Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN PELAYARAN DALAM KEGIATAN PEMANDUAN DAN PENUNDAAN KAPAL DI PERAIRAN PELABUHAN MARUNDA

 

Enggar Pramesti1, Ribut Risanu2, Alfi Syahrin3, Erwin Ferry Manurung4

Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, Jakarta, Indonesia1,2,3,4

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami peran pemanduan dan penundaan kapal dalam meningkatkan keselamatan pelayaran di Pelabuhan Marunda. Dalam konteks ini, sering terjadi kapal kandas di alur pelayaran Pelabuhan Marunda akibat alur yang sempit dan dangkal. Kurangnya perawatan dan jumlah sarana bantu serta prasarana pemanduan juga menjadi kendala utama. Melalui analisis data dan pembahasan, ditemukan bahwa koordinasi yang baik antara pihak kapal, agen kapal, Kepanduan, dan Syahbandar serta evaluasi berkala terhadap sarana dan prasarana pemanduan dapat meningkatkan keselamatan pelayaran. Maka diperlukan penetapan alur pelayaran yang jelas, komunikasi yang efektif, dan perawatan yang baik terhadap sarana bantu dan prasarana pemanduan sangat penting untuk mencapai keselamatan pelayaran yang optimal di Pelabuhan Marunda. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan keselamatan pelayaran di pelabuhan tersebut.

Kata  kunci: keselamatan pelayaran, pemanduan, penundaan kapal

 

Abstract

Shipping safety and security is a condition of fulfilling safety and security requirements relating to transportation in waters, ports and the maritime environment. This research aims to analyze and understand the role of ship piloting and delay in improving shipping safety at Marunda Port. In this context, ships often run aground in the Marunda Port shipping channel due to the narrow and shallow channel. Lack of maintenance and the number of auxiliary facilities and guiding infrastructure are also major obstacles. Through data analysis and discussion, it was found that good coordination between the ship, ship agent, Scouting and Harbormaster as well as regular evaluation of scouting facilities and infrastructure can improve shipping safety. So it is necessary to establish clear shipping lanes, effective communication, and good maintenance of auxiliary facilities and pilotage infrastructure which are very important to achieve optimal shipping safety at Marunda Port. It is hoped that the results of this research can contribute to efforts to improve shipping safety at the port.

Key words: shipping safety, pilotage, ship delay

 

Pendahuluan

Keselamatan dan keamanan pelayaran merupakan suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan perairan, kepelabuhanan dan lingkungan maritim (Arsy, 2021; Kadarisman, 2017; Santosa & Sinaga, 2020; Suryani et al., 2018). Untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan berlayar, serta kelancaran berlalu lintas di perairan dan Pelabuhan maka perlu untuk dilakukannya kegiatan pemanduan dan penundaan kapal (Chandra, 2024; Karso, 2021).

Pelabuhan Marunda merupakan pelabuhan multipurpose logistik yang berada di wilayah kota Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat dan memiliki karakteristik alur pelayaran yang sempit dan dangkal. Pelabuhan Marunda juga sebagai Pelabuhan pendukung beban aktivitas bongkar muat Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga traffic kapal yang masuk ke Pelabuhan Marunda terus meningkat ditiap tahunnya. Dalam hal penetapan perairan, Pelabuhan Marunda ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Perairan Pandu Luar Biasa (PPLB) yaitu suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka peranan pemanduan dan penundaan kapal diperlukan untuk menunjang kelancaran operasional pelabuhan dalam memasuki alur pelayaran serta kegiatan penyandaran dan lepas sandar kapal di dermaga.

Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu memberikan saran dan informasi kepada nakhoda tentang perairan setempat yang penting agar navigasi pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar demi keselamatan kapal dan lingkungan (Mursidi et al., 2023; Weda, 2022). Jasa pelayanan pemanduan kapal merupakan pelayanan pertama dan trakhir yang diberikan kepada kapal yang akan singgah di suatu pelabuhan, oleh karna itu hal ini sangat penting untuk terus meningkatkan pelayanannya (Sari et al., 2017). Pemanduan merupakan bagian dari fungsi kenavigasian atau penunjang dalam keselamatan pelayaran kapal yang disebabkan oleh karakteristik khas dimiliki pelabuhan tersebut. Personil yang melaksanakan tugas pemanduan haruslah seseorang yang memenuhi kualifikasi atau persyaratan tertentu yang dibutuhkan sesuai tugas dan fungsinya membantu nakhoda kapal dalam rangka memberikan jaminan terhadap keselamatan pelayaran diperairan wajib pandu luar biasa Pelabuhan Marunda. Pandu adalah pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal (Sagala, 2021; Sutria et al., 2022). Untuk dapat melaksanakan tugas sesuai fungsinya, seorang petugas pandu selain persyaratan keterampilan teknis dan kesehatan.

Penundaan Kapal adalah bagian dari pemanduan yang meliputi kegiatan mendorong, menarik, menggandeng, mengawal (escort), dan membantu (assist) kapal yang berolah-gerak di alur-pelayaran, daerah labuh jangkar maupun kolam pelabuhan, baik untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, jetty, trestle, pier, pelampung, dolphin, kapal, dan fasilitas tambat lainnya dengan mempergunakan kapal tunda sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan (Puja, 2022). Berdasarkan PM No. 57 tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal pasal 39 butir 3, penggunaan kapal tunda sebagai sarana bantu pemaduan untuk olah gerak kapal diatur sebagai berikut:

1) Panjang kapal 70 (tujuh puluh) meter sampai dengan 150 (seratus lima puluh) meter menggunakan minimal 1 (satu) unit kapal tunda yang dengan jumlah daya paling rendah 2000 (dua ribu) DK dengan jumlah gaya tarik paling rendah 24 ton bollard pull;

2) Panjang kapal di atas 150 (seratus lima puluh) meter sampai dengan 250 (dua ratus lima puluh) meter menggunakan minimal 2 (dua) unit kapal tunda dengan jumlah daya paling rendah 6.000 (enam ribu) DK dengan jumlah gaya Tarik paling rendah 65 ton bollard pull; atau

3) Panjang kapal 250 (dua ratus lima puluh) meter ke atas minimal 3 (tiga) unit kapal tunda dengan jumlah daya paling rendah 11.000 (sebelas ribu) DK dengan jumlah gaya tarik paling rendah 125 ton bollard pull.

Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 32 menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim. Pasal 1 butir 33 menyatakan bahwa kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, permuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hokum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuan International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana telah disempurnakan, menyangkut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1)  Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api, detoktor api dan pemadam kebakaran);

2)  Komunikasi radio, keselamatan navigasi

3)  Perangkat penolong, seperti pelampung, keselamatan navigasi.

4)  Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk di dalamnya penerapan dari International Safety Management (ISM) Code dan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code).

Pertimbangan utama dilakukannya pemanduan dan penundaan kapal di perairan Pelabuhan Marunda adalah untuk kepentingan keselamatan dan keamanan berlayar pada perairan yang oleh pemerintah telah ditetapkan sebagai perairan pandu luar biasa. Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 198 menyatakan untuk kepentingan keselamatan dan keamanan berlayar, serta kelancaran berlalu lintas di perairan dan pelabuhan, Pemerintah menetapkan perairan tertentu sebagai perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa. Setiap kapal yang berlayar di perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa menggunakan jasa pemanduan. Perairan Wajib Pandu adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran tonase kotor tertentu. Perairan Pandu Luar Biasa adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan, namun apabila Nakhoda memerlukan pemanduan dapat mengajukan permintaan untuk menggunakan fasilitas pemanduan. Penetapan suatu perairan pandu didasarkan pada tingkat kesulitan berlayar berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 57 tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal pasal terdiri atas: a. Faktor kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar, meliputi: 1) Frekuensi kepadatan lalu lintas kapal 2) Ukuran kapal (tonase kotor, panjang dan sarat kapal) 3) Jenis kapal 4) Jenis muatan kapal b. Faktor diluar kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar, meliputi: 1) Kedalaman Perairan 2) Panjang alur perairan 3) Banyaknya tikungan 4) Lebar alur perairan 5) Rintangan/bahaya navigasi di alur perairan 6) Kecepatan arus 7) Kecepatan angin 8) Tinggi ombak 9) Ketebalan/kepekaan kabut 10)Jenis tambatan kapal 11) Keadaan sarana bantu navigasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami peran pemanduan dan penundaan kapal dalam meningkatkan keselamatan pelayaran di Pelabuhan Marunda.

 

Metode Penelitian

Penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu laporan secara terperinci dengan cara memperoleh, mengumpulkan, menyusun, menjelaskan data dan kemudian dijabarkan secara deskriptif (Moleong, 2018).

Teknik dalam mengumpulkan data kualitatif dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan atau lingkungan penelitian. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu bentuk pengumpulan data primer. Selain itu juga menggunakan studi pustaka, dokumentasi, dan wawancara.

 

Hasil dan Pembahasan

Dari fakta dan permasalahan yang dijabarkan pada deskripsi data dapat disimpulkan bahwa keselamatan pelayaran pada kegiatan pemanduan dan penundaan kapal di perairan Pelabuhan Marunda masih belum tercapai. Maka diperlukan adanya analisis terkait hal-hal yang menjadi kendala dalam terciptanya keselamatan pelayaran di perairan Pelabuhan Marunda.

 

Terjadinya kapal kandas pada saat memasuki alur pelayaran Terminal Kali Blencong Pelabuhan Marunda

Banyaknya insiden kapal kandas di alur pelayaran pada saat akan memasuki area pelabuhan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1)  Alur pelayaran terminal kali blencong yang sempit dan dangkal.

Karakteristik dasar laut Perairan Marunda adalah lumpur dan memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi akibat material yang terbawa karena pasang, arus dan gelombang sehingga mempengaruhi distribusi material padatan dari laut ke muara kali blencong yang mengakibatkan pendangkalan.

Kegiatan pengerukan di alur pelayaran Terminal Kali Blencong belum bisa dilakukan secara intensif atau berkala pada tiap tahunnya dikarenakan belum adanya Badan Usaha Pelabuhan yang mengelola Terminal Kali Blencong, saat ini Pengoperasian Terminal Khusus Kali Blencong PT. Kawasan Berikat Nusantara diserahkan ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Marunda sesuai dengan Surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada tanggal 13 Oktober 2017 sampai PT. Kawasan Berikat Nusantara Persero menyesuaikan izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu memiliki Badan Usaha Pelabuhan sendiri.

PT. Marunda Bandar Indonesia (MBI) selaku Badan Usaha Pelabuhan PT. Kawasan Berikat Nusantara Persero yang juga merupakan anak perusahaaan PT. Kawasan Berikat Nusantara Persero masih dalam proses negosiasi dengan para tenant/perusahaan swasta yang menyewa lahan PT. Kawasan Berikat Nusantara Persero untuk pengelolaan Kawasan Pelabuhan. Selain dari perizinan Terminal Kali Blencong hal lain yang menjadi kendala tidak bisa dilakukannya pengerukan di perairan Kali Blencong karena konstruksi bangunan dermaga Terminal Kali Blencong yang dahulu diperuntukkan untuk kapal kayu tidak kokoh, sehingga timbul ke khawatiran apabila dilaksanakan pengerukan sebelum adanya revitalisasi Terminal Kali Blencong, dermaga tersebut akan rubuh.

Kemudian Badan Usaha Pelabuhan yang telah mendapatkan izin pelimpahan pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal perairan pandu luar biasa di wilayah Pelabuhan Marunda Provinsi DKI Jakarta dari Direktur Jenderal Perhubungan Laut adalah Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT. Krakatau Bandar Samudera.

BUP PT. Krakatau Bandar Samudra telah melakukan Sounding Bathymetri perairan Terminal KCN dan Terminal Kali Blencong yang dilaksanakan pada tanggal 19 September 2022 pada saat muka air laut 0,7 m dari LWS dan didapatkan hasil sebagai berikut:

a)     Kedalaman rata-rata kolam jetty KCN 6 m dan kedalaman alur pelayaran terminal KCN rata-rata 6 m.

b)    Kedalaman rata-rata kolam jetty alfa karsa persada 5 m dan kedalaman alur pelayaran di muara Kali Blencong rata-rata 6,8 m

c)     Kedalaman rata-rata kolam jetty di sepanjang Kali Blencong variasi berkisar antara 3,5 m sampai dengan 5 m dengan kedalaman alur pelayaran antara 4 m sampai dengan 5,5 m.

 

Gambar 1. Peta Bathymetri Perairan Marunda

 

Dilihat dari kondisi perairan Pelabuhan Marunda yang sudah disampaikan dalam deskripsi data dan hasil sounding bathymetri diatas, terdapat beberapa faktor permasalahan yang menjadi kendala dalam tercapainya keselamatan pelayaran, yaitu:

a)     Pada Peta Indonesia 86C Marunda Teluk Jakarta belum terdapat alur pelayaran masuk Pelabuhan Marunda serta zona labuhnya karena masih merupakan perairan pandu luar biasa sehingga belum adanya penetapan oleh Menteri Perhubungan.

b)    Banyaknya bagan-bagan dan sero-sero yang ditaruh oleh nelayan di perairan Pelabuhan Marunda, sehingga mengganggu kapal kapal yang mau masuk ataupun yang sedang berlabuh karena belum adanya penetapan alur pelayaran. Dengan adanya penetapan alur akan mempermudah pengawasan dalam peletakan bagan/sero sehingga kapal kapal akan terjamin keselamatan berlayarnya dalam berolah gerak masuk/keluar area Pelabuhan.

c)     Pada Peta Bathymetri diatas terlihat bahwa kedalaman kolam jetty Terminal Kali Blencong variasi berkisar antara -3,5 m/LWS sampai dengan -5 m/LWS dengan kedalaman alur pelayaran antara -4/LWS m sampai dengan -5,5 m/LWS, sehingga tidak dianjurkan untuk kapal dengan draft diatas -5 m/LWS untuk sandar di Terminal Kali Blencong.

d)    Lebar perairan di Terminal Kali Blencong yang semakin kedalam semakin sempit sampai dengan jarak 60 meter.

e)     Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang belum memadai dan tidak sesuai dengan peta laut 86C serta tata letaknya juga sudah tidak sesuai dengan kondisi perairan saat ini. Beberapa SBNP di muara kali blencong hilang dan sudah tidak berfungsi.

 

1)  Informasi stabilitas dan draft kapal yang disampaikan oleh pihak kapal kepada kepanduan tidak aktual.

Draft adalah kedalaman kapal atau badan kapal yang tenggelam di dalam air. Draft kapal digunakan dalam banyak hal terutama dalam mengetahui jumlah muatan kapal (Astriawati, 2022; Choirul & Fonsula, 2020). Draft juga digunakan sebagai untuk informasi dalam menjaga keselamatan pelayaran pada daerah dengan kedalaman dangkal sehingga kapal tidak mengalami grounding atau kandas. Draft juga dapat digunakan dalam mengetahui kondisi kapal dalam keadaan hogging atau sagging, hogging adalah suatu keadaan kapal dimana muatan lebih banyak berada di depan dan belakang kapal, sedangkan sagging adalah suatu keadaan kapal dimana muatan lebih banyak berada di bagian tengah kapal. Draft juga digunakan sebagai tolak ukur sebuah kapal dalam menetapkan sebuah kapal dapat atau tidaknya untuk memasuki alur pelayaran kolam Pelabuhan sampai ke dermaga.

Pada deskripsi data telah dipaparkan sebuah insiden yang berkaitan dengan perbedaan draft aktual kapal dengan draft kapal yang dilaporkan oleh pihak kapal ke Pemanduan sehingga terjadinya pembatalan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal karena pasang air laut sudah menuju turun dan kedalaman alur masuk Pelabuhan tidak memungkinkan untuk kapal masuk karena berpotensi akan terjadi kandas.

 

239 T priok

Gambar 2. Pasang Surut Perairan Tanjung Priok

 

Pada kejadian hari Kamis tanggal 13 Juli 2023, TB. Sabang 37/Tk. Sumber Jaya 68 rencana sandar di jetty WMT Jayanti (Kali Blencong). Pilot On Board pada jam 19.45 dengan diperbantukan assist tug TB. Sumber Kaltim. Informasi awal dari kapal draft tongkang depan 3,7 m dan draft tongkang belakang 4,20 m, namun pada saat pandu diatas kapal menginformasikan bahwa kondisi TK. Sumber Jaya 68 miring kanan dengan bolder sebelah kanan tenggelam dan draft aktual 5,5 m.

Pandu membatalkan proses penyandaran dikarenakan hal ini dapat menimbulkan kecelakaan kapal atau kandas, dimana draft yang dianggap aman untuk memasuki alur pelayaran Terminal Kali Blencong Pelabuhan Marunda adalah 4,0 m dan untuk draft diatas 4,0 m menyesuaikan dengan Peta Bathymetri serta Daftar Pasang Surut, sedangkan draft TK. Sumber Jaya 68 adalah 5,5 m.

Kemudian dari pemeriksaan visual pandu ditemukan juga bahwa kondisi kapal sedang dalam keadaan bocor yang menyebabkan tongkang miring kanan sampai bolder sebelah kanan tenggelam, kejadian ini sangat membahayakan kondisi kapal, muatan, awak kapal dan juga lingkungan apabila tidak segera ditangani yang dapat menyebabkan kapal kandas atau tenggelam.

Ketidakjujuran pihak kapal dan agen kapal yang tidak memberitahukan kepada pemanduan dan syahbandar setempat mengenai kondisi aktual kapalnya sangat merugikan banyak pihak, antara lain:

a)   Batalnya proses pelayanan jasa pemanduan, namun perusahaan kapal tetap harus membayar biaya jasa pemanduan karena pandu sudah bergerak dan boarding diatas kapal.

b)   Tertundanya proses bongkar muatan dimana pihak jetty dan Perusahaan Bongkar Muat sudah stand by di dermaga untuk melakukan proses bongkar muat. Hal ini juga menyebabkan kerugian waktu, tenaga dan juga biaya.

c)   Pelayanan penundaan kapal menjadi tidak efektif dan tidak efisien, karena pasang tertinggi hanya ada satu kali di perairan Pelabuhan Marunda, namun menjadi sia-sia.

 

Kurangnya sarana bantu dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal

1)  Ketidaksesuaian spesifikasi dan jumlah kapal tunda yang melayani kegiatan penundaan kapal terhadap kapal-kapal yang masuk ke Pelabuhan Marunda

Pada data yang ditampilkan di tabel 3.4 diketahui bahwa kapal pandu yang melayani kegiatan pemanduan dan penundaan kapal di Peraian Pandu Luar Biasa Pelabuhan Marunda sebanyak 5 Kapal Tunda dan 2 Kapal Pandu dengan penempatan lokasi pelayanan sebagai berikut:

a)   Terminal Marunda Center dilayani oleh 2 Kapal Tunda dengan total 4000 HP dan 1 Kapal Pandu

b)  Terminal Kali Blecong dilayani oleh 3 Kapal Tunda dengan total 1755 HP dan 1 Kapal Pandu

 

Tabel 1. Sarana Bantu Pemanduan yang dioperasikan oleh BUP PT. Krakatau Bandar Samudera

No.

Nama Kapal

GT

Horse Power

Milik

Area

Ket

1

TB. SDM I

226

2 x 1200

PT. Puan Ramadha Karya

MCT

Tunda

2

TB. Mulia Bersama

80

2 x 400

PT. Puan Ramadha Karya

MCT

Tunda

3

TB. Sumber Kaltim

40

2 x 370

PT. Berlian Pulau Mandangin

Kali Blencong

Tunda

4

TB. Senadi

34

1 x 475

PT. Berlian Pulau Mandangin

Kali Blencong

Tunda

5

TB. Fachri

39

1 x 540

PT. Puan Ramadha Karya

Kali Blencong

Tunda

6

TB. Asmat

32

2 x 250

PT. Puan Ramadha Karya

MCT

Pilot Boat

7

PB. Michael 6

-

2 x 115

PT. Pundhiartha Prima Bahari

Kali Blencong

Pilot Boat

 

Dari tabel diatas serta ketentuan dari Peraturan Menteri No. 57 Tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal Pasal 38 butir 3 dapat dianalisis sebagai berikut:

a)  Kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m yang sandar di Terminal Marunda Center dapat dilayani oleh kapal tunda TB. SDM I yang memiliki daya diatas 2000 HP.

b)  TB. Mulia Bersama memiliki 2 x 400 HP dapat melayani penundaan kapal dibawah 70 m dan membantu assist tug kapal tongkang yang ditunda oleh Tug Boatnya sendiri.

c)  Dilihat dari data kunjungan kapal terdapat rata-rata tiap bulan 132 kunjungan kapal GT > 500 yang sandar di Terminal Marunda Center dan tiap harinya diperkirakan terdapat 8-10 pergerakan sandar dan lepas sandar yang dilayani oleh TB. SDM I dan TB. Mulia Bersama, sehingga masing-masing kapal tunda dapat melayani penundaan kapal sekitar 4-5 pelayanan sandar dan lepas sandar tiap harinya.

d)  Dilihat dari point 1 diatas, bahwa kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m hanya bisa dilayani oleh TB. SDM I, dimana tiap bulannya terdapat sekitar 52 kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m yang sandar di Terminal Marunda Center, sehingga dapat diperkirakan TB. SDM I melayani penundaan kapal panjang 70 m s.d. 150 m sekitar 2-4 pelayanan sandar dan lepas sandar tiap harinya.

e)  BUP PT. Krakatau Bandar Samudera hanya memiliki 1 kapal tunda di atas 2000 HP, sehingga apabila terjadi trouble di TB. SDM I tidak memiliki back up kapal tunda yang memenuhi persyaratan untuk menunda kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m.

f)   Standar kinerja yang ditetapkan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Marunda mengenai pelayanan pemanduan dan penundaan kapal untuk waiting time adalah 1 jam dan approach time  3 jam. Sehingga dalam 1 hari jika melayani 2-3 kapal, masing-masing kapal tunda di Terminal Marunda Center dapat bekerja selama 8-12 jam sehari.

g)  Terkait point 6 apabila salah satu kapal tunda yang beroperasi di Terminal Marunda Center mengalami trouble engine/docking/keadaan darurat lainnya maka kegiatan pelayanan pemanduan dan penundaan kapal akan terganggu karena kapal tunda akan bekerja selama 16-20 jam sehari dan juga BUP PT. Krakatau Bandar Samudera tidak memiliki cadangan kapal tunda dengan Horse Power yang besar lainnya.

h)  Untuk pelayanan penundaan kapal di Terminal Kali Blencong dan Terminal Karya Citra Nusantara, kapal tunda yang digunakan menyesuaikan karakteristik dari alur Kali Blencong yang sempit dan dangkal sehingga kapal tunda yang digunakan tidak memiliki Horse Power yang besar dan hanya berfungsi sebagai assist tug dari Tug Boat yang membawa tongkang itu sendiri.

i)   Kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m yang sandar di Terminal Kali Blencong Jetty KB 1 dilayani oleh TB. Sumber Kaltim dengan HP 2 x 370, dimana hal ini tidak sesuai dengan PM No. 57 Tahun 2015 Pasal 38 butir 3 yang menyebutkan bahwa kapal dengan panjang kapal 70 (tujuh puluh) meter sampai dengan 150 (seratus lima puluh) meter menggunakan minimal 1 (satu) unit kapal tunda yang dengan jumlah daya paling rendah 2000 (dua ribu) HP dengan jumlah gaya tarik paling rendah 24 ton bollard pull.

j)   Dilihat dari data kunjungan kapal terdapat rata-rata tiap bulan 196 kunjungan kapal GT > 500 yang sandar di Terminal Kali Blencong dan tiap harinya diperkirakan terdapat 12-14 pergerakan sandar/lepas sandar yang dilayani oleh TB. Sumber Kaltim, TB. Senadi dan TB. Fachri, sehingga masing-masing kapal tunda dapat melayani penundaan kapal sekitar 4-5 pelayanan sandar dan lepas sandar tiap harinya.

 

2)  Kurangnya perawatan dari sarana bantu dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Pemanduan pada tanggal 13 Mei 2023 banyak ditemukan kekurangan sarana bantu dan prasarana pemanduan, baik itu tekait dengan dokumen kapal dan kondisi fisik kapal, antara lain:

a)  Kapal Tunda yang memiliki Surat Persetujuan Penggunaan Sarana Bantu Pemanduan Persetujuan Penggunaan Tunda dari Direktorat Kepelabuhanan, Dirjen Perhubungan Laut, Kemeterian Perhubungan hanya TB. SDM – I.

b)  Kapal Tunda lainnya belum mendapatkan persetujuan Penggunaan Sarana Bantu Pemanduan Persetujuan Penggunaan Tunda dari Direktorat Kepelabuhanan, Dirjen Perhubungan Laut, Kemeterian Perhubungan dikarenakan belum memenuhi ketentuan yang berlaku.

                 i.     Pada HK.103/3/9/DJPL-15 tentang Tata Cara Pemberian Surat Persetujuan Penggunaan Sarana Bantu Dan Prasarana Pemanduan Kapal, untuk persetujuan kapal tunda harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.     Dokumen/sertifikat yang sah sesuai peraturan perundang-undangan terkait antara lain:

                                               i.    Dokumen kepemilikan dan atau bukti sewa/kerjasama (charter/sewa)

                                             ii.    Sertifikat kelaiklautan

                                           iii.    Sertifikat Keselamatan

                                            iv.    Sertifikat pengujian bollard pull

                                             v.    Sertifikat pengawakan

                                            vi.    Ijazah Kepelautan Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin

                                          vii.    Izin stasiun radio

                                        viii.    Sertifikat operator radio pemanduan

b.     Setiap Kapal Tunda, yang digunakan dalam pelayanan pemanduan, harus diawaki minimal 9 orang dengan persyaratan ijazah minimal ANT III untuk Nakhoda dan ATT III untuk Kepala Kamar Mesin serta sertifikat kecakapan lainnya yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan erundang-undangan yang berlaku.

c.     Pemeriksaan fisik terhadap kapal tunda, antara lain:

                                           i.       Performa kapal tunda;

                                         ii.       Ketersediaan dan kesesuaian jumlah, jenis kemampuan manuvering, daya kuda dan kekuatan Tarik (bollard pull) kapal tunda dilihat dari segi ukuran kapal-kapal yang akan dilayani, kondisi perairan, jenis tambatan, skema/prosedur penyandaran;

                                        iii.       Ketersediaan dan pemenuhan persyaratan peralatan penundaan antara lain: tali tunda, towing hooks, emergency/quick realese, bolder, drurn, fender, towing, winch dan fairlead;

                                        iv.       Ketersediaan dan kesesuaian alat pemadam kebakaran fix water instalation;

                                          v.       Ketersediaan dan kesesuaian peralatan penanggulangan pencemaran antara lain: tangka penampung air kotor, alat pemisah minyak, sprayer, dispersant, serbuk kimia, oil skimer, absorbent, sawdust;

                                        vi.       Ketersediaan dan validasi buku catatan minyak (oil record book);

                                      vii.       Ketersediaan dan kesesuaian peralatan navigasi dan radio komunikasi kapal tunda;

                                     viii.       Ketersediaan dan kesesuaian peralatan keselamatan penunjang lainnya.

1)  Beberapa dokumen kapal TB. SDM – I seperti Sertifikat Keselamatan Kapal, Sertifikat Klas, Sertifikat Garis Muat, Sertifikat Pencegahan Polusi sudah habis masa berlakunya dan diperlukan untuk pemeriksaan ulang oleh Biro Klasifikasi Indonesia dan Marine Inspektur Kantor Kesyahbandaran Kelas II Marunda.

2)  Temuan-temuan kondisi fisik kapal TB. SDM – I yaitu:

a.     Fairlead Roller sudah berkarat dan tidak dapat difungsikan untuk mooring activity

b.     Tali tunda harus segera diganti

c.     Fire Hose tidak standby di dalam Fire Box, Kondisi Fire Box sudah berkarat dan tidak bisa dibuka

d.     Fire alarm tidak berfungsi

e.     Alat pemadam api ringan dan liferaft sudah expired

f.      Beberapa valve Fire Hydrant tidak bisa dibuka dan ada pipa yang bocor sehingga membuat tekanan air berkurang saat digunakan

g.     Oil Water Separator(OWS)/Alat pemisah minyak sedang dalam perbaikan

h.     Peralatan Penanggulangan Pencemaran (Dispersant, Absorbent, Oil Skimmer, Sawdust) tidak tersedia diatas kapal

i.      Jendela Kedap Air tidak ada tutupnya

j.      Pyrotechnic (Red Hand Flare, Rocket Parachute dan Smoke Signal) expired

 

Pemecahan Masalah

Berdasarkan analisa data diatas, maka penulis dapat memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah yang semestinya dilakukan dari belum terciptanya keselamatan pelayaran pada kegiatan pemanduan dan penundaan kapal di perairan Pelabuhan Marunda.

 

Terjadinya kapal kandas pada saat memasuki alur pelayaran Terminal Kali Blencong Pelabuhan Marunda

1)  Pada Peta Indonesia 86C Marunda Teluk Jakarta belum terdapat alur pelayaran masuk Pelabuhan Marunda serta zona labuhnya karena masih merupakan perairan pandu luar biasa sehingga belum adanya penetapan oleh Menteri Perhubungan. Oleh karena itu dengan banyak nya kegiatan kapal di Pelabuhan Marunda yang mencapai 600 kegiatan kapal perbulannya, maka penetapan alur pelayaran Pelabuhan Marunda sudah dalam proses pengerjaan oleh Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok. Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok sudah melaksanakan Survey Hidro-Oceanografi alur pelayaran Pelabuhan Marunda – DKI Jakarta selama 30 hari dimulai dari tanggal 8 Agustus 2021 sampai dengan 8 September 2021 dengan melibatkan Teknical Officer dari Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut. Dan saat ini proses penetapan alur oleh Menteri Perhubungan masih dalam proses pematangan di Direktorat Kenavigasian, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan.

2)  Kedalaman alur pelayaran perairan Pelabuhan Marunda khususnya Terminal Kali Blencong dan Terminal Karya Citra Nusantara sangat di pengaruhi oleh adanya kondisi air pasang dan air surut yang berbeda setiap jam dan setiap harinya, menyesuaikan daftar pasang surut yang diterbitkan oleh DISHIDROS, maka secara otomatis akan mempengaruhi pelayaran di alur Terminal Kali Blencong Pelabuhan Marunda.

Untuk mencegah terjadinya kapal kandas saat memasuki alur pelayaran perairan Pelabuhan Marunda khususnya Terminal Kali Blencong, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya :

a)     Perhitungan draft yang tepat saat akan memasuki alur pelayaran Pelabuhan Marunda

Untuk kapal yang berencana memasuki area Terminal Pelabuhan Marunda wajib untuk mengecek kembali perhitungan draft yang aktual saat tiba di area labuh Pelabuhan Marunda. Pada Gambar 3.1 Peta Bathymetri Perairan Marunda diperlihatkan bahwa kedalaman alur pelayaran kolam Pelabuhan Terminal Kali Blencong antara -4 m/LWS sampai dengan -5,5 m/LWS dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Maka untuk memasuki alur  pelayaran harus juga memperhatikan daftar arus pasang surut seperti pada Gambar 3.2 Tabel Pasang Surut Perairan Tanjung Priok.

Perhitungan yang digunakan dengan mempertimbangkan Under Keel Clearance (UKC) dan juga Squat.

b)    Melaporkan hasil perhitungan draft tiba yang aktual ke Syahbandar dan Kepanduan Pelabuhan Marunda

Beberapa kasus kapal kandas yang terjadi di Pelabuhan Marunda diakibatkan karena pihak kapal atau agen tidak memberikan draft yang aktual dalam pelaporan kedatangan kapal ke pihak Syahbandar dan Kepanduan. Oleh karena itu pada saat mengajukan pemberitahuan kapal tiba ke syahbandar dan permohonan pelayanan jasa pemanduan, agen kapal diminta untuk melampirkan foto draft kapal masing-masing sisi (depan, tengah dan belakang) yang akan memasuki Pelabuhan Marunda.

Dan dari pihak Syahbnadar dan Kepanduan secara berkala melakukan melakukan patrol di area labuh untuk sekaligus memeriksa draft kapal yang melebihi draft maksimal untuk memasuki alur kolam Terminal kali Blencong.

Dan apabila dari hasil pengecekan atau pelaporan draft yang melebihi safety draft untuk memasuki alur kolam Kali Blencong, maka pihak syahbandar akan menginstruksikan agen kapal untuk pindah dermaga sandarac di Terminal Marunda Center yang memiliki kedalaman alur dan kolam lebih dalam.

c)     Menginformasikan kepada Syahbandar dan Kepanduan apabila kapal tidak dalam kondisi baik (miring/bocor)

Pihak kapal dan agen wajib memberitahukan kepada Syahbandar dan Kepanduan apabila kapalnya sedang dalam kondisi miring/bocor. Setelah mendapat laporan, pihak Syahbandar akan melakukan pengecekan fisik untuk menentukan kelaiklautan kapal dan memberikan instruksi perbaikan sementara agar dapat diberikan izin sandar apabila hasil pemeriksaan fisik kodisi kapal tidak menimbulkan bahaya pelayaran.

d)    Untuk kapal yang baru memasuki Terminal Kali Blencong Pelabuhan Marunda dapat meminta ke Kepanduan untuk meminta Pandu naik 1 Nm dari Pilot Boarding Ground

Kepanduan Pelabuhan Marunda yang dilimpahkan kepada BUP PT. Krakatau Bandar Samudera dapat dimintakan kebijaksanaanya untuk menaikkan pandu diluar area Pilot Boarding Ground yang sudah ditentukan dalam Prosedur Tetap, apabila pihak kapal ragu-ragu untuk bergerak maju menuju PBG karena terbatasnya sarana bantu navigasi yang ada di alur Kali Blencong Pelabuhan Marunda, banyaknya bagan/sero yang terpasang di wilayah perairan Pelabuhan Marunda serta dangkalnya perairan alur pelayaran. Setelah diinformasikan Pandu akan naik 1 Nm dari PBG agar pergerakan kapal tidak membahayakan pelayaran.

 

PBG ACTUAL

Gambar 3. Pilot Boarding Ground Pelabuhan Marunda

 

e)  Pengalihan dermaga sandar

Apabila draft kapal actual mencapai lebih dari 5 m berencana sandar di Terminal kali Blencong dan pada perhitungan pasang tertinggi tetap tidak aman bagi pelayaran, maka Syahbandar dapat menginstruksikan untuk pengalihan dermaga sandar yang memiliki kedalaman lebih dalam seperti Terminal Marunda Center atau Terminal Karya Citra Nusantara.

 

 

 

Kurangnya sarana bantu dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal

1)  Penambahan jumlah armada kapal tunda dengan tenaga mesin 2000 HP

Dengan bertambahnya traffic kapal menuju Pelabuhan Marunda tiap tahunnya, maka kebutuhan kapal tunda juga semakin meningkat. Saat ini BUP PT. Krakatau Bandar Samudra hanya memiliki 1 unit kapal tunda yang memiliki tenaga mesin 2000 HP dan di operasikan di Terminal Marunda Center, Untuk penundaan kapal di perairan Kali Blencong masih belum ada kapal tunda dengan tenaga mesin 2000 HP, sedangkan banyak kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m yang bersandar di Jetty KB 1 Terminal Kali Blencong, dimana pada jetty tersebut berada di Muara Kali Blencong dan memiliki kedalaman -5,5 m/LWS.

Dan berdasarkan data kunjungan kapal ke Pelabuhan Marunda, kapal dengan panjang 70 m s.d. 150 m sudah banyak yang melakukan kegiatan di Pelabuhan Marunda baik yang bersandar di Terminal Marunda Center maupun Terminal kali Blencong. Oleh karena itu BUP PT. Krakatau Bandar Samudera wajib segera menyesuaikan dengan melakukan penambahan armada kapal tunda atau mengganti kapal tunda yang beroperasi saat ini dengan kapal tunda yang memiliki tenaga mesin lebih besar yaitu 2000 HP. Kemudian apabila Terminal Karya Citra Nusantara sudah dibuka kembali maka akan lebih banyak armada tunda dengan tenaga mesin yang besar dibutuhkan untuk melakukan penyandaran kapal.

2)  Pelaksanaan evaluasi sarana dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal

Berdasarakan temuan secara langsung oleh pengawas pemanduan dan juga keluhan dari pengguna jasa pelayanan pemanduan dan penundaan kapal, mengenai kurangnya perawatan pada sarana bantu dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal maka Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas II Marunda harus melaksanakan evaluasi sarana dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal secara rutin.

Evaluasi sarana dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal sesuai dengan PM No. 57 tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal dilakukan sebagai berikut:

a)  Evaluasi berkala

Evaluasi berkala dilakukan oleh Pengawas Pemanduan Kantor Otoritas Pelabuhan Kelas II Marunda setiap 6 bulan sekali. Evaluasi berkala meliputi aspek keselamatan, pelayanan serta kinerja pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal, antara lain:

1.   Kelaikan dan kelengkapan sertifikasi/perizinan sarana bantu dan prasarana pemanduan;

2.   Pemenuhan persyaratan sumber daya manusia pemanduan;

3.   Pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal secara wajar dan tepat sesuai sistem dan prosedur pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal yang ditetapkan;

4.   Pemenuhan standar kinerja pelayanan Jasa pemanduan dan penundaan kapal yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

5.   Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak jasa pemanduan dan penundaan kapal sesuai ketentuan yang berlaku;

6.   Ketertiban dan kesesuaian laporan bulanan kegiatan operasional pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal.

Apabila berdasarkan evaluasi masih banyak ditemukan ketidaksesuaian serta tidak memenuhi persayaratan, maka pengawasan pemanduan dapat melaksanakan:

1.   Pembinaan terhadap pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal

2.   Memberikan surat teguran kepada pelaksana pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal dengan tembusan Direktur Jenderal

b)  Evaluasi pelimpahan kembali

Evaluasi pelimpahan kembali dilaksanakan oleh Direktur Jenderal setiap 2 tahun meliputi seluruh kewajiban pelaksana pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal, apabila hasil evaluasi tidak memenuhi kewajiban, Direktur Jenderal dapat memberikan sanksi admistratif kepada pelaksana pelayanan jasa pemanduan dan penundaaan kapal. Sanksi administrative berupa:

1.   Peringatan tertulis

2.   Pembekuan pelimpahan

3.   Pencabutan pelimpahan pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal.

 

Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat Kesimpulan; (1) sering terjadinya kapal kandas pada saat memasuki alur pelayaran Pelabuhan Marunda sehingga menghalangi kapal-kapal lain yang akan keluar/masuk alur pelayaran serta menghambat proses bongkar muat di Pelabuhan Marunda, oleh karena itu diharapkan segera ditetapkannya alur pelayaran Pelabuhan Marunda di Peta 86C, dan juga diharapkan terciptanya komunikasi yang baik antara pihak kapal dan agen kapal ke pihak Kepanduan dan Syahbandar mengenai kondisi kapal dan draft kapal yang actual, dan (2) kurangnya perawatan dan jumlah sarana bantu dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal yang beroperasi di Pelabuhan Marunda sehingga membutuhkan adanya evaluasi berkala sebagai bentuk pembinaan dari KSOP Kelas II Marunda serta penambahan jumlah sarana bantu kapal tunda untuk melayani kegiatan sandar/lepas sandar kapal.

Dari hasil penelitian, disarankan agar pihak kapal dan agen kapal memberikan informasi yang aktual terkait kondisi kapal kepada Syahbandar dan Kepanduan. Evaluasi berkala terhadap sarana dan prasarana pemanduan dan penundaan kapal juga diperlukan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran. Dengan demikian, diperlukan upaya kolaboratif antara berbagai pihak terkait, perawatan yang baik terhadap sarana dan prasarana, serta komunikasi yang efektif dalam meningkatkan keselamatan pelayaran di Pelabuhan Marunda.

 

BIBLIOGRAFI

 

Arsy, M. F. (2021). Kebijakan maritim dalam menunjang keselamatan dan keamanan transportasi laut. Riset Sains Dan Teknologi Kelautan, 62–65.

Astriawati, N. (2022). Identifikasi Penyebab Deadfreight Muatan Batubara Di Mv. Rb Mya. Majalah Ilmiah Gema Maritim, 24(2), 133–142.

Chandra, R. A. D. I. (2024). Optimalisasi Pelayanan Pemanduan Dan Penundaan Kapal Guna Mendukung Kelancaran Operasional Di Pelabuhan Tanjung Priok.

Choirul, A., & Fonsula, V. (2020). Penanganan Muatan Peti Kemas Guna Menunjang Keselamatan Muatan Kapal Selama Berlayar Studi Kasus Di MV. Sinar Sumba. Majalah Ilmiah Gema Maritim, 22(1), 17–26.

Kadarisman, M. (2017). Kebijakan keselamatan dan keamanan maritim dalam menunjang sistem transportasi laut. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTRANSLOG), 4(2), 177–192.

Karso, A. J. (2021). Implementasi Kebijakan Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Sebagai Kepala Pemerintahan Di Pelabuhan Guna Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik Secara Profesional Dan Akuntabel Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Dalam Lingkungan Kepelabuhanan. Penerbit Insania.

Moleong, L. J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.

Mursidi, M., Wahyudi, M. R. B., & Aldiansyah, F. (2023). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keselamatan Pelayaran (Studi Pada KSOP Tanjung Emas Semarang). Jurnal Aplikasi Pelayaran Dan Kepelabuhanan, 14(1), 94–106.

Puja, W. K. (2022). Prosedur Penundaan Kapal Di Pt Pelindo Cabang Cirebon. Karya Tulis.

Sagala, A. I. (2021). Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pandu Pada PT Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) Dengan Insentif Sebagai Variabel Intervening. Education Achievement: Journal of Science and Research, 34–43.

Santosa, A., & Sinaga, E. A. (2020). Peran Tanggung Jawab Nakhoda dan Syahbandar Terhadap Keselamatan Pelayaran Melalui Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi Di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Jurnal Sains Dan Teknologi Maritim, 20(1), 29–42.

Sari, I. C., Suwandi, R., Satria, A., & Soeboer, D. A. (2017). Peran Approaching Time Dalam Peningkatan Pelayanan Jasa Pemanduan Kapal Di Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Jurnal Teknologi Perikanan Dan Kelautan, 7(2). https://doi.org/10.24319/jtpk.7.191-198

Suryani, D., Pratiwi, A. Y., & Hendrawan, A. (2018). Peran syahbandar dalam keselamatan pelayaran. Saintara: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Maritim, 2(2), 33–39.

Sutria, Y., Dirhamsyah, D., & Jufriyanto, J. (2022). Peranan Bagian Operasional Dalam Mengurus Izin Olah Gerak Kapal Di Kantor Kesyahbandaran Utama Belawan Pada Pt. Naval Global Trans Cabang Belawan. Journal of Maritime and Education (JME), 4(2), 386–393.

Weda, I. (2022). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keselamatan Pelayaran (Studi Pada KSOP Tanjung Wangi). Ebismen (Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan Manajemen), 1, 92–107.

 

 

Copyright holder:

Enggar Pramesti, Ribut Risanu, Alfi Syahrin, Erwin Ferry Manurung (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: