunjukkan adanya mediasi.

Penelitian ini penting dilakukan dengan menambahkan employee engagement sebagai variabel intervening (Tricahyadinata et al., 2020), hal ini dijelaskan bahwa diperlukan suatu keterikatan yang kuat dari tenaga kesehatan dalam bekerja di sebuah organisasi, tenaga kesehatan yang memiliki engagement yang kuat bersedia untuk terus bekerja menjadi bagian dari organisasi dan enggan untuk meninggalkan perusahaan (Chrisdiana & Rahardjo, 2017). Tenaga kesehatan akan merasa terikat ketika tercipta workplace relationship quality yang baik akan membentuk sebuah engagement yang kuat pada diri tenaga kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model intervensi yang menggunakan pendekatan workplace relationship quality, psychological empowerment leadership, dan meaningful work sebagai pengungkit dari employee engagement untuk menurunkan tingkat intention to leave. Dari perspektif kepemimpinan, diperlukan kekuatan psychological empowerment leadership dari atasan, serta meaningful work yang baik dari tenaga kesehatan, untuk menciptakan engagement yang kuat. Rumusan masalah mencakup analisis pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap employee engagement dan intention to leave, sementara tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak variabel-variabel tersebut pada Klinik Pratama se Kota Semarang. Manfaat penelitian ini secara teoritis mencakup kontribusi terhadap pengembangan teori tentang pengaruh variabel tersebut, sementara secara praktis memberikan masukan bagi praktisi strategi pengembangan SDM di organisasi, terutama bagi Klinik Pratama yang memiliki layanan BPJS di Kota Semarang.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis explanatory research yang menguji pengaruh workplace relationship quality, Psychological Empowerment Leadership, dan meaningful work terhadap employee engagement serta dampaknya terhadap intention to leave (Ghozali, 2016). Populasi penelitian ini adalah tenaga kesehatan di Klinik Pratama yang memiliki layanan BPJS dengan kapitasi 5000 kepesertaan di Kota Semarang, sejumlah 986 orang, dengan sampel sebanyak 166 responden yang dipilih menggunakan teknik stratified random sampling (Ghozali, 2016). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan skala Likert yang kemudian diuji reliabilitas dan validitasnya (Ghozali, 2016; Sugiyono & Lestari, 2021). Penelitian ini menggunakan Structural Equation Model (SEM) untuk menganalisis data dan menguji hipotesis, dengan langkah-langkah yang meliputi pengembangan model teoritis, pengembangan path diagram, konversi path diagram ke dalam persamaan, memilih matriks input dan estimasi model, kemungkinan munculnya masalah identifikasi, dan evaluasi kriteria goodness of fit (Ghozali, 2016). Indeks goodness of fit yang digunakan meliputi λ2 - Chi-square, Significance Probability, RMSEA, GFI, AGFI, CMIN/DF, TLI, dan CFI, dengan nilai cutoff yang telah ditentukan (Hair et al., 1995).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam  penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 


                                

 

Text Box: H3 (+)
Oval: Meaningful Work
 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Kerangka Pemikiran

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis Structural Equation Modelling (SEM). Model teoritis yang telah digambarkan pada diagram jalur sebelumnya akan dianalisis berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Dalam analisis SEM, matriks kovarians digunakan sebagai input, dan estimasi dilakukan menggunakan metode maximum likelihood. Pemilihan input berupa matriks kovarians dilakukan karena matriks ini memungkinkan perbandingan yang valid antar populasi atau sampel yang berbeda, yang terkadang tidak memungkinkan ketika menggunakan matriks korelasi.

Sebelum membangun full model SEM, dilakukan terlebih dahulu pengujian terhadap faktor-faktor yang membentuk setiap variabel menggunakan model analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Kesesuaian model (goodness of fit) dalam confirmatory factor analysis juga akan diuji. Dengan menggunakan program AMOS, ukuran-ukuran kesesuaian model akan terlihat dalam output, dan dari hasil ini dapat disimpulkan apakah model yang dikembangkan memiliki tingkat kecocokan yang baik berdasarkan ukuran goodness of fit yang diperoleh. Pengujian kesesuaian ini dilakukan terlebih dahulu pada model confirmatory factor analysis.

Analisis dengan SEM dilakukan secara bertahap. Jika model yang diajukan belum memenuhi kriteria kecocokan (fit), maka model tersebut perlu direvisi. Revisi model SEM diperlukan jika terdapat masalah yang terdeteksi dari hasil analisis, seperti ketidakmampuan model yang dikembangkan dalam menghasilkan estimasi unik. Apabila masalah-masalah ini muncul dalam analisis SEM, hal ini menunjukkan bahwa data penelitian tidak mendukung model struktural yang diajukan. Oleh karena itu, revisi model diperlukan dengan mengembangkan teori lebih lanjut untuk membentuk model yang baru.

 

 

Pengujian Asumsi SEM

Evaluasi Normalitas Data

Pengujian selanjutnya adalah melihat tingkat normalitas data  yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini adalah dengan mengamati nilai skewness data yang digunakan, apabila nilai CR pada skewness data berada pada rentang antara + 2.58 pada tingkat signifikansi 0.01. Uji normalitas data untuk melihat ada tidaknya nilai ekstrim yang menyebabkan hasil penelitian menjadi bisa. Hasil pengujian normalitas data ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Normalitas Data

Variable

min

max

skew

c.r.

kurtosis

c.r.

y2.5

2

5

0,275

1,447

-0,671

-1,765

y2.4

2

5

0,158

0,834

-0,717

-1,884

y2.3

2

5

0,118

0,623

-0,86

-2,262

y2.2

2

5

0,046

0,241

-0,853

-2,243

y2.1

2

5

0,245

1,286

-0,887

-2,332

y1.6

1

5

-0,259

-1,36

-0,148

-0,39

y1.5

1

5

-0,292

-1,534

-0,385

-1,012

y1.4

1

5

-0,35

-1,84

-0,261

-0,686

y1.3

1

5

-0,285

-1,5

-0,595

-1,564

y1.2

1

5

-0,31

-1,632

-0,334

-0,88

y1.1

2

5

-0,202

-1,064

-0,762

-2,005

x3.1

1

5

-0,318

-1,671

-0,175

-0,461

x3.2

1

5

-0,459

-2,414

0,103

0,27

x3.3

1

5

-0,325

-1,708

-0,209

-0,549

x3.4

2

5

-0,119

-0,628

-0,827

-2,174

x2.1

1

5

-0,406

-2,134

-0,698

-1,837

x2.2

1

5

-0,405

-2,129

-0,451

-1,186

x2.3

1

5

-0,377

-1,986

-0,199

-0,523

x2.4

1

5

-0,484

-2,546

-0,448

-1,179

x1.1

1

5

-0,457

-2,406

0,124

0,327

x1.2

1

5

-0,482

-2,533

-0,256

-0,674

x1.3

1

5

-0,388

-2,039

-0,569

-1,497

x1.4

1

5

-0,463

-2,437

-0,093

-0,244

Multivariate

 

 

 

 

2,561

1,236

 

Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada Tabel 1, tidak ditemukan nilai C.R. untuk skewness yang berada di luar rentang +2.58. Hal ini menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian telah memenuhi persyaratan normalitas, atau dengan kata lain, data penelitian tersebut terdistribusi secara normal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak ada jawaban responden yang ekstrem yang dapat menyebabkan hasil penelitian menjadi bias.

Evaluasi atas Outlier

Evaluasi outlier perlu dilakukan karena meskipun data yang dianalisis tidak menunjukkan adanya outlier pada tingkat univariat, observasi tersebut dapat menjadi outlier ketika variabel dikombinasikan. Jarak Mahalanobis (Mahalanobis Distance) dihitung untuk setiap observasi, yang menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam ruang multidimensional (Ferdinand, 2002). Uji Mahalanobis digunakan untuk mengidentifikasi apakah ada outlier dari jawaban responden. Untuk menghitung Mahalanobis Distance berdasarkan nilai chi-square pada derajat kebebasan 23 (indikator) dengan tingkat signifikansi p<0.001 adalah χ²(23, 0.001) = 51.129 (berdasarkan tabel distribusi). Berdasarkan hasil analisis data, jarak Mahalanobis maksimal adalah 45,513. Oleh karena itu, dalam analisis ini tidak ditemukan adanya outlier atau jawaban responden yang tergolong outlier.

 

Evaluasi atas Multicollinearity dan Singularity

Langkah berikutnya adalah menguji apakah ada multikolineritas dan singularitas dalam kombinasi variabel. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antar variabel independen. Indikasi adanya multikolineritas dan singularitas dapat dilihat dari nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil atau mendekati nol. Dari hasil pengolahan data nilai determinan matriks kovarians sample adalah :

Determinant of sample covariance matrix = 10,000

Berdasarkan hasil analisis data, nilai determinan matriks kovarians sampel adalah 10.000, yang menunjukkan nilai yang jauh dari nol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolineritas atau singularitas dalam data penelitian, serta tidak ditemukan adanya pengaruh antar variabel independen.

 

Interpretasi dan Modifikasi Model

Pada tahap akhir, model yang dihasilkan akan diinterpretasikan, dan jika diperlukan, dilakukan modifikasi terhadap model yang tidak memenuhi syarat pengujian. Setelah estimasi model, residual yang dihasilkan harus kecil atau mendekati nol, dan distribusi frekuensi kovarian residual harus bersifat simetris. Batas aman untuk jumlah residual adalah 5%. Jika jumlah residual melebihi 5% dari seluruh residual kovarians yang dihasilkan oleh model, modifikasi harus dipertimbangkan dengan dasar teori yang jelas. Jika nilai residual yang dihasilkan oleh model cukup besar (>2.58), modifikasi model juga dapat dilakukan dengan menambahkan jalur baru ke model estimasi. Cut-off value sebesar ±2.58 digunakan untuk menilai apakah residual yang dihasilkan signifikan. Uji standardized residual covariances dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh antar indikator yang memerlukan modifikasi model. Berdasarkan hasil yang diolah melalui program AMOS, tidak ditemukan pengaruh antar indikator, sehingga modifikasi model tidak diperlukan, dengan semua nilai standardized residual covariances indikator berada di bawah 2.58.

 

Uji Reliability dan Variance Extract

Hasil uji reliabilitas dan variance extract disajikan pada Tabel 2. Uji reliabilitas dilakukan untuk memastikan apakah kuesioner masih layak digunakan. Jika nilai cronbach alpha lebih dari 0.6, maka instrumen dianggap reliable. Uji validitas dilakukan untuk menilai apakah responden memahami kuesioner yang diberikan. Jika nilai validitas lebih dari 0.4, maka instrumen tersebut dianggap valid.

 

Tabel 2. Reliability dan Variance Extract

Variabel

Reliability

Variance Extract

Workplace relationship Quality

0,839

0,654

Psychological empowerment leadership

0,867

0,674

Meaningful work

0,854

0,680

Employee engagement

0,904

0,677

Intention to leave

0,881

0,679

 

Hasil pengujian reliabiliy dan variance extract terhadap masing-masing variabel laten atas dimensi-dimensi pembentuknya semua variabel menunjukkan bahwa instrumen pengukuran tersebut reliabel, karena masing-masing memiliki nilai reliabilitas di atas 0,6. Hal ini mengindikasikan bahwa kuesioner yang digunakan masih layak untuk digunakan.

Hasil uji variance extract juga menunjukkan bahwa masing-masing variabel laten telah memberikan hasil ekstraksi yang signifikan dari dimensi-dimensinya. Ini ditunjukkan oleh nilai variance extract setiap variabel yang lebih dari 0,4, yang mengindikasikan bahwa responden memahami dengan baik jawaban dari kuesioner penelitian.

 

Analisis Data

Analisis Structural Equation Modelling

Tahap berikutnya adalah melakukan analisis Structural Equation Model (SEM) dalam bentuk full model, setelah sebelumnya dilakukan analisis tingkat unidimensionalitas dari indikator-indikator pembentuk variabel laten yang diuji melalui confirmatory factor analysis. Analisis hasil pengolahan data pada tahap full model SEM dilakukan dengan menguji kesesuaian model serta uji statistik. Hasil dari pengolahan data untuk full model SEM disajikan dalam Gambar 1, Tabel 3, dan Tabel 4.

 

Gambar 2. Hasil Pengujian Structural Equation Model (SEM)

 

Uji terhadap hipotesis model menunjukkan bahhwa model ini sesuai dengan data atau fit terhadap data yang digunakan dalam penelitian adalah seperti telihat pada tabel berikut ini:

 

Tabel 3. Hasil Pengujian Kelayakan Model Structural Equation Model (SEM)

Goodness of Fit Indeks

Cut-off Value

Hasil Analisis

Evaluasi Model

Chi – Square

Kecil  ( < 311.776)

249,946

Baik

Probability

³ 0.05

0,104

Baik

RMSEA

£ 0.08

0,027

Baik

GFI

³ 0.90

0,887

Marginal

AGFI

³ 0.90

0,860

Marginal

TLI

³ 0.95

0,987

Baik

CFI

³ 0.95

0,985

Baik

Sumber : Data penelitian yang diolah

 

Berdasarkan Tabel 3, penggunaan kerangka teoritis dalam model telah sesuai dengan realitas yang ada, di mana nilai probabilitas sebesar 0,274 menunjukkan bahwa model tersebut telah dievaluasi dengan baik.

Untuk uji statistik yang mengevaluasi hubungan antar variabel, uji ini akan digunakan sebagai dasar untuk menjawab hipotesis penelitian yang diajukan. Pengujian statistik hasil analisis SEM dilakukan dengan memeriksa tingkat signifikansi hubungan antar variabel yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas (p) dan Critical Ratio (CR) dari setiap hubungan antar variabel. Proses pengujian statistik ini disajikan dalam Tabel 4.

 

Tabel 4. Standardized Regression Weight

 

 

 

Estimate

Employee_Engagement

<---

Workplace_Relationship_Quallity

0,274

Employee_Engagement

<---

Psychological_Empowerment_Leadership

0,225

Employee_Engagement

<---

Meaningful_Work

0,42

Intention_to_Leave

<---

Employee_Engagement

-0,675

x1.4

<---

Workplace_Relationship_Quallity

0,737

x1.3

<---

Workplace_Relationship_Quallity

0,733

x1.2

<---

Workplace_Relationship_Quallity

0,797

x1.1

<---

Workplace_Relationship_Quallity

0,746

x2.4

<---

Psychological_Empowerment_Leadership

0,813

x2.3

<---

Psychological_Empowerment_Leadership

0,746

x2.2

<---

Psychological_Empowerment_Leadership

0,793

x2.1

<---

Psychological_Empowerment_Leadership

0,803

x3.4

<---

Meaningful_Work

0,766

x3.3

<---

Meaningful_Work

0,769

x3.2

<---

Meaningful_Work

0,792

x3.1

<---

Meaningful_Work

0,764

y1.1

<---

Employee_Engagement

0,779

y1.2

<---

Employee_Engagement

0,797

y1.3

<---

Employee_Engagement

0,712

y1.4

<---

Employee_Engagement

0,819

y1.5

<---

Employee_Engagement

0,769

y1.6

<---

Employee_Engagement

0,822

y2.1

<---

Intention_to_Leave

0,769

y2.2

<---

Intention_to_Leave

0,784

y2.3

<---

Intention_to_Leave

0,728

y2.4

<---

Intention_to_Leave

0,727

y2.5

<---

Intention_to_Leave

0,872

 

Tabel diatas menunjukkan besarnya pengaruh indikator terhadap variabelnya yang menunjukkan kategori tinggi dimana semuanya menunjukkan angka diatas 0,70.

Pengujian Hipotesis

Setelah semua asumsi dapat dipenuhi, selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana diajukan pada bab sebelumnya. Pengujian 4 hipotesis penelitian ini dilakukan berdasarkan nilai Critical Ratio (CR) dari suatu hubungan kausalitas dari hasil pengolahan SEM sebagaimana pada tabel 5 berikut.

 

Tabel 5. Regression Weight Structural Equational Model

 

 

 

Estimate

S.E.

C.R.

P

Employee_

Engagement

<---

Workplace_Relationship_Quallity

0,275

0,081

3,375

0,000

Employee_

Engagement

<---

Psychological_Empowerment_Leadership

0,208

0,078

2,67

0,008

Employee_

Engagement

<---

Meaningful_Work

0,462

0,094

4,924

0,000

Intention_to_Leave

<---

Employee_Engagement

-0,675

0,092

-7,35

0,000

 

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa semua nilai CR berada di atas 1,96 atau dengan probabilitas yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian semua Hipotesis diterima.

 

Pembahasan

Hipotesis 1: Pengaruh Workplace Relationship Quality terhadap Employee Engagement

Dari hasil perhitungan yang diperoleh dari CR variabel workplace relationship quality terhadap employee engagement adalah sebesar 3,375 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000. Nilai probabilitas = 0,000 < 0,05, menandakan bahwa workplace relationship quality mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.

Workplace relationship quality yang baik mampu membuat keterikatan hubungan yang kuat antar tenaga kesehatan, sehingga untuk mendapatkan employee engagement yang kuat dari suatu organisasi perlu meningkatkan kualitas hubungan ditempat kerja yang baik. Workplace relationship quality mampu membuat tenaga kesehatan terikat secara organisasi dalam waktu yang lama. Sebagaimana asumsi yang ada pada teori expectancy atau teori harapan oleh Vroom, bahwa ketika individu berada di tempat kerja, mereka memiliki harapan harapan yang dipersepsikan. Salah satu harapan yang dicari oleh individu sebagai makhluk sosial adalah kualitas hubungan kerja. Jika harapan akan adanya kualitas hubungan kerja yang baik, yang di tandai dengan peluang untuk mengembangkan kemampuan, mendapat dukungan emosional dari rekan kerja, serta mendapatkan motivasi kerja dari hasil workplace relationship ini terpenuhi, maka individu tersebut akan memberikan timbal balik yang positif. Salah satu timbal balik positif adalah meningkatya keterikatan kerja yang ditandai dengan kesediaan untuk membantu organisasi mencapai tujuan besarnya dengan bersedia membantu rekan kerja, bersedia menyelesaikan tugas tugas baru yang menantang, fokus dalam melaksanakan tugas dan terlibat secara fisik dan mental dalam menyelesaikan pekeraan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Ehrhardt, (2018) yang menunjukkan bahwa workplace relationship quality berpengaruh signifikan positif terhadap employee engagement.

 

Hipotesis 2: Pengaruh Psychological Empowerment Leadership terhadap Employee Engagement

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai CR untuk variabel psychological empowerment leadership terhadap employee engagement adalah sebesar 2,670 dengan nilai probabilitas sebesar 0,008. Karena nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0,05 (0,008 < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa psychological empowerment leadership memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis H2 diterima.

Gaya kepemimpinan yang berfokus pada pemberdayaan psikologis tenaga kerja, seperti memberikan makna kerja, mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan, mengekspresikan kepercayaan pada kinerja tinggi seluruh tenaga kesehatan, serta memberikan otonomi dalam mengatasi kendala birokrasi, dapat membuat tenaga kesehatan merasa bahwa pemimpinnya memberikan kepercayaan penuh. Ini berpotensi meningkatkan keterikatan tenaga kesehatan terhadap organisasi. Individu yang merasa sepenuhnya diberdayakan oleh pemimpin mereka akan lebih jarang berpikir untuk meninggalkan organisasi dan cenderung tidak mencari alternatif pekerjaan lain, bahkan berusaha memberikan yang terbaik bagi organisasi.

Hal ini sejalan dengan kerangka dasar teori Harapan Vroom, yang menyatakan bahwa ketika individu mendapatkan sesuatu atas kontribusinya, seperti dukungan pemberdayaan dari pemimpin, mereka akan cenderung memberikan timbal balik kepada organisasi dalam bentuk kesediaan untuk mengambil tugas baru, membantu rekan kerja, mengidentifikasi tantangan dan peluang, serta lebih fokus dalam melaksanakan tugas yang mendukung pencapaian tujuan organisasi.

Penelitian ini mendukung temuan Papalexandris (2018), yang juga menyatakan bahwa psychological empowerment leadership memiliki pengaruh positif signifikan terhadap employee engagement. Ketika kepemimpinan pemberdayaan psikologis dilakukan dengan baik, misalnya melalui peningkatan makna kerja, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan keyakinan terhadap kinerja tinggi, keterikatan tenaga kesehatan terhadap organisasi akan semakin kuat.

 

Hipotesis 3: Pengaruh Meaningful Work terhadap Employee Engagement

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai CR untuk variabel meaningful work terhadap employee engagement adalah sebesar 4,924, dengan nilai probabilitas sebesar 0,000. Karena nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), maka hal ini menunjukkan bahwa meaningful work memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis H3 diterima.

Meaningful work mengacu pada nilai atau tujuan yang dianggap penting dan bernilai oleh individu berdasarkan standar mereka sendiri. Hal ini mencerminkan adanya minat intrinsik individu terhadap suatu tugas atau pekerjaan, terutama jika pekerjaan tersebut selaras dengan nilai-nilai yang diyakini oleh individu tersebut dalam menjalankan perannya. Ketika individu merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan memiliki makna yang berharga, mereka akan lebih terikat dengan profesi serta tempat kerja mereka. Jika individu merasa bahwa pekerjaan yang mereka tekuni dapat mengembangkan potensi dirinya (mengembangkan inner self), membantu mereka merasakan empati terhadap orang lain, serta sesuai dengan kompetensi dan potensi yang dimiliki, maka keterikatan mereka terhadap organisasi akan meningkat.

Hasil penelitian ini mendukung temuan Ahmed et al. (2016) yang menunjukkan bahwa meaningful work memiliki pengaruh positif signifikan terhadap employee engagement.

 

 

Hipotesis 4: Pengaruh Employee Engagement terhadap Intention to Leave

Dari hasil perhitungan yang diperoleh dari CR variabel employee engagement terhadap intention to leave adalah sebesar -7,350 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000. Nilai probabilitas = 0,000 < 0,05, menandakan bahwa employee engagement mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to leave. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H4 diterima.

Tenaga kesehatan yang memiliki keterikatan yang kuat dengan organisasi mempunyai keinginan untuk terus menjadi bagian organisasi. Tenaga kesehatan atau individu yang memiliki keterikatan dengan organisasi dalam bentuk kesediaan untuk mengerjakan tugas tugas baru yang menantang, melibatkan fisik dan mental dalam menyelesaikan pekerjaan, dan membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan akan cenderung untuk tetap tinggal di organisasi. Sehingga, semakin tinggi employee engagement maka semakin rendah intention to leave. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Chrisdiana dan Rahardjo, (2017) yang menunjukkan bahwa employee engagement  berpengaruh signfiikan negatif terhadap intention to leave

 

Tabel 5. Hasil Penerimaan Hipotesis

No

Hipotesis

Hasil Hipotesis

1

Workplace relationship quality berpengaruh positif signifikan terhadap employee engagement

Diterima

2

Psychological empowerment leadership berpengaruh positif signifikan terhadap employee engagement

Diterima

3

Meaningful work berpengaruh positif signifikan terhadap employee engagement

Diterima

4

Employee engagement berpengaruh negatif signifikan terhadap intention to leave

Diterima

 

Pengujian mediasi dijelaskan melalui uji sobel test. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa employee engagement memediasi pengaruh antara psychological leadership quality dengan intention to leave yang ditunjukkan dengan perhitungan kalkulator sobel sebagai berikut:

 

A SEA

 
Text Box: Employee
Engagement

 

Text Box: Intention to Leave

 

Text Box: Psychological Leadership Quality

 


A

:

0,208

 

B

:

-0,675

 

SEA

:

0,078

 

SEB

:

0,092

 

Sobel test statistic

:

-2.50626031

One-tailed probability

:

0.00610079

Two-tailed probability

:

0.01220158

 

 


 

Berdasarkan kalkulator sobel dijelaskan bahwa, nilai sobel test statistik -2,506 diatas 1,96 dan nilai probability dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,00610 artinya employee engagement bisa memediasi pengaruh antara psychological leadership quality  dengan intention to leave.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa employee engagement memediasi pengaruh antara workplace relationship quality dengan intention to leave

 

B SEB

 

 

A SEA

 
Text Box: Employee
Engagement

 

 

 

Text Box: Intention to Leave

 

Text Box: Workplace Relationship Quality

 


A

:

0,275

 

B

:

-0,675

 

SEA

:

0,081

 

SEB

:

0,092

 

Sobel test statistic

:

-3.08117467

One-tailed probability

:

0.00103093

Two-tailed probability

:

0.00206186

 

 


Berdasarkan kalkulator sobel dijelaskan bahwa, nilai sobel test statistik -3,081 diatas 1,96 dan nilai probability dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,00206 artinya employee engagement bisa memediasi pengaruh antara workplace relationship quality dengan intention to leave

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa employee engagement memediasi pengaruh antara meaningful work dengan intention to leave yang ditunjukkan dengan perhitungan kalkulator sobel sebagai berikut:

 

 

Text Box: Employee
Engagement

 

 

Text Box: Meaningful Work Text Box: Intention to Leave

 

 


A

:

0,462

 

B

:

-0,675

 

SEA

:

0,094

 

SEB

:

0,092

 

Sobel test statistic

:

-4.08336924

One-tailed probability

:

0.00002219

Two-tailed probability

:

0.00004439

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan kalkulator sobel dijelaskan bahwa, nilai sobel test statistik -4,083 diatas 1,96 dan nilai probability dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,00002 artinya employee engagement bisa memediasi pengaruh antara meaningful work dengan intention to leave

Dari tiga hasil pengujian sobel maka dapat disimpulkan bahwa employee engagement menjadi variable intervening pada pengaruh kualitas hubungan kerja terhadap keinginan berpindah, pengaruh antara psychological empowering leadership terhadap keinginan berpindah dan pengaruh antara meaningful work terhadap keinginan berpindah. Sehingga, kualitas hubungan kerja yang baik antar anggota organisasi, keberadaan pimpinan yang mampu memberdayakan potensi dan kompetensi tenaga kesehatan untuk mencari alternatif penyelesaian pekerjaan serta meaningful work atau kebermaknaan kerja pada masing masing anggota tenaga kesehatan berpotensi untuk meningkatkan keterikatan tenaga kesehatan terhadap organisasi yang pada akhirnya akan menurunkan keinginan tenaga kesehatan untuk mencari tempat kerja yang lain, berpikir alternatif pekerjaan lain dan berpindah ke tempat organisasi yang baru.

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa workplace relationship quality, psychological empowerment leadership, dan meaningful work berkontribusi positif terhadap employee engagement, dengan meaningful work memberikan kontribusi terbesar. Employee engagement juga secara signifikan mengurangi intention to leave, dan berperan sebagai mediator antara faktor-faktor tersebut dengan intention to leave. Implikasi teoritisnya menunjukkan bahwa harapan tenaga kesehatan terpenuhi melalui kualitas hubungan kerja, kepemimpinan yang memberdayakan secara psikologis, dan makna pekerjaan, sehingga mereka lebih terikat dengan organisasi. Implikasi manajerialnya menyoroti pentingnya meningkatkan kualitas hubungan kerja, kepemimpinan yang memberdayakan, dan makna pekerjaan dalam konteks Klinik Pratama BPJS Kota Semarang. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan, seperti kurangnya optimalitas variabel dan keterbatasan dalam generalisasi hasil pada kasus lain. Agenda penelitian mendatang direkomendasikan untuk memperluas variabel independen dan mempertimbangkan teori motivasi alternatif.

 

BIBLIOGRAFI

 

Abu-Dalbouh, H. M., Al-Matrouk, M., Al-Zwaid, N., & Al-Handi, A. (2019). Proposal of a standardized electronic health record for Kingdom of Saudi Arabia. J. Comput. Sci, 15, 566–581.

Basori, B., Sajidan, S., Akhyar, M., & Wiranto, W. (2023). Blended learning model towards vocational studentslearning outcomes: A scoping review. International Journal of Evaluation and Research in Education, 12(1), 205–215.

Chrisdiana, L., & Rahardjo, M. (2017). Pengaruh employee engagement dan work life balance terhadap turn over intention di Generasi Millenial. Jurnal Manajemen Bisnis Dan Kewirausahaan, 1(1), 1.

Claudiantya, G. S., & Suhariadi, F. (2020). Pengaruh perceived organizational support terhadap employee engagement Jurnal Fenomena.

Colbert, A., Yee, N., & George, G. (2016). The digital workforce and the workplace of the future. In Academy of management journal (Vol. 59, Issue 3, pp. 731–739). Academy of Management Briarcliff Manor, NY.

Ehrhardt, C. (2018). A locus for transnational exchanges: European mathematical journals for students and teachers, 1860s–1914. Historia Mathematica, 45(4), 376–394.

Ghozali, I. (2016). Desain penelitian kuantitatif dan kualitatif: untuk akuntansi, bisnis, dan ilmu sosial lainnya.

Green, G. M. (2018). dustmaps: A Python interface for maps of interstellar dust. Journal of Open Source Software, 3(26), 695.

Kaur, P., & Mittal, A. (2020). Meaningfulness of work and employee engagement: The role of affective commitment. The Open Psychology Journal, 13(1).

Khan, U. R., Chandran, A., Zia, N., Huang, C.-M., De Ramirez, S. S., Feroze, A., Hyder, A. A., & Razzak, J. A. (2013). Home injury risks to young children in Karachi, Pakistan: a pilot study. Archives of Disease in Childhood, 98(11), 881–886.

Kotler, P., Keller, K. L., & Ang, S. H. (2018). Marketing management: an Asian perspective. Pearson.

Monsorno, D., Dimas, A. A., & Papalexandris, M. V. (2018). Time-accurate calculation of two-phase granular flows exhibiting compaction, dilatancy and nonlinear rheology. Journal of Computational Physics, 372, 799–822.

Mxenge, S. V, Dywili, M., & Bazana, S. (2014). Job engagement and employeesintention to quit among administrative personnel at the University of Fort Hare in South Africa. International Journal of Research in Social Sciences, 4(5), 129–144.

Nurita, A. T., & Hassan, A. A. (2013). Filth flies associated with municipal solid waste and impact of delay in cover soil application on adult filth fly emergence in a sanitary landfill in Pulau Pinang, Malaysia. Bulletin of Entomological Research, 103(3), 296–302.

Rusyandi, D. (2015). Employee engagement toward intention to quit with job insecurity as moderating variable at goverment bank in Bandung city. International Conference on Economics and Banking (Iceb-15), 318–325.

Sandy, A. (2020). Analisis Efisiensi Klinik Pratama Rawat Inap Di Kabupaten Sragen. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sugiyono, S., & Lestari, P. (2021). Metode penelitian komunikasi (Kuantitatif, kualitatif, dan cara mudah menulis artikel pada jurnal internasional). Alvabeta Bandung, CV.

Sunarto, A., Koesharyani, I., Supriyadi, H., Gardenia, L., Sugianti, B., & Rukmono, D. (2004). Current status of transboundary fish diseases in Indonesia: occurrence, surveillance, research and training. Transboundary Fish Diseases in Southeast Asia: Occurence, Surveillance, Research and Training. Proceedings of the Meeting on Current Status of Transboundary Fish Diseases in Southeast Asia: Occurence, Surveillance, Research and Training, Manila, Philippines, 23-24 June 2004, 91–121.

Tricahyadinata, I., Hendryadi, Suryani, Zainurossalamia ZA, S., & Riadi, S. S. (2020). Workplace incivility, work engagement, and turnover intentions: Multi-group analysis. Cogent Psychology, 7(1), 1743627.

 

 

Copyright holder:

Isni Rabika Hamidanti, Olivia Fachrunnisa (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: