Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

PROFIL PASIEN BALITA COVID-19 DI RS BETHESDA TAHUN 2021

 

Ketut Wiswa Wikrama1, Fx Wikan Indarto2, Yustina Nuke Ardiyan3, Johana Puspasari Dwi Pratiwi4
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Indonesia1,2,3,4
Email: [email protected]1

 

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui profil pasien balita COVID-19 pada tahun 2021. Menggunakan desain deskriptif observasional dan rancangan cross-sectional. Data sekunder berupa rekam medis didapat dengan teknik total sampling sehingga mencapai n=100 pada rentang waktu 1 januari 2021-31 juli 2022. Data selanjutnya dianalisis univariat kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi/ persentase. Hasil menunjukan dari 100 rekam medis didapatkan 53 pasien laki-laki dan 47 perempuan pada mayoritas usia >4 tahun-5 tahun. Enam puluh lima dari total sampel adalah pasien rawat jalan dan 35 rawat inap. Metode diagnostik yang digunakan adalah swab RT-PCR COVID-19. Gejala yang paling sering ditemukan berupa demam (77) disertai dengan keterlibatan sistem gastrointestinal yaitu muntah (21). Tanda pemeriksaan fisik terbanyak adalah peningkatan suhu tubuh (71) dengan tingkat keparahan paling banyak adalah gejala ringan (54) kasus. Pemeriksaan penunjang medis lainnya hanya dilakukan pada pasien dengan tingkat keparahan sedang-kritis yang menjalani rawat inap mencapai 35% dari total subjek penelitian, hasil pemeriksaan darah lengkap sebagian besar normal dan pemeriksaan rontgen pada (24) pasien mengarah ke pneumonia bilateral. Riwayat pengobatan antivirus hanya diberikan pada gejala ringan-kritis yang menjalani rawat inap dan obat yang paling banyak adalah vitamin C dan zink pada (74) pasien dengan luaran klinis hanya dinilai pada pasien rawat inap sebanyak (34) pasien memiliki luaran klinis membaik dan (1) pasien meninggal karena mengalami syok septik dan hipoglikemia berat. Gejala paling banyak adalah demam dan terkait organ lain yaitu gastrointestinal adalah muntah. Tingkat keparahan klinis yang paling banyak adalah gejala ringan. Hasil pemeriksaan fisik paling banyak adalah peningkatan suhu tubuh.

Kata Kunci:  Balita, COVID-19, Tanda dan gejala

 

Abstract

The study aims to determine the profile of COVID-19 toddler patients in 2021. Using descriptive observational design and cross-sectional design. Secondary data in the form of medical records were obtained using the total sampling technique so as to reach n = 100 in the time span January 1, 2021-31 July 2022. The data were then analyzed univariately and then presented in a frequency / percentage distribution table. The results showed that out of 100 medical records, 53 male and 47 female patients were obtained in the majority of ages >4 years-5 years. Sixty-five of the total sample were outpatients and 35 were inpatients. The diagnostic method used was COVID-19 RT-PCR swab. The most common symptom was fever (77) accompanied by gastrointestinal system involvement, namely vomiting (21). The most common physical examination sign was an increase in body temperature (71) with the most severity being mild symptoms (54) cases. Other supporting medical examinations were only performed in patients with moderate-critical severity who underwent hospitalization, accounting for 35% of the total study subjects, the results of complete blood tests were mostly normal and x-rays in (24) patients pointed to bilateral pneumonia. Antiviral treatment history was only given to mild-critical symptoms who underwent hospitalization and the most common drugs were vitamin C and zinc in (74) patients with clinical outcomes only assessed in hospitalized patients as (34) patients had improved clinical outcomes and (1) patient died due to septic shock and severe hypoglycemia. The most common symptom was fever and the most common gastrointestinal-related symptom was vomiting. Clinical severity was mostly mild. The most common physical examination result was elevated body temperature.

Keywords: Toddler, COVID-19, Sign and symptomps

 

Pendahuluan

Pada tanggal 31 Desember 2019, di Tiongkok dilaporkan kasus pneumonia yang misterius yang penyebabnya belum dapat diidentifikasi. Dalam beberapa hari kasus tersebut terus bertambah hingga berjumlah jutaan kasus. Hasil data epidemiologi ditemukan bahwa pasien yang terinfeksi memiliki riwayat kontak dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Kemudian dilakukan penelitian lebih lanjut dari isolate pasien terinfeksi hingga ditemukannya adanya infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, yang kemudian diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV). Kemudian pada tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization (WHO) memberi nama virus tersebut dengan nama Coronavirus Disease (COVID-19). Virus ini merupakan pathogen penyebab utama penyakit pernafasan. Transmisi virus ini terkonfirmasi dapat ditularkan dari manusia ke manusia pada tanggal 11 Maret 2020 yang dinyatakan oleh WHO menjadi pandemi(PDPI et al., 2022). Kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus pertama di Indonesia tercatat sebanyak 2 kasus dan terus bertambah. Per tanggal 14 April 2022, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 6,037,742 kasus. Berdasarkan peta sebaran oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 (SATGAS COVID-19) kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 220,227 kasus terkonfirmasi yang diantaranya 9,345 kasus merupakan kasus dengan kelompok umur 0-5 tahun (kementerian/lembaga RI, 2021).

Penelitian terkait dengan gambaran tingkat keparahan gejala pada pasien balita COVID-19 di Indonesia masih minim dilakukan. Tidak menutup kemungkinan bahwa gejala pada pasien balita COVID-19 di Indonesia berbeda dengan gejala pasien balita di negara lain yang sudah banyak dilakukan penelitian. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan tersebut, penelitian bertujuan untuk mengetahui profil pasien balita infeksi COVID-19 di Rumah Sakit Bethesda tahun 2021.

 

Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan desain deskriptif dan dengan rancangan penelitian cross-sectional yang menggunakan data sekunder rekam medis untuk menilai profil pasien balita yang mengalami infeksi COVID-19 yaitu terkait gambaran gejala pada sistem respirasi dan keterlibatan organ lain, tingkat keparahan, gambaran hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, riwayat pengobatan dan luaran klinis pasien di Rumah Sakit Bethesda terhitung dari bulan Januari 2021 hingga Juli 2022.

Setelah mendapatkan data sekunder, akan dilakukan verifikasi data, pengeditan dan tabulasi data. Data kemudian diolah menggunakan aplikasi SPSS for Macbook. Hasil data berupa data demografik (jenis kelamin) akan diolah secara deskriptif. Hasil data yang memilki skala nominal seperti gambaran gejala, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, riwayat pengobatan, dan luaran klinis, keterlibatan organ lain dan hasil yang memiliki skala ordinal (tingkat keparahan) akan dianalisis menggunakan analisis univariat. Hasil analisis statistik kemudian akan disajikan akan dalam bentuk tabel distribusi frekuensia atau persentase.

 

Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini menggunakan 100 data rekam medis pasien COVID-19 yang rawat jalan maupun rawat inap. Semua data rekam medis pasien diambil berdasarkan riwayat ketika pasien datang untuk melakukan pemeriksaan di RS Bethesda dan terdiagnosis COVID-19 namun untuk data luaran klinis diambil dari resume pulang pasien rawat inap. Dari 100 data rekam medis didapatkan paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 53 (53%) pasien, berdasarkan rentang usia paling banyak adalah usia >4 tahun- 5 tahun yaitu sebanyak 26 (26%) pasien. Pada penelitian ini juga menemukan untuk alat diagnosis yang paling banyak digunakan untuk mendiagnosis COVID-19 adalah Antigen COVID-19 yaitu sebanyak 53 (53%) pasien, serta status administrasi pasien yang paling banyak adalah rawat jalan yaitu sebanyak 65 (65%) pasien. Hasil dari karakteristik pasien ini dapat di lihat di tabel 1.

 

Tabel 1. Karakteristik pasien balita COVID-19 di RS Bethesda tahun 2021

Karakteristik pasien

Total (n)

Presentase

Jenis kelamin

 

 

Laki-laki

Perempuan

53

47

53%

47%

Usia

3 bulan -1 tahun

>1 tahun – 2 tahun

>2 tahun – 3 tahun

>3 tahun – 4 tahun

>4 tahun – 5 tahun

 

14

21

16

23

26

 

14%

21%

16%

23%

26%

Diagnostik

 

 

Antigen COVID-19

RT-PCR

53

47

53%

47%

Status administrasi

 

 

Rawat inap

Rawat jalan

35

65

35%

65%

 

Pada tabel 2 menunjukkan profil gambaran klinis pasien COVID-19 dimana, gejala yang paling sering muncul adalah demam sebanyak 77 (77%) pasien kemudian gejala yang terkait organ lain paling banyak adalah melibatkan sistem gastrointestinal yaitu muntah yaitu sebanyak 21 (21%) pasien.

 

Tabel 2. Gambaran gejala pada pasien balita COVID-19 di RS Bethesda

Profil gambaran klinis

Frekuensi (n)

Presentase

Gambaran gejala

 

 

Demam

Sakit kepala

Batuk

Pilek

Sakit tenggorokan

Anosmia

Fatigue

77

10

50

43

8

8

6

77%

10%

50%

43%

8%

8%

6%

Keterlibatan organ lain

 

 

Gastrointestinal

Mual

Muntah

Diare

Saraf pusat

Kejang

Paru-paru

Sesak nafas

Nafas cepat

 

14

21

11

 

10

 

15

11

 

14%

21%

11%

 

10%

 

15%

11%

 

Pada tabel 3 menunjukkan tingkat keparahan gejala pasien berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) pada keseluruhan data rekam medis pasien yang diambil untuk penelitian ini yang paling sering muncul adalah gejala ringan sebanyak 54 (54%) pasien, sedangkan yang paling jarang ditemukan adalah gejala kritis yaitu pada 6 (6%) pasien saja.

 

Tabel 3. Gambaran tingkat keparahan pada pasien balita COVID-19 di RS Bethesda

Tingkat keparahan

Frekuensi (n)

presentase

Tanpa gejala

Ringan

Sedang

Berat

Kritis

11

54

21

8

6

11%

54%

21%

8%

6%

 

Berdasarkan tabel 4 hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa kelainan yang paling banyak ditemukan adalah peningkatan suhu tubuh 71 (71%) pasien. Namun sebagian besar untuk hasil pemeriksaan fisik adalah normal.

 

Tabel 4. Gambaran hasil pemeriksaan fisik pada pasien balita COVID-19 di RS Bethesda

Pemeriksaan fisik

Frekuensi (n)

presentase

Keadaan umum

Normal

Lemah

Frekuensi pernafasan

Meningkat

Normal

Suhu tubuh

Meningkat

Normal

Retraksi dada

Ada

Tidak ada

Nasal flaring

Ada

Tidak ada

Suara tambahan pada paru

Ronkhi

Wheezing

Ronkhi dan weezing

Normal

 

89

11

 

20

80

 

71

29

 

15

85

 

5

95

 

7

1

4

88

 

89%

11%

 

20%

80%

 

71%

29%

 

15%

85%

 

5%

95%

 

7%

1%

4%

88%

Berdasarkan tabel 5 gambaran pemeriksaan pemeriksaan penunjang, menunjukkan bahwa pada hasil pemeriksaan penunjang pasien balita COVID-19 di RS Bethesda umumnya menggunakan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan rontgen pada pasien dengan tingkat keparahan sedang-kritis yang menjalani rawat inap yaitu mencapai 35 pasien (35%) dari total subjek penelitian. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap sebagian besar menunjukkan hasil yang normal namun yang paling banyak terlihat mengalami kelainan adalah peningkatan neutrofil yaitu sebanyak 9 (25,7%) pasien dan penurunan neutrofil yaitu sebanyak 9 (25,7%) pasien juga. Untuk pemeriksaan radiologi paling banyak pasien mengarah ke pneumonia bilateral yaitu sebanyak 24 (68,7%) pasien.

 

Tabel 5. Gambaran hasil pemeriksaan penunjang pada pasien balita COVID-19 di RS Bethesda

Pemeriksaan penunjang

Frekuensi (n)

presentase

Pemeriksaan darah lengkap

Leukosit

Meningkat

Normal

Menurun

Trombosit

Meningkat

Normal

Menurun

Hemoglobin

Meningkat

Normal

Menurun

Limfosit

Meningkat

Normal

Menurun

Neutrofil

Meningkat

Normal

Menurun

Pemeriksaan rontgen

Pneumonia bilateral

Bronkopneumonia

Bronkitis

Normal

 

 

7

23

5

 

3

29

3

 

1

27

7

 

6

21

8

 

9

17

9

 

24

4

3

4

 

 

20%

65,7%

14,3%

 

8,6%

82,9%

8,6%

 

2,9%

77,1%

20%

 

17,1%

60%

22,9%

 

25,7%

48,6%

25,7%

 

68,57%

11,43%

8,57%

11,43%

 

Berdasarkan tabel 6 Riwayat pengobatan yang diberikan pada pasien balita COVID-19 yaitu sebanyak 73 (73%) pasien balita mendapat terapi antipiretik (parasetamol) yang diberikan kepada seluruh tingkat keparahan, 42 (42%) pasien mendapat terapi antivirus (remdesivir, fapiravir atau oseltamivir) pada tingkat keparahan ringan sampai kritis, sebanyak 18 (18%) pasien mendapat terapi berupa antibiotik (ceftiaxone, azitromisin, atau cefixime) pada tingkat keparahan sedang sampai kritis dan sebanyak 74 (74%) pasien balita mendapat terapi vitamin (vitamin C atau Zink) pada semua tingkat keparahan ketika terdiagnosis terinfeksi COVID-19.

 

 

Tabel 6. Gambaran riwayat pengobatan pada pasien balita COVID-19 di RS Bethesda

Riwayat pengobatan

Frekuensi (n)

presentase

Antipiretik

Antivirus

Antibiotik

Vitamin

73

42

18

74

73%

42%

18%

74%

 

Pada penelitian ini hanya melihat luaran klinis dari 35 pasien karena hanya dinilai pada pasien dengan riwayat rawat inap, hal ini karena luaran klinis pasien tercantum pada rekam medis resume pulang pasien namun tidak pada pasien rawat jalan, karena luaran klinis pasien tidak tercantum pada rekam medis. Berdasarkan tabel 7 didapati sebanyak 35 pasien rawat inap, diantaranya 34 (97,14%) pasien memiliki luaran klinis membaik, sedangkan 1 (2,86%) pasien memiliki luaran klinis yang tidak membaik (meninggal) akibat distress pernapasan, hipoglikemia berat dan syok septik.

 

Tabel 7. Gambaran luaran klinis pasca pengobatan pada pasien balita COVID-19 rawat inap di RS Bethesda

Luaran klinis  (Pasien rawat inap)

Frekuensi (n)

presentase

Membaik

Tidak membaik

34

1

97,14%

2,86%

 

Pembahasan

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien COVID-19 balita dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 53 (53%) lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan yaitu hanya berjumlah 47 (47%) dari total pasien yaitu 100 data rekam medis pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Semarang dimana pada penelitiannya dari 41 kasus pada anak-anak yang terkonfirmasi COVID-19 anak berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 22 (53,7%) merupakan anak laki-laki sedangkan 19 (46,3) kasus merupakan anak perempuan(Kariadi et al., 2020). Perbedaan hasil pada jenis kelamin ini diduga karena perempuan memiliki CD4+ lebih banyak, sel CD8+ lebih kuat, serta lebih banyak diprodiksinya antibodi oleh sel limfosit. Selain itu, wanita lebih banyak menghasilkan interferon (IFN) yang bertindak sebagai sitokin virus serta hormon estradiol juga  memiliki efek proteksi pada saat hiperinflamasi sehingga mengurangi kemungkinan virus untuk menginfeksi pada perempuan (Peckham et al., 2020).

Kelompok usia terbanyak yang menderita COVID-19 adalah >4 tahun – 5 tahun yang berjumlah 26 (26%) kemudian disusul oleh kelompok usia >3 tahun – 4 tahun sebanyak 23 (23%) pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di China dimana pada penelitiannya melakukan pengamatan karakteristik menggunakan 74 data rekam medis anak-anak didapatkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah pada rentang >3 tahun – 10 tahun yaitu sebanyak 31 kasus (Wu et al., 2020). Kelompok usia balita merupakan kelompok usia yang paling rendah terpapar COVID-19 dibandingkan dengan kelompok usia lain dimana pada penelitian ini sebagian besar pasien balita COVID-19 memiliki riwayat kontak dengan penyintas sebelumnya yang utamanya adalah orang-orang terdekat atau keluarga pasien. Penyebab utama dari infeksi COVID-19 pada anak-anak adalah akibat adanya familial clustering yang mengakibatkan anak-anak tertular penyakit COVID-19 dari orang-orang terdekat atau keluarganya sendiri (Dong et al., 2020).

Alat diagnostik yang digunakan paling banyak untuk menegakkan diagnosis COVID-19 adalah antigen-COVID-19 yaitu sebanyak 53 (53%) kasus dibandingkan dengan RT-PCR yaitu 47 (47%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di China dimana dari 74 data rekam medis pasien yang digunakan secara keseluruhan adalah yang telah terkonfirmasi positif oleh hasil pemeriksaan real-time reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dari SARS-CoV-2 yang menjadi gold standart untuk mendiagnosis COVID-19 (Wu et al., 2020). Namun, tes antigen COVID-19 dapat digunakan sebagai tes diagnostik alternatif karena tes ini mudah dilakukan dan memungkinkan identifikasi lebih cepat dibandingkan dengan RT-PCR. Selain itu tes ini juga memerlukan biaya yang rendah serta tidak memerlukan peralatan khusus atau tenaga kesehatan dengan pelatihan khusus (Capecce et al., 2022). Karena keuntungan dari penggunaan tes tersebut diharapkan dapat dengan cepat mendeteksi penyebaran COVID-19 serta dapat lebih cepat memutus penyebaran dan melakukan penanggulangan yang sesuai.

Pada penelitian ini didapatkan pula bahwa status administrasi pasien COVID-19 balita di RS Bethesda dengan rentang waktu 1 januari 2021 hingga 31 juli 2022 adalah sebanyak 65 (65%) kasus merupakan rawat jalan sedangkan 35 (35%) kasus lainnya harus di dilakukan rawat inap. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dr. R. Soedarsono Regional General Hospital, Pasuruan, East Java, Indonesia dimana dari 78 pasien anak-anak COVID-19 sebanyak 42 (54%) pasien harus dirawat inap (Hsieh et al., 2022). Tingginya angka rawat inap pada kasus COVID-19 anak-anak disebabkan karena menifestasi klinis yang buruk. Kondisi tersebut diakibatkan oleh masyarakat setempat yang mengabaikan protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran COVID-19. Selain itu, masih banyaknya berita hoax terkait dengan COVID-19 yang menyebabkan masyarakat tidak lagi percaya terhadap penularan infeksi COVID-19 berdampak kepada menurunnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sehingga penularan COVID-19 semakin merajalela (Choi et al., 2020).

Gejala yang paling sering muncul pada pasien balita COVID-19 pada penelitian ini adalah demam yaitu sebanyak 77 (77%) pasien kemudian disusul oleh batuk yaitu sebanyak 50 (50%) kasus. Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan di Polandia yang melibatkan 1.110 pasien anak-anak COVID-19 didapatkan bahwa gejala yang paling sering muncul adalah demam yaitu sebanyak 508 (46%) kasus kemudian dilanjutkan oleh batuk yaitu sebanyak 363 (33%) kasus (Mania et al., 2022). Manifestasi klinis pada balita yang terkonfirmasi COVID-19 tidak khas, dimana gejala yang timbul mirip dengan gejala-gejala akibat dari infeksi saluran pernapasan lain yang memang sering terjadi pada usia balita. Selain itu, manisfestasi klinis pada pasien balita COVID-19 juga dapat menunjukkan gejala yang melibatkan organ/sistem organ lain selain gejala pernapasan. Dimana, gejala pernapasan merupakan khas untuk kelompok usia anak-anak maupun dewasa sedangkan gejala terkait gastrointestinal lebih sering dilaporkan pada kasus infeksi anak-anak (Mania et al., 2022).

Tingkat keparahan yang paling sering muncul pada kasus infeksi COVID-19 pada balita pada penelitian ini adalah gejala ringan yaitu sebanyak 54 (54%) kasus. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Instanbul Turkey dimana penelitiannya menggunakan rekam medis elektronik sebanyak 190 kasus COVID-19 anak-anak, didapatkan hasil tingkat keparahan yang paling banyak adalah gejala ringan sebanyak 139 (73,2%) pasien (Sahin, 2021). Manifestasi klinis infeksi COVID-19 pada pasien balita umumnya lebih ringan dibandingkan dengan dewasa. Terdapat beberapa hipotesis yang mendasari hal tersebut pertama karena adanya keterlibatan beberapa antibodi dari ibu yang masih dibawa oleh balita selama bulan-bulan pertama kehidupan yang didapat dari konsumsi asi, adanya infeksi virus lain pada saluran pernapasan yang dapat menghambat dan membatasi perkembangan virus COVID-19, serta balita memiliki reseptor angiotensin converting enzyme (ACE) 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, dimana reseptor diperlukan virus untuk berikatan dan menginfeksi sehingga manifestasi klinis pada balita cenderung lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa (Brodin, 2020)

Pada penelitian ini tidak menemukan secara spesifik hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya infeksi COVID-19 pada balita karena pada dasarnya hasil dari pemeriksaan fisik itu sendiri mengikuti dari gejala yang dikeluhkan oleh pasien itu sendiri. Seperti contoh hasil pemeriksaan fisik yang paling banyak adalah peningkatan suhu tubuh sebanyak 71 (71%) kasus yang dimana hal tersebut sejalan dengan keluhan demam pasien sewaktu datang ke RS Bethesda untuk melakukan pemeriksaan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan di dr. R. Soedarsono Regional General Hospital, Pasuruan, East Java, Indonesia dari 78 responden anak-anak yang diamati didapatkan hasil pemeriksaan fisik yaitu sebanyak 69 (88%) pasien terjadi peningkatan suhu tubuh(Hsieh et al., 2022). Hasil pemeriksaan fisik pada kasus infeksi COVID-19 pada anak menunjukkan hasil yang tidak khas karena ada beberapa faktor yaitu, infeksi pada anak-anak cenderung lebih ringan dibandingkan dengan kelompok usia lain sehingga tidak banyak kasus yang menunjukkan adanya kelainan fisik (Kariadi et al., 2020). Selain itu, gejala yang paling sering muncul pada kasus infeksi COVID-19 pada anak adalah demam yang mana hal tersebut memunculkan kelainan fisik berupa peningkatan suhu tubuh, namun hal tersebut menjadi tidak khas karena serupa dengan kasus infeksi pathogen lainnya.

Dari semua data rekam medis yang digunakan, pada penelitian ini tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan penunjang, terdapat 35 pasien yang dilakukan pemeriksaan penunjang dimana keseluruhan dilakukan pada pasien yang dirawat inap. Pada pemeriksaan radiologi berdasarkan riwayat rekam medis pasien balita COVID-19 di RS Bethesda hanya menggunakan pemeriksaan rontgen saja sedangkan untuk pemeriksaan CT-scan tidak dilakukan sehingga peneliti tidak mencantumkan hasil pemeriksaan CT-scan pada pasien balita COVID-19. Pada penelitian ini menemukan sebagian besar hasil pemeriksaan darah lengkap adalah normal namun kelainan yang paling umum nampak dari hasil penelitian ini adalah penurunan hemoglobin, leukositosis, limfositosis, limfopenia, neutrofilia dan neutopenia. Berbeda pada pemeriksaan rontgen, dimana sebagian besar pasien berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen ditemukan mengarah ke pneumonia bilateral meskipun tidak spesifik menurut intepretasi ahli radiologi RS Bethesda. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di dr. R. Soedarsono Regional General Hospital, Pasuruan, East Java, Indonesia dimana dari 78 pasien COVID-19 pada anak ditemukan bahwa sebagian besar memiliki hasil yang normal, namun sekitar 45 (58%) didapatkan hasil leukositosis dan pada pemeriksaan rontgen didapatkan hasil yaitu 20 (26%) pasien didiagnosis pneumonia (Hsieh et al., 2022). Sebuah tinjauan sistematis yang melibatkan 38 penelitian menyimpulkan bahwa dari 1.124 kasus infeksi COVID-19 pada anak-anak memiliki hasil pemeriksaan laboratorium sebagian besar normal (de Souza et al., 2020). Hal tersebut diduga karena sistem kekebalan tubuh pada anak masih belum matang, sehingga respon tersebut berbeda dengan kelompok dewasa. Kadar limfosit yang menurun dapat terjadi karena pada infeksi COVID-19 terjadi penghancuran limfosit yang awalnya didahului ketika terjadi ikatan antara SARS-Cov-2 dengan reseptor ACE 2, namun karena pada anak-anak memiliki reseptor ACE 2 yang rendah maka penghancuran limfosit terjadi secara minimal (Tiruneh, 2020). Pada penelitian lain juga menyebutkan penurunan kadar hemoglobin pada kasus infeksi COVID-19 pada balita terjadi karena adanya perangsangan hepar oleh sistem imun yang teraktivasi untuk memproduksi hepsidin yang dapat menyebabkan penyerapan zat besi menjadi tidak optimal. Mekanisme tersebut umunya bertujuan untuk membatasi replikasi virus sehingga dapat mengurangi infeksi lebih lanjut  (Hsieh et al., 2022; Tiruneh, 2020)

Pada penelitian ini menemukan bahwa pada pemeriksaan rontgen banyak dilaporkan mengarah ke pneumonia. Manifestasi yang paling umum ditemukan pada kasus infeksi COVID-19 pada foto rontgen adalah pneumonia yaitu gambaran kekeruhan retikuler dan konsolidasi paru yang biasanya multilobar dan bilateral, biasanya melibatkan lobus bawah. Pada kasus infeksi COVID-19 jarang ditemukan gambaran efusi pleura, namun apabila terdapat gambaran tersebut biasanya telah memasuki stadium akhir penyakit atau krits (Churruca et al., 2021). Pemeriksaan radiologi rontgen lebih diminati oleh tim klinis dibandingkan dengan pemeriksaan CT-Scan meskipun meskipun memiliki sensitivitas yang lebih tinggi. Selain itu, rontgen lebih diminati karena biaya yang lebih terjangkau serta memiliki akses yang lebih mudah dibandingkan dengan CT-Scan. Dijelaskan juga terkait dengan pembeda dari pneumonia akibat dari infeksi COVID-19  dengan non COVID-19 adalah bilateralitas serta keterlibatan struktur perifer yang dominan atau paling sering terdapat di lobus bawah merupakan gambaran yang paling sering pada infeksi COVID-19 (Landini et al., 2022).

Riwayat terapi yang paling banyak pada pasien COVID-19 balita adalah 73 (73%) pasien balita mendapat terapi antipiretik (parasetamol) yang diberikan kepada seluruh tingkat keparahan, 42 (42%) pasien mendapat terapi antivirus (remdesivir, fapiravir atau oseltamivir) pada tingkat keparahan ringan sampai kritis, sebanyak 18 (18%) pasien mendapat terapi berupa antibiotik (ceftiaxone, azitromisin, atau cefixime) pada tingkat keparahan sedang sampai kritis dan sebanyak 74 (74%) pasien balita mendapat terapi vitamin (vitamin C atau Zink) pada semua tingkat keparahan ketika terdiagnosis terinfeksi COVID-19. Penelitian di Polandia yang melibatkan 1.110 pasien anak-anak COVID-19 juga menunjukkan riwayat terapi yang paling banyak diberikan adalah antipiretik sebanyak 347 (27%) kasus, diikuti dengan Antibiotik 252 (20%) kasus dan antivirus 203 (16%) pasien (Mania et al., 2022). Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk pengobatan kasus infeksi COVID-19 pada anak-anak, dimana rekomendasi pengobatan dibuat berdasarkan penelitian orang dewasa dan keluhan klinis anak (Wu et al., 2020). Tatalaksana kasus COVID-19 pada anak-anak menyertakan vitamin sebagai tatalaksana farmakologis, vitamin yang dimaksud adalah vitamin C dan Zink yang diberikan sesuai dengan usia pasien (IDAI, 2020). Antivirus yang digunakan untuk kasus COVID-19 pada anak-anak adalah azitromisin, karena zat ini menunjukkan aktivitas in vitro terhadap SARS-Cov-2 dan memiliki sifat imunomodulator meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut (Kamel et al., 2022).

Pada penelitian ini melihat luaran klinis dari pasien rawat inap yang  berjumlah sebanyak 35 sampel. Hampir keseluruhan pasien yang dirawat inap memiliki luaran klinis membaik, namun terdapat 1 pasien yang meninggal selama perawatan yaitu akibat distress pernapasan, hipoglikemia berat dan syok septik. Hal ini serupa dengan penelitian di dr. R. Soedarsono Regional General Hospital, Pasuruan, East Java, Indonesia dari 78 pasien anak-anak terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 77 pasien memiliki luaran klinis yang membaik sedangkan 1 pasien meninggal selama perawatan (Hsieh et al., 2022). Meskipun anak-anak memiliki kerentanan terhadap infeksi COVID-19 namun khususnya pada balita infeksi COVID-19 sering kali memiliki perjalanan klinis yang ringan sehingga memiliki prognosis yang cukup baik. Terdapat dua konsekuensi jangka panjang yang dapat terjadi pasca terinfeksi COVID-19 pada anak-anak yaitu sindrom inflamasi multisistem pada anak (MISC) dan long-COVID. Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MISC) adalah keadaan gangguan hiperinflamasi pasca infeksi COVID-19 yang ditandai dengan peradangan sistemik, demam hipotensi dan gangguan fungsi jantung (Patel, 2022). Sedangkan sindrom long-COVID pada anak adalah gejala yang menetap pasca terinfeksi COVID-19 misalnya kekelahan, sesak, napas, batuk, nyeri sendi, nyeri dada, sakit kepala yang tidak dapat dikaitkan dengan penyakit lain, lebih dari 2 minggu untuk pasien dengan gejala ringan, lebih dari 4 minggu untuk pasien gejala sedang-berat dan lebih dari 6 minggu untuk pasien kritis. Sindrom ini lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan dengan kelompok usia remaja dan anak-anak, berdasarkan penelitian yang membandingkan dengan kelompok usia yang berbeda, gejala yang paling umum muncul pada kelompok usia anak-anak sampai remaja adalah kelelahan dan intoleransi olahraga (Asadi-Pooya et al., 2021).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat ditarik adalah (1) Gejala yang paling banyak adalah demam serta yang melibatkan organ lain yaitu sistem gastrointestinal adalah muntah. (2) Tingkat keparahan yang paling banyak adalah gejala ringan. (3) Hasil pemeriksaan fisik paling banyak ditemukan adalah peningkatan suhu tubuh. (4) Hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap sebagian besar normal serta pemeriksaan rontgen paling banyak menunjukkan hasil yang mengarah ke pneumonia bilateral. (5) Riwayat terapi yang paling banyak adalah vitamin C dan Zink. (6) Luaran klinis pada pasien rawat inap sebagian besar membaik dengan kasus 1 kematian karena syok septik dan hipoglikemia berat

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asadi-Pooya, A. A., Nemati, H., Shahisavandi, M., Akbari, A., Emami, A., Lotfi, M., Rostamihosseinkhani, M., Barzegar, Z., Kabiri, M., Zeraatpisheh, Z., Farjoud-Kouhanjani, M., Jafari, A., Sasannia, F., Ashrafi, S., Nazeri, M., & Nasiri, S. (2021). Long COVID in children and adolescents. World Journal of Pediatrics, 17(5), 495–499. https://doi.org/10.1007/s12519-021-00457-6

Brodin, P. (2020). Why is COVID-19 so mild in children? Acta Paediatrica, International Journal of Paediatrics, 109(6), 1082–1083. https://doi.org/10.1111/apa.15271

Capecce, F., Bokser, V., Guedes, V., Paz, V., Montoto Piazza, L., Wenk, G., Guglielmo, M. C., Aprea, V., & Yazde Puleio, M. L. (2022). Comparación del test de antígeno y la reacción en cadena de polimerasa para SARS-CoV-2 en niños menores de 12 años. Archivos Argentinos de Pediatria, 120(5), 336–339. https://doi.org/10.5546/aap.2022.eng.336

Choi, S. H., Kim, H. W., Kang, J. M., Kim, D. H., & Cho, E. Y. (2020). Epidemiology and clinical features of coronavirus disease 2019 in children. In Clinical and Experimental Pediatrics (Vol. 63, Issue 4, pp. 125–132). https://doi.org/10.3345/cep.2020.00535

Churruca, M., Martínez-Besteiro, E., Couñago, F., & Landete, P. (2021). COVID-19 pneumonia: A review of typical radiological characteristics. World Journal of Radiology, 13(10), 327–343. https://doi.org/10.4329/wjr.v13.i10.327

de Souza, T. H., Nadal, J. A., Nogueira, R. J. N., Pereira, R. M., & Brandão, M. B. (2020). Clinical manifestations of children with COVID-19: A systematic review. In Pediatric Pulmonology (Vol. 55, Issue 8, pp. 1892–1899). John Wiley and Sons Inc. https://doi.org/10.1002/ppul.24885

Dong, Y., Dong, Y., Mo, X., Hu, Y., Qi, X., Jiang, F., Jiang, Z., Jiang, Z., Tong, S., Tong, S., & Tong, S. (2020). Epidemiology of COVID-19 among children in China. In Pediatrics (Vol. 145, Issue 6). American Academy of Pediatrics. https://doi.org/10.1542/peds.2020-0702

Hsieh, P. P., Kristian, H., Permana, A. J. M., Wongsodiharjo, M., Nugraheni, P. A., Charisti, P., & Diarsvitri, W. (2022). The clinical pictures of COVID-19 pediatric patients in dr. R. Soedarsono Regional General Hospital, Pasuruan, East Java, Indonesia. Bali Medical Journal, 11(1), 460–465. https://doi.org/10.15562/bmj.v11i1.3046

IDAI. (2020). Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi 3 Panduan Klinis Tata Laksana COVID-19 pada Anak.

Kamel, A. M., Monem, M. S. A., Sharaf, N. A., Magdy, N., & Farid, S. F. (2022). Efficacy and safety of azithromycin in Covid-19 patients: A systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials. In Reviews in Medical Virology (Vol. 32, Issue 1). John Wiley and Sons Ltd. https://doi.org/10.1002/rmv.2258

Kariadi, Anam, M. S., Sahyuni, R., Magdalena, M., Endang, D., & Hapsari, H. (2020). Profil Klinis , Laboratorium , Radiologis dan. 7, 130–136.

Kementerian/ Lembaga RI. (2021). Peta Sebaran COVID-19. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. https://covid19.go.id/peta-sebaran

Landini, N., Colzani, G., Ciet, P., Tessarin, G., Dorigo, A., Bertana, L., Felice, C., Scaldaferri, L., Orlandi, M., Nardi, C., Romagnoli, M., Saba, L., Rigoli, R., & Morana, G. (2022). Chest radiography findings of COVID-19 pneumonia: a specific pattern for a confident differential diagnosis. Acta Radiologica, 63(12), 1619–1626. https://doi.org/10.1177/02841851211055163

Mania, A., Pokorska-Śpiewak, M., Figlerowicz, M., Pawłowska, M., Mazur-Melewska, K., Faltin, K., Talarek, E., Zawadka, K., Dobrzeniecka, A., Ciechanowski, P., Łasecka-Zadrożna, J., Rudnicki, J., Hasiec, B., Stani, M., Frańczak-Chmura, P., Zaleska, I., Szenborn, L., Horecka, P., Sulik, A., … Marczyńska, M. (2022). Pneumonia, gastrointestinal symptoms, comorbidities, and coinfections as factors related to a lengthier hospital stay in children with COVID-19—analysis of a paediatric part of Polish register SARSTer. Infectious Diseases, 54(3), 196–204. https://doi.org/10.1080/23744235.2021.1995628

Patel, J. M. (2022). Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C). In Current Allergy and Asthma Reports (Vol. 22, Issue 5, pp. 53–60). Springer. https://doi.org/10.1007/s11882-022-01031-4

PDPI, P. D. P. I., (PERKI), P. D. S. K. I., Indonesia, (PAPDI), P. D. S. P. D., (PERDATIN), P. D. A. dan T. I. I., & (IDAI), I. D. A. I. (2022). Pedoman tatalaksana COVID-19 edisi 4. In Pedoman tatalaksana COVID-19 edisi 4.

Peckham, H., de Gruijter, N. M., Raine, C., Radziszewska, A., Ciurtin, C., Wedderburn, L. R., Rosser, E. C., Webb, K., & Deakin, C. T. (2020). Male sex identified by global COVID-19 meta-analysis as a risk factor for death and ITU admission. Nature Communications, 11(1). https://doi.org/10.1038/s41467-020-19741-6

Sahin, A. (2021). Pediatric Patients with COVID-19: A Retrospective Single-Center Experience. SiSli Etfal Hastanesi Tip Bulteni / The Medical Bulletin of Sisli Hospital. https://doi.org/10.14744/semb.2021.85595

Tiruneh, F. T. (2020). Clinical profile of covid-19 in children, review of existing literatures. Pediatric Health, Medicine and Therapeutics, 11, 385–392.

Wu, Q., Xing, Y., Shi, L., Li, W., Gao, Y., Pan, S., Wang, Y., Wang, W., & Xing, Q. (2020). Coinfection and other clinical characteristics of COVID-19 in children. Pediatrics, 146(1). https://doi.org/10.1542/peds.2020-0961

 

Copyright holder:

Ketut Wiswa Wikrama, Fx Wikan Indarto, Yustina Nuke Ardiyan,

Johana Puspasari Dwi Pratiwi (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: