Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
10, Oktober 2024
PERBUATAN MELAWAN
HUKUM DALAM PENGURUSAN PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN
Daniel
Atmario Butar Butar1, Abdul Salam2
Universitas
Indonesia, Depok, Indonesia1,2
Email: [email protected]1, [email protected]2
Abstrak
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun PPPSRS diberikan status
sebagai badan hukum. Namun dalam undang-undang ini tidak ditemukan ketentuan
mengenai Pengurus, apalagi pengaturan mengenai organ badan hukum lainnya.
Padahal seharusnya karakteristik suatu badan hukum adalah memiliki pengaturan
organ yang lengkap. Permasalahan ini praktis berlanjut pada sejauh mana
tanggung jawab Pengurus terhadap Perbuatan Hukum yang dilakukan oleh PPPSRS. Bahkan
isu tidak adanya kejelasan tanggung jawab Pengurus ini muncul dalam kasus hukum
antara pemilik atau penghuni Sarusun melawan Pengurus PPPSRS, dengan
dalil bahwa Pengurus dimintakan pertanggungjawaban karena dituduh terbukti
melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365
KUHPerdata.
Oleh
karena itu, topik ini menarik untuk diangkat dengan tujuan menghasilkan
penjelasan yang sistematis mengenai Tanggung Jawab Perbuatan Hukum Pengurus
PPPSRS dalam mewakili PPPSRS, berdasarkan keterbatasan peraturan yang ada dan
sedikit teori hukum badan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian adalah
Pengurus tidak bertanggung jawab secara
pribadi untuk perbuatan hukum beheren PPPSRS yang telah dilakukan sesuai dengan prinsip
pengurusan PPPSRS, namun bertanggung jawab secara pribadi untuk perbuatan hukum
beschikking yang diambil secara melawan hukum. Ditemukan juga
bahwa majelis hakim sudah menerapkan prinsip tanggung jawab terbatas bagi
Pengurus PPPSRS.
Keyword: badan hukum, organ badan hukum, Perhimpunan
Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun, Pengurus, daden van beschikking, daden van beheren, perbuatan melawan hukum.
Abstract
In Law
Number 20 of 2011 concerning Flats, PPPSRS is given status as a legal entity.
However, in this law there are no provisions regarding Management, let alone
regulations regarding other legal entity organs. In fact, the characteristic of
a legal entity should be that it has complete organ arrangements. This problem
practically continues to the extent of the Management's responsibility for
Legal Actions carried out by PPPSRS. In fact, the issue of the lack of clarity
regarding the management's responsibilities arose in a legal case between the
owner or occupant of the apartment building and the PPPSRS management, with the
argument that the management was held accountable because they were accused of
having committed an unlawful act as intended in Article 1365 of the Civil Code.
Therefore, this topic is interesting to raise with the aim of producing a
systematic explanation regarding the Responsibilities of Legal Actions of
PPPSRS Management in representing PPPSRS, based on the limitations of existing
regulations and a little legal theory of legal entities in Indonesia. This
research uses a statutory approach and a case approach. The results of the
research are that the Management is not personally responsible for any PPPSRS
legal actions that have been carried out in accordance with the principles of
PPPSRS management, but is personally responsible for beschikking legal actions
that are taken against the law. It was also found that the panel of judges had
applied the principle of limited responsibility for the PPPSRS management.
Keywords: legal entity, legal entity organ, Association of
Owners and Tenants of Flats, Management, daden van beschikking, daden van
beheren, unlawful acts.
Pendahuluan
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) adalah badan
hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni sarusun. Dulu badan hukum
ini dikenal dengan Perhimpunan Penghuni. Baik PPPSRS maupun Perhimpunan
Penghuni memiliki tujuan yang serupa. Perhimpunan Penghuni itu waijb mengurus
kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan
pemilikan dan penghuniannya. Sedangkan PPPSRS juga wajib mengurus kepentingan
para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan benda
bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan penghunian. Dari segi keanggotaan, Perhimpunan
Penghuni adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni. Pemilik
Sarusun pada saat itu tidak masuk sebagai anggota Perhimpunan. Sedangkan saat
ini yang menjadi anggota Perhimpunan ini adalah Pemilik atau Penghuni Sarusun. Baik
PPPSRS maupun Penghuni Rumah Susun pada dasarnya adalah suatu badan hukum yang
bertujuan untuk mengelola kepentingan bersama dari pemilik dan penghuni.
Sejak dulu hingga sekarang istilah PPPSRS dan Perhimpunan Penghuni diakui
sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang Rumah
Susun. Karena PPPSRS berkedudukan sebagai badan hukum, maka seharusnya PPPSRS dan
Perhimpunan Penghuni memiliki karakteristik sebagai badan hukum. Menurut ahli,
salah satu unsur yang ada dalam badan hukum adalah adanya pengurus di badan
hukum
Menelusuri Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
(selanjutnya disebut “UU 16/1985”), ditemukan satu ketentuan yang
mengatur tentang Pengurus Perhimpunan Penghuni, yaitu pada penjelasan Pasal 19
ayat (2). Pasal 19 ayat (2) sendiri adalah ketentuan yang mengatur pemberian
kedudukan sebagai badan hukum kepada Perhimpunan Penghuni berdasarkan
undang-undang ini. Meski sudah tidak berlaku lagi, penjelasan Pasal 19 ayat
(2), UU 16/1985 masih relevan dalam memahami Pengurus PPPSRS. Sebab penjelasan mengenai
Pengurus Perhimpunan Penghuni memiliki keselarasan dengan penjelasan ahli
mengenai Pengurus badan hukum. Keduanya sama-sama menjelaskan bahwa Pengurus
badan hukum memiliki kewenangan mewakili badan hukum di dalam maupun di luar
pengadilan.
Tidak seperti UU 16/1985, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut “UU 20/2011”) tidak ditemukan
satupun ketentuan yang mengatur Pengurus PPPSRS. Yang diatur hanyalah ketentuan
bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS mengatur tata cara
mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan
penghunian. Sehingga ketiadaan ketentuan ini bisa menimbulkan kebingungan bagi
pembaca mengenai apa itu Pengurus PPPSRS.
Dalam badan hukum ada juga keberadaan ‘organ’
lain. Organ ini secara bersama-sama bekerja melakukan kegiatan usaha dari badan
hukum itu
Bila kembali melihat Penjelasan Pasal 19 ayat (2), UU 16/1985, kita bisa
menemukan pengakuan secara implisit salah satu organ PPPSRS dalam istilah
Pengurus Perhimpunan Penghuni. Menurut penjelasan Pasal itu, Pengurus
Perhimpunan Penghuni dapat mewakili para penghuni atau pemilik satuan rumah
susun baik di dalam maupun di luar pengadilan. Artinya, secara implisit UU
16/1985 mengakui adanya eksistensi organ yang dinamakan Pengurus, yang tugasnya
mewakili para penghuni atau pemilik satuan rumah susun di dalam maupun di luar
pengadilan.
Organ PPPSRS seharusnya tidak hanya Pengurus saja. Mari kembali
memperhatikan definisi mengenai PPPSRS, yaitu badan hukum yang beranggotakan
para pemilik atau penghuni sarusun. Kata ‘anggota’ disini mengisyaratkan bahwa
pembuat undang-undang bermaksud PPPSRS itu terdiri dari keanggotaan, yang diisi
dari para pemilik atau penghuni sarusun. Lantas tentu selain pengurus, ada
organ lain dalam PPPSRS yang merupakan wadah untuk menyuarakan kepentingan para
Anggota dari PPPSRS. Sayangnya organ-organ itu tidak dijelaskan dalam
undang-undang ini. Hubungan antara organ-organ ini dan sejauh mana tanggung
jawabnya, juga tidak diatur. Tidak adanya pengaturan akan hal ini menimbulkan
kebingungan bagi pembaca undang-undang.
Dalam praktik pengelolaan PPPSRS, ternyata isu tidak adanya pengaturan
yang jelas mengenai organ PPPSRS tercermin juga dalam beberapa kasus hukum
antara pemilik atau penghuninya melawan Pengurus PPPSRS, dengan dalil bahwa
Pengurus dimintakan pertanggungjawaban karena dituduh terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Yang
menjadi permasalahan adalah sejauh mana tanggung jawab dari Pengurus PPPSRS
dalam melakukan perbuatan hukum yang mewakili PPPSRS. Perbuatan apa yang dapat dikategorikan
sebagai perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh PPPSRS dan faktor apa
yang menyebabkan perbuatan itu menjadi tanggung jawab pribadi dari Pengurus.
Berdasarkan penjelasan di
atas, ada permasalahan mengenai sejauh mana tanggung jawab perbuatan hukum
Pengurus PPPSRS dalam mewakili PPPSRS. Untuk menjawab ini perlu dijelaskan mengenai
perbuatan sehari-hari yang merupakan kewenangan murni dari Pengurus (daden
van beheren), dan perbuatan kepemilikan dimana Pengurus wajib mendapat
persetujuan dari organ lain untuk melaksanakannya (daden van beschikking).
Penjelasan akan hal ini pada akhirnya akan memberikan gambaran bagaimana
tanggung jawab dari Pengurus PPPSRS selaku organ yang menjalankan kepengurusan
di dalam badan hukum.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan doktrinal
Peneliti mengumpulkan aturan hukum yang mengatur mengenai PPPSRS, baik dari
bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai badan hukum pada umumnya dan badan hukum PPPSRS diantaranya
adalah:
1.
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUH Perdata”),
2.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
3.
Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun (selanjutnya
disebut “PP 13/2021”),
4.
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perhimpunan
Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (selanjutnya disebut “Permen PUPR 14/2021”),
5.
Putusan-putusan
pengadilan, dan
6.
Bahan hukum
sekunder berupa buku-buku teks dan artikel jurnal.
Peneliti mengumpulkan bahan hukum primer dengan teknik studi
kepustakaan, yaitu mengumpulkan, membaca, mengkaji, dan mempelajari peraturan
perundang-undangan yang terkait.
Sedangkan bahan hukum sekunder dikumpulkan dari sumber yang relevan dan
dapat dipertanggungjawabkan. Setelah
bahan hukum terkumpul, Penulis melakukan penelusuran atas bahan-bahan hukum
dimaksud guna mencari titik temu dan relevansi antara bahan hukum dengan
permasalahan yang diangkat. Teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam
Penelitian nantinya adalah pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang
dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis, serta
perilaku yang nyata
Hasil dan
Pembahasan
Pertanggung
jawaban hukum dalam konteks perdata
Dalam
kasus mengenai organ PPPSRS, gugatan yang banyak timbul adalah gugatan tuntutan
pertanggung jawaban dengan dalih Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1365 KUH Perdata
a.
Wanprestasi
Wanprestasi
artinya adalah ingkar janji
Seseorang tidak
dapat dinyatakan wanprestasi bila tidak terikat dalam suatu hubungan
kontraktual
Wanprestasi pasti
didahului dengan perjanjian. Akan tetapi, sesorang tidak dapat dikatakan telah
wanprestasi bila yang bersangkutan belum dinyatakan telah lalai (somasi). Somasi
diperlukan karena adanya alasan bahwa pada kebanyakan perikatan yang tidak
menunjuk suatu jangka waktu tertentu, tanpa somasi debitur dianggap memenuhi
prestasi tepat pada waktunya. Bahkan bilamana tidak ditetapkan waktu terakhir
untuk memenuhi prestasinya, maka haruslah diterima, bahwa kreditur dapat
menerima prestasinya setiap waktu dan waktu tersebut dapat diukur sampai kapan
saja, tanpa adanya wanprestasi
b. Perbuatan Melawan
Hukum
Gugatan
ganti rugi dengan dalih perbuatan melawan hukum dasar hukumnya adalah Pasal
1365 KUH Perdata. Pada awalnya perbuatan melawan hukum mengandung pengertian
yang sempit, yaitu perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan hak dan kewajiban menurut undang-undang
Unsur
dari Perbuatan melawan Hukum adalah sebagai berikut:
1.
Harus
ada perbuatan, bisa perbuatan aktif ataupun tidak berbuat (negatif).
2.
Perbuatan
itu melawan hukum
3.
Ada
kerugian
4.
Ada
hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian
5.
Adanya
kesalahan (schuld)
Dalam konteks pertanggung
jawaban, badan hukum dapat dimintakan pertanggung jawabannya berdasarkan Pasal
1365 KUH Perdata
Pengertian
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan
Pemilik dan Penghuni Sarusun adalah badan hukum yang terdiri dari para pemilik
atau penghuni sarusun. Peraturan perundang-undangan saat ini hanya mengatur
badan usaha, organisasi, perkumpulan, dan sejensinya yang ditetapkan sebagai
badan hukum oleh undang-undang. Tidak ada peraturan yang mengatur definisi umum
dari badan hukum. Oleh karena itu, harus melihat penjelasan ahli mengenai badan
hukum di buku teks.
Badan hukum adalah
entitas atau kelompok yang memiliki kekayaan pribadi, memiliki kekuatan hukum,
dapat digugat, dan dapat menggugat di depan hakim. Dalam bahasa Inggris, badan
hukum disebut sebagai legal person, dan dalam bahasa Belanda, badan hukum
disebut rechtspersoon. “A legal person is any subject matter other than
human being to which the law attributes personality,” kata Salmond
Perhimpunan
Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun itu terdiri dari para pemilik atau
penghuni Sarusun. Pemilik adalah setiap orang yang
memiliki unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan
fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan
umum. Tanda bukti kepemilikannya bisa berupa sertifikat hak milik sarusun (SHM
Sarusun) atau sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun (SKBG Sarusun).
Sedangkan yang dimaksud dengan Penghuni adalah orang yang menempati sarusun,
baik sebagai pemilik maupun bukan pemilik.
Prinsip tanggung
jawab terbatas bagi Pengurus Badan Hukum
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
adalah badan hukum. Suatu organisasi yang menyandang status badan hukum
mempunyai status persona standi in judicio. Maksudnya adalah badan hukum
itu meski tidak memiliki wujud yang dapat dilihat dan diraba, ia secara hukum
dipandang sama seperti manusia alamiah yang dapat mendukung hak dan kewajiban
menurut hukum. Badan hukum memiliki personalitas karena diberikan oleh hukum
Meskipun demikian, kenyataannya badan hukum itu bukan
manusia. Sehingga diperlukan adanya perangkat yang bekerja untuk atas nama
badan hukum itu, atau yang dikenal dengan organ. Dalam badan
hukum, organnya terdiri dari orang saling bekerja sama dan setiap perbuatan
yang dilakukan oleh organ tersebut dianggap sebagai perbuatan hukum badan hukum
itu. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum itu tidak dapat dimintakan
pertanggungjawabannya kepada orang-orang di dalamnya. Ini dikenal sebagai
"persona standi in judicio"
Meski
PPPSRS berstatus sebagai badan hukum, namun ada kelemahan dalam peraturan
perundang-undangan yang ada yang tidak secara eksplisit mengakui bahwa organ di
dalam PPPSRS memiliki tanggung jawab yang terbatas. Namun sebenarnya bukan
berarti konsep ini tidak dikenal dalam PPPSRS. Pertanggungjawaban Pengurus
badan hukum sebenarnya memiliki keselarasan dengan konsep pemberian kuasa dalam
KUH Perdata.
Buku III mulai
dari pasal 1792–1819 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
mengatur pemberian kuasa, sedangkan kuasa (volmacht) tidak diatur secara khusus
dalam KUHPerdata atau perundang-undangan lainnya, tetapi diuraikan sebagai
salah satu bagian dari pemberian kuasa. Kuasa didasarkan pada machtiging,
yang merupakan pernyataan sepihak dari pemberi kuasa bahwa ia ingin diwakili
oleh penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum demi kepentingan dan atas
nama pemberi kuasa. Dari pernyataan ini timbul hak, bukan kewajiban, bagi
penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa.
Lebih lanjut dalam
Pasal 1792 KUH Perdata diatur bahwa ”Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian
dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya
untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Penerima kuasa tidak
bertanggung jawab atas apa yang terjadi di luar batas kuasa itu, kecuali jika
ia secara pribadi mengikatkan diri untuk itu. Artinya, yang bertanggung jawab
atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah pemberi kuasa,
sepanjang tindakannya sudah dilakukan sesuai dengan mandat yang diberikan
Konsep ini bila
dikaitkan dengan tanggung jawab Pengurus PPPSRS, Pengurus PPPSRS adalah pihak
yang menerima mandat dari para pemilik Sarusun untuk mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan
pengelolaan kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan
penghunian. Jadi sepanjang Pengurus PPPSRS telah melakukan tindakan hukumnya
sesuai dengan mandat yang diberikan, dalam hal ini sesuai dengan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan Rapat Umum Anggota, maka perbuatan
itu merupakan perbuatan hukum PPPSRS yang tidak bisa dimintakan
pertanggungjawabannya kepada Pengurus.
Meski terdapat tanggung jawab terbatas bagi organ badan hukum, namun
bukan berarti Pengurus tidak bisa dimintakan pertanggung jawabannya secara
pribadi. Organ badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat
dipertanggung jawabkan secara pribadi bila organ tersebut telah melakukan
perbuatan dengan bertentangan dengan sikap kecermatan yang seharusnya
dilakukannya terhadap si penderita kerugian
Organ PPPSRS
Meskipun PPPSRS
adalah badan hukum, kenyataannya PPPSRS itu bukan manusia. Sehingga diperlukan
adanya perangkat yang bekerja untuk atas nama badan hukum ini, atau yang
dikenal dengan organ. Organ-organ tersebut adalah Rapat Umum Anggota, Pengurus,
dan Pengawas.
Rapat Umum Anggota
adalah kegiatan pertemuan anggota PPPSRS untuk mengambil keputusan yang terdiri
atas rapat umum tahunan anggota atau rapat umum anggota luar biasa. Keanggotaan
PPPSRS terdiri dari para Pemilik atau Penghuni Sarusun. Oleh karena itu,
penting bagi para Pemilik atau Penghuni untuk dapat menyuarakan kepentingannya
dalam PPPSRS. Melalui Rapat Umum Anggota inilah para Pemilik atau Penghuni
dapat menyalurkan kepentingannya.
Organ
berikutnya adalah Pengurus. Pengurus adalah Pemilik yang dipilih untuk mengurus
kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan kepenghunian,
kepemilikan, dan pengelolaan. Pengurus
PPPSRS tidak hanya satu orang, melainkan paling sedikit 5 orang yang terdiri
atas ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang sesuai dengan kebutuhan terkait
pengelolaan dan penghunian. Susunan Pengurus dirumuskan dalam akta pendirian,
anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga serta disahkan dalam rapat umum
PPPSRS. Sedangkan jangka waktu kepengurusannya adalah selama 3 (tiga) tahun. Ketua
dan Sekretaris berwenang mewakili PPPSRS di dalam dan di luar pengadilan
tentang segala hal, dan segala kejadian, sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
menjalankan segala tindakan, baik pengurusan maupun kepemilikan dalam lingkup
pengelolaan Rumah Susun.
Organ
berikutnya adalah Pengawas. Dalam
penjelasan Pasal 92 ayat (1) huruf d PP 13/2021 ada penjelasan bahwa yang
dimaksud dengan “pengawas” adalah pemilik yang hadir dalam musyawarah dan
bertempat tinggal di Rumah Susun. Pasal
92 ayat (1) PP 13/2021 sendiri berbunyi demikian:
“(1)
Musyawarah pembentukan PPPSRS dilakukan untuk:
a. Pembentukan
struktur organisasi;
b. Penyusunan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c. Pemilihan
Pengurus; dan
d. Pemilihan
Pengawas.”
Ada 2 tugas utama Pengawas, yaitu melaksanakan pengawasan
terhadap Pengurus dan memberikan masukan kepada Pengurus.
Batasan Tanggung
Jawab Pengurus PPPSRS
Salah satu ciri badan hukum adalah adanya organ yang bertugas melakukan
pengurusan untuk dan atas nama badan hukum.
Dalam arti luas Rudhi Prasetya membedakan tindakan pengurusan suatu
persekutuan menjadi dua macam, yaitu daden van beheren dan daden van
beschikking. Yang dimaksud
dengan Daden van Beheren adalah menjalankan perbuatan yang lazim dilakukan
sehari-hari dalam hubungan dengan tujuan persekutuan bersangkutan. Perbuatan beheren
dalam praktik diterjemahkan sebagai perbuatan pengurusan (dalam arti
sempit). Sedangkan yang dimaksud dengan daden van beschikking atau dapat diartikan perbuatan kepemilikan
adalah perbuatan yang tidak secara langsung menyangkut bidang usaha yang
menjadi tujuan dari persekutuan
Organ yang berwenang melakukan pengurusan beheren PPPSRS adalah
Pengurus. Untuk melakukan perbuatan beheren,
Pengurus PPPSRS tidak memerlukan persetujuan Rapat Umum Anggota ataupun
Pengawas. Namun Pengurus perlu memerhatikan prinsip pengurusan PPPSRS supaya
perbuatan pengurusan itu sah. Prinsip ini menyatakan bahwa Pengurus PPPSRS bertugas
mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan
pengelolaan kepemilikan Bagian Bersama, Benda Bersama, Tanah Bersama, dan
penghunian. Berdasarkan pasal ini, Pengurus wajib menjalankan tugas pengurusan
PPPSRS itu untuk kepentingan para Pemilik dan Penghuni, bukan untuk diri
sendiri. Sehingga, Pengurus tidak boleh memanfaatkan PPPSRS untuk kepentingan
pribadi. Pengurus juga tidak boleh lalai atau melakukan perbuatan yang
merugikan Para Pemilik dan Penghuni. Bila Pengurus terbukti melanggar hal ini,
maka Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Pemilik dan
Penghuni. Perbuatan itu dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara pribadi kepada
Pengurus. Dalam pengaturan yang ada mengenai badan hukum, prinsip bahwa
pengurus dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara pribadi itu diatur dengan
jelas secara eksplisit
Selain prinsip tugas pengurusan oleh Pengurus, batasan tanggung jawab
Pengurus juga dapat dilihat dari kewenangan Pengurus yang diatur dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS. Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga PPPSRS diatur perbuatan apa saja yang merupakan kewenangan murni dari
Pengurus yang tidak memerlukan persetujuan dari organ lain. Jadi untuk
menentukan batasan tanggung jawab Pengurus PPPSRS, perlu melihat ketentuan
tugas dan wewenang Pengurus yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga PPPSRS.
Bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS sudah dibakukan
dalam peraturan. Jadi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS di
masing-masing Rumah Susun memiliki bentuk yang sama. Sehingga batasan tanggung
jawab Pengurus masing-masing PPPSRS juga sama. Akan tetapi perlu juga
diperhatikan apakah di daerah wilayah PPPSRS itu sudah terbentuk peraturan
mengenai PPPSRS. Bila ada peraturan di daerah yang mengatur juga bentuk
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS, maka bentuk Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PPPSRS harus mengacu kepada peraturan yang berlaku di
daerah wilayah PPPSRS itu. Peraturan memperbolehkan Pemerintah Daerah untuk
membentuk peraturan di daerah dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dalam
hal diperlukan.
Perbuatan beheren yang menjadi kewenangan murni dari Pengurus PPPSRS adalah sebagai
berikut:
1.
membuat dan mengubah tata tertib penghunian serta menentukan kebijakan
PPPSRS sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
2.
memberikan teguran, peringatan, dan tindakan lain terhadap anggota
PPPSRS yang melanggar atau tidak mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, aturan tata tertib penghunian, keputusan rapat umum, dan keputusan
rapat pengurus;
3.
ketua dan sekretaris mewakili PPPSRS di dalam dan di luar pengadilan
tentang segala hal, dan segala kejadian, sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
menjalankan segala tindakan, baik pengurusan maupun kepemilikan dalam lingkup
pengelolaan Rumah Susun;
4.
dalam hal ketua dan sekretaris berhalangan dalam waktu yang lama dan
pada waktu bersamaan terdapat hal penting yang perlu diputuskan maka keputusan
dapat dilakukan oleh pengurus PPPSRS lainnya yang ditunjuk berdasarkan rapat
pengurus;
5.
melakukan pendataan anggota PPPSRS secara berkala, lengkap, dan baik;
6.
memilih, membuat, dan memutuskan perjanjian dengan pihak ketiga dengan
mempertimbangkan kepentingan anggota;
7.
mengawasi dan mengevaluasi pekerjaan pengelola dalam pengelolaan Rumah
Susun;
8.
memberikan persetujuan perbaikan kerusakan bangunan Rumah Susun yang
bersifat struktur dan/atau pekerjaan besar yang dilaksanakan oleh Pengelola;
9.
memberikan persetujuan kepada Penghuni yang memiliki, menyewa, dan
menyewa-beli atau yang memanfaatkan Sarusun dengan cara lain untuk merubah
bentuk Sarusun sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga;
10.
memberikan persetujuan kepada Penghuni yang memiliki, menyewa, dan
menyewa-beli atau yang memanfaatkan Sarusun dengan cara lain untuk menjadikan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama baik sebagian atau seluruhnya
untuk kepentingan pribadi;
11.
memberikan persetujuan kepada Penghuni yang memiliki, menyewa, dan
menyewa-beli atau yang memanfaatkan Sarusun dengan cara lain untuk menambah
bangunan di luar Sarusun, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan
bersama;
12.
menyetujui tata tertib penghunian yang diterbitkan oleh pengelola;
13.
mengubah atau mencabut dan/atau menentukan lain tata tertib penghunian
yang selama ini telah berlaku di Rumah Susun sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh penyelenggara pembangunan;
14.
mengajukan permohonan perpanjangan hak atas Tanah Bersama sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
15.
menyetujui permohonan perpanjangan hak milik atas Sarusun dan
meneruskannya untuk proses perpanjangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
16.
melakukan pendaftaran nama Pemilik baru sebagai anggota PPPSRS ke dalam
buku daftar anggota paling lambat 5 (lima) hari kerja dalam hal terjadi
pengalihan hak kepemilikan, seperti jual beli, hibah, waris atau pemasukan
dalam perusahaan;
17.
melakukan pendaftaran nama pihak penerima pengalihan hak sebagai
anggota Penghuni ke dalam buku daftar anggota paling lambat 5 (lima) hari kerja
dalam hal terjadi pengalihan hak kepenghunian, seperti pinjam pakai, sewa
menyewa, atau sewa beli;
18.
Membiayai operasional bulanan dengan dana sebesar 1/12 (satu per dua
belas) anggaran operasional tahun buku sebelumnya bila periode anggaran telah
habis dan Rapat Umum Tahunan belum diselenggarakan;
19.
Mempersiapkan anggaran operasional untuk periode mendatang menjelang
Rapat Umum Tahunan dan mengajukannya pada Rapat Umum;
20.
Menentukan pembukaan rekening PPPSRS pada satu atau lebih bank di
kabupaten/kota domisili Rumah Susun untuk seluruh penerimaan keuangan PPPSRS;
21.
Menetapkan pembagian tugas tiap anggota Pengurus dan Pengawas dalam
peraturan organisasi dan/atau tata kerja yang disahkan oleh Rapat Pengurus dan
Pengawas sesuai kewenangan;
22.
Menyimpan dan mengelola buku daftar anggota;
23.
Melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
24.
Mengawasi pelaksanaan penghunian dan pemanfaatan pada Benda Bersama,
Bagian Bersama, dan Tanah Bersama;
25.
Menetapkan dan menerapkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh anggota PPPSRS berdasarkan ketentuan anggaran dasar, anggaran rumah
tangga, tata tertib, dan perjanjian dengan pengelola;
26.
Mengatur pelaksanaan kegiatan kemasyarakatan antar anggota PPPSRS
maupun antara anggota PPPSRS dengan masyarakat;
27.
Memberikan pengarahan, masukan, dan saran atas berbagai permasalahan
yang muncul dan menawarkan solusi yang terbaik;
Pengurus juga terikat dengan ketentuan
prosedural dalam mengadakan Rapat Pengurus. Struktur Pengurus PPPSRS minimal
terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan bidang yang terkait dengan
pengelolaan dan penghunian. Jadi untuk mengambil keputusan, masing-masing orang
di dalam Pengurus tidak dapat mengambil keputusan sendiri, melainkan harus
menyelenggarakan Rapat Pengurus. Agar tindakan beheren Pengurus dapat dianggap sebagai tindakan yang sah dilakukan oleh
PPPSRS, harus memerhatikan dan mematuhi syarat sahnya Rapat Pengurus.
Syarat pertama sahnya Rapat Pengurus adalah mengenai undangan. Untuk
menyelenggarakan Rapat Pengurus, undangan tertulis harus dikirim kepada seluruh
Pengurus dalam waktu 5 (lima) hari kalender sebelum rapat, dan harus
mencantumkan acara, tanggal, waktu, dan tempat rapat. Undangan untuk Rapat
Pengurus harus dikirim secara tertulis dan tidak dapat disampaikan secara
lisan. Namun, jika seluruh Pengurus hadir, undangan tidak diperlukan, dan rapat
dapat membuat keputusan yang sah dan mengikat.
Syarat kedua mengacu pada lokasi Rapat
Pengurus. Rapat Pengurus dapat diadakan di lokasi PPPSRS atau di lokasi lain
yang termasuk dalam wilayah kabupaten/kota yang berdekatan dengan Rumah Susun. Karena
ada kata "atau", Rapat Pengurus tidak harus diadakan di lokasi
PPPSRS, namun dapat memilih lokasi lain yang termasuk dalam wilayah
kabupaten/kota yang berdekatan dengan Rumah Susun.
Syarat ketiga adalah harus memenuhi ketentuan
kuorum. Ketentuan kuorum diatur pada bab V bentuk baku Anggaran Rumah Tangga.
Untuk dapat melangsungkan Rapat Pengurus, harus dihadiri oleh lebih dari 50%
(lima puluh persen) jumlah Pengurus. Anggaran Rumah Tangga tidak mengatur
bagaimana bila ternyata Rapat Pengurus dihadiri Pengurus sejumlah kurang dari
50% (lima puluh persen). Apakah dapat diadakan Rapat Pengurus kedua dengan
ketentuan kuorum yang lebih ringan? Karena tidak diatur, maka harus dimaknai
bahwa keputusan Rapat Pengurus secara mutlak hanya bisa diambil dalam Rapat
Pengurus yang dihadiri lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Pengurus.
Selanjutnya, keputusan Rapat Pengurus diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Anggaran Dasar.
Berdasarkan penjelasan di atas, perbuatan beheren yang sah adalah perbuatan
Pengurus yang sesuai dengan prinsip mengurus
kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan
kepemilikan Bagian Bersama, Benda Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian.
Pengurus bekerja untuk kepentingan Para Pemilik dan Penghuni, bukan diri
sendiri. Perbuatan apa saja yang menjadi kewenangan murni Pengurus ini juga
telah diatur tegas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS. Untuk
menjalankan perbuatan beheren ini, Pengurus tidak bisa melakukan
perbuatannya sendiri-sendiri melainkan harus dengan keputusan Rapat Pengurus
yang sah. Apabila perbuatan yang
dilakukan Pengurus tidak sesuai dengan hal ini, maka perbuatan tersebut tidak
sah. Perbuatan yang dilakukan Pengurus yang memanfaatkan PPPSRS untuk keperluan
pribadi, atau melampaui kewenangannya yang diatur dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, atau tidak diputuskan dalam Rapat Pengurus yang sah,
tidak dapat dimintakan tanggungjawabnya kepada PPPSRS. Sehingga yang
bertanggung jawab atas perbuatan hukum itu bukanlah PPPSRS, namun Pengurus
secara pribadi yang bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
Selain perbuatan beheren, Pengurus juga dapat melakukan perbuatan beschikking.
Perbuatan beschikking adalah perbuatan yang tidak secara langsung menyangkut bidang usaha
yang menjadi tujuan dari Persekutuan
Perbuatan beschikking Pengurus PPPSRS yang memerlukan persetujuan
dari Rapat Umum Anggota atau Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PPPSRS. Secara a contrario, perbuatan yang tidak diatur dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS dianggap sebagai perbuatan pengurusan,
dan menjadi kewenangan muri Pengurus (beheren). Sehingga, untuk melakukan perbuatan tersebut Pengurus tidak
memerlukan persetujuan Rapat Umum Anggota ataupun Pengawas.
Perbuatan Pengurus apa saja yang membutuhkan
persetujuan Rapat Umum (beschikking) adalah sebagai berikut:
1.
Meminta pengesahan dari Rapat Umum atas perubahan anggaran dasar maupun
anggaran rumah tangga, perubahan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan/atau
pemanfaatan dana cadangan;
2.
Menunjuk Pengelola dengan meminta pengesahan Rapat Umum;
3.
Menentukan penggunaan sistem informasi pelaporan pengelolaan yang dapat
diakses oleh Anggota PPPSRS dengan meminta pengesahan Rapat Umum; dan
4.
Melaksanakan kewenangan lain yang diberikan dalam Rapat Umum maupun
Rapat Umum Luar Biasa;
Karena perbuatan ini termasuk perbuatan
kepemilikan (beschikking), maka untuk menjalankannya Pengurus memerlukan persetujuan atau
pengesahan Rapat Umum. Persetujuan Rapat Umum itu harus memenuhi syarat sahnya
suatu Rapat Umum agar perbuatan beschikking itu juga dianggap sah. Syarat pertama Rapat
Umum adalah harus memenuhi ketentuan kuroum, sebagai berikut:
1.
Ketentuan kuorum adalah Rapat Umum dianggap sah dalam hal memenuhi
kuorum dengan dihadiri lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Pemilik.
2.
Dalam hal sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam undangan,
Pemilik yang hadir belum memenuhi kuorum sebagaimana dimaksud pada poin (1),
pembukaan rapat umum ditunda paling singkat paling singkat 30 (tiga puluh)
menit dan paling lama 2x60 (dua kali enam puluh) menit;
3.
Dalam hal sampai dengan batas waktu penundaan pembukaan rapat umum
sebagaimana dimaksud pada poin 2, Pemilik yang hadir belum memenuhi kuorum
sebagaimana dimaksud pada poin 1 maka rapat umum tidak dapat diselenggarakan
sehingga rapat umum ditunda sampai dengan batas waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kalender dan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender;
4.
Pada saat batas waktu sebagaimana dimaksud pada poin 3, panitia
musyawarah mengundang anggota PPPSRS serta undangan rapat umumnya paling lambat
7 (tujuh) hari kalender sebelum penyelenggaraan rapat umum;
5.
Dalam hal sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam undangan
sebagaimana dimaksud pada angka 4, anggota PPPSRS yang hadir belum memenuhi
kuorum sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka pembukaan rapat umum ditunda
paling lama 2 (dua) jam dan paling singkat 30 (tiga puluh) menit; dan
6.
Dalam hal sampai dengan batas waktu penundaan pembukaan rapat umum
sebagaimana dimaksud pada angka 5, anggota PPPSRS yang hadir belum memenuhi
kuorum sebagaimana dimaksud pada angka 1 maka pimpinan rapat membuka rapat umum
dan rapat umum dapat melakukan pengambilan keputusan secara sah.”
Khusus untuk agenda perubahan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS, memiliki ketentuan kuroum yang berbeda.
Ketentuan perubahan Anggaran Dasar adalah sebagai berikut:
1.
Perubahan atas ketentuan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
termasuk juga merubah nama PPPSRS (nama rumah susun) dapat terjadi melalui
rapat umum maupun rapat umum luar biasa yang dihadiri langsung oleh Pemilik
yang mewakili minimal 2/3 (dua pertiga) hak Pemilik dari total pemilik suara
yang dinyatakan sah;
2.
Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang dilakukan di
dalam rapat umum tahunan maupun rapat umum luar biasa dinyatakan sah apabila
didukung minimal 2/3 (dua pertiga) dari total hak suara pemilik yang dinyatakan
sah;
3.
Jika rapat tidak mencapai kuorum yang ditentukan, maka usulan tersebut
dinyatakan ditolak, dan pengurus dapat menyelenggarakan rapat berikutnya sesuai
dengan anggaran dasar; dan
4.
Dalam hal perubahan ketentuan dalam anggaran dasar yang bersifat
penyesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
persyaratan sebagaimana diatur diatas dikecualikan dan berlaku ketentuan kuorum
dan pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam anggaran dasar yang
diagendakan khusus untuk itu.
Apabila Rapat Umum tidak diselenggarakan
sesuai ketentuan di atas, maka perbuatan beschikking itu tidak sah. Yang bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita Anggota akibat perubahan ini adalah Pengurus secara
tanggung renteng.
Analisa Perkara
Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata terhadap PPPSRS
biasanya dilayangkan kepada Pengurusnya. Sering kali yang menjadi masalah
adalah kapan perbuatan itu adalah perbuatan yang menjadi tanggung jawab dari
PPPSRS secara badan hukum, dan kapan perbuatan itu adalah perbuatan yang
menjadi tanggung jawab pribadi Pengurusnya. Ketiga kasus di bawah ini ada
hubungannya dengan perbuatan Pengurus dalam mengurus PPPSRS yang merupakan daden
van beschkking dan daden van beheren.
i. Kasus Posisi
Sebanyak 3 (tiga) orang Pemilik Sarusun Gading Resort
Residences menggugat Pengurus PPPSRS Gading Resort Residence dengan dalil bahwa
Pengurus PPPSRS telah Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1365 KUHPerdata. Penggugat menyatakan bahwa Tergugat yaitu Pengurus PPPSRS ini
tidak sah sebagai Pengurus PPPSRS Gading Resort Residence periode 2018-2021.
Akan tetapi Tergugat tetap saja menjalankan kepengurusan PPPSRS.
ii. Putusan
Dalam Eksepsi: Menyatakan eksepsi Para Tergugat
diterima
Dalam Pokok Perkara: Menyatakan gugatan Para Penggugat
tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard)
iii. Pertimbangan Majelis Hakim
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan Para
Penggugat terhadap Para Tergugat didasarkan adanya perbuatan-perbuatan yang
merugikan Para Penggugat yang dilakukan oleh kepengurusan PPPSRS Gading Resort
Residence pada tahun 2015 – 2018. Dengan demikian majelis hakim berpendapat oleh
karena gugatan perkara aquo awalnya terjadi karena adanya perselisihan
(mengenai transparansi masalah keuangan dan pengelolaan) yang dilakukan oleh
kepengurusan PPPSRS Gading Resort Residence periode tahun 2015 – 2018, maka
seharusnya kepengurusan PPPSRS Gading Resort Residence periode tahun 2015 –
2018 tersebut ditarik menjadi pihak (incasu Tergugat), sehingga gugatan
Para Penggugat kurang pihak (plurium litis consoetium).
iv. Analisa
Dalam perkara ini, majelis hakim menganggap
orang-orang yang menduduki jabatan sebagai Pengurus PPPSRS Gading Resort
Residence periode tahun 2015-2018 perlu diikutkan sebagai Tergugat. Yang
dipersoalkan oleh Penggugat adalah keabsahan dari orang-orang yang menduduki
jabatan sebagai Pengurus PPPSRS Gading Resort Residence periode 2018-2021. Bila
memang terbukti bahwa orang dimaksud tidak sah sebagai Pengurus PPPSRS, maka
tentu perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus PPPSRS itu tidak dapat
dimintakan pertanggungjawabannya kepada PPPSRS. Justru yang bertanggungjawab
adalah Pengurus itu sendiri. Sehingga, majelis hakim menyatakan bahwa Pengurus
periode sebelumnya harus dilibatkan sebagai Tergugat, karena ada kemungkinan
bila gugatan ini dikabulkan maka yang bertanggung jawab adalah Pengurus, bukan
badan hukum PPPSRS itu. Akan tetapi, majelis hakim perlu berhati-hati melihat
perbuatan mana saja yang dituduh telah dilakukan secara melawan hukum oleh
Pengurus.
Seandainya sengketa ini masuk ke dalam pembahasan
pokok perkara, maka majelis hakim perlu mempertimbangkan untuk menembus prinsip
tanggung jawab terbatas Pengurus PPPSRS Gading Resort Residence, bila ternyata
Pengurus periode 2015-2018 terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang melanggar
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga nya dalam melakukan pengurusan,
khususnya perbuatan daden van beschkking. Sehingga yang bertanggung
jawab atas pelanggaran itu bukan lagi PPPSRS, melainkan Pengurus secara pribadi.
c.
Perkara di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 166/Pdt.G/2017/PN Jkt.Sel
i. Kasus Posisi
Seorang Pemilik Sarusun Kebagusan City menggugat Ketua
Dewan Pengurus PPPSRS Apartemen Kebagusan City Sdr. Honny Maitimu, dengan dalil
Pengurus PPPSRS telah Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1365 KUHPerdata karena telah melakukan pemutusan aliran listrik dan air yang
dilakukan dengan sengaja pada unit 2 A 3 milik Penggugat, padahal Penggugat
telah bayar iuran setiap bulan berturut-turut tiap waktu. Alasan Tergugat
memutus aliran listrik dan air terhadap unit milik Penggugat adalah karena
Penggugat telah terlambat membayar listrik dan air sejumlah Rp19 jutaan.
ii. Putusan
Dalam Pokok Perkara: Menyatakan gugatan Penggugat
tidak dapat diterima
iii. Pertimbangan Majelis Hakim
Majelis menilai bahwa Tergugat sebagai Ketua Dewan
Pengurus PPPSRS Kebagusan City telah melakukan perbuatan melawan hukum
berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi dalam petitumnya Penggugat menuntut
ganti rugi materiil dan imateriil terhadap Tergugat secara pribadi, terbukti
Penggugat menuntut sita jaminan terhadap aset milik pribadi Tergugat yaitu unit
lantai 20 A 7 A tower A yang ditempati Tergugat (Sdr. Honny Maitimu) saat ini,
mobil merk Nissan, X-Trail, dan sepeda motor merk Kawasaki 250 cc.
Oleh karena itu majelis menilai bahwa gugatan
Penggugat telah mencampur adukkan kapasitas Tergugat sebagai Ketua Dewan
Pengurus PPPSRS Kebagusan City namun dalam petitumnya telah menuntut Tergugat
secara pribadi.
iv. Analisa
Dalam perkara ini majelis tidak menerima gugatan
Penggugat karena gugatannya kurang jelas atau kabur. Tidak jelas apakah
Penggugat menguggat Tergugat sebagai yang berwenang mewakili PPPSRS Kebagusan
City, atau sebagai diri pribadi. Adapun tindakan Tergugat yang memadamkan air
dan listrik milik Tergugat, harus dibuktikan dilakukan dalam kapasitasnya
sebagai Pengurus dan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
PPPSRS Kebagusan City. Bila terbukti benar maka Pengurus tidak dapat dimintakan
pertanggung jawabannya. Namun ternyata bila Pengurus melanggar ketentuan dalam
Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga dalam pemadaman itu, maka yang
bertanggung jawab adalah Pengurus secara pribadi.
Bila melihat bentuk baku Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PPPSRS, pemadaman air dan listrik merupakan penerapan sanksi
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota PPPSRS. Artinya perbuatan ini
adalah perbuatan pengurusan sehari-hari (beheren) yang tidak membutuhkan
persetujuan dari Rapat Umum Anggota atau Pengawas. Sehingga untuk melakukan
perbuatan ini Pengurus tidak perlu mengadakan Rapat Umum Anggota. Bila
ditemukan Perbuatan Melawan Hukum atas pemadaman ini, maka yang bertanggung
jawab adalah PPPSRS, bukan Pengurus secara pribadi.
d. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:
238/Pdt.G/2014/PN.Jkt/Sel
i. Kasus Posisi
Seorang Pemilik unit M-1 Lantai Mezzanine Rumah Susun
Hunian Apartemen Casablanca Mansion menggugat Perhimpunan Penghuni Rumah Susun
Hunian Apartemen Casablanca Mansion dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana
diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata karena melakukan penutupan pintu akses/jalan
masuk dan keluar dari dan ke unit M-1 milik Penggugat tanpa izin dari Penggugat
serta tidak mau membongkar dinding gypsum tersebut sehingga Penggugat tidak
memiliki akses jalan dari dan ke unit M-1. Adapun alasan Tergugat menutup pintu
dengan dinding gypsum di depan pintu akses/jalan masuk dan keluar dari dan ke
unit M-1 Lantai Mezzanine tersebut hanya bertujuan untuk mengembalikan desain
dan atau fungsi bangunan aslinya telah diubah Penggugat dan tidak sesuai dengan
data gambar Pertelaan atau as built architecture yang telah disahkan
oleh Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 1058/2006 tanggal 6 Juli
2006.
ii. Putusan
Dalam Pokok
Perkara:
1.
Menyatakan
Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad)
yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat.
2.
Menghukum
Tergugat untuk membayar kerugian kepada Penggugat sebesar Rp4.000.000,- (empat
juta Rupiah).
3.
Menghukum
Tergugat untuk membongkar dinding gypsum yang menutupi pintu akses/jalan masuk
dan keluar pada unit M-1 Lantai Mezzanine milik Penggugat, selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, dan
membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah)
setiap hari keterlambatan dalam melakukan pembongkaran.
iii. Pertimbangan Majelis Hakim
Alasan Tergugat melakukan penutupan pintu akses keluar dan masuk dari
dan ke unit M-1 Lantai Mezzanine menurut majelis hakim terlalu mengada-ada dan
berlebihan. Perbuatan pintu akses keluar masuk dari dan menuju ke unit M-1
tidaklah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, dengan
demikian tindakan Tergugat menutup pintu tersebut dengan dinding gypsum
merupakan tindakan yang melanggar hak subyektif orang lain atau dengan kata
lain perbuatan melawan hukum.
iv. Analisa
Dalam kasus ini majelis hakim mengabulkan gugatan
Penggugat, karena Tergugat terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata dengan menutup pintu akses keluar masuk dari dan menuju ke unit M-1
tersebut dengan dinding gypsum. Oleh karena itu Tergugat dihukum untuk membayar
kerugian sebesar Rp4.000.000,-
(empat juta Rupiah) kepada Penggugat. Tergugat juga dihukum membongkar dinding
gypsum yang menutupi pintu akses/jalan masuk dan keluar pada unit M-1 Lantai
Mezzanine milik Penggugat, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak
putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, dan membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) setiap hari keterlambatan dalam
melakukan pembongkaran. Namun karena adanya prinsip tanggung jawab terbatas Pengurus badan hukum, maka yang akan membayar
ganti rugi kepada Penggugat serta biaya pembongkaran dinding gypsum ataupun
uang paksa dimaksud, dibebankan kepada badan hukum PPPSRS atau bersumber dari
rekeningnya, bukan dari Pengurus secara pribadi.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Pengurus tidak
bertanggung jawab secara pribadi untuk perbuatan hukum beheren PPPSRS. Namun, Pengurus
bertanggung jawab secara pribadi untuk perbuatan hukum beschikking yang diambil secara melawan
hukum. Dalam hal ini, Pengurus dapat digugat secara pribadi dengan dalil
perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata. (2) Majelis
hakim dalam menangani beberapa perkara perbuatan melawan hukum yang dilayangkan
terhadap PPPSRS, masih belum membedakan perbuatan apa saja yang merupakan
perbuatan beschkking dan perbuatan beheren. Namun majelis hakim sudah menerapkan prinsip tanggung jawab terbatas
bagi Pengurus PPPSRS.
BIBLIOGRAFI
Agustina, R. (2003). Perbuatan melawan hukum. Universitas
Indonesia, Fakultas Hukum, Pascasarjana.
Ali, C. (2011). Badan Hukum Alumni. Bandung.
Badrulzaman, M. D. (2022). Sistem hukum benda nasional.
Penerbit Alumni.
Djojodirdjo, M. A. M. (1979). Perbuatan melawan hukum:
tanggung gugat (aansprakelijkheid) untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan melawan hukum. Pradnya Paramita.
Erich, E., Maryano, M., & Martanti, Y. (2023). Perlindungan
Hukum terhadap Itikad Baik Penerima Kuasa yang Bertindak di Luar Kuasa yang
Dibuat Secara Autentik. Jurnal Hukum Indonesia, 2(1).
https://doi.org/10.58344/jhi.v2i1.11
Harahap, Y. (2021). Hukum perseroan terbatas. Sinar
Grafika (Bumi Aksara).
Hutchinson, T. (2006). Researching and writing in law.
Thomas Lawbook Co.
Ibrahim, J. (2006). Teori dan metodologi penelitian hukum
normatif. Malang: Bayumedia Publishing, 57(11).
Mamudji, S., Rahardjo, H., Supriyanto, A., Erni, D., &
Simatupang, D. P. (2005). Metode penelitian dan penulisan hukum. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 9–10.
Marzuki, P. M. (2013). Penelitian hukum.
Panalaga, W. B. (2023). Penerapan Asas Fiduciary Duty dan
Piercing the Corporate Veil Terhadap Tanggungjawab Terbatas Direksi Suatu
Perseroan Terbatas di Indonesia dan Amerika. UNES Law Review, 6(1),
1967–1977.
Paton, G. W. (n.d.). 1072, A Textbook Of Jurisprudence,
English Language Book Society. Oxford University Press. London.
Prasetya, R. (2011). Teori dan Praktik Perseroan Terbatas. Sinar
Grafika Jakarta.
Simamora, Y. S. (2008). Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas
dalam Kontrak Pemerintah di Indonesia.
Siregar, M., Kamello, T., Purba, H., & Sembiring, R. (2023).
Pemisahan Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Perspektif
Hukum Materiil dan Penerapan di Pengadilan. Locus Journal of Academic
Literature Review, 532–548.
Supriyatin, U., & Herlina, N. (2020). Tanggung Jawab Perdata
Perseroan Terbatas (PT) Sebagai Badan Hukum. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi,
8(1), 127–144.
Yahman, Y. (2014). Karakteristik Wanprestasi & Tindak
Pidana Penipuan yang lahir dari hubungan kontraktual. 1(1). Prenada Media
Group.
Copyright
holder: Daniel Atmario
Butar Butar, Abdul Salam (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This
article is licensed under: |