Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
9, September 2024
ANALISIS DISKURSIF NILAI BERITA PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
PADA DETIK.COM DAN KOMPAS.COM
Annisa Ansahnarmi1, Reza
Safitri2, Maulina Pia Wulandari3
Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Pendekatan
Discursive News Values Analysis (DNVA) digunakan untuk memahami dan
menganalisis nilai-nilai berita dalam media massa, fokusnya pada bagaimana
nilai-nilai tercermin dalam penyajian berita. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis nilai-nilai berita yang dibangun dalam liputan perlindungan data
pribadi di media online Indonesia, khususnya Detik.com dan Kompas.com. Metode
kualitatif digunakan dengan mengumpulkan dan menganalisis artikel berita dari
kedua portal dalam rentang waktu tertentu. Hasil analisis menunjukkan dominasi
nilai Eliteness dalam kedua media, dengan Detik.com cenderung lebih menonjolkan
nilai Negativity, sedangkan Kompas.com lebih sering menggunakan nilai
Positivity. Superlativeness juga digunakan dengan frekuensi yang berbeda antara
keduanya. Temuan ini mengindikasikan perbedaan dalam pendekatan editorial dan
ideologi kedua media tersebut dalam menyajikan berita.
Kata Kunci: DNVA, nilai
berita, media online.
Abstract
The Discursive News Values Analysis (DNVA) approach is
used to understand and analyze news values in mass media, the focus is on how
values are reflected in news presentation. This research aims to analyze the
news values built into the coverage of personal data protection in Indonesian
online media, especially Detik.com and Kompas.com. Qualitative methods are used
by collecting and analyzing news articles from both portals within a certain
time period. The results of the analysis show the dominance of the Eliteness
value in both media, with Detik.com tending to emphasize the Negativity value
more, while Kompas.com uses the Positivity value more often. Superlativeness is
also used with different frequency between the two. These findings indicate differences
in the editorial approach and ideology of the two media in presenting news.
Keywords: DNVA, news value, online media.
Pemanfaatan teknologi
digital saat ini merupakan sebuah kebutuhan untuk melakukan suatu aktivitas di
berbagai bidang kehidupan. Agar dapat menggunakan teknologi digital tersebut,
perlu adanya interaksi aktif antara individu dengan penyedia layanan informasi
berbasis digital. Saat ini berbagai sektor dan industri, baik swasta maupun
pemerintahan menggunakan sistem informasi. Penggunaan yang tinggi penetrasinya
seperti media sosial, mesin pencari, smartphone, mobile internet, dan cloud
computing juga membutuhkan interaksi dan informasi data pribadi dari
pengguna.
Dalam perkembangan
ekonomi modern, informasi terkait data pribadi merupakan aset berharga dengan
nilai ekonomi yang tinggi karena dapat dimanfaatkan secara luas oleh dunia
usaha. Data pribadi adalah informasi yang memungkinkan untuk mengidentifikasi
seseorang secara langsung atau tidak langsung, khususnya dengan mengacu pada
nomor identifikasi, pada satu atau lebih faktor spesifik pada identitas fisik,
fisiologis, mental, ekonomi, budaya atau sosialnya
Hal ini berbahaya
karena ketika data pribadi tersebut terbuka untuk umum, orang lain dapat
mengakses dan mengetahui identitas pribadi seseorang. Oleh karena itu, muncul
beberapa kasus terutama terkait kebocoran data pribadi. Seperti peristiwa
kebocoran data masyarakat dan sejumlah pejabat publik di Indonesia pada bulan
Agustus – September tahun 2022. Kebocoran data ini dilakukan oleh Bjorka yang
mengklaim memiliki 26 juta data pengguna internet IndiHome dan
diperjual-belikan di sebuah forum ilegal. Tak hanya itu, Bjorka juga mengklaim memiliki 1,3 miliar
data dari proses registrasi kartu SIM di Indonesia. Peristiwa pembobolan data
di Indonesia bukan terjadi kali itu saja. Pada Juli 2020, data 91 juta akun
pengguna Tokopedia dilaporkan telah dibobol dan diperjual-belikan di situs
gelap. Tahun berikutnya pada Mei 2021, data 279 penduduk Indonesia kembali
bocor. Kali ini, BPJS yang menjadi sasaran pembobolan. Bahkan sebelum Bjorka
jadi buah bibir, data pelanggan IndiHome dan PLN juga diduga bocor. Kasus-kasus
tersebut menjadi salah satu bukti akibat lemahnya sistem perlindungan data
pribadi, sehingga rawan terjadinya kebocoran.
Indonesia sendiri
berada pada urutan ke-8 sebagai negara dengan banyak kasus kebocoran data di
dunia pada tahun 2022 menurut data dari perusahaan keamanan siber, Surfshark.
Tercatat sekitar 820 ribu kasus pembobolan di tanah air sepanjang periode
kuartal II/2022. Karena tingginya kasus kebocoran data internet di Indonesia
secara global inilah yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara urutan
pertama dengan tingkat pembobolan data terbanyak di ASEAN. Berdasarkan laporan
Surfshark, terdapat sebanyak 79,4 juta kasus dari seluruh dunia yang bocor pada
kuartal II/2022. Posisi pertama ada Rusia sebagai negara yang paling banyak
mengalami kasus kebocoran data internet di dunia (34,8 juta), diikuti oleh
China di urutan kedua (14,4 juta), selanjutnya Brazil (3,2 juta) dan Amerika
(2,4 juta). Rusia yang menjadi negara dengan kebocoran data terbanyak di dunia
diyakini oleh Surfshark disebabkan oleh perang dengan Ukraina. Dikabarkan bahwa
kelompok peretas Anonymous menargetkan Rusia dalam aktivitas pembobolan data.
Mengutip data dari
National Cyber Security Indeks (NCSI), skor keamanan siber di Indonesia bahkan
menempati peringkat 6 se-Asia Tenggara dan peringkat 83 dari total 160 negara
di dunia. Sementara Malaysia justru menempati posisi pertama sebagai negara dengan
indeks keamanan siber terbaik di Asia Tenggara. Nilai keamanan siber Indonesia
hanya sebesar 38,96 dari 100 per Agustus 2022, sangat jauh berbeda dengan
Malaysia yang mencapai skor 79,22 serta menduduki peringkat ke-19 secara
global. Indeks penilaian ini diukur oleh NCSI berdasarkan sejumlah indikator,
seperti aturan hukum yang dimiliki negara bersangkutan terkait keamanan siber,
ada atau tidaknya kerja sama pemerintah atau lembaga lain dalam keamanan siber,
serta rangkaian program yang terfokus pada keamanan siber. (Naurah, 2022)
Kebocoran data pada
akhirnya menjadi bagian yang semakin umum dalam kehidupan kita sebagai pengguna
digital. Oleh karena itu, perlindungan data pribadi merupakan salah satu
permasalahan aktual lembaga perlindungan informasi di dunia saat ini dengan
semakin banyaknya pengguna ponsel dan internet, termasuk di Indonesia.
Kebocoran data ini tidak lepas dari persoalan regulasi yang masih belum memadai
sehingga penegakan hukum kebocoran data pribadi masih belum optimal. Bila
merujuk pada konstitusi UUD 1945, Pasal 28G Ayat 1 berbunyi “Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi”. Artinya negara berkewajiban memberi perlindungan
data pribadi masyarakatnya. Namun dibanding dengan Hong Kong dan Malaysia,
Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data
pribadi secara komprehensif. Indonesia juga tidak memiliki komisi perlindungan
data pribadi. Sanksi pidana dan tuntutan perdata terkait pelanggaran data juga
belum diatur
Sistem hukum di
Indonesia sebenarnya belum memberikan kepastian dan perlindungan untuk privasi
dan data pribadi konsumen, karena Pemerintah masih belum memiliki instrumen
hukum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlindungan privasi
dan data pribadi. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk adanya
instrumen hukum tersebut di antaranya: (1) harus menjadi elemen penghubung
antara individu dan masyarakat ekonomi; (2) harus memiliki karakter
internasional; dan (3) harus mendorong masyarakat untuk terlibat dalam era
ekonomi digital
Pengaturan mengenai
perlindungan data pribadi diatur di berbagai undang-undang dan peraturan
turunan lainnya serta bersifat parsial dan sektoral. Karena hanya bersifat
parsial dan sektoral, maka aturan dan ketentuan yang jelas dalam rangka
penegakan hukum perlu dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan khusus. UU
Perlindungan Data Pribadi diperlukan untuk melindungi setiap warga negara dalam
beraktivitas di pasar daring, teknologi finansial, dan berbagai macam bisnis
digital yang diselenggarakan oleh platform atau wadah tertentu
Kebutuhan akan
regulasi terkait perlindungan data pribadi dan pembahasan RUU di DPR yang tidak
kunjung usai membuat fungsi media massa arus utama menjadi dibutuhkan. Media
massa arus utama dapat berperan memberikan informasi yang benar, sekaligus
dimanfaatkan untuk mensosialisasikan kesadaran masyarakat yang terhitung masih
rendah. Selain itu media massa juga memiliki peran membantu meningkatkan
literasi perlindungan data pribadi kepada masyarakat
Secara ideal media
massa di Indonesia dalam eksistensinya harus konstruktif terhadap peningkatan
literasi perlindungan data pribadi dan mendorong pemerintah untuk menjalankan
dua fungsi utamanya dalam hal melindungi data pribadi warga negaranya. Dua fungsi
tersebut yaitu menyediakan sebuah payung hukum yang mengatur tentang
pelindungan data pribadi dan melakukan pengawasan dalam penerapan regulasi
tersebut. Berita yang konstruktif adalah berita yang mendukung perlindungan
data pribadi dan mendorong pemerintah menetapkan regulasi perlindungan data
pribadi.
Pemberitaan mengenai
perlindungan data pribadi biasanya terjadi ketika ada kebocoran data pada
perusahaan atau pejabat publik. Namun belum ada penelitian yang menelisik
berapa banyak media massa memuat berita mengenai regulasi perlindungan data
pribadi sebelum UU Perlindungan Data Pribadi disahkan. Sebagian besar
penelitian yang dilakukan sebelumnya membahas bagaimana media massa
memberitakan tentang kasus kebocoran data pribadi. Penelitian Nabila, (2022)
melakukan analisis framing pada berita kebocoran data Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada media Kumparan.com dan Tirto.id dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media
Kumparan.com dan Tirto.id memberikan ruang klarifikasi kepada pemerintah,
sehingga adanya tanggung jawab yang diberikan kepada masyarakat khususnya
peserta BPJS Kesehatan agar kasus kebocoran data dapat ditindak lanjuti dan
dilakukan upaya pencegahannya. Oleh karenanya, media tidak sebatas penyampaian
informasi saja, media dituntut untuk berperan sebagai pengawas untuk merumuskan
kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kedua, penelitian Alfaridzi (2022)
menganalisis pembingkaian berita pada kasus kebocoran data pribadi di media
online oleh Tempo.co dan Kompas.com. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan
yang ditonjolkan oleh kedua media. Secara keseluruhan, Tempo.co melihat kasus
ini sebagai masalah etika profesionalitas yang dilanggar oleh pengelola data
dan menilai negatif pengelola data karena telah merugikan pemilik data. Sementara
itu, Kompas.com memahami kasus ini sebagai masalah manajerial internal
pengelola data dan berusaha menyoroti secara positif upaya pengelola data dalam
menangani kasus kebocoran data tersebut. Selain itu, bantahan tentang kebocoran
data berasal dari pihak pengelola data, karena dianggapnya sistem pengamanan
data masih aman terkendali.
Penelitian sebelumnya
yang dibahas di atas menunjukkan bahwa penyampaian berita di masing-masing
media akan berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan ideologi media itu
sendiri. Media dapat mengonstruksi dan membingkai sebuah informasi sesuai
dengan pandangan dan konsepsi jurnalis dalam melihat suatu peristiwa. Sebagai
wadah informasi, Media dan jurnalis memahami bahwa tidak semua peristiwa dapat
ataupun layak diberitakan.
Ideologi yang
dimiliki media juga dapat membuat perbedaan penyampaian berita. Seperti yang
ditemukan pada penelitian
Media
dalam melaporkan berbagai peristiwa dan pendapat dalam pandangan Shomaker dan
Resse
Ketika jurnalis
melaporkan suatu peristiwa, mereka menggunakan nilai-nilai berita sesuai dengan
apa yang mereka yakini akan disukai oleh audiensnya (Richardson, 2007). Oleh
karena itu, nilai berita mereproduksi ideologi dalam arti bahwa jurnalis
membingkai peristiwa-peristiwa berita dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai
bersama pembaca pada saat pemberitaan. Nilai berita memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi persepsi pembaca terhadap suatu peristiwa dan pelaku berita karena
nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk membingkainya dalam berbagai cara
(Bednarek & Caple, 2017).
Banyak peristiwa yang
diberitakan oleh berbagai media massa maupun media sosial, namun semua itu akan
dianggap layak apabila peristiwa tersebut memiliki kriteria nilai-nilai berita
yang dibangun di dalamnya. Konsep ‘nilai berita’ mengacu pada strategi diskursif
yang digunakan jurnalis untuk mengkonstruksi suatu peristiwa atau aktor berita
sebagai sesuatu yang layak diberitakan (Bednarek & Caple, 2014). Istilah
lain untuk nilai berita adalah news values. Nilai-nilai berita (news
values) ini perlu dibangun dalam setiap berita yang akan disampaikan. Jika
suatu penyajian berita tidak memiliki nilai berita, maka isi pesan yang
disajikan dianggap tidak memenuhi kelayakan berita (news worthiness).
Nilai berita juga
dapat mempengaruhi masyarakat untuk mendorong pemerintah secepatnya mengesahkan
RUU Perlindungan Data Pribadi. Peran nilai berita yang digunakan media dalam
mengonstruksi peristiwa kebocoran data pribadi dengan UU Perlindungan Data Pribadi
dapat memberikan wawasan tentang sikap apa yang harus diambil pemerintah maupun
masyarakat. Peran nilai berita dalam penyusunan peristiwa dan pelaku berita
dapat memberikan wawasan mengenai sikap masyarakat terhadap peristiwa tersebut.
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh
Kajian tentang
pemberitaan media sering kali ditemui menggunakan metode analisis framing
untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Namun masih jarang
kajian yang berfokus pada bagaimana nilai-nilai berita itu sendiri dibangun
untuk menjadi layak dalam pemberitaannya. Oleh karena itu, penting mengkaji
bagaimana media online di Indonesia mengonstruksi nilai berita terutama pada
isu kebocoran data dan perlindungan data pribadi di Indonesia. Hal ini demi
mendapatkan gambaran bagaimana media memberitakan pemberitaan mengenai
perlindungan data pribadi dilihat dari nilai-nilai berita yang dikonstruksi.
Pendekatan yang dapat
digunakan untuk memahami dan menganalisis nilai-nilai berita dalam media massa
adalah Discursive News Values Analysis (DNVA). Pendekatan DNVA ini
berfokus pada pemahaman bagaimana nilai-nilai tertentu tercermin dalam cara
berita disajikan, dipilih, dan disampaikan kepada khalayak. Analisis Nilai
Berita Diskursif (Discursive News Values Analysis) dapat membantu dalam
memahami bagaimana nilai berita tertentu dipilih atau ditekankan oleh media,
sehingga berita yang disampaikan dapat dipandang layak untuk diberitakan.
Untuk memperoleh
gambaran tentang bagaimana media di Indonesia membangun nilai-nilai berita
terkait perlindungan data pribadi, penelitian dengan pendekatan DNVA pada media
online perlu dilakukan. Detik.com dan Kompas.com dipilih sebagai objek
penelitian karena keduanya merupakan portal berita besar dan berpengaruh secara
nasional, dengan Detik.com memiliki jangkauan masyarakat yang lebih luas (65%)
daripada Kompas.com (47%), menurut survei dari Reuters Institute (2021). Selain
itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana ideologi
kedua media ini dapat mempengaruhi nilai-nilai berita yang dibangun dalam
liputan mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia. Rumusan masalah
penelitian adalah "Bagaimana media Detik.com dan Kompas.com membangun
nilai berita terkait perlindungan data pribadi di Indonesia?" Tujuan
penelitian adalah melakukan analisis nilai berita pada kedua portal berita
tersebut, sedangkan manfaatnya secara teoritis diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Komunikasi dan memperluas
bidang kajian DNVA pada media online. Secara praktis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi panduan bagi peneliti dan praktisi media dalam
mengembangkan penelitian serta memberikan sajian berita yang sesuai dengan
konsep nilai berita yang ada.
Penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivisme, sesuai dengan fokus DNVA pada konstruksi dalam berita. DNVA
memeriksa bagaimana suatu peristiwa dianggap layak untuk diberitakan melalui
sumber daya verbal dan visual, dengan fokus pada potensi makna teks dan
penggunaan sumber daya semiotik untuk membentuk nilai-nilai berita tertentu
(Bednarek et al., 2021). Oleh karena itu, paradigma konstruktivisme dipilih
karena penelitian ini meneliti bagaimana peristiwa dikonstruksi sebagai berita,
bukan mengapa peristiwa tersebut dipilih sebagai berita. Jenis penelitian yang
digunakan adalah kualitatif, sejalan dengan paradigma konstruktif, karena DNVA
membutuhkan pemaknaan yang dalam untuk menganalisis secara diskursif
nilai-nilai berita (Bednarek & Caple, 2017). Penelitian ini membatasi ruang
lingkupnya pada aspek kebahasaan nilai berita, terutama pada judul dan teras
berita, dengan tujuan melihat konstruksi linguistik dari setiap nilai berita
(Bednarek & Caple, 2017). Data dikumpulkan dengan mengambil artikel berita
tentang perlindungan data pribadi dari Detik.com dan Kompas.com dalam rentang
waktu 20 Agustus 2022 hingga 20 September 2022, dengan kata pencarian
"kebocoran data" dan "perlindungan data pribadi" (Bednarek
et al., 2021). Analisis data dilakukan menggunakan metode DNVA dan teknik
analisis nilai berita yang diberikan oleh Bednarek dan Caple (2017), dengan
fokus pada nilai-nilai seperti consonance, eliteness, impact,
negativity/positivity, personalization, proximity, superlativeness, timeliness,
dan unexpectedness. Teknik pengujian keabsahan data menggunakan uji
kredibilitas dengan menggunakan bahan referensi untuk memastikan kebenaran data
yang dikumpulkan (Bednarek et al., 2021).
Kompas.com merupakan salah satu unit bisnis yang memberikan layanan
peliputan berita dalam bentuk daring dari Kompas Gramedia. Kompas memiliki Visi
dan Misi “Menjadi Perusahaan yang terbesar, terbaik, terpadu, dan tersebar di
Asia Tenggara melalui usaha berbasis pengetahuan yang menciptakan masyarakat
terdidik, tercerahkan, menghargai kebhinekaan, dan adil sejahtera”. Sehingga
Kompas Gramedia tidak hanya menyediakan peliputan berita edisi daring saja,
tetapi juga tersedia edisi cetak dan broadcasting melalui televisi.
Kompas.com adalah salah satu pionir media online di Indonesia ketika
pertama kali hadir di Internet pada 14 September 1995 dengan nama Kompas
Online. Mulanya, Kompas Online atau KOL yang diakses dengan alamat kompas.co.id
hanya menampilkan replika dari berita-berita harian Kompas yang terbit hari
itu. Kemudian berkembang tidak lagi hanya mendapatkan replika harian Kompas,
tapi juga mendapatkan update perkembangan berita-berita terbaru yang terjadi
sepanjang hari.
Kompas telah lama dikenal sebagai media yang menyajikan jurnalisme
bermakna. Kompas.com menempatkan dirinya sebagai portal berita yang diandalkan
masyarakat untuk jurnalisme berkualitas, di tengah derasnya arus informasi yang
sering tidak jelas kebenarannya. Dengan slogan "Jernih Melihat
Dunia," Kompas.com berusaha untuk menjadi media yang menyajikan informasi
dengan sudut pandang objektif, komprehensif, independen, dan tidak dipengaruhi
oleh kepentingan politik, ekonomi, atau kekuasaan. Oleh karena itu, selain
menyajikan berita terkini dalam bentuk hardnews yang selalu update sesuai
dengan karakter media online, Kompas.com juga memberikan berita yang lengkap
dari berbagai sudut pandang untuk mengurai kebingungan mengenai suatu isu.
Media online saat ini dituntut untuk menyajikan berita dengan cepat, tetapi
bagi Kompas.com, kecepatan bukanlah segalanya. Prinsip "Get it first, but
first get it right" hingga saat ini tetap dipegang teguh oleh Kompas.com.
Di era digital dan media sosial saat ini dimana informasi mengalir cepat,
Kompas.com tidak langsung menerima segala informasi yang dibicarakan di media
sosial. Karena bagi Kompas.com pencarian kebenaran menjadi sangat penting.
Kompas.com tidak ingin menjadi bagian dari kebisingan di media sosial,
melainkan berusaha memberikan klarifikasi dan jawaban yang jelas atas berbagai
kerancuan informasi yang ada.
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan frekuensi nilai berita yang dikonstruksi
baik di media online Detik.com maupun Kompas.com. Frekuensi yang dari
nilai-nilai berita yang dikonstruksi di media online Detik.com maupun
Kompas.com menunjukkan bahwa Eliteness, Timeliness,
Superlativeness, Positivity dan Negativity adalah nilai-nilai
berita yang paling sering dikonstruksi dalam pemberitaan perlindungan data
pribadi oleh Detik.com, sedangkan Eliteness, Timeliness,
Impact, Positivity dan Negativity adalah yang paling sering
dibangun di Kompas.com. Tingginya jumlah Eliteness di kedua media online ini
menunjukkan Nilai berita Elit (Eliteness) menjadi nilai berita yang dapat
dipastikan penggunaannya dalam penyusunan berita yang dilakukan oleh jurnalis
dari kedua portal berita online tersebut. Kutipan merupakan ciri paling khas
dari bahasa dalam pemberitaan Perlindungan Data Pribadi. Kutipan dari aktor
berita atau elit merupakan hal yang sangat penting dalam berita ini. Dari segi
frekuensi, menunjukkan bahwa nilai berita tentang Eliteness lebih banyak
digunakan oleh Detik.com. Namun tingginya persentase Eliteness pada kedua media
online, memverifikasi bahwa Eliteness mendominasi pemberitaan perlindungan data
pribadi.
Tabel 1. Frekuensi Nilai Berita
No |
Nilai Berita |
Detik.com |
Kompas.com |
||
Jml |
(%) |
Jml |
(%) |
||
1 |
Consonance |
3 |
7.3% |
1 |
5% |
2 |
Eliteness |
39 |
95.1% |
19 |
95% |
3 |
Impact |
4 |
9.8% |
5 |
25% |
4 |
Negativity |
19 |
46.3% |
6 |
30% |
5 |
Positivity |
11 |
26.8% |
11 |
55% |
6 |
Personalisation |
7 |
17.1% |
0 |
0% |
7 |
Proximity |
3 |
7.3% |
4 |
20% |
8 |
Superlativeness |
14 |
34.1% |
2 |
10% |
9 |
Timeliness |
18 |
43.9% |
8 |
40% |
10 |
Unexpectedness |
8 |
19.5% |
1 |
5% |
Elit (Eliteness)
Kedua media dalam membangun nilai berita Eliteness sering mengutip pendapat
dari Political Elites & Institutiaon. Kedua kelompok tersebut sama-sama
menunjukkan identitas sosial, profesional atau politik yang tinggi, sehingga
membentuk nilai berita Eliteness.
Media online Detik.com lebih dominan mengutip kata-kata dari “Elit Politik”
yang memberikan tanggapan atau informasi tentang kebocoran data yang terjadi
maupun tentang UU Perlindungan Data Pribadi. Jurnalis Detik.com cenderung
menyebut aktor/sumber berita elit secara umum dengan memanggil nama
aktor/sumber berita tersebut pada Headline dari pemberitaan yang
diangkat, misalnya:
1. Mahfud: Bjorka Hanya Cari Sensasi, Nulis Data Pribadi Saya Saja Salah
Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan Satgas perlindungan data pribadi yang dibentuk pemerintah
bukan untuk memburu Bjorka. Mahfud mengatakan Bjorka hanya mencari sensasi
(Detik.com, 9/19/2022).
2. Puan: DPR Sahkan RUU Perlindungan Data Pribadi Besok
Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP)
akan resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR RI besok. Puan berharap RUU PDP
akan melindungi setiap warga negara dari segala bentuk penyalahgunaan data
pribadi.
Media Kompas.com dominan mengutip perkataan dengan menyebutkan Institution
dari orang yang memberikan informasi. Namun Kompas.com cenderung mencantumkan
nama masing-masing aktor/sumber berita, sebagian besar beserta posisi dan
afiliasinya pada lead berita. Sebagai contoh:
1. Komisi I Sebut Bakal Ada Lembaga Pengawas Data Implementasi RUU PDP Usai Dibahas
Panja
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyari menyatakan,
Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) akan mengatur
pembentukan sebuah lembaga yang mengawasi implementasi perlindungan data
pribadi.
2. 1,3 Miliar Data SIM Card Diduga Bocor, Anggota DPR Harap RUU PDP
Segera Selesai
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin berharap Rancangan
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera diselesaikan.
Kompas.com cenderung menggunakan nama dari Institusi apabila aktor yang
dikutip tidak terlalu terkenal, sedangkan apabila aktor yang menjadi sumber
berita sudah dikenal masyarakat, seperti Puan Maharani dan Gus Muhaimin, nama
dari aktor tersebut disebutkan pada headline berita.
Timeliness
Hasil analisis menunjukkan bahwa Detik.com memiliki frekuensi penggunaan
nilai berita Timeliness sebesar 43.9%. Ini berarti hampir setengah dari konten
berita yang diproduksi oleh Detik.com sangat menekankan pada penyampaian
informasi yang cepat dan terkini. Persentase yang tinggi ini mencerminkan
strategi redaksional Detik.com yang berfokus pada kecepatan dan responsivitas
terhadap peristiwa yang sedang berlangsung. Sedangkan Kompas.com menunjukkan
frekuensi penggunaan nilai berita Timeliness sebesar 40%. Meskipun sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan Detik.com, angka ini tetap menunjukkan
komitmen yang kuat dari Kompas.com untuk menyediakan berita yang cepat dan
relevan bagi audiensnya. Sebagai bagian dari Kompas Gramedia Group, Kompas.com
memiliki warisan jurnalistik yang panjang dan reputasi yang baik dalam hal
akurasi dan kecepatan. Meskipun demikian, Kompas.com tampaknya sedikit lebih
berhati-hati dan mungkin lebih mengutamakan verifikasi informasi sebelum
dipublikasikan dibandingkan dengan Detik.com.
Positivity dan Negativity
Berdasarkan hasil penelitian, Kompas.com lebih cenderung menekankan pada
nilai berita Positivity dibandingkan Detik.com. Persentase frekuensi penggunaan
nilai berita Positivity di Kompas.com mencapai 55%, sedangkan di Detik.com
hanya 26.8%. Sedangkan Detik.com lebih dominan dalam menggunakan nilai berita
Negativity dengan persentase frekuensi sebesar 46.3%, sementara Kompas.com
hanya sebesar 30%.
Nilai berita Positivity berkaitan dengan penyajian berita yang memberikan
kesan positif. Sedangkan nilai Negativity berkaitan dengan penyajian berita
yang menekankan pada aspek negatif. Pada penelitian ini penggunaan kata
perlindungan data merupakan kategori positif dan kebocoran data termasuk
kategori negatif. Detik.com lebih menonjolkan penggunaan kata kunci “Kebocoran
data” untuk pemberitaan yang berkaitan dengan Perlindungan Data Pribadi atau
Keamanan Data Pribadi. Misalnya:
1. Detik.com
Mahfud Koordinasi dengan BIN, Kapolri,
hingga BSSN soal Kebocoran Data
Pemerintah melakukan rapat koordinasi bersama membentuk tim khusus untuk
menjaga keamanan data setelah heboh kemunculan hacker Bjorka. Berbagai
kementerian dan lembaga turut dilibatkan.
2. Kompas.com
Pemerintah Bentuk Satgas Perlindungan Data, Ada BIN hingga BSSN
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas)
Perlindungan Data.
Pada pemberitaan di atas, masing-masing media memiliki informasi yang sama
yaitu Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Data yang
fungsinya untuk menjaga Perlindungan data. Media Detik.com mengandung kata
kunci Kebocoran Data dan Kompas.com lebih menyinggung soal Perlindungan Data.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengah berita yang
dianalisis dari Kompas.com memiliki sumber daya linguistik dari nilai berita
Positivity, yang mencerminkan pendekatan mereka yang lebih optimis dan
cenderung menyampaikan berita dengan nada yang lebih positif. Kompas.com
berusaha untuk membangun citra sebagai sumber berita yang dapat memberikan
semangat dan inspirasi kepada pembacanya. Sebagaimana tujuan dari Kompas.com
lebih banyak mempublikasikan berita tentang pencapaian individu atau kelompok,
keberhasilan kebijakan, inovasi, dan cerita yang memberikan harapan. Sejalan
dengan visi dan misinya yakni membangun komunitas Indonesia yang lebih
harmonis, toleran, aman, dan sejahtera.
Detik.com, dengan persentase 26.8%, menunjukkan frekuensi yang jauh lebih
rendah dalam penggunaan nilai berita Positivity. Hal ini dapat mengindikasikan
bahwa Detik.com memiliki pendekatan yang berbeda dalam penyajian berita, lebih
berfokus pada aspek-aspek berita yang bersifat informatif tanpa terlalu banyak
menekankan pada unsur positif.
Nilai berita Negativity berkaitan dengan penyajian berita yang menekankan
pada aspek negatif, seperti konflik, bencana, atau kritik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Detik.com lebih dominan dalam menggunakan nilai berita
Negativity dengan persentase frekuensi sebesar 46.3%, sementara Kompas.com
hanya sebesar 30%.
Dengan hampir setengah dari berita yang dianalisis di Detik.com mengandung
unsur Negativity, ini menunjukkan bahwa portal berita ini cenderung menyajikan
lebih banyak berita yang berkaitan dengan konflik, kontroversi, atau peristiwa
negatif lainnya. Pendekatan ini mungkin didorong oleh asumsi bahwa berita
negatif lebih menarik perhatian pembaca, atau bisa juga merupakan hasil dari
fokus editorial yang menekankan pada penyampaian berita secara langsung dan
kritis.
Di sisi lain, Kompas.com, dengan persentase 30% untuk nilai berita
Negativity, menunjukkan frekuensi yang lebih rendah dalam penyajian berita
negatif. Ini konsisten dengan temuan sebelumnya tentang tingginya penggunaan
nilai berita Positivity di Kompas.com. Pendekatan ini mungkin mencerminkan
upaya Kompas.com untuk menjaga keseimbangan dalam pelaporan berita, dengan
tidak terlalu banyak menekankan pada aspek negatif dan berusaha untuk
menyajikan pandangan yang lebih seimbang dan konstruktif.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pendekatan
editorial antara Detik.com dan Kompas.com dalam penggunaan nilai berita
Positivity dan Negativity. Kompas.com lebih banyak menampilkan berita dengan
nilai Positivity, mencerminkan upaya untuk menyampaikan berita yang
menginspirasi dan optimis. Sementara itu, Detik.com lebih sering menekankan
pada nilai berita Negativity, yang mungkin bertujuan untuk menarik perhatian
pembaca melalui berita yang bersifat konflik atau kontroversial.
Perbedaan ini tidak hanya mencerminkan strategi editorial masing-masing
portal berita, tetapi juga dapat memengaruhi persepsi publik terhadap berita
yang disajikan. Pembaca yang mengonsumsi berita dari kedua portal ini mungkin
akan mendapatkan pengalaman yang berbeda, tergantung pada proporsi Positivity
dan Negativity yang dominan di masing-masing portal.
Superlativeness
Dalam penelitian ini, metode Discursive News Values Analysis (DNVA)
digunakan untuk menganalisis frekuensi penggunaan nilai berita Superlativeness
pada dua portal berita online, yaitu Detik.com dan Kompas.com. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Detik.com menggunakan nilai berita Superlativeness dengan
frekuensi sebesar 34,1%, sementara Kompas.com menggunakan nilai berita yang
sama dengan frekuensi sebesar 10%.
Nilai berita Superlativeness merujuk pada penggunaan bahasa atau deskripsi
yang bersifat hiperbolis atau berlebihan untuk meningkatkan daya tarik berita.
Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa Detik.com cenderung lebih sering
menggunakan nilai berita ini dibandingkan dengan Kompas.com. Hal ini
menunjukkan bahwa Detik.com lebih sering mengedepankan berita-berita yang
disajikan dengan cara yang lebih sensasional atau dramatis.
Detik.com dengan frekuensi penggunaan Superlativeness yang tinggi (34,1%),
tampaknya lebih mengedepankan gaya jurnalistik yang sensasional. Portal berita
ini mungkin berusaha menarik perhatian pembaca dengan judul-judul yang dramatis
dan konten yang menekankan pada aspek-aspek yang luar biasa atau mengejutkan
dari suatu peristiwa. Sebaliknya, Kompas.com yang hanya memiliki frekuensi 10%
dalam penggunaan Superlativeness, kemungkinan besar mengedepankan gaya
jurnalistik yang lebih konservatif dan informatif. Fokusnya mungkin lebih pada
penyajian fakta secara objektif dan analitis, tanpa perlu memperbesar atau
melebih-lebihkan informasi.
Penggunaan Superlativeness yang tinggi yang dilakukan Detik.com dapat
mempengaruhi pembaca dengan menciptakan persepsi bahwa berita-berita yang
disajikan lebih menarik atau penting dibandingkan dengan berita di portal lain.
Namun, hal ini juga berisiko menurunkan kredibilitas jika pembaca merasa
informasi yang disajikan terlalu berlebihan atau tidak sesuai dengan kenyataan.
Dengan frekuensi penggunaan Superlativeness yang lebih rendah, Kompas.com
mungkin lebih dipercaya oleh pembaca yang mencari berita dengan informasi yang
akurat dan tidak dibesar-besarkan. Hal ini bisa memberikan keuntungan dalam hal
kepercayaan dan loyalitas pembaca yang lebih menghargai integritas jurnalistik.
Perbedaan dalam penggunaan nilai berita seperti Superlativeness
mencerminkan strategi yang berbeda dalam menarik audiens. Media yang
menggunakan gaya sensasional mungkin lebih efektif dalam menarik perhatian
jangka pendek dan meningkatkan klik atau view, sementara media yang lebih
konservatif bisa membangun reputasi jangka panjang yang solid.
Penelitian ini menunjukkan beberapa kecenderungan yang signifikan dalam
pemilihan dan penyajian berita oleh Detik.com dan Kompas.com. Temuan ini juga
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengungkap berbagai penggunaan nilai
berita.
Nilai Eliteness yang dominan di kedua portal berita (Detik.com 95.1%,
Kompas.com 95%) menunjukkan bahwa berita yang melibatkan tokoh-tokoh elit atau
berpengaruh lebih sering dipilih dan ditonjolkan. Hal ini sesuai dengan temuan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa nilai Eliteness sering muncul dalam
berita karena dianggap meningkatkan nilai berita tersebut
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ideologi media memainkan peran
penting dalam bagaimana nilai berita dikonstruksi dan dipresentasikan.
Misalnya, Carvalho (2007) mengemukakan bahwa pandangan ideologis media dapat
mempengaruhi cara mereka memilih dan menyajikan berita, termasuk dalam hal
pemilihan sumber yang dikutip. Dalam konteks ini, Detik.com dan Kompas.com
mungkin memiliki kecenderungan untuk menonjolkan nilai Eliteness sebagai bagian
dari strategi mereka untuk membangun narasi yang sesuai dengan ideologi mereka
masing-masing. Dengan menonjolkan pernyataan dari tokoh-tokoh elit, media dapat
membentuk opini publik dan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap isu
perlindungan data pribadi. Misalnya, pernyataan dari pejabat pemerintah
mengenai langkah-langkah yang diambil untuk melindungi data pribadi dapat
menenangkan kekhawatiran masyarakat, sementara kritik dari pakar keamanan siber
dapat meningkatkan kewaspadaan dan tuntutan untuk tindakan yang lebih tegas.
Analisis penggunaan nilai berita positif dan negatif pada pemberitaan
perlindungan data pribadi di Detik.com dan Kompas.com menunjukkan bahwa kedua
media tersebut menggunakan nilai berita Positivity dan Negativity untuk
membentuk narasi pemberitaan mereka. Pemberitaan di Detik.com cenderung
menggunakan nilai Negativity untuk menyoroti kelemahan dalam kebijakan
perlindungan data pribadi dan insiden kebocoran data. Penggunaan bahasa yang
kuat dan fokus pada dampak negatif menciptakan narasi yang kritis terhadap
pemerintah dan pelaku bisnis yang dianggap lalai. Sementara itu, Kompas.com
lebih sering menggunakan nilai Positivity dalam pemberitaan mereka, menekankan
upaya pemerintah dan perusahaan dalam meningkatkan keamanan data pribadi.
Penggunaan nilai Positivity membantu membangun citra positif mengenai inisiatif
yang diambil untuk melindungi data pribadi.
Penelitian
sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa Media cenderung menggunakan nilai
Negativity untuk menarik perhatian dan meningkatkan keterlibatan pembaca.
Misalnya, penelitian oleh
Penelitian ini menunjukkan bahwa Detik.com lebih fokus pada nilai
Negativity untuk menyoroti masalah dan kekurangan dalam kebijakan perlindungan
data pribadi, sesuai dengan temuan Bednarek (2019) bahwa berita negatif lebih
mungkin dibagikan dan menarik perhatian. di sisi lain, Kompas.com mungkin lebih
sering menggunakan nilai Positivity untuk menekankan upaya perbaikan dan
inisiatif positif, yang sejalan dengan temuan
Penelitian ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana nilai berita
dapat digunakan untuk membentuk narasi dan mempengaruhi persepsi publik. Dengan
memahami bagaimana nilai berita Positivity dan Negativity dikonstruksi, kita
dapat lebih memahami strategi masing-masing media dan dampaknya terhadap
pembaca. Perbedaan dalam penggunaan nilai berita Positivity dan Negativity oleh
Detik.com dan Kompas.com tidak hanya mencerminkan strategi editorial mereka
tetapi juga visi, misi, dan ideologi masing-masing media.
Detik.com dikenal sebagai media online yang sering menyajikan berita dengan
pendekatan yang cepat dan kritis. Fokus mereka pada berita terbaru dan sering
kali sensasional mencerminkan visi mereka untuk menjadi sumber berita yang
cepat dan mudah diakses oleh publik. Ideologi mereka cenderung lebih terbuka
dan kritis terhadap pemerintah dan institusi, yang tercermin dalam penggunaan
nilai Negativity yang lebih dominan. Berita yang menyoroti kelemahan dalam
kebijakan perlindungan data pribadi dan insiden kebocoran data mencerminkan
pendekatan ini, di mana Detik.com menggunakan bahasa yang kuat dan fokus pada
dampak negatif untuk menarik perhatian pembaca dan mendorong keterlibatan.
Kompas.com memiliki sejarah panjang sebagai media yang lebih moderat dan
berfokus pada jurnalisme berkualitas tinggi. Visi dan misi mereka untuk
memberikan berita yang mendidik dan konstruktif tercermin dalam penggunaan
nilai Positivity yang lebih sering. Mereka menekankan upaya positif yang
dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan dalam meningkatkan keamanan data
pribadi, yang membantu membangun citra positif mengenai inisiatif yang diambil.
Pendekatan ini sejalan dengan visi mereka untuk memberikan berita yang tidak
hanya informatif tetapi juga membangun dan mendukung pembangunan sosial.
Penelitian oleh
Superlativeness adalah nilai berita yang menekankan aspek keunggulan atau
keistimewaan dari suatu peristiwa atau subjek, sering kali melalui penggunaan
bahasa yang berlebihan atau ekstrem. Dari data yang diperoleh pada penelitian
ini, terlihat bahwa Detik.com cenderung lebih sering menggunakan nilai berita
ini dibandingkan dengan Kompas.com. Hal ini menunjukkan bahwa Detik.com lebih
sering mengedepankan berita-berita yang disajikan dengan cara yang lebih
sensasional atau dramatis. Penggunaan Superlativeness di Detik.com sering kali
muncul dalam berita yang sensasional atau kontroversial. Misalnya, dalam berita
tentang skandal atau insiden besar, Detik.com menggunakan kata-kata seperti
"ratusan pesan WhatsApp", "Miliaran", atau "paling
mengejutkan" untuk meningkatkan dramatisasi dan daya tarik berita.
Perbedaan frekuensi penggunaan Superlativeness antara Detik.com dan
Kompas.com mencerminkan strategi editorial dan ideologi masing-masing media.
Detik.com, dengan frekuensi penggunaan Superlativeness yang lebih tinggi,
cenderung menggunakan strategi yang lebih sensasional untuk menarik perhatian
pembaca. Hal ini sesuai dengan penelitian Bednarek (2019) yang menunjukkan
bahwa Superlativeness digunakan untuk meningkatkan keterlibatan pembaca.
Sebaliknya, Kompas.com yang menggunakan Superlativeness dengan frekuensi lebih
rendah, lebih menekankan pada pelaporan yang objektif dan konstruktif. Ini
sejalan dengan penelitian Zhang dan Cheung (2022) yang menemukan bahwa
kombinasi nilai berita seperti Superlativeness dapat membuat cerita lebih
menarik, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat mengurangi kredibilitas
berita.
Sebagai media yang lebih sensasional, Detik.com menggunakan Superlativeness
untuk menarik perhatian dan meningkatkan keterlibatan pembaca. Pendekatan ini
sejalan dengan misi mereka untuk menyediakan berita yang cepat dan menarik bagi
audiens yang lebih luas. Sedangkan Kompas.com, sebagai media yang lebih moderat
dan berfokus pada jurnalisme berkualitas, Kompas.com menggunakan
Superlativeness dengan lebih selektif. Mereka cenderung menekankan keunggulan
dalam konteks yang lebih positif dan membangun, sesuai dengan visi mereka untuk
mendidik dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Studi oleh Bednarek (2019) mendukung temuan bahwa Superlativeness digunakan
untuk meningkatkan keterlibatan pembaca, sementara penelitian oleh Zhang dan
Cheung (2022) menunjukkan bahwa kombinasi nilai berita seperti Superlativeness
dapat membuat cerita lebih menarik. Dalam konteks ini, penggunaan
Superlativeness yang lebih tinggi oleh Detik.com dapat dilihat sebagai strategi
untuk meningkatkan visibilitas dan daya tarik berita mereka.
Penelitian ini mengungkap bagaimana nilai berita dalam pemberitaan tentang
perlindungan data pribadi di portal berita Detik.com dan Kompas.com dibangun
melalui penggunaan teknik Discursive News Values Analysis (DNVA) yang
dikembangkan oleh Bednarek dan Caple (2017). Temuan menunjukkan bahwa nilai
berita seperti Eliteness, Timeliness, Superlativeness, Positivity, dan
Negativity sering muncul dalam pemberitaan keduanya, meskipun terdapat
perbedaan dalam pendekatan editorial. Eliteness dominan di kedua portal, namun
Detik.com lebih sering mengutip pendapat dari elit politik dengan menyebutkan
nama aktor atau sumber berita dalam headline, sedangkan Kompas.com lebih
cenderung mencantumkan institusi atau posisi aktor berita dalam lead berita.
Timeliness juga penting bagi keduanya, dengan Detik.com menunjukkan frekuensi
lebih tinggi. Perbedaan ini mungkin mencerminkan pendekatan editorial yang
lebih berhati-hati dari Kompas.com dalam verifikasi informasi. Selain itu,
penelitian ini menggambarkan bagaimana pendekatan editorial masing-masing media
mempengaruhi cara mereka menyajikan berita, dengan Detik.com cenderung
menekankan aspek negatif dan dramatisasi berita, sementara Kompas.com lebih
fokus pada penyajian berita yang positif dan informatif. Perbedaan ini tidak
hanya mencerminkan strategi editorial tetapi juga visi, misi, dan ideologi
masing-masing media. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah memperluas
analisis ke portal berita lainnya dan tidak hanya terpaku pada judul dan teras
berita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang nilai-nilai
berita yang dibangun oleh media di Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Apirakvanalee,
L., & Zhai, Y. (2023). Telling stories from the New Silk Road: A news
discourse analysis of BBC’s podcast episodes on the Belt and Road Initiative. Journalism,
24(11), 2551–2569. https://doi.org/10.1177/14648849221107223
Aryani, D.
S. (2011). Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di. Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi, 1.
Bednarek,
M. (2016). Investigating evaluation and news values in news items that are
shared through social media. Corpora, 11(2), 227–257.
https://doi.org/10.3366/cor.2016.0093
Bednarek,
M. (2019). The Language and News Values of ‘Most Highly Shared’ News. In Sharing
News Online (pp. 157–188). Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-17906-9_6
Bednarek,
M., & Caple, H. (2012). News Discourse (Continuum Discourse) (1st
ed.). Continuum.
Bednarek,
M., & Caple, H. (2017). The Discourse of News Values. Oxford
University Press. https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780190653934.001.0001
Bednarek,
M., Caple, H., & Huan, C. (2021a). Computer-Based Analysis of News Values:
A Case Study on National Day Reporting. Journalism Studies, 22(6),
702–722. https://doi.org/10.1080/1461670X.2020.1807393
Bednarek,
M., Caple, H., & Huan, C. (2021b). Computer-Based Analysis of News Values:
A Case Study on National Day Reporting. Journalism Studies, 22(6),
702–722. https://doi.org/10.1080/1461670X.2020.1807393
Chen, C.,
& Liu, R. (2023). Discrepancies in the portrayal of the COVID-19 vaccine
in Chinese and US international media outlets: A corpus-based discursive news
values analysis. Global Public Health, 18(1).
https://doi.org/10.1080/17441692.2023.2201315
Craig, R.
(2005). Online Journalism: Reporting, Writing, and Editing for New Media.
Thomson Wadsworth.
Deuze, M.
(2004). What is multimedia journalism1? Journalism Studies, 5(2),
139–152. https://doi.org/10.1080/1461670042000211131
Febriani,
T., Handayani, L., & Sevilla, V. (2022). Analisis Framing Polri Pada
Penanganan Demonstrasi Uu Cipta Kerja di Kompas. Com Dan Detik. Com. Jurnal
Pustaka Komunikasi, 5(1), 38–52.
Guo, J.,
Mast, J., Vosters, R., Yang, W., & Penso, A. (2022). Convergence or
divergence? A computer-assisted analysis of how Chinese state-sponsored and
market-oriented newspapers discursively construct the newsworthiness of the
Kunming terrorist attack. Discourse, Context & Media, 45,
100578. https://doi.org/10.1016/j.dcm.2022.100578
Harcup, T.,
& O’Neill, D. (2017). What is News?: News values revisited (again). Journalism
Studies, 18(12), 1470–1488.
https://doi.org/10.1080/1461670X.2016.1150193
Hisbulloh,
M. H. (2021). Urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi.
Jurnal Hukum, 37(2), 119–133.
Khan, S.,
& Anjum, M. A. I. (2022). Newsworthiness in the Reporting of Donald
Trump’s Presidential Victory: Linguistic Analysis of News Values in Pakistani
News Channels. Journal of English Language, Literature and Education, 4(1),
81–107. https://doi.org/10.54692/jelle.2022.0401124
Li, P.,
Chen, M., & Yang, J. (2019). Discursive Construction of News Values in the
Headline. International Journal of Translation, Interpretation, and Applied
Linguistics, 1(1), 1–14. https://doi.org/10.4018/ijtial.2019010102
Makki, M.
(2019). ‘Discursive news values analysis’ of Iranian crime news reports:
Perspectives from the culture. Discourse and Communication, 13(4),
437–460. https://doi.org/10.1177/1750481319842453
Marsun, F.,
Karo, S. B., & Wirasati, W. (2022). Ideologi Media Pada Pemberitaan
Nusantara Sebagai Ibu Kota Baru Indonesia. Jurnal ISIP: Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik, 19(1), 42–50.
Mediana.
(2020). Jurnalis Perlu Memiliki Kesadaran Perlindungan Data Pribadi.
Kompas.Id.
https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/09/30/jurnalis-perlu-memiliki-kesadaran-perlindungan-data-pribadi
Reuters
Institute. (2021). Digital News Report. Reuters Institute.
https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/digital-news-report/2021/indonesia
Romansky,
R. (2022). Digital age and personal data protection. International Journal
on Information Technologies & Security, 14(3), 89–100.
Romli, A.
S. M. (2012). Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online.
Nuansa Cendikia.
Rosa, N.
(2022). 10 Negara dengan Kasus Kebocoran Data Terbanyak, Indonesia Nomor
Berapa?
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6294167/10-negara-dengan-kasus-kebocoran-data-terbanyak-indonesia-nomor-berapa
Rosadi, S.
D., & Pratama, G. G. (2018). Perlindungan Data Privasi dalam Era Ekonomi
Digital di Indonesia. Veritas et Justitia, 4(1), 88–110.
Santana, S.
(2005). Jurnalisme Kontemporer. Yayasan Obor Indonesia.
Sudarwanto,
A. S., & Kharisma, D. B. B. (2022). Comparative study of personal data
protection regulations in Indonesia, Hong Kong and Malaysia. Journal of
Financial Crime, 29(4), 1443–1457.
https://doi.org/10.1108/JFC-09-2021-0193
Widyaningsih,
S. N., & Lestari, R. D. (2020). Framing of Online Media News about Riots
in Papua (Studies on www.detik.com and www.reuters.com in 2019). Journal
Pekommas, 5(1), 81. https://doi.org/10.30818/jpkm.2020.2050109
Yu, H.,
& Liu, S. (2023). The Pandemic in Our Country, the Pandemic in Their
Countries: News Values and Media Representation of the COVID-19 Pandemic. Journalism
Studies, 24(10), 1257–1276.
https://doi.org/10.1080/1461670X.2023.2206925
Zhang, L.,
& Caple, H. (2021). The newsworthiness of Li Na—A critical comparative
analysis of Chinese and international news media. Language &
Communication, 77, 70–80.
https://doi.org/10.1016/j.langcom.2021.01.002
Zhu, C.,
Yang, Z., Gmyr, R., Zeng, M., & Huang, X. (2019). Make lead bias in
your favor: A simple and effective method for news summarization.
Copyright
holder: Annisa
Ansahnarmi, Reza Safitri, Maulina
Pia Wulandari (2024) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |