Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

SISTEM HUKUM TERINTEGRASI MENGENAI GREEN, BLUE DAN CIRCULAR ECONOMY UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN BAGI INDONESIA

 

Fajar Putra Prastina Rumelawanto

Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Permasalahan lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum mendorong terciptanya urgensi penerapan pendekatan ekonomi yang berkelanjutan berupa ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular berpotensi meningkatkan keuntungan guna peningkatan ekonomi nasional dan internasional secara berkelanjutan. Didapati rumusan masalah bagaimana sistem hukum terintegrasi mengenai green, blue dan circular economy untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia dan apa yang menjadi faktor penghambat dalam mewujudkannya. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yuridis yang menggunakan metode pengumupulan data dengan cara studi literatur terkait judul. Hasil penelitian menunjukkan Indonesia telah mulai menerapkan ketiga sistem ekonomi tersebut, namun belum adanya sistem hukum yang terintegrasi untuk mewujudkan sistem ekonomi tersebut di Indonesia yang disebabkan belum adanya harmonisasi hukum dan belum adanya tata kelola kelembagaan yang efektif dan representatif. Saya merekomendasikan agar program ekonomi hijau, ekonomi biru dan eknomi sirkular sebagai prioritas Nasional Negara Indonesia, harmonisasi hukum, reformasi kelembagaan yang efektif dan representatif serta melakukan gerakan semesta seluruh rakyat Indonesia memperbaiki kebiasaan dan perilaku sehari-hari agar sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi hijau, biru dan sirkular.

Kata Kunci: Sistem hukum terintegrasi, pembangunan, ekonomi berkelanjutan

 

Abstract

Environmental, social, economic and legal issues encourage the urgency of implementing a sustainable economic approach in the form of a green economy, blue economy and circular economy that has the potential to increase profits for sustainable national and international economic development. The formulation of the problem is how the integrated legal system regarding green, blue and circular economy for sustainable economic development for Indonesia and what are the inhibiting factors in realizing it. This study uses normative legal research that uses data collection methods by means of literature studies related to the title. The results of the study show that Indonesia has begun to implement the three economic systems, but there is no integrated legal system to realize the economic system in Indonesia due to the absence of legal harmonization and the absence of effective and representative institutional governance. I recommend that the green economy, blue economy and circular economy programs be a national priority of the State of Indonesia, legal harmonization, effective and representative institutional reform and carrying out a universal movement for all Indonesian people to improve their daily habits and behaviors to comply with the principles of the green, blue and circular economy.

Keywords: Integrated law system, development, sustainable economy

 

 

 

Pendahuluan

Pada akhir-akhir ini efek samping dari perubahan iklim, pemanasan global dan kerusakan lingkungan semakin meluas serta menakutkan. Lebih jauh lagi efek samping tersebut mengakibatkan dampak negatif yang signifikan untuk kehidupan masyarakat internasional. Sejumlah kajian menginformasikan peningkatan perubahan iklim yang ekstim, meningkatnya pemanasan global dikarenakan semakin meluasnya kerusakan lingkungan di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Azhar, 2019). Peningkatan populasi manusia telah berdampak pada penurunan kualitas lingkungan akibat perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Fakta tersebut sangat disayangkan, mengingat lingkungan merupakan tempat menopang kehidupan manusia (Natamiharja et al., 2022).

Sebagai negara kepulauan dengan luas perairan sekitar 6.400.000 km2, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat potensial. Secara ekonomis, bidang kelautan menyumbang sebesar 27 Miliar USD terhadap PDB dan menyediakan 7 juta lapangan pekerjaan serta berdampak pada lebih dari 50% kebutuhan protein hewani negara (World Bank, 2021). Sedangkan pada tahun 2019, kita tercatat telah membuang sampah plastik sebanyak 300 juta ton. Dimana sebagian mengalir sampai ke laut, yang diperkirakan tahun 2050 banyaknya akan melebihi ikan dan hewan laut lain. Di sektor elektronik saja, kita telah membuang hingga sebanyak 50 juta ton dan ironisnya disaat jutaan orang kelaparan diluar sana, sebagaian dari kita justru menyia-nyiakan sepertiga dari semua bahan baku dalam industri makanan. Model ekonomi linier yakni beli–pakai–buang yang selama ini kita jalankan, terbukti membawa banyak kerusakan lingkungan dan tumpukan sampah. Sehingga para ahli menganggap konsep ini sudah tidak layak dan perlu dialihkan ke alternatif yang lebih baik (Sustaination, 2021).

Permasalahan lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum mendorong terciptanya urgensi penerapan pendekatan ekonomi yang berkelanjutan ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular berpotensi meningkatkan keuntungan guna peningkatan ekonomi nasional dan internasional secara berkelanjutan. Perwujudannya dapat menciptakan jutaan kesempatan lapangan pekerjaan baru, meminimalisir sampah dari berbagai sektor serta menstimulus pertumbuhan ekonomi. Tiga model atau sistem ekonomi berkelanjutan yakni ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular penting untuk segera diwujudkan lebih jauh lagi terwujudnya sistem hukum yang terpadu untuk mewujudkan ketiga sistem ekonomi berkelanjutan tersebut. Mengingat tiga konsep ekonomi tersebut bukanlah konsep yang baru namun masyarakat internasional baru-baru ini tersadarkan akan pentingnya melakukan transformasi dalam sistem ekonomi internasional menjadi berkelanjutan. Indonesia sendiri telah mulai menerapkan ketiga sistem ekonomi tersebut (Ismadi, 2022), namun belum adanya sistem hukum yang terintegrasi untuk mewujudkan sistem ekonomi tersebut di Indonesia.

Terintegrasinya sistem hukum yang mewujudkan sistem ekonomi hijau, biru dan sirkular merupakan suatu keniscayaan sebab sistem ekonomi biru memiliki fokus dalam kelautan, perikanan, sumber daya pesisir dan laut, sistem ekonomi hijau memiliki fous pada industri kehutanan, transportasi dan energi kemudian sistem ekonomi sirkular memiliki fokus pengolahan produk secara berkelanjutan. Berdasarkan uraian saya tersebut maka penulis dapat menarik suatu rumusan masalah:

1)    Bagaimana sistem hukum terintegrasi mengenai green, blue dan circular economy untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia?

2)    Apa faktor penghambat terwujudnya sistem hukum terintegrasi mengenai green, blue dan circular economy untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia?

 

Metode Penelitian

Penelitian ini memakai penelitian hukum normatif serta memperhatikan kondisi yang ada di lingkungan masyarakat dengan menggunakan data yang bersumber dari studi empiris dan studi kepustakaan. Penelitian hukum ialah suatu manajemen untuk mendapatkan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin (Marzuki, 2017). Penelitian kepustakaan ialah proses kegiatan yang mengkaitkan bersamaan dengan metode pengumpulan data, pustaka, membaca serta mencatat dan mengolah bahan penelitian.

Disebabkan penulisan ini memiliki fungsi untuk mendapatkan jawaban tentang pertanyaan, tanggapan dan pendapat sesuai dengan beberapa literatur yang digunakan. Penulisan normatif deskriptif melalui pengkajian permasalahan hukum green, blue dan circular economy untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia sebagaimana studi literatur, kajian serta yang lainnya. Penulisan ini menggunakan studi empiris dan studi kepustakaan yang bertujuan menemukan solusi atas permasalahan hukum ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular.

 

Hasil dan Pembahasan

Sistem hukum terintegrasi mengenai green, blue dan circular economy untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia

Green  economy atau bisa disebut ekonomi hijau, blue economy atau yang disebut ekonomi biru dan circular economy atau yang disebut ekonomi sirkular secara berbarengan mempunyai potensi signifikan guna membangun kembali perekonomian yang adil, inklusif, berkelanjutan dan berketahanan. Hal ini sejiwa dengan QCPR atau the quadrennial comprehensive policy review dimana pada saat negara-negara anggota mengusulkan kepada PBB atau United Nations agar usaha yang dilaksanakan sejalan dengan konteks tempat negara tersebut beroperasi (Retnosuryandari, 2024).

Kesadaran kolektif masyarakat internasional terhadap perubahan yang signifikan di dunia khususnya dibidang lingkungan, kesehatan, ekonomi, hukum dan sosial mendorong negara-negara anggota PBB untuk melakukan pembangunan dengan mengakselerasikan sistem ekonomi sirkular yang lebih ramah lingkungan. 

Ekonomi hijau ialah konsep ekonomi bervisi guna meningkatkan kesetaraan sosial masyarakat dan kesejahteraan yang dibarengi dengan meminimalisir risiko kerusakan lingkungan. Istilah ekonomi hijau pertama kali terlihat dalam laporan Blueprint for a green economy bersumber sekelompok ekonom yang diarahkan kepada pemerintah Inggris pada tahun 1989 agar memeprtimbangkan konsep pembangunan berkelanjutan (UN Environment Programme, 2024).

Ekonomi hijau ialah istilah tempat yang menaungi konsep bioekonomi dan ekonomi sirkular dimana bioekonomi dan ekonomi sirkular memiliki fokusan pada sumber daya, sedangkan pada prinsip ekonomi hijau memvalidasi peran yang mendasari seluruh proses ekologi. UNEP atau UN Environment Programme menjelaskan konsep ekonomi hijau merupakan konsep efisien sumber daya, inklusif secara sosial dan ekonomi rendah karbon dimana ekonomi hijau, perkembangan lapangan kerja dan penghasilan diupayakan oleh investasi swasta dan pemerintah pada kegiatan insfrastruktur, ekonomi dan aset ang memungkinkan pengurangan emisi karbon dan polusi, peningkatan efisiensi energi dan sumber daya, serta pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem. Sumber daya alam dipandang sebagai aset penting dan sumber daya publik utamanya bagi masyarakat miskin yang mata pencahariannya bergantung pada sumber daya alam. Oleh sebab itu, penerapan ekonomi hijau memiliki dampak positif bagi kehidupan sosial yang inklusif (D’Amato et al., 2017).

Konsep ekonomi biru diawal hanya memiliki lingkup produk-produk berbasis perikanan yang memiliki nilai ekonomi. Namun saat ini lingkupnya melebar hingga menjangkau kepada keberlanjutan ekosistem laut. Keberlanjutan ekosistem laut yang terintegrasi dengan keberlanjutan segala potensi yang ada di dalamnya (termasuk potensi perdagangan karbon biru) menjadi salah satu kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Penerapan ekonomi biru juga sejalan dengan konsep Environment, Social, and Governance (ESG) karena pelaksanaan ekonomi biru melibatkan triple bottom line tersebut. Sebagaimana konsep dari world Bank, ekonomi biru ialah konsep ekonomi yang bervisi untuk penggunaan sumberdaya laut dengan keberlanjutan guna peningkatan ekonomi, pertumbuhan penghidupan serta peningkatan lapangan kerja sekaligus merawat kesehatan ekosistem laut (Carpentier, 2024). Ekonomi biru memiliki cita-cita yang mampu menjawab berbagai permasalahan pengelolaan perikanan dan kelautan, dalam kontek ini ialah Indonesia mengingat negara Indonesia ialah negara maritim. Visi dari ekonomi bitu yakni menyusun sistem ekonomi yang berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip lokalitas dan alami di kawasan pesisir.

Ekonomi sirkular atau circular economy ialah model atau sistem ekonomi yang bervisi guna terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mempertahakan bahan, sumbedaya dan nilai produk di dalam perekonomian selama mungkin. Tentang ini bervisi guna meminimalisir kerusakan lingkungan dan sosial yang muncul akibat dari pendekatan ekonomi linear. Pendekatan ekonomi sirkular tidak hanya fokus pada peningkatan manajemen limbah melalui praktik daur ulang yang lebih intensif, melainkan juga melibatkan sejumlah intervensi yang meluas di semua sektor ekonomi, seperti peningkatan efisiensi sumber daya dan pengurangan emisi karbon.

Prinsip dasar yang dianut oleh sistem ekonomi sirkular ialah 5 R yakni Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery yang merupakan lima tahap dalam mengelola sumberdaya serta limbah secara berkelanjutan. Tahap pertama rethink, mengupayakan masyarakat untuk mempertimbangkan ulang kebutuhan dan kebiasaan konsumsi, serta mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Tahap kedua reduce, mengurangi penggunaan barang-barang sekali pakai dan meminimalkan pemborosan. Tahap ketiga reuse, menggunakan kembali barang atau produk untuk mengurangi jumlah barang yang dibuang. Tahap keempat recycle, mengumpulkan, memproses, dan mengubah limbah menjadi bahan baku baru. Tahap kelima recovery, mengambil kembali energi atau nilai dari limbah yang sulit didaur ulang.

Ekonomi sirkular selain merancang sistem industri dengan prinsip zero waste, juga memiliki penekanan dalam aspek energi berkelanjutan, ketersediaan sumber daya dan sosial. Pelaksanaan pengelompokkan limbah dari yang berbahaya hingga yang tidak berbahaya dapat berperan penting dalam pelaksanaan konsep ekonomi ini. Dengan mengelompokkan atau memilah limbah, proses pengolahan dapat menjadi lebih efisien dan cepat serta berupaya mengubah pandangan masyarakat kepada sampah dengan menekankan bahwa sampah memiliki nilai lebih, jadi kesadaran umum masyarakat dapat berkembang dan mendukung penurunan biaya produksi serta pelestarian sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.

Perwujudan keseriusan pemerintah ditentukan oleh isi dari kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar dari model Grindle ialah setelah kebijakan ditransformasikan maka kebijakan tersebut perlu dituangkan menjadi program aksi maupun kegiatan. Implementasi kebijakan tidak selalu berjalan secara mulus, namun akan sangat tergantung kepada konteks implementasi (context implementation) yang terdiri dari kekuasaan, kepentingan, strategi, aktor yang terlibat, karakteristik penguasa dan lembaga, serta kepatuhan dan daya tanggap (Wahab, 2005).

Mengacu pada pendekatan Grindle langkah awal perumusan ekonomi biru, hijau dan ekonomi sirkular setidaknya ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan untuk memberikan fondasi dalam rangka implementasinya. 3 (tiga) pendekatan tersebut meliputi pendekatan aspek hukum yang akan menjadi payung hukum dari implementasi ekonomi biru, hijau dan ekonomi sirkular, pendekatan dokumen perencanaan yang akan menjadi perekat sekaligus benang merah arah pembangunan lingkungan di Indonesia, serta pendekatan kelembagaan dimana sinkronisasi kebijakan antar lembaga di Indonesia menjadi salah satu success factor dalam implementasi kebijakan, termasuk sistem hukum terintegrasi dalam pembangunan ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah yang disampaikan oleh Edi Prio Pambudi sebagai Deputi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator bidang Perekonomian menyakan bahwa Indonesia sendiri tidak memisahkan ekonomi hijau, biru, dan sirkular, melainkan menjadi satu prioritas yang harus dicari solusi terbaiknya, karena masyarakat dan lingkungan sudah sepatutnya dapat hidup berdampingan secara harmonis, tiga bidang yang tersebut di atas, tidak bisa berdiri secara terpisah. Ketiga hal itu, harus terintegrasi dan menjadi konsep yang utuh agar mudah diimplementasikan (Ismadi, 2022).

 

Faktor penghambat terwujudnya sistem hukum terintegrasi mengenai green, blue dan circular economy untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia

Upaya memastikan terwujdunya sistem hukum terintegrasi mengenai ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular diperlukan harmonisasi peraturan perundang-undangan atau hukum itu sendiri dan tata kelola kelembagaan pada setiap tingkat lembaga dan institusi pemerintah yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan dalam mewujudkan sistem hukum terintegrasi di Indonesia hal itu harus dilakukan secara konsisten serta peningkatan kualitas hukum ayng mampu beradaptasi mengikuti perkembangan zaman.

1)  Belum adanya harmonisasi hukum dalam mewujudkan sistem ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular di Indonesia.

Permasalahan UUCK atau Undang-Undang Cipta Kerja yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan telah dinudangkan ulang dalam UU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Namun, pada faktanya pelaku dan asosiasi usaha masih mengalami berbagai tantangan dan kendala untuk membuka dan mengembangkan potensi usaha dan potensi investasi yang ada apa lagi mewujdukan sistem ekonomi hijau, biru dan sirkular (Damanik, 2023).

Pemerintah Negara Indonesia telah merilis dokumen Strategi Nasional Reformasi Regulasi dikeluarkan oleh Kementerian PPN/Bappenas pada tahun 2015. Mewujudkan Regulasi yang Sederhana dan Tertib. Pada dokumen tersebut secara jelas menyatakan bahwa "regulasi yang ada belum secara signifikan memberikan kontribusi untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, makmur dan adil". Praktik reformasi hukum yang harmonis sehingga dapat menjadi acuan bagi Indonesia adalah Korea Selatan, yang mengalami kondisi krisis yang sama pada tahun 1998, namun mampu bangkit dari keterpurukan, salah satu hal yang dilakukan dengan memangkas 50 persen dari 11.125 regulasi di bidang ekonomi yang kemudian hasilnya dapat dilihat kondisi Korea Selatan saat ini (Nasional, 2015).

Dalam subjek harmonisasi hukum, pengurangan beban peraturan dan administrasi tentang ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular bervisi untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional secara signifikan.

2)  Belum adanya tata kelola kelembagaan yang merepresentatifkan sistem hukum terpadu bagi sistem ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular di Indonesia.

Menjalankan sistem ekonomi di Indonesia memerlukan interaksi dengan banyak pihak oleh karena itu para ahli kelembagaan sektor-sektor yang ada saling terkait dan bahkan terjadi tumpang tindih kewenangan (Verma et al., 2024). Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan berbagai proyek strategis ekonomi biru dibutuhkan reformasi kelembagaan. Secara spesifik diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan, implementasi dan pengawasan pada bidang atau sektor ekonomi hijau, biru dan sirkular. Paham Utilitarianisme yang dikemukakan oleh Bentham memiliki postulat yang menyatakan greatest happines for the greatestnumber” kebaikan yang terbaik adalah memberikan manfaat kepada umat pada jumlah yang terbesar (Gillon, 1985). Terminologi lain postulat bentham adalah “in a government which had for its end in view the greatest happiness of the greatest number(Lafleur, 1948). Uraian tersebut menunjukkan pentingnya tata kelola kelembagaan dalam mengatur proses kebijakan, output kebijakan dan pengarusutamaan kebijakan yang penting didahulukan oleh pemerintah. Untuk mewujudkan kemandirian industri dan usaha ekonomi, pemerintah tidak hanya fokus pada hasil saja (investasi dan output ekonomi) tapi tetapi memperhatikan investasi sumber daya manusia (proses) yang sangat menentukan kemampuan menciptakan teknologi dan pengelolaan kelembagaan.

Dalam refomasi kelembagaan diperlukan usaha untuk mengubah aturan yang mempengaruhi interaksi manusia dan reformasi ini sangat penting bagi pembangunan dan kemakmuran ekonomi. Berdasarkan pandangan Zhao, reformasi dapat dibagi menjadi dua kategori yakni reformasi kelembagaan ekonomi dan politik. Kendati demikian memerlukan waktu untuk menentukan kategori reformasi yang lebih tepat untuk negara berkembang (Zhao et al., 2021). Beberapa masalah yang mempengaruhi ekonomi berkembang tidak hanya karena kegagalan teknis tetapi karena kegagalan kelembagaan dan politik. Tantangan modern menekankan pelaksanaan reformasi kelembagaan yang efektif saat ini. Jelas bahwa reformasi kelembagaan politik dan ekonomi yang serius di negara berkembang bermanfaat bagi semua orang terlepas dari orientasi dan pandangan politik. Tekanan eksternal dan internal, persyaratan mitra pembangunan, perubahan ketentuan perdagangan internasional menstimulus reformasi kelembagaan dan politik. Reformasi ini memberikan iklim pengembalian laba yang kurang berisiko dan adil untuk menarik investor meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan sistem ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular.

 

Kesimpulan

Masyarakat internasional tersadarkan akan pentingnya melakukan transformasi dalam sistem ekonomi internasional menjadi berkelanjutan hal ini dikarenakan semakin meningkatnya perubahan perubahan iklim, pemanasan global dan kerusakan lingkungan semakin meluas serta menakutkan tersebih efek samping tersebut mengakibatkan dampak negatif yang signifikan untuk kehidupan masyarakat internasional. Permasalahan lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum mendorong terciptanya urgensi penerapan pendekatan ekonomi yang berkelanjutan ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular berpotensi meningkatkan keuntungan guna peningkatan ekonomi nasional dan internasional secara berkelanjutan. Perwujudannya dapat menciptakan jutaan kesempatan lapangan pekerjaan baru, meminimalisir sampah dari berbagai sektor serta menstimulus pertumbuhan ekonomi. Tiga model atau sistem ekonomi berkelanjutan yakni ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular penting untuk segera diwujudkan lebih jauh lagi terwujudnya sistem hukum yang terpadu untuk mewujudkan ketiga sistem ekonomi berkelanjutan tersebut. Indonesia sendiri telah mulai menerapkan ketiga sistem ekonomi tersebut, namun belum adanya sistem hukum yang terintegrasi untuk mewujudkan sistem ekonomi tersebut di Indonesia yang disebabkan oleh belum adanya harmonisasi hukum dan belum adanya tata kelola kelembagaan yang merepresentatifkan sistem hukum terpadu bagi sistem ekonomi hijau, ekonomi biru dan ekonomi sirkular di Indonesia.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Azhar, F. (2019). Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Pada Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Di Kepulauan Bangka Belitung. Universitas Islam Indonesia.

Carpentier, C. L. (2024). Economies and this is in line with the 2020 QCPR where member States have reiterated their requests for the United Nations . United Nations.

Damanik, R. (2023). Proyek Strategis Ekonomi Biru Menuju Negara Maju 2045. Jakarta: Laboratorium Indonesia, 2045.

D’Amato, D., Droste, N., Allen, B., Kettunen, M., Lähtinen, K., Korhonen, J., Leskinen, P., Matthies, B. D., & Toppinen, A. (2017). Green, circular, bio economy: A comparative analysis of sustainability avenues. Journal of Cleaner Production, 168. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.09.053

Gillon, R. (1985). Utilitarianism. British Medical Journal (Clinical Research Ed.), 290(6479), 1411.

Ismadi. (2022). Blue Economy Salah Satu Upaya Mewujudkan Ekonomi Berkelanjutan. Https://Nusantaramaritimenews.Id/Blue-Economy-Salah-Satu-Upaya-Mewujudkan-Ekonomi-Berkelanjutan/.

Lafleur, L. J. (1948). An Introduction to the Principles of Morals and Legislation. New York: Hafner Publishing Company.

Marzuki, M. (2017). Penelitian hukum: Edisi revisi. Prenada Media.

Nasional, K. P. P. N. (2015). Strategi Nasional Reformasi Regulasi: Mewujudkan Regulasi yang Sederhana dan Tertib [The national strategy for regulatory reform: Establishing simple and orderly regulations](NDPB). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Natamiharja, R., Rudy, R., Putri, R. W., & Sabatira, F. (2022). Peningkatan Kesadaran Masyarakat Terhadap Perlindungan Hukum Hak Lingkungan Yang Baik Dan Sehat. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Sakai Sambayan, 6(2). https://doi.org/10.23960/jss.v6i2.353

Retnosuryandari. (2024). New Economic for Sustainable Development: Konsep Ekonomi Terbaru untuk Pembangunan Berkelanjutan. Https://Pslh.Ugm.Ac.Id/New-Economic-for-Sustainable-Development-Konsep-Ekonomi-Terbaru-Untuk-Pembangunan-Berkelanjutan/.

Wahab, S. A. (2005). Analisis Kebijaksanaan dari Reformulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, Jakarta: B(01).

Sustaination. (2021). Circular Economy, Harapan Baru untuk Indonesia. Https://Sustaination.Id/Circular-Economy/.

UN Environment Programme. (2024). Green Economy. Https://Www.Unep.Org/Regions/Asia-and-Pacific/Regional-Initiatives/Supporting-Resource-Efficiency/Green-Economy.

Verma, S., Bajaj, D., Mandal, S. N., & Robinson, S. (2024). Evolution of Green Office Buildings in the Business Districts of Indian Cities Check for updates. Sustainable Built Environment: Select Proceedings of ICSBE 2023, 451, 231.

World Bank. (2021). Oceans for Prosperity: Reforms for a Blue Economy in Indonesia. The World Bank.

Zhao, J., Madni, G. R., Anwar, M. A., & Zahra, S. M. (2021). Institutional reforms and their impact on economic growth and investment in developing countries. Sustainability (Switzerland), 13(9). https://doi.org/10.3390/su13094941

 

Copyright holder:

Fajar Putra Prastina Rumelawanto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: