Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 8, Agustus 2024
Yayu Bondan
Pujiniarti1, Fauzi2
UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri
Purwokerto, Purwokerto,
Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstract
Character
education is an early foundation for early childhood can be done through
various activities one of them is a thousand-day program. The phenomenological
research with this qualitative approach is shown to describe management
activities in a thousand-day program to shape the character of early childhood
in RA Diponegoro Gandasuli.
The participants in this study are the head of RA Diponegoro
Gandasuli, teachers and parents. The data from this
study uses interviews, observations and documentation techniques. The
instruments used for both interviews and observations are field records. The
data that has been collected is then analyzed using
the Miles and Huberman model data analysis technique which consists of the
stage of data reduction, data display and verification. At the reduction of
data is done data selection relevant to the purpose of research. On the data
display is performed data presentation and on the verification is done analysis
drawing conclusions. The results of this study showed that the management of a
thousand-day program to shape the character of early childhood in RA Diponegoro Gandasuli was carried
out by updating the four management functions, namely the function of planning,
organization, implementation, and supervision. The one-thousand-year program at
RA Diponegoro Gandasuli has
been able to shape the character of children who have social concerns as well
as the ability to communicate with one another in politeness and courtesy.
Keywords:
child, character, management, program, sedekah
Program
"Sedekah Seribu
Hari" adalah inisiatif
yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka. Dengan
adanya program ini, diharapkan dapat memberikan bantuan yang signifikan bagi mereka yang kurang mampu. Melalui kerjasama antara berbagai pihak, program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat yang membutuhkan, memberi mereka kesejahteraan dan kesetabilan hidup yang lebih baik (Ardiansyah, 2023).
Diharapkan juga bahwa program
ini akan mendorong lebih banyak orang untuk membantu sesama. Diharapkan program ini dapat berlanjut dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat yang membutuhkan dengan bekerja sama antara berbagai
pihak. Semoga dengan adanya program sedekah ini, orang-orang yang kurang mampu dapat
merasakan bahwa orang lain mendukung mereka dan peduli pada mereka (Arafat et al., 2023).
Diharapkan bahwa dukungan ini akan
menumbuhkan semangat dan harapan bagi mereka
untuk tetap hidup dan berjuang menghadapi tantangan dalam kehidupan. Program sedekah ini juga diharapkan dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan harmonis bagi semua (Fajrina et al., 2020). Dengan cara ini, diharapkan masyarakat dapat mencapai kesejahteraan bersama dengan saling mendukung dan memperkuat ikatan kebersamaan. Selain itu, program sedekah ini dapat memberikan
kesempatan bagi masyarakat yang lebih mampu untuk berbagi
kekayaan dengan orang-orang
yang kurang beruntung. Dengan adanya rasa kepedulian dan empati yang terus-menerus, diharapkan dapat menumbuhkan sikap gotong royong dan rasa empati
di antara masyarakat (Ranam et al., 2021). Diharapkan bahwa kerja sama dan kebersamaan dapat secara bertahap mengakhiri kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Ini akan memungkinkan
setiap anggota masyarakat menikmati keadilan dan kesejahteraan yang sama. Sebagai contoh,
program sedekah yang dijalankan
oleh komunitas lokal di desa X berhasil mengumpulkan donasi dari warga yang lebih mampu untuk
membantu keluarga yang kurang mampu. Program ini menciptakan hubungan solidaritas yang kuat di antara warga desa X, yang membantu meningkatkan kesejahteraan bersama dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan damai.
Dengan adanya kerjasama dan kepedulian antarwarga, diharapkan kesenjangan sosial dapat tereduksi dan setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk meraih
kehidupan yang lebih baik. Semangat gotong royong dan
rasa kebersamaan yang terus
ditanamkan oleh komunitas lokal tersebut menjadi contoh bagi masyarakat lain untuk turut berperan
dalam membangun keadilan sosial di lingkungan sekitar (Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
HAMKA Jakarta & Digdoyo, 2018).
Pentingnya Pembentukan Karakter Pada Anak Usia Dini adalah sebuah hal
yang tidak bisa diabaikan. Pendidikan karakter
yang diterapkan sejak usia dini akan
membentuk dasar-dasar moral
dan etika yang kuat pada anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh
menjadi individu yang bertanggung jawab, peduli, dan berempati terhadap sesama (Ananda, 2017). Melalui pendidikan karakter, diharapkan anak-anak dapat mengembangkan kemampuan untuk mengatasi berbagai tantangan dan konflik yang mungkin dihadapi di masa depan, sehingga mereka dapat menjadi agen
perubahan yang positif dalam masyarakat dan lingkungan sekitar (Wijaya, 2020). Oleh karena itu, penting
bagi orangtua dan pendidik untuk memberikan contoh yang baik dan mendukung perkembangan karakter anak-anak sejak dini. Dengan memperkuat
nilai-nilai positif seperti integritas, kejujuran, dan rasa tanggung jawab, generasi muda akan menjadi
pilar yang kokoh dalam pembangunan bangsa ke depan. Dengan
demikian, Pembentukan Karakter Pada Anak Usia Dini tidak hanya menjadi
tugas individu, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk
menciptakan masa depan yang
lebih baik bagi semua.
Raudlatul Athfal merupakan Lembaga PAUD yang bisa dijadikan sebagai media untuk membentuk karakter atau kepribadian
anak sejak dini (Sufiani et al., 2022). Salah
satu RA yang sedang membentuk karakter anak yaitu RA Diponegoro
Gandasuli yang telah mengadakan kegiatan program sedekah seribu sehari untuk memupuk
dan mengembangakan kepedulian
social anak sejak dini.
Kepala RA mengungkapkan bahwa program tersebut anak-anak bukan hanya bisa
memiliki karakter peduli, tetapi juga memiliki karakter-karakter lainnya. Namun menurutnya tidaklah mudah untuk bisa
melaksanakan program tersebut
karena ada banyak stakeholders di dalamnya.
Sebagai kepal RA ia dituntut untuk
bisa menjadi manajer yang baik dalam program sedekah sehari seribu agar tujuan program dapat tercapai. Hal itulah yang kemudian menjadikan penulis termitivasi untuk melakukan penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan kegiatan manajemen dalam program sedekah seribu sehari untuk membentuk
karakter anak usia dini di RA Diponegoro Gandasuli.
Ada beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian penulis. Pertama, penelitian I Made Hartawan yang berjudul “Pengembangan karakter Anak Usia Dini melalui Pembelajaran Inovatif”. Penelitianya bertujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan pengembangan karakter anak usia
dini melalui pembelajaran inovatif di TK. Penelitianya dengan penelitian penulis sama-sama mengkaji tentang pembentukan karakter pada anak usia dini. Perbedaanya
adalah penelitianya mendiskripsikan bagaimana pembelajaran inovatif dapat mengembangkan karakter anak usia
dini, sedangkan penelitian penulis mendiskripsikan pembantukan karakter pada anak usia dini melalui
program sedekah seribu sehari (Hartawan, 2022).Kedua, penelitian Abdul Munir dan Syukurman
yang berjudul” Dampak Nilai-Nilai
Islam Pada Perkembangan Moral Dan Perilaku
Pro-Sosial Pada Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Sosiologi
Di STKIP Bima”. Penelitianya ditujukan
untuk mengetahui tentang bagaimana menekankan pentingnya nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran dan pengembangan
moral mahasiswa. Penelitianya
dengan penelitian penulis sama sama
mengkaji tentang Pendidikan
karakter. Sedangkan perbedaanya adalah adalah jika penelitianya
mengkaji tentang pembentukan karakter yang dilakukan dengan mengajarkan nilai-nilai islam. Sementara itu penelitian penulis mengkaji tentang pembentukan karakter melalui nilai islam yang lebih spesifik yaitu program sedekah seribu sehari (Munir &
Syukurman, 2023).
Ketiga Penelitian
Siti Fatimah, Rosihin Mansur dan Adi Sudrajat yang berjudul “Implementasi Kegiatan Infaq dan Sedekah dalam Membentuk Karakter Peduli Sosial Santri Pondok
Pesantren Al-Barokah Tlogomas Lowokwaru Malang”. Penelitianya ditujukan untuk menganalisis salah satu karakter yaitu
sikap peduli social. Persamaan penelitianya dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengkaji tentang pembentukan karakter. Perbedaanya adalah jika penelitianya
focus pada kajian pembentukan
karakter peduli social. Sedangkan penelitian penulis focus pada kajian pembentukan karakter secara umum (Wiyani & Setiani, 2022).
Karena penulis tidak melakukan rekayasa terhadap subjek penelitian, pendekatan penelitian kualitatif yang bersifat natural digunakan. Penulis juga memilih untuk menggunakan
pendekatan kualitatif karena, menurut Moriarty, pendekatan ini sangat cocok untuk mengkaji
bidang ilmu sosial dan humaniora (seperti pendidikan). (Moriarty,
2001).
Jenis penelitian yang dipilih oleh penulis adalah fenomenologi, karena mereka ingin
menyelidiki apa yang dilakukan subjek penelitian. (Moleong, 2007). Selain itu, data kontekstual dapat diperoleh dengan menggunakan jenis penelitian fenomenologi di bidang pendidikan, yang memungkinkan proses analisis data
secara faktual dan komprehensif.
Penulis melakukan observasi partisipan, yang berarti mereka terlibat atau berpartisipasi
dalam kegiatan yang diamati. Ini memungkinkan
penulis untuk melakukan kegiatan observasi sekaligus melakukan kegiatan wawancara, dengan memberikan pertanyaan wawancara yang mengacu pada informasi yang mereka temui selama kegiatan
observasi. Semua kegiatan observasi dan wawancara didokumentasikan dalam catatan lapangan,
juga dikenal sebagai catatan lapangan. Catatan lapangan ini cocok digunakan
sebagai alat penelitian untuk penelitian yang melibatkan kedua teknik wawancara
bebas dan observasi partisipan. Penulis menggunakan observasi partisipan untuk mengumpulkan data tentang keberhasilan program seribu sehari.
Namun, sumber data yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari dokumen yang berkaitan dengan subjek penelitian, seperti foto dan laporan tentang kegiatan yang dilakukan oleh
program sedekah seribu sehari (sugiyono, 2012).
Ini adalah empat fungsi manajemen:
perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan.
Instrument penelitian menunjukkan
langkah-langkah ini yang digunakan sebagai indicator.
Merumuskan tujuan, membuat strategi, menetapkan kebutuhan, dan membuat jadwal adalah indikator
untuk alat perencanaan. (Hitt & Meyers, 2018). Indicator untuk alat pengorganisasian, seperti komunikasi dan koordinasi (Wiyani & Setiani, 2022). Menggerakkan stakeholder, melibatkan
mereka secara aktif, membimbing mereka, dan memotivasi mereka adalah indikator
untuk instrument pelaksanaan.(Maduretno & Fajri, 2019). Namun, metrik pengawasan termasuk: pengawasan dan evaluasi (Nasser et al., 2021).
Teknik triangulasi sumber data digunakan untuk memverifikasi validitas data setelah dikumpulkan. Metode ini menggunakan data yang berasal dari minimal dua pihak. Setelah itu, data dianalisis menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga
tahap: reduksi data,
display data, dan verifikasi. Pada tahap reduksi data, data dipilih untuk digunakan
untuk menjawab rumusan masalah penelitian, dan pada tahap
display data, data disajikan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Pada tahap verifikasi, data disajikan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. (Wiyani & Setiani, 2022).
Pertama, merencanakan program sedekah seribu sehari untuk
membentuk karakter anak usia dini
di RA Diponegoro Gandasuli.
Perencanaan dalam manajemen adalah kegiatan merencanakan apa yang akan terjadi
di masa depan. Perencanaan
juga dapat berarti memperkirakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. (Alexander, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, untuk membentuk karakter anak usia
dini di RA Diponegoro Gandasuli, kegiatan perencanaan program sedekah sehari seribu meliputi:
(1) menentukan tujuan
program sedekah sehari seribu, (2) membuat strategi pelaksanaan program sedekah sehari seribu, (3) menentukan kebutuhan untuk pelaksanaan program sedekah sehari seribu, dan (4) membuat jadwal kegiatan.
Para wali murid di
RA Diponegoro Gandasuli menginginkan anak-anak mereka menjadi orang yang berkarakter atau berakhlak mulia, menurut Ketua Komite
RA. Hal ini berkaitan dengan tujuan program sedekah seribu sehari. Untuk memenuhi
keinginan dan harapan tersebut, kepala RA Diponegoro Gandasuli mendirikan program Sedekah Seribu Hari. Tujuan program ini adalah untuk
membuat orang menjadi peduli, sopan, dan komunikatif.
Dari perspektif perkembangan anak usia dini, karakter
yang peduli, sopan, dan komunikatif ini sangat penting untuk mengoptimalkan
perkembangan agama dan moralnya,
serta perkembangan sosial-emosional dan bahasanya.
Jadi, sesuai dengan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) yang ditetapkan
dalam Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang standar nasional PAUD, program Seribu
Hari Sedekah juga berkontribusi
pada optimalisasi tumbuh-kembang
anak. (Kamelia, 2019). Selain itu, ada kemungkinan bahwa program Seribu Hari Sedekah dapat membantu
menjalankan Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014, dan keberhasilan program tersebut dapat berdampak pada peningkatan kualitas layanan PAUD yang diberikan.
Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala RA Diponegoro Gandasuli dan guru bekerja sama untuk
membuat strategi pelaksanaan
program sedekah seribu sehari. Ini dibuat
melalui kegiatan Focus
Group Discussian (FGD). Hasil FGD menunjukkan
bahwa strategi terdiri dari langkah-langkah berikut: (1) menyiapkan program sedekah seribu sehari; (2) melaksanakan program sedekah seribu sehari secara efektif;
dan (3) menjalankan program sedekah
seribu sehari secara efektif dan efisien; (4) Pelaksanaan
program sedekah seribu sehari hasilnya disampaikan kepada wali murid.
Karena kepala RA Diponegoro Gandasuli lebih banyak memimpin
dengan gaya kepemimpinan demokratis, fokus kelompok (FGD) dapat digunakan untuk merumuskan strategi pelaksanaan program sedekah seribu sehari dengan
melibatkan para guru. Kepala
RA Diponegoro Gandasuli sering menggunakan FGD sebagai media untuk membahas berbagai hal atau masalah
yang terkait dengan penyelenggaraan layanan PAUD.
Dari sisi manajemen, FGD
juga dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi. (Colucci, 2007). Setiap anggota organisasi, khususnya guru PAUD, memiliki ide yang sangat berharga.
Ide-ide ini berasal dari kreativitas guru PAUD, yang memungkinkan mereka untuk menghasilkan berbagai inovasi dalam pengaturan layanan PAUD.
Dalam hal penentuan kebutuhan untuk pelaksanaan program sedekah seribu sehari, dapat diketahui
bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain: (1) uang untuk bersedekah yang akan dibelanjakan untuk membeli makanan,
sembako (sembilan bahan pokok), dan barang lain yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar; (2) kamera untuk menyimpan
rekaman pelaksanaan program
dan (3) catatan buku untuk mencatat hasil.
Para guru dan wali
murid setuju bahwa program sedekah seribu sehari dibayarkan setiap hari dan pembagian hasil setiap bulan sekali
pada hari Jumat jam 08.00 hingga 10.00. Kepala RA Diponegoro Gandasuli membantu guru dan wali murid mencapai kesepakatan tentang jadwal pelaksanaan program sedekah seribu sehari. Dia mengatakan bahwa kesepakatan dibuat agar wali murid bukan hanya tahu tentang
program, tetapi juga dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam program.
Kesepakatan yang dibuat secara formal atau nonformal memiliki sifat pengikat bagi setiap
pihak yang terlibat dalam proses manajemen. Dalam hubungan ini, mereka dapat
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, kesepakatan
juga dapat menghasilkan persetujuan, sehingga konflik dapat dihindari
saat melakukan suatu kegiatan. (Ishiyama & Batta, 2011). Kesepakatan dan kesepahaman juga bisa menjadikan setiap stakeholders dalam
program sedekah seribu sehari memiliki visi yang sama. Kesamaan visi tersebut
bisa mengarahkan setiap stakeholders untuk mampu melakukan kerjasama dalam pelaksanaan program sedekah seribu sehari. Kemampuan untuk saling bekerjasama dapat menghasilkan tim kerja dan kerja
tim yang dapat mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan program sedekah seribu sehari.
Pengorganisasian adalah kegiatan kedua dalam mengelola program sedekah seribu sehari untuk membentuk
karakter anak usia dini di RA Diponegoro Gandasuli. Dalam manajemen, pengorganisasian adalah proses berkomunikasi dan koordinasi antar stakeholder untuk memastikan bahwa program kegiatan dilaksanakan dengan baik (Cooren et al., 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala RA Diponegoro Gandasuli membantu koordinasi dan komunikasi dalam program sedekah seribu sehari untuk
membentuk karakter anak usia dini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi dan koordinasi dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pertemuan formal dan nonformal dilakukan
secara langsung. Pertemuan formal berbentuk rapat dan pembinaan. Rapat biasanya diikuti oleh kepala RA, guru, dan
komite sekolah, sementara pembinaan hanya diikuti oleh kepala RA dan guru.
Untuk menetapkan kebijakan untuk program Sedekah Seribu Hari, lebih banyak pertemuan
diadakan. Misalnya, berbicara tentang hal-hal yang akan diberikan dan tempat yang akan dikunjungi. Namun, lebih banyak
diskusi dilakukan tentang berbagai teknis yang diperlukan untuk menjalankan program sedekah seribu sehari, mulai dari
aspek rencana dan tindakan hingga aspek evaluasi. Sementara itu, komunikasi dan koordinasi secara tidak langsung
dilakukan melalui jejaring sosial seperti grup What's Up. Tujuannya adalah untuk mensosialisasikan prosedur dan hasil program Sedekah Seribu Harian.
Kepala RA Diponegoro Gandasuli mengakui bahwa keberhasilan program sedekah seribu sehari dipengaruhi oleh komunikasi dan koordinasi yang efektif antara pihak-pihak yang berpartisipasi.
Oleh karena itu, berkat kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), koordinasi dan komunikasi bukan hanya dilakukan secara langsung tetapi juga secara tidak langsung.
Pada era masyarakat
5.0, peralatan TIK menjadi
media utama untuk berkomunikasi satu sama lain dan memberikan visi bisnis. (Roblek et al., 2020). Ini menunjukkan bahwa RA Diponegoro Gandasuli telah memilih metode terbaik untuk berkomunikasi
dan bekerja sama. Karena semua guru dan wali murid menggunakan media sosial, kepala RA Diponegoro Gandasuli dapat dengan mudah melakukan
upaya komunikasi dan koordinasi melalui media sosial. Untuk membantu,
dibuatlah grup What's Up untuk berkomunikasi dan berkolaborasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan program sedekah seribu sehari.
Dari perspektif manajemen, kegiatan komunikasi dan koordinasi yang difasilitasi oleh kepala RA Diponegoro Gandasuli dapat menghasilkan kesamaan arah dalam
pelaksanaan program sedekah
seribu sehari. Ketika guru
dan wali murid memiliki kesamaan arah, kepala RA Diponegoro Gandasuli akan lebih mudah untuk
mendorong guru dan wali
murid untuk mendukung bahkan untuk berpartisipasi
aktif dalam program.
Dalam manajemen kualitas total (TQM), kesamaan arah ini juga dapat
menghasilkan hubungan dan kerjasama yang baik antara guru dan wali murid selama program sedekah seribu sehari. (Taskov & Mitreva, 2015). Sangat penting bagi stakeholder untuk memiliki hubungan yang harmonis. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan dalam komunikasi dan koordinasi dihasilkan dari hubungan yang harmonis antar stakeholder.
Untuk membentuk karakter anak usia
dini di RA Diponegoro Gandasuli, pelaksanaan adalah kegiatan ketiga dalam manajemen
program sedekah seribu sehari. Dalam manajemen,
pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan oleh manajer atau pimpinan
untuk mendorong anggota organisasi untuk mencapai berbagai rencana yang telah ditetapkan. (Gaol, 2021). Untuk mencapai tujuan tertentu, upaya menerjemahkan sejumlah rencana ke dalam berbagai
aktivitas juga dikenal sebagai pelaksanaan (Satria et al., 2019).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa program sedekah seribu sehari untuk membentuk
karakter anak di RA Diponegoro Gandasuli dilaksanakan melalui kegiatan berikut: (1) kepala RA Diponegoro Gandasuli mendorong guru untuk mengumpulkan dana dari wali murid; (2) kepala RA Diponegoro Gandasuli menyelidiki lokasi kegiatan sedekah seribu sehari sesuai dengan
lokasi yang telah diputuskan dalam pertemuan antara guru dan wali murid; dan (3) kepala RA Diponegoro Gandasuli memberikan instruksi kepada guru dalam pelaksanaan program sedekah seribu sehari; (4) kepala RA Diponegoro Gandasuli menjadi pendamping dalam pelaksanaan program sedekah seribu sehari.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa guru melakukan penggalangan dana atas perintah RA Diponegoro Gandasuli. Dana kemudian digunakan untuk membeli makanan, sembako, dan barang lain yang diperlukan oleh masyarakat. Kepala RA Diponegoro Gandasuli melibatkan wali murid dalam pengeluaran dana tersebut. Komite sekolah kemudian diberitahu tentang hasil belanja.
Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan prinsip tanggung jawab dan tanggung jawab dalam pengelolaan
anggaran pendidikan.
Dengan mengimplementasikan
prinsip tanggung jawab dan tanggung jawab, pengelola RA Diponegoro Gandasuli dapat membuat wali
murid percaya kepada mereka. Selain itu, implementasi prinsip ini dapat
menghasilkan penyelenggaraan
layanan PAUD yang demokratis.
Secara tidak langsung, pengelola mengajarkan wali murid tentang pentingnya keterbukaan dan demokratisasi dalam setiap kegiatan.
(Weiner, 2003).
Ketika kepala PAUD mampu menerapkan gaya kepemimpinan demokratis dalam penyelenggaraan layanan PAUD di suatu lembaga PAUD, keterbukaan dan demokratisasi dalam penyelenggaraan layanan PAUD dapat muncul dan berkembang. Gaya kepemimpinan demokratis akan memungkinkan kepala PAUD untuk bersikap responsif terhadap keinginan dan kebutuhan anak-anak dan memungkinkan mereka untuk membangun, menyampaikan, mengembangkan, dan menerapkan ide-ide mereka. Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh RA
Diponegoro Gandasuli, hasilnya menunjukkan bahwa tujuan dari
survei adalah untuk memastikan bahwa masyarakat yang akan dikunjungi oleh siswa benar-benar masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari siswa. Ini
dilakukan untuk memastikan bahwa donasi diberikan dengan tepat sasaran..
Sementara itu, instruksi yang diberikan oleh kepala RA Diponegoro Gandasuli kepada guru untuk mendorong anak-anak untuk berpartisipasi dalam program sedekah seribu sehari pada dasarnya bertujuan untuk memberi guru kewenangan untuk melakukan kegiatan tersebut sendiri, yang berarti bahwa guru memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana
program.
Selanjutnya, guru membimbing anak-anaknya untuk mengikuti program Sedekah Seribu Hari sesuai dengan kewenangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak sangat tertarik untuk mengikuti program tersebut. Anak-anak sangat senang melakukan aktivitas belajar di lingkungan terbuka (outdoor) karena mereka melakukannya di lingkungan tertutup (indoor) setiap hari. Jadi, sedekah seribu sehari membantu mereka secara mental.
Antusiasme anak-anak untuk berpartisipasi dalam program sedekah seribu sehari secara
langsung telah memudahkan guru untuk mengajarkan nilai-nilai karakter seperti peduli, komunikatif, dan santun kepada anak-anak.
Nilai peduli ditunjukkan
oleh anak-anak ketika mereka dengan penuh
semangat memberikan sedekah kepada orang-orang di sekitar mereka. Saat mereka bersedekah,
mereka begitu ramah sehingga masyarakat juga menyambut mereka dengan baik.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa yang menerima sedekah bukan hanya
warga sekitar RA Diponegoro Gandasuli, tetapi juga tukang ojeg dan pedagang keliling yang sering mangkal di sekitarnya.
Siswa yang secara spontan membantu orang lain membersihkan halaman rumah mereka menunjukkan
perkembangan nilai karakter kepedulian sosial. Anak-anak mengambil sampah di jalan-jalan desa dan membuangnya di tempat sampah milik masyarakat.
Anak-anak juga terlihat berbicara dengan orang-orang di sekitar mereka sebelum dan setelah mereka memberi. Sebuah diskusi telah menunjukkan
bahwa anak-anak menerapkan prinsip-prinsip karakter komunikatif.
Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa mereka sering menyapa
warga sekitar di sepanjang perjalanan. Mereka dengan antusias
mengucapkan salam dan memberikan senyuman, dan warga membalasnya dengan salam. Hal itu telah menunjukkan
bahwa anak-anak memiliki kemampuan untuk menerapkan prinsip nilai kesopanan.
Proses pembimbingan
dan pendampingan guru kepada
anak-anak sebelum, ketika, dan setelah kegiatan menyebabkan aktualisasi nilai karakter tersebut.
Dalam pembimbingan ini, guru menjelaskan pentingnya sedekah dan adabnya menurut Islam. Dengan memahami adab bersedekah, anak-anak akan belajar menjadi peduli, komunikatif, dan sopan terhadap sesama. Dalam pendidikan
karakter, proses pembimbingan
ini dikenal dengan istilah pengetahuan yang baik atau pengetahuan moral. Langkah pertama dalam membangun
karakter anak adalah kesadaran moral ini. (Park & Peterson, 2006).
Pada dasarnya, pengetahuan moral (moral knowing) mengajarkan peserta didik tentang kebaikan.
Mereka akan belajar tentang baik dan buruk, serta benar dan salah. Dengan pengetahuan ini, guru dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan
pengetahuan tersebut dalam tindakan moral (moral
action).
Setelah itu, guru mendorong anak-anak untuk bersedekah dan menunjukkan kepada mereka cara bersedekah
secara langsung di lingkungan mereka. Anak-anak sekarang dapat
berderma berkat upaya pendampingan. Dalam pendidikan karakter, ini disebut
bertindak baik. Pada dasarnya, tindakan adalah hasil dari
pengetahuan, yang dapat mewujudkan tindakan melalui perantara cinta kepada yang baik (loving the good) (Agung, 2018). Loving the good membuat anak ingin melakukan
hal-hal baik. Ini dapat dianggap
sebagai motivasi internal
yang ada pada mereka.
Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa meskipun kepala RA Diponegoro Gandasuli telah memberikan mandat kepada guru untuk melakukan kegiatan sedekah seribu sehari, kepala RA Diponegoro Gandasuli juga ikut mendampingi guru dan anak-anak selama pelaksanaan program tersebut. Ini dilakukan
agar kepala RA Diponegoro Gandasuli dapat membantu guru yang mengalami kesulitan dalam memimpin dan mendampingi anak-anak mereka.
Pengawasan adalah kegiatan keempat dalam manajemen program Sedekah seribu sehari untuk membentuk
karakter anak usia dini di RA Diponegoro Gandasuli. Manajemen melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa pelaksanaan program berjalan sesuai dengan rencana
dan untuk mengontrol pelaksanaannya. Selain itu, pengawasan dapat dilakukan untuk menemukan masalah dalam pelaksanaan
program dan menyelesaikannya (Mocanu,
2014). Masalah pada dasarnya adalah ketidaksesuaian antara idealitas dan realitas; dalam manajemen, itu adalah ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala RA Diponegoro Gandasuli menggunakan pengawasan sebagai metode pengawasan. Kepala RA Diponegoro Gandasuli terlibat langsung dalam pelaksanaan program melalui teknik monitoring. Karena keterlibatannya,
dia sekarang dapat mengawasi dan mengontrol program sedekah seribu sehari. Kepala RA Diponegoro Gandasuli memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai pemimpin yang mendorong para guru
untuk berpartisipasi dalam proses tersebut, yang menjadikannya mungkin untuk dicapai dengan
sukses. Kepemimpinan partisipatif adalah istilah yang sering digunakan dalam manajemen (Benoliel
& Barth, 2017). Ketika praktik kepemimpinan partisipatif diterapkan, tradisi tim kerja dapat
muncul dan berkembang selama pelaksanaan program. Ini dapat membantu
mengurangi konflik dan risiko selama program berlangsung (Lam et al.,
2015).
Tidak peduli apakah diakui atau
tidak, konflik dan risiko selalu ada
di setiap pelaksanaan
program. Kepala PAUD sebagai
pemimpin dan manajer dituntut untuk mengurangi konflik dan risiko melalui kepemimpinan yang partisipatif. Ini dapat dicapai
dengan menanggapi program Sedekah Seribu Hari.
Teknik pengawasan ini juga digunakan oleh kepala RA Diponegoro Gandasuli untuk memastikan bahwa program sedekah seribu sehari dijalankan sesuai dengan strategi yang telah dibuat melalui
kegiatan perencanaan.
Sementara itu, hasil dari pengawasan
kepala RA Diponegoro Gandasuli menunjukkan bahwa program sedekah seribu sehari dapat
dilaksanakan dengan sukses tanpa hambatan
yang signifikan. Keberhasilan
ini dipengaruhi oleh kerja tim yang kuat antara kepala
RA Diponegoro Gandasuli dan
guru serta dukungan yang kuat dari wali
murid untuk mensukseskan
program.
Mulai semester genap, anak-anak yang mengikuti program sedekah seribu sehari dibagi menjadi
beberapa tim dengan satu guru yang membimbing dan mendampingi setiap tim. Beberapa
anak sulit diatur atau dikondisikan
saat mereka berjalan di lingkungan sekitar RA Diponegoro Gandasuli untuk bertemu dengan orang-orang yang akan diberi sedekah.
Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan adalah empat fungsi manajemen
yang dapat digunakan secara sinergis untuk menjalankan program sedekah seribu sehari untuk membentuk
karakter anak usia dini di RA Diponegoro Gandasuli. Jika
program ini dijalankan dengan baik, ini
akan menghasilkan keberhasilan program. Merumuskan tujuan dan strategi pelaksanaan
program Sedekah Seribu sehari adalah langkah
utama yang dilakukan untuk membentuk karakter anak usia
dini. Salah satu tugas utama dalam
mengelola program Sedekah Seribu sehari untuk
Membentuk Karakter Anak Usia Dini adalah berkomunikasi dan berkolaborasi dengan semua pihak
yang terlibat. Tugas utama lainnya adalah
mendorong guru dan anak untuk mengikuti program dengan memberikan instruksi dan dukungan. Namun kegiatan utama dalam pengawasan
program sedekah seribu sehari untuk membentuk
karakter anak usia dini adalah
melakukan pemantauan untuk memantau bagaimana program dijalankan. Di
RA Diponegoro Gandasuli,
program ini telah menghasilkan anak-anak yang memiliki kepedulian sosial dan mampu berkomunikasi dengan sopan dan kesantunan dengan orang lain.
BIBLIOGRAFI
Agung, L. (2018). Character Education
Integration In Social Studies Learning. Historia: Jurnal Pendidik Dan
Peneliti Sejarah, 12(2), 392.
https://doi.org/10.17509/historia.v12i2.12111
Alexander,
E. R. (2016). There is no planning—only planning practices: Notes for spatial
planning theories. Planning Theory, 15(1), 91–103.
https://doi.org/10.1177/1473095215594617
Ananda,
R. (2017). Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini. Jurnal
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 19.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v1i1.28
Arafat,
S., Rawe, A. S., Abdullah, A. N., Boleng, B., & Mbahbo, F. (2023). PKM TPA Ar-Rahman
001 Senyum Bahagia Dengan Berbagi Bingkisan Ramadhan Untuk Anak Yatim Dan
Dhuafa Di Kota Ende Flores NTT. SELAPARANG: Jurnal Pengabdian Masyarakat
Berkemajuan, 7(1), 1. https://doi.org/10.31764/jpmb.v7i1.12265
Ardiansyah,
A. E. S. (2023). Masjid Al-Ikhlas Kelurahan Bareng Kota Malang Sebagai Pusat
Peradaban dan Kemakmuran Perspektif Konstruksi Sosial. ASKETIK, 7(1),
63–88. https://doi.org/10.30762/asketik.v7i1.1037
Benoliel,
P., & Barth, A. (2017). The implications of the school’s cultural
attributes in the relationships between participative leadership and teacher
job satisfaction and burnout. Journal of Educational Administration, 55(6),
640–656. https://doi.org/10.1108/JEA-10-2016-0116
Colucci,
E. (2007). “Focus Groups Can Be Fun”: The Use of Activity-Oriented Questions in
Focus Group Discussions. Qualitative Health Research, 17(10),
1422–1433. https://doi.org/10.1177/1049732307308129
Cooren,
F., Kuhn, T., Cornelissen, J. P., & Clark, T. (2011). Communication,
Organizing and Organization: An Overview and Introduction to the Special Issue.
Organization Studies, 32(9), 1149–1170.
https://doi.org/10.1177/0170840611410836
Fajrina,
A. N., Putra, F. R., & Sisillia, A. S. (2020). Optimalisasi Pengelolaan
Zakat: Implementasi dan Implikasinya dalam Perekonomian. Journal of Islamic
Economics and Finance Studies, 1(1), 100.
https://doi.org/10.47700/jiefes.v1i1.1918
Gaol,
P. L. (2021). Implementation of Performance Management in Artificial
Intelligence System to Improve Indonesian Human Resources Competencies. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 717(1), 012010.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/717/1/012010
Hartawan,
I. M. (2022). Pengembangan Karakter Anak Usia Dini Melalui Pembelajaran
Inovatif. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Undiksha, 10(1),
93–98. https://doi.org/10.23887/paud.v10i1.45773
Hitt,
D. H., & Meyers, C. V. (2018). Beyond turnaround: A synthesis of relevant
frameworks for leaders of sustained improvement in previously low-performing
schools. School Leadership & Management, 38(1), 4–31.
https://doi.org/10.1080/13632434.2017.1374943
Ishiyama,
J., & Batta, A. (2011). Rebel Organizations and Conflict Management in
Post-Conflict Societies 1990–2009. Civil Wars, 13(4), 437–457.
https://doi.org/10.1080/13698249.2011.629873
Kamelia,
N. (2019). Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini (Standar Tingkat
Pencapaian Perkembangan Anak ) STPPA Tercapai Di RA Harapan Bangsa Maguwoharjo
Condong Catur Yogyakarta. Kindergarten: Journal of Islamic Early Childhood
Education, 2(2), 112. https://doi.org/10.24014/kjiece.v2i2.9064
Lam,
C. K., Huang, X., & Chan, S. C. H. (2015). The Threshold Effect of
Participative Leadership and the Role of Leader Information Sharing. Academy
of Management Journal, 58(3), 836–855.
https://doi.org/10.5465/amj.2013.0427
Maduretno,
T. W., & Fajri, L. (2019). The effect of optimization learning resource
based on Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC) on contextual
learning to students’ conceptual understanding of motion and force material. Journal
of Physics: Conference Series, 1171, 012012.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1171/1/012012
Mocanu,
M. (2014). Towards A Definition Of Controlling. Studies And Scientific
Researches. Economics Edition, 20.
https://doi.org/10.29358/sceco.v0i20.295
Moleong,
L. (2007). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi. Remaja
Rosdakarya. http://library.stik-ptik.ac.id/detail?id=7251&lokasi=lokal
Moriarty,
P. (2001). Nanostructured materials. Reports on Progress in Physics, 64(3),
297–381. https://doi.org/10.1088/0034-4885/64/3/201
Munir,
A., & Syukurman, S. (2023). Dampak Nilai-Nilai Islam Pada Perkembangan
Moral Dan Perilaku Pro Sosial Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi
STKIP Bima. Edu Sociata ( Jurnal Pendidikan Sosiologi), 6(1),
93–99. https://doi.org/10.33627/es.v6i1.1127
Nasser,
A. A., Arifudin, O., Barlian, U. C., & Sauri, S. (2021). Sistem Penerimaan
Siswa Baru Berbasis Web Dalam Meningkatkan Mutu Siswa Di Era Pandemi. Biormatika :
Jurnal Ilmiah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 7(1), 100–109.
https://doi.org/10.35569/biormatika.v7i1.965
Ranam,
S., Muslim, I. F., & Priyono, P. (2021). Implementasi Pendidikan Karakter
Di Pesantren Modern El-Alamia Dengan Memberikan Keteladanan Dan Pembiasaan. Research
and Development Journal of Education, 7(1), 90.
https://doi.org/10.30998/rdje.v7i1.8192
Retnaningtyas,
W., & Zulkarnaen, Z. (2023). Strategi Guru dalam Pembentukan Karakter
Sosial Anak Usia Dini di Lingkungan Sekolah. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 7(1), 374–383.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i1.3826
Roblek,
V., Meško, M., Bach, M. P., Thorpe, O., & Šprajc, P. (2020). The
Interaction between Internet, Sustainable Development, and Emergence of Society
5.0. Data, 5(3), 80. https://doi.org/10.3390/data5030080
Satria,
H., Heldi, Endrizal, & Prayitno, B. (2019). Build management strategies
& maintenance Silokek Village potential based on local wisdom. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 314(1), 012046.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/314/1/012046
sofyan,
H. (2015). Perkembangan anak usia dini dan cara praktispeningkatanya.
cv. infomedika.
Sufiani,
S., Try Andreas Putra, A., & Raehang, R. (2022). Internalisasi Nilai
Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran di Raudhatul Athfal. Murhum :
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 62–75.
https://doi.org/10.37985/murhum.v3i2.129
sugiyono.
(2012). Metode penelitian kualitatif, kuantitati dan R&D. cv.
Alfabeta.
Taskov,
N., & Mitreva, E. (2015). The Motivation and the Efficient Communication
Both are the Essential Pillar within the Building of the TQM (Total Quality
Management) System within the Macedonian Higher Education Institutions. Procedia
- Social and Behavioral Sciences, 180, 227–234.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02.109
Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jakarta, & Digdoyo, E. (2018). Kajian Isu
Toleransi Beragama, Budaya, Dan Tanggung Jawab Sosial Media. Jurnal
Pancasila Dan Kewarganegaraan, 3(1), 42–59.
https://doi.org/10.24269/jpk.v3.n1.2018.pp42-59
Weiner,
E. J. (2003). Secretary Paulo Freire and the Democratization of Power: Toward a
theory of transformative leadership. Educational Philosophy and Theory, 35(1),
89–106. https://doi.org/10.1111/1469-5812.00007
Wijaya,
S. (2020). Konsep Toleransi Perspektif Para Pakar Dan Mufasir. Hikami :
Jurnal Ilmu Alquran Dan Tafsir, 1(2), 19–28.
https://doi.org/10.59622/jiat.v1i2.14
Wiyani,
N. A., & Setiani, R. E. (2022). Manajemen Program Sedekah seribu sehari
untuk Membentuk Karakter Anak Usia Dini. PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 5(02), 24–36. https://doi.org/10.31849/paud-lectura.v5i02.9603
Copyright holder: Yayu Bondan Pujiniarti, Fauzi (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |