Syntax Literate: Indonesian Scientific
Journal p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
9, No. 8, Agustus 2024
ANALISIS PEMBERIAN
N-ACETYLCYSTEINE DOSIS TINGGI TERHADAP FUNGSI GINJAL PASIEN YANG
DIDIAGNOSIS ACUTE KIDNEY INJURY PERIODE JANUARI – DESEMBER 2021 DI RSPON
JAKARTA
Nurul Ulya1*, Ros
Sumarny2, Wawaimuli Arozal3, Eka Musridharta4
Universitas
Pancasila, Jakarta, Indonesia1,2
Universitas
Indonesia, Jakarta, Indonesia3
RS
Pusat Otak Nasional, MT Haryono, Jakarta, Indonesia4
Email: [email protected]*
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek pemberian N-acetylcysteine
dosis tinggi 5000 mg iv terhadap fungsi ginjal pasien terdiagnosis AKI dilihat
dari serum Kreatinin, GFR dan Ureum. Studi ini
merupakan penelitian deskriptif analitik dengan cross sectional
retrospektif. Penelitian ini menggunakan data rekam medis. Analisa perbedaan
fungsi ginjal dengan parameter hasil lab ureum, kreatinin, dan GFR pasien AKI
baik kelompok kontrol maupun kelompok uji, sebelum dan sesudah diberikan N-acetylcysteine
dosis tinggi 5000 mg iv. Data dianalisis secara bivariat dengan uji T
berpasangan dan uji T Independent untuk perbedaan antar kelompok pada p
≤0.05.Terdapat 60 total sampel kemudian terbagi menjadi 30 pasien AKI yang
diberikan N-acetylcysteine dan 30 pasien tanpa diberikan N-acetylcysteine.
Analisis hubungan sebelum dan sesudah pemberian N-acetyceyteine pada
masing-masing kelompok Terjadi perbedaan bermakna pada kelompok uji yaitu pada
nilai Serum Kreatinin (p=0,002) dan GFR (p=0,001). Sedangkan pada uji beda pada
kedua kelompok didapatkan hasil terjadi perbedaan bermakna pada nilai Serum
kreatinin yaitu (p=0,003) dan nilai GFR yaitu (p=0.014). Hasil tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan
yang bermakna pada perbaikan fungsi ginjal antara kelompok yang diberikan N-acetylcysteine
(uji) dengan kelompok pasien tanpa N-acetylcysteine
(kontrol) yaitu dilihat pada nilai SCr dan GFR. Kelompok uji memberikan efek
perbaikan fungsi ginjal yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok Kontrol.
Kata kunci: N-acetylcysteine, Acute Kidney Injury (AKI), Intensive Care Unit
Abstract
The research aims to determine the effect of
high-dose administration of N-acetylcysteine by 5000 mg iv on kidney function
in patients diagnosed with AKI based on creatinine serum, GFR, and urea. The
research was a descriptive-analytic with retrospective cross-sectional.
Further, the research employed medical data records. Differential analysis of
kidney function with the laboratory results of urea, creatinine, and GFR
parameters in AKI patients. It was performed on both the control and the testes
groups, pre- and post-administration of a high-dose of N-acetylcysteine by 5000
mg iv. In addition, data were analyzed by bivariate with the paired t-test and
independent t-test for differences between groups at p ≤ 0.05. There were 60
total samples, which were divided into 30 AKI patients, administered with
N-acetylcysteine, and 30 patients, treated with N-acetylcysteine. The
relationship analysis of pre-and post-administration of N-acetylcysteine in
each group demonstrated significant differences in the tested group, such as
the values of Creatinine Serum (p = 0.002) and GFR (p = 0.001). Meanwhile, the
results of the differential test between the two groups show that there was a
significant difference in the difference values of creatinine serum, such as
(p=0.003), and the difference values of GFR, such as (p=0.014). These results
depict that there was a significant difference in the improvement of kidney
function between the group of patients, who were administered with
N-acetylcysteine (the tested group), and the group of patients, who were not
administered with N-acetylcysteine (the controlled group). It was seen from the
values of SCr and GFR. However, the tested group provided a better-improving
effect on kidney function than the controlled group.
Keywords: N-acetylcysteine, Acute Kidney Injury (AKI),
Intensive Care Unit
Pendahuluan
Acute
Kidney Injury (AKI) adalah sindrom berbagai kondisi klinis akibat penurunan fungsi ginjal secara mendadak (dalam beberapa jam hingga beberapa minggu) dari laju filtrasi glomerulus (GFR), yang biasanya reversibel, diikuti oleh ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan produk limbah nitrogen dengan / tanpa gangguan cairan dan elektrolit (KDGIO, 2012).
Selama dekade terakhir, insiden Acute Kidney Injury (AKI) telah meningkat, yang mengarah ke hasil jangka panjang yang merugikan. AKI merupakan komplikasi umum pada pasien yang menjalani perawatan di unit perawatan intensif (ICU) dan berhubungan dengan peningkatan lama rawat di rumah sakit juga peningkatan risiko kematian, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Hoste et al., 2015).
Pada dasarnya, penanganan AKI sangat bergantung pada penyebab AKI dan pada stadium apa ditemukan. Jika ditemukan pada prerenal dan stadium awal,
harus dilakukan upaya pengobatan penyakit yang mendasarinya secara optimal untuk mencegah pasien berkembang ke stadium AKI selanjutnya. Upaya tersebut antara lain hidrasi bila prerenal/hipovolemia merupakan penyebab AKI, pengobatan sepsis, penghentian obat nefrotoksik, koreksi obstruksi postrenal, dan menghindari penggunaan obat nefrotoksik (Baskoro et al., 2015).
Keberhasilan
terapi AKI masih belum mencapai
keberhasilan yang maksimal, mengingat tatalaksana AKI pada saat ini masih
dilakukan berdasarkan penyebab dan gejala yang timbul (Sinto & Nainggolan, 2010). Tata laksana AKI
perlu dilakukan pengembangan mengingat sangat seriusnya efek yang ditimbulkan
dari AKI.
Pemberian
terapi obat antioksidan N-acetylcysteine sebagai tambahan pada terapi standar
menjadi salah satu pilihan yang dapat digunakan dalam terapi AKI. Seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh Omar Faruk 2016 menyebutkan bahwa penggunaan
profilaksis N-acetylcysteine pada pasien cardiac surgery memiliki efek
perlindungan ginjal dibandingkan dengan kelompok lainnya (Marwanta, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Heng Fan 2019 menyebutkan
bahwa N-acetylcyateine sebagai pretreatment acute kidney injury
pada tikus yang menderita sepsis menunjukan bahwa N-acetylcysteine
mempunyai efek perlindungan pada cidera ginjal akut (Fan et al., 2020).
Pada Systematic review yang dilakukan oleh Johnny. W. Huang
2021 menyebutkan bahwa enam studi dengan
total 199 peserta yang memenuhi syarat untuk tinjauan sistematis dan
metaanalisis menunjukan adanya penurunan kreatinin serum yang kecil namun
signifikan setelah pemberian NAC secara keseluruhan (Huang et al., 2021).
Rumah
Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta (National
Brain Centre Hospital) merupakan salah satu rumah sakit vertical tipe A
milik Kementerian Kesehatan, terletak di Jalan MT Haryono Jakarta. Rumah Sakit
Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta merupakan pusat
rujukan nasional dalam penanganan khusus kesehatan otak dan saraf juga sebagai
percontohan dalam pelayanan khusus kesehatan otak dan saraf. Akreditasi Rumah
Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta sudah mendapat
akreditasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Jumlah
pasien di Intensive Care Unit RSPON pada setiap tahunnya cukup banyak, hal ini
dikarenakan banyaknya pasien yang membutuhkan terapi intensive pada kasus kasus
tertentu. Terhitung pada Januari – Desember tahun 2021 jumlah pasien ICU di
RSPON adalah 754 pasien dan pasien dengan kondisi AKI yaitu sebesar 142 pasien.
Atas
dasar latarbelakang di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian ini untuk
mengetahui efek pemberian NAC dosis tinggi pada fungsi ginjal pasien yang
didiagnosa AKI di Intensive Care Unit RSPON Jakarta.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan desain potong lintang untuk menganalisa adanya hubungan antara
nilai data lab ureum, kreatinin dan GFR pasien gangguan fungsi ginjal sesudah
dan sebelum pemberian NAC (N-Acetylcysteine) di ruang rawat Intensif
Care Unit di RSPON Jakarta.
Penelusuran data secara retrospektif observasional. Data laboratorium nilai
ureum kreatinin dan GFR diambil melalui data rekamedis. Penelitian ini
menggunakan total sampel dari seluruh pasien AKI yang dirawat di ruang Intensif Care Unit RSPON periode Januari – Desember 2021.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi form pengumpulan data
pasien dan aplikasi SPSS versi 26. Adapun bahan yang digubakan adalah rekam
medik pasien dan panduan praktek klinik.
Jalannya
Penelitian
Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di RSPON
Jakarta menggunakan data retrospektif rekamedis pasien periode Januari –
Desember 2021 dengan persetujuan Komite Etik Penelitian RSPON Jakarta dengan Nomor : LB.02.01/KEP/ 122/2022. Pada penelitian ini, populasi adalah semua pasien
ICU yang terdiagnosis AKI dan mendapatkan N-acetylcysteine dosis tinggi.
Kriteria inklusi mencakup pasien pria dan
wanita usia 35 – 85 tahun, Sedang mangalami perawatan intensive di ICU
RSPON, Mengalami penurunan fungsi ginjal dan didiagnosis AKI dilihat dari
peningkatan serum kreatinin ≥1.5 x nilai dasar, Jika sampel uji tidak terdapat
nilai dasar, maka nilai dasar dikatakan 1.0 mg/dl. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah Pasien penurunan
fungsi ginjal wanita ataupun pria yang telah dilakukan Tindakan Hemodialisa
/cucidarah/ CAPD, Pengukuran hasil lab setelah pemberian obat intervensi lebih
dari 5 hari, Pemberian obat intervensi lebih dari 3 hari, Pasien yang diberikan
obat intervensi hanya 1 x pemberian.
Pengumpulan
data dimulai dari penentuan pasien sesuai dengan kriteria inklusi kemudian
mendokumentasikan data dari rekam medik pasien. Data yang diperlukan meliputi:
data demografi, hasil laboratorium, diagnosis selama dirawat, dan pengobatan
yang didapatkan.
Analisis data
Penilaian Outcome Klinik
Perbandingan
efek N-acetylcysteine dilihat dari nilai hasil laboratorium Serum
kreatinin, GFR dan Ureum pasien baik pada kelompok uji saat sesudah dan sebelum
diberikan obat intervensi. Maupun Pada kelompok Kontrol pada saat 2-3 hari
setelah didiagnosis AKI.
Analisis
Data
Data
karakteristik demografi pasien , profil klinis pasien, dan profil pengobatan
pasien dianalisis secara deskriptif. Analisis datanilai hasil laboratorium
fungsi ginjal dianalisis dengan menggunakan statistic.
Pengolahan
data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan statistic uji
T berpasangan untuk melihat perbedaan sebelum dan sesudah pemberian obat N-Acetylcysteine.
Sedangkan untuk melihat perbedaan antara kelompok uji dan kelompok kontrol
menggunakan uji T independent.
Uji
Kolmogorov Smirnov dilakukan untuk mengetahui sebaran data berdistribusi normal
atau tidak dan uji Levene untuk mengetahui sebaran data homogen atau tidak.
Jika hasil pengujian sebaran data tidak berdistribusi normal dan masuk ke
kategori non parametrik, maka uji statistic yang digunakan adalah uji Wilcoxon
test. Namun jika hasil pengujian sebaran data berdistribusi normal dan masuk
dalam kategori parametrik maka pengujian statistic menggunakan Uji T
berpasangan. Uji T independent digunakan
untuk menganalisa perbedaan antara kelompok uji dan kelompok kontrol. Jika data
tidak bersifat normal dan masuk kategori non parametrik maka pengujian
menggunakan Uji Man withney.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik
Usia
Data sampel yang dikumpulkan selama penelitian di RS Pusat Otak
Nasional menunjukan bahwa jumlah pasien terbanyak berada pada rentang umur 55 –
65 tahun. Pada kelompok uji dan kelompok kontrol sengaja peneliti samakan
karakteristiknya agar dalam membandingkan hasil kuantitatif hasil lab terkait fungsi ginjal nanti lebih
seimbang dan adil dengan karakteristik yang sama.
Gambar 1.
Profil Usia Pasien AKI
Dari
data di atas telah di dapatkan bahwa kelompok usia paling terbanyak yang
menderita AKI dan diberikan N-acetylcysteine dosis 5000 mg iv adalah
kelompok 56 – 65 tahun (lansia akhir) yaitu 40%, sementara kelompok terbanyak
kedua adalah kelompok usia 46 – 55 tahun (lansia awal) yaitu 26.67%. Hal ini
dapat berpengaruh dari fungsi organ lansia dan manula yang sudah mengalami
penurunan sehingga perbaikan fungsi ginjal pun menurun.
Hal tersebut juga
dijelaskan dalam karya tulis Risa Utami menyebutkan bahwa, hal tersebut
dipengaruhi oleh ginjal yang mengalami perubahan struktural dan fungsional. Perubahan yang mengakibatkan penurunan yang signifikan pada massa ginjal, jumlah nefron dan fungsi dasar ginjal. Dalam kondisi normal, perubahan ini dapat dikompensasi dengan penyesuaian hemodinamik ginjal untuk mempertahankan GFR. Namun, dalam kondisi patofisiologis, ginjal lansia tidak mampu beradaptasi dengan perubahan hemodinamik dan keseimbangan elektrolit yang cepat, sehingga AKI lebih mungkin terjadi pada pasien lansia. Selain pengaruh usia, penyakit penyerta yang terkait dengan pasien yang lebih tua juga meningkatkan risiko AKI (Risa, 2015)
Jenis kelamin
Pada kelompok uji dan kelompok kontrol diperoleh data bahwa jenis
kelamin laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu pada kelompok
uji persentase laki-laki sebanyak 80% (24 sampel), pada kelompok kontrol
sebanyak 63.33% (19 sampel).
Dari diagram batang di bawah digambarkan bahwa jenis kelamin
laki-laki lebih banyak yang menderita AKI dibandingkan perempuan, hal tersebut
juga dijabarkan pada penelitian Pranandari et,all dia menyebutkan bahwa pria secara klinis dua kali lebih mungkin mengalami gagal ginjal kronis dibandingkan wanita. Hal ini dimungkinkan karena wanita lebih memperhatikan kesehatan dan menjalani gaya hidup sehat dibandingkan pria, sehingga membuat pria lebih rentan mengalami gagal ginjal dibandingkan wanita. Perempuan lebih patuh dibandingkan laki-laki ketika menggunakan obat-obatan karena perempuan lebih mampu mengurus diri sendiri dan mengatur penggunaan obat-obatan mereka (Oranandari & Supadmi, 2015).
Pada data Riskesda 2013 menyebutkan bahwa
prevalensi gagal ginjal pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan
Perempuan (0,2%). Hasil yang bertentangan dari penelitian oleh Hill et al.
(2016) tentang Global prevalence of Chronic Kidney Disease, Asystematic
review and meta-analysis yang didapatkan hasil bahwa penyakit ginjal lebih
banyak diidap oleh jenis kelamin Perempuan dibandingkan dengan jenis kelamin
laki-laki (Hill et al.,
2016).
Studi yang dilakukan oleh Liu et al. (2020) mengemukakan bahwa
terdapat ketidak konsistenan dalam beberapa studi, sehingga tidak dapat ditarik
kesimpulan apakah jenis kelamin meningkatkan risiko AKI. Terdapat studi yang
mengemukakan bahwa laki-laki dengan sepsis lebih berisiko terkena AKI hal ini dikarenakan
testosterone memiliki efek penghambat respon imun sehingga meningkatkan
kerentanan terhadap banyak infeksi yang menyebabkan peningkatan risiko
terjadinya kerusakan ginjal terkait sepsis. Studi lainnya mengemukakan defisiensi
estrogen dapat menginduksi kerusakan tubulus ginjal sehingga laki-laki dengan
sepsis lebih rentan terjadi AKI (Elhapidi et al., 2023). Dari beberapa data
yang ada, hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan resiko terjadinya AKI.
Gambar 2.
Profil Jenis Kelamin Pasien AKI
Tabel 1. Tabel
Profil Diagnosa Pasien AKI
Diagnosa |
N sampel = 60 (uji 30, kontrol 30) |
|||
UJI |
KONTROL |
TOTAL |
% |
|
Cerebral infarction |
9 |
4 |
13 |
21.66% |
Cerebral infarction + Covid-19 |
6 |
11 |
17 |
28.33% |
ICH + Covid-19 |
2 |
4 |
6 |
10% |
ISOL (intracranial Space Occupying Lesion) |
1 |
0 |
1 |
1.66% |
SAH (Subarachnoid Haemorrhage) |
2 |
0 |
2 |
3.33% |
Hydrocephalus |
0 |
1 |
1 |
8.33% |
SAH + Covid-19 |
0 |
1 |
1 |
1.66% |
Dizziness and giddiness |
0 |
1 |
1 |
1.66% |
Encephalopathy |
0 |
1 |
1 |
1.66% |
Guillain Barre Syndrome + covid |
0 |
1 |
1 |
1.66% |
ISOL + Covid-19 |
0 |
2 |
2 |
3.33% |
Covid-19 + STEMI |
0 |
1 |
1 |
1.66% |
Encephalopaty + Covid-19 |
0 |
1 |
1 |
1.66% |
Cerebral aneurysma |
1 |
0 |
1 |
1.66% |
ICH (Intacranial Haemorrhage) |
9 |
2 |
11 |
18.33% |
Total
|
30 |
30 |
60 |
100% |
Hasil Laboratorium
Tabel 2. Tabel hasil laboratorium pasien AKI
(n = 30 : 30)
Kelompok |
UJI (n= 30) |
KONTROL (n=30) |
||
Jenis pemeriksaan |
Normal |
Tidak normal |
Normal |
Tidak normal |
Hemoglobin |
13 (43.33%) |
17 (56.67%) |
15 (50%) |
15 (50%) |
Hematokrit |
9 (30%) |
21 (70%) |
11 (36.67%) |
19 (63.33%) |
Trombosit |
21 (70%) |
9 (30%) |
24 (80%) |
6 (20%) |
Eritrosit
|
11 (36.67%) |
19 (63.33%) |
15 (50%) |
15 (50%) |
Leukosit |
6 (20%) |
24 (80%) |
5 (16.67%) |
25 (83.33%) |
Glukosa
darah |
20 (66.67%) |
10 (33.33%) |
13 (43.33%) |
17 (56.67%) |
Total Sampel |
60 |
Pada
tabel 1. profil diagnosa pasien di atas disebutkan bahwa diagnosis paling
terbanyak adalah cerebral infarction +
covid yaitu 28.33%, sedangkan tertinggi kedua adalah cerebral infarction yaitu
21.66%. Sementara penyakit penyerta terbanyak adalah covid 19, yaitu sebanyak
29 pasien yang terdiagnosis Covid-19 atau 48.33 % dari total pasien menderita covid 19.
Pada
data di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bernard et,all
menyebutkan Prevalensi Covid 19 dengan prognosis AKI sebesar 10,7%, mortalitas AKI berdasarkan GFR sebesar 63,6% dan berdasarkan kreatinin serum sebesar 77,8%. Badai sitokin akibat infeksi virus Covid-19 dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi ginjal, sehingga pasien dengan AKI berat dapat meningkatkan angka kematian pada pasien Covid-19 (Yong & Dermawan, 2022).
Pada tabel 2. Analisa profil klinis hasil lab pasien,
dari 30 total pasien kelompok uji yang diteliti, ada sebanyak 17 pasien yang
mengalami kadar hemoglobin dibawah normal yaitu sebesar 56.67 % dari total pasien,
kadar hematokrit tidak normal yaitu sebanyak 21 pasien yaitu sebesar 70% (dibawah
normal 20 pasien, diatas normal 1 pasien) dan kadar eritrosit tidak normal
sebanyak 19 sampel (18 pasien dibawah normal, 1 pasien diatas normal) yaitu
63.33 % dari total sampel uji. Sementara
untuk kadar trombosit cendrung sedikit stabil yaitu hanya 9 sampel yang
mengalami kadar trombosit tidak normal (7 subjek dibawah kadar normal dan 2
subjek diatas kadar normal).
Pada kelompok kontrol, dari 30 total pasien kelompok kontrol
yang diteliti ada sebanyak 15 pasien yang mengalami kadar hemoglobin tidak
normal (13 pasien dibawah normal, dan 2 pasien diatas nilai normal) yaitu
sebesar 50% dari total sampel, kadar hematokrit tidak normal yaitu sebanyak 19
sampel (17 pasien dibawah nilai normal, dan 2 pasien diatas nilai normal) yaitu
sebesar 63.33% dan kadar eritrosit dibawah normal sebanyak 15 sampel yaitu 50%
dari total sampel kelompok kontrol.
Kecendrungan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit dibawah normal ini
kemungkinan disebabkan karena fungsi ginjal yang tidak optimal dalam pematangan
sel darah merah dikarenakan kadar hormone eritropoetin yang berkurang.
Hal yang sama juga dilakukan pada penelitian oleh Fabio et al. menerangkan bahwa kerusakan ginjal pada penderita gagal ginjal pasti mengganggu fungsi ginjal yaitu sebagai penghasil hormon erythropoietin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah dalam proses eritropoiesis. Hal ini dapat mengganggu sel darah merah itu sendiri sebagai penyalur oksigen bagi jaringan tubuh, yang berkaitan dengan kadar hemoglobin di dalam sel darah merah itu sendiri.
Hemoglobin (Hb) merupakan protein tetramerik yang berikatan dengan molekul non protein, yaitu senyawa besi porfirin yang disebut heme. Hemoglobin memiliki dua fungsi transportasi penting dalam tubuh manusia, yaitu mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan perifer dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan perifer ke paru-paru. Saat kadar hemoglobin turun, bisa terjadi anemia, suatu kondisi di mana kadar sel darah merah dalam tubuh manusia tidak mencukupi (Patrick et al., 2019). Sel darah merah yang tidak tercukupi pada kasus pasien AKI
disebabkan karena kurangnya produksi hormon eritropoetin pada ginjal, yang
menyebabkan sel darah merah berkurang dan hemoglobin pun menurun. Hal tersebut
selaras dengan hasil penelitian diatas bahwa pasien AKI pada kelompok uji yang
mengalami anemia / hemoglobin dibawah normal yaitu sebanyak 56,67 %.
Untuk kadar
leukosit, pada kelompok uji terdapat sebanyak 24 pasien yaitu 80 % dari total
sampel yang mengalami kenaikan kadar leukosit atau leukosit diatas normal,
sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 25 pasien yaitu 83.33% dari total
sampel mengalami kenaikan kadar leukosit diatas normal. Artinya sebanyak 80 %
pasien uji dan 83.33% pasien kontrol yang menderita AKI kemungkinan juga
mengalami infeksi sistemik bahkan sepsis (Setiawan et al., 2018).
Pada
kadar glukosa darah, ada sebanyak 27 pasien (kelompok Uji 10 pasien dan
kelompok Kontrol 17 pasien) yang mempunyai kadar
glukosa darah diatas normal yaitu 45% % dari total pasien. Artinya 45% pasien kemungkinan
mempunyai komorbid diabetes melitus. Data di atas juga dikuatkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Elhapidi et
al. (2023) menyebutkan bahwa diabetes mellitus dapat meningkatkan kerentanan
terjadinya iskemia pada ginjal dan terjadinya penurunan perfusi pada ginjal.
Penurunan perfusi ginjal merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan
terjadinya AKI (Elhapidi et al., 2023).
Tabel
3. Profil
pengobatan
No |
Golongan |
UJI |
KONTROL |
||
Jumlah (N=349) |
(%) |
Jumlah (N=333) |
(%) |
||
1. 2. 3 4. 5. 6. 7 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16 17. 18. |
Antibiotik
a.
Carbapenem b.
Fluroquinolone c.
Aminoglikosida d.
Cefalosporin e.
Penicillin f.
OAT g.
makrolida h.
Sulfonamid Antihipertensi
a. ACE Inhibitor b. ARB c. CCB d. Centrally Acting Adrenergic
Drugs e. Diuretik f. Beta Bloker Inotropic
Antikonvulsan Vitamin
dan Mineral a. Vitamin b. zinc Antiulserasi a. PPI b. Antagonis Reseptor c. Pelindung Mukosa Antiansietas
dan Anti Insomnia NSAID Analgetik
Opioid Antipiretik Antidiabetes
a.
oral b.
insulin Penurun
Kolesterol Antianemia Pengencer Darah Antiplatelet
Antikoagulan Mukolitik Anti Fungi Antihistamin |
53 8 20 9 13 3 0 0 0 67 0 10 22 6 13 16 4 11 19 15 4 44 23 8 10 3 6 5 27 14 4 10 17 7 13 10 3 35 9 13 |
15.19% 19.20% 1.15% 3.15% 5.44% 12.61% 0.86% 1.72% 1.43% 7.74% 4.01% 4.87% 2.05% 3.72% 10.03% 2.58% 3.72% |
56 8 22 3 10 8 3 1 1 63 1 7 18 5 18 14 0 5 46 34 12 28 17 9 2 7 8 2 18 15 5 10 25 10 28 22 6 23 6 5 |
16.82% 18.92% 0% 1.50% 13.81% 8.41% 2.10% 2.40% 0.60% 5.40% 4.50% 7.51% 3% 8.41% 6.91% 1.80% 1.50% |
Kelompok
obat tertinggi adalah kelompok obat antihipertensi yaitu 18.92% pada kelompok
control dan 19.20% pada kelompok uji,
ini disebabkan karena banyaknya pasin AKI yang juga menderita hipertensi.
Sedangkan tertinggi kedua adalah antibiotic yaitu sebesar 15.19% pada kelompok
uji dan 16.82% pada kelompok kontrol, hal ini kemungkinan juga disebabkan
pasien AKI di Intensive Care Unit juga menderita infeksi sistemik.
Analisa perbedaan nilai ureum, kreatinin, dan GFR
sebelum dan sesudah pemberian Nacetylcystein pada kelompok uji dan kelompok control
Tabel 4.
Analisa perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah
pemberian N-Acetylcysteine
|
Rata-rata
SCr (mg/dl) |
Rata-rata
GFR (ml/menit) |
Rata-rata
Ureum (mg/dl) |
||||||
Before |
After |
Sig |
Before |
after |
Sig |
before |
after |
Sig |
|
Uji |
3.20 |
2.62 |
0.002* |
24.17 |
32.72 |
0.001* |
124.64 |
136.0 |
0.271 |
Kontrol |
2.65 |
2.78 |
0.89 |
28.84 |
30.56 |
0.619 |
98.34 |
114.10 |
0.063 |
Kadar normal : SCR = laki-laki: 0.67 – 1.17 (mg/dl) GFR = laki-laki: > 90 ml/menit Ureum = laki-laki : 16.6 -48.5 (mg/dl) Wanita :
0.51 – 0.95 (mg/dl)
Wanita :
>90 ml/menit
Wanita : 16.6 – 48.5 (mg/dl) |
Dari
data di atas pada kelompok uji diperoleh bahwa terdapat perbedaan signifkan
antara sebelum dan sesudah pemberian N-acetylcystein di hasil laboratorium Scr
dan GFR yaitu dengan nilai signifikansi 0.002 (P<0.05) untuk pengujian Scr
dan nilai signifikansi 0.001 (P<0.05) untuk pengujian GFR. Namun tidak
terjadi perbedaan signifikan pada nilai Ureum yaitu dengan signifikansi 0.271
(P>0.05). Artinya setelah diberikan N-acetylcysteine ada perbaikan signifikan
pada nilai Scr dan GFR pasien AKI. Namun tidak ada perbaikan yang signifikan
pada nilai ureum.
Pada
kelompok kontrol diperoleh data tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap
hasil lab Scr, GFR dan Ureum. Artinya tidak ada perbaikan fungsi ginjal yang
bermakna dilihat dari nilai Scr, GFR, dan Ureum.
Hal
serupa juga disampaikan pada penelitian Sochman 2006 disebutkan bahwa ketika
pasien Gagal ginjal yang diberikan NAC intravena akan memiliki efek
menguntungkan pada tingkat kreatinin (Sochman & Krizova, 2006).
Tabel 5. Analisa
perbedaan parameter fungsi ginjal sesudah dan sebelum pemberian
N-acetylcysteine (menggunakan data selisih)
|
SCr |
GFR |
Ureum |
|||
Mean |
sig |
Mean |
sig |
Mean |
Sig |
|
Uji |
-0.5757 |
0.037* |
8.5567 |
0.014* |
11.3567 |
0.726 |
Kontrol |
0.1277 |
1.7267 |
15.7667 |
Pada
tabel Analisa perbedaan dengan menggunakan data selisih (selisih nilai sebelum
dan setelah diberikan N-acetylcysteine) dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan signifikansi 0.003 (P<0.05) pada nilai SCr kelompok kontrol dan
nilai SCr kelompok uji. Diperoleh rata-rata selisih nilai SCr sebelum dan
sesudah pada kelompok kontrol yaitu 0.1277,
artinya pada kelompok kontrol mengalami kenaikan nilai
serum kreatinin yaitu sebesar 0.1277 poin
dari nilai sebelumnya. Sedangkan, rata-rata selisih nilai SCr sebelum dan
sesudah pada kelompok uji yaitu -0.5757,
artinya pada kelompok uji mengalami penurunan (perbaikan) nilai serum kreatinin
sebanyak 0.5757 dari sebelum diberikan obat intervensi.
Sedangkan
untuk analisis menggunakan data GFR diperoleh data signifikansi 0.014
(P<0.05). Hal demikian bermakna bahwa terdapat perbedaan signifikan nilai
GFR kelompok kontrol dan nilai GFR kelompok uji. Diperoleh rata-rata kenaikan
nilai GFR pada kelompok uji lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol,
yaitu kenaikan nilai GFR untuk kelompok uji
adalah 8.5567 point
dari nilai sebelum nya. Dan nilai rata-rata kenaikan GFR kelompok kontrol
adalah 1.7267 poin
dari nilai sebelumnya. Artinya, kenaikan perbaikan fungsi ginjal lebih baik
pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok uji kontrol.
Untuk data
analisis menggunakan data Ureum diperoleh hasil nilai P-value = 0,726
(P>0,05). Hal demikian bermakna bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
nilai UREUM kelompok kontrol dan nilai UREUM kelompok uji.
Kesimpulan
Kelompok usia paling terbanyak yang menderita AKI dan diberikan N-acetylcysteine
dosis 5000 mg iv adalah kelompok 56 – 65 tahun (lansia akhir) yaitu 40%,
sementara kelompok terbanyak kedua adalah kelompok usia 46 – 55 tahun (lansia
awal) yaitu 26.67%. Pada uji profil jenis kelamin diperoleh, jenis kelamin
laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu pada kelompok uji
persentase laki-laki sebanyak 80% (24 sampel), pada kelompok kontrol sebanyak
63.33% (19 sampel). Diagnosis paling
terbanyak adalah cerebral infarction yaitu 23.33%, sedangkan tertinggi kedua
adalah cerebral infarction + covid-19 yaitu 21.66%. Sementara penyakit penyerta
terbanyak adalah covid 19, yaitu sebanyak 29 pasien yang terdiagnosis Covid-19
atau 48.33 % dari total pasien menderita covid 19. Pada analisis hasil laboratorium,
kadar hemoglobin, eritrosit, hematokrit pada kelompok uji dan kelompok kontrol
cendrung dibawah normal. Sedangkan untuk kadar leukosit pada kelompok uji dan
kelompok kontrol cendrung berada di atas normal yaitu sebanyak 80% – 83.33%
pasien mengalami kenaikan nilai leukosit.
Pada Analisa profil pengobatan, jenis
obat tertinggi adalah jenis obat antihipertensi yaitu 18.92% pada kelompok kontrol
dan 19.20% pada kelompok uji, ini disebabkan karena banyaknya pasin AKI yang
juga menderita hipertensi. Sedangkan tertinggi kedua adalah antibiotic yaitu
sebesar 15.19% pada kelompok uji dan 16.82% pada kelompok kontrol, hal ini
kemungkinan juga disebabkan pasien AKI di Intensive Care Unit juga menderita
infeksi sistemik. Pada uji perbedaan fungsi ginjal pada kelompok uji dan kontrol,
dapat disimpulkan bahwa terjadi signifikansi perbedaan pada perbaikan nilai
fungsi ginjal antara kelompok uji dan kelompok kontrol yaitu di tingkat Scr
dengan nilai signifikansi 0.003 (P<0.05) dan ditingkat GFR dengan nilai
signifikansi 0.014 (P<0.05). Kelompok pasien yang telah diberikan
N-acetylcysteine dosis tinggi iv lebih baik perbaikan fungsi ginjal nya
dibandingkan dengan kelompok yang tanpa diberikan N-Acetylcysteine dosis
tinggi iv.
BIBLIOGRAFI
Baskoro, R., Rw, C. F., & Suryono. (2015). Acute Kidney
Injury ( AKI ) Sebagai Faktor Prediktor. Jurnal Komplikasi Anestesi, 2(2),
19–28.
Elhapidi,
N. Z., Kalew, P. A., Darmadji, E. G., Pake, I. A. R., & Regina, S. (2023).
Risk Prediction Acute Kidney Injury Pada Pasien Sepsis. Health
Information: Jurnal Penelitian.
Fan, H., Le, J., &
Zhu, J. (2020). Protective Effect of N-Acetylcysteine Pretreatment on Acute
Kidney Injury in Septic Rats. Journal of Surgical Research, 254(59),
125–134. https://doi.org/10.1016/j.jss.2020.04.017
Hill N, Fatoba S, Oke J,
Hirst J, et al. (2016). Global
prevalence of chronic kidney disease - A systematic review and meta analysis
review. plos one. 1–18.
Hoste, E. A. J., Bagshaw,
S. M., Bellomo, R., Cely, C. M., Colman, R., Cruz, D. N., Edipidis, K., Forni,
L. G., Gomersall, C. D., Govil, D., Honoré, P. M., Joannes-Boyau, O.,
Joannidis, M., Korhonen, A. M., Lavrentieva, A., Mehta, R. L., Palevsky, P.,
Roessler, E., Ronco, C., … Kellum, J. A. (2015). Epidemiology of acute kidney
injury in critically ill patients: the multinational AKI-EPI study. Intensive
Care Medicine, 41(8), 1411–1423.
https://doi.org/10.1007/s00134-015-3934-7
Huang, J. W., Lahey, B.,
Clarkin, O. J., Kong, J., Clark, E., Kanji, S., McCudden, C., Akbari, A., J.W.
Chow, B., Shabana, W., & Hiremath, S. (2021). A Systematic Review of the
Effect of N-Acetylcysteine on Serum Creatinine and Cystatin C Measurements. Kidney
International Reports, 6(2), 396–403.
https://doi.org/10.1016/j.ekir.2020.11.018
KDGIO. (2012). Clinical
Practice Guidline for Acute Kidney Injury. ISN.
Liu, J., Xie, H., Ye, Z., Li, F., & Wang, L.
(2020). Rates, predictors, and mortality of sepsis-associated acute kidney
injury: a systematic review and meta-analysis. BMC nephrology, 21,
1-16.
Marwanta, S. (2012). Pengaruhn-Asetil
Sistein Oral Terhadap Penurunan Kadar Tnf-? dan Prokalsitonin pada Pasien
Penyakit Ginjalkronis Stadium V Yangmenjalanicapd di RSUD dr. Moewardi
Surakarta. UNS (Sebelas Maret University).
Oranandari, R., &
Supadmi, W. (2015). Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUD
Wates Kulon Progo. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis
RSUD Wates Kulon Progo, 25(7), 316–320.
Patrick, F. M., Umboh, O.
R. H., & Rotty, L. W. A. (2019). Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Laju
Filtrasi Glomerulus pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 3 dan 4 Di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2017 - Desember 2018. E-CliniC,
8(1), 115–119. https://doi.org/10.35790/ecl.8.1.2020.27190
Risa, U. (2015). Angka
kejadian Acute Kidney berdasarkan kriteria AKIN di ruang ICU di RSU DR.Soedarso
tahun 2013. Ekp, 13(3), 1576–1580.
Setiawan, D., Harun, H.,
Azmi, S., & Priyono, D. (2018). Biomarker Acute Kidney Injury (AKI) pada
Sepsis. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 113.
https://doi.org/10.25077/jka.v7i0.838
Sinto, R., &
Nainggolan, G. (2010). Acute kidney injury: pendekatan klinis dan tata laksana.
Maj Kedokt Indon, 60(2), 81–88.
Sochman, J., &
Krizova, B. (2006). Pencegahan kerusakan ginjal yang diinduksi agen kontras
pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis dan penyakit jantung dengan
N-acetylcysteine intravena dosis tinggi : sebuah studi percontohan.
Yong, B. J. C., &
Dermawan, K. (2022). Profil Fungsi Ginjal Pasien Covid-19 Derajat Berat dengan
Acute Kidney Injury terhadap Mortalitas di Unit Perawatan Intensif. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(1), 8189–8197.
Copyright
holder: Nurul Ulya, Ros Sumarny,
Wawaimuli Arozal, Eka Musridharta (2024) |
|
|
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
|
|
|
This
article is licensed under: |
|