Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

ANALISIS DISKURSIF NILAI BERITA PERLINDUNGAN DATA PRIBADI PADA DETIK.COM DAN KOMPAS.COM

 

Annisa Ansahnarmi1, Reza Safitri2, Maulina Pia Wulandari3

Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Pendekatan Discursive News Values Analysis (DNVA) digunakan untuk memahami dan menganalisis nilai-nilai berita dalam media massa, fokusnya pada bagaimana nilai-nilai tercermin dalam penyajian berita. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai berita yang dibangun dalam liputan perlindungan data pribadi di media online Indonesia, khususnya Detik.com dan Kompas.com. Metode kualitatif digunakan dengan mengumpulkan dan menganalisis artikel berita dari kedua portal dalam rentang waktu tertentu. Hasil analisis menunjukkan dominasi nilai Eliteness dalam kedua media, dengan Detik.com cenderung lebih menonjolkan nilai Negativity, sedangkan Kompas.com lebih sering menggunakan nilai Positivity. Superlativeness juga digunakan dengan frekuensi yang berbeda antara keduanya. Temuan ini mengindikasikan perbedaan dalam pendekatan editorial dan ideologi kedua media tersebut dalam menyajikan berita.

Kata Kunci: DNVA, nilai berita, media online.

 

Abstract

The Discursive News Values ​​Analysis (DNVA) approach is used to understand and analyze news values ​​in mass media, the focus is on how values ​​are reflected in news presentation. This research aims to analyze the news values ​​built into the coverage of personal data protection in Indonesian online media, especially Detik.com and Kompas.com. Qualitative methods are used by collecting and analyzing news articles from both portals within a certain time period. The results of the analysis show the dominance of the Eliteness value in both media, with Detik.com tending to emphasize the Negativity value more, while Kompas.com uses the Positivity value more often. Superlativeness is also used with different frequency between the two. These findings indicate differences in the editorial approach and ideology of the two media in presenting news.

Keywords: DNVA, news value, online media.

 

Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi digital saat ini merupakan sebuah kebutuhan untuk melakukan suatu aktivitas di berbagai bidang kehidupan. Agar dapat menggunakan teknologi digital tersebut, perlu adanya interaksi aktif antara individu dengan penyedia layanan informasi berbasis digital. Saat ini berbagai sektor dan industri, baik swasta maupun pemerintahan menggunakan sistem informasi. Penggunaan yang tinggi penetrasinya seperti media sosial, mesin pencari, smartphone, mobile internet, dan cloud computing juga membutuhkan interaksi dan informasi data pribadi dari pengguna.

Dalam perkembangan ekonomi modern, informasi terkait data pribadi merupakan aset berharga dengan nilai ekonomi yang tinggi karena dapat dimanfaatkan secara luas oleh dunia usaha. Data pribadi adalah informasi yang memungkinkan untuk mengidentifikasi seseorang secara langsung atau tidak langsung, khususnya dengan mengacu pada nomor identifikasi, pada satu atau lebih faktor spesifik pada identitas fisik, fisiologis, mental, ekonomi, budaya atau sosialnya (Romansky, 2022).

Hal ini berbahaya karena ketika data pribadi tersebut terbuka untuk umum, orang lain dapat mengakses dan mengetahui identitas pribadi seseorang. Oleh karena itu, muncul beberapa kasus terutama terkait kebocoran data pribadi. Seperti peristiwa kebocoran data masyarakat dan sejumlah pejabat publik di Indonesia pada bulan Agustus – September tahun 2022. Kebocoran data ini dilakukan oleh Bjorka yang mengklaim memiliki 26 juta data pengguna internet IndiHome dan diperjual-belikan di sebuah forum ilegal. Tak hanya itu,  Bjorka juga mengklaim memiliki 1,3 miliar data dari proses registrasi kartu SIM di Indonesia. Peristiwa pembobolan data di Indonesia bukan terjadi kali itu saja. Pada Juli 2020, data 91 juta akun pengguna Tokopedia dilaporkan telah dibobol dan diperjual-belikan di situs gelap. Tahun berikutnya pada Mei 2021, data 279 penduduk Indonesia kembali bocor. Kali ini, BPJS yang menjadi sasaran pembobolan. Bahkan sebelum Bjorka jadi buah bibir, data pelanggan IndiHome dan PLN juga diduga bocor. Kasus-kasus tersebut menjadi salah satu bukti akibat lemahnya sistem perlindungan data pribadi, sehingga rawan terjadinya kebocoran.

Indonesia sendiri berada pada urutan ke-8 sebagai negara dengan banyak kasus kebocoran data di dunia pada tahun 2022 menurut data dari perusahaan keamanan siber, Surfshark. Tercatat sekitar 820 ribu kasus pembobolan di tanah air sepanjang periode kuartal II/2022. Karena tingginya kasus kebocoran data internet di Indonesia secara global inilah yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara urutan pertama dengan tingkat pembobolan data terbanyak di ASEAN. Berdasarkan laporan Surfshark, terdapat sebanyak 79,4 juta kasus dari seluruh dunia yang bocor pada kuartal II/2022. Posisi pertama ada Rusia sebagai negara yang paling banyak mengalami kasus kebocoran data internet di dunia (34,8 juta), diikuti oleh China di urutan kedua (14,4 juta), selanjutnya Brazil (3,2 juta) dan Amerika (2,4 juta). Rusia yang menjadi negara dengan kebocoran data terbanyak di dunia diyakini oleh Surfshark disebabkan oleh perang dengan Ukraina. Dikabarkan bahwa kelompok peretas Anonymous menargetkan Rusia dalam aktivitas pembobolan data. (Rosa, 2022)

Mengutip data dari National Cyber Security Indeks (NCSI), skor keamanan siber di Indonesia bahkan menempati peringkat 6 se-Asia Tenggara dan peringkat 83 dari total 160 negara di dunia. Sementara Malaysia justru menempati posisi pertama sebagai negara dengan indeks keamanan siber terbaik di Asia Tenggara. Nilai keamanan siber Indonesia hanya sebesar 38,96 dari 100 per Agustus 2022, sangat jauh berbeda dengan Malaysia yang mencapai skor 79,22 serta menduduki peringkat ke-19 secara global. Indeks penilaian ini diukur oleh NCSI berdasarkan sejumlah indikator, seperti aturan hukum yang dimiliki negara bersangkutan terkait keamanan siber, ada atau tidaknya kerja sama pemerintah atau lembaga lain dalam keamanan siber, serta rangkaian program yang terfokus pada keamanan siber. (Naurah, 2022)

Kebocoran data pada akhirnya menjadi bagian yang semakin umum dalam kehidupan kita sebagai pengguna digital. Oleh karena itu, perlindungan data pribadi merupakan salah satu permasalahan aktual lembaga perlindungan informasi di dunia saat ini dengan semakin banyaknya pengguna ponsel dan internet, termasuk di Indonesia. Kebocoran data ini tidak lepas dari persoalan regulasi yang masih belum memadai sehingga penegakan hukum kebocoran data pribadi masih belum optimal. Bila merujuk pada konstitusi UUD 1945, Pasal 28G Ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Artinya negara berkewajiban memberi perlindungan data pribadi masyarakatnya. Namun dibanding dengan Hong Kong dan Malaysia, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data pribadi secara komprehensif. Indonesia juga tidak memiliki komisi perlindungan data pribadi. Sanksi pidana dan tuntutan perdata terkait pelanggaran data juga belum diatur (Sudarwanto & Kharisma, 2022).

Sistem hukum di Indonesia sebenarnya belum memberikan kepastian dan perlindungan untuk privasi dan data pribadi konsumen, karena Pemerintah masih belum memiliki instrumen hukum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlindungan privasi dan data pribadi. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk adanya instrumen hukum tersebut di antaranya: (1) harus menjadi elemen penghubung antara individu dan masyarakat ekonomi; (2) harus memiliki karakter internasional; dan (3) harus mendorong masyarakat untuk terlibat dalam era ekonomi digital (Rosadi & Pratama, 2018). Regulasi atau aturan yang mengatur perlindungan data pribadi konsumen saat ini salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pengaturan mengenai perlindungan data pribadi diatur di berbagai undang-undang dan peraturan turunan lainnya serta bersifat parsial dan sektoral. Karena hanya bersifat parsial dan sektoral, maka aturan dan ketentuan yang jelas dalam rangka penegakan hukum perlu dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan khusus. UU Perlindungan Data Pribadi diperlukan untuk melindungi setiap warga negara dalam beraktivitas di pasar daring, teknologi finansial, dan berbagai macam bisnis digital yang diselenggarakan oleh platform atau wadah tertentu (Mediana, 2020). Kebocoran data pribadi akan terus terjadi selama tidak adanya Undang-Undang khusus yang mengatur terkait perlindungan data pribadi (Hisbulloh, 2021).

Kebutuhan akan regulasi terkait perlindungan data pribadi dan pembahasan RUU di DPR yang tidak kunjung usai membuat fungsi media massa arus utama menjadi dibutuhkan. Media massa arus utama dapat berperan memberikan informasi yang benar, sekaligus dimanfaatkan untuk mensosialisasikan kesadaran masyarakat yang terhitung masih rendah. Selain itu media massa juga memiliki peran membantu meningkatkan literasi perlindungan data pribadi kepada masyarakat (Mediana, 2020).

Secara ideal media massa di Indonesia dalam eksistensinya harus konstruktif terhadap peningkatan literasi perlindungan data pribadi dan mendorong pemerintah untuk menjalankan dua fungsi utamanya dalam hal melindungi data pribadi warga negaranya. Dua fungsi tersebut yaitu menyediakan sebuah payung hukum yang mengatur tentang pelindungan data pribadi dan melakukan pengawasan dalam penerapan regulasi tersebut. Berita yang konstruktif adalah berita yang mendukung perlindungan data pribadi dan mendorong pemerintah menetapkan regulasi perlindungan data pribadi.

Pemberitaan mengenai perlindungan data pribadi biasanya terjadi ketika ada kebocoran data pada perusahaan atau pejabat publik. Namun belum ada penelitian yang menelisik berapa banyak media massa memuat berita mengenai regulasi perlindungan data pribadi sebelum UU Perlindungan Data Pribadi disahkan. Sebagian besar penelitian yang dilakukan sebelumnya membahas bagaimana media massa memberitakan tentang kasus kebocoran data pribadi. Penelitian Nabila, (2022) melakukan analisis framing pada berita kebocoran data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada media Kumparan.com dan Tirto.id dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media Kumparan.com dan Tirto.id memberikan ruang klarifikasi kepada pemerintah, sehingga adanya tanggung jawab yang diberikan kepada masyarakat khususnya peserta BPJS Kesehatan agar kasus kebocoran data dapat ditindak lanjuti dan dilakukan upaya pencegahannya. Oleh karenanya, media tidak sebatas penyampaian informasi saja, media dituntut untuk berperan sebagai pengawas untuk merumuskan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kedua, penelitian Alfaridzi (2022) menganalisis pembingkaian berita pada kasus kebocoran data pribadi di media online oleh Tempo.co dan Kompas.com. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang ditonjolkan oleh kedua media. Secara keseluruhan, Tempo.co melihat kasus ini sebagai masalah etika profesionalitas yang dilanggar oleh pengelola data dan menilai negatif pengelola data karena telah merugikan pemilik data. Sementara itu, Kompas.com memahami kasus ini sebagai masalah manajerial internal pengelola data dan berusaha menyoroti secara positif upaya pengelola data dalam menangani kasus kebocoran data tersebut. Selain itu, bantahan tentang kebocoran data berasal dari pihak pengelola data, karena dianggapnya sistem pengamanan data masih aman terkendali.

Penelitian sebelumnya yang dibahas di atas menunjukkan bahwa penyampaian berita di masing-masing media akan berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan ideologi media itu sendiri. Media dapat mengonstruksi dan membingkai sebuah informasi sesuai dengan pandangan dan konsepsi jurnalis dalam melihat suatu peristiwa. Sebagai wadah informasi, Media dan jurnalis memahami bahwa tidak semua peristiwa dapat ataupun layak diberitakan.

Ideologi yang dimiliki media juga dapat membuat perbedaan penyampaian berita. Seperti yang ditemukan pada penelitian (Marsun et al., 2022) terhadap ideologi media pada pemberitaan Nusantara sebagai ibu kota baru Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan ketiga media membingkai pemberian nama Nusantara pada IKN masih mengandung permasalahan, namun berbeda dalam fokusnya. Detik.com membingkai sebagai proses kekuasaan, sedangkan Kompas.com dan Tempo.co sebagai proses demokrasi. Kompas.com dan Tempo.co telah merefleksikan ideologi media yang dianutnya. Di mana keduanya dalam visinya, selain aspek bisnis, mengemukakan nilai kemerdekaan, menghargai perbedaan menuju peradaban. Sedangkan Detik.com lebih pragmatis dari aspek bisnis media.

Media dalam melaporkan berbagai peristiwa dan pendapat dalam pandangan Shomaker dan Resse (dalam Marsun et al., 2022) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebut dengan circle of influence. Lingkaran terdalam adalah individu jurnalis dan awak media lain, rutinitas kerja, organisasi, faktor ekstern dan yang paling luar adalah ideologi. Dengan demikian ideologi bisa mempengaruhi kadar pengaruh masing-masing element tadi. Merujuk pada pandangan Shomaker tentang kaitan antara berita dengan ideologi, maka arah pemberitaan tentang perlindungan data pribadi juga tergantung ideologinya. Namun karena dalam masyarakat juga berkembang ideologi, maka kemungkinan apa yang digambarkan media tidak merefleksikan ideologi media. Tetapi dapat juga dipengaruhi oleh nilai berita yang ingin dikonstruksi oleh individu jurnalis.

Ketika jurnalis melaporkan suatu peristiwa, mereka menggunakan nilai-nilai berita sesuai dengan apa yang mereka yakini akan disukai oleh audiensnya (Richardson, 2007). Oleh karena itu, nilai berita mereproduksi ideologi dalam arti bahwa jurnalis membingkai peristiwa-peristiwa berita dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai bersama pembaca pada saat pemberitaan. Nilai berita memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi pembaca terhadap suatu peristiwa dan pelaku berita karena nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk membingkainya dalam berbagai cara (Bednarek & Caple, 2017).

Banyak peristiwa yang diberitakan oleh berbagai media massa maupun media sosial, namun semua itu akan dianggap layak apabila peristiwa tersebut memiliki kriteria nilai-nilai berita yang dibangun di dalamnya. Konsep ‘nilai berita’ mengacu pada strategi diskursif yang digunakan jurnalis untuk mengkonstruksi suatu peristiwa atau aktor berita sebagai sesuatu yang layak diberitakan (Bednarek & Caple, 2014). Istilah lain untuk nilai berita adalah news values. Nilai-nilai berita (news values) ini perlu dibangun dalam setiap berita yang akan disampaikan. Jika suatu penyajian berita tidak memiliki nilai berita, maka isi pesan yang disajikan dianggap tidak memenuhi kelayakan berita (news worthiness).

Nilai berita juga dapat mempengaruhi masyarakat untuk mendorong pemerintah secepatnya mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi. Peran nilai berita yang digunakan media dalam mengonstruksi peristiwa kebocoran data pribadi dengan UU Perlindungan Data Pribadi dapat memberikan wawasan tentang sikap apa yang harus diambil pemerintah maupun masyarakat. Peran nilai berita dalam penyusunan peristiwa dan pelaku berita dapat memberikan wawasan mengenai sikap masyarakat terhadap peristiwa tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Bednarek & Caple (2017) bahwa nilai berita memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi pembaca tentang peristiwa dan pelaku berita karena dapat digunakan untuk membingkainya dengan berbagai cara.

Kajian tentang pemberitaan media sering kali ditemui menggunakan metode analisis framing untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Namun masih jarang kajian yang berfokus pada bagaimana nilai-nilai berita itu sendiri dibangun untuk menjadi layak dalam pemberitaannya. Oleh karena itu, penting mengkaji bagaimana media online di Indonesia mengonstruksi nilai berita terutama pada isu kebocoran data dan perlindungan data pribadi di Indonesia. Hal ini demi mendapatkan gambaran bagaimana media memberitakan pemberitaan mengenai perlindungan data pribadi dilihat dari nilai-nilai berita yang dikonstruksi.

Pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami dan menganalisis nilai-nilai berita dalam media massa adalah Discursive News Values Analysis (DNVA). Pendekatan DNVA ini berfokus pada pemahaman bagaimana nilai-nilai tertentu tercermin dalam cara berita disajikan, dipilih, dan disampaikan kepada khalayak. Analisis Nilai Berita Diskursif (Discursive News Values Analysis) dapat membantu dalam memahami bagaimana nilai berita tertentu dipilih atau ditekankan oleh media, sehingga berita yang disampaikan dapat dipandang layak untuk diberitakan.

Untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana media di Indonesia membangun nilai-nilai berita terkait perlindungan data pribadi, penelitian dengan pendekatan DNVA pada media online perlu dilakukan. Detik.com dan Kompas.com dipilih sebagai objek penelitian karena keduanya merupakan portal berita besar dan berpengaruh secara nasional, dengan Detik.com memiliki jangkauan masyarakat yang lebih luas (65%) daripada Kompas.com (47%), menurut survei dari Reuters Institute (2021). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana ideologi kedua media ini dapat mempengaruhi nilai-nilai berita yang dibangun dalam liputan mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia. Rumusan masalah penelitian adalah "Bagaimana media Detik.com dan Kompas.com membangun nilai berita terkait perlindungan data pribadi di Indonesia?" Tujuan penelitian adalah melakukan analisis nilai berita pada kedua portal berita tersebut, sedangkan manfaatnya secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Komunikasi dan memperluas bidang kajian DNVA pada media online. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi peneliti dan praktisi media dalam mengembangkan penelitian serta memberikan sajian berita yang sesuai dengan konsep nilai berita yang ada.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, sesuai dengan fokus DNVA pada konstruksi dalam berita. DNVA memeriksa bagaimana suatu peristiwa dianggap layak untuk diberitakan melalui sumber daya verbal dan visual, dengan fokus pada potensi makna teks dan penggunaan sumber daya semiotik untuk membentuk nilai-nilai berita tertentu (Bednarek et al., 2021). Oleh karena itu, paradigma konstruktivisme dipilih karena penelitian ini meneliti bagaimana peristiwa dikonstruksi sebagai berita, bukan mengapa peristiwa tersebut dipilih sebagai berita. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, sejalan dengan paradigma konstruktif, karena DNVA membutuhkan pemaknaan yang dalam untuk menganalisis secara diskursif nilai-nilai berita (Bednarek & Caple, 2017). Penelitian ini membatasi ruang lingkupnya pada aspek kebahasaan nilai berita, terutama pada judul dan teras berita, dengan tujuan melihat konstruksi linguistik dari setiap nilai berita (Bednarek & Caple, 2017). Data dikumpulkan dengan mengambil artikel berita tentang perlindungan data pribadi dari Detik.com dan Kompas.com dalam rentang waktu 20 Agustus 2022 hingga 20 September 2022, dengan kata pencarian "kebocoran data" dan "perlindungan data pribadi" (Bednarek et al., 2021). Analisis data dilakukan menggunakan metode DNVA dan teknik analisis nilai berita yang diberikan oleh Bednarek dan Caple (2017), dengan fokus pada nilai-nilai seperti consonance, eliteness, impact, negativity/positivity, personalization, proximity, superlativeness, timeliness, dan unexpectedness. Teknik pengujian keabsahan data menggunakan uji kredibilitas dengan menggunakan bahan referensi untuk memastikan kebenaran data yang dikumpulkan (Bednarek et al., 2021).

 

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Media Online

Kompas.com merupakan salah satu unit bisnis yang memberikan layanan peliputan berita dalam bentuk daring dari Kompas Gramedia. Kompas memiliki Visi dan Misi “Menjadi Perusahaan yang terbesar, terbaik, terpadu, dan tersebar di Asia Tenggara melalui usaha berbasis pengetahuan yang menciptakan masyarakat terdidik, tercerahkan, menghargai kebhinekaan, dan adil sejahtera”. Sehingga Kompas Gramedia tidak hanya menyediakan peliputan berita edisi daring saja, tetapi juga tersedia edisi cetak dan broadcasting melalui televisi.

Kompas.com adalah salah satu pionir media online di Indonesia ketika pertama kali hadir di Internet pada 14 September 1995 dengan nama Kompas Online. Mulanya, Kompas Online atau KOL yang diakses dengan alamat kompas.co.id hanya menampilkan replika dari berita-berita harian Kompas yang terbit hari itu. Kemudian berkembang tidak lagi hanya mendapatkan replika harian Kompas, tapi juga mendapatkan update perkembangan berita-berita terbaru yang terjadi sepanjang hari.

Kompas telah lama dikenal sebagai media yang menyajikan jurnalisme bermakna. Kompas.com menempatkan dirinya sebagai portal berita yang diandalkan masyarakat untuk jurnalisme berkualitas, di tengah derasnya arus informasi yang sering tidak jelas kebenarannya. Dengan slogan "Jernih Melihat Dunia," Kompas.com berusaha untuk menjadi media yang menyajikan informasi dengan sudut pandang objektif, komprehensif, independen, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik, ekonomi, atau kekuasaan. Oleh karena itu, selain menyajikan berita terkini dalam bentuk hardnews yang selalu update sesuai dengan karakter media online, Kompas.com juga memberikan berita yang lengkap dari berbagai sudut pandang untuk mengurai kebingungan mengenai suatu isu.

Media online saat ini dituntut untuk menyajikan berita dengan cepat, tetapi bagi Kompas.com, kecepatan bukanlah segalanya. Prinsip "Get it first, but first get it right" hingga saat ini tetap dipegang teguh oleh Kompas.com. Di era digital dan media sosial saat ini dimana informasi mengalir cepat, Kompas.com tidak langsung menerima segala informasi yang dibicarakan di media sosial. Karena bagi Kompas.com pencarian kebenaran menjadi sangat penting. Kompas.com tidak ingin menjadi bagian dari kebisingan di media sosial, melainkan berusaha memberikan klarifikasi dan jawaban yang jelas atas berbagai kerancuan informasi yang ada.

 

Hasil Penelitian

Tabel 1 di bawah ini menunjukkan frekuensi nilai berita yang dikonstruksi baik di media online Detik.com maupun Kompas.com. Frekuensi yang dari nilai-nilai berita yang dikonstruksi di media online Detik.com maupun Kompas.com menunjukkan bahwa Eliteness, Timeliness, Superlativeness, Positivity dan Negativity adalah nilai-nilai berita yang paling sering dikonstruksi dalam pemberitaan perlindungan data pribadi oleh Detik.com, sedangkan Eliteness, Timeliness, Impact, Positivity dan Negativity adalah yang paling sering dibangun di Kompas.com. Tingginya jumlah Eliteness di kedua media online ini menunjukkan Nilai berita Elit (Eliteness) menjadi nilai berita yang dapat dipastikan penggunaannya dalam penyusunan berita yang dilakukan oleh jurnalis dari kedua portal berita online tersebut. Kutipan merupakan ciri paling khas dari bahasa dalam pemberitaan Perlindungan Data Pribadi. Kutipan dari aktor berita atau elit merupakan hal yang sangat penting dalam berita ini. Dari segi frekuensi, menunjukkan bahwa nilai berita tentang Eliteness lebih banyak digunakan oleh Detik.com. Namun tingginya persentase Eliteness pada kedua media online, memverifikasi bahwa Eliteness mendominasi pemberitaan perlindungan data pribadi.

 

Tabel 1. Frekuensi Nilai Berita

No

Nilai Berita

Detik.com

Kompas.com

Jml

(%)

Jml

(%)

1

Consonance

3

7.3%

1

5%

2

Eliteness

39

95.1%

19

95%

3

Impact

4

9.8%

5

25%

4

Negativity

19

46.3%

6

30%

5

Positivity

11

26.8%

11

55%

6

Personalisation

7

17.1%

0

0%

7

Proximity

3

7.3%

4

20%

8

Superlativeness

14

34.1%

2

10%

9

Timeliness

18

43.9%

8

40%

10

Unexpectedness

8

19.5%

1

5%

 

Elit (Eliteness)

Kedua media dalam membangun nilai berita Eliteness sering mengutip pendapat dari Political Elites & Institutiaon. Kedua kelompok tersebut sama-sama menunjukkan identitas sosial, profesional atau politik yang tinggi, sehingga membentuk nilai berita Eliteness.

Media online Detik.com lebih dominan mengutip kata-kata dari “Elit Politik” yang memberikan tanggapan atau informasi tentang kebocoran data yang terjadi maupun tentang UU Perlindungan Data Pribadi. Jurnalis Detik.com cenderung menyebut aktor/sumber berita elit secara umum dengan memanggil nama aktor/sumber berita tersebut pada Headline dari pemberitaan yang diangkat, misalnya:

1.     Mahfud: Bjorka Hanya Cari Sensasi, Nulis Data Pribadi Saya Saja Salah

Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan Satgas perlindungan data pribadi yang dibentuk pemerintah bukan untuk memburu Bjorka. Mahfud mengatakan Bjorka hanya mencari sensasi (Detik.com, 9/19/2022).

2.     Puan: DPR Sahkan RUU Perlindungan Data Pribadi Besok

Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR RI besok. Puan berharap RUU PDP akan melindungi setiap warga negara dari segala bentuk penyalahgunaan data pribadi.

Media Kompas.com dominan mengutip perkataan dengan menyebutkan Institution dari orang yang memberikan informasi. Namun Kompas.com cenderung mencantumkan nama masing-masing aktor/sumber berita, sebagian besar beserta posisi dan afiliasinya pada lead berita. Sebagai contoh:

1.     Komisi I Sebut Bakal Ada Lembaga Pengawas Data Implementasi RUU PDP Usai Dibahas Panja

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyari menyatakan, Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) akan mengatur pembentukan sebuah lembaga yang mengawasi implementasi perlindungan data pribadi.

2.     1,3 Miliar Data SIM Card Diduga Bocor, Anggota DPR Harap RUU PDP Segera Selesai

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin berharap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera diselesaikan.

Kompas.com cenderung menggunakan nama dari Institusi apabila aktor yang dikutip tidak terlalu terkenal, sedangkan apabila aktor yang menjadi sumber berita sudah dikenal masyarakat, seperti Puan Maharani dan Gus Muhaimin, nama dari aktor tersebut disebutkan pada headline berita.

 

Timeliness

Hasil analisis menunjukkan bahwa Detik.com memiliki frekuensi penggunaan nilai berita Timeliness sebesar 43.9%. Ini berarti hampir setengah dari konten berita yang diproduksi oleh Detik.com sangat menekankan pada penyampaian informasi yang cepat dan terkini. Persentase yang tinggi ini mencerminkan strategi redaksional Detik.com yang berfokus pada kecepatan dan responsivitas terhadap peristiwa yang sedang berlangsung. Sedangkan Kompas.com menunjukkan frekuensi penggunaan nilai berita Timeliness sebesar 40%. Meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Detik.com, angka ini tetap menunjukkan komitmen yang kuat dari Kompas.com untuk menyediakan berita yang cepat dan relevan bagi audiensnya. Sebagai bagian dari Kompas Gramedia Group, Kompas.com memiliki warisan jurnalistik yang panjang dan reputasi yang baik dalam hal akurasi dan kecepatan. Meskipun demikian, Kompas.com tampaknya sedikit lebih berhati-hati dan mungkin lebih mengutamakan verifikasi informasi sebelum dipublikasikan dibandingkan dengan Detik.com.

 

Positivity dan Negativity

Berdasarkan hasil penelitian, Kompas.com lebih cenderung menekankan pada nilai berita Positivity dibandingkan Detik.com. Persentase frekuensi penggunaan nilai berita Positivity di Kompas.com mencapai 55%, sedangkan di Detik.com hanya 26.8%. Sedangkan Detik.com lebih dominan dalam menggunakan nilai berita Negativity dengan persentase frekuensi sebesar 46.3%, sementara Kompas.com hanya sebesar 30%.

Nilai berita Positivity berkaitan dengan penyajian berita yang memberikan kesan positif. Sedangkan nilai Negativity berkaitan dengan penyajian berita yang menekankan pada aspek negatif. Pada penelitian ini penggunaan kata perlindungan data merupakan kategori positif dan kebocoran data termasuk kategori negatif. Detik.com lebih menonjolkan penggunaan kata kunci “Kebocoran data” untuk pemberitaan yang berkaitan dengan Perlindungan Data Pribadi atau Keamanan Data Pribadi. Misalnya:

1.     Detik.com

Mahfud Koordinasi dengan BIN, Kapolri, hingga BSSN soal Kebocoran Data

Pemerintah melakukan rapat koordinasi bersama membentuk tim khusus untuk menjaga keamanan data setelah heboh kemunculan hacker Bjorka. Berbagai kementerian dan lembaga turut dilibatkan.

2.     Kompas.com

Pemerintah Bentuk Satgas Perlindungan Data, Ada BIN hingga BSSN

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Data.

Pada pemberitaan di atas, masing-masing media memiliki informasi yang sama yaitu Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Data yang fungsinya untuk menjaga Perlindungan data. Media Detik.com mengandung kata kunci Kebocoran Data dan Kompas.com lebih menyinggung soal Perlindungan Data.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengah berita yang dianalisis dari Kompas.com memiliki sumber daya linguistik dari nilai berita Positivity, yang mencerminkan pendekatan mereka yang lebih optimis dan cenderung menyampaikan berita dengan nada yang lebih positif. Kompas.com berusaha untuk membangun citra sebagai sumber berita yang dapat memberikan semangat dan inspirasi kepada pembacanya. Sebagaimana tujuan dari Kompas.com lebih banyak mempublikasikan berita tentang pencapaian individu atau kelompok, keberhasilan kebijakan, inovasi, dan cerita yang memberikan harapan. Sejalan dengan visi dan misinya yakni membangun komunitas Indonesia yang lebih harmonis, toleran, aman, dan sejahtera.

Detik.com, dengan persentase 26.8%, menunjukkan frekuensi yang jauh lebih rendah dalam penggunaan nilai berita Positivity. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa Detik.com memiliki pendekatan yang berbeda dalam penyajian berita, lebih berfokus pada aspek-aspek berita yang bersifat informatif tanpa terlalu banyak menekankan pada unsur positif.

Nilai berita Negativity berkaitan dengan penyajian berita yang menekankan pada aspek negatif, seperti konflik, bencana, atau kritik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Detik.com lebih dominan dalam menggunakan nilai berita Negativity dengan persentase frekuensi sebesar 46.3%, sementara Kompas.com hanya sebesar 30%.

Dengan hampir setengah dari berita yang dianalisis di Detik.com mengandung unsur Negativity, ini menunjukkan bahwa portal berita ini cenderung menyajikan lebih banyak berita yang berkaitan dengan konflik, kontroversi, atau peristiwa negatif lainnya. Pendekatan ini mungkin didorong oleh asumsi bahwa berita negatif lebih menarik perhatian pembaca, atau bisa juga merupakan hasil dari fokus editorial yang menekankan pada penyampaian berita secara langsung dan kritis.

Di sisi lain, Kompas.com, dengan persentase 30% untuk nilai berita Negativity, menunjukkan frekuensi yang lebih rendah dalam penyajian berita negatif. Ini konsisten dengan temuan sebelumnya tentang tingginya penggunaan nilai berita Positivity di Kompas.com. Pendekatan ini mungkin mencerminkan upaya Kompas.com untuk menjaga keseimbangan dalam pelaporan berita, dengan tidak terlalu banyak menekankan pada aspek negatif dan berusaha untuk menyajikan pandangan yang lebih seimbang dan konstruktif.

Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pendekatan editorial antara Detik.com dan Kompas.com dalam penggunaan nilai berita Positivity dan Negativity. Kompas.com lebih banyak menampilkan berita dengan nilai Positivity, mencerminkan upaya untuk menyampaikan berita yang menginspirasi dan optimis. Sementara itu, Detik.com lebih sering menekankan pada nilai berita Negativity, yang mungkin bertujuan untuk menarik perhatian pembaca melalui berita yang bersifat konflik atau kontroversial.

Perbedaan ini tidak hanya mencerminkan strategi editorial masing-masing portal berita, tetapi juga dapat memengaruhi persepsi publik terhadap berita yang disajikan. Pembaca yang mengonsumsi berita dari kedua portal ini mungkin akan mendapatkan pengalaman yang berbeda, tergantung pada proporsi Positivity dan Negativity yang dominan di masing-masing portal.

 

Superlativeness

Dalam penelitian ini, metode Discursive News Values Analysis (DNVA) digunakan untuk menganalisis frekuensi penggunaan nilai berita Superlativeness pada dua portal berita online, yaitu Detik.com dan Kompas.com. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Detik.com menggunakan nilai berita Superlativeness dengan frekuensi sebesar 34,1%, sementara Kompas.com menggunakan nilai berita yang sama dengan frekuensi sebesar 10%.

Nilai berita Superlativeness merujuk pada penggunaan bahasa atau deskripsi yang bersifat hiperbolis atau berlebihan untuk meningkatkan daya tarik berita. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa Detik.com cenderung lebih sering menggunakan nilai berita ini dibandingkan dengan Kompas.com. Hal ini menunjukkan bahwa Detik.com lebih sering mengedepankan berita-berita yang disajikan dengan cara yang lebih sensasional atau dramatis.

Detik.com dengan frekuensi penggunaan Superlativeness yang tinggi (34,1%), tampaknya lebih mengedepankan gaya jurnalistik yang sensasional. Portal berita ini mungkin berusaha menarik perhatian pembaca dengan judul-judul yang dramatis dan konten yang menekankan pada aspek-aspek yang luar biasa atau mengejutkan dari suatu peristiwa. Sebaliknya, Kompas.com yang hanya memiliki frekuensi 10% dalam penggunaan Superlativeness, kemungkinan besar mengedepankan gaya jurnalistik yang lebih konservatif dan informatif. Fokusnya mungkin lebih pada penyajian fakta secara objektif dan analitis, tanpa perlu memperbesar atau melebih-lebihkan informasi.

Penggunaan Superlativeness yang tinggi yang dilakukan Detik.com dapat mempengaruhi pembaca dengan menciptakan persepsi bahwa berita-berita yang disajikan lebih menarik atau penting dibandingkan dengan berita di portal lain. Namun, hal ini juga berisiko menurunkan kredibilitas jika pembaca merasa informasi yang disajikan terlalu berlebihan atau tidak sesuai dengan kenyataan.

Dengan frekuensi penggunaan Superlativeness yang lebih rendah, Kompas.com mungkin lebih dipercaya oleh pembaca yang mencari berita dengan informasi yang akurat dan tidak dibesar-besarkan. Hal ini bisa memberikan keuntungan dalam hal kepercayaan dan loyalitas pembaca yang lebih menghargai integritas jurnalistik.

Perbedaan dalam penggunaan nilai berita seperti Superlativeness mencerminkan strategi yang berbeda dalam menarik audiens. Media yang menggunakan gaya sensasional mungkin lebih efektif dalam menarik perhatian jangka pendek dan meningkatkan klik atau view, sementara media yang lebih konservatif bisa membangun reputasi jangka panjang yang solid.

 

Pembahasan

Penelitian ini menunjukkan beberapa kecenderungan yang signifikan dalam pemilihan dan penyajian berita oleh Detik.com dan Kompas.com. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengungkap berbagai penggunaan nilai berita.

Nilai Eliteness yang dominan di kedua portal berita (Detik.com 95.1%, Kompas.com 95%) menunjukkan bahwa berita yang melibatkan tokoh-tokoh elit atau berpengaruh lebih sering dipilih dan ditonjolkan. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa nilai Eliteness sering muncul dalam berita karena dianggap meningkatkan nilai berita tersebut (Li et al., 2019). Dominasi nilai Eliteness pada pemberitaan perlindungan data pribadi menunjukkan bahwa kedua portal media online tersebut cenderung menyoroti pernyataan dan tindakan dari individu-individu yang dianggap memiliki otoritas atau kekuasaan dalam isu perlindungan data pribadi. Menurut Harcup & O’Neill, (2017), nilai Eliteness sering kali digunakan oleh media untuk menarik perhatian audiens karena pernyataan dan tindakan dari tokoh-tokoh elit dianggap lebih kredibel dan berpengaruh.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ideologi media memainkan peran penting dalam bagaimana nilai berita dikonstruksi dan dipresentasikan. Misalnya, Carvalho (2007) mengemukakan bahwa pandangan ideologis media dapat mempengaruhi cara mereka memilih dan menyajikan berita, termasuk dalam hal pemilihan sumber yang dikutip. Dalam konteks ini, Detik.com dan Kompas.com mungkin memiliki kecenderungan untuk menonjolkan nilai Eliteness sebagai bagian dari strategi mereka untuk membangun narasi yang sesuai dengan ideologi mereka masing-masing. Dengan menonjolkan pernyataan dari tokoh-tokoh elit, media dapat membentuk opini publik dan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap isu perlindungan data pribadi. Misalnya, pernyataan dari pejabat pemerintah mengenai langkah-langkah yang diambil untuk melindungi data pribadi dapat menenangkan kekhawatiran masyarakat, sementara kritik dari pakar keamanan siber dapat meningkatkan kewaspadaan dan tuntutan untuk tindakan yang lebih tegas.

Analisis penggunaan nilai berita positif dan negatif pada pemberitaan perlindungan data pribadi di Detik.com dan Kompas.com menunjukkan bahwa kedua media tersebut menggunakan nilai berita Positivity dan Negativity untuk membentuk narasi pemberitaan mereka. Pemberitaan di Detik.com cenderung menggunakan nilai Negativity untuk menyoroti kelemahan dalam kebijakan perlindungan data pribadi dan insiden kebocoran data. Penggunaan bahasa yang kuat dan fokus pada dampak negatif menciptakan narasi yang kritis terhadap pemerintah dan pelaku bisnis yang dianggap lalai. Sementara itu, Kompas.com lebih sering menggunakan nilai Positivity dalam pemberitaan mereka, menekankan upaya pemerintah dan perusahaan dalam meningkatkan keamanan data pribadi. Penggunaan nilai Positivity membantu membangun citra positif mengenai inisiatif yang diambil untuk melindungi data pribadi.

Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa Media cenderung menggunakan nilai Negativity untuk menarik perhatian dan meningkatkan keterlibatan pembaca. Misalnya, penelitian oleh Khan & Anjum (2022) menunjukkan bahwa nilai Negativity sering digunakan dalam pelaporan kemenangan Donald Trump di media Pakistan, meskipun juga terdapat penggunaan nilai Positivity. Makki (2019) dalam analisisnya terhadap laporan kejahatan di media Iran menemukan bahwa nilai Positivity sering kali dikonstruksi melalui penilaian positif terhadap tindakan polisi dan istilah-istilah yang merujuk pada "pengampunan" dan "belas kasihan." Ini menunjukkan bahwa nilai Positivity dapat digunakan untuk mendukung otoritas institusional dan norma-norma budaya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Detik.com lebih fokus pada nilai Negativity untuk menyoroti masalah dan kekurangan dalam kebijakan perlindungan data pribadi, sesuai dengan temuan Bednarek (2019) bahwa berita negatif lebih mungkin dibagikan dan menarik perhatian. di sisi lain, Kompas.com mungkin lebih sering menggunakan nilai Positivity untuk menekankan upaya perbaikan dan inisiatif positif, yang sejalan dengan temuan Apirakvanalee & Zhai, (2023) tentang penggunaan nilai Positivity untuk membangun narasi yang mendukung kebijakan pemerintah.

Penelitian ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana nilai berita dapat digunakan untuk membentuk narasi dan mempengaruhi persepsi publik. Dengan memahami bagaimana nilai berita Positivity dan Negativity dikonstruksi, kita dapat lebih memahami strategi masing-masing media dan dampaknya terhadap pembaca. Perbedaan dalam penggunaan nilai berita Positivity dan Negativity oleh Detik.com dan Kompas.com tidak hanya mencerminkan strategi editorial mereka tetapi juga visi, misi, dan ideologi masing-masing media.

Detik.com dikenal sebagai media online yang sering menyajikan berita dengan pendekatan yang cepat dan kritis. Fokus mereka pada berita terbaru dan sering kali sensasional mencerminkan visi mereka untuk menjadi sumber berita yang cepat dan mudah diakses oleh publik. Ideologi mereka cenderung lebih terbuka dan kritis terhadap pemerintah dan institusi, yang tercermin dalam penggunaan nilai Negativity yang lebih dominan. Berita yang menyoroti kelemahan dalam kebijakan perlindungan data pribadi dan insiden kebocoran data mencerminkan pendekatan ini, di mana Detik.com menggunakan bahasa yang kuat dan fokus pada dampak negatif untuk menarik perhatian pembaca dan mendorong keterlibatan.

Kompas.com memiliki sejarah panjang sebagai media yang lebih moderat dan berfokus pada jurnalisme berkualitas tinggi. Visi dan misi mereka untuk memberikan berita yang mendidik dan konstruktif tercermin dalam penggunaan nilai Positivity yang lebih sering. Mereka menekankan upaya positif yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan dalam meningkatkan keamanan data pribadi, yang membantu membangun citra positif mengenai inisiatif yang diambil. Pendekatan ini sejalan dengan visi mereka untuk memberikan berita yang tidak hanya informatif tetapi juga membangun dan mendukung pembangunan sosial.

Penelitian oleh Apirakvanalee & Zhai (2023) menemukan bahwa penggunaan nilai Positivity dalam pemberitaan dapat membantu membangun narasi yang mendukung kebijakan pemerintah, yang sejalan dengan pendekatan Kompas.com. Sementara itu, penelitian oleh (Bednarek, 2019) menunjukkan bahwa berita dengan nilai Negativity lebih mungkin untuk dibagikan dan menarik perhatian, yang sejalan dengan strategi Detik.com untuk menarik perhatian pembaca dengan berita yang lebih kritis dan sensasional.

Superlativeness adalah nilai berita yang menekankan aspek keunggulan atau keistimewaan dari suatu peristiwa atau subjek, sering kali melalui penggunaan bahasa yang berlebihan atau ekstrem. Dari data yang diperoleh pada penelitian ini, terlihat bahwa Detik.com cenderung lebih sering menggunakan nilai berita ini dibandingkan dengan Kompas.com. Hal ini menunjukkan bahwa Detik.com lebih sering mengedepankan berita-berita yang disajikan dengan cara yang lebih sensasional atau dramatis. Penggunaan Superlativeness di Detik.com sering kali muncul dalam berita yang sensasional atau kontroversial. Misalnya, dalam berita tentang skandal atau insiden besar, Detik.com menggunakan kata-kata seperti "ratusan pesan WhatsApp", "Miliaran", atau "paling mengejutkan" untuk meningkatkan dramatisasi dan daya tarik berita.

Perbedaan frekuensi penggunaan Superlativeness antara Detik.com dan Kompas.com mencerminkan strategi editorial dan ideologi masing-masing media. Detik.com, dengan frekuensi penggunaan Superlativeness yang lebih tinggi, cenderung menggunakan strategi yang lebih sensasional untuk menarik perhatian pembaca. Hal ini sesuai dengan penelitian Bednarek (2019) yang menunjukkan bahwa Superlativeness digunakan untuk meningkatkan keterlibatan pembaca. Sebaliknya, Kompas.com yang menggunakan Superlativeness dengan frekuensi lebih rendah, lebih menekankan pada pelaporan yang objektif dan konstruktif. Ini sejalan dengan penelitian Zhang dan Cheung (2022) yang menemukan bahwa kombinasi nilai berita seperti Superlativeness dapat membuat cerita lebih menarik, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat mengurangi kredibilitas berita.

Sebagai media yang lebih sensasional, Detik.com menggunakan Superlativeness untuk menarik perhatian dan meningkatkan keterlibatan pembaca. Pendekatan ini sejalan dengan misi mereka untuk menyediakan berita yang cepat dan menarik bagi audiens yang lebih luas. Sedangkan Kompas.com, sebagai media yang lebih moderat dan berfokus pada jurnalisme berkualitas, Kompas.com menggunakan Superlativeness dengan lebih selektif. Mereka cenderung menekankan keunggulan dalam konteks yang lebih positif dan membangun, sesuai dengan visi mereka untuk mendidik dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Studi oleh Bednarek (2019) mendukung temuan bahwa Superlativeness digunakan untuk meningkatkan keterlibatan pembaca, sementara penelitian oleh Zhang dan Cheung (2022) menunjukkan bahwa kombinasi nilai berita seperti Superlativeness dapat membuat cerita lebih menarik. Dalam konteks ini, penggunaan Superlativeness yang lebih tinggi oleh Detik.com dapat dilihat sebagai strategi untuk meningkatkan visibilitas dan daya tarik berita mereka.

 

Kesimpulan

Penelitian ini mengungkap bagaimana nilai berita dalam pemberitaan tentang perlindungan data pribadi di portal berita Detik.com dan Kompas.com dibangun melalui penggunaan teknik Discursive News Values Analysis (DNVA) yang dikembangkan oleh Bednarek dan Caple (2017). Temuan menunjukkan bahwa nilai berita seperti Eliteness, Timeliness, Superlativeness, Positivity, dan Negativity sering muncul dalam pemberitaan keduanya, meskipun terdapat perbedaan dalam pendekatan editorial. Eliteness dominan di kedua portal, namun Detik.com lebih sering mengutip pendapat dari elit politik dengan menyebutkan nama aktor atau sumber berita dalam headline, sedangkan Kompas.com lebih cenderung mencantumkan institusi atau posisi aktor berita dalam lead berita. Timeliness juga penting bagi keduanya, dengan Detik.com menunjukkan frekuensi lebih tinggi. Perbedaan ini mungkin mencerminkan pendekatan editorial yang lebih berhati-hati dari Kompas.com dalam verifikasi informasi. Selain itu, penelitian ini menggambarkan bagaimana pendekatan editorial masing-masing media mempengaruhi cara mereka menyajikan berita, dengan Detik.com cenderung menekankan aspek negatif dan dramatisasi berita, sementara Kompas.com lebih fokus pada penyajian berita yang positif dan informatif. Perbedaan ini tidak hanya mencerminkan strategi editorial tetapi juga visi, misi, dan ideologi masing-masing media. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah memperluas analisis ke portal berita lainnya dan tidak hanya terpaku pada judul dan teras berita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang nilai-nilai berita yang dibangun oleh media di Indonesia.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Apirakvanalee, L., & Zhai, Y. (2023). Telling stories from the New Silk Road: A news discourse analysis of BBC’s podcast episodes on the Belt and Road Initiative. Journalism, 24(11), 2551–2569. https://doi.org/10.1177/14648849221107223

Aryani, D. S. (2011). Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di. Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi, 1.

Bednarek, M. (2016). Investigating evaluation and news values in news items that are shared through social media. Corpora, 11(2), 227–257. https://doi.org/10.3366/cor.2016.0093

Bednarek, M. (2019). The Language and News Values of ‘Most Highly Shared’ News. In Sharing News Online (pp. 157–188). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-17906-9_6

Bednarek, M., & Caple, H. (2012). News Discourse (Continuum Discourse) (1st ed.). Continuum.

Bednarek, M., & Caple, H. (2017). The Discourse of News Values. Oxford University Press. https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780190653934.001.0001

Bednarek, M., Caple, H., & Huan, C. (2021a). Computer-Based Analysis of News Values: A Case Study on National Day Reporting. Journalism Studies, 22(6), 702–722. https://doi.org/10.1080/1461670X.2020.1807393

Bednarek, M., Caple, H., & Huan, C. (2021b). Computer-Based Analysis of News Values: A Case Study on National Day Reporting. Journalism Studies, 22(6), 702–722. https://doi.org/10.1080/1461670X.2020.1807393

Chen, C., & Liu, R. (2023). Discrepancies in the portrayal of the COVID-19 vaccine in Chinese and US international media outlets: A corpus-based discursive news values analysis. Global Public Health, 18(1). https://doi.org/10.1080/17441692.2023.2201315

Craig, R. (2005). Online Journalism: Reporting, Writing, and Editing for New Media. Thomson Wadsworth.

Deuze, M. (2004). What is multimedia journalism1? Journalism Studies, 5(2), 139–152. https://doi.org/10.1080/1461670042000211131

Febriani, T., Handayani, L., & Sevilla, V. (2022). Analisis Framing Polri Pada Penanganan Demonstrasi Uu Cipta Kerja di Kompas. Com Dan Detik. Com. Jurnal Pustaka Komunikasi, 5(1), 38–52.

Guo, J., Mast, J., Vosters, R., Yang, W., & Penso, A. (2022). Convergence or divergence? A computer-assisted analysis of how Chinese state-sponsored and market-oriented newspapers discursively construct the newsworthiness of the Kunming terrorist attack. Discourse, Context & Media, 45, 100578. https://doi.org/10.1016/j.dcm.2022.100578

Harcup, T., & O’Neill, D. (2017). What is News?: News values revisited (again). Journalism Studies, 18(12), 1470–1488. https://doi.org/10.1080/1461670X.2016.1150193

Hisbulloh, M. H. (2021). Urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Jurnal Hukum, 37(2), 119–133.

Khan, S., & Anjum, M. A. I. (2022). Newsworthiness in the Reporting of Donald Trump’s Presidential Victory: Linguistic Analysis of News Values in Pakistani News Channels. Journal of English Language, Literature and Education, 4(1), 81–107. https://doi.org/10.54692/jelle.2022.0401124

Li, P., Chen, M., & Yang, J. (2019). Discursive Construction of News Values in the Headline. International Journal of Translation, Interpretation, and Applied Linguistics, 1(1), 1–14. https://doi.org/10.4018/ijtial.2019010102

Makki, M. (2019). ‘Discursive news values analysis’ of Iranian crime news reports: Perspectives from the culture. Discourse and Communication, 13(4), 437–460. https://doi.org/10.1177/1750481319842453

Marsun, F., Karo, S. B., & Wirasati, W. (2022). Ideologi Media Pada Pemberitaan Nusantara Sebagai Ibu Kota Baru Indonesia. Jurnal ISIP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 19(1), 42–50.

Mediana. (2020). Jurnalis Perlu Memiliki Kesadaran Perlindungan Data Pribadi. Kompas.Id. https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/09/30/jurnalis-perlu-memiliki-kesadaran-perlindungan-data-pribadi

Reuters Institute. (2021). Digital News Report. Reuters Institute. https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/digital-news-report/2021/indonesia

Romansky, R. (2022). Digital age and personal data protection. International Journal on Information Technologies & Security, 14(3), 89–100.

Romli, A. S. M. (2012). Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online. Nuansa Cendikia.

Rosa, N. (2022). 10 Negara dengan Kasus Kebocoran Data Terbanyak, Indonesia Nomor Berapa? https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6294167/10-negara-dengan-kasus-kebocoran-data-terbanyak-indonesia-nomor-berapa

Rosadi, S. D., & Pratama, G. G. (2018). Perlindungan Data Privasi dalam Era Ekonomi Digital di Indonesia. Veritas et Justitia, 4(1), 88–110.

Santana, S. (2005). Jurnalisme Kontemporer. Yayasan Obor Indonesia.

Sudarwanto, A. S., & Kharisma, D. B. B. (2022). Comparative study of personal data protection regulations in Indonesia, Hong Kong and Malaysia. Journal of Financial Crime, 29(4), 1443–1457. https://doi.org/10.1108/JFC-09-2021-0193

Widyaningsih, S. N., & Lestari, R. D. (2020). Framing of Online Media News about Riots in Papua (Studies on www.detik.com and www.reuters.com in 2019). Journal Pekommas, 5(1), 81. https://doi.org/10.30818/jpkm.2020.2050109

Yu, H., & Liu, S. (2023). The Pandemic in Our Country, the Pandemic in Their Countries: News Values and Media Representation of the COVID-19 Pandemic. Journalism Studies, 24(10), 1257–1276. https://doi.org/10.1080/1461670X.2023.2206925

Zhang, L., & Caple, H. (2021). The newsworthiness of Li Na—A critical comparative analysis of Chinese and international news media. Language & Communication, 77, 70–80. https://doi.org/10.1016/j.langcom.2021.01.002

Zhu, C., Yang, Z., Gmyr, R., Zeng, M., & Huang, X. (2019). Make lead bias in your favor: A simple and effective method for news summarization.

 

 

 

Copyright holder:

Annisa Ansahnarmi, Reza Safitri, Maulina Pia Wulandari (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: