Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
KAJIAN
EKOKRITIK SASTRA CERITA LEGENDA DANAU KEMBAR KARYA GITA RAHMI DAN CERITA
LEGENDA BUKIT KELAM KARYA UMU FATIMIAH DALAM BUKU ANAK 78 LEGENDA
TERNAMA INDONESIA
Brenda Mernik Ginting
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan ekokritik dalam cerita Legenda Danau Kembar karya Gita Rahmi dan cerita Legenda
Bukit Kelam karya Umu Fatimiah dalam
buku anak 78 Legenda Ternama Indonesia. Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekokritik
sastra. Data dalam penelitian
ini adalah data tertulis berupa kata-kata dan kalimat dalam cerita
Legenda Danau Kembar karya Gita Rahmi dan cerita Legenda
Bukit Kelam karya Umu Fatimiah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
baca catat. Hasil penelitian menunjukkan unsur ekologi alam
dan ekologi budaya dalam cerita Legenda Danau Kembar karya Gita Rahmi dan cerita Legenda
Bukit Kelam karya Umu Fatimiah.
Kata kunci: ekokritik, sastra,
legenda
Abstract
This research aims to describe ecocriticism in
the story Legenda Danau Kembar
by Gita Rahmi and the story Legenda Bukit Kelam
by Umu Fatimiah in the
children's book 78 Legenda Ternama Indonesia.
This research is qualitative research with descriptive methods. The approach
used in this research is literary ecocriticism. The data in this research are
written data in the form of words and sentences in the story Legenda Danau Kembar by Gita Rahmi
and the story Legenda Bukit Kelam by Umu Fatimiah. The data collection
technique used in this research is the note-reading technique. The results of
the research show elements of natural ecology and cultural ecology in the story
Legenda Danau Kembar
by Gita Rahmi and the story Legenda Bukit Kelam by
Umu Fatimiah.
Keywords:
ecocriticism, literature, legend
Pendahuluan
Karya sastra adalah sebuah ide atau pemikiran dari pengarang yang dibentuk menjadi sebuah tulisan (Bezanilla et al., 2019). Tujuannya adalah untuk menceritakan suatu kisah dengan
estetik. Salah satu bentuk karya sastra adalah legenda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), legenda adalah
cerita rakyat kuno yang berkaitan dengan peristiwa sejarah (Acerbi et al., 2017). Cerita legendaris ini mirip dengan
mitos dan dianggap semi-imajiner.
Relasi antara alam dengan
sebuah karya sastra memunculkan gagasan tentang permasalahan ekologi dalam sebuah
sastra (Otto & Pensini, 2017). Ekokritik adalah sebuah
konsep yang memiliki keterkaitan dengan lingkungan. Dewi (2016) mengatakan
bahwa ekokritik menelisik hubungan antara sastra dan lingkungan hidup dipilih sebagai
teori dalam mengkaji sastra Indonesia mutakhir.
Sejalan dengan Ariani (2018) menjelaskan bahwa ekologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang organisme dan lingkungannya. Hal tersebut serumpun dengan Asyifa (2018), ekologi sastra merupakan ilmu yang mendalami masalah hubungan sastra dengan lingkungan.
Ekologi sastra dapat dipahami sebagai kajian ilmiah tentang
pedoman-pedoman terkait penulisan dan membaca yang menggambarkan dan mempengaruhi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan
alam dalam karya sastra (Paul & Criado, 2020). Hal ini sejalan dengan
Asyifa (2018) yang menyatakan
bahwa karya sastra merupakan wujud ekspresi pengarang berupa pemikiran, gagasan, dan pengalaman yang diwujudkan dalam gambaran tertentu sebagai bentuk kreativitas. Demikian pula Sumardjo dan Saini (1997: 3-4) menegaskan
bahwa sastra adalah ungkapan kepribadian manusia yang berupa pengalaman, pikiran, emosi, gagasan, semangat, dan keyakinan yang berbentuk gambaran dan gagasan tertentu alat bahasa.
Metode Penelitian
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang meninjau suatu peristiwa dan dianalisis secara deskriptif (Fletcher et al., 2016). Penelitian ini mewujudkan pemahaman suatu peristiwa secara alamiah dan menggunakan metode ilmiah. Penelitian ini menelusuri unsur ekologi alam
dan ekologi budaya yang terdapat dalam karya sastra berupa cerita legenda dalam buku anak. Penelitian
ini menggunakan pendekatan ekokritik sastra.
Sumber data penelitian ini adalah cerita Legenda Danau Kembar karya
Gita Rahmi dan cerita Legenda Bukit Kelam karya Umu
Fatimiah dalam buku anak 78 Legenda Ternama Indonesia. Buku 78
Legenda Ternama Indonesia ditulis
oleh Wahyu Setyorini dan Tim WIN (Wong Indonesia Nulis). Data penelitian ini adalah teks
berupa kata dan kalimat dalam cerita Legenda Danau Kembar karya
Gita Rahmi dan cerita Legenda Bukit Kelam karya Umu
Fatimiah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik membaca
dan mencatat (Voyer et al., 2022). Cerita legenda yang dibaca memiliki unsur-unsur alam dan catatan berupa diksi, kalimat,
dan frasa yang berhubungan dengan alam. Analisis data dilakukan dengan: (1) memilih cerita legenda yang bertema alam/lingkungan, (2) cerita tersebut kemudian dianalisis dengan pendekatan ekokritik sastra, dan (3) memberikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Relasi Antara
Cerita Legenda Danau Kembar dan Cerita Legenda Bukit
Kelam
Cerita Legenda
Danau Kembar merupakan cerita legenda dari Sumatra Barat (Økelsrud et al., 2016). Cerita legenda tersebut dimulai dengan pengenalan seorang tokoh seorang kakek
tua di Pulau Andalas
(Sumatra) yang bernama Niniak
Gadang Bahan. Beliau sangat
terkenal di kampungnya karena beliau memiliki
tubuh yang tinggi, besar, dan kuat. Konon, tubuhnya sebesar pohon beringin
dan masih berotot sehingga beliau mampu menebang pohon dengan sekali
tebasan. Walaupun usianya sudah tua,
beliau masih bertani, berladang, dan mencari kayu bakar
ke hutan.
Pada suatu pagi, Niniak
Gadang Bahan hendak pergi ke hutan
untuk mencari kayu bakar. Akan tetapi, saat beliau
sampai di hutan tersebut, beliau melihat seekor naga besar sudah berada
di depannya. Naga tersebut ingin memakannya. Awalnya Niniak ketakutan, namun akhirnya Niniak melawan naga tersebut dengan menggunakan kapak dan ilmu silat yang sudah dipelajarinya dari kecil. Niniak berhasil
mengalahkan naga tersebut
dan melempar naga itu ke dasar lembah.
Jasad naga tersebut berbentuk angka delapan, dan lahirlah Danau Kembar dari
genangan nada tersebut. Danau Kembar sekarang
berada di daerah Alahan
Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat.
Cerita Legenda
Bukit Kelam merupakan cerita legenda dari Kabupaten Sintang, Kalimantan
Barat. Cerita
legenda tersebut mengisahkan
dua orang pemimpin di Sintang
yang bernama Bujang Beji
dan Temenggung Marubai. Bujang Beji dan Temenggung Marubai dipercayai sebagai keturunan dewa. Kedua orang pemimpin ini bekerja sebagai
pencari ikan, di samping
juga berladang dan berkebun.
Temenggung Marubai merupakan pencari ikan yang handal karena hampir setiap
hari ia mendapat
ikan yang lebih banyak dari pada Bujang Beji. Bujang
Beji menjadi iri hati. Ia melakukan
berbagai cara agar Temenggung tidak lagi dapat menangkap
banyak ikan namun ia segala sampai
bidadari pun menertawainya.
Selanjutnya, ia melakukan upacara sesajian adat (Bedarak Begelak) untuk membalas bidadari yang menertawainya. Namun naas, Bujang
Beji meninggal dalam misinya akibat akar pahit di hatinya.
Menurut cerita, Bukit Kelam terbentuk dari puncak bukit
Nanga Silat yang terlepas dari
pikulannya.
Kedua cerita legenda tersebut bertema alam dan lingkungan serta memiliki tokoh yang berhubungan langsung dengan alam. Oleh karena itu, dua cerita legenda tersebut pantas untuk dikaji
dengan menggunakan pendekatan ekokritik sastra.
Analisis Ekokritik Sastra pada Cerita Legenda
Danau Kembar dan Cerita Legenda Bukit Kelam
Menurut Endraswara (2016: 5) menyatakan bahwa “Ekologi sastra adalah Ilmu ekstrinsik
sastra yang mendalami masalah
hubungan sastra dengan lingkungannya” (Michopoulou & Jauniškis, 2020). Analisis ekologi sastra adalah tinjauan ilmiah yang berkaitan dengan penulisan dan pembacaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan alam, seperti
interaksi dan hubungan antar makhluk hidup
(manusia, hewan, dan tumbuhan) (Alexander & Stibbe, 2014).
Terdapat 2 jenis ekologi, yaitu ekologi alam
dan ekologi budaya (Agnoletti, 2014). Ekologi alam berhubungan
dengan alam sebagai sumber kehidupan manusia (Ahmed et al., 2020). Ekologi alam juga berhubungan dengan upaya manusia menjaga
pelestarian alam.. Ekologi budaya
ditentukan oleh pola hidup dan perbedaaan karakteristik wilayah (Endraswara, 2016). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan unsur-unsur ekologi alam dan ekologi budaya dalam cerita
Legenda Danau Kembar dan
Legenda Bukit Kelam dalam buku 78 Legenda Ternama
Indonesia.
1. Analisis Ekologi Alam
Aspek pertama dari ekologi
sastra adalah ekologi alam (Al Horr et al., 2016). Dalam kaitannya dengan kajian sastra, istilah ekologi digunakan dengan berbagai macam arti. Yang pertama, ekologi dapat dilihat dari
sudut pandang ekologi alam. Berdasarkan
hasil penelitian, terdapat beberapa aspek yang termasuk dalam ekologi alam, yaitu
hubungan sastra dengan upaya pelestarian alam serta hubungan
sastra dengan alam sebagai sumber kehidupan manusia (Restall & Conrad, 2015).
1) Hubungan sastra
dengan alam sebagai sumber kehidupan manusia
a. Cerita Legenda
Danau Kembar Karya Gita
Rahmi
Cerita Legenda Danau Kembar menceritakan
tentang tokoh utama, Niniak Gadang
Bahan yang masih bisa bertani, berladang, dan mencari kayu bakar
ke hutan walaupun usianya sudah tua.
b. Cerita Legenda
Bukit Kelam Karya Umu Fatimiah
Cerita
Legenda Bukit Kelam menyatakan
bahwa kedua pemimpin di Negeri Sintang, Bujang Beji dan Temenggung Marubai sama-sama bekerja sebagai pencari ikan, di samping juga berladang dan berkebun. Bujang Beji menguasai Sungai di Simpang Kapuas, sementara Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi.
2) Hubungan sastra
dengan upaya pelestarian alam
a. Cerita Legenda
Danau Kembar Karya Gita
Rahmi
Cerita Legenda Danau Kembar mengisahkan tentang seorang kakek bernama
Niniak Gadang Bahan yang berhasil menyelamatkan hutan dari seekor
naga jahat. Ini dimulai ketika Niniak Gadang Bahan sedang berada di hutan, ia bertemu
dengan seekor naga yang hendak akan memakannya.
Diceritakan dalam cerita legenda tersebut bahwa api dari
naga tersebut mengenai dan menghanguskan semak belukar yang ada di hutan itu dan Niniak
Gadang Bahan berpikir keras bagaimana caranya mengalahkan naga tersebut secepatnya agar hutan tidak rusak
dan hangus terbakar. Niniak Gadang Bahan kemudian mengumpulkan keberaniannya dan mengeluarkan ilmu silat yang sudah dipelajarinya dari kecil dulu.
Dengan menggunakan ilmu silat dan kapak, Niniak Gadang
Bahan pun akhirnya mengalahkan
naga tersebut. Dikatakan dalam cerita bahwa
ada perasaan lega dalam diri
Niniak Gadang Bahan ketika mengalahi naga tersebut. Setelah berhasil mengalahkan naga tersebut, ia berbisik
dalam hati bahwa ia tidak
sia-sia makan banyak dan melakukan banyak kerja karena
akhirnya tubuhnya menjadi kuat dan berhasil menyelamatkan hutan dari naga tersebut.
b. Cerita Legenda
Bukit Kelam Karya Umu Fatimiah
Cerita
Legenda Bukit Kelam menyatakan
bahwa kedua pemimpin di Negeri Sintang, Bujang Beji dan Temenggung Marubai sama-sama bekerja sebagai pencari ikan, di samping juga berladang dan berkebun. Dalam cerita Legenda Bukit Kelam, terdapat dua pemimpin di Negeri Sintang,
Kalimantan Barat yang bernama Bujang
Beji dan Temenggung Marubai.
Bujang Beji dan Temenggung Marubai bekerja sebagai pencari ikan. Bujang Beji menangkap ikan dengan cara menaburkan
sejenis racun ikan (menuba), sedangkan Temenggung Marubai menangkap ikan dengan bubu.
Bubu adalah alat penangkap ikan tradisional yang terbuat dari bamboo. Temenggung Marubai juga selalu memisahkan ikan besar dan ikan kecil. Ikan besar yang dibawa untuk dijual, sementara
ikan kecil dilepaskan kembali ke sungai.
Unsur pelestarian alam yang dari cerita ini dilakukan
oleh Temenggung Marubai
yang menangkap ikan menggunakan
alat penangkap ikan tradisional (bubu) yang ramah
lingkungan.
2. Analisis Ekologi Budaya
Aspek kedua dari ekologi
sastra adalah ekologi budaya. Ekologi budaya ditentukan oleh gaya hidup dan perbedaan karakteristik daerah (Arnaiz-Schmitz et al., 2018). Berdasarkan hasil penelitian, yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa elemen yang termasuk dalam ekologi budaya, yaitu hubungan antara sastra dengan adat istiadat dan hubungan antara sastra dengan kepercayaan/mitos.
1) Hubungan sastra
dengan adat istiadat
a. Cerita Legenda
Danau Kembar Karya Gita
Rahmi
Cerita Legenda Danau Kembar berasal dari Sumatra Barat. Tokoh utama dalam
cerita Legenda Danau Kembar bernama Niniak Gadang Bahan. Niniak adalah sebutan
untuk kakek-kakek atay orang yang sudah tua di daerah Sumatra Barat. Tokoh pendukung dalam cerita tersebut
adalah seorang nenek yang dipanggil dengan Uwo. Uwo adalah panggilan untuk nenek atau perempuan
yang sudah tua di daerah Sumatra Barat. Panggilan Niniak dan Uwo menunjukkan hubungan antara sastra dengan adat istiadat daerah
setempat.
b. Cerita Legenda
Bukit Kelam Karya Umu Fatimiah
Diceritakan dalam Legenda Bukit Kelam, bahwa sebelum memanjat
pohon kumpang mambu, Bujang Beji melakukan upacara sesajian adat yang disebut dengan Bedarak Begelak, yaitu memberikan makan kepada seluruh
Binatang di sekitarnya agar tidak
menghalangi niatnya dan berharap dapat membantunya sampai ke kahyangan. Adanya
upacara atau ritual adat menunjukkan hubungan antara sastra dengan adat istiadat
yang diperlihatkan melalui cerita Legenda Bukit Kelam.
2) Hubungan sastra
dengan mitos/kepercayaan
a. Cerita Legenda
Danau Kembar Karya Gita
Rahmi
Tokoh utama dalam cerita
Legenda Danau Kembar
adalah Niniak Gadang Bahan. Menurut cerita tersebut, Niniak Gadang Bahan adalah seorang kakek tua yang dipercayai memiliki tubuh sebesar pohon
beringin dan masih berotot sehingga beliau mampu menebas
pohon dengan sekali tebas. Unsur
mitos lainnya dalam cerita ini
adalah diyakini bahwa terdapat makhluk besar (seekor naga) yang menguasai hutan tersebut sebelum akhirnya dikalahkan Niniak Gadang Bahan.
b. Cerita Legenda
Bukit Kelam Karya Umu Fatimiah
Tokoh utama dalam cerita
Legenda Bukit Kelam adalah Bujang Beji dan Temenggung Marubai. Menurut Cerita Legenda Bukit Kelam Bujang
Beji dan Temenggung Marubai
merupakan pemimpin di
Negeri Sintang, Kalimantan Barat. Cerita
tersebut menyatakan bahwa Bujang Beji dan Temenggung Marubai sama-sama keturunan dewa dengan sifat
yang sangat beda. Bujang
Beji memiliki sifat suka merusak, pendengki
dan serakah. Temenggung Marubai memiliki sifat suka menolong,
berhati mulia, dan rendah hati.
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian yang berjudul “ Kajian Ekokritik Sastra Cerita Legenda Danau Kembar Karya Gita Rahmi dan Cerita Legenda Bukit Kelam Karya Umu Fatimiah dalam Buku Anak 78 Legenda Ternama
Indonesia” adalah terdapat
dua aspek ekokritik sastra
yang dapat dikaji dalam cerita Legenda Danau Kembar karya Gita Rahmi dan cerita Legenda
Bukit Kelam karya Umu Fatimiah. Aspek
yang dapat dikaji, yaitu ekologi alam
dan ekologi budaya. Penulis cerita legenda tersebut ingin memperingatkan pembaca untuk menjaga ekosistem
karena alam merupakan salah satu sumber kehidupan yang paling esensial bagi manusia.
Alam juga terhubung atau terlibat dengan tatanan adat istiadat
hingga mitos atau kepercayaan yang berlaku dalam struktur
sistem sosial suatu tempat maupun
suatu daerah, khususnya di Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Acerbi, A., Kendal, J., & Tehrani, J. J. (2017).
Cultural complexity and demography: The case of folktales. Evolution and
Human Behavior, 38(4), 474–480.
Agnoletti, M. (2014). Rural landscape, nature conservation
and culture: Some notes on research trends and management approaches from a
(southern) European perspective. Landscape and Urban Planning, 126,
66–73.
Ahmed, Z., Asghar, M. M., Malik, M. N., & Nawaz, K.
(2020). Moving towards a sustainable environment: the dynamic linkage between
natural resources, human capital, urbanization, economic growth, and ecological
footprint in China. Resources Policy, 67, 101677.
Al Horr, Y., Arif, M., Kaushik, A., Mazroei, A.,
Katafygiotou, M., & Elsarrag, E. (2016). Occupant productivity and office
indoor environment quality: A review of the literature. Building and
Environment, 105, 369–389.
Alexander, R., & Stibbe, A. (2014). From the analysis of
ecological discourse to the ecological analysis of discourse. Language
Sciences, 41, 104–110.
Arnaiz-Schmitz, C., Schmitz, M. F., Herrero-Jáuregui, C.,
Gutiérrez-Angonese, J., Pineda, F. D., & Montes, C. (2018). Identifying
socio-ecological networks in rural-urban gradients: Diagnosis of a changing
cultural landscape. Science of the Total Environment, 612,
625–635.
Bezanilla, M. J., Fernández-Nogueira, D., Poblete, M., &
Galindo-Domínguez, H. (2019). Methodologies for teaching-learning critical
thinking in higher education: The teacher’s view. Thinking Skills and
Creativity, 33, 100584.
Endraswara, S. (2016). Sastra Ekologis: Teori dan Praktik
Pengkajian. Media Pressindo.
Fletcher, D., De Massis, A., & Nordqvist, M. (2016).
Qualitative research practices and family business scholarship: A review and
future research agenda. Journal of Family Business Strategy, 7(1),
8–25.
Michopoulou, E., & Jauniškis, P. (2020). Exploring the
relationship between food and spirituality: A literature review. International
Journal of Hospitality Management, 87, 102494.
Økelsrud, A., Lydersen, E., & Fjeld, E. (2016).
Biomagnification of mercury and selenium in two lakes in southern Norway. Science
of the Total Environment, 566, 596–607.
Otto, S., & Pensini, P. (2017). Nature-based
environmental education of children: Environmental knowledge and connectedness
to nature, together, are related to ecological behaviour. Global
Environmental Change, 47, 88–94.
Paul, J., & Criado, A. R. (2020). The art of writing
literature review: What do we know and what do we need to know? International
Business Review, 29(4), 101717.
Restall, B., & Conrad, E. (2015). A literature review of
connectedness to nature and its potential for environmental management. Journal
of Environmental Management, 159, 264–278.
Voyer, D., Ronis, S. T., & Byers, N. (2022). The effect
of notetaking method on academic performance: A systematic review and
meta-analysis. Contemporary Educational Psychology, 68, 102025.
Copyright holder: Brenda Mernik Ginting (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |