Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

ANALISIS KEBIJAKAN SEKOLAH BERASRAMA DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN SISWA SMA KRISTEN BARANA’

 

Ajeng Prajayanti Umbas1, Erni Murniarti2

Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Kemandirian siswa merupakan salah satu tujuan penting dalam pendidikan, terutama dalam konteks sekolah berasrama yang menyediakan lingkungan unik untuk pengembangan pribadi dan akademik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan sekolah berasrama yang berkontribusi dalam meningkatkan kemandirian siswa. Metode studi literatur dan refleksi digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber, termasuk artikel jurnal ilmiah, buku, tesis, dan laporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan akademik yang mendorong pembelajaran mandiri, kebijakan non-akademik yang melibatkan kegiatan ekstrakurikuler dan program pengembangan karakter, serta kebijakan pengasuhan yang menekankan disiplin dan tanggung jawab, memiliki peran signifikan dalam membentuk kemandirian siswa. Implementasi kebijakan ini menghadapi beberapa tantangan, seperti keterbatasan sumber daya dan resistensi dari siswa atau staf, namun strategi tertentu berhasil mengatasi hambatan tersebut. Temuan penelitian memberikan wawasan bagi pendidik dan pembuat kebijakan untuk merancang dan menerapkan kebijakan yang lebih efektif dalam meningkatkan kemandirian siswa di sekolah berasrama.

Kata Kunci: Kebijakan Sekolah Berasrama, Kemandirian Siswa, Pendidikan, Lingkungan Asrama

 

Abstract

Student independence is one of the important goals in education, particularly in the context of boarding schools that provide a unique environment for personal and academic development. This study aims to analyze boarding school policies that contribute to enhancing student independence. The literature review and reflection methods were used to collect and analyze data from various sources, including scholarly journal articles, books, theses, and research reports. The research findings indicate that academic policies that encourage independent learning, non-academic policies involving extracurricular activities and character development programs, as well as caregiving policies that emphasize discipline and responsibility, play a significant role in shaping student independence. The implementation of these policies faces several challenges, such as limited resources and resistance from students or staff, but certain strategies have successfully overcome these obstacles. The research findings provide insights for educators and policymakers to design and implement more effective policies in enhancing student independence in boarding schools.

Keywords: Boarding School Policies, Student Independence, Education, Boarding Environment

 

Pendahuluan

Kemandirian siswa merupakan salah satu aspek fundamental dalam pendidikan yang memiliki dampak jangka panjang pada keberhasilan akademis dan kehidupan pribadi. Kemandirian mencakup kemampuan untuk mengelola diri sendiri, membuat keputusan yang tepat, dan bertanggung jawab atas tindakan pribadi (Aziz, 2018; Nasution, 2018; Waruwu & Waruwu, 2023). Dalam konteks pendidikan, kemandirian tidak hanya membantu siswa mencapai tujuan akademis tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan kehidupan dewasa. Sejalan dengan itu, menurut Angin dan Arventius (2021), pada dasarnya kemandirian merupakan tingkah laku seseorang yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi kesulitan atau masalah memiliki rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.

Sekolah berasrama, salah satunya SMA Kristen Barana’ yang terletak di Toraja Utara, Sulawesi Selatan dengan lingkungan yang lebih terstruktur dan terkendali dibandingkan sekolah non-berasrama, menyediakan peluang unik untuk pengembangan kemandirian siswa. Menurut Latifatuh (2021), Program asrama sendiri merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendidikan karakter siswa yang terkhusus yang berkaitan dengan karakter kemandirian siswa. Di sekolah berasrama, para siswa dihadapkan pada situasi dimana mendorong mereka untuk mengatur waktu, menyelesaikan tugas sehari-hari, dan beradaptasi dengan aturan serta norma yang berlaku. Hal ini menempatkan sekolah berasrama dalam posisi yang ideal untuk mendukung pengembangan kemandirian siswa.

Meskipun potensi sekolah berasrama dalam meningkatkan kemandirian siswa diakui secara luas, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana kebijakan spesifik yang diterapkan di sekolah berasrama berkontribusi terhadap pengembangan kemandirian ini. Pertanyaan-pertanyaan kunci yang ingin dijawab dalam penelitian ini meliputi: Bagaimana kebijakan sekolah berasrama mendukung kemandirian siswa? Kebijakan spesifik apa yang efektif dalam meningkatkan kemandirian siswa? Apa saja tantangan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan ini?

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan sekolah berasrama yang berkontribusi dalam meningkatkan kemandirian siswa. Dengan memahami kebijakan yang efektif dan tantangan dalam implementasinya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi praktis bagi pendidik dan pembuat kebijakan untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik dalam mendukung kemandirian siswa di sekolah berasrama.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang peran kebijakan sekolah berasrama dalam membentuk kemandirian siswa. Temuan ini dapat digunakan oleh pendidik dan pengelola sekolah untuk merancang program yang lebih efektif dalam mendukung pengembangan kemandirian. Selain itu, penelitian ini juga berkontribusi pada literatur akademis mengenai pendidikan berasrama dan pengembangan karakter siswa, serta memberikan dasar yang kuat untuk penelitian lebih lanjut di bidang ini.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian literatur dilengkapi dengan metode refleksi peneliti  untuk menyelidiki peran pendidikan di sekolah berasrama terhadap perkembangan karakter kemandirian peserta didik. Pendekatan kajian literatur dipilih karena memungkinkan kami untuk menyusun dan menganalisis berbagai sumber literatur yang relevan dengan topik penelitian ini. Kajian Literatur berfungsi sebagai media perantara untuk bisa melihat peristiwa secara sistematik melalui spesifikasi relasi yang terjalin antar variable yang kemudian membantu peneliti untuk bisa melihat kemungkinan-kemungkinan topik utama penelitian (Ridwan et al., 2021). Sedangkan metode refleksi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam mengenali, mengidentifikasi, merespon fenomena pendidikan kemandirian diinstitusi pendidikan dimana tempat peneliti terlibat.

 

Hasil dan Pembahasan

SMA Kristen Barana salah satu sekolah swasta yang terletak di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan dengan sekolah berbasis asrama, SMA Kristen Barana yang berlabelkan sekolah Kristen sangat di tuntut untuk mampu membangun karakter kristiani dan kemandirian yang positif bagi segenap peserta didik yang mengemban pendidikan di tempat ini. Peran pendidikan di sekolah berasrama terhadap perkembangan karakter kemandirian peserta didik adalah topik yang penting dalam konteks pendidikan modern. Sejalan dengan itu menurut Mas’udi (2020) Upaya menumbuhkan kemandirian dan kepedulian siswa disekolah, diimplementasikan dengan peran serta teknologi pada beberapa aspek manajemen sistem disekolah dan juga didalam keseluruhan interaksi pembelajaran dalam wujud integrasi matapelajaran dan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, sedangkan diasrama diwujudkan dalam wujud peraturan siswa yang terintegrasi dengan pengaturan beberapa manajemen yang ada diasrama dan juga dalam bentuk keteladanan pengasuh asrama, dialog yang hangat penuh makna, Latihan-latihan kemandirian dan kepedulian, serta perayaan dan penghargaan terhadap setiap nilai kebaikan yang dilakukan siswa. Dalam membentuk kemandiriaan peserta didik diasrama tentunya dapat dikatakan susah susah gampang. Pada saat pertama kali masuk asrama kita sebut saja siswa kelas X ini, memiliki karakter kemandirian yang beragam, ada yang sangat mandiri dan ada yang kurang mandiri. Inilah yang menjadi tantangan dalam membantu peserta didik di tempat ini untuk menjadi pribadi yang berkarakter khususnya berkarakter kristiani dan memiliki kemandirian dalam kehidupan sehari-hari sehingga seluruh warga sekolah mengambil peran dalam hal tersebut. Dalam membahas hal ini, beberapa aspek yang relevan dan signifikan perlu diperhatikan secara rinci.

 

Defenisi Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk bertindak dan mengambil keputusan secara mandiri, tanpa bergantung pada orang lain secara berlebihan. Ini mencakup kemampuan untuk mengatur diri sendiri, mengambil tanggung jawab atas tindakan dan keputusan, serta menyelesaikan masalah tanpa bergantung pada bantuan eksternal secara berlebihan. Kemandirian juga mencakup kemampuan untuk mengatasi tantangan dan rintangan, serta untuk belajar dan tumbuh sebagai individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Dalam konteks pendidikan, pengembangan kemandirian penting untuk mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata dengan percaya diri dan kemampuan untuk mengatasi berbagai situasi.

Bebapa definisi pengertian kemandirian dari beberapa sumber buku

1)    Menurut Nurhayati (2011), Kemandirian adalah kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk melakukan sesuatu, tidak tergantung terhadap kemampuan orang lain, tidak mudah untuk terpengaruh oleh lingkungan sekitar, dan bebas mengendalikan segala kebutuhannya sendiri.

2)    Menurut Kartono (2007), Kemandirian yaitu kemampuan untuk berdiri sendiri melalui keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna memenuhi kebutuhannya sendiri.

3)    Menurut Chaplin (2002), Kemandirian adalah kebebasan seorang manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri.

4)    Menurut Maryam (2015), Kemandirian adalah tingkah laku yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kemandirian adalah salah satu aspek kepribadian yang tentunya sangat penting bagi tiap individu. Selama perkembangan berlangsung, kemandirian pun mulai dimiliki secara bertahap. Dimana bersikap mandiri akan dipelajari secara terus menerus oleh setiap individu dalam mengahadapi segala situasi dalam lingkungannya. Sehingga individu akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.

 

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian.

Menurut Ali dan Asrori (2005), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang, yaitu sebagai berikut :

1)    Gen atau keturunan Orangtua.

Orang tua memiliki sifat kemandirian yang tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian yang sama. Namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian yang diturunkan kepada anaknya melainkan sifat orangtuanya yang muncul berdasarkan cara orangtua mendidik anaknya.

2)    Pola asuh orangtua.

Cara orangtua mengasuh atau mendidika anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak, orangtua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Namun orangtua yang sering mengeluarkan kata-kata “jangan” tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan anak.

3)    Sistem pendidikan sekolah.

Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi tanpa argumentasi serta adanya tekanan punishment akan menghambat kemandirian seseorang. Sebaliknya, adanya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward dan penciptaan kompetitif positif akan memperlancar perkembangan kemandirian anak.

4)    Sistem kehidupan di masyarakat.

Sistem kehidupan dimasyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan terlalu hierarki akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.

 

Interpretasi Hasil Penelitian

Studi literatur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa berbagai kebijakan sekolah berasrama seperti SMA Kristen Barana’ dapat memengaruhi tingkat kemandirian siswa. Kebijakan sekolah berasrama yang tentunya berbeda dengan sekolah umum lainnya dapat meningkatkan kemandirian siswanya. Kebijakan-kebijakan ini mencakup kebijakan akademik, kebijakan non-akademik, serta kebijakan pengasuhan dan pengawasan.

 

 

Kebijakan Akademik

Pembelajaran yang diselenggarakan dalam konteks sekolah berasrama bertujuan supaya siswa mendapatkan jaminan lingkungan yang kondusif aman dan nyaman bagi tumbuhnya kemandirian dan kepedulian pebelajar (Rozi, 2015).

1)    Pembelajaran Mandiri: SMA Kristen Barana’ memiliki Kebijakan yang mendorong pembelajaran mandiri, seperti pemberian tugas proyek, penelitian, dan tugas individu, sangat efektif dalam mengembangkan keterampilan manajemen waktu dan tanggung jawab siswa. Tugas-tugas ini memungkinkan siswa untuk belajar mengambil inisiatif dan menyelesaikan tugas tanpa pengawasan langsung dari guru.

2)    Penilaian Berbasis Kemandirian: Implementasi penilaian yang tidak hanya berfokus pada hasil akademik tetapi juga pada proses dan upaya siswa dalam menyelesaikan tugas secara mandiri membantu memperkuat kemandirian siswa. Di SMA Kristen Barana’ memiliki kebijakan tersendiri untuk siswa yang kedapatan menyalin pekerjaan teman sehingga siswa di sekolah ini tidak ada yang mencoba untuk menyontek terkhusus pada ujian soal yang diberikan oleh guru.

 

Kebijakan Non-Akademik

1)  Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, seni, dan organisasi siswa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerja tim. Melalui kegiatan ini, siswa belajar untuk mengatur waktu mereka sendiri dan mengambil tanggung jawab atas peran mereka dalam tim. Keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler juga memainkan peran yang signifikan dalam pembentukan kemandirian siswa di sekolah berasrama. Di SMA Kristen Barana melalui kegiatan seperti olahraga, seni, atau layanan masyarakat, siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan rasa tanggung jawab. Keterlibatan dalam kegiatan ini tidak hanya membantu siswa menemukan minat dan bakat mereka, tetapi juga mengajarkan mereka nilai-nilai penting seperti kerjasama, ketekunan, dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan komunitas. Ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler di SMA Kristen Barana. Kegiatan ini beberapa dilaksanakan dihari yang sama seperti ekstrakulikuler monolog, tari, futsal, pasukan baris berbaris, olah vocal. Dengan fasilitas dan ruang yang berbeda beberapa ekskul bisa dilaksanakan dalam sehari. Diharapkan peserta didik secara bertanggung jawab untuk hadir dalam ekstrakulikuler ini dan melalui kegiatan ini besar harapan staf sekolah dan Pembina asrama bahwa peserta didik mampu membangun karakter dan kemandirian mereka.

Keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMA Kristen Barana’ dapat membantu membangun karakter kemandirian melalui beberapa cara:

a)     Pengembangan Keterampilan Leadership: Partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti klub kepemimpinan, organisasi siswa, atau tim olahraga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan. Memimpin dan berkolaborasi dengan teman sebaya dalam proyek atau acara dapat membantu siswa mengasah keterampilan komunikasi, pengambilan keputusan, dan manajemen waktu yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif.

b)    Tanggung Jawab dan Disiplin Diri: Terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler sering kali memerlukan komitmen waktu dan usaha yang konsisten. Siswa perlu mengatur jadwal mereka, memprioritaskan tugas-tugas, dan bertanggung jawab atas keterlibatan mereka dalam kegiatan tersebut. Ini membantu mereka untuk mengembangkan disiplin diri, ketekunan, dan tanggung jawab pribadi.

c)     Penemuan Diri dan Pengembangan Bakat: Keterlibatan dalam beragam kegiatan ekstrakurikuler memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi minat, bakat, dan potensi mereka di luar lingkup akademis. Melalui partisipasi dalam klub, organisasi, atau pertunjukan seni, siswa dapat menemukan passion mereka, mengembangkan keterampilan baru, dan memperkuat identitas mereka sebagai individu.

d)    Pengalaman Belajar di Luar Kelas: Kegiatan ekstrakurikuler sering kali menyediakan kesempatan untuk belajar di luar kelas dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam konteks praktis. Siswa dapat menghadapi tantangan yang berbeda, menemukan solusi kreatif, dan menghadapi kegagalan serta keberhasilan. Pengalaman ini membantu mereka untuk tumbuh sebagai individu yang lebih mandiri dan percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi.

Dengan demikian, keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah berasrama memberikan platform yang sangat baik bagi siswa untuk membangun karakter kemandirian melalui pengembangan keterampilan kepemimpinan, tanggung jawab, penemuan diri, dan pengalaman belajar di luar kelas.

 

2)  Program Pengembangan Karakter

Program-program seperti retret, seminar motivasi, dan kegiatan pengabdian masyarakat dirancang untuk mengajarkan nilai-nilai penting seperti tanggung jawab, kerjasama, dan inisiatif. Program ini mendorong siswa untuk menjadi lebih mandiri dan proaktif dalam kehidupan sehari-hari. Banyak sekolah berasrama memiliki program khusus untuk pembinaan karakter kemandirian siswa. Ini mungkin melibatkan kegiatan seperti ceramah, diskusi kelompok, atau proyek komunitas. Dengan fokus pada nilai-nilai seperti integritas, rasa hormat, kerja keras, dan empati, siswa diajak untuk merenungkan dan mempraktikkan perilaku yang mencerminkan karakter yang baik. SMA Kristen Barana’ menerapkan kegiatan yang diberi nama KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) dimana kegiatan ini merupakan kegiatan sharing yang dimulai dan ditutup dengan memuji Tuhan, berdoa dan membaca firman lalu mengaitkan dalam kehidupan sehari-hari dan sharing bersama. Kegiatan ini dilakukan oleh mentor dan wali kelas setiap hari senin setelah kegiatan proses belajar mengajar selesai di jam 15.00-selesainya. Dalam kegiatan ini biasa siswa mengambil kesempatan untuk meluapkan apa yang mereka suka dan tidak suka kepada teman kelas, keadaan asrama, guru, proses pembelajaran dan saling memberikan masukan atau nasihat antar sesama teman kelas untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dikelas. Kesempatan ini juga wali kelas memantau, mencatat, dan memberikan nasihat serta menyelesaikan masalah dikelas jika ada. Wali kelas tentunya harus membangun hubungan yang baik dengan peserta didiknya agar supaya wali kelas mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka dimana dalam hal ini wali kelas harus sering bekerja sama dengan Pembina asrama.

 

3)  Kebijakan Pengasuhan dan Pengawasan

a)  Aturan Disiplin

Kebijakan disiplin yang ketat tetapi adil membantu siswa untuk mengembangkan disiplin diri dan tanggung jawab. Aturan yang ketat mengenai waktu tidur, kebersihan, dan tanggung jawab harian mengajarkan siswa untuk mengatur kehidupan mereka sendiri dalam kerangka aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. SMA Kristen Barana memiliki program asrama yang sudah dari dulu sampai saat ini di terapkan dengan baik. Jadwal yang konsisten membuat peserta didik melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan menjadi kebiasaan peserta didik. Jadwal tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan dengan jadwal dan program sekolah. berikut kegitan sehari-hari peserta didik di SMA Kristen Barana yang diharapkan mampu membangun karakter kemandirian peserta didik.

Senin-Sabtu:

1.     04.30-04.45 : Bangun, membersihkan kamar dan tempat tidur

2.     04.45-06.30 : Mandi dan menggunakan seragam

3.     06.30-07.00 : Sarapan

4.     07.00-07.20 : Ibadah

5.     07.30-13.50 : Belajar di sekolah

6.     15.00-17.00 : KTB atau Ekstrakulikuler

7.     17.00-18.00 : Mandi sore/persiapan belajar malam

8.     18.00-18.45 : Makan malam

9.     19.00-21.00 : Belajar malam

10.  21.00-21.20 : Ibadah malam

11.  21.20-04.30 : Istirahat.

 

Sabtu dan Minggu:

1.     Tidak ada kegiatan ekskul dan kegiatan belajar malam, namun beberapa peserta didik tetap melakukan kegiatan belajar malam secara berkelompok.

2.     Minggu pagi peserta didik akan melaksanakan ibadah hari minggu sesuai jadwal pembagian seperti minggu perempuan dan minggu laki-laki dimana jika minggu perempuan maka yang ibadah dan tinggal diasrama adalah peserta didik perempuan sedangkan laki-laki akan beribadah hari minggu di gereja diluar dan bisa keluar asrama sampai jam 14.00

3.     Minggu malam kegiatan belajar malam akan dilaksanakan kembali.

Perlu diketahui bahwa peserta didik disini diwajibkan untuk mengumpulkan handphone mereka ke Pembina asrama dari hari minggu sore sampai sabtu siang. Peserta didik hanya menggunakan handphone di sabtu siang sampai minggu sore, namun peserta didik diperbolehkan menggunakan laptop dan tablet diatas 10 inci untuk proses belajar sehari-hari tentunya dengan peraturan yang ditetapkan sekolah bahwa jika jam pelajaran siswa menggunakan laptop atau tablet tidak semestinya, guru berhak mengambil dan menyimpan benda tersebut sampai batas waktu yang sudah di tentukan. Pembina asrama selalu mengecek kerapihan tempat tidur, lemari, kamar, dan sekitar kamar, selain itu Pembina asrama menunjuk kakak tertua dikamar menjadi ketua kamar untuk membantu melihat kondisi kamar dan anggota kamarnya.

b)  Bimbingan dan Konseling

Layanan bimbingan dan konseling yang tersedia di sekolah berasrama memberikan dukungan emosional dan psikologis yang penting bagi siswa. Konselor membantu siswa mengatasi masalah pribadi dan sosial, yang pada gilirannya memperkuat kemampuan mereka untuk mandiri. Guru dan konselor di sekolah berasrama sering memberikan pembinaan pribadi kepada siswa, membantu mereka mengatasi masalah, dan mengembangkan keterampilan interpersonal.

 

Tantangan dalam Implementasi Kebijakan

Penerapan suatu program atau kebijakan dari sebuah satuan Pendidikan memiliki sisi positif dan  negatif terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan atau kebijakan tersebut (Agustang,  2021). ada dua hal yang menjadi tantangan dalam implementasi kebijakan di sekolah berasrama yaitu:

1)    Keterbatasan Sumber Daya: Banyak sekolah berasrama menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dalam hal fasilitas maupun tenaga pengajar yang berkualitas, yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan yang efektif.

2)    Resistensi dari Siswa dan Staf: Implementasi kebijakan baru sering kali menghadapi resistensi dari siswa dan staf yang terbiasa dengan cara lama. Hal ini membutuhkan strategi perubahan yang bijaksana dan bertahap untuk memastikan penerimaan dan komitmen dari semua pihak.

 

Strategi Mengatasi Tantangan Oleh SMA Kristen Barana’

1)    Pelatihan dan Pengembangan Staf: SMA Kristen Barana dapat mengatasi keterbatasan sumber daya dengan memberikan pelatihan berkelanjutan bagi staf untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam mengelola dan menerapkan kebijakan yang berfokus pada pembentukan kemandirian siswa.

2)    Pendekatan Partisipatif: Melibatkan siswa dan staf dalam proses perencanaan dan evaluasi kebijakan dapat meningkatkan rasa memiliki dan komitmen terhadap kebijakan tersebut. Pendekatan partisipatif ini membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan kolaboratif.

3)    Peningkatan Sumber Daya: Sekolah ini selalu meningkatkan fasilitas yang baik sehingga dari semua sekolah yang berada di Toraja Sulawesi Selatan, SMA Kristen Barana menjadi salah satu sekolah menengah dengan fasilitas yang sangat unggul salah satu contohnya yaitu penggunaan smartboard dan wifi tersedia disetiap ruangan. Begitupun dengan kualitas guru yang  diharuskan untuk mengikuti berbagai macam pelatihan seperti guru penggerak serta memberi kesempatan dan beasiswa S2 bagi guru-gurunya untuk meningkatkan kualitas guru sehingga hampir 90 % guru di sekolah ini sudah meraih gelar Master.  

 

Dampak Kebijakan terhadap Kemandirian Siswa

Analisis dari berbagai literatur menunjukkan bahwa kebijakan sekolah berasrama yang dirancang dengan baik dapat menghasilkan dampak positif yang signifikan terhadap kemandirian siswa. Siswa yang terlibat dalam program-program ini menunjukkan peningkatan dalam kemampuan manajemen waktu, pengambilan keputusan, dan tanggung jawab pribadi. Mereka juga lebih siap untuk menghadapi tantangan di masa depan, baik dalam lingkungan akademik maupun kehidupan pribadi. Sejalan dengan itu, siswa haruslah disiplin dalam mengatur waktu, dapat menghadapi  setiap masalah   sendiri   dan   tidak bergantung  dan berharap kepada  orang  lain (Behaghel et al., 2017).  Peneliti melihat bahwa selama ini kemandirian siswa SMA Kristen Barana karena kebijakan-kebijakan yang diberlakukan sangat baik. Mereka mampu untuk bertahan disetiap tantangan yang mereka hadapi baik saat masih bersekolah di SMA Kristen Barana’ maupun Ketika mereka sudah tamat dan melanjutkan Pendidikannya di luar kota sehingga kemampuan mereka untuk bertahan ditempat yang baru tentu tidak dapat diragukan lagi. Selain itu mereka mampu bersosialisasi dengan baik hal tersebut tentunya dampak dari setiap kebijakan yang di berlakukan disekolah ini.

 

Implikasi Kebijakan

1)  Pengembangan Kebijakan Berbasis Bukti: Temuan dari studi ini menekankan pentingnya mengembangkan kebijakan yang didasarkan pada bukti dan praktik terbaik. Sekolah perlu terus memantau dan mengevaluasi efektivitas kebijakan mereka untuk memastikan hasil yang optimal dalam pembentukan kemandirian siswa.

2)  Rekomendasi untuk Pembuat Kebijakan: Pembuat kebijakan di bidang pendidikan harus mempertimbangkan untuk memberikan dukungan tambahan bagi sekolah berasrama, termasuk sumber daya dan pelatihan yang diperlukan untuk menerapkan kebijakan yang efektif dalam membentuk kemandirian siswa.

 

Kesimpulan

Kebijakan sekolah berasrama di SMA Kristen Barana' telah terbukti efektif dalam membentuk kemandirian peserta didik. Kehidupan berasrama mengajarkan disiplin dan tanggung jawab melalui jadwal harian yang teratur dan tugas-tugas kebersihan, yang membantu siswa mengelola waktu dan kegiatan mereka sendiri. Selain itu, interaksi sehari-hari di asrama mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi siswa. Dukungan akademis dan non-akademis yang terstruktur, termasuk kegiatan ekstrakurikuler dan bimbingan belajar, membantu siswa menjadi mandiri dalam belajar dan berprestasi. Lingkungan asrama yang kondusif juga memfasilitasi fokus pada tujuan akademis dan pengembangan pribadi, sementara tanggung jawab atas kebutuhan pribadi dan pemeliharaan fasilitas asrama mengajarkan siswa untuk mandiri tanpa bergantung pada orang tua. Secara keseluruhan, kebijakan ini menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan kemandirian melalui disiplin, pengembangan keterampilan sosial, dan tanggung jawab pribadi, menghasilkan siswa yang siap menghadapi tantangan masa depan dengan lebih mandiri dan percaya diri.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agustang, A. (2021). Interaksi sosial komunitas lokal dengan pendatang dan perubahan struktur komunitas lokal: Studi pada masyarakat majemuk di kawasan industri Makassar. https://doi.org/10.31219/osf.io/pw5xr

Ali, M., & Asori. (2005). Psikologi remaja, perkembangan peserta didik. Bumi Aksara.

Angin, P., & Arventius, A. (2021). Gambaran Kemandirian Belajar Penghuni Asrama Maranatha Medan.

Aziz, A. (2018). Hubungan Antara Kompetensi Guru Dan Kepercayaan Diri Dengan Kemandirian Siswa SMP N 2 Pangkalan Susu. Jurnal Psychomutiara, 1(1), 15–29.

Behaghel, L., Chaisemartin, C. de, & Gurgand, M. (2017). Ready for boarding? The effects of a boarding school for disadvantaged students. American Economic Journal: Applied Economics, 9(1). https://doi.org/10.1257/app.20150090

Chaplin, J. P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafika Persada.

Kartono, K. (2007). Psikologi anak. Mandar Maju.

Latifatu, Z. (2021). Pengaruh program asrama terhadap kemandirian siswa kelas VI di MIN 1 Banyumas Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas (Doctoral dissertation, IAIN Purwokerto).

Maryam, S. (2015). Kemandirian belajar. Sinar Baru.

Mas’udi, F. (2020). Manajemen strategi pembelajaran dengan sistem boarding school dalam upaya menumbuhkan kemandirian dan kepedulian siswa di era 4.0. At-Ta'lim: Jurnal Pendidikan, 6(1), 65–79.

Nurhayati, E. (2011). Bimbingan, konseling dan psikoterapi inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, T. (2018). Membangun kemandirian siswa melalui pendidikan karakter. Ijtimaiyah: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1).

Ridwan, M., AM, S., Ulum, B., & Muhammad, F. (2021). Pentingnya Penerapan Literature Review pada Penelitian Ilmiah. Jurnal Masohi, 2(1). https://doi.org/10.36339/jmas.v2i1.427

Rozi, F. (2015). Pembelajaran yang menumbuhkan kemandirian dan kepedulian pebelajar dalam konteks sekolah berasrama (boarding school): Studi kualitatif fenomenologis di SMP Insan Terpadu Paiton Probolinggo Jawa Timur (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang).

Waruwu, E. W., & Waruwu, E. (2023). Peran Pendidikan Agama Kristen Dalam Meningkatkan Kemandirian Peserta Didik Di Era Kurikulum Merdeka. Sinar Kasih: Jurnal Pendidikan Agama Dan Filsafat, 1(2), 98–112.

 

 

 

Copyright holder:

Ajeng Prajayanti Umbas, Erni Murniarti (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: