Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

KOMPETENSI AUDIT DAN RED FLAGS AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN DENGAN PERAN SKEPTISISME PROFESIONAL

 

Akhmad Ali Sodikin1 ,  , Jamaludin Iskak2

Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia1,2

Email: akhmadalisodikin@gmail.com 1

 

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implikasi kompetensi audit, red flags, serta skpetisme profesional terhadap deteksi kecurangan. Red flags (tanda bahaya) pada penelitian ini menggunakan persepsi pada kategori Pressure, Opportunity, Rationalization. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor KAP di Jakarta Selatan dengan menggunakan metode convenience sampling. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan yaitu data primer dengan cara pengumpulan data yaitu teknik kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan variabel bebas persepsi pada kategori Pressure, Opportunity, Rationalization, dan juga variabel moderasi yakni Skeptisisme Profesional. Sedangkan variabel terikat yakni deteksi kecurangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas Pressure, Opportunity dan Skeptisisme berperan dalam mendeteksi kecurangan. Sedangkan kompetensi audit dan Rationalization tidak berperan dalam mendeteksi kecurangan dalam perusahaan. Hasil lain dari penelitian ini adalah skeptisisme profesional dapat memperkuat atau memperlemah kompetensi audit, redflag pada kategori Pressure dan Rationalization terhadap deteksi kecurangan. Namun tidak dapat memperkuat atau memperlemah persepsi pada kategori Opportunity, terhadap deteksi kecurangan perusahaan.

Kata Kunci: Kompetensi Audit, Red flags, Pressure, Opportunity, Rationalization,

Skeptisisme Profesional, Deteksi Kecurangan, Fraud, Auditor

 

Abstract

This research was conducted to determine the implications of audit competency, red flags, and professional skepticism on fraud detection. Red flags (danger signs) in this research use perceptions in the categories Pressure, Opportunity, Rationalization. The population in this study were KAP auditors in South Jakarta using the convenience sampling method. In this research, the data source used is primary data using the data collection method, namely the questionnaire technique. The data analysis technique used is quantitative descriptive analysis. This research uses independent variables of perception in the categories Pressure, Opportunity, Rationalization, and also a moderating variable, namely Professional Skepticism. Meanwhile, the dependent variable is fraud detection. This research shows that the independent variables Pressure, Opportunity and Skepticism play a role in detecting fraud. Meanwhile, audit competency and Rationalization do not play a role in detecting fraud in the company. Another result of this research is that professional skepticism can strengthen or weaken audit competence, red flags in the Pressure and Rationalization categories for fraud detection. However, it cannot strengthen or weaken perceptions in the Opportunity category regarding company fraud detection.

Keywords: Audit Competency, Red flags, Pressure, Opportunity, Rationalization, Professional Skepticism, Fraud Detection, Fraud, Auditor

 

Pendahuluan

Bagi perusahaan, pertumbuhan ekonomi Indonesia memiliki dampak yang berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan bertahan, bisnis harus mengeksplorasi semua potensinya (Ratnawati et al., 2016). Namun, perlu diingat bahwa setiap kemajuan ekonomi akan datang bersamaan dengan munculnya berbagai bentuk baru penipuan akuntansi dan trik. Penipuan ini dapat merugikan tidak hanya pemilik dan investor tetapi juga karyawan, lembaga kredit, negara, dan bahkan perusahaan audit itu sendiri. Jika sebagian besar insiden penipuan terungkap setelah laporan keuangan diaudit, berbagai kasus penipuan bahkan akan menjadi perhatian serius (Hussin & Iskandar, 2013). Dalam penelitian Pricewaterhouse Coopers tahun 2009, Kejahatan Ekonomi Global, mereka menemukan bahwa kemungkinan penipuan bisnis meningkat selama krisis ekonomi. Penelitian ini, yang melibatkan lebih dari 3000 eksekutif senior di 54 negara, menemukan bahwa satu insiden penipuan terjadi di 30% bisnis. 68 persen terjadi melalui penggelapan, 38 persen melalui akuntansi, dan 27 persen melalui penyuapan dan penyalahgunaan.

Selain di negara lain, kecurangan akuntansi juga terjadi di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh likuidasi sektor perbankan, keterlibatan manajemen dalam kejahatan kerah putih, manipulasi pajak, dan korupsi di daerah pemilihan dan dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 2013, Corruption Perception Index menempatkan Indonesia pada posisi 114 dari 177 negara, dan pada posisi 7 dari 10 negara di kawasan ASEAN (Transparancy International 2013). Untuk mendeteksi kecurangan, akuntan, auditor, dan profesi akuntansi harus proaktif. Ini karena kecurangan dianggap sebagai masalah yang paling serius dan menantang dalam lingkungan bisnis saat ini (Rustiarini & Novitasari, 2014). Di Indonesia juga terdapat beberapa kasus kecurangan, antara lain pada tahun 2011, pada Bank Mandiri Tbk. Hilangnya dana deposito PT Taspen sebesar Rp 110 miliar di PT Bank Mandiri Tbk, pada Tahun 2013 di bulan April, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan kritik terkait Bank Mutiara yang melakukan kecurangan sebesar 6,7 tirilun rupiah, tahun 2014, di bulan April pembobolan kredit Bank Danamon Cluster Pasuruan senilai 12 milyar rupiah terbongkar, tahun 2019, tercatat bahwa Garuda Indonesia Group membukukan laba bersih sebesar USD809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS).

Menurut survei yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) (2016), korupsi adalah jenis kejahatan yang paling umum di Indonesia. Sebanyak 67% dari 154 orang yang mengikuti survai fraud Indonesia memilih korupsi. Hal ini berbeda dengan temuan Report to The Nationss (2016) oleh ACFE, yang menyatakan bahwa penyalahgunaan aset adalah jenis fraud terbanyak. Dalam survai fraud Indonesia, 71 orang, atau 31 persen dari peserta, memilih penyalahgunaan aset. Laporan keuangan adalah jenis fraud terbanyak ketiga, yang dipilih oleh empat orang, atau 2% dari responden, yang berbeda karena pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh jumlah publikasi tentang korupsi yang cukup besar (acfe- indonesia.or.id/, 2017).



Gambar 1. Fraud Terbanyak di Indonesia

Sumber: https://acfe-indonesia.or.id/

 

Perusahaan dengan sistem kontrol internal yang tidak efektif akan berdampak pada tata kelola perusahaan yang buruk sehingga penipuan dan manipulasi dapat terjadi dengan mudah (Shapiro & Matson, 2008). Karena itu selama proses audit, auditor menggunakan banyak prosedur dan teknik untuk mendeteksi kecurangan dan manipulasi. Salah satu prosedur adalah penggunaan tanda bahaya yang dapat bertindak sebagai indikator pelaporan keuangan yang curang. Red flags adalah indikator bahwa aktivitas penipuan dapat terjadi; mereka tidak mutlak, tetapi harus diselidiki untuk memastikan kegiatan penipuan tidak ada (Henschke et al., 2008). Dari jumlah tersebut, Korupsi memiliki kasus sebanyak 178 kasus, penyalahgunaan aktiva sebanyak 41 kasus, dan kecurangan Laporan Keuangan sebanyak 10 kasus.

Merujuk pada kasus manipulasi pelaporan keuangan, (Suryanto et al., 2017) menyatakan bahwa hal seperti itu tidak hanya dapat terjadi karena kerjasama yang buruk antaraauditor dan audit, tetapi juga karena kegagalan auditor untuk mendeteksi kecurangan. Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan menjadi penyebab auditor tidak mampu mendeteksi kecurangan yaitu faktor yang berasal dari diri auditor (sisi internal) dan faktor yang berasal bukan dari diri auditor (sisi eksternal) (Rezaee, 2005). Faktor internal yang dimaksud meliputi kepribadian auditor, etika auditor, dan sikap skeptisisme yang dimiliki auditor. Sedangkan faktor eksternal meliputi tugas audit, dan Kompetensi audit. Karena pentingnya red flags, lembaga akuntansi internasional menggunakannya dalam peraturan mereka karena mereka memiliki tanda-tanda tentang kegiatan penipuan Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan membahas mengenai Kompetensi Audit Dan Red flags Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Dengan Peran Skeptisisme Profesional.

 

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif. (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang berbasis pada filsafat positivisme dan digunakan untuk mempelajari populasi atau sampel tertentu. Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel purposive digunakan. metode pengambilan sampel purposive adalah metode pengambilan sampel yang disesuaikan dengan standar tertentu. Penelitian ini dilakukan di Jakarta Selatan karena keterbatasan waktu dan untuk mempermudah pengumpulan data. Selain itu, KAP Bigfour dan KAP Jakarta Selatan yang terdaftar pada direktori Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) adalah bagian dari provinsi DKI Jakarta, sehingga mewakili populasi responden sebagai sampel penelitian.

 

 

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat kuesioner sebagai sumber data primer dan Skala likert digunakan dalam penyusunan kuesioner penelitian ini. Data primer diperoleh dengan menggunakan pernyataan yang telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari responden dalam penelitian. Bentuk pertanyaan yang diajukan berupa alternatif pilihan pendapat yang menggunakan skala likert 5 poin yakni sangat tidak setuju (1), kurang setuju (2), cukup setuju (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). Jenis dan sumber data penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Okpatrioka, 2023). Sedangkan untuk data sekunder, peneliti memperoleh informasi yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, tesis, skripsi, website resmi dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

 

Metode Analisis Data

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan pendekatan Structural Equation Model (SEM) berbasis Partial Least Square (PLS). Menurut (Santoso, 2014) SEM adalah teknik analisis multivariate yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar indikator dengan konstruknya, ataupun hubungan antar konstruk. Menurut (Ghozali & Latan, 2012), PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi berbasis varian. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik PLS yang dilakukan dengan dua tahap, yaitu; (1) Tahap pertama adalah melakukan uji measurement model, yaitu menguji validitas dan reliabilitas konstruk dari masing-masing indikator. (2) Tahap kedua adalah melakukan uji structural model yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar variabel/korelasi antara konstruk konstruk yang diukur dengan menggunakan uji t dari PLS itu sendiri

 

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Statistik Kuisioner Penelitian

Penelitian ini menggunakan objek pada KAP di Jakarta Selatan yang berjumlah 86 KAP dengan 634 auditor yang terdaftar pada direktori IAPI. Penerapan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yang dilakukan berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan peneliti. Tabel berikut merupakan rincian kriteria pemilihan sampel yang telah ditetapkan.

 

Tabel 1. Penentuan Sampel

Keterangan Perusahaan

Jumlah

Jumlah Kuisioner yang disebarkan

634

Jumlah Kuisioner yang tidak Kembali

(338)

Jumlah Kuisioner yang Kembali

296

Jumlah Kuisioner yang tidak dapat diolah

110

Jumlah Kuisioner yang dapat Diolah

168

 

 

 

 

 

Sumber : Data Diolah Oleh Peneliti

 

Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi responden untuk penyebaran kuisioner dengan jumlah sampel sebanyak 86 KAP dengan 634 auditor. Namun hasil pengumpulan data hanya diterima 168 kuisioner dari 86 KAP.

 

Kompetensi Audit

Untuk mengukur kompetensi audit (Variabel X1) penulis membuat pertanyaan berjumlah 3 butir dan berikut jawaban dari responden tersebut.

 

Tabel 2. Frekuensi Jawaban Per Indikator Kompetensi Audit

Item Pernyataan

Bobot/Skor

SS

S

CS

KS

STS

1

70

77

13

0

0

2

40

118

2

0

0

3

66

90

4

0

0

 

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa total jawaban terbanyak dari seluruh pernyataan yaitu berpendapat setuju sebanyak 77 orang, 118 orang dan 90 orang dari total sampel. Pendapat setuju terbanyak yakni pada pertanyaan butir 2 yakni 118 orang.

 

Skeptisisme

Untuk mengukur persepsi pada kategori skeptisisme, penulis membuat pertanyaan dengan jumlah 6 butir yang telah diisi oleh para responden. Dan berikut jawaban para responden yang dirangkum dalam tabel berikut.

 

Tabel 3. Frekuensi Jawaban Per Indikator Skeptisisme

Item Pernyataan

Bobot/Skor

SS

S

CS

KS

STS

1

0

155

5

0

0

2

105

50

5

0

0

3

99

61

0

0

0

4

115

45

0

0

0

5

115

40

5

0

0

6

105

55

0

0

0

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari tabel tersebut disimpulkan bahwa total jawaban terbanyak dari seluruh pernyataan 1 sampai 6 yaitu berpendapat sangat setuju kecuali poin 1 dengan setuju sebanyak 155 orang. Untuk jawaban sangat setuju mulai dari poin 2-6 masing – masing sebanyak 105 orang, 99 orang, 115 orang, 115 orang, 105 orang dari 160 orang total sampel. Dan pendapat sangat setuju terbanyak yakni diperoleh dari pernyataan poin 13 yakni sebanyak 110  sedangkan jawaban setuju terbanyak dari pernyataan poin 1 yakni 155 orang.

 

Deteksi Kecurangan

Untuk mengukur persepsi pada kategori deteksi kecurangan (Variabel Y), penulis membuat indikator yang berjumlah 7 butir yang telah diisi oleh para responden dan berikut tabelnya.

 

 

 

 

 

Item Pernyataan

Bobot/Skor

SS

S

CS

KS

STS

1

114

46

0

0

0

2

105

50

5

0

0

3

99

61

0

0

0

4

115

45

0

0

0

5

0

0

0

150

10

6

0

0

0

150

10

7

0

150

0

10

0

Tabel 4. Frekuensi Jawaban Per Indikator Deteksi Kecurangan

 

 

 

 

 

Dari tabel 4 tersebut disimpulkan bahwa total jawaban terbanyak dari seluruh pernyataan 1 hingga 7 yaitu berpendapat sangat setuju kecuali poin 5 hingga 7 dengan hasil tebanyak untuk poin 5 hingga 6 yakni kurang setuju masing-masing sebanyak 150 orang dan poin 7 dengan hasil tebanyak dengan jawabab setuju sebanyak 150 orang. Untuk jawaban sangat setuju mulai dari poin 1 hingga 4 masing-masing sebanyak 114 orang, 105 orang, 99 orang, dan 115 orang dari 160 orang total sampel.

 

Uji Struktural (Inner Model )

 

Tabel 5. Struktural (Inner Model)

Keterangan

R Square

R Square Adjusted

Deteksi Kecurangan

0,941

0,938

Sumber : Data primer yang diolah, 2020

 

Berdasarkan pengolahan data dengan PLS, dihasilkan nilai R square sebesar 0,941 yang dapat diinterpretasian bahwa variabel deteksi kecurangan dapat dijelaskan oleh variabel Kompetensi  Audit, Pressure, Opportunity, Razionalitation, Skeptisisme Profesional sebesar 94,1 % sedangkan 5,9 % dijelaskan oleh variabel lain yang diluar penelitian.

Tabel 6. Uji Struktural

Hubungan

Original Sample (O)

T-Statistic

Keterangan

Kompetensi Audit -> Deteksi Kecurangan

-0.167

1.396

Tidak Signifikan

Pressure -> Deteksi Kecurangan

0.209

4.052

Signifikan

Opportunity -> Deteksi Kecurangan

-0.268

2.771

Signifikan

Rationalization -> Deteksi Kecurangan

0.054

0.381

Tidak Signifikan

Skeptisisme -> Deteksi Kecurangan

1.057

17.775

Signifikan

Deteksi Kecurangan -> Skeptisisme memoderasi Kompetensi Audit

-0.313

2.337

Signifikan

Skeptisisme memoderasi Pressure -> Deteksi Kecurangan

-0.227

4.773

Quasi Moderasi

Skeptisisme memoderasi Opportunity -> Deteksi Kecurangan

0.162

1.564

Quasi Moderasi

Skeptisisme memoderasi Rationalization -> Deteksi Kecurangan

0.376

2.129

Full Moderasi

Sumber: Data primer yang diolah, 2020

 

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa

1)    Variabel Kompetensi Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,167 dan signifikan pada 5% (t hitung (1,396) < t tabel (1,960)).

2)    Variabel Pressure berpengaruh signifikan terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,209 dan signifikan pada 5% (t hitung (4,052) > t tabel (1,960)).

3)    Variabel Opportunity berpengaruh signifikan terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,268 dan signifikan pada 5% (t hitung (2,771) > t tabel (1,960)).

4)    Variabel Rationalization tidak berpengaruh signifikan terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,054 dan signifikan pada 5% (t hitung (0,381) < t tabel (1,960)).

5)    Variabel Skeptisisme Profesional berpengaruh signifikan terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 1,057 dan signifikan pada 5% (t hitung (17,775) > t tabel (1,960)).

6)    Variabel Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,313 dan signifikan pada 5% (t hitung (2,337) > t tabel (1,960)).

7)    Variabel Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Pressure terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,227 dan signifikan pada 5% (t hitung (4,773) > t tabel (1,960)).

8)    Variabel Skeptisisme Profesional tidak dapat memoderasi Opportunity terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,162 dan signifikan pada 5% (t hitung (1,564) < t tabel (1,960)).

9)    Variabel Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Razionalitation terhadap Deteksi Kecurangan dengan nilai koefesien parameter sebesar 0,376 dan signifikan pada 5% (t hitung (2,129) > t tabel (1,960)).

 

Pembahasan

Kompetensi Audit Terhadap Deteksi Keuangan

Dari hasil penelitian  diperoleh nilai t-hitung X1 = 1,396 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung < t-tabel, maka Kompetensi audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap deteksi kecurangan. Artinya Kompetensi audit tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dan penelitian dengan hasil bahwa Kompetensi audit tidak berpengaruh signifikan terhadap deteksi kecurangan. Di sisi lain penelitian ini membuktikan bahwa Atribusi kurang efektif dalam mendeteksi laporan keuangan. Selain itu hasil ini kurang mendukung pendapat (Wahyudi et al., 2014) bahwa Kompetensi audit yang diikuti auditor mungkin menyebabkan struktur pengetahuan auditor tentang kekeliruan akan bertambah.

 

Preasure terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X2 = 4,052 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung > t-tabel, maka Pressure secara signifikan berpengaruh terhadap deteksi kecurangan. Artinya persepsi pada kategori Pressure efektif dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahim dkk (2019) dengan hasil bahwa Pressure berpengaruh positif signifikan terhadap Deteksi Kecurangan. Di sisi lain penelitian ini membuktikan bahwa teori Segitiga dan Atribusi berlaku dalam mendeteksi laporan keuangan. Selain itu hasil ini mendukung pendapat Di (DiNAPOLI, 2008) bahwa Pressure dan Opportunity dinilai sebagai unsur yang dapat mempengaruhi tindakan kecurangan seseorang.

 

Opportunity terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X3 = 2,771 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung > t-tabel, maka Opportunity secara signifikan berpengaruh terhadap deteksi kecurangan. Artinya persepsi pada kategori Opportunity efektif dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Suartana, 2009) dengan hasil bahwa Opportunity berpengaruh negatif signifikan terhadap Deteksi Kecurangan. Di sisi lain penelitian ini membuktikan bahwa teori Segitiga dan Atribusi berlaku dalam mendeteksi laporan keuangan. Selain itu hasil ini kurang mendukung pendapat (Wahyudi et al., 2014) bahwa Kompetensi audit yang diikuti auditor mungkin menyebabkan struktur pengetahuan auditor tentang kekeliruan akan bertambah.

 

Razionalization terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X4 = 0,381 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung < t-tabel, maka razionalitation tidak berpengaruh secara signifikan terhadap deteksi kecurangan. Artinya persepsi pada kategori razionalitation tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian manapun. Dengan kata lain Razionalitation di KAP Jakarta Selatan kurang efektif dalam deteksi laporan keuangan. Di sisi lain hasil ini tidak mendukung pendapat DiNapoli (2010) bahwa Razionalization dinilai sebagai unsur yang dapat mempengaruhi tindakan kecurangan seseorang.

 

Skeptisisme Profesional terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X4 = 17,775 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung > t-tabel, maka skeptisisme professional berpengaruh signifikan terhadap deteksi kecurangan. Artinya skeptisisme profesional efektif dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan 12 dari seluruh 12 hasil penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dan menggunakan skeptisisme sebagai variable eksogen. Dengan kata lain skeptisisme profesional pada Auditor KAP Jakarta Selatan sangat efektif dalam deteksi kecurangan laporan  keuangan.

 

Moderasi Skeptisisme  Pada Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X5 = 2,337 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung < t-tabel, maka skeptisisme dapat memoderasi Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahim dkk (2019) dengan hasil bahwa Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan. Selain itu penelitian ini membuktikan bahwa teori disonansi kognitif berlaku dalam mendeteksi laporan keuangan. Hal ini sesuai pendapat (Kurniasih, 2018) bahwa sikap skeptisisme auditor dapat membantu ketika terjadi disonansi kognitif yaitu dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan. Unsur kognitif yang dimaksud disini adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercaya orang mengenai sesuatu obyek, lingkungan, diri sendiri atau perilakunya dapat diperoleh dari Kompetensi auditor.

 

Moderasi Skeptisisme pada Pressure terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X6 = 4,773 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung > t-tabel, maka skeptisisme dapat memoderasi Pressure terhadap Deteksi Kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahim dkk (2019) dengan hasil bahwa Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan. Selain itu penelitian ini membuktikan bahwa teori disonansi kognitif berlaku dalam mendeteksi laporan keuangan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Kurniasih, 2018) bahwa sikap skeptisisme auditor dapat membantu ketika terjadi disonansi kognitif yaitu dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan. Unsur kognitif yang dimaksud disini adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercaya orang mengenai sesuatu obyek, lingkungan, diri sendiri atau perilakunya yang dapat diperoleh dari unsur Pressure seseorang.

 

Moderasi Skeptisisme Pada Opportunity terhadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X7 = 1,564 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung < t-tabel, maka skeptisisme tidak dapat memoderasi Opportunity terhadap Deteksi Kecurangan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rahim dkk (2019) dengan hasil bahwa Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan. Selain itu penelitian ini membuktikan bahwa teori disonansi kognitif tidak berlaku dalam mendeteksi laporan keuangan. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan dalam SPKN (2007) bahwa skeptisisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan yang diperoleh dari unsur Opportunity auditor pada saat pemeriksaan kecurangan berlangsung.

 

Moderasi Skeptisisme pada Razionalization tehadap Deteksi Kecurangan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai t-hitung X8 = 2,129 dan t-tabel 1,960. Oleh karena t-hitung < t-tabel, maka skeptisisme dapat memoderasi Rationalization terhadap Deteksi Kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahim dkk (2019) dengan hasil bahwa Skeptisisme Profesional dapat memoderasi Kompetensi Audit terhadap Deteksi Kecurangan. Selain itu penelitian ini membuktikan bahwa teori disonansi kognitif berlaku dalam mendeteksi laporan keuangan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Kurniasih, 2018) bahwa sikap skeptisisme auditor dapat membantu ketika terjadi disonansi kognitif yaitu dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan. Unsur kognitif yang dimaksud disini adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercaya orang mengenai sesuatu obyek, lingkungan, diri sendiri atau perilakunya yang dapat diperoleh dari unsur Rationalization seseorang.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan perumusan masalah sebagai berikut: (1) Kompetensi Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Deteksi Kecurangan, sehingga Kompetensi audit tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan. (2) Redflags pada kategori Pressure berpengaruh signifikan terhadap deteksi kecurangan, sehingga persepsi pada kategori Pressure efektif dalam mendeteksi kecurangan. (3) Redflags pada kategori Opportunity berpengaruh signifikan terhadap deteksi kecurangan, sehingga persepsi pada kategori Opportunity efektif dalam mendeteksi kecurangan. (4) Redflags pada kategori Razionalization tidak berpengaruh signifikan terhadap deteksi kecurangan, sehingga persepsi pada kategori Razionalization tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan. (5) Skeptisisme Profesional berpengaruh signifikan terhadap Deteksi Kecurangan, sehingga Kompetensi audit efektif dalam mendeteksi kecurangan. (6) Skeptisisme profesional dapat memoderasi Kompetensi audit terhadap deteksi kecurangan perusahaan. (7) Skeptisisme profesional dapat memoderasi persepsi pada kategori Pressure terhadap deteksi kecurangan perusahaan. (8) Skeptisisme profesional tidak dapat memoderasi persepsi pada kategori Opportunity terhadap deteksi kecurangan perusahaan. (9) Skeptisisme profesional dapat memoderasi pengaruh persepsi pada kategori Razionalization terhadap deteksi kecurangan perusahaan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Dinapoli, T. P. (2008). State of New York office of the state comptroller.

Ghozali, I., & Latan, H. (2012). Partial least square: Konsep, teknik dan aplikasi SmartPLS 2.0 M3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 115–126.

Henschke, N., Maher, C. G., & Refshauge, K. M. (2008). A systematic review identifies five “red flags” to screen for vertebral fracture in patients with low back pain. Journal of Clinical Epidemiology, 61(2), 110–118.

Hussin, S., & Iskandar, T. M. (2013). Exploratory factor analysis on Hurtt’s professional skepticism scale: A Malaysian perspective. Asian Journal of Accounting and Governance, 4(1), 11–19.

Kurniasih, Y. (2018). Pengaruh Orientasi Etika, Pengalaman dan Kompetensi Auditor Internal terhadap Skeptisisme Profesional Serta Dampaknya terhadap Kualitas Hasil Audit (Survey pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI). Eqien-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 5(2), 73–89.

Okpatrioka, O. (2023). Research and development (R&D) penelitian yang inovatif dalam pendidikan. Dharma Acariya Nusantara: Jurnal Pendidikan, Bahasa Dan Budaya, 1(1), 86–100.

Ratnawati, T., Salean, D., & Maqsudi, A. (2016). Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan Perusahaan. Jurnal Ekonomi & Bisnis, 1(1), 121–132.

Rezaee, Z. (2005). Causes, consequences, and deterence of financial statement fraud. Critical Perspectives on Accounting, 16(3), 277–298.

Rustiarini, N. W., & Novitasari, N. L. G. (2014). Persepsi auditor atas tingkat efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 5(3), 345–354.

Santoso, S. (2014). Statistik Multivariat Edisi Revisi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Doi.

Shapiro, B., & Matson, D. (2008). Strategies of resistance to internal control regulation. Accounting, Organizations and Society, 33(2–3), 199–228.

Suartana, I. W. (2009). Pengalaman Audit, Red Flags, dan Urutan Bukti. MAKSI, 9.

Sugiyono, P. D. (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, penerbit Alfabeta. Jakarta.

Suryanto, R., Indriyani, Y., & Sofyani, H. (2017). Determinan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Muhammadiyah University Yogyakarta.

Wahyudi, D. P., Nur, E., & Saidi, J. (2014). Faktor yang mempengaruhi pemberian opini audit dalam laporan keuangan melalui pertimbangan materialitas dan skeptisme profesional auditor. Igarss 2014, 1, 1–5.

 

Copyright holder:

Akhmad Ali Sodikin ,  , Jamaludin Iskak (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: