Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
10, Oktober 2024
IMPLEMENTASI KONSEP BANGUNAN NET-ZERO ENERGY DALAM DESAIN
ARSITEKTUR SEBAGAI SOLUSI PENGHEMATAN ENERGI
Rafli
Alfiano1, Budijanto Chandra2, Gisella Thalia
Amanda Kusumahadi3, Agung Kurniawan4, Leonard5
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia1,2,3,4,5
Email: [email protected]1
Abstrak
Pola cuaca yang berfluktuasi sangat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai dari gelombang panas yang
hebat hingga badai yang dahsyat, variasi iklim ini dapat berdampak pada
kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan kita. Oleh karena itu, penting untuk
mengembangkan strategi inovatif untuk mengurangi dampak-dampak ini. Salah satu
pendekatan yang menjanjikan adalah pengembangan bangunan ramah lingkungan yang
dirancang untuk mencapai emisi nol karbon. Bangunan ramah lingkungan ini fokus
pada memaksimalkan efisiensi energi, menggunakan energi terbarukan, dan memilih
material yang berkelanjutan. Dengan mengurangi dampak lingkungan, mereka
berperan dalam menciptakan bumi yang lebih sehat dan meningkatkan kualitas
hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari desain fasad yang
optimal untuk konstruksi ramah lingkungan, dengan mempertimbangkan beberapa
faktor penting. Pendekatan penelitian mencakup pengumpulan data menyeluruh
melalui survei lapangan, simulasi, dan analisis studi kasus. Kesimpulan utama
menyoroti pentingnya penggunaan material yang menghemat energi, menggunakan
teknik arsitektur pasif, dan menggabungkan sistem energi terbarukan. Menerapkan
konsep net-zero carbon dalam desain arsitektur membawa kita menuju masa depan
yang lebih kuat dan berkelanjutan dengan mengurangi respons terhadap
perubahan iklim dan mendorong peningkatan kesejahteraan.
Kata
kunci: bangunan
hijau, net zero carbon, desain fasad, keberlanjutan, efisiensi energi
Abstract
Fluctuating
weather patterns profoundly influence different facets of human existence. From
intense heatwaves to powerful storms, these variations in climate can impact
our health, comfort, and security. Consequently, it is crucial to develop
innovative strategies to lessen these impacts. One promising approach is the
development of green buildings designed to achieve net zero carbon emissions.
These eco-friendly buildings focus on maximizing energy efficiency, utilizing
renewable energy, and choosing sustainable materials. By reducing their
environmental impact, they play a part in fostering a healthier Earth and
improving the quality of life. The purpose of this research is to delve into
the optimal façade design for eco-conscious construction, taking into account
several essential factors. The research approach includes thorough data
gathering through on-site surveys, simulations, and case study analysis. The
principal conclusions highlight the significance of using materials that
conserve energy, employing passive architectural techniques, and incorporating
renewable energy systems. Embracing net-zero carbon concepts in architectural
design leads us toward a more robust and sustainable future by diminishing the
repercussions of climate change and promoting enhanced well-being.
Keywords:
green
building, net zero carbon, façade design, sustainability, energy efficiency
Pendahuluan
Topik
tentang krisis energi, terutama yang berkaitan dengan sumber energi
konvensional yang tidak dapat diperbaharui, saat ini menjadi perbincangan yang
sering muncul dalam evolusi dunia. Selama lebih dari seratus tahun, sumber
energi seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara telah menjadi andalan
ekonomi global. Namun, penggunaan berlebih dan ketergantungan yang tinggi pada
sumber-sumber energi tersebut telah memunculkan kecemasan mendalam mengenai
kelangsungan dan prospek pasokan energi global di masa depan. Para ahli
memperkirakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui ini akan semakin menipis dan sulit untuk diperoleh. Karena itu,
transisi ke arah penggunaan sumber energi yang dapat diperbaharui serta
penerapan kebijakan efisiensi energi menjadi krusial untuk menjaga keseimbangan
alam dan menjamin kelangsungan pasokan energi bagi generasi yang akan datang.
Gedung dengan nol emisi energi adalah gedung yang efisien dalam penggunaan energi dan mendapatkan pasokan dari sumber yang dapat diperbaharui, sehingga menghasilkan nol emisi karbon. Pendekatan ini mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan selama periode penggunaan gedung dengan menekankan pada pengurangan kebutuhan energi melalui pemanfaatan teknologi yang efisien, insulasi yang memadai, dan manajemen pemakaian energi yang bijaksana. Gedung tersebut juga meminimalkan jejak karbon yang terkandung dalam material bangunan dan proses pembangunan atau perbaikan dengan memilih untuk merenovasi struktur yang sudah ada atau menggunakan material yang ramah lingkungan. Terdapat berbagai metode yang diterapkan termasuk gedung dengan nol emisi energi, nol emisi karbon operasional, dan nol emisi karbon untuk keseluruhan siklus hidupnya. World Green Building Council telah menetapkan tujuan untuk membuat semua gedung mencapai nol emisi karbon pada tahun 2050, dimana gedung baru harus sudah tidak mengeluarkan emisi karbon pada tahun 2030 dan gedung lama harus diubah agar sesuai dengan standar tersebut. Dengan cara ini, konsep gedung nol emisi karbon memberikan kontribusi penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Net
Zero Energy Building (NZEB) merupakan desain bangunan yang bertujuan untuk
menciptakan keseimbangan antara konsumsi energi dan generasi energi dari sumber
yang dapat diperbaharui
Dalam
dunia arsitektur, istilah Arsitektur Ramah Lingkungan muncul sebagai definisi
dari desain yang mengutamakan keberlanjutan dan kesadaran lingkungan.
Pendekatan ekologis ini diadopsi untuk memperkuat hubungan dan keseimbangan
antara desain bangunan dengan pelestarian energi dan sumber daya alam yang
tersedia. Melalui metode ini, prinsip-prinsip desain gedung yang efisien dalam
penggunaan energi dikembangkan dengan tujuan untuk meminimalkan konsumsi energi
dan meningkatkan efisiensi energi dalam bangunan
Dengan
diterapkannya ZEB, diharapkan akan terjadi peningkatan efisiensi energi dalam
bangunan dan secara bersamaan dapat mempertahankan kualitas kehidupan manusia
serta kondisi lingkungan. Pelaksanaan ZEB juga sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan yang menggarisbawahi pentingnya keseimbangan
antara kemajuan ekonomi, konservasi lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Oleh
karena itu, ZEB tidak hanya ditujukan untuk menanggulangi krisis energi, namun
juga memiliki peranan vital dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan
pemeliharaan sumber daya alam. Adopsi yang meluas dari konsep ini diharapkan
akan menghasilkan pengurangan emisi karbon yang signifikan dan mendukung
terciptanya lingkungan yang lebih sehat dan lestari. Pendekatan ini dianggap
sebagai solusi kreatif terhadap tantangan energi dunia, yang pada akhirnya akan
berkontribusi pada penciptaan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan
untuk generasi yang akan datang.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mempelajari desain fasad yang optimal untuk konstruksi ramah lingkungan,
dengan mempertimbangkan beberapa faktor penting.
Metode
Penelitian
Dalam
studi ini, digunakan metode Deskriptif Analitis yang bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis data yang telah dikumpulkan. Sebagai
ilustrasi, penelitian tentang penerapan NZEB (Net Zero-Energy Building) bisa
melibatkan analisis data dari contoh nyata bangunan yang sudah menggunakan
konsep tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Proses Desain Terintegrasi
Gambar 1. Aspek-aspek dalam proses desain bangunan hemat
energi
Sumber: Buku
pedoman energi efisiensi untuk desain bangunan gedung di Indonesia
A.
Strategi Implementasi
1)
Konsep Bangunan GBNZ
Untuk
dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi yang
mempertimbangkan aspek-aspek GBNZ, yaitu:
2)
Pilihan Material dan Teknologi
Setiap
komponen dan teknologi yang diterapkan pada bagian eksternal bangunan, termasuk
dalam pengelolaan air, sistem penerangan, dan unit pengkondisian udara, harus
dirancang dengan presisi untuk mengurangi penggunaan energi semaksimal mungkin,
sambil tetap memenuhi kebutuhan fungsional dan standar lain dari bangunan.
a) Penghawaan
alami
Untuk penghawaan, sistem alami digunakan
di area umum lantai pertama daripada mengandalkan sistem HVAC yang menggunakan
banyak energi. Ventilasi ini dimungkinkan oleh banyaknya ruang terbuka. Kolam
dan area hijau berperan dalam menurunkan suhu udara yang panas di ruang-ruang
umum. Selain itu, tinggi langit-langit yang berkisar antara 6 hingga 8 meter
memungkinkan sirkulasi udara yang efektif.
Gambar
2. Penghawaan alami
b)
Fasad Double
Faktor yang berkontribusi terhadap percepatan metode
dalam sistem konfigurasi fasad termasuk kemajuan teknologi gedung. Inovasi
dalam desain fasad, seperti Double Skin Facade (DSF), dirancang untuk meningkatkan
efisiensi energi dan mengurangi kebutuhan pendinginan gedung, yang pada
gilirannya mendukung pencapaian kenyamanan termal di dalam bangunan.
Double-Skin Facade merupakan metode desain
arsitektural yang terdiri dari dua lapis dinding eksterior pada sebuah
bangunan. Lapisan eksternal berperan sebagai perisai terhadap kondisi cuaca,
sedangkan lapisan internal berkontribusi pada aspek lain seperti pengaturan
cahaya alami dan penurunan suhu dalam ruangan. Fasad jenis ini memungkinkan
peningkatan efisiensi energi dan kenyamanan bagi penghuni bangunan.
Gambar
3. Fasad Double
c)
Pencahayaan siang hari
Pencahayaan alami merujuk pada pemanfaatan
sinar matahari yang memasuki bangunan melalui pembukaan seperti jendela, atap
yang transparan, atau fitur desain lain. Beberapa keuntungan dari pencahayaan
alami untuk bangunan antara lain: a. Kualitas visual yang lebih baik, dengan
pencahayaan alami yang menyediakan spektrum cahaya lengkap untuk visibilitas
yang lebih tajam dan reproduksi warna yang akurat. b. Kesehatan dan
kesejahteraan, di mana pencahayaan alami dapat meningkatkan suasana hati,
produktivitas, dan kesehatan penghuni. c. Hemat energi, karena penggunaan sinar
alami mengurangi kebutuhan akan pencahayaan buatan dan membantu dalam penghematan
energi.
Gambar 4. Pencahayaan
d) Ventilasi
Alami
Sirkulasi udara adalah proses
kondisioning lingkungan yang memainkan peran penting dalam menciptakan
kenyamanan termal, yang berguna untuk menukar udara yang tidak segar dengan
udara yang lebih bersih
Ventilasi penting untuk menjaga
kualitas udara dalam ruangan agar tetap kondusif dan nyaman. Kegiatan manusia
dan objek di dalam ruangan dapat memproduksi gas berbahaya yang, jika
terakumulasi melebihi batas aman, dapat membahayakan kesehatan, sehingga perlu
dilakukan pertukaran dengan udara segar. Sistem ventilasi alami, seperti
ventilasi silang, memanfaatkan gaya dorong alamiah seperti perbedaan suhu atau
tekanan antara interior bangunan dan lingkungan luar, memungkinkan aliran udara
segar masuk karena angin berpindah dari area bertekanan tinggi ke area
bertekanan rendah.
e)
Sistem
HVAC
HVAC
dan konsep bangunan ramah lingkungan merupakan elemen kunci dalam perbincangan
mengenai desain arsitektur yang berorientasi pada keberlanjutan. Sistem
Pemanas, Ventilasi, dan Penyejuk Udara (HVAC) memiliki peranan vital dalam
menetapkan efisiensi energi dan kenyamanan termal di dalam bangunan. Di zaman
yang mengedepankan keberlanjutan dan penghematan energi, pemahaman komprehensif
tentang kontribusi sistem HVAC terhadap konsep bangunan hijau menjadi suatu
keharusan dan kewajiban bagi para ahli arsitektur dan konstruksi. Sistem HVAC
yang diintegrasikan dalam bangunan hijau dirancang untuk meningkatkan efisiensi
energi sambil memastikan kenyamanan termal dan kualitas udara yang baik.
Teknologi HVAC terkini, termasuk sistem zonasi dan kontrol otomatis,
memfasilitasi penyesuaian suhu dan kelembaban yang fleksibel sesuai dengan
keperluan spesifik suatu area atau periode waktu.
f) Green Roof/Green Wall
Atap
hijau memanfaatkan jenis tanaman yang adaptif terhadap lingkungan atap, seperti
sedum atau jenis rumput tertentu. Fungsi tanaman ini adalah untuk menurunkan
suhu permukaan atap dan menyerap air hujan. Pemasangan sistem drainase di bawah
lapisan tanah memungkinkan retensi dan pengelolaan air yang efektif. Selain
itu, atap berkebun juga berperan sebagai insulator alami, yang membantu
mengurangi penggunaan sistem pemanasan dan pendinginan.
g) Pencahyaan Efisien
Optimalisasi
pemanfaatan sinar matahari dengan desain bangunan yang meminimalisir kebutuhan
pencahayaan buatan selama siang hari. Pemasangan jendela yang dapat dibuka
untuk memungkinkan ventilasi silang dan mendukung sirkulasi udara alami.
Penggantian lampu tradisional dengan lampu LED yang lebih hemat energi dan
memiliki durasi pakai lebih lama. Penerapan sensor gerakan dan sensor cahaya
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lampu di area yang kurang sering
dipakai.
3) Iklim
Sejauh ini, energi yang digunakan
dalam bangunan secara umum bertujuan untuk menciptakan kenyamanan bagi
penghuninya, sehingga faktor-faktor seperti iklim di sekitar bangunan dan
kondisi yang diharapkan di dalam ruangan sangat mempengaruhi efektivitas
penggunaan energi bangunan tersebut.
4) Operasi
Panduan operasional dan pemeliharaan
bangunan berfokus pada langkah-langkah efisiensi energi yang penting untuk
mencapai dan mempertahankan kinerja energi yang sesuai dengan target melalui
desain bangunan. Selain itu, sistem Building Automation System (BAS) dan
Building Energy Management System (BEMS) sangat relevan untuk tujuan ini.
5) Behavior
Kesadaran
dan perhatian terhadap penggunaan energi dan lingkungan di dalam ruangan oleh
semua orang yang menggunakan bangunan memiliki peran yang sangat penting.
Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman penghuni bangunan tentang
pentingnya upaya pengelolaan bangunan untuk memelihara dan meningkatkan
efisiensi energi bangunan, serta bentuk-bentuk kontribusi yang dapat mereka
lakukan.
Lift disembunyikan
Gambar 5. Bagan prinsip perancangan
dan pelaksanaan zero energy building (ZEB)
Sumber: Perkins Will Research
Journal
B. Peluang
dan Kendala
1)
Situs
Peluang:
Pemilihan situs yang optimal dapat memaksimalkan pemanfaatan energi matahari
dan angin. Situs dengan orientasi yang baik dan minim bayangan akan mendukung
efisiensi energi.
Kendala:
Beberapa kendala situs mungkin termasuk topografi yang sulit, keterbatasan
lahan, atau ketidakcocokan dengan lingkungan sekitar.
2)
Iklim
Peluang:
Iklim yang mendukung, seperti banyak sinar matahari, dapat meningkatkan potensi
penggunaan energi terbarukan.
Kendala:
Iklim yang ekstrem (misalnya, cuaca sangat dingin atau panas) dapat
mempengaruhi kebutuhan pemanas atau pendingin, serta efisiensi panel surya atau
turbin angin.
3)
Anggaran
Peluang:
Anggaran yang memadai memungkinkan penerapan teknologi dan strategi efisiensi
energi.
Kendala:
Keterbatasan anggaran dapat membatasi pemilihan teknologi dan material yang
lebih mahal.
4)
Ketersediaan Material/Teknologi
Peluang:
Ketersediaan material dan teknologi yang ramah lingkungan memungkinkan
implementasi konsep NZEB.
Kendala:
Jika material atau teknologi tertentu sulit ditemukan atau mahal, ini dapat
menjadi hambatan.
5)
Pertimbangan Estetika
Peluang:
Desain estetis yang memperhitungkan aspek lingkungan dapat menciptakan bangunan
yang indah dan berfungsi.
Kendala:
Terkadang, pertimbangan estetika harus seimbang dengan efisiensi energi dan
tujuan NZEB.
C. Sasaran
Implementasi
Penggunaan energi dalam bangunan merupakan salah
satu faktor utama yang berkontribusi terhadap biaya operasional dan dampak
lingkungan. Sekitar setengah dari total konsumsi energi di bangunan dihabiskan
untuk mengatur iklim dalam ruangan, yang mencakup aktivitas pemanasan,
pendinginan, ventilasi, dan pencahayaan untuk menciptakan kondisi yang nyaman
bagi penghuni. Proses-proses ini tidak hanya memerlukan jumlah energi yang
signifikan tetapi juga sering kali menggunakan sumber daya yang tidak
terbarukan, yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Selain
itu, konsumsi energi ini tidak hanya berpengaruh pada keberlanjutan lingkungan
tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang besar. Biaya energi biasanya
menyumbang sekitar seperempat dari total biaya operasional sebuah bangunan. Ini
menunjukkan bahwa efisiensi energi dalam desain dan operasi bangunan dapat
memberikan penghematan biaya yang substansial sekaligus mengurangi jejak karbon
bangunan tersebut.
Dengan
demikian, ada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi prinsip-prinsip arsitektur
berkelanjutan dan bangunan nol-energi untuk mengurangi konsumsi energi ini.
Melalui penerapan teknologi hemat energi, desain yang responsif terhadap iklim,
dan penggunaan sumber energi terbarukan, kita dapat mencapai tujuan ganda yaitu
mengurangi biaya operasional dan meminimalkan dampak lingkungan dari bangunan
kita.
Kesimpulan
Di era modern ini, gerakan berkelanjutan dalam
industri rancang bangun semakin krusial. Kita hidup di dunia dengan sumber daya
terbatas, dan dampak perubahan iklim semakin nyata. Oleh karena itu, kita
bertanggung jawab memastikan bahwa setiap aspek perancangan arsitektur tidak
hanya estetis, tetapi juga ramah lingkungan. Pendekatan eko-arsitektur
melibatkan penggunaan material berkelanjutan, efisiensi energi, pengelolaan air
bijaksana, dan integrasi dengan lingkungan alami sekitar. Ini bukan hanya tentang
mengurangi jejak karbon bangunan, tetapi juga menciptakan ruang hidup sehat dan
harmonis bagi penghuninya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip desain
berkelanjutan, kita dapat menghasilkan bangunan yang lebih tahan lama, biaya
operasional lebih rendah, dan kualitas hidup yang lebih baik. Ini merupakan
investasi untuk masa depan kita dan planet ini. Oleh karena itu, kerjasama
antara arsitek, insinyur, dan pembangun sangat penting dalam menciptakan solusi
inovatif yang mendukung keberlanjutan jangka panjang.
Aditya, V. K., Mintorogo, D., & Priatman, J.
(2023). Parameter Desain Untuk Modul Green Façade Bangunan Vertikal yang
Memudahkan Pemasangan dan Perawatan. Studi OTTV Dan Daylight Pada Green
Facade Terhdaap EfisiensiI Energi Penghawaan Bangunan Di Jakata. 91-99.c
Fahnurlisa, Q.
(2019). Evaluasi Penerapan Aspek Material Resources And Cycle Sesuai
Standargreen Building Rating Tool For New Building Version 1.2 Pada Proyek
Bangunan Gedung. Jurnal Konstruksia. 11(1). 97-106.
Ghaasyiyah, K.
N., Gandarum, D. N., & Walaretina, R. (2021). Implementation Of Net-Zero
Energy Building Concept In The Design Facade Architecture Buildings In
Central Java. Jurnal Arsitektur Arcade. 5(1). 69-76.
Hanum, M.,
& Murod, C. (2014). Green Architecture And Energy Efficiency As A
Trigger To Design Creativity: A Case Study To Palembang City Library. Journal
of architecture & Environment, 13(2).
Hidayat, W.,
Ashadi, & Hakim, L. (2019). Konsep Arsitektur Hijau Dalam Perancangan
Stasiun Kereta Api Dan Terminal Bus Terpadu Di Kota Depok. Jurnal
Arsitektur Purwarupa, 3(3). 263-270.
Kurniastuti.
(2016). Bangunan Ramah Lingkungan. . Forum Teknologi Vol.5 (1), 8-15.
Lestari, D. W.
(2022). Implementasi Konsep Green Building Pada Desain Bangunan Jakarta
International Stadium Sebagai Bentuk Efisiensi Energi. Jakarta:
Universitas Kristen Indonesia.
Magdalena, E.
D., & Tondobala, L. (2016). Implementasi Konsep Zero Energy Building
(Zeb) Dari Pendekatan Eco-Friendly Pada Rancangan Arsitektur. Media
Matrasain, 13(1), 1-15.
Marszal, A. J.,
& Heiselberg, P. (2009). A Literature Review of Zero Energy Buildings
(ZEB) Definitions. Aalborg: Department of Civil Engineering, Aalborg
University.
Mungkasa, O.
(2022). Mewujudkan Kota Rendah Karbon. Sumbang Saran Bagi Pengembangan
Perkotaan Indonesia dan Ibu Kota Nusantara. Publikasi Researchgatenet.
Pradisto, M.
A., Ardiyansyah, Alhamid, M. I., Lubis, & Arnas. (2022). Perancangan
Net Zero Energy Building (NZEB): Tepat Guna Lahan dan Konservasi Air = Net
Zero Energy Building Design (NZEB): Appropriate Site Development and Water
Conservation. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Pullen, S.,
Chiveralls, K., Zillante, G., Palmer, J., Wilson, L., & Zuo, J.
(2012). Minimising the impact of resource consumption in the design
and construction of buildings (pp. 1-8). Griffith University.
Putri, S. T.,
& Nugroho, M. S. (2019). Konsep Zero Energy Building Bagi Islamic
Boarding School di Sragen. Simposium Nasional RAPI XVIIII – 2019 FT UMS
(pp. 404-411). Solo: Fakultas Teknik UMS.
Razak, H.
(2015). Pengaruh karakteristik ventilasi dan lingkungan terhadap tingkat
kenyamanan termal ruang kelas SMPN di Jakarta Selatan. AGORA: Jurnal
Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti, 15(2).
Sudarman,
Syuaib, M., & Nuryuningsih. (2021). Green Building: Salah Satu Jawaban
Terhadap Isu Sustainability Dalam Dunia Arsitektur. Jurnal Teknosains.
15(3). 329-338.
Sudarwani, M.
M. (2012). Penerapan green architecture dan green building sebagai upaya
pencapaian sustainable architecture. Dinamika Sains, 10(24).
Suyono, B.,
& Prianto, E. (2017). Kajian sensasi kenyamanan termal dan konsumsi
energi di Taman Srigunting Kota Lama Semarang. Modul, 18(1),
18-25.
Tiagas, D. H.
(2017). Mengukur Apresiasi Konsultan Arsitektur Mengenai Kriteria
Rancangan Green Building (Doctoral dissertation, Sam Ratulangi
University).
Wahyudi, E. T.,
Effenedy, N., & Subrata, R. (2023). Desain Dengan Konsep Zero Energy
Building Pada Proyek Q-BIG BSD. Prosiding Seminar Nasional Keinsinyuran :
Praktik-Praktik Keinsinyuran di Indonesia. 1-9. Yogyakarta: Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.
Copyright
holder: Rafli Alfiano, Budijanto Chandra, Gisella Thalia Amanda (2024) |
First publication
right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article
is licensed under: |