Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
6, Juni 2024
ANALISIS
KESIAPAN ORGANISASI TERHADAP IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK DI PUSKESMAS
KOTA BEKASI
Atikah Khairunnisa1, Wiku Bakti Bawono
Adisasmito2
Universitas
Indonesia, Depok, Indonesia1
Email:
[email protected]1
Abstrak
Seluruh
Puskesmas yang terletak di Kota Bekasi telah merencanakan persiapan dalam
melakukan implementasi rekam medis elektronik untuk memenuhi Permenkes No. 24
Tahun 2022 yang mengharuskan setiap fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia
menerapkan RME paling lambat 31 Desember 2023. Kesiapan organisasi menjadi
salah satu aspek yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan implementasi RME
dengan berhasil. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui kesiapan
implementasi RME di Puskesmas Kota Bekasi dalam kapasitas manajemen, keuangan dan
anggaran, operasional, teknologi serta keselarasan organisasi. Penelitian
menggunakan metode wawancara mendalam kepada 12 orang informan dari 12
Puskesmas di tiap kecamatan Kota Bekasi yang berbeda, informan dipilih dengan
metode purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa kapasitas
manajemen memiliki skor rata-rata 19,6; kapasitas keuangan memiliki skor
rata-rata 10,5; kapasitas operasional memiliki skor rata-rata 10,75; kapasitas
teknologi memiliki skor rata-rata 7; dan keselarasan organisasi memiliki skor
rata-rata 14. Didapatkan rata-rata skor kesiapan organisasi di 12 Puskesmas di
Kota Bekasi adalah 61,92 dari 75. Hal ini mengindikasikan bahwa Puskesmas Kota
Bekasi secara organisasi telah siap dalam aspek kapasitas manajemen dan
keselarasan organisasi, namun belum siap dalam aspek kapasitas keuangan dan
anggaran, operasional dan teknologi. Untuk melakukan implementasi RME di
Puskesmas secara efektif diperlukan beberapa langkah strategi yang perlu
diterapkan oleh Puskesmas.
Kata kunci: Kesiapan Organisasi, Rekam Medis Elektronik, Puskesmas
Abstract
All
of the Primary Healthcare located in Bekasi have planned preparations for
implementing electronic medical records (EMR) to comply with the Minister of
Health Regulation No. 24 of 2022, which requires every health service facility
in Indonesia to implement EMR by December 31, 2023, at the latest.
Organizational readiness is one aspect that needs to be considered to
successfully EMR implementation. The purpose of this study is to determine the
readiness for RME implementation in Puskesmas in Bekasi in terms of management
capacity, financial and budgeting capacity, operational capacity, technology
capacity, and organizational alignment. The research used in-depth interviews
with 12 informants from 12 Primary Healthcare in different sub-districts of the
City of Bekasi, selected using purposive sampling technique. The results showed
that management capacity had an average score of 19.6; financial capacity had
an average score of 10,5; operational capacity had an average score of 10,75;
technology capacity had an average score of 7; and organizational alignment had
an average score of 14. The average organizational readiness score in the 12
Primary Healthcare in Bekasi was 61,92 out of 75. This indicates that Puskesmas
in Bekasi are organizationally prepared in terms of management capacity and
organizational alignment, but not ready yet in terms of financial and budgetary
capacity, operations, and technology. To effectively implement EMR in
Puskesmas, several strategic steps need to be applied.
Keywords: Organizational
Readiness, Electronic Medical Records, Community Health Center
Pendahuluan
Teknologi informasi berkembang
secara sangat pesat dalam penggunaannya di berbagai bidang salah satunya bidang
kesehatan yang telah menjadi salah satu fenomena di Indonesia sehingga
menginisiasi Kementerian Kesehatan untuk melakukan transformasi dalam bidang
kesehatan. Enam pilar transformasi sistem kesehatan telah ditetapkan dan hendak
dilakukan salah satunya yaitu transformasi dalam bidang teknologi kesehatan (Tiorentap,
2020; Widyawati, 2022). Perkembangan ini
dalam beberapa tahun terakhir juga mendorong banyak institusi kesehatan, salah
satunya Puskesmas untuk beralih dari rekam medis konvensional menjadi rekam
medis elektronik (Yunisca,
Chalimah dan Sitanggang, 2022).
Salah satu
permasalahan yang terjadi di Indonesia memiliki kaitannya dengan data kesehatan
yang terfragmentasi dikarenakan terdapat lebih dari 400 aplikasi kesehatan,
dikembangkan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Permasalahan
lainnya yaitu meliputi data kesehatan pasien tidak terstandarisasi sehingga
pertukaran data kesehatan antar fasilitas kesehatan sulit untuk dilakukan (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2021). Untuk mencapai data
terintegrasi, salah satu upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu
menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022
tentang Rekam Medis yang mewajibkan keseluruhan fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia, salah satunya Puskesmas untuk mengimplementasikan RME paling lambat
31 Desember 2023 (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2022).
RME sebagai rekam
medis terkomputerisasi digunakan untuk menangkap, menyimpan serta berbagi
informasi di antara fasilitas pelayanan kesehatan dalam sebuah organisasi. RME
juga mendukung penyampaian layanan kesehatan kepada pasien (WHO,
2006). RME dapat
mempermudah penyimpanan data informasi klinis pasien, manajemen data, komunikasi
elektronik terkait dengan kondisi pasien secara efektif, data medis secara real
time serta dapat dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan (Sari,
Alvionita dan Gunawan, 2016).
Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit, diketahui bahwa terdapat
beberapa tantangan-tantangan yang harus dihadapi khususnya dari user
atau sumber daya manusia sebagai pengguna sistem. Tantangan yang ditemui berupa
perbedaan persepsi antar
pengguna terkait dengan rekam medis elektronik, perubahan dalam budaya kerja
pengguna, keterbatasan kemampuan pengguna dalam mengoperasikan komputer, serta banyak
hal lainnya dimana hal ini dapat memperlambat proses pelayanan (Yulida,
Lazuardi dan Pertiwi, 2021). Analisis mengenai kesiapan
menjadi langkah yang sangat penting untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum
implementasi. Penilaian terkait dengan kesiapan dapat membantu melakukan
identifikasi proses dan menetapkan skala prioritas serta pembentukan fungsi
operasional guna mendukung optimalisasi dalam implementasi RME (Faida
dan Ali, 2021). Dalam penelitian
ini, penilaian kesiapan dilakukan terhadap aspek kapasitas manajemen, kapasitas
keuangan dan anggaran, kapasitas operasional, kapasitas teknologi dan
keselarasan organisasi di Puskesmas Kota Bekasi (Yilma
et al., 2023).
Data per Oktober
2023, diketahui hanya terdapat 440
fasilitas kesehatan yang telah terintegrasi dengan Platform SATUSEHAT
dari total 26.596 fasilitas kesehatan. Sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan, maka Puskesmas perlu dilihat kesiapannya untuk menyelenggarakan RME.
Hal ini bertujuan agar Puskesmas tetap dapat mempertahankan ataupun
meningkatkan kualitas pelayanannya secara optimal ketika RME berjalan. Tujuan
dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui kesiapan implementasi RME di
Puskesmas Kota Bekasi dalam kapasitas manajemen, keuangan dan anggaran,
operasional, teknologi serta keselarasan organisasi.
Metode
Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan yang digunakan adalah studi deskriptif dimana penelitian diarahkan
untuk mendeskripsikan atau menguraikan sebuah keadaan yang terjadi dalam suatu
komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian
ini dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 12 Kepala Puskesmas di 12
Puskesmas berbeda di Kota Bekasi. Informan dipilih berdasarkan teknik purposive
sampling.
Data yang dikumpulkan melalui wawancara kemudian akan diolah dan dikategorisasikan dalam bentuk skor yang akan dijumlahkan dan didapatkan rata-rata keseluruhan untuk penilaian implementasi RME.
Hasil
dan Pembahasan
Pemilihan informan ditetapkan berdasarkan kebutuhan penelitian. Informan dalam penelitian
ini berasal dari instansi yang berbeda dan memiliki kaitan dengan
penyelenggaraan rekam medis di Puskesmas.
Tabel 1.
Karakteristik Data Informan
No |
Karakteristik |
Frekuensi
(n) |
Persentase
(%) |
1 |
Jenis Kelamin |
|
|
|
Perempuan |
12 |
100 |
|
Laki-Laki |
0 |
0 |
|
Jumlah |
12 |
100 |
2 |
Usia |
|
|
|
< 35 tahun |
0 |
|
|
36 – 45 tahun |
3 |
25 |
|
> 46 tahun |
9 |
75 |
|
Jumlah |
12 |
100 |
3 |
Pendidikan Terakhir |
|
|
|
Diploma |
3 |
25 |
|
Sarjana |
1 |
8,3 |
|
Profesi |
3 |
25 |
|
Magister |
5 |
41,6 |
|
Jumlah |
12 |
100 |
Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa seluruh informan merupakan perempuan (100%), mayoritas usia adalah diatas 46 tahun (75%) dengan latar belakang pendidikan terakhir adalah S2 (41,6%).
Kapasitas
Manajemen
Kapasitas manajerial yang kuat di Puskesmas merupakan kunci dalam kesuksesan implementasi RME. Tingkat keberhasilan implementasi RME sangat bergantung pada kesiapan manajemen, sumber daya yang memadai serta peran dan tanggung jawab pada tiap tenaga kerja (Yilma et al., 2023). Kapasitas Manajemen dalam penelitian ini dinilai dari tiga aspek utama, yaitu kesediaan Kepala Puskesmas untuk memandu implementasi RME, pemberdayaan tenaga kerja atau penambahan tenaga kerja, serta pemberian peran dan tanggung jawab khusus kepada tenaga kerja. Penilaian kesiapan RME pada kapasitas manajemen secara keseluruhan menghasilkan rata-rata skor dari 12 Puskesmas yaitu 19,6 dari jumlah maksimal skor 20. Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas manajerial Puskesmas di Kota Bekasi telah kuat, dimana implementasi RME memiliki keberhasilan yang tinggi ketika metodologi manajemen dan sumber daya digunakan secara strategis.
Tabel 2. Hasil
Penilaian Kapasitas Manajemen
No |
Informan |
Pertanyaan |
Skor |
|||
1 |
2 |
3 |
4 |
|||
1 |
01 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
2 |
02 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
3 |
03 |
5 |
5 |
5 |
4 |
19 |
4 |
04 |
5 |
5 |
5 |
4 |
19 |
5 |
05 |
5 |
5 |
4 |
5 |
19 |
6 |
06 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
7 |
07 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
8 |
08 |
5 |
5 |
5 |
4 |
19 |
9 |
09 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
10 |
10 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
11 |
11 |
5 |
5 |
5 |
4 |
19 |
12 |
12 |
5 |
5 |
5 |
5 |
20 |
Rata-Rata |
19,6 |
Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, Kepala Puskesmas telah benar-benar bersedia dan
mengerti akan perannya sebagai Kepala Puskesmas, menjadi orang yang paling
bertanggung jawab atas kesuksesan dalam implementasi RME di Puskesmas. Kepala
Puskesmas di Kota Bekasi bersedia dan berkomitmen untuk terlibat langsung dalam
proses meliputi memberikan arahan langsung kepada tenaga kerja, memfasilitasi
tenaga kerja untuk dapat teredukasi dan mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan, memastikan tersedianya infrastruktur yang memadai untuk dapat
digunakan dengan melakukan perencanaan, melakukan koordinasi dengan pihak
eksternal terkait, hingga melakukan pemantauan kinerja dan evaluasi dalam
implementasi RME.
“Saya wajib menyediakan fasilitas yang dibutuhkan, melakukan
pelatihan terhadap petugas kesehatan, serta melakukan evaluasi” -(Informan 05)
“Memfasilitasi pelatihan RME sehingga staf juga bisa
maksimal untuk menjalankan rekam medis” -(Informan 07)
Kepala Puskesmas di
Kota Bekasi juga telah merasa cukup akan jumlah tenaga kerja yang ada di
Puskesmas, melakukan pemberdayaan tenaga kerja yang sudah ada sebelumnya untuk
diberikan tanggung jawab lebih terkait dengan RME. Salah satu penelitian
terdahulu mengemukakan bahwa keberhasilam implementasi RME dipengaruhi oleh
ketersediaan SDM yang cukup dan terlatih (Biruk
et al., 2014).
“Iya, diberikan tanggung jawab keseluruhan hal yang
berkaitan dengan RME” -(Informan 2)
“Yang sebagai saya tunjuk penanggung jawab itu ada. tenaga
ITnya dengan background memang komputer. …Saya juga harus memilih sesuai
kompetensinya” -(Informan 9)
Kapasitas manajerial yang kuat di Puskesmas merupakan kunci dalam kesuksesan implementasi RME. Tingkat keberhasilan implementasi RME sangat bergantung pada kesiapan manajemen, sumber daya yang memadai serta peran dan tanggung jawab pada tiap tenaga kerja (Yilma et al., 2023).
Kapasitas
Keuangan dan Anggaran
Dalam implementasi
RME, tentu perlu dilakukan analisis dan penyesuaian terkait keuangan dan
anggaran yang akan dikeluarkan agar implementasi dapat berjalan dengan baik. Kapasitas keuangan dan anggaran dalam penelitian ini dinilai dari
tiga aspek utama, yaitu perencanaan pembiayaan RME dengan melakukan analisis biaya
manfaat, perencanaan pembiayaan upgrade dan maintenance, serta
ketersediaan dana untuk melakukan implementasi RME secara keseluruhan.
Penilaian kesiapan RME pada kapasitas keuangan dan
anggaran
secara keseluruhan menghasilkan rata-rata skor dari 12 Puskesmas yaitu 10,5
dari jumlah maksimal skor 15. Hal ini mengindikasikan bahwa Puskesmas di Kota
Bekasi belum siap dalam kapasitas keuangan dan anggaran dimana Puskesmas Kota
Bekasi sebenarnya memiliki pemahaman yang baik mengenai pembiayaan dalam
implementasi RME namun masih memerlukan pengembangan strategi untuk melakukan
pendanaan teknologi RME.
Tabel 3. Hasil
Penilaian Kapasitas Keuangan dan Anggaran
No |
Kode Informan |
Pertanyaan |
Skor |
||
1 |
2 |
3 |
|||
1 |
01 |
3 |
5 |
3 |
11 |
2 |
02 |
3 |
5 |
3 |
11 |
3 |
03 |
3 |
5 |
3 |
11 |
4 |
04 |
3 |
5 |
2 |
10 |
5 |
05 |
3 |
5 |
2 |
10 |
6 |
06 |
3 |
5 |
3 |
11 |
7 |
07 |
3 |
5 |
3 |
11 |
8 |
08 |
3 |
5 |
2 |
10 |
9 |
09 |
3 |
5 |
2 |
10 |
10 |
10 |
3 |
5 |
2 |
10 |
11 |
11 |
3 |
5 |
3 |
11 |
12 |
12 |
3 |
5 |
2 |
10 |
Rata-Rata |
10,5 |
Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, Kepala Puskesmas telah melakukan perencanaan biaya
untuk tahun mendatang, dimana anggaran yang diajukan yaitu terkait dengan biaya
aplikasi RME dan biaya pengadaan infrastruktur berupa komputer ataupun alat lainnya
yang menunjang RME. Biaya aplikasi yang dikeluarkan diketahui juga telah
termasuk dengan biaya upgrade dan maintenance. Puskesmas perlu
memastikan bahwa aplikasi RME yang digunakan bersifat up to date sehingga
dapat berfungsi secara optimal.
“Itu sudah termasuk
dengan upgrade dan maintenance, karena kalau maintenance kita tinggal telfon
PIC nya saja nanti dia dateng atau dibenerin dari pusatnya” -(Informan 10)
Namun, diketahui
seluruh Puskesmas belum melakukan analisis biaya manfaat terkait dengan implementasi
RME. Dijelaskan oleh Tan
(2021) bahwa sangat penting
untuk melakukan analisis biaya manfaat dalam implementasi sistem informasi
kesehatan. Analisis ini dapat membantu Puskesmas untuk dapat menentukan apakah
biaya yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat yang akan diperoleh sehingga Puskesmas
dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam mengelola biaya. Tanpa analisis
ini dilakukan, Puskesmas dapat menghadapi risiko tidak tercapainya efisiensi
yang diharapkan atau mengalami kesulitan dalam justifikasi anggaran.
Terkait dengan
ketersediaan dana, dana yang dibutuhkan untuk aplikasi RME diketahui telah
tersedia, namun dalam penelitian diketahui bahwa di beberapa Puskesmas dana ini
kurang mencukupi untuk proses keseluruhan implementasi RME, khususnya untuk
biaya pengadaan sarana dan prasarana yang memadai. Puskesmas tiap tahunnya
selalu melakukan penganggaran dana untuk dapat memiliki sarana dan prasarana,
khususnya komputer untuk pelayanan yang memadai. Namun, pembiayaan untuk
pemenuhan sarana ini tidak sepenuhnya disetujui oleh pemerintah. Padahal, dalam
sebuah proyek mengenai sistem informasi kesehatan dalam bidang digitalisasi
diperlukan sarana teknologi yang baik dan memadai sehingga juga dapat
meningkatkan efisiensi dan kesuksesan implementasi RME.
Kapasitas
Operasional
Puskesmas yang memiliki sistem operasional RME yang kuat tentu dapat memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi dengan lebih efektif. Kapasitas operasional dalam penelitian ini dinilai dari tiga aspek utama, yaitu progres atau perkembangan Puskesmas dalam implementasi RME, perencanaan pelatihan tenaga kerja terkait dengan RME serta ketersediaan kebijakan, prosedur, protokol atau SOP dalam implementasi RME. Penilaian kesiapan RME pada kapasitas operasional secara keseluruhan menghasilkan rata-rata skor dari 12 Puskesmas yaitu 10,75 dari jumlah maksimal skor 15. Hal ini mengindikasikan bahwa Puskesmas belum siap dari kapasitas operasional untuk memaksimalkan kesuksesan implementasi RME, hal ini dikarenakan terdapat beberapa kekurangan meliputi beberapa SDM yang belum mengikuti pelatihan dan belum berjalannya RME secara keseluruhan dikarenakan kekurangan sarana dan prasarana.
Tabel 4. Hasil
Penilaian Kapasitas Operasional
No |
Kode Informan |
Pertanyaan |
Skor |
||
1 |
2 |
3 |
|||
1 |
01 |
3 |
4 |
5 |
12 |
2 |
02 |
3 |
4 |
3 |
10 |
3 |
03 |
3 |
2 |
3 |
8 |
4 |
04 |
3 |
2 |
5 |
10 |
5 |
05 |
3 |
4 |
5 |
12 |
6 |
06 |
3 |
4 |
5 |
12 |
7 |
07 |
3 |
4 |
5 |
12 |
8 |
08 |
3 |
3 |
5 |
11 |
9 |
09 |
3 |
4 |
5 |
12 |
10 |
10 |
3 |
4 |
3 |
10 |
11 |
11 |
3 |
2 |
3 |
8 |
12 |
12 |
3 |
4 |
5 |
12 |
Rata-Rata |
10,75 |
Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, Puskesmas di Kota Bekasi menggunakan gabungan RME
melalui aplikasi e-puskesmas dan juga rekam medis konvensional sebagai cadangan
ketika seringkali terjadinya kendala teknis yang tidak diinginkan. Hal ini
tentu menjadi kekurangan yang penting untuk ditanggulangi karena dapat
menimbulkan penurunan kualitas pelayanan kesehatan. Kota Bekasi sebenarnya
bukan merupakan wilayah dengan akses internet yang sulit, namun kestabilan
internet menjadi salah satu kendala yang sering kali terjadi, penting
kedepannya untuk dapat dipastikan bahwa Puskesmas mendapatkan kestabilan
internet yang baik. Alasan lain penggunaan rekam medis konvensional sebagai
cadangan yaitu dikarenakan aplikasi e-Puskesmas belum memiliki fitur yang mendukung
untuk penggunaan tanda tangan digital pasien pada informed consent dan general
consent, serta belum juga ada fitur untuk dapat mengunggah gambar atau foto
meliputi hasil laboratorium, odontogram, dan hasil perawatan pasien lainnya
yang membutuhkan data berbentuk foto atau gambar.
Keseluruhan data
pasien yang dituliskan dalam rekam medis konvensional tetap akan diinput
kedalam aplikasi setelah jam pelayanan pasien telah berakhir. Namun, hal yang
perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah untuk melakukan input juga dibutuhkan
petugas yang telah terlatih sehingga kualitas data pasien tetap terjaga. Untuk
menjaga kualitasnya terjaga juga dapat dilakukan audit dan monitoring rutin
terhadap data pasien. Kedepannya, diharapkan fitur yang dibutuhkan dapat segera
disediakan oleh vendor terkait, sehingga penggunaan rekam medis konvensional
dapat diminimalkan.
“…kami belum bisa berjalan full RME karena masih kurangnya
komputer. Jadi kita masih dobel, kita pakai RME tapi masih didampingi dengan
konvensional. Tapi setelah pelayanan, kita masing masing akan input ke RME.” -(Informan
10)
Diketahui juga
mayoritas Puskesmas telah memfasilitasi tenaga kerjanya untuk mengikuti
pelatihan terkait dengan RME. Puskesmas diketahui tidak mengirimkan keseluruhan
tenaga kerjanya untuk mengikuti pelatihan terkait dengan RME ini, melainkan
mengirimkan tenaga kerjanya yaitu tenaga admin, tenaga kerja lulusan IT,
ataupun penanggung jawab rekam medis sebelumnya. Walaupun tenaga kerja lainnya
termasuk dengan tenaga kesehatan tidak diikutkan dalam pelatihan, tenaga kerja
yang telah mengikuti pelatihan diwajibkan untuk melakukan sharing terkait
dengan materi pelatihan terhadap seluruh tenaga di Puskesmas. Pelatihan yang
dilakukan harus mencakup pemahaman teknis mengenai penggunaan sistem RME,
standar operasional serta penggunaan sistem RME dalam penanganan pasien secara
etis dan aman (Hakam,
2020).
“Ikut, tapi hanya
yang terlibat saja. Tapi selesai pelatihan tentunya mereka harus sosialisasi ke
kita semua. Jadi semua yang ada disini dijelaskan juga gimana cara pakainya,
dan seiringnya waktu, kita juga makin terlatih dan makin bisa” –(Informan 10)
Kemudian, tidak
seluruh Puskesmas telah menyelesaikan pembuatan SOP RME terbaru, masih ada
beberapa Puskesmas yang masih dalam proses pembuatan SOP ini. Kebijakan,
prosedur, protokol maupun Prosedur Standar Operasional yang jelas dan
terperinci diketahui sangat penting untuk memastikan implementasi RME dapat
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Wikansari
dan Febrianta, 2024). Puskesmas yang
belum memiliki SOP terbaru diketahui selama ini menggunakan manual book atau
buku panduan yang diberikan oleh vendor sebagai standar dalam penggunaan RME
dalam pelayanan kepada pasien. Namun, isi dari manual book diketahui
masih bersifat umum. Padahal, SOP perlu ditulis secara terperinci dengan
memberikan panduan langkah demi langkah untuk tenaga kerja dalam menjalankan
pekerjaan mereka, sehingga hal ini juga dapat berpengaruh dalam peningkatan
efisiensi dan kualitas pelayanan pasien di Puskesmas (Arie
et al., 2024).
Kapasitas
Teknologi
Keberhasilan dalam
melakukan implementasi RME sangat bergantung pada kapasitas teknologi yang
dimiliki oleh Puskesmas. Kapasitas teknologi dalam
penelitian ini dinilai dari dua aspek utama, yaitu aspek ketersediaan tenaga kerja
IT dan juga ketersediaan dan kapabilitas infrastruktur di Puskesmas. Penilaian kesiapan RME pada kapasitas teknologi secara keseluruhan
menghasilkan rata-rata skor dari 12 Puskesmas yaitu 7 dari 10. Hal ini mengindikasikan bahwa Puskesmas memiliki kapasitas IT
yang memadai dalam beberapa bidang, namun masih memerluka analisis untuk
tambahan atau investasi pada infrastruktur IT.
Tabel 5. Hasil
Penilaian Kapasitas Teknologi
No |
Kode Informan |
Pertanyaan |
Skor |
|
1 |
2 |
|||
1 |
01 |
4 |
3 |
7 |
2 |
02 |
5 |
3 |
8 |
3 |
03 |
2 |
3 |
5 |
4 |
04 |
4 |
2 |
6 |
5 |
05 |
5 |
2 |
7 |
6 |
06 |
5 |
3 |
8 |
7 |
07 |
5 |
3 |
8 |
8 |
08 |
5 |
2 |
7 |
9 |
09 |
5 |
3 |
8 |
10 |
10 |
5 |
2 |
7 |
11 |
11 |
2 |
3 |
5 |
12 |
12 |
5 |
3 |
8 |
Rata-Rata |
7 |
Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, mayoritas Puskesmas telah memiliki tenaga kerja IT
yang juga telah diikutkan dalam pelatihan, teredukasi mengenai RME serta
terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan apapun yang sifatnya
berhubungan dengan RME. Staf IT bertanggung jawab untuk memastikan sistem RME
di Puskesmas dapat berjalan lancar, melakukan troubleshooting serta
mengelola upgrade dan maintenance. Tidak semua staf IT di
Puskesmas berlatar belakang pendidikan IT, beberapa Puskesmas memilih tenaga
kerja yang dapat memenuhi kualifikasi tertentu untuk dapat bertanggung jawab
penuh terkait IT di Puskesmas. Beberapa staf IT di Puskesmas ada yang pada
akhirnya menjadi penanggung jawab RME dan difasilitasi untuk dapat mengikuti
pelatihan di Dinas Kesehatan.
“Disini ada pegawai IT 1 orang, nah pegawai ini yang
diikutkan pelatihan yang kemudian dilakukan pembinaan” -(Informan 04)
“Ada, tapi beda ya, PJ RM ditugaskan untuk melakukan
pengawasan terhadap rekam medisnya. Kalau untuk IT nya lebih ke jaringan ya”
-(Informan 07)
Kapabilitas
infrastruktur dengan melihat hardware yang memadai, konektivitas serta
kestabilan jaringan internet, serta software yang sesuai dengan
kebutuhan juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan untuk dapat melakukan
implementasi RME dengan baik. Ketersediaan infrastruktur di Puskesmas diketahui
bahwa walaupun masih ada beberapa Puskesmas dalam penelitian yang mengutarakan
kekurangan sarana dan prasarana, namun seluruh Puskesmas telah melakukan
perencanaan dan mengajukan pemenuhan sarana dan prasarana dalam anggaran kepada
Dinas Kesehatan.
“Untuk sarpras insyaAllah sudah mencukupi untuk menjalankan
RME 100%” -(Informan 07)
“Sarana prasarana disini masih kurang, tapi untuk hasil
evaluasinya juga sudah dimasukkan ke anggaran 2024” -(Informan 04)
Sistem RME harus
dapat diakses dengan cepat oleh tenaga kesehatan, serta memiliki kapasitas
penyimpanan dan pengolahan data yang cukup untuk dapat menangani volume data
yang besar dari kunjungan pasien. Tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan utama
yang dihadapi adalah tidak semua Puskesmas memiliki infrastruktur teknologi
yang cukup dan memadai, namun dengan melakukan perencanaan maka kebutuhan ini
dapat dipenuhi secara berkala (Silalahi
dan Sinaga, 2019).
Keselarasan
Organisasi
Keselarasan organisasi dalam penelitian ini dinilai dari tiga aspek utama, yaitu aspek perencanaan strategis Puskesmas untuk implementasi RME, komponen SDM yang terlibat dalam perencanaan RME, serta keterlibatan dokter atau tenaga kesehatan dalam perencanaan RME. Penilaian kesiapan RME pada keselarasan organisasi secara keseluruhan menghasilkan rata-rata skor dari 12 Puskesmas yaitu 14,1 dari 15. Hal ini mengindikasikan bahwa Puskesmas telah menunjukkan keselarasan dan budaya organisasi yang cukup baik untuk menjalankan RME dan mengerti akan bagaimana sistem ini akan berdampak pada pelayanan di Puskesmas kedepannya.
Tabel 6. Hasil
Penilaian Keselarasan Organisasi
No |
Kode Informan |
Pertanyaan |
Skor |
||
1 |
2 |
3 |
|||
1 |
01 |
5 |
4 |
5 |
14 |
2 |
02 |
5 |
4 |
5 |
14 |
3 |
03 |
5 |
4 |
3 |
12 |
4 |
04 |
5 |
4 |
5 |
14 |
5 |
05 |
5 |
5 |
5 |
15 |
6 |
06 |
5 |
4 |
5 |
14 |
7 |
07 |
5 |
5 |
5 |
15 |
8 |
08 |
5 |
4 |
5 |
14 |
9 |
09 |
5 |
4 |
5 |
14 |
10 |
10 |
5 |
4 |
5 |
14 |
11 |
11 |
5 |
4 |
5 |
14 |
12 |
12 |
5 |
5 |
5 |
15 |
Rata-Rata |
14,1 |
Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa Puskesmas Kota Bekasi telah melakukan
perencanaan pada tahun sebelumnya, hal ini meliputi perencanaan untuk menambah
sarana berupa komputer atau laptop serta melakukan penambahan kecepatan internet
di Puskesmas. Aspek perencanaan merupakan langkah penting untuk dapat
memastikan implementasi RME berjalan lancar. Puskesmas perlu memiliki rencana
jangka panjang yang dapat mencakup seluruh aspek operasional dan teknis RME. Selain
perencanaan, Puskesmas juga membuat kerangka prioritas dalam implementasi RME
yang bertujuan untuk memastikan bahwa aspek kritis dalam RME dapat diterapkan
terlebih dahulu.
Diketahui juga bahwa
seluruh tenaga kerja di Puskesmas memiliki keterlibatan dalam perencanaan RME
dan Puskesmas menekankan kolaborasi tim. Keterlibatan setiap tenaga kerja tetap
memiliki porsi yang sesuai, beberapa tenaga kerja terlibat secara langsung dan
beberapa secara tidak langsung. Puskesmas diketahui memiliki tim manajemen
perencanaan RME yang terdiri dari kepala puskesmas, tata usaha, bendahara dan
penanggung jawab RME. Tim ini yang akan melakukan perencanaan tiap diperlukan.
Walaupun tidak semua tenaga kerja di Puskesmas termasuk dalam tim ini, namun
setiap ingin melakukan perencanaan, tim manajemen akan melibatkan seluruh staf
untuk melakukan evaluasi, mengutarakan saran, pendapat serta kebutuhan dalam
implementasi RME.
“ada tim khusus yaitu
tim manajemen. Berjalan berdasarkan permenkes manajemen puskesmas. Tapi kami
juga tampung masukan, kebutuhan dari unit pelayanan kemudian kami jadikan satu,
kami kaji mana yang prioritas mana yang bisa ditunggu” -(Informan 01)
“Semua terlibat evaluasi sebelumnya, tapi tidak semua di tim manajemen perencanaan” -(Informan 09)
Keterlibatan dokter atau tenaga kesehatan dalam melakukan perencanaan RME juga penting karena mereka merupakan pengguna utama sistem ini. Di Puskesmas, dokter diminta untuk mengutarakan saran dan pendapatnya mengenai RME yang kemudian saran ini disimpulkan menjadi sebuah perencanaan oleh tim manajemen perencanaan RME. Saran dari dokter maupun tenaga kesehatan dapat memberikan sudut pandang penting dalam merancang kebutuhan terkait dengan implementasi RME. Dokter dan tenaga kesehatan di Puskesmas juga dapat membantu dalam mengidentifikasi fitur-fitur penting yang dibutuhkan RME, memberikan feedback mengenai desain sistem yang dapat mengoptimalkan proses dalam alur kerja, serta melakukan edukasi terhadap tenaga kerja lainnya terkait RME.
Kesiapan Keseluruhan
Dalam penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil penilaian kesiapan keseluruhan Puskesmas Kota Bekasi secara organisasi disajikan pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Hasil Kesiapan
Keseluruhan Puskesmas Kota Bekasi
No |
Informan |
M |
FB |
O |
T |
OA |
Total (/75) |
1 |
01 |
20 |
11 |
12 |
7 |
14 |
64 |
2 |
02 |
20 |
11 |
10 |
8 |
14 |
63 |
3 |
03 |
19 |
11 |
8 |
5 |
12 |
55 |
4 |
04 |
19 |
10 |
10 |
6 |
14 |
59 |
5 |
05 |
19 |
10 |
12 |
7 |
15 |
63 |
6 |
06 |
20 |
11 |
12 |
8 |
14 |
65 |
7 |
07 |
20 |
11 |
12 |
8 |
15 |
66 |
8 |
08 |
19 |
10 |
11 |
7 |
14 |
61 |
9 |
09 |
20 |
10 |
12 |
8 |
14 |
64 |
10 |
10 |
20 |
10 |
10 |
7 |
14 |
61 |
11 |
11 |
19 |
11 |
8 |
5 |
14 |
57 |
12 |
12 |
20 |
10 |
12 |
8 |
15 |
65 |
Rata-Rata |
61,92 |
Berdasarkan penilaian tersebut, diketahui hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa Puskesmas Kota Bekasi telah siap dari aspek kapasitas manajemen, dan keselarasan organisasi. Namun, Puskesmas belum siap dalam kapasitas keuangan dan anggaran, kapasitas operasional serta kapasitas teknologi untuk dapat seterusnya menjalankan RME terintegrasi yang telah terstandar.
Puskesmas Kota Bekasi membutuhkan beberapa langkah strategi yang dapat dilakukan untuk implementasi RME yang didapat dari masing-masing variabel dalam hasil penelitian. Langkah yang telah dibuat oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi terkait dengan kekurangan atau ketidaksempurnaan sistem yang sedang berjalan dalam kesesuaiannya dengan peraturan pada PMK No. 24 Tahun 2022
2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan SDMK di Puskesmas mengenai RME
3. Melakukan perencanaan perubahan yang hendak dilakukan untuk melakukan perbaikan sistem
4. Melibatkan keseluruhan pemangku kepentingan termasuk tenaga medis, staf rekam medis untuk ikut andil dalam penyusunan perencanaan implementasi RME yang mencakup tahapan implementasi, alokasi sumber daya, pelatihan serta evaluasi
5. Memberikan pendidikan dan pelatihan untuk memastikan SDMK di Puskesmas memiliki kemampuan yang sesuai dalam penggunaan RME
6. Melakukan analisis kebutuhan infrastruktur dan mengajukan anggaran untuk penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dalam implementasi RME
7. Secara berkelanjutan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap hasil implementasi RME yang telah berjalan
8. Menindaklanjuti apabila terdapat penyimpangan terkait dengan standar yang telah ditetapkan dan segera melakukan tindakan untuk memperbaiki permasalahan yang terjadi
9. Mengeluarkan regulasi atau kebijakan yang jelas dan kompatibel untuk memastikan penggunaan RME yang aman dan efektif
10. Meningkatkan kolaborasi antara petugas kesehatan, pemerintah dan organisasi kesehatan lainnya untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas penggunaan RME dalam pelayanan kesehatan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 12 Puskesmas di Kota Bekasi kesiapan implementasi RME menunjukkan hasil skor
rata-rata yang diperoleh yaitu 61,92 dari 75, dimana diketahui Puskesmas Kota
Bekasi secara organisasi telah siap dalam kapasitas manajemen dan keselarasan
organisasi. Namun, Puskesmas Kota Bekasi diketahui masih belum siap dalam
kapasitas keuangan dan anggaran, operasional serta teknologi. Puskesmas membutuhkan
beberapa langkah strategi yang dapat dilakukan untuk implementasi RME dan tetap perlu memperhatikan dan meningkatkan kinerja manajemen dalam
melakukan perencanaan dan evaluasi implementasi RME di Puskesmas.
BIBLIOGRAFI
Arie, D.A.L. et al. (2024) ‘Analisis Kelengkapan dan
Keakuratan Data Rekam Medis Elektronikdi Puskesmas X Surabaya’, Jurnal
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 12(1), pp. 72–77.
Biruk, S. et al.
(2014) ‘Health Professionals readiness to implement electronic medical record
system at three hospitals in Ethiopia: a cross sectional study’, BMC Medical
Informatics and Decision Making, 14(115), pp. 1–8. Available at:
file:///C:/Users/Harrison/Downloads/s12911-014-0115-5.pdf.
Faida, E.W. and Ali,
A. (2021) ‘Analisis Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik dengan Pendekatan
DOQ-IT (Doctor’s Office
Quality-Information Technology)’, Jurnal Manajemen Informasi
Kesehatan Indonesia (JMIKI), 9(1), p. 67. Available at:
https://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/315.
Hakam, F. (2020)
‘Pelatihan Manajemen Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di Puskesmas Weru
Kabupaten Sukoharjo’, Journal of Community Engagement in Health, 3(1),
pp. 116–122. doi:10.30994/jceh.v3i1.58.
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2021) Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2022) Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Notoatmodjo (2010) Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sari, I.C., Alvionita,
C.V. and Gunawan (2016) ‘Literature Review Analisis Permasalahan Privasi Pada
Rekam Medis Elektronik’, 01(July), pp. 1–23.
Silalahi, R. and
Sinaga, E.J. (2019) ‘Perencanaan Implementasi Rekam Medis Elektronik Dalam Pengelolaan
Unit Rekam Medis Klinik Pratama Romana’, Jurnal Manajemen Informasi
Kesehatan Indonesia, 7(1), p. 22. doi:10.33560/jmiki.v7i1.219.
Tan, J. (2021) Adaptive
Health Management Information Systems: Concepts, Cases, and Practical
Applications. 4th edn. Canada: Jones & Bartlett Learning.
Tiorentap, D.R.A.
(2020) ‘Manfaat Penerapan Rekam Medis Elektronik di Negara Berkembang:
Systematic Literature Review’, Indonesian of Health Information Management
Journal (INOHIM), 8(2), pp. 69–79.
WHO (2006) Electronic
Health Records: Manual for Developing Countries, World Health
Organization. Available at:
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/207504/9290612177_eng.pdf;jsessionid=6B69879738D46757815ADF123A696FCA?sequence=1.
Widyawati (2022) Deretan
Transformasi Kesehatan oleh Menkes Budi. Available at:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220531/5640005/deretan-transformasi-kesehatan-oleh-menkes-budi/.
Wikansari, N. and
Febrianta, N.S. (2024) ‘Analisis Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik
Di Puskesmas Baki’, Prepotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), pp.
663–670.
Yilma, T.M. et al.
(2023) ‘Organizational and health professional readiness for the implementation
of electronic medical record system: an implication for the current EMR implementation
in northwest Ethiopia’, BMJ Health and Care Informatics, 30(1), pp. 1–8.
doi:10.1136/bmjhci-2022-100723.
Yulida, R., Lazuardi,
L. and Pertiwi, A.A.P. (2021) ‘Tantangan Implementasi Rekam Medis Elektronik
Berdasarkan Dimensi Sumber Daya Manusia Di RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta’, PROSIDING
DISKUSI ILMIAH: Inovasi dan Teknologi Informasi untuk Mendukung Kinerja PMIK
dalam Masa Pandemi Covid 19, pp. 102–106.
Yunisca, F., Chalimah,
E. and Sitanggang, L.O.A. (2022) ‘Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis Terhadap Hasil
Pemantauan Kesehatan Pekerja Radiasi di Kawasan Nuklir Serpong’, Reaktor :
Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir, 19(2), p. 34.
doi:10.17146/bprn.2022.19.2.6700.
Copyright holder: Atikah Khairunnisa, Wiku Bakti
Bawono Adisasmito (2024) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |