Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

IMPLEMENTASI KONSEP BANGUNAN NET-ZERO ENERGY DALAM DESAIN ARSITEKTUR SEBAGAI SOLUSI PENGHEMATAN ENERGI

 

Rafli Alfiano1, Budijanto Chandra2, Gisella Thalia Amanda Kusumahadi3, Agung Kurniawan4, Leonard5

Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia1,2,3,4,5

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Pola cuaca yang berfluktuasi sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai dari gelombang panas yang hebat hingga badai yang dahsyat, variasi iklim ini dapat berdampak pada kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan kita. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi inovatif untuk mengurangi dampak-dampak ini. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah pengembangan bangunan ramah lingkungan yang dirancang untuk mencapai emisi nol karbon. Bangunan ramah lingkungan ini fokus pada memaksimalkan efisiensi energi, menggunakan energi terbarukan, dan memilih material yang berkelanjutan. Dengan mengurangi dampak lingkungan, mereka berperan dalam menciptakan bumi yang lebih sehat dan meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari desain fasad yang optimal untuk konstruksi ramah lingkungan, dengan mempertimbangkan beberapa faktor penting. Pendekatan penelitian mencakup pengumpulan data menyeluruh melalui survei lapangan, simulasi, dan analisis studi kasus. Kesimpulan utama menyoroti pentingnya penggunaan material yang menghemat energi, menggunakan teknik arsitektur pasif, dan menggabungkan sistem energi terbarukan. Menerapkan konsep net-zero carbon dalam desain arsitektur membawa kita menuju masa depan yang lebih kuat dan berkelanjutan dengan mengurangi respons terhadap perubahan iklim dan mendorong peningkatan kesejahteraan.

Kata kunci: bangunan hijau, net zero carbon, desain fasad, keberlanjutan, efisiensi energi


 

Abstract

Fluctuating weather patterns profoundly influence different facets of human existence. From intense heatwaves to powerful storms, these variations in climate can impact our health, comfort, and security. Consequently, it is crucial to develop innovative strategies to lessen these impacts. One promising approach is the development of green buildings designed to achieve net zero carbon emissions. These eco-friendly buildings focus on maximizing energy efficiency, utilizing renewable energy, and choosing sustainable materials. By reducing their environmental impact, they play a part in fostering a healthier Earth and improving the quality of life. The purpose of this research is to delve into the optimal façade design for eco-conscious construction, taking into account several essential factors. The research approach includes thorough data gathering through on-site surveys, simulations, and case study analysis. The principal conclusions highlight the significance of using materials that conserve energy, employing passive architectural techniques, and incorporating renewable energy systems. Embracing net-zero carbon concepts in architectural design leads us toward a more robust and sustainable future by diminishing the repercussions of climate change and promoting enhanced well-being.

Keywords: green building, net zero carbon, façade design, sustainability, energy efficiency

Pendahuluan

Topik tentang krisis energi, terutama yang berkaitan dengan sumber energi konvensional yang tidak dapat diperbaharui, saat ini menjadi perbincangan yang sering muncul dalam evolusi dunia. Selama lebih dari seratus tahun, sumber energi seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara telah menjadi andalan ekonomi global. Namun, penggunaan berlebih dan ketergantungan yang tinggi pada sumber-sumber energi tersebut telah memunculkan kecemasan mendalam mengenai kelangsungan dan prospek pasokan energi global di masa depan. Para ahli memperkirakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, sumber daya yang tidak dapat diperbaharui ini akan semakin menipis dan sulit untuk diperoleh. Karena itu, transisi ke arah penggunaan sumber energi yang dapat diperbaharui serta penerapan kebijakan efisiensi energi menjadi krusial untuk menjaga keseimbangan alam dan menjamin kelangsungan pasokan energi bagi generasi yang akan datang. (Magdalena & Tondobala, 2016)

Gedung dengan nol emisi energi adalah gedung yang efisien dalam penggunaan energi dan mendapatkan pasokan dari sumber yang dapat diperbaharui, sehingga menghasilkan nol emisi karbon. Pendekatan ini mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan selama periode penggunaan gedung dengan menekankan pada pengurangan kebutuhan energi melalui pemanfaatan teknologi yang efisien, insulasi yang memadai, dan manajemen pemakaian energi yang bijaksana. Gedung tersebut juga meminimalkan jejak karbon yang terkandung dalam material bangunan dan proses pembangunan atau perbaikan dengan memilih untuk merenovasi struktur yang sudah ada atau menggunakan material yang ramah lingkungan. Terdapat berbagai metode yang diterapkan termasuk gedung dengan nol emisi energi, nol emisi karbon operasional, dan nol emisi karbon untuk keseluruhan siklus hidupnya. World Green Building Council telah menetapkan tujuan untuk membuat semua gedung mencapai nol emisi karbon pada tahun 2050, dimana gedung baru harus sudah tidak mengeluarkan emisi karbon pada tahun 2030 dan gedung lama harus diubah agar sesuai dengan standar tersebut. Dengan cara ini, konsep gedung nol emisi karbon memberikan kontribusi penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Net Zero Energy Building (NZEB) merupakan desain bangunan yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara konsumsi energi dan generasi energi dari sumber yang dapat diperbaharui (Pradisto, Ardiyansyah, Alhamid, Lubis, & Arnas, 2022). Berdasarkan teori transisi energi, NZEB dianggap sebagai kemajuan penting menuju keberlanjutan energi. Gedung yang mengadopsi konsep ini diharapkan dapat memenuhi semua kebutuhan energinya dari sumber terbarukan seperti sinar matahari atau tenaga angin, tanpa bergantung pada bahan bakar fosil (Aditya, Mintorogo, & Priatman, 2023). Teori tentang efisiensi energi dan pengelolaan energi menyoroti pentingnya mengurangi pemakaian energi dengan teknologi yang efisien, desain gedung yang inovatif, dan sistem pengelolaan energi yang pintar sebagai faktor utama untuk mencapai standar NZEB (Lestari, 2022) (DW Lestari, 2022). Kemudian, metode ini termasuk pemanfaatan bahan bangunan dengan jejak karbon yang minim serta teknik pembangunan yang dirancang untuk mengurangi emisi sepanjang periode penggunaan Gedung (Mungkasa, 2022). NZEB tidak hanya mengutamakan efisiensi dalam penggunaan energi tetapi juga pada produksi energi secara lokal. Dengan pemasangan panel surya, turbin angin, atau sistem lain yang dapat menghasilkan energi dari sumber terbarukan, gedung ini dapat memproduksi energi yang cukup untuk kebutuhan operasionalnya. Teori desain yang berkelanjutan mendukung metode ini dengan menyoroti pentingnya menggabungkan teknologi berbasis lingkungan dan metode desain yang berwawasan ekologi dalam bidang arsitektur dan Pembangunan (Sudarwani, 2012).

Dalam dunia arsitektur, istilah Arsitektur Ramah Lingkungan muncul sebagai definisi dari desain yang mengutamakan keberlanjutan dan kesadaran lingkungan. Pendekatan ekologis ini diadopsi untuk memperkuat hubungan dan keseimbangan antara desain bangunan dengan pelestarian energi dan sumber daya alam yang tersedia. Melalui metode ini, prinsip-prinsip desain gedung yang efisien dalam penggunaan energi dikembangkan dengan tujuan untuk meminimalkan konsumsi energi dan meningkatkan efisiensi energi dalam bangunan (Magdalena & Tondobala, 2016). Dari prinsip desain yang telah disebutkan, muncul konsep desain gedung yang mengonsumsi energi minimal, yang dikenal dengan Zero Energy Building (ZEB) (Wahyudi, Effenedy, & Subrata, 2023). Konsep ZEB adalah taktik efisiensi energi yang dirancang untuk menghemat sumber energi yang kini menghadapi tantangan (Putri & Nugroho, 2019). ZEB mewajibkan gedung untuk memproduksi jumlah energi yang setara dengan konsumsinya, umumnya melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan seperti solar atau angin, yang pada gilirannya mengurangi dependensi terhadap bahan bakar fosil (Marszal & Heiselberg, 2009). Metode ini tidak hanya memfokuskan pada pengoptimalan teknologi yang menghemat energi dan desain gedung yang efisien, tetapi juga termasuk penggunaan bahan bangunan yang berdampak rendah terhadap lingkungan dan memiliki emisi karbon yang kecil selama masa pakainya (Sudarman, Syuaib, & Nuryuningsih, 2021). Dalam literatur arsitektur dan lingkungan hidup, konsep ini sering dibahas sebagai elemen dari inisiatif global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dengan diterapkannya ZEB, diharapkan akan terjadi peningkatan efisiensi energi dalam bangunan dan secara bersamaan dapat mempertahankan kualitas kehidupan manusia serta kondisi lingkungan. Pelaksanaan ZEB juga sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan yang menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kemajuan ekonomi, konservasi lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, ZEB tidak hanya ditujukan untuk menanggulangi krisis energi, namun juga memiliki peranan vital dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan pemeliharaan sumber daya alam. Adopsi yang meluas dari konsep ini diharapkan akan menghasilkan pengurangan emisi karbon yang signifikan dan mendukung terciptanya lingkungan yang lebih sehat dan lestari. Pendekatan ini dianggap sebagai solusi kreatif terhadap tantangan energi dunia, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada penciptaan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan untuk generasi yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari desain fasad yang optimal untuk konstruksi ramah lingkungan, dengan mempertimbangkan beberapa faktor penting.

 

Metode Penelitian

Dalam studi ini, digunakan metode Deskriptif Analitis yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data yang telah dikumpulkan. Sebagai ilustrasi, penelitian tentang penerapan NZEB (Net Zero-Energy Building) bisa melibatkan analisis data dari contoh nyata bangunan yang sudah menggunakan konsep tersebut.

 

 

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Proses Desain Terintegrasi

Gambar 1. Aspek-aspek dalam proses desain bangunan hemat energi

Sumber: Buku pedoman energi efisiensi untuk desain bangunan gedung di Indonesia

 

A. Strategi Implementasi

1)    Konsep Bangunan GBNZ

Untuk dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi yang mempertimbangkan aspek-aspek GBNZ, yaitu:

2)    Pilihan Material dan Teknologi

Setiap komponen dan teknologi yang diterapkan pada bagian eksternal bangunan, termasuk dalam pengelolaan air, sistem penerangan, dan unit pengkondisian udara, harus dirancang dengan presisi untuk mengurangi penggunaan energi semaksimal mungkin, sambil tetap memenuhi kebutuhan fungsional dan standar lain dari bangunan.

a)     Penghawaan alami

Untuk penghawaan, sistem alami digunakan di area umum lantai pertama daripada mengandalkan sistem HVAC yang menggunakan banyak energi. Ventilasi ini dimungkinkan oleh banyaknya ruang terbuka. Kolam dan area hijau berperan dalam menurunkan suhu udara yang panas di ruang-ruang umum. Selain itu, tinggi langit-langit yang berkisar antara 6 hingga 8 meter memungkinkan sirkulasi udara yang efektif.

 

 

Gambar 2. Penghawaan alami

 

b)   Fasad Double

Faktor yang berkontribusi terhadap percepatan metode dalam sistem konfigurasi fasad termasuk kemajuan teknologi gedung. Inovasi dalam desain fasad, seperti Double Skin Facade (DSF), dirancang untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi kebutuhan pendinginan gedung, yang pada gilirannya mendukung pencapaian kenyamanan termal di dalam bangunan.

Double-Skin Facade merupakan metode desain arsitektural yang terdiri dari dua lapis dinding eksterior pada sebuah bangunan. Lapisan eksternal berperan sebagai perisai terhadap kondisi cuaca, sedangkan lapisan internal berkontribusi pada aspek lain seperti pengaturan cahaya alami dan penurunan suhu dalam ruangan. Fasad jenis ini memungkinkan peningkatan efisiensi energi dan kenyamanan bagi penghuni bangunan.

 

A drawing of a structure

Description automatically generated with medium confidence A diagram of a metal structure

Description automatically generated with medium confidence

Gambar 3. Fasad Double

 

c)   Pencahayaan siang hari

Pencahayaan alami merujuk pada pemanfaatan sinar matahari yang memasuki bangunan melalui pembukaan seperti jendela, atap yang transparan, atau fitur desain lain. Beberapa keuntungan dari pencahayaan alami untuk bangunan antara lain: a. Kualitas visual yang lebih baik, dengan pencahayaan alami yang menyediakan spektrum cahaya lengkap untuk visibilitas yang lebih tajam dan reproduksi warna yang akurat. b. Kesehatan dan kesejahteraan, di mana pencahayaan alami dapat meningkatkan suasana hati, produktivitas, dan kesehatan penghuni. c. Hemat energi, karena penggunaan sinar alami mengurangi kebutuhan akan pencahayaan buatan dan membantu dalam penghematan energi.

 

A diagram of a room

Description automatically generated

 

A diagram of a room

Description automatically generated

 

A blueprint of a room

Description automatically generated

Gambar 4. Pencahayaan

 

d)   Ventilasi Alami

Sirkulasi udara adalah proses kondisioning lingkungan yang memainkan peran penting dalam menciptakan kenyamanan termal, yang berguna untuk menukar udara yang tidak segar dengan udara yang lebih bersih (Razak, Gandarum, & Juwana, 2015).

Ventilasi penting untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan agar tetap kondusif dan nyaman. Kegiatan manusia dan objek di dalam ruangan dapat memproduksi gas berbahaya yang, jika terakumulasi melebihi batas aman, dapat membahayakan kesehatan, sehingga perlu dilakukan pertukaran dengan udara segar. Sistem ventilasi alami, seperti ventilasi silang, memanfaatkan gaya dorong alamiah seperti perbedaan suhu atau tekanan antara interior bangunan dan lingkungan luar, memungkinkan aliran udara segar masuk karena angin berpindah dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah.

e)   Sistem HVAC

HVAC dan konsep bangunan ramah lingkungan merupakan elemen kunci dalam perbincangan mengenai desain arsitektur yang berorientasi pada keberlanjutan. Sistem Pemanas, Ventilasi, dan Penyejuk Udara (HVAC) memiliki peranan vital dalam menetapkan efisiensi energi dan kenyamanan termal di dalam bangunan. Di zaman yang mengedepankan keberlanjutan dan penghematan energi, pemahaman komprehensif tentang kontribusi sistem HVAC terhadap konsep bangunan hijau menjadi suatu keharusan dan kewajiban bagi para ahli arsitektur dan konstruksi. Sistem HVAC yang diintegrasikan dalam bangunan hijau dirancang untuk meningkatkan efisiensi energi sambil memastikan kenyamanan termal dan kualitas udara yang baik. Teknologi HVAC terkini, termasuk sistem zonasi dan kontrol otomatis, memfasilitasi penyesuaian suhu dan kelembaban yang fleksibel sesuai dengan keperluan spesifik suatu area atau periode waktu.

f)     Green Roof/Green Wall

Atap hijau memanfaatkan jenis tanaman yang adaptif terhadap lingkungan atap, seperti sedum atau jenis rumput tertentu. Fungsi tanaman ini adalah untuk menurunkan suhu permukaan atap dan menyerap air hujan. Pemasangan sistem drainase di bawah lapisan tanah memungkinkan retensi dan pengelolaan air yang efektif. Selain itu, atap berkebun juga berperan sebagai insulator alami, yang membantu mengurangi penggunaan sistem pemanasan dan pendinginan.

g)    Pencahyaan Efisien

Optimalisasi pemanfaatan sinar matahari dengan desain bangunan yang meminimalisir kebutuhan pencahayaan buatan selama siang hari. Pemasangan jendela yang dapat dibuka untuk memungkinkan ventilasi silang dan mendukung sirkulasi udara alami. Penggantian lampu tradisional dengan lampu LED yang lebih hemat energi dan memiliki durasi pakai lebih lama. Penerapan sensor gerakan dan sensor cahaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lampu di area yang kurang sering dipakai.

3)    Iklim

Sejauh ini, energi yang digunakan dalam bangunan secara umum bertujuan untuk menciptakan kenyamanan bagi penghuninya, sehingga faktor-faktor seperti iklim di sekitar bangunan dan kondisi yang diharapkan di dalam ruangan sangat mempengaruhi efektivitas penggunaan energi bangunan tersebut.

4)    Operasi

Panduan operasional dan pemeliharaan bangunan berfokus pada langkah-langkah efisiensi energi yang penting untuk mencapai dan mempertahankan kinerja energi yang sesuai dengan target melalui desain bangunan. Selain itu, sistem Building Automation System (BAS) dan Building Energy Management System (BEMS) sangat relevan untuk tujuan ini.

5)    Behavior

Kesadaran dan perhatian terhadap penggunaan energi dan lingkungan di dalam ruangan oleh semua orang yang menggunakan bangunan memiliki peran yang sangat penting. Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman penghuni bangunan tentang pentingnya upaya pengelolaan bangunan untuk memelihara dan meningkatkan efisiensi energi bangunan, serta bentuk-bentuk kontribusi yang dapat mereka lakukan.

 

Lift disembunyikan

Gambar 5. Bagan prinsip perancangan dan pelaksanaan zero energy building (ZEB)

Sumber: Perkins Will Research Journal

 

B.  Peluang dan Kendala

1)    Situs

Peluang: Pemilihan situs yang optimal dapat memaksimalkan pemanfaatan energi matahari dan angin. Situs dengan orientasi yang baik dan minim bayangan akan mendukung efisiensi energi.

Kendala: Beberapa kendala situs mungkin termasuk topografi yang sulit, keterbatasan lahan, atau ketidakcocokan dengan lingkungan sekitar.

2)    Iklim

Peluang: Iklim yang mendukung, seperti banyak sinar matahari, dapat meningkatkan potensi penggunaan energi terbarukan.

Kendala: Iklim yang ekstrem (misalnya, cuaca sangat dingin atau panas) dapat mempengaruhi kebutuhan pemanas atau pendingin, serta efisiensi panel surya atau turbin angin.

3)    Anggaran

Peluang: Anggaran yang memadai memungkinkan penerapan teknologi dan strategi efisiensi energi.

Kendala: Keterbatasan anggaran dapat membatasi pemilihan teknologi dan material yang lebih mahal.

4)    Ketersediaan Material/Teknologi

Peluang: Ketersediaan material dan teknologi yang ramah lingkungan memungkinkan implementasi konsep NZEB.

Kendala: Jika material atau teknologi tertentu sulit ditemukan atau mahal, ini dapat menjadi hambatan.

5)    Pertimbangan Estetika

Peluang: Desain estetis yang memperhitungkan aspek lingkungan dapat menciptakan bangunan yang indah dan berfungsi.

Kendala: Terkadang, pertimbangan estetika harus seimbang dengan efisiensi energi dan tujuan NZEB.

 

C.  Sasaran Implementasi

Penggunaan energi dalam bangunan merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap biaya operasional dan dampak lingkungan. Sekitar setengah dari total konsumsi energi di bangunan dihabiskan untuk mengatur iklim dalam ruangan, yang mencakup aktivitas pemanasan, pendinginan, ventilasi, dan pencahayaan untuk menciptakan kondisi yang nyaman bagi penghuni. Proses-proses ini tidak hanya memerlukan jumlah energi yang signifikan tetapi juga sering kali menggunakan sumber daya yang tidak terbarukan, yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.

Selain itu, konsumsi energi ini tidak hanya berpengaruh pada keberlanjutan lingkungan tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang besar. Biaya energi biasanya menyumbang sekitar seperempat dari total biaya operasional sebuah bangunan. Ini menunjukkan bahwa efisiensi energi dalam desain dan operasi bangunan dapat memberikan penghematan biaya yang substansial sekaligus mengurangi jejak karbon bangunan tersebut.

Dengan demikian, ada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi prinsip-prinsip arsitektur berkelanjutan dan bangunan nol-energi untuk mengurangi konsumsi energi ini. Melalui penerapan teknologi hemat energi, desain yang responsif terhadap iklim, dan penggunaan sumber energi terbarukan, kita dapat mencapai tujuan ganda yaitu mengurangi biaya operasional dan meminimalkan dampak lingkungan dari bangunan kita.

 

Kesimpulan

Di era modern ini, gerakan berkelanjutan dalam industri rancang bangun semakin krusial. Kita hidup di dunia dengan sumber daya terbatas, dan dampak perubahan iklim semakin nyata. Oleh karena itu, kita bertanggung jawab memastikan bahwa setiap aspek perancangan arsitektur tidak hanya estetis, tetapi juga ramah lingkungan. Pendekatan eko-arsitektur melibatkan penggunaan material berkelanjutan, efisiensi energi, pengelolaan air bijaksana, dan integrasi dengan lingkungan alami sekitar. Ini bukan hanya tentang mengurangi jejak karbon bangunan, tetapi juga menciptakan ruang hidup sehat dan harmonis bagi penghuninya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip desain berkelanjutan, kita dapat menghasilkan bangunan yang lebih tahan lama, biaya operasional lebih rendah, dan kualitas hidup yang lebih baik. Ini merupakan investasi untuk masa depan kita dan planet ini. Oleh karena itu, kerjasama antara arsitek, insinyur, dan pembangun sangat penting dalam menciptakan solusi inovatif yang mendukung keberlanjutan jangka panjang.

 

BIBLIOGRAFI

 

Aditya, V. K., Mintorogo, D., & Priatman, J. (2023). Parameter Desain Untuk Modul Green Façade Bangunan Vertikal yang Memudahkan Pemasangan dan Perawatan. Studi OTTV Dan Daylight Pada Green Facade Terhdaap EfisiensiI Energi Penghawaan Bangunan Di Jakata. 91-99.c

Fahnurlisa, Q. (2019). Evaluasi Penerapan Aspek Material Resources And Cycle Sesuai Standargreen Building Rating Tool For New Building Version 1.2 Pada Proyek Bangunan Gedung. Jurnal Konstruksia. 11(1). 97-106.

Ghaasyiyah, K. N., Gandarum, D. N., & Walaretina, R. (2021). Implementation Of Net-Zero Energy Building Concept In The Design Facade Architecture Buildings In Central Java. Jurnal Arsitektur Arcade. 5(1). 69-76.

Hanum, M., & Murod, C. (2014). Green Architecture And Energy Efficiency As A Trigger To Design Creativity: A Case Study To Palembang City Library. Journal of architecture & Environment, 13(2).

Hidayat, W., Ashadi, & Hakim, L. (2019). Konsep Arsitektur Hijau Dalam Perancangan Stasiun Kereta Api Dan Terminal Bus Terpadu Di Kota Depok. Jurnal Arsitektur Purwarupa, 3(3). 263-270.

Kurniastuti. (2016). Bangunan Ramah Lingkungan. . Forum Teknologi Vol.5 (1), 8-15.

Lestari, D. W. (2022). Implementasi Konsep Green Building Pada Desain Bangunan Jakarta International Stadium Sebagai Bentuk Efisiensi Energi. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.

Magdalena, E. D., & Tondobala, L. (2016). Implementasi Konsep Zero Energy Building (Zeb) Dari Pendekatan Eco-Friendly Pada Rancangan Arsitektur. Media Matrasain13(1), 1-15.

Marszal, A. J., & Heiselberg, P. (2009). A Literature Review of Zero Energy Buildings (ZEB) Definitions. Aalborg: Department of Civil Engineering, Aalborg University.

Mungkasa, O. (2022). Mewujudkan Kota Rendah Karbon. Sumbang Saran Bagi Pengembangan Perkotaan Indonesia dan Ibu Kota Nusantara. Publikasi Researchgatenet.

Pradisto, M. A., Ardiyansyah, Alhamid, M. I., Lubis, & Arnas. (2022). Perancangan Net Zero Energy Building (NZEB): Tepat Guna Lahan dan Konservasi Air = Net Zero Energy Building Design (NZEB): Appropriate Site Development and Water Conservation. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Pullen, S., Chiveralls, K., Zillante, G., Palmer, J., Wilson, L., & Zuo, J. (2012). Minimising the impact of resource consumption in the design and construction of buildings (pp. 1-8). Griffith University.

Putri, S. T., & Nugroho, M. S. (2019). Konsep Zero Energy Building Bagi Islamic Boarding School di Sragen. Simposium Nasional RAPI XVIIII – 2019 FT UMS (pp. 404-411). Solo: Fakultas Teknik UMS.

Razak, H. (2015). Pengaruh karakteristik ventilasi dan lingkungan terhadap tingkat kenyamanan termal ruang kelas SMPN di Jakarta Selatan. AGORA: Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti15(2).

Sudarman, Syuaib, M., & Nuryuningsih. (2021). Green Building: Salah Satu Jawaban Terhadap Isu Sustainability Dalam Dunia Arsitektur. Jurnal Teknosains. 15(3). 329-338.

Sudarwani, M. M. (2012). Penerapan green architecture dan green building sebagai upaya pencapaian sustainable architecture. Dinamika Sains10(24).

Suyono, B., & Prianto, E. (2017). Kajian sensasi kenyamanan termal dan konsumsi energi di Taman Srigunting Kota Lama Semarang. Modul18(1), 18-25.

Tiagas, D. H. (2017). Mengukur Apresiasi Konsultan Arsitektur Mengenai Kriteria Rancangan Green Building (Doctoral dissertation, Sam Ratulangi University).

Wahyudi, E. T., Effenedy, N., & Subrata, R. (2023). Desain Dengan Konsep Zero Energy Building Pada Proyek Q-BIG BSD. Prosiding Seminar Nasional Keinsinyuran : Praktik-Praktik Keinsinyuran di Indonesia. 1-9. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

 

Copyright holder:

Rafli Alfiano, Budijanto Chandra, Gisella Thalia Amanda (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: