Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
9, September 2024
PENGARUH EWOM,
OUTCOME QUALITY, SERVICE ENCOUNTER
DAN PRICE REASONABLE TERHADAP REVISIT INTENTION YANG DIMEDIASI PATIENT SATISFACTION
Toni Periyanto1, Ardi2,
Richard Andre Sunarjo3
Universitas
Pelita Harapan, Jakarta, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi niat kunjungan kembali pasien di Klinik
Estetika UAC di Jakarta Barat. Penelitian ini menguji pengaruh eWOM, kualitas hasil (outcome quality), interaksi layanan (service encounter), dan kewajaran harga
(price reasonableness) terhadap niat
berkunjung kembali (revisit intention),
dengan kepuasan pasien (patient
satisfaction) sebagai variabel mediasi. Kerangka pemikiran penelitian ini
dirancang untuk menjawab bagaimana variabel-variabel independen tersebut dapat
memberikan pengaruh positif terhadap variabel dependen. Penelitian ini
dilakukan pada pasien di Klinik Estetika UAC yang berdomisili di Jabodetabek,
dengan jumlah sampel ditentukan menggunakan perangkat lunak G*Power untuk
Regresi Linier Berganda, menghasilkan 151 responden. Analisis data dilakukan
menggunakan PLS Structural Equation
Modelling (SEM) dengan bantuan
Smart PLS versi 4.1.0.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eWOM, outcome quality, dan service
encounter berpengaruh signifikan terhadap patient satisfaction, tetapi tidak berpengaruh terhadap revisit intention. Sementara itu, Price reasonable berpengaruh signifikan
terhadap patient satisfaction dan revisit intention, serta patient satisfaction berpengaruh
signifikan terhadap revisit intention.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa variabel eWOM, outcome quality, dan service
encounter tidak cukup kuat dalam mempengaruhi keputusan untuk berkunjung
kembali jika tidak diikuti oleh kepuasan pasien.
Kata Kunci :
eWOM, outcome quality, service encounter,
price reasonable, patient satisfaction, revisit intention, Klinik estetika
This study
aims to identify the factors influencing patients' revisit intention at the UAC
aesthetic clinic in West Jakarta. The research examines the impact of eWOM,
outcome quality, service encounter, and price reasonable on revisit intention,
mediated by patient satisfaction. The theoretical framework of this study is
designed to explain how these independent variables can positively influence
the dependent variable. The study was conducted on patients at the UAC
aesthetic clinic located in the Greater Jakarta area, with the sample size
determined using G*Power software for Multiple Linear Regression, resulting in
151 respondents. Data analysis was performed using PLS Structural Equation
Modelling (SEM) with the assistance of Smart PLS version 4.1.0.0. The results
indicate that eWOM, outcome quality, and service encounter significantly affect
patient satisfaction but do not influence revisit intention. In contrast, price
reasonable significantly affects both patient satisfaction and revisit
intention, and patient satisfaction significantly influences revisit intention.
From these findings, it can be concluded that eWOM, outcome quality, and
service encounter are not strong enough to influence the decision to revisit
unless accompanied by patient satisfaction.
Kata
Kunci: eWOM, outcome quality, service encounter, price reasonable, patient
satisfaction, revisit intention, Klinik estetika
Pertumbuhan industri kecantikan di Indonesia tercermin
dari pendapatannya yang ditaksir mencapai USD 8 miliar pada 2022, Jumlah itu
mengalami kenaikan 7,29% dibandingkan 2021 yang sebesar 7,46 miliar dollar
Amerika. Pendapatan dari industri ini pun diproyeksi pada tahun 2023 akan
mengalami peningkatan lagi menjadi 8,6 miliar dollar atau sebesar 7,26%. Nilai
tersebut diperkirakan terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 9,59 miliar
dollar dalam empat tahun mendatang (Rizaty, 2023). Pertumbuhan industri ini
juga diikuti dengan bertambahnya jumlah klinik kecantikan yang mengalami
perkembangan di hampir setiap kota besar di Indonesia terutama di Jakarta.
Klinik baru akan meningkatkan persaingan antar klinik kecantikan, sehingga
diperlukan strategi bisnis yang baik antara pemilik klinik kecantikan dan
penyedia jasa kecantikan untuk memberikan memberikan pelayanan dengan mutu
terbaik dalam memenuhi harapan setiap pasien agar setelah pasien selesai
melakukan perawatan dapat memiliki intensi untuk berkunjung kembali.
Banyak strategi yang diterapkan oleh klinik kecantikan
untuk bersaing dengan kompetitor dan menarik perhatian calon pelanggan.
Strategi tersebut meliputi konsep bangunan klinik, suasana klinik yang nyaman
dan ramah anak, penggunaan teknologi terbaru, serta pilihan layanan perawatan
yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Strategi yang dirancang oleh klinik
kecantikan harus berorientasi pada kemampuan klinik dalam membentuk kepuasan
pelanggan. Ketika pelanggan merasa puas, hal ini akan mendorong mereka untuk berkunjung
kembali.
Klinik kecantikan yang saat ini hadir di Indonesia
tentu memberikan penawaran berbagai macam perawatan yang beragam, mulai
perawatan Invasive misalnya injeksi
botox filler, benang, serta mesotherapy,
hingga prosedur bedah plastik. Selain itu, klinik kecantikan juga menawarkan
perawatan non-invasive seperti facial secara manual atau menggunakan alat
teknologi terbaru, seperti laser
accutoning, Laser Nd-Yag Intense Pulsed Light (IPL), Pico laser, accutoning
laser, serta High Intensity Focused
Ultrasound (HIFU) serta alat-alat canggih dunia kecantikan lain yang amat
bervariasi. Sementara itu strategi yang dipakai oleh setiap klinik kecantikan
dalam memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggannya bervariasi, mulai
dari menambahkan atau upgrade alat dan
kemampuan para dokter atau nakes, menawarkan promo yang menarik, sampai
melaksanakan berbagai aktivitas promosi di media sosial.
Di dalam bisnis kecantikan, kepuasan pelanggan dan
niat kunjungan kembali adalah salah satu faktor untuk dapat mempertahankan
eksistensi perusahaan. Kepuasan pelanggan biasanya terbentuk jika pelayanan
yang ditawarkan telah memenuhi dan sesuai dengan ekspektasi dan realita
pelanggan. Jika pelayanan yang diberikan dan tidak sesuai dengan ekspektasi dan
realitas yang dialami, maka konsumen akan merasakan kekecewaan serta tidak
dapat merasakan kepuasan. Menurut Adam (2022) juga menjelaskan bahwa pelanggan
yang puas akan terus melakukan pembelian secara berulang dan loyalitas
pelanggan akan semakin tinggi, jika hal ini terus berkelanjutan dalam waktu
lama, akan memicu keuntungan yang tinggi pada jasa pelayanan atau perusahaan
tersebut. Klinik kecantikan perlu melakukan studi penelitian yang secara
menyeluruh guna mengetahui apa saja yang diharapkan oleh konsumen terhadap
fasilitas klinik atau treatment yang
ditawarkan sehingga dapat mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan dari
konsumen itu sendiri. Retensi konsumen juga sangat penting terhadap fasilitas
yang disediakan karena teknologi dari fasilitas tersebut menjadi biaya yang
harus dikeluarkan guna menggapai lebih besar dan lebih banyak konsumen.
Saat ini kepuasan pelanggan dan niat kunjungan kembali
pasien menjadi fokus utama dalam strategi pertumbuhan bisnis (Chang et al.,
2020). Dalam rangka mencapai tujuan ini,
diperlukan pemahaman yang lebih dalam mengenai berbagai faktor pendorong atau
penghambat niat kunjungan ulang. Faktor-faktor tersebut meliputi upaya klinik
untuk meningkatkan popularitas, jumlah pengikut di media sosial, kualitas
pelayanan yang memberikan pengalaman menarik, hasil yang memuaskan, serta harga
yang dibayarkan. Semua faktor ini memainkan peran kunci dalam kepuasan pasien
dan keputusan mereka untuk berkunjung kembali.
Menurut publikasi data laporan bank dunia pada tanggal
30 Januari 2020 “Aspiring Indonesia:
Expanding the Middle Class”, diungkap bahwasanya di Indonesia total kelas
menengah ada sebanyak 52 juta jiwa atau 20% dari total. Pada 2016, tingkat
konsumsinya mencapai hampir 50% dari total nasional, yaitu 47 di mana tak lagi
miskin serta akan jadi kelas menengah yang semakin mapan (Anjani, Ruswanti,
& Indrawati, 2022). Memperhatikan besarnya segmen pasar juga peluang kelas
menengah dalam dunia usaha klinik kecantikan yang cukup tinggi, maka hadirlah
klinik kecantikan Unicare Aesthetic
Clinic (UAC), yang bertempat di Ruko Citra Garden 6, Jakarta Barat.
Dikarenakan target utama dari klinik UAC adalah
kalangan menengah ke atas maka klinik UAC menawarkan strategi pemasaran dengan
harga yang terjangkau dan selalu berusaha memberikan promo menarik setiap bulan
nya sehingga semua kalangan di segmen ini dapat mendapatkan harga yang cukup
terjangkau dan inovatif serta tidak mengorbankan kualitas pelayanan yang
ditawarkan. tanpa perlu menurunkan mutu pelayanan dari treatment yang
diberikan. Klinik UAC pun menyediakan berbagai treatment yaitu invasive non surgical dan non-invasive dan menggunakan teknologi
bidang kecantikan yang terus update sehingga tidak tertinggal pasar sektor
kecantikan dan klinik UAC juga memiliki variasi treatment yang cukup lengkap
dengan harga yang friendly.
Saat ini klinik UAC mempunyai 1 cabang utama dengan
total staf 15 orang, yaitu 1 orang direktur, 1 orang manager operasional, 1
orang akuntan, 2 dokter estetik, 2 perawat, 4 beautician, 2 kasir, 1 staff sosial media dan 1 Cleaning service. Operasional Klinik UAC
adalah dari hari Senin - Sabtu, dari pukul 10.00 – 19.00. Total pelanggan yang
mengunjungi Klinik UAC antara 5-10 orang tiap harinya, yang mana kebanyakan
adalah pasien perempuan yaitu 80%, sementara laki-laki 20%. Sementara untuk
profesinya cukup beragam, namun kebanyakan ibu rumah tangga, karyawan serta
pelajar di wilayah Jakarta Barat. 47 % pelanggan mendatangi Klinik UAC
dikarenakan memperoleh informasi dari media sosial, 35 % direkomendasikan oleh
orang terdekat, dan 18 % sisanya datang
karena konvensional marketing.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Klinik UAC mendapatkan pelanggan berasal dari media sosial instagram yang
menjadi salah satu media atau platform guna promosi yang digunakan sebagai
penyebaran Electronic Words of Mouth
(E-WOM). Hal ini dikarenakan terlihat dari engagement serta followers
di media sosial, di mana bisa dibandingkan banyaknya followers dengan jumlah pencapaian engagement rate dari klinik UAC masihlah terlalu kecil jika
diperbandingkan terhadap engagement rate
dari kompetitor seperti Klinik Kusuma,
Klinik erha serta Klinik NMW yang menjadi 3 klinik estetik yang telah lebih
dahulu terjun pada bisnis estetika serta juga memiliki segmen pasar menengah,
dan bertempat usaha di Jakarta barat. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk:
1)
Menguji pengaruh
dari eWOM terhadap Patient Satisfaction.
2) Menguji pengaruh dari Outcome Quality terhadap Patient
Satisfaction.
3) Menguji pengaruh dari Service Encounter terhadap Patient
Satisfaction.
4) Menguji pengaruh dari Price Reasonable terhadap Patient
Satisfaction.
5)
Menguji pengaruh
dari eWOM terhadap Revisit Intention.
6)
Menguji pengaruh
dari Outcome Quality terhadap Revisit Intention.
7)
Menguji pengaruh
dari Service Encounter terhadap Patient Satisfaction.
8)
Menguji pengaruh
dari Price Reasonable terhadap Patient Satisfaction.
9)
Menguji pengaruh
dari patient satisfaction terhadap
patient Revisit Intention.
Analisis inferensial
dalam penelitian ini dilakukan menggunakan statistik multivariat dengan
pendekatan baru yaitu Partial Least Square - Structural Equation Model (PLS-SEM).
PLS-SEM adalah prosedur statistik multivariat generasi kedua yang
bersifat non-parametrik (Hair et al., 2022). Metode SEM berbasis varian
ini efektif dan andal untuk memperkirakan hubungan kompleks antar variabel
secara simultan. Metode ini dikenal memiliki kemampuan untuk membangun model
prediksi dalam penelitian sosial seperti manajemen (Sarstedt et al., 2022).
Berbeda dengan SEM berbasis kovarians (CB-SEM) yang didasarkan
pada common factor model dan lebih cocok untuk confirmatory, PLS-SEM
menggunakan pendekatan komposit dalam estimasi konstruk, sehingga lebih sesuai
untuk penelitian exploratory dan explanatory, serta penelitian
yang berorientasi pada causal predictive (Hair et al., 2022).
Analisis PLS-SEM
dalam penelitian ini dilakukan menggunakan perangkat lunak SmartPLS®4.1.0.0
yang baru. Pengolahan data PLS-SEM melibatkan dua tahap utama: tahap
pertama adalah menilai model pengukuran (outer model) untuk menguji
reliabilitas dan validitas, dan tahap kedua adalah menilai model struktural
(inner model) untuk menguji kemampuan eksplanatori dan prediktif model, serta
terutama untuk uji signifikansi. Signifikansi pengaruh antar variabel dalam
model penelitian diperlukan untuk menilai hasil hipotesis.
Pengukuran indikator
validitas bisa dilakukan melalui penggunaan angka outer loading, apabila angka
outer loading di atas 0,708 (>0.708) maka indikator tersebut dinyatakan
reliabel untuk mengukur konstruknya. Dengan kata lain indikator tersebut telah menunjukkan
konsistensinya sebagai indikator bila digunakan berulang kali. Angka Average
Variance Extracted (AVE) yang sesuai kriteria minimal yaitu harus melebihi 0.50
(>0.50). Apabila ketika pengujian diperoleh angka outer loading kurang dari
0,708 indikatornya masih bisa dipakai, namun syaratnya angka loading minimal
melebihi 0,40 (Loading >40) serta angka AVE melebihi 0,50 (AVE >0,5) jadi
variabel bisa dianggap valid. Apabila di bawah 0.40 maka perlu disisihkan (Hair
et al., 2022).
Tabel 1. Indikator
validitas (Outer loadings) dan Convergent Validity (AVE)
Indikator |
Loading (>0.70) |
AVE(>0,5) |
PR1 |
0.872 |
0.684
|
PR2 |
0.835 |
|
PR3 |
0.796 |
|
PR4 |
0.844 |
|
PR5 |
0.784 |
|
PS1 |
0.881 |
0.810 |
PS2 |
0.908 |
|
PS3 |
0.914 |
|
PS4 |
0.914 |
|
PS5 |
0.883 |
|
Q1 |
0.889 |
0.775 |
Q2 |
0.859 |
|
Q3 |
0.892 |
|
RI1 |
0.919 |
0.835 |
RI2 |
0.921 |
|
RI3 |
0.901 |
|
SE1 |
0.828 |
0.741 |
SE2 |
0.882 |
|
SE3 |
0.882 |
|
SE4 |
0.879 |
|
SE5 |
0.850 |
|
SE6 |
0.866 |
|
SE7 |
0.868 |
|
SE8 |
0.852 |
|
SE9 |
0.837 |
|
SE10 |
0.863 |
|
W1 |
0.893 |
0.747 |
W2 |
0.928 |
|
W3 |
0.726 |
|
W4 |
0.895 |
Sumber : Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari
Tabel 1 tersaji informasi seperti di bawah ini :
a) Didapat angka loading faktor kurang dari 0.70. yang di
tandai oleh marker berwarna merah namun telah melebihi 0.50.
b) Angka AVE semuanya melebihi angka 0.50
c) Dari hasil penghitungan angka loading faktor telah
memenuhi kriteria serta AVE semua variabel serta indikator sudah sesuai
kriteria validitas serta bisa digunakan untuk uji selanjutnya
Construct Reliability (Cronbach's Alpha dan Composite
Reliability)
Pengujian reliabilitas konstruk dilakukan menggunakan cronbach’s alpha, composite reliability serta point of estimate (rho_a). Konstruk variabel dianggap memenuhi kriteria
reliabilitas apabila angka composite reliability melebihi 0,70 serta cronbach’s
alpha melebihi 0,70 (Hair et al., 2022).
Tabel 2. Construk
Reliability (Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability)
Variabel laten |
Cronbach's
alpha |
Composite
reliability (rho_a) |
Composite reliability (rho_c) |
Outcome Quality |
0.855 |
0.856 |
0.912 |
Patient Satisfaction |
0.941 |
0.942 |
0.955 |
Price Reasonable |
0.884 |
0.889 |
0.915 |
Revisit Intention |
0.901 |
0.903 |
0.938 |
Service Encounter |
0.961 |
0.962 |
0.966 |
eWOM |
0.886 |
0.917 |
0.921 |
Sumber : Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari
Tabel 2 tersaji beberapa informasi antara lain :
a) Angka Cronbach's Alpha semua variabel melebihi 0.70.
b) Semua angka Composite Reliability semua variable
melebihi 0.70
c) Berdasarkan hasil perhitungan Construk Reliability
(Cronbach’s Alpha serta Composite Reliability) Pada perhitungan Cronbach's
Alpha seluruh variabelnya memenuhi kriteria, hasil perhitungan Outer loading,
AVE dan Composite Reliability seluruhnya sudah sesuai kriteria. Dengan
mempertimbahkan hal-hal di atas maka model penelitian bisa dipakai pada uji
berikutnya.
HTMT yaitu rasio
hubungan antar-sifat dengan hubungan dalam sifat. HTMT yaitu rata-rata seluruh
hubungan indikator pada semua konstruksi yang menjadi ukuran konstruksi yang
tidak sama (yakni, hubungan heterotrait-heterometode) relatif pada rata-rata
(geometris) dari hubungan rata-rata indikator yang menjadi ukuran konstruksi
yang sama. Teknisnya, pendekatan HTMT merupakan estimasi hubungan sebenarnya
antar dua konstruk, apabila pengukuran kedua konstruk dilakukan secara sempurna
(yakni, apabila kedua konstruk bisa diandalkan dengan sempurna). Korelasi
sejati tersebut dinamakan pula sebagai korelasi disattenuated, yang mana apabila nilainya mendekati 1
memperlihatkan minimnya validitas diskriminan. Kriteria pengajuannya adalah
masing-masing variabel konstruk dapat membentuk variabel latennya sendiri jika
memiliki nilai kurang dari 0.90 (Hair et al., 2022).
Tabel 3. Heterotrait
Monotrait (HTMT)
Variabel Laten |
Q |
PS |
PR |
RI |
SE |
W |
Outcome Quality |
|
|
|
|
|
|
Patient Satisfaction |
0.927 |
|
|
|
|
|
Price Reasonable |
0.851 |
0.888 |
|
|
|
|
Revisit Intention |
0.855 |
0.893 |
0.858 |
|
|
|
Service Encounter |
0.933 |
0.893 |
0.880 |
0.798 |
|
|
eWOM |
0.669 |
0.752 |
0.766 |
0.683 |
0.686 |
|
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari
Tabel 3 tersaji sejumlah informasi, antara lain:
a) Angka Hasil Perhitungan HTMT secara keseluruhan lebih
kecil dari 0,90. Dari angka ini, bisa ditetapkan tiap-tiap variabel konstruk
bisa membentuk variabel laten masing-masing serta sudah sesuai kriteria
Heterotrait Monotrait kecuali pada Patient
Satisfaction dan Service
Encounter yang ditandai dengan marker warna merah
b) Patient Satisfaction dan Service Encounter masih dalam batas toleransi dikarenakan pada
hasil proses bootstrapping diperoleh rentang nilai confidence
interval (CI) 95% memiliki nilai atas (upper) tidak lebih 1,0 maka dapat dikonfirmasi
signifikansinya.
Sumber: Hasil olahan PLS-SEM (2024)
Pengukuran collinearity dari model struktur
mempunyai konsep sama dengan model pengukuran formatif yaini melalui
pertimbangan angka VIF. Angka VIF harus di bawah 5.0. hal ini menjadi indikasi
bahwasanya model bebas dari gejala multikolinearitas dari seluruh prediktor
pada seluruh responden, jadi bisa dilakukan uji ke tahapan berikutnya (Hair et
al., 2022).
Tabel 4.
Collinearity assessment VIF
Variabel Laten |
Patient Satisfaction |
Revisit Intention |
Outcome Quality |
3.680 |
4.213 |
Patient Satisfaction |
|
5.343 |
Price Reasonable |
3.406 |
3.691 |
Service Encounter |
4.924 |
5.383 |
eWOM |
1.999 |
2.135 |
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari
Tabel 4 tersaji informasi di bawah ini :
a) Diperoleh Angka VIF variabel konstruk di atas 5.0 yang
ditandai dengan marker warna merah.
b) Dari hasil penghitungan angka VIF maka semua variabel
terdapat gejala multikolinearitas pada variabel Patient Satisfaction dan Service Encounter.
koefisien determinasi
dipakai dalam pengukuran akurasi prediksi (pendugaan). Pada umumnya skor R2
= 0,75 dinilai mempunyai akurasi pendugaan yang tinggi, R2 =
0,50 mempunyai pendugaan akurasi yang sedang, serta R2 = 0,25
mempunyai pendugaan akurasi yang rendah (Hair et al., 2022) Hasil pengukuran angka koefisien determinasi
bisa dilihat melalui tabel 5.
Tabel 5. Koefisien
Determinasi (R2)
Variabel Laten |
R-square |
R-square adjusted |
Patient Satisfaction |
0.813 |
0.808 |
Revisit Intention |
0.717 |
0.707 |
Sumber : Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Melalui
Tabel 5 tersaji informasi di bawah ini :
a) Akurasi pendugaan model R2 Patient
Satisfaction 0.813. Angka tersebut masuk kategori pendugaan akurasi yang Tinggi. Dengan kata lain, Outcome
Quality, Price Reasonable, Revisit Intention, Service Encounter, eWOM,
mempengaruhi sebesar 81.3% sedangkan sisanya 18.7% mendapat pengaruh dari
faktor lainnya yang tidak dimasukkan pada model penelitian.
b) Akurasi pendugaan model R2 Revisit
Intention 0.717. Berdasarkan nilai tersebut memiliki pendugaan akurasi yang Besar. Dengan kata lain, Outcome
Quality, Price Reasonable, Service Encounter, eWOM, mempengaruhi senilai
71.7% sementara 28.3% sisanya mendapat
pengaruh dari faktor lainnya yang tak dilibatkan pada penelitian.
Selanjutnya untuk
melakukan evaluasi terkait besar angka R2 yang menjadi kriteria
keakuratan suatu prediksi, digunakan pula angka Stone-Geisser Q2.
Angka Q2 diperoleh dari prosedur blindfolding.
Sebagai pengukuran relatif dari relevansi prediktif, angka 0 sampai 0,25
dinilai mempunyai relevansi prediktif rendah, 0,25 sampai 0,5 mempunyai
relevansi prediktif sedang, serta bila diatas 0,5 mempunyai relevansi prediktif
tinggi (Hair et al., 2022).
Tabel 6. Predictive
relevance (Q2)
Variabel Laten |
SSO |
SSE |
Q² (=1-SSE/SSO) |
Outcome Quality |
453 |
453 |
0 |
Patient Satisfaction |
755 |
265.81 |
0.648 |
Price Reasonable |
755 |
755 |
0 |
Revisit Intention |
453 |
193.804 |
0.572 |
Service Encounter |
1510 |
1510 |
0 |
eWOM |
604 |
604 |
0 |
Sumber : Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari hasil uji dalam Tabel 6
maka bisa diperoleh informasi di bawah ini:
a) Angka Q2 prediktif relevansi untuk model
konstruktif Patient Satisfaction dipengaruhi Outcome Quality, Price Reasonable,
Revisit Intention, Service Encounter, eWOM, senilai 0.648 serta masuk kategori
relevansi prediktif Tinggi.
b) Angka Q2 prediktif relevansi pada model
konstruktif Revisit Intention dipengaruhi, Outcome Quality, Price Reasonable,
Service Encounter, eWOM, senilai 0.572 serta masuk kategori relevansi prediktif
Tinggi.
Sebagai upaya evaluasi
terhadap angka R2 dari seluruh variabel endogen dengan memakai f2.
Perbedaan f2 dengan R2
yaitu f2 lebih spesifik pada tiap-tiap variabel eksogen. Pada
umumnya angka 0.02 sampai 0.15 dinilai mempunyai effect size rendah, nilai
0.15-0,35 mempunyai effect size sedang sedangkan lebih dari 0.35
mempunyai effect size tinggi. Berikut adalah tabel nilai f2.
(Hair et al., 2022).
Tabel 7. Effect Size (nilai f2)
Variabel Laten |
Patient Satisfaction |
Revisit Intention |
Outcome Quality |
0.145 |
0.027 |
Patient Satisfaction |
|
0.150 |
Price Reasonable |
0.084 |
0.068 |
Service Encounter |
0.093 |
0.001 |
eWOM |
0.068 |
0.002 |
Sumber : Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari hasil uji pada Tabel 7
maka bisa diperoleh informasi seperti di bawah ini:
a) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Outcome Quality berpengaruh pada variabel Patient Satisfaction, senilai 0.145 serta masuk kategori angka
pendugaan rendah.
b) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Outcome Quality berpengaruh pada variabel Revisit Intention, senilai 0.027 serta masuk kategori angka
pendugaan rendah.
c) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Patient Satisfaction berpengaruh pada variabel Revisit Intention, senilai 0.150 serta masuk kategori angka
pendugaan rendah.
d) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Price Reasonable berpengaruh pada variabel Patient Satisfaction, senilai 0.084 serta masuk kategori angka
pendugaan rendah.
e) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Price Reasonable berpengaruh pada variabel Revisit Intention, senilai 0.068 serta masuk kategori angka
pendugaan rendah.
f) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Service Encounter berpengaruh pada variabel Patient Satisfaction, senilai 0.093 serta masuk pada kategori angka
pendugaan rendah.
g) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel Service Encounter berpengaruh pada variabel Revisit Intention, senilai 0.001 serta masuk pada kategori angka
pendugaan rendah.
h) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel eWOM berpengaruh pada variabel Patient Satisfaction, senilai 0.068 serta masuk pada kategori angka
pendugaan rendah.
i) Angka F2 effect size pada model konstruktif
Variabel eWOM berpengaruh pada variabel Revisit Intention, senilai 0.002 serta masuk pada kategori angka
pendugaan rendah.
Uji Hipotesis Penelitian
Sumber : Hasil olah data (2024)
Analisis koefisien model struktural dipakai dalam
pengujian hipotesis dengan mencari tahu korelasi manakah yang pengaruhnya
signifikan. Apabila angka p-value < a (0,05) artinya hubungannya signifikan,
namun apabila angka p-value > a (0,05) artinya hubungannya tak signifikan
(Hair et al., 2022).
Tabel 8. Uji
Hipotesis pengaruh langsung model Penelitian
Hipotesis |
Koefisien Jalur |
Original Sample
(O) |
T Statistics
(|O/STDEV|) |
P Values |
Ket |
H1 |
eWOM -> Revisit Intention |
0.033 |
0.539 |
0.590 |
Tidak didukung |
H2 |
Outcome Quality -> Revisit Intention |
0.178 |
1.585 |
0.113 |
Tidak didukung |
H3 |
Service Encounter -> Revisit Intention |
-0.047 |
0.302 |
0.763 |
Tidak didukung |
H4 |
Price Reasonable -> Revisit Intention |
0.266 |
2.152 |
0.031 |
Didukung |
H5 |
eWOM -> Patient Satisfaction |
0.160 |
2.811 |
0.005 |
Didukung |
H6 |
Outcome Quality -> Patient Satisfaction |
0.316 |
3.680 |
0.000 |
Didukung |
H7 |
Service Encounter -> Patient Satisfaction |
0.293 |
2.828 |
0.005 |
Didukung |
H8 |
Price Reasonable -> Patient Satisfaction |
0.231 |
3.174 |
0.002 |
Didukung |
H9 |
Patient Satisfaction -> Revisit Intention |
0.476 |
3.027 |
0.002 |
Didukung |
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Melalui
Tabel 8 bisa didapat informasi di bawah ini:
a) eWOM -> Revisit Intention mempunyai angka Original
Sample (O) senilai 0.033 serta P Values 0.590 di atas 0,05. Dari angka-angka
ini terlihat ada pengaruh positif namun tidak signifikan. jadi H1 tidak didukung.
b) Outcome Quality -> Revisit Intention mempunyai
angka Original Sample (O) senilai 0.178 serta P Values 0.113 di atas 0,05. Dari
angka-angka ini dapat terlihat ada pengaruh positif namun tidak signifikan.
Jadi H2 tidak didukung
c) Service Encounter -> Revisit Intention mempunyai
angka Original Sample (O) senilai -0.047 serta P Values 0.763 di atas 0,05.
Dari angka-angka ini terlihat ada pengaruh negatif namun tidak signifikan. Jadi
H3 tidak didukung.
d) Price Reasonable -> Revisit Intention mempunyai
angka Original Sample (O) senilai 0.266 serta P Values 0.031 di bawah 0,05.
Dari angka-angka ini terlihat ada pengaruh positif yang signifikan. Jadi H4 Didukung.
e) eWOM -> Patient Satisfaction mempunyai angka
Original Sample (O) senilai 0.160 serta P Values 0.005 di bawah 0,05. Dari
angka-angka ini terlihat ada pengaruh positif yang signifikan. Jadi H5 Didukung.
f) Outcome Quality -> Patient Satisfaction mempunyai
Original Sample (O) senilai 0.316 serta P Values 0.000 di bawah 0,05. Dari
angka-angka ini terlihat ada pengaruh positif yang signifikan. Jadi H6 didukung.
g) Service Encounter -> Patient Satisfaction mempunyai
angka Original Sample (O) senilai 0.293 serta P Values 0.005 di bawah 0,05.
Dari angka-angka ini terlihat ada pengaruh positif yang signifikan. Jadi H7 Didukung.
h) Price Reasonable -> Patient Satisfaction mempunyai
angka Original Sample (O) senilai 0.231 serta P Values 0.002 di bawah 0,05.
Dari angka-angka ini terlihat ada pengaruh positif yang signifikan. Jadi H8 Didukung.
i) Patient Satisfaction -> Revisit Intention mempunyai
angka Original Sample (O) senilai 0.476 serta P Values 0.002 di bawah 0,05.
Dari angka-angka ini terlihat ada pengaruh positif yang signifikan. Jadi H9 Didukung.
Importance-Performance
Matrix Analysis (IPMA) adalah teknik
analisis yang diperkenalkan dalam Partial Least Squares Structural Equation
Modeling (PLS-SEM) untuk memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang
hubungan antara variabel dalam model penelitian. Menurut Hair et al. (2022),
IPMA tidak hanya mengidentifikasi pengaruh setiap konstruk independen terhadap
konstruk dependen, tetapi juga mengevaluasi kinerja dari setiap konstruk. IPMA
menggabungkan dua aspek penting dalam evaluasi model, yaitu ;
a) Importance:
Mengukur seberapa besar pengaruh atau kontribusi suatu konstruk independen
terhadap konstruk dependen dalam model. Nilai dari importance akan
diletakkan pada axis X.
b) Performance:
Mengukur kinerja atau performa aktual dari setiap konstruk berdasarkan nilai
rata-rata indikator yang terkait. Nilai dari performance akan diletakkan
pada axis Y.
Dengan menggabungkan
informasi mengenai importance dan performance, peneliti dan
praktisi dapat membuat keputusan yang lebih tepat dalam strategi peningkatan
kinerja dan alokasi sumber daya, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam mencapai tujuan penelitian atau bisnis. Untuk mempermudah
peneliti, korelasi antara tingkat kepentingan dengan kinerja dalam analisis
IPMA dibagi dalam 4 Quadrant yang interpretasinya seperti dibawah ini:
1) Quadrant I (High
Importance, High Performance): Konstruk yang berada di Quadrant ini
menunjukkan area yang penting dan berkinerja baik. Perusahaan harus
mempertahankan atau sedikit meningkatkan kinerja di area ini.
2) Quadrant II
(Low Importance, High Performance): Konstruk di quadrant ini
berkinerja tinggi tetapi pengaruhnya rendah terhadap variabel dependen. Sumber
daya mungkin bisa dialihkan dari area ini ke area lain yang lebih penting.
3) Quadrant III
(Low Importance, Low Performance): Konstruk di sini memiliki pengaruh
yang rendah dan berkinerja rendah. Area ini mungkin tidak memerlukan prioritas
tinggi dalam peningkatan.
4) Quadrant
IV . (High Importance, Low Performance): Konstruk di quadrant ini
sangat penting tetapi berkinerja rendah. Ini menunjukkan area yang membutuhkan
prioritas perbaikan untuk meningkatkan variabel dependen.
Langkah pertama dalam
analisis IPMA adalah mengukur Revisit
intention sebagai konstruk target. Analisis IPMA dilakukan untuk menentukan
sejauh mana Revisit intention dipengaruhi oleh variabel independent dan
vaiabel mediasi seperti eWOM, outcome quality, service
encounter, price reasonable dan patient satisfaction. Hasil
analisis ini memetakan pentingnya dan kinerja dari setiap variabel, memberikan
panduan strategis bagi manajemen klinik UAC untuk fokus pada area yang paling
berdampak terhadap Revisit Intention.
Gambar 3. Importance-Performance Map Analisis
Revisit Intention
Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2024)
Tabel 9. Importance-Performance
Map Analysis Revisit Intention
Variabel laten |
Total Effects Revisit Intention |
LV Performances |
Quadrant |
Outcome Quality |
0.329 |
81.179 |
Q1 |
Patient Satisfaction |
0.476 |
79.877 |
Q1 |
Price Reasonable |
0.376 |
76.012 |
Q4 |
Service Encounter |
0.093 |
82.799 |
Q2 |
eWOM |
0.109 |
71.951 |
Q3 |
Mean |
0,276 |
77,912 |
|
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari
tabel 9 tersebut bisa terlihat informasi seperti di bawah ini :
1) Quadrant 1 :
Terdiri dari variabel Outcome Quality dan Patient Satisfaction, merupakan
faktor yang konsumen anggap penting serta diharapkan menjadi penunjang Revisit
Intention. Klinik diwajibkan menjaga kinerja ini.
2) Quadrant 2 : terdiri dari variabel Service Encounter merupakan
faktor yang dinilai berkinerja tinggi tetapi pengaruhnya rendah terhadap
variabel dependen. Sumber daya mungkin bisa dialihkan dari area ini ke area
lain yang lebih penting.
3)
Quadrant 3 : Terdiri dari variabel eWOM merupakan faktor
yang dinilai berpengaruh rendah dan berkinerja rendah. Area ini mungkin tidak
memerlukan prioritas tinggi dalam peningkatan.
4)
Quadrant 4 : terdiri dari variabel Price Reasonable merupakan
faktor yang sangat penting tetapi berkinerja rendah. Ini menunjukkan area yang
membutuhkan prioritas perbaikan untuk meningkatkan variabel dependen.
Berdasarkan
hasil analisis IPMA untuk variabel laten pada revisit intention, nilai
rata-rata untuk importance adalah 0,276, sedangkan untuk performance
adalah 77,912. Semua nilai yang berada di bawah rata-rata ini dianggap rendah,
sedangkan nilai di atas rata-rata dianggap tinggi. Kedua nilai rata-rata ini
digunakan untuk menarik garis vertikal dan horizontal, membagi hasil pemetaan
menjadi empat kuadran, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Hasil
pemetaan variabel menggunakan IPMA ini dapat mengidentifikasi variabel mana
yang sudah memiliki kinerja baik dan variabel mana yang memerlukan peningkatan
kinerja. Berdasarkan posisi variabel dalam kuadran, manajemen klinik dapat
diberikan rekomendasi dan saran mengenai prioritas utama yang perlu
diperhatikan. Temuan pada variabel Price Reasonable merupakan faktor
yang sangat penting tetapi berkinerja rendah, hal ini lebih lanjut mendorong
upaya perbaikan atau peningkatan manajemen klinik.
Gambar 4. Importance-Performance
Map Analysis variable construct Revisit Intention
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Tabel 10. Importance-Performance
Map Analysis variable construct Revisit Intention
Variabel laten |
Variabel
Konstruk |
Total Effects |
MV
Performances |
Quadrant |
Price Reasonable |
PR1 |
0.101 |
75.993 |
Q4 |
|
PR2 |
0.093 |
69.702 |
Q4 |
|
PR3 |
0.085 |
74.007 |
Q4 |
|
PR4 |
0.094 |
78.974 |
Q4 |
|
PR5 |
0.081 |
80.960 |
Q1 |
Patient Satisfaction |
PS1 |
0.106 |
82.285 |
Q1 |
|
PS2 |
0.102 |
80.629 |
Q1 |
|
PS3 |
0.109 |
79.636 |
Q1 |
|
PS4 |
0.107 |
79.470 |
Q1 |
|
PS5 |
0.106 |
77.318 |
Q4 |
Outcome Quality |
Q1 |
0.127 |
82.450 |
Q1 |
|
Q2 |
0.120 |
80.132 |
Q1 |
|
Q3 |
0.126 |
80.795 |
Q1 |
Service Encounter |
SE1 |
0.011 |
81.126 |
Q2 |
|
SE2 |
0.012 |
83.444 |
Q2 |
|
SE3 |
0.011 |
85.430 |
Q2 |
|
SE4 |
0.010 |
82.947 |
Q2 |
|
SE5 |
0.010 |
83.775 |
Q2 |
|
SE6 |
0.010 |
83.940 |
Q2 |
|
SE7 |
0.012 |
81.457 |
Q2 |
|
SE8 |
0.012 |
80.464 |
Q2 |
|
SE9 |
0.011 |
81.457 |
Q2 |
|
SE10 |
0,011 |
84,272 |
Q2 |
eWOM |
W1 |
0,034 |
73,510 |
Q3 |
|
W2 |
0.036 |
73.841 |
Q3 |
|
W3 |
0.021 |
63.079 |
Q3 |
|
W4 |
0.033 |
72.517 |
Q3 |
Mean |
|
0,059 |
79,023 |
|
Sumber : Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2024)
Dari tabel
10 tersebut bisa dilihat beberapa informasi seperti dibawah ini :
1) Quadrant 1 :
Terdiri dari variabel Price Reasonable (PR5), Patient Satisfaction (PS1, PS2, PS3,
PS4) dan Outcome Quality : Q1, Q2, Q3,
merupakan faktor yang konsumen anggap penting serta diharapkan menjadi
penunjang Revisit Intention. Manajemen klinik diwajibkan untuk menjaga kinerja
ini.
2) Quadrant 2 :
terdiri dari variabel Service Encounter (SE1, SE2, SE3, SE4, SE5, SE6,
SE7, SE8, SE9, SE10) merupakan faktor yang dinilai berkinerja tinggi tetapi
pengaruhnya rendah terhadap variabel dependen. Sumber daya mungkin bisa
dialihkan dari area ini ke area lain yang lebih penting.
3) Quadrant 3 :
Terdiri dari variabel eWOM (W1, W2, W3, W4) merupakan faktor yang dinilai
berpengaruh rendah dan berkinerja rendah. Area ini mungkin tidak memerlukan
prioritas tinggi dalam peningkatan.
4) Quadrant 4 :
terdiri dari variabel Price Reasonable (PR1, PR2, PR3, PR4) dan Patient
Satisfaction(PS5) merupakan faktor yang sangat penting tetapi berkinerja
rendah. Ini menunjukkan area yang membutuhkan prioritas perbaikan untuk
meningkatkan variabel dependen.
Pada Gambar 4 dan tabel 6 hasil output IPMA, quadrant
1 (high Importance, high Performance) terdapat indikator yang paling
penting (nilai total effect lebih besar) yaitu Q1 yang merefleksikan Outcome
Quality. Indikator tersebut berisikan pernyataan “Saya merasa senang dengan
hasil yang saya dapatkan setelah mengunjungi Klinik UAC” dan selain itu peneliti
juga menemukan pada indikator Patient Satisfaction (PS1) yang berisikan
pernyataan “Bagi saya layanan treatment di Klinik UAC memuaskan” kedua Indikator
ini juga dianggap penting dan sudah termasuk mempunyai kinerja yang baik. Hal
ini dapat memberikan masukan bahwa outcome quality dan patient
satisfaction di klinik UAC sudah baik dan perlu di pertahankan oleh
manajemen klinik.
Selanjutnya pada quadrant 4 (high importance
– low performance) ditemukan indikator PR2 (performance paling
rendah) yang merefleksikan variabel Price Reasonable. Indikator ini
berisikan pernyataan “Biaya treatment yang ditetapkan klinik UAC terjangkau”. Hal
ini menunjukkan bahwa pasien merasa harga yang diberikan oleh klinik belum
cukup terjangkau. Temuan ini menjadi masukan penting bagi manajemen untuk
meningkatkan penjualan dan mempertimbangkan kembali harga tindakan di klinik
UAC. Variabel yang berada dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang
tinggi bagi pasien namun performanya rendah, sehingga diperlukan perhatian
lebih. Klinik UAC perlu mengevaluasi strategi harga mereka agar lebih
kompetitif dan sesuai dengan harapan pasien.
Temuan lain yang juga penting untuk ditindaklanjuti
adalah dengan ditemukannya indikator PR1 pada quadran 4 (high
importance – low performance) .
Indikator ini juga berdekatan dengan PR2 yang keduanya berkaitan dengan
variabel Price Reasonable. Indikator PR1 berisikan pernyataan “Biaya
Treatmnet yang ditetapkan klinik UAC sepadan dengan kualitas pelayanan yang
diberikan kepada saya” Hal ini menunjukkan bahwa pasien merasa biaya treatment
yang ditetapkan oleh klinik belum sepadan dengan kualitas pelayanan yang mereka
terima.
Berdasarkan analisis IPMA, variabel yang berada dalam
Quadrant 4 memiliki tingkat kepentingan yang tinggi bagi pasien namun
performanya rendah. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih untuk
meningkatkan aspek-aspek ini. Penyesuaian harga yang lebih terjangkau dan
sesuai dengan kualitas pelayanan dapat meningkatkan kepuasan pasien, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan revisit intention pasien ke klinik.
Manajemen harus mempertimbangkan temuan ini dalam upaya untuk meningkatkan
loyalitas pasien dan keberlanjutan bisnis klinik. Fokus pada peningkatan
persepsi harga yang wajar dan kualitas layanan yang sepadan dengan biaya yang
dikeluarkan adalah kunci untuk mencapai kepuasan pasien yang lebih tinggi.
Dari hasil pengujian
hipotesis yang sudah dilaksanakan pada hipotesis 1, dapat disimpulkan bahwa
eWOM (WOM online) tidak memengaruhi revisit intention di klinik
kecantikan UAC Jabodetabek. Hasil ini senada dengan riset dari Lkhaasuren dan
Nam (2018), Mehyar et al., (2020), Novita dan Yessy (2020), yang menyebutkan
bahwa eWOM tidak berpengaruh pada revisit intention. Hal ini berarti
eWOM atau komentar yang terdapat pada foto di sosial media mengenai klinik UAC
tidak membuat pelanggan berkunjung kembali, karena eWOM tidak hanya berasal
dari Instagram saja, tetapi juga dapat dilihat pada media sosial lainnya. Hasil
penelitian ini menjadi literatur yang baru mengenai eWOM (Mehyar et al., 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Angelica dan
Bernarto (2023) dan Serra-Cantallops et al. (2020), terdapat teori disonansi
kognitif yang terjadi ketika keyakinan atau sikap seseorang berbenturan dengan
perilaku yang ditunjukkannya. Influencer media sosial berdampak pada citra
merek klinik kecantikan, namun kekhawatiran konsumen mengenai kebenaran atau
kesesuaian rekomendasi influencer dengan kebutuhan dan preferensi mereka
mencegah peningkatan langsung dalam niat membeli. Pelanggan akan merasa skeptis
terhadap ulasan atau promosi yang diposting oleh influencer, sehingga dapat
mengurangi keinginan mereka untuk melakukan pembelian.
Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis 1, terbukti bahwa hasil ini sejalan dengan penurunan
kunjungan konsumen ke klinik kecantikan UAC di Jabodetabek akhir-akhir tahun
ini. Hal ini dikarenakan banyak klinik kecantikan yang tidak aktif di beberapa
media sosial atau media online lainnya untuk memberikan informasi terkait
dengan pemberian diskon. Jika suatu klinik tidak memberikan informasi terbaru
mengenai diskon dan lainnya, maka konsumen bisa melupakan klinik tersebut,
sehingga akan berdampak pada penurunan revisit intention.
Dari hasil uji
hipotesis yang telah dilaksanakan pada hipotesis 2, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh dari outcome quality terhadap revisit intention
di klinik kecantikan UAC Jabodetabek. Hasil tersebut sejalan dengan riset dari
Chen dan Kao (2010), Sabil (2016), Thi et al., (2016), yang menyatakan bahwa
tidak ada pengaruh dari outcome quality terhadap revisit intention.
Hal ini berarti outcome quality dari klinik UAC tidak mempengaruhi
pelanggan untuk berkunjung kembali. Berdasarkan riset dari Thi et al., (2016),
persepsi outcome quality tidak langsung mempengaruhi revisit
intention karena pelanggan yang merasakan pelayanan yang ramah di restoran
cenderung kembali, namun dalam konteks bisnis restoran cepat saji yang
kompetitif, layanan yang berkualitas saja tidak cukup untuk membuat pengunjung
kembali.
Penelitian Chen dan Kao (2010) menunjukkan bahwa outcome
quality yang tinggi tidak selalu berdampak pada kepuasan pelanggan, yang
pada gilirannya tidak mempengaruhi revisit intention. Hal ini
menunjukkan bahwa outcome quality tidak selalu menjamin kepuasan pelanggan
dan pengulangan perilaku. Faktor-faktor seperti lokasi yang jauh, harga yang
tinggi, dan sebagainya juga dapat mempengaruhi keputusan pelanggan untuk
kembali, terlepas dari outcome quality layanan.
Hasil pengujian
hipotesis 2 juga sejalan dengan penurunan kunjungan konsumen ke klinik
kecantikan UAC di Jabodetabek karena menurunnya kualitas pelayanan. Kualitas
yang dinilai menurun, seperti kurangnya responsivitas pada media online,
kepadatan pelanggan yang berlebihan, dan lamanya waktu tunggu, memengaruhi
pengalaman pelanggan dan niat mereka untuk kembali. Oleh karena itu,
aspek-aspek tersebut tidak hanya memengaruhi kepuasan pelanggan, tetapi juga revisit
intention.
Dari hasil pengujian
hipotesis yang sudah dilaksanakan pada hipotesis 3, dapat disimpulkan bahwa service
encounter tidak mempengaruhi revisit intention di klinik kecantikan
UAC Jabodetabek. Hasil tersebut senada dengan riset dari Song et al., (2023), Trisnawati
et al., (2022), Yong et al., (2021) yang
menyebutkan bahwa service encounter tidak berpengaruh pada revisit
intention. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari jenis kelamin, di mana
jenis kelamin akan mempengaruhi evaluasi dan kepuasan terhadap kualitas
layanan. Penelitian menunjukkan bahwa pelanggan perempuan cenderung menilai
kualitas layanan lebih rendah dibandingkan dengan pelanggan pria. Sebaliknya,
pelanggan pria akan memberikan rating lebih tinggi pada service encounter
yang diterima. Hasil ini konsisten dengan temuan bahwa pasien perempuan dalam
layanan kesehatan ditemukan memiliki angka yang lebih rendah pada tingkat
kepuasan dan revisit intention (Yong et al., 2021).
Dari hasil uji
hipotesis 3, hasilnya terbukti sejalan dengan lebih banyak demografis responden
yang memiliki jenis kelamin wanita yang telah berkunjung pada klinik kecantikan
UAC. Sehingga hasil tersebut senada dengan riset dari oleh Yong et al., (2021) yang
menyebutkan bahwa konsumen perempuan cenderung menilai kualitas layanannya
lebih rendah daripada pelanggan pria. Hal ini dikarenakan pelanggan wanita
memiliki standar pelayanan yang bagus untuk suatu klinik kecantikan karena
pelanggan wanita mengerti halnya dengan kecantikan. Selain itu juga,
terkonfirmasi dari adanya penurunan service encounter akhir-akhir tahun
ini pada klinik kecantikan UAC di Jabodetabek. Jika adanya penurunan
kualitasnya pun juga pelanggan tetapnya yang ada masalah maka akan berpindah ke
klinik kecantikan lainnya dan tidak ingin melakukan revisit intention..
Dari hasil uji
hipotesis yang telah dilaksanakan pada hipotesis 4, dapat disimpulkan bahwa price
reasonable mempengaruhi secara positif pada revisit intention di
klinik kecantikan UAC Jabodetabek. Hasil ini sejalan dengan riset dari Fetra et
al., (2023), Lai et al., (2020) yang menyebutkan bahwa ada pengaruh positif
dari price reasonable terhadap revisit intention. Hal ini berarti
semakin wajar serta beralasan harga yang ditawarkan oleh klinik kecantikan,
maka semakin tinggi kemungkinan orang untuk melakukan revisit intention
ke klinik tersebut.
Hasil ini terkonfirmasi dari penelitian oleh Lai et
al., (2020) yang mengungkap bahwa penentuan harga optimal adalah strategi
penetapan harga yang efektif dalam mempromosikan niat tingkah laku yang
menguntungkan di antara pasien, dengan mempertimbangkan tingkat mutu layanan
yang ditawarkan. Rumah sakit harus menyediakan daftar harga pasiennya dengan
rincian yang sesuai dengan nilai dan harga yang mereka bayar. Selain itu, riset
dari Angelica dan Bernarto (2023) menyebutkan bahwa keadilan harga tidak hanya
meningkatkan kepuasan pasien tetapi juga dapat meningkatkan niat dan loyalitas
pelanggan untuk melakukan revisit intention.
Hasil tersebut
terbukti dan terkonfirmasi sesuai dengan praktik di klinik kecantikan UAC di
Jabodetabek, di mana klinik ini memberikan ketersediaan informasi yang lengkap
beserta rincian harga yang akan dibayarkan oleh pelanggan sehingga pelanggan
mengetahui informasi harga dan biaya yang harus dikeluarkan. Dengan adanya
ketersediaan informasi yang lengkap, maka dapat meningkatkan revisit
intention pelanggan tersebut ke klinik kecantikan UAC di Jabodetabek.
Misalnya, pelanggan pertama kali tentu akan melihat harga yang ditawarkan oleh
klinik tersebut; setelah itu, pelanggan akan memutuskan untuk melakukan
perawatan di klinik tersebut atau tidak. Jika pelanggan melanjutkan, maka
pelanggan tersebut akan melakukan revisit intention ke klinik tersebut.
Dari hasil uji
hipotesis yang telah dilaksanakan pada hipotesis 5, dapat disimpulkan bahwa eWOM
berpengaruh positif pada patient satisfaction di klinik kecantikan UAC
di Jabodetabek. Hasil tersebut sejalan dengan riset dari Mufashih et al.,
(2023), Tandon et al., (2020), Wicaksono dan Ishak (2022) yang menyebutkan
bahwa ada pengaruh positif dari eWOM terhadap patient satisfaction.
Hal ini berarti bahwa semakin baik peningkatan eWOM pada platform
online, maka semakin meningkat patient satisfaction. Promosi mulut ke
mulut elektronik (eWOM) adalah bentuk digital dari Word of Mouth
(WOM) tradisional. Apabila WOM memerlukan komunikasi langsung antar individu,
maka eWOM memanfaatkan media elektronik sebagai media penyampaian
informasi. Semakin sering serta positif WOM yang dilakukan pelanggan
menggunakan media sosial, maka semakin tinggi juga tingkat kepuasan pelanggan
pada sebuah objek wisata (Mufashih et al., 2023).
Hasil ini terbukti dan
terkonfirmasi sejalan dengan fakta lapangan dari klinik kecantikan UAC di
Jabodetabek, di mana pelanggan yang mendapatkan informasi melalui media online
merasa puas karena informasinya lengkap dan sesuai dengan kebutuhan yang mereka
harapkan. Dengan adanya informasi yang lengkap di media sosial, pelanggan
tersebut merasa lebih puas.
Dari hasil uji
hipotesis yang telah dilaksanakan pada hipotesis 6, dapat disimpulkan bahwa outcome
quality berpengaruh positif pada patient satisfaction di klinik
kecantikan UAC di Jabodetabek. Hasil tersebut sejalan dengan riset dari Chen dan
Kao (2010), Choi dan Kim (2013) yang menyebutkan bahwa ada pengaruh positif
dari outcome quality terhadap patient satisfaction.
Dari hasil riset Choi dan Kim (2013) terungkap bahwa
kinerja yang dirasakan dari agen e-travel sesuai dan melampaui harapan
pelanggan sehingga menginspirasi kepuasan dan loyalitas. Dengan kata lain,
pemberian pelayanan yang efisien serta memberikan kepuasan pada konsumen adalah
hal yang membuat pelanggan menjadi lebih akrab dengan layanan di rumah sakit
tersebut.
Hasil ini terbukti dan dikonfirmasi sejalan dengan
fakta lapangan yang terjadi di klinik kecantikan UAC di Jabodetabek, di mana
pelanggan yang merasa puas lebih akrab dengan pegawai di klinik tersebut,
sehingga dokter dan karyawannya pun memahami bagaimana memuaskan pelanggan
mereka. Dengan adanya kepuasan dari pelanggan, hal ini dapat menjadi suatu
faktor keunggulan kompetitif bagi perusahaan, sehingga dapat memberikan manfaat
ekonomis dan pendapatan yang besar.
Kaitan
Service Encounter pada Patient Satisfaction
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah
dilaksanakan pada hipotesis 7, dapat disimpulkan bahwa service encounter
berpengaruh positif pada patient satisfaction di klinik kecantikan UAC
di Jabodetabek. Hasil tersebut sejalan dengan riset dari Han dan Hyun (2015),
Serra-Cantallops et al., (2020) yang menyebutkan bahwa ada pengaruh positif
dari service encounter terhadap patient satisfaction.
Berdasarkan riset Serra-Cantallops et al., (2020),
disebutkan bahwa pelayanan secara langsung merupakan hasil perbandingan antara
harapan konsumen dengan kinerja layanan yang sebenarnya. Konsep ini sangat
mirip dengan patient satisfaction, di mana kepuasan dan kualitas yang
dirasakan saling berhubungan erat, dan mempertahankan kualitas yang dirasakan
adalah salah satu faktor penentu kepuasan komprehensif. Kebanyakan pelanggan
memandang service encounter sebagai seperangkat atribut yang dapat
digunakan untuk evaluasi layanan.
Hasil ini terbukti dan
terkonfirmasi dari fakta lapangan di klinik kecantikan UAC di Jabodetabek, di
mana pelayanan di klinik tersebut dapat membuat pelanggan merasa puas. Hal ini
disebabkan oleh mayoritas pelanggan yang pergi ke klinik kecantikan tersebut
adalah wanita yang membutuhkan perawatan, dan hasil akhir dari perawatan
tersebut memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh dokter, perawat, dan karyawan
di klinik tersebut dapat mempengaruhi patient satisfaction.
Dari hasil uji
hipotesis yang telah dilaksanakan pada hipotesis 8, disebutkan bahwa price
reasonable berpengaruh positif pada patient satisfaction di klinik
kecantikan UAC di Jabodetabek. Hasil tersebut sejalan dengan riset dari
Angelica dan Bernarto (2023), Bata dan Mustafa (2022), Qalati et al., (2019)
yang menyebutkan ada pengaruh positif dari price reasonable terhadap patient
satisfaction.
Dari hasil riset Angelica dan Bernarto (2023),
terungkap bahwa jika dipandang dari sudut pelanggan, harga merupakan pembanding
antara harapan dan manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa. Apabila
harga tersebut sesuai, maka konsumen akan puas. Harga berkaitan dengan manfaat
jasa yang diterima seperti kualitasnya; jika kualitasnya sesuai, maka dapat
mempengaruhi patient satisfaction. Hasil ini juga mengonfirmasi bahwa
semakin terjangkau harganya, maka semakin tinggi kepuasannya.
Hasil ini terbukti dan
terkonfirmasi dari fakta lapangan yang terjadi di klinik kecantikan UAC di
Jabodetabek, di mana kewajaran dan harga yang beralasan, seperti pelanggan
mengetahui rincian harga yang ditawarkan oleh klinik kecantikan ini, membuat
konsumen puas.
Dari hasil pengujian
hipotesis yang telah dilaksanakan pada hipotesis 9, disebutkan bahwa ada
pengaruh positif dari patient satisfaction terhadap revisit intention
di klinik kecantikan UAC. Hasil tersebut sejalan dengan riset dari Chen dan Kao
(2010), Lienata dan Berlianto (2023), Wicaksono dan Ishak (2022) yang
menyebutkan bahwa ada pengaruh positif dari patient satisfaction
terhadap revisit intention. Hal ini berarti semakin baik patient
satisfaction, semakin banyak konsumen yang tertarik melakukan kunjungan
ulang.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Wicaksono dan Ishak (2022), penelitian ini mendukung teori
bahwa kepuasan pelanggan merupakan perbandingan antara persepsi individu
terhadap hasil produk dan hasil yang diinginkan. Patient satisfaction
akan meningkatkan pembelian kembali produk. Keputusan konsumen mengenai suatu
pembelian sangatlah kompleks sehingga tenaga penjualan profesional perlu tahu
cara menetapkan apa yang dibutuhkan konsumen, cara mendapatkan berbagai ide
baru, serta bagaimana tekanan psikologis bisa berpengaruh pada keputusan
membeli.
Penelitian ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mencari tahu pengaruh dari eWOM, outcome quality,
service encounter, price reasonable terhadap niat berkunjung kembali dan
kepuasan konsumen di klinik estetika UAC yang berdomisili di Jabodetabek.
Penelitian kuantitatif ini meneliti sebanyak 151 pasien sebagai sampel, Dengan
menggunakan teknik pengumpulan datanya dengan menyebarkan kuesioner melalui google form. Kemudian data yang telah
didapatkan dilakukan analisis memakai software
SmartPLS 4.1.0.0 Berikut ini adalah kesimpulan yang dapat diberikan dalam
penelitian ini: (1) eWOM tidak berpengaruh pada revisit intention. (2) Outcome quality tidak mempengaruhi revisit
intention. (3) Service encounter tidak
berpengaruh pada revisit intention. (4) Price reasonable berpengaruh
pada revisit intention. (5) eWOM mempengaruhi patient satisfaction.
(6) Outcome quality mempengaruhi patient
satisfaction. (7) Service encounter berpengaruh
pada patient satisfaction. (8) Price
reasonable mempengaruhi patient satisfaction. Dan (9) Patient
satisfaction.mempengaruhi revisit intention. Model penelitian ini
memiliki kemampuan yang besar (R2 = 0,813 pada kepuasan konsumen dan
R2 = 0,717 pada niat berkunjung kembali) dan kemampuan prediksinya
dikategorikan tinggi (Q2 = 0,648 untuk kepuasan konsumen dan Q2
= 0,572 untuk niat berkunjung kembali).
Adam, K. A. (2022).
Pengaruh E-Word Of Mouth dan Citra Wisata Terhadap Minat Berkunjung Pada Wisata
Pantai Firdaus Kecamatan Kema. Jurnal
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 10(4),
1194-1204.
Angelica, V., &
Bernarto, I. (2023). the Effect of People, Physical Evidence, Process and Price
Fairness on Patient Satisfaction and Revisit Intention At the Xyz Hospital
Polyclinic, Makassar City. JMBI UNSRAT
(Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis Dan Inovasi Universitas Sam Ratulangi)., 10(2), 1345–1360. https://doi.org/10.35794/jmbi.v10i2.49234
Anjani, H., Ruswanti, E.,
& Indrawati, R. (2022). EWOM,
Kepercayaan, Citra Merek Terhadap Niat Pembelian Ulang pada Poliklinik Penyakit
dalam di RS ABC Jakarta. Jurnal Health
Sains, 3(3), 402–414.
https://doi.org/10.46799/jhs.v3i3.445
Bata I. G., & Mustafa, H. (2022). Price, Promotion, and
Supporting Facilities on Customer Satisfaction. Golden Ratio of Marketing and Applied Psychology of Business, 2(1), 01–11. https://doi.org/10.52970/grmapb.v2i1.65
Chang, W. J., Liao, S.
H., Chung, Y. C., & Chen, H. P. (2020). Service quality, experiential value
and repurchase intention for medical cosmetology clinic: moderating effect of
Generation. Total Quality Management and
Business Excellence, 31(9–10), 1077–1097.
https://doi.org/10.1080/14783363.2018.1463156
Chen, C.
F., & Kao, Y. L. (2010). Relationships between process quality, outcome
quality, satisfaction, and behavioural intentions for online travel agencies -
evidence from Taiwan. Service Industries
Journal, 30(12), 2081–2092.
https://doi.org/10.1080/02642060903191108
Choi, B. J., & Kim,
H. S. (2013). The impact of outcome quality, interaction quality, and
peer-to-peer quality on customer satisfaction with a hospital service. Managing Service Quality, 23(3),
188–204. https://doi.org/10.1108/09604521311312228
Fetra,
R., Pradiani, T., & Faturrahman. (2023). The Influence of Price,
Facilities, and Service Quality on Re-Staying Interest. ADI Journal on Recent Innovation (AJRI), 4(2), 184–193. https://doi.org/10.34306/ajri.v4i2.867
Hair, J.
F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2022). A primer on partial least squares structural
equation modeling (PLS-SEM) (3rd ed.).
SAGE Publications.
Han, H., & Hyun, S.
S. (2015). Customer retention in the medical tourism industry: Impact of
quality, satisfaction, trust, and price reasonableness. Tourism Management, 46,
20–29. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2014.06.003
Lai, K.
P., Yee Yen, Y., & Choy, S. C. (2020). The effects of service quality and
perceived price on revisit intention of patients: the Malaysian context. International Journal of Quality and Service
Sciences, 12(4), 541–558.
https://doi.org/10.1108/IJQSS-02-2019-0013
Lienata,
A., & Berlianto, M. (2023). The Effect of Service Quality and Clinic Image
on Satisfaction to Mediate Revisit Intention and Loyalty in Beauty Clinic
Industry. Daengku: Journal of Humanities
and Social Sciences Innovation, 3(4),
551–563. https://doi.org/10.35877/454ri.daengku1735
Lkhaasuren,
M., & Nam, K. D. (2018). The Effect of Electronic Word of Mouth (eWOM) on Purchase Intention on Korean
Cosmetic Products in the Mongolian Market. Korea
International Trade Research Institute, 14(4),
161–175. https://doi.org/10.16980/jitc.14.4.201808.161
Mehyar,
H., Saeed, M., Baroom, H., Afreh, A. L. I. A., & Al-adaileh, R. (2020).
Definition purchasing intention. Journal
of Theoretical and Applied Information Technology, 98(02).
Mufashih,
M., Maulana, A., & Shihab, M. S. (2023). The Influence of Product Quality,
Electronic Word of Mouth and Brand Image on Repurchase Intention in
Coffee-To-Go Stores with Consumer Satisfaction as Intervening Variables. International Journal of Social Service and
Research, 3(8), 1958–1970.
https://doi.org/10.46799/ijssr.v3i8.498
Novita,
E. I., & Yessy, A. (2020). Peran Citra Destinasi, E-Wom, Dan Travel
Constraints Pada Niat Berkunjung Wisata Pantai Di Kota Surabaya, Jawa Timur. JRMSI - Jurnal Riset Manajemen Sains
Indonesia, 11(2), 260–281.
https://doi.org/10.21009/jrmsi.011.2.04
Qalati,
S. A., Yuan, L. W., Iqbal, S., Hussain, R. Y., & Ali, S. (2019). Impact of
Price on Customer Satisfaction; mediating role of Consumer Buying Behavior in
Telecoms Sector. International Journal of
Research, 06(04), 150–165.
Sabil,
A. (2016). How Event Awareness , Event Quality and Event Image Creates Visitor
Revisit Intention ?: a lesson from car free day event. Procedia Economics and Finance, 35(October
2015), 396–400. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(16)00049-6
Sarstedt, M., Radomir,
L., Moisescu, O. I., & Ringle, C. M. (2022). Latent class analysis in
PLS-SEM: A review and recommendations for future applications. Journal of
Business Research, 138, 398–407. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2021.08.051
Serra-Cantallops, A.,
Ramón Cardona, J., & Salvi, F. (2020). Antecedents of positive eWOM in hotels. Exploring the relative
role of satisfaction, quality and positive emotional experiences. International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 32(11),
3457–3477. https://doi.org/10.1108/IJCHM-02-2020-0113
Song,
H., Yang, H., & Sthapit, E. (2023). Robotic service quality, authenticity,
and revisit intention to restaurants in China: extending cognitive appraisal
theory. International Journal of
Contemporary Hospitality Management.
https://doi.org/10.1108/IJCHM-11-2022-1396
Tandon,
A., Aakash, A., & Aggarwal, A. G. (2020). Impact of EWOM, website quality, and product satisfaction on customer
satisfaction and repurchase intention: moderating role of shipping and
handling. International Journal of System
Assurance Engineering and Management, 11(s2),
349–356. https://doi.org/10.1007/s13198-020-00954-3
Thi, L.,
Pham, M., Do, H. N., & Phung, T. M. (2016). The effect of brand equity and
perceived value on customer revisit intention : A study in quick-service
restaurants in vietnam. Acta Oeconomica
Pragensia, (5), 14–30. https://doi.org/10.18267/j.aop.555
Trisnawati,
I., Handayani, S. D., & Nuryakin, N. (2022). The effect of dental clinic
service quality on patient satisfaction, word of mouth and revisit intention in
Yogyakarta. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu
Kesehatan, 7(4), 1351–1356.
https://doi.org/10.30604/jika.v7i4.1885
Wicaksono,
A. I., & Ishak, A. (2022). Promoting online purchase intention through
website quality, EWOM, receiver
perspective, consumer satisfaction and brand image. International Journal of Research in Business and Social Science (2147-
4478), 11(1), 12–23.
https://doi.org/10.20525/ijrbs.v11i1.1554
Yong, S. P., Goh, Y. N.,
Ting, M. S., & Lunyai, J. (2021). Revisit intention for medical services:
An investigation on penang as a medical tourism hub. Malaysian Journal of Consumer and Family Economics, 26(2019), 127–157
Copyright holder: Toni Periyanto, Ardi, Richard Andre Sunarjo (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |