Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

ANALISIS KINERJA BANTUAN SOSIAL COVID-19 DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA

 

Yustina Lita Sari1*, Riyanto2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

email: [email protected]1*, [email protected]2

 

Abstrak

Bantuan sosial Covid-19 diberikan untuk memitigasi dampak ekonomi akibat pembatasan aktivitas masyarakat di masa pandemi Covid-19 demi menghambat penyebaran virus. Hal ini menyebabkan peningkatan signifikan belanja bantuan sosial namun, angka kemiskinan masih meningkat besar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa besar peranan bansos Covid-19 dalam meningkatkan taraf kesejahteraan dan bagaimana kinerja kebijakan menurut persepsi penerima kebijakan. Data utama penelitian diperoleh melalui survei kepada keluarga Tahun 2022. Analisis deskriptif digunakan untuk menilai kinerja kebijakan berdasarkan persepsi keluarga dan analisis DID digunakan untuk menilai pengaruh pemberian bansos Covid-19 terhadap kesejahteraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kinerja kebijakan telah memenuhi harapan penerima manfaat meskipun begitu, masih ditemukan salah sasaran dalam pemberian bansos. Pemberian uang tunai sebesar Rp300 ribu sebanyak enam kali mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga namun tidak signifikan. Peningkatan nilai bantuan dan kombinasi bantuan dengan barang yang dibutuhkan masyarakat, efektif dalam meningkatkan kesejahteraan namun tidak signifikan pada level keluarga. Hasil juga menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga signifikan berpengaruh dalam pemberian bantuan sehingga faktor ini perlu dipertimbangkan dalam menentukan nilai bantuan. Pencabutan bansos Covid-19 pada setahun berikutnya signifikan menurunkan kesejahteraan karena perekonomian keluarga belum sepenuhnya pulih.

Kata kunci: kebijakan fiskal, belanja pemerintah daerah, bantuan sosial Covid-19, kinerja bantuan sosial, kesejahteraan keluarga

 

Abstract

The government provided the Covid-19 Social Assistance Program to mitigate an economic impact from the restriction on activities to stop the spread of the Covid-19 virus. It caused a significant increase in social assistance spending on the government budget, but the poverty rate still increased. The purpose of this study was to find out the influence of Covid-19 social assistance in increasing the level of family welfare and how the program performs according to the perceptions of policy recipients. Primary research data was obtained through a family survey in 2022. This research uses descriptive analysis to assess policy performance and DID analysis to assess the effect of providing Covid-19 social assistance on welfare. Results show that the implementation of program performance has met the recipient expectations, however, mistargeting and inequalities are still found. Giving cash of IDR300,00 six times unable to maintain family welfare due to the pandemic. Increasing aid value and combining aid with goods is effective in improving well-being but not significant at the family level. The results also show that the number of family members is significant on providing assistance, so the government needs to consider this in determining the value of assistance. The withdrawal of Covid-19 social assistance in the following year significantly reduced welfare because the family economy had not fully recovered.

Keywords: fiscal policy, local government expenditure, Covid-19 social assistance, social assistance performance, family welfare.

 


Pendahuluan

Tahun 2020 Covid-19 menjadi pandemi dan menyebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta. Untuk menanganinya, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat demi memutus rantai penyebaran Covid-19. Pembatasan aktivitas tersebut berdampak bagi masyarakat baik yang bekerja di sektor formal maupun informal (Ahmada et al., 2020).

Data BPS mencatat pada masa pandemi Covid-19, angka pengangguran terbuka di DKI Jakarta dan nasional meningkat dibanding sebelum pandemi Covid-19 dengan peningkatan pengangguran terbuka di DKI Jakarta berada di atas rata-rata nasional. Berdasarkan data BPS, jika pada Tahun 2018 dan 2019, pemerintah daerah (pemda) berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi minus 4,78% dan minus 7,02%, namun pada tahun terjadinya pandemi Covid-19 jumlahnya justru meningkat menjadi 24,89% dan 28,23% pada Tahun 2020 dan 2021.

Baldwin dan Di Mauro (2020) menjelaskan hubungan upaya pengendalian Covid-19 dengan konsekuensi ekonomi dan langkah kebijakan fiskal untuk menghadapinya. Semakin ketat pengendalian Covid-19, semakin signifikan dampak negatifnya terhadap perekonomian. Opsi kebijakan physical distancing dan pembatasan sosial memiliki konsekuensi pengurangan aktivitas warga dan juga bisnis secara signifikan. Output kemudian berada di bawah tekanan, mendesak ekonomi untuk terus melambat menuju resesi. Untuk menghindari resesi yang lebih dalam, pemerintah memberikan kebijakan stimulus untuk memitigasi dampak negatif terhadap kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha agar tidak berujung pada kebangkrutan. Kebijakan fiskal diarahkan untuk meningkatkan permintaan bagi mereka yang mengalami penurunan pendapatan dan kehilangan pendapatan. Jika penganggur masih memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi, mereka akan mengaktifkan kembali sektor produksi dan pekerja akan mendapatkan penghasilan dari industri yang menghidupkan kembali produksi.  

Tahun 2021 Pemda DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan pemberian Bantuan Sosial Tunai (BST) dan sembako bagi masyarakat terdampak pandemi sebesar Rp300.000,- per keluarga selama enam bulan dan sembako beras 10 kg kepada satu juta KPM selama satu bulan. Nilai bantuan adalah sama untuk tiap-tiap keluarga. Kebijakan ini menyasar keluarga miskin dan rentan miskin terdampak pandemi yang belum menerima bantuan sosial apapun. Belanja tersebut menyebabkan peningkatan signifikan realisasi belanja bansos dalam APBD DKI Jakarta.

Meskipun terdapat peningkatan signifikan belanja bansos dalam APBD, data makro menunjukkan kondisi yang berlawanan antara pemberian bantuan sosial dengan angka kemiskinan sebagaimana diisajikan pada Gambar 1. Realisasi belanja bansos DKI Jakata pada Tahun Anggaran (TA) 2020 dan TA 2021 meningkat signifikan namun jumlah penduduk miskin justru meningkat signifikan.


Gambar 1. Anggaran Bantuan Sosial dan Angka Kemiskinan DKI Jakarta 2016 s.d. 2021

Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI Jakarta dan BPS, diolah

Hal ini berbeda dengan teori yang ada dimana kebijakan fiskal berupa peningkatan belanja dalam bentuk pemberian bansos seharusnya meningkatkan pendapatan dan pengeluaran per kapita yang kemudian jumlah penduduk miskin juga menurun. Data makro pada Gambar 1 tersebut perlu diteliti lebih jauh penyebabnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, metode analisis Difference-in-Difference (DID) sangat tepat untuk menyimpulkan bansos yang terlihat tidak efektif dalam mencegah masyarakat jatuh miskin. Angka kemiskinan selama pandemi Covid-19 dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pandemi yang menambah jumlah orang jatuh miskin dan faktor lain berupa kemiskinan struktural yang terjadi sebelum pandemi sehingga perlu perbandingan kondisi sebelum dan sesudah menggunakan analisis DID.

Fadhli dan Fahimah (2021) menemukan bahwa belum ada pengaruh signifikan pada pendapatan yang berasal dari bantuan sosial terhadap kesejahteraan keluarga penerima manfaat (KPM) pada masa pandemi covid-19 karena jumlah bantuan yang terlalu kecil. Penelitian tersebut dilakukan pada level individu atau anggota keluarga dengan menggunakan metode survey yang kemudian dianalisis dengan regresi berganda.

Penelitian lain terkait bansos Covid-19 pernah dilakukan oleh Fitriana et al. (2021) yang juga melakukan survey kepada penerima manfaat menggunakan uji t atau selisih rata-rata sampel berpasangan. Hasil penerlitian menunjukkan rata-rata konsumsi rumah tangga meningkat setelah menerima bantuan dengan kenaikan sebesar Rp330.000 (24%) yang ditunjukkan dengan nilai β2.

Untuk mengatasi hal tersebut, penelitian ini mencoba menggunakan metode analisis DID untuk mendapatkan nilai β3 yaitu pengaruh pemberian bansos berupa kenaikan nilai β3 dan nilai dari pengaruh pencabutan bansos berupa penurunan nilai β3. Gambar 2 menunjukkan bahwa meskipun ada pemberian bansos, namun jika pendapatan yang siap dikonsumsi tidak cukup meningkat dibanding tahun sebelum pandemi, maka pemberian bansos akan memberikan kesimpulan berupa penurunan kesejahteraan sepanjang garis A, B, dan C. Hal ini akan memberikan informasi yang bertolak belakang dengan teori yang ada. Pada kenyataannya, saat garis A, B C menurun, nilai β3 memberikan informasi adanya peningkatan konsumsi dan sebaliknya.

 

Text Box: BText Box: CText Box: A

Gambar 2. Grafik DID Pemberian dan Pencabutan Bansos Covid-19

 

Penelitian ini meneliti pengaruh kebijakan pada level keluarga dan level individu/anggota keluarga. Hal ini karena bantuan diberikan pada level keluarga namun variabel lain ditentukan oleh anggota keluarga. Penelitian pada level individu juga bertujuan untuk menunjukkan pengaruh bansos yang bersih dari pengaruh banyaknya anggota keluarga.

Penelitian ini juga meneliti lebih lanjut kinerja kebijakan penyaluran bansos melalui pelaksanaan di lapangan dan beragam kendala atau permasalahan dalam melengkapi bahan saran atau rekomendasi yang dilakukan melalui survey kepada keluarga penerima manfaat bansos.

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada pemberian bansos Covid-19 berupa BST dan sembako dari APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021 dengan membandingkan rata-rata kesejahteraan keluarga di Tahun 2019 terhadap kondisi kesejahteraan keluarga Tahun 2021 (saat kebijakan pemberian bansos Covid-19) dan Tahun 2022 (saat kebijakan dicabut). 

 

Metode Penelitian

Data penelitian ini diperoleh melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan survei kepada penerima manfaat. Survei dilaksanakan selama tanggal 15 April s.d. 2 Mei 2022 bersamaan dengan penugasan pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti pada Dinas Sosial DKI Jakarta dan instansi terkait lainnya. Pendistribusian kuesioner kepada responden dilaksanakan secara door to door ke rumah warga oleh staf kelurahan dan staf pendamping sosial yang dikoordinir oleh koordinaror kantor walikota pada lima wilayah yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara. Pengambilan kembali kuesioner dilakukan sehari atau beberapa hari setelahnya untuk memberikan waktu bagi keluarga mengisi kuesioner karena terdapat kepala keluarga yang saat pendistribusian kuesioner tidak ada di rumah karena bekerja.

Penentuan kelurahan diambil secara random masing-masing tiga kelurahan pada lima wilayah dengan total 15 kelurahan. Pemilihan sampel keluarga pada 15 kelurahan dilakukan secara random berdasarkan kriteria kebijakan atas 30 s.d. 50 keluarga per kelurahan untuk tujuan efektivitas pendistribusian kuesioner di lapangan karena terdapat responden yang tidak berada di lokasi karena bekerja atau sulit ditemukan alamatnya karena sudah pindah sehingga dapat dengan mudah diganti. Pada kelompok treatment maupun kelompok kontrol, masing-masing terdapat 30 s.d. 50 sampel keluarga per kelurahan. Namun, kuesioner hanya didistribusikan kepada 10 s.d. 13 keluarga pada masing-masing kelurahan.  Total sampel keseluruhan adalah 316 keluarga yaitu 158 keluarga pada kelompok treatment dan 158 keluarga pada kelompok kontrol. Jumlah 316 sampel tersebut telah memadai untuk pengambilan kesimpulan.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang masuk DTKS dan keluarga yang tidak masuk DTKS namun terdampak pandemi Covid-19 yang menerima bansos Covid-19. Populasi kemudian dibagi dua kelompok, yaitu kelompok treatment (penerima bansos Covid-19 baik yang masuk DTKS maupun tidak masuk DTKS) dan kelompok kontrol yaitu keluarga yang masuk DTKS dan tidak menerima bansos Covid-19 maupun bansos lain termasuk mereka yang ditetapkan sebagai penerima bansos Covid-19 namun terdapat kendala saat pengambilan kartu ATM sehingga gagal menerima bantuan. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan:  

 

Metode penelitian deskriptif  

Metode ini digunakan dalam rangka menganalisis bagaimana kinerja pemberian bantuan sosial Covid-19 dan apakah terdapat ketidakmerataan dalam pemberian bansos. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik kebijakan dilaksanakan di lapangan dan sejauh mana kebijakan tersebut bisa merespon tuntutan, kebutuhan, dan  kepentingan masyarakat sesuai makna demokrasi.

Penilaian evaluasi menggunakan skala likert 1 s.d. 4 dimana diberikan angka 1 jika sangat tidak setuju dan angka 4 jika sangat setuju. Hasil penilaian selanjutnya dihitung rata-rata nilai dengan kriteria pengambilan keputusan disajikan sebagai berikut:

 

Tabel 1. Kriteria Pengambilan Keputusan Persepsi KPM

Kriteria Pengambilan Keputusan Persepsi KPM

Nilai Terendah

Nilai Tertinggi

Kesimpulan

3,26

s.d.

4

Sangat Setuju

2,51

s.d.

3,25

Setuju

1,76

s.d.

2,5

Tidak Setuju

1

s.d.

1,75

Sangat Tidak Setuju

 

Analisis yang digunakan untuk evaluasi kebijakan dalam penelitian ini menggunakan enam kriteria evaluasi kebijakan dari Dunn (2003) berupa efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan. Penggunaan kriteria kebijakan dari Dunn (2003) menjadi rujukan utama karena merupakan kriteria evaluasi kebijakan yang menyeluruh dan lengkap. Daftar pertanyaan kemudian dibangun oleh peneliti untuk menjawab/memenuhi enam aspek kriteria di atas berdasarkan enam kriteria evaluasi kebijakan, definisi operasional pada masing-masing kriteria, dan indikator keluaran/output dari Dunn (2003) dan beberapa pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Efriandi (2010).

Berdasarkan hasil kuesioner yang masuk, selanjutnya dilakukan uji validitas item test correlation (jika memiliki nilai kurang dari 0,5 maka pertanyaan tersebut tidak valid) dan uji reliabilitas (dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha dimana jika bernilai kurang dari 0,6 maka instrument penelitian dianggap tidak reliabel).

 

Metode penelitian Difference-In-Differences (DID)

Dalam bagian pendahuluan di atas telah disinggung alasan penggunaan metode DID yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Untuk melihat pengaruh kebijakan bansos Covid-19, kita dapat membandingkan konsumsi antara keluarga miskin penerima bantuan dengan keluarga miskin yang tidak menerima bantuan dengan melihat status konsumsi sebelum dan sesudah program dilaksanakan. Kerangka analisis yang lebih tepat digunakan untuk menganalisis perbandingan tersebut dalam rangka melihat pengaruh kebijakan adalah kerangka analisis DID. Analisis DID bertujuan untuk mengetahui nilai β3 yang tidak bisa diperoleh dengan metode penelitian regresi linier, uji t, propensity score matching (PSM).

Dengan mengacu ke teori konsumsi yang mengatakan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan, maka dalam konteks bantuan sosial, keluarga miskin penerima program bantuan sosial akan memperoleh tambahan pendapatan dari bantuan sosial disamping pendapatan dari bekerja dan pendapatan dari sumber lain. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan keluarga miskin lain yang tidak menerima bantuan, maka pendapatan keluarga miskin yang menerima bantuan sosial akan lebih tinggi. Karena pendapatan keluarga miskin yang menerima bantuan menjadi lebih tinggi, maka konsumsinya seharusnya lebih besar daripada yang tidak menerima bantuan.  

Penelitian ini juga menggunakan dependen variabel konsumsi per kapita dalam analisis karena konsumsi real dilakukan pada tingkat anggota keluarga. Sementara itu, bantuan diberikan oleh pemerintah pada tingkat keluarga dengan nilai bantuan adalah sama untuk setiap keluarga namun, jumlah orang yang mengkonsumsi bantuan bisa tidak sama pada tiap keluarga. Akibatnya, bagi keluarga yang jumlah anggota keluarganya sedikit, konsumsi per kapitanya akan naik lebih besar dibanding rumah tangga yang anggota keluarganya lebih banyak.

Untuk memperkuat analisis, jika variabel interaksi signifikan berpengaruh, penelitian ini menambahkan pengujian menggunakan variabel dependen konsumsi keluarga. Tujuannya adalah untuk menunjukkan pengaruh bansos yang bersih dari pengaruh banyaknya anggota keluarga.

Oleh karena itu, variabel anggota keluarga kemudian dimasukkan sebagai variabel kontrol di dalam model yang menggunakan variabel dependen konsumsi keluarga. Konsumsi keluarga dan penggunaan variabel kontrol jumlah anggota keluarga digunakan untuk memperkuat hasil analisis penelitian ini.

Kesejahteraan keluarga diukur dengan jumlah konsumsi per kapita atau konsumsi yang dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga. Banyak penelitian yang menggunakan variabel pengeluaran per kapita sebagai indikator ukuran kesejahteraan rumah tangga seperti yang dilakukan oleh (Arouri et al., 2015; Awotide et al., 2016; Bui et al., 2014; Lu, 2018; Moeis et al., 2020; Munyegera & Matsumoto, 2016; Nechifor et al., 2021; Nguyen et al., 2015; Schmidt et al., 2021; Wossen et al., 2017). Hal ini karena konsumsi menunjukkan daya beli atau kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini juga menjadi salah satu indikator yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan (Suryahadi et al., 2021). Dalam mengukur kemiskinan, BPS juga menggunakan indikator garis kemiskinan yang dihitung melalui konsumsi minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan.

Sementara itu, karakteristik rumah tangga mempengaruhi perbedaan perilaku konsumsi antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya sehingga perlu dimasukkan dalam model. Karakteristik rumah tangga yang dinilai BPS antara lain pendidikan kepala rumah tangga, rumah tangga yang kepala keluarganya janda, jumlah anggota rumah tangga, dan status profesi dan bidang bisnis. Ramadhanty dan Usman (2021) menemukan bahwa jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hidayat dan Amar (2020) menemukan bahwa rumah tangga miskin dicirikan oleh usia kepala keluarga yang lebih muda, kepala keluarga perempuan, jumlah anggota keluarga besar, pendidikan keluarga kepala keluarga yang rendah, dan konsumsi protein yang rendah. Erlando et al. (2020) menemukan bahwa pendidikan kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala keluarga, dan ukuran keluarga cenderung menjadi penentu rumah tangga terhadap status kemiskinan.

Berdasarkan teori pilihan rasional dalam ekonomi perilaku, saat manusia dihadapkan pada pilihan di bawah konsisi kelangkaan, mereka akan memilih opsi yang memaksimalkan kepuasan mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi tersebut antara lain bahwa individu membuat keputusan berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki namun sering terdapat keterbatasan baik keterbatasan pengetahuan individu maupun ketersediaan informasi (bounded rationality), manusia yang dapat dengan mudah dimanipulasi untuk membeli produk tertentu yang tidak mereka butuhkan (choice architecture), keputusan konsumen yang dapat dipengaruhi oleh apa yang orang lain lakukan dan bukan berdasar hasil terbaik menurut mereka (herd mentality).

Berdasarkan kerangka pemikirian tersebut, maka model empiris untuk analisis DID adalah sebagai berikut:

 

Model DID I pada kesejahteraan per kapita/per anggota keluarga:

konsumsi_perkapita_bst = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga + β5 usia_kepala_keluarga   + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_ bekerja_perkapita + ε

 

( 1 )

konsumsi_perkapita_bstsembako = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga + β5 usia_kepala_keluarga + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_bekerja_perkapita + ε

 

( 2 )

 

Model DID II pada kesejahteraan keluarga:  

konsumsi_keluarga_bst = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga + β5 usia_kepala_keluarga + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_bekerja_ keluarga + β7 ART  +  ε

 

( 3 )

konsumsi_keluarga_bstsembako = β0 + β1S + β2T + β3 (S*T) + β4 pendidikan_kepala_keluarga + β5 usia_kepala_keluarga + β6 status_pernikahan + β7 pendapatan_bekerja_ keluarga + β7 ART  +  ε  

 

( 4 )

D

imana:

Tabel 3. Variabel Penelitian

Variabel Dependen

konsumsi_per

kapita_bst

Kesejahteraan per kapita diukur dengan tingkat rata-rata pengeluaran keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga jika menerima BST saja. 

konsumsi_per

kapita_bstsembako

Kesejahteraan per kapita diukur dengan tingkat rata-rata pengeluaran keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga bagi keluarga jika menerima tambahan bantuan berupa sembako (BST + sembako).

konsumsi_keluarga_bstsembako

Kesejahteraan keluarga yang diukur dengan tingkat rata-rata pengeluaran keluarga per bulan jika menerima tambahan bantuan berupa sembako (BST + sembako).  

Dummy Waktu dan Kebijakan

S

S adalah variable dummy kelompok treatment dan kelompok kontrol

S = 1, jika sampel merupakan kelompok treatment

S = 0, jika sampel merupakan kelompok kontrol

T

T adalah variable dummy waktu

T = 1, jika setelah kebijakan

T = 0, jika sebelum kebijakan

Tahun 2019 diberi nilai 0, Tahun 2021 diberi nilai 1, dan Tahun 2022 diberi nilai 0

Variabel Kontrol

ART

Nilai nominal berdasarkan jumlah anggota keluarga.

pendidikan_kepala_keluarga

Skala ordinal, 1 jika tidak sekolah; 2 jika tamat SD; 3 jika tamat SMP; 4 jika tamat SMA/SMK; 5 jika tamat perguruan tinggi.

usia_kepala_

keluarga

Nilai nominal berdasarkan usia kepala keluarga.

status_pernikahan

Variabel dummy, 1 jika menikah, 0 jika lainnya (cerai mati, cerai hidup, belum menikah).  

pendapatan_

bekerja_perkapita

Nilai nominal pendapatan keluarga per bulan dari bekerja dibagi jumlah anggota keluarga. 

pendapatan_ bekerja_keluarga

Nilai nominal pendapatan keluarga per bulan dari bekerja.  

Kriteria pengambilan keputusan:

β3 ≠ 0 (treatment berpengaruh) dan β3 = 0 (treatmen tidak berpengaruh) dengan signifikansi: p-value < 0,05 maka tolak H0 dan p-value > 0,05 maka jangan tolak H0.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Deskriptif  Kesejahteraan Keluarga

Tabel 4 menjelaskan bahwa baik kelompok treatment dan kontrol, terdapat penurunan rata-rata pendapatan keluarga pada saat pandemi Tahun 2021 dibanding Tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19. Hal ini juga diikuti oleh penurunan tingkat konsumsi dimana rata-rata konsumsi keluarga pada kedua kelompok pada saat pandemi Tahun 2021 lebih rendah dibanding sebelum pandemi. Tahun 2022, rata-rata pendapatan dan konsumsi keluarga pada kedua kelompok telah naik atau mengalami perbaikan jika dibanding Tahun 2021 meskipun belum sebaik sebelum pandemi Tahun 2019. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pendapatan dan konsumsi per anggota keluarga Tahun 2021 pada kedua kelompok masih berada di bawah rata-rata Garis Kemiskinan DKI Jakarta Tahun 2021 sebesar Rp706.345,- atau tidak sejahtera.

Tabel 4. Statistik Deskriptif Rata-Rata Konsumsi dan Pendapatan Perkapita Keluarga

Keterangan

Kelompok Kontrol

Kelompok Treatment

Tahun 2019

Tahun 2021

Tahun 2022

Tahun 2019

Tahun 2021

Tahun 2022

Pendapatan per Anggota Keluarga

Mean

691.740

565.121

     665.341

831.762

634.016

   779.215

Std. Dev.

428.177

490.077

     503.890

520.789

479.331

   520.171

Min

40.000

              -

       28.571

62.500

              -

     62.500

Max

4.200.000

4.200.000

  4.200.000

4.000.000

3.000.000

4.000.000

Konsumsi per Anggota Keluarga

Mean

588.650

556.988

     619.482

690.134

 621.451/

665.648

   700.813

Std. Dev.

468.001

480.802

     477.115

428.177

428.418

   406.035

Min

40.000

30.000

       30.000

62.500

77.500

     62.500

Max

4.000.000

4.000.000

  4.200.000

3.000.000

3.120.000

2.500.000

Sumber: hasil penelitian, diolah

 

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol terdapat peningkatan jumlah keluarga sangat miskin Tahun 2019 ke Tahun 2021 dari 71 keluarga menjadi 95 keluarga. Sementara itu, terdapat keluarga tidak miskin yang kemudian jatuh menjadi miskin dan sangat miskin di Tahun 2021. Keluarga tersebut tidak mendapatkan bantuan sosial apapun dari pemerintah pada masa Covid-19 Tahun 2021.

Pada kelompok treatment menunjukkan bahwa dari 158 keluarga yang menerima bansos Covid-19, terdapat sebanyak 23 keluarga (14,6%) diantaranya merupakan mereka yang tergolong keluarga mampu yang memiliki pendapatan per kapita di atas 1,6 GK (Rp1.130.152,-). Namun, terdapat 12 (35 – 23) keluarga mampu tetap menurun kesejahteraannya meskipun menerima bansos Covid-19 dan peningkatan jumlah keluarga sangat miskin sebanyak 37 (90 – 53) keluarga meskipun telah menerima bansos Covid-19. Hal ini mengindikasikan kemungkinan nilai bansos yang diberikan belum cukup mampu mempertahankan kesejahteraan keluarga seperti sebelum Covid-19 terjadi.

 

Tabel 5. Ketepatsasaran dan Perataan Pemberian Bansos Covid-19 Tahun 2021

Tingkat Kesejahteraan Keluarga

Kelompok Treatment

Kelompok Kontrol

Tahun 2019

Tahun 2021

Tahun 2019

Tahun 2021

Mampu
(pengeluaran per kapita > 1,6 GK)

35

(22,2%)

23

(14,6%)

15

(9,5%)

9

(5,7%)

Rentan Miskin
(pengeluaran per kapita > 1,2 GK s.d. ≤ 1,6 GK)

31

(19,6%)

20

(12,7%)

22

(13,9%)

11

(7,0%)

Hampir Miskin (Near Poor)
(pengeluaran per kapita > 1 GK s.d. ≤ 1,2 GK)

18

(11,4%)

14

(8,9%)

26

(16,5%)

21

(13,3%)

Miskin
(pengeluaran per kapita > 0,8 GK s.d. ≤ 1 GK)

21

(13,3%)

11

(7,0%)

24

(15,2%)

22

(13,9%)

Sangat Miskin
(pengeluaran per kapita ≤ 0,8 GK)

53

(33,5%)

90

(57,0%)

71

(44,9%)

95

(60,1%)

Jumlah Keluarga

158

(100%)

158

(100%)

158

(100%)

158

(100%)

Catatan: Rata-rata Garis Kemikinan Jakarta Tahun 2021 Rp706.345,- (Data BPS Maret 2021 Rp697.638 + September 2021 Rp715.052 / 2). Pengelompokan tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria Program Raskin dimana Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2014).

Sumber: hasil penelitian penulis, diolah

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemberian bansos Covid-19 masih ditemukan adanya ketidaktepatsasaran dan ketidakmerataan karena masih terdapat 23 keluarga yang masuk kelompok mampu yang mendapatkan bantuan dan terdapat 95 keluarga sangat miskin yang tidak mendapat bantuan sosial apapun pada Tahun 2021. Selain itu, pada kelompok treatment juga tetap mengalami peningkatan jumlah keluarga sangat miskin dimana hal ini menunjukkan kemungkinan nilai bansos yang belum mampu mempertahankan tingkat kesejahteraan keluarga seperti sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

 

Analisis Kebijakan Pemberian Bansos Covid-19 Berdasarkan Persepsi .Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Berdasarkan hasil uji rata-rata pada enam indikator menunjukkan bahwa kebijakan pemberian bansos Covid-19 Tahun 2021 telah memuaskan atau telah memenuhi harapan penerima manfaat program. Mereka merasa puas telah menerima bantuan. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata hasil pada tiap-tiap indikator adalah “Setuju” dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 6. Indikator Kuesioner

No

Indikator

Skor

1

Efektivitas (Effectiveness)

3,19

2

Efisiensi (Efficiency)

3,19

3

Kecukupan (Adequacy)

3,17

4

Perataan (Equity)

3,18

5

Responsivitas (Responsiveness)

3,15

6

Ketepatan (Appropriateness)

3,22

Skor Rata-rata Kinerja Kebijakan

3,18

Catatan: Skor 4 jika sangat setuju dan 1 jika sangat tidak setuju

Sumber: hasil penelitian penulis, diolah

 

Meskipun sebagian besar keluarga penerima manfaat yang menjadi responden menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa  kinerja pemberian bansos Covid-19 telah memenuhi harapan, berdasarkan hasil analisis multiple response dari 158 keluarga penerima manfaat, terdapat hal yang menjadi catatan yang masih perlu ditingkatkan yaitu jumlah nilai bantuan kurang muncul sebanyak 49 kali (41%), sosialisasi dan pengumuman muncul sebanyak 26 kali (22%), penanganan masalah dan keluhan muncul sebanyak 24 kali (20%), bantuan terlambat diterima muncul sebanyak 21 kali (17%). 

Analisis Pengaruh Kebijakan Pemberian Bansos Covid-19 terhadap Kesejahteraan

Tabel 7 menyajikan hasil estimasi analisis pengaruh pemberian Bansos Covid-19 terhadap tingkat kesejahteraan keluarga.

Pada spesifikasi A pemberian BST saja, hasil variabel interaksi menunjukkan bahwa pemberian BST meningkatkan kesejahteraan namun tidak signifikan berpengaruh terhadap perbedaan peningkatan kesejahteraan atau konsumsi antara keluarga penerima dan bukan penerima pada sebelum pandemi dan saat pandemi Covid-19. Pemberian BST hanya meningkatkan konsumsi sebesar Rp20.191,60 per kapita bagi keluarga penerima manfaat. Hal tersebut menunjukkan uang BST yang diterima tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi seluruh anggota keluarga menyebabkan pengaruh bantuan menjadi kecil atau tidak berpengaruh. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fadhli dan Fahimah (2021) dan Fitriana et al. (2021)

Pada spesifikasi B, jika pemerintah menambahkan BST dengan Sembako, variabel interaksi menunjukkan pengaruh yang signifikan pada konsumsi per kapita atau konsumsi anggota keluarga pada tingkat signifikansi 5% dengan memberikan pengaruh sebesar Rp64.694,86 per kapita.

Namun, pada spesifikasi C atas pemberian BST ditambah Sembako, variabel interaksi menjadi tidak signifikan berpengaruh terhadap perbedaan konsumsi keluarga penerima bantuan dibanding bukan penerima bantuan dengan variabel ART atau jumlah anggota keluarga signifikan. Peningkatan konsumsi atas adanya BST + Sembako hanya sebesar Rp126.823,70. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai bantuan berpengaruh   dalam   peningkatan   kesejahteraan anggota keluarga namun pengaruhnya tidak cukup besar   bagi   keluarga   karena hal   yang sangat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan atau peningkatan konsumsi adalah jumlah anggota keluarga, bukan BST + Sembako.

 

 

 

Tabel 7. Hasil Analisis DID Pengaruh Pemberian Bansos Covid-19

 

 

 

Variabel

Dependent Variabel: Konsumsi per kapita

Dependent Variabel:

Total Konsumsi Keluarga

Spesifikasi A

BST

Spesifikasi B

BST + Sembako

Spesifikasi C

BST + Sembako

S

β1 (Treatment)

-17574.86

(0.466)

-17498.46

(0.468)

-14100.5

(0.836)

T

β2 (Waktu)

70187.42

(0.002)

70732.43

(0.001)

213689.7

(0.002)

S*T

β3 (Interaksi Treatment dan Waktu)

20191.6

(0.528)

64694.86

(0.045)**

126823.7

(0.172)

Variabel Kontrol:

 

 

 

β4

pendidikan_kepala_keluarga

8549.842

(0.289)

7970.438

(0.328)

33528.02

(0.176)

β5

usia_kepala_keluarga

-236.6751

(0.715)

-215.6734

(0.743)

-1247.921

(0.489)

β6

status_pernikahan

58819.33

(0.011)**

51765.84

(0.026)**

205629.2

(0.001)***

β7

pendapatan_bekerja

.8043767

(0.000)***

.8086811 (0.000)***

.7465052

(0.000)***

β8

ART

 

 

39692.77

(0.029)**

Const.

-29614.82

(0.570)

-26251.03

(0.618)

-114667.1

(0.433)

Obs.

632

632

632

R-squared

0.8021

0.8020

0.7143

Catatan: ***: sign. 1%; **: sign. 5%; *: sign. 10%

Sumber: hasil penelitian, diolah

 

Oleh karena itu, dalam pemberian bantuan bagi keluarga adalah sangat penting untuk mempertimbangkan jumlah anggota keluarga karena nilai bantuan yang meningkat tidak akan membantu jika jumlah anggota keluarganya banyak yang menyebabkan bantuan yang dikonsumsi per orang menjadi sedikit atau nilai bantuan tidak sebanding dalam memenuhi konsumsi seluruh anggota keluarga.

Pada spesifikasi A dan B, jika BST ditambah sembako menunjukkan bahwa peningkatan koefisien variabel konsumsi meningkat lebih tinggi sebesar Rp44.503,26 (Rp64.694,86 - Rp20.191,60) atas pemberian sembako sebanyak 10 kg atau Rp120.000,- dibanding atas pemberian uang tunai BST sebanyak Rp300.000,-. Hal ini juga membuktikan bahwa pemberian bantuan berupa kebutuhan pokok makanan di masa pembatasan kegiatan masyarakat yang pada saat itu belum diketahui kapan berakhirnya pandemi Covid-19, akan sangat efektif dalam meningkatkan konsumsi anggota keluarga karena langsung berpengaruh ke konsumsi dan dapat langsung dimanfaatkan oleh keluarga. Sementara itu, kepala keluarga yang berstatus menikah dan pendapatan dari bekerja berpengaruh signifikan terhadap peningkatan konsumsi keluarga.

 

 

Analisis Pengaruh Kebijakan Pencabutan Bansos Covid-19 terhadap Kesejahteraan

Tabel 8 menyajikan hasil estimasi analisis pengaruh kebijakan pencabutan bansos Covid-19.

Spesifikasi A menunjukkan bahwa atas pencabutan kebijakan pemberian BST tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kesejahteraan individu keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil di atas bahwa pemberian BST juga tidak signifikan berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi sehingga atas pencabutannya pun juga tidak berpengaruh. Meskipun begitu, terdapat penurunan tingkat kesejahteraan dimana pencabutan BST menyebabkan penurunan kesejahteraan sebesar Rp19.452,14 per kapita.  

Tabel 8. Hasil Analisis DID Pengaruh Pencabutan Bansos Covid-19

 

 

 

Variabel

Dependent Variabel: Konsumsi per kapita

Dependent Variabel:

Total Konsumsi Keluarga

Spesifikasi A

BST

Spesifikasi B

BST + Sembako

Spesifikasi A

BST

S

β1 (Treatment)

-16875.09

(0.442)

-16691.89

(0.447)

-45615.09

(0.457)

T

β2 (Waktu)

18435.12

(0.386)

18895.5

(0.374)

22315.62

(0.734)

S*T

β3 (Interaksi Treatment dan Waktu)

19452.14

(0.524)

63855.87

(0.038)**

165861.2

(0.060)*

Variabel Kontrol:

 

 

 

β4

pendidikan_kepala_keluarga

8384.31

(0.281)

7754.515

(0.323)

41242.21

(0.086)

β5

usia_kepala_keluarga

-131.2955

(0.834)

-104.7366

(0.869)

-67.19371

(0.968)

β6

status_pernikahan

59806.59

(0.005)**

52663.29

(0.015)**

210202.1

(0.000)***

β7

pendapatan_bekerja

.8075081

(0.000)***

.8121019 (0.000)***

.7722045

(0.000)***

β8

ART

 

 

59989.09

(0.000)**

Const.

15489.12

 (0.743)

18757.11

(0.694)

-125979

(0.349)

Obs.

632

632

632

R-squared

0.8192

0.8186

0.7609

Catatan: ***: sign. 1%; **: sign. 5%; *: sign. 10%

Catatan2: a: dalam menyimpulkan arah koefisien hasil olah data adalah berlawanan karena variabel T diukur dari dummy waktu dimana Tahun 2021 diberikan nilai 1 dan Tahun 2022 diberikan nilai 0.

Sumber: hasil penelitian, diolah

 

Pada spesifikasi B, menunjukkan bahwa pencabutan kebijakan pemberian BST + Sembako berpengaruh signifikan terhadap penurunan konsumsi per kapita sebesar Rp63.855,87. Pencabutan BST + Sembako berpengaruh signifikan terhadap penurunan kesejahteraan anggota keluarga karena rata-rata kondisi perekonomian keluarga belum sepenuhnya pulih pada Tahun 2022 yang ditunjukkan pada Tabel 2 bahwa rata-rata pendapatan dan konsumsi di Tahun 2022 masih belum sebaik di Tahun 2019.

Pada spesifikasi C dengan variabel ART menjadi variabel kontrol yang terpisah dengan konsumsi, pencabutan kebijakan pemberian BST + Sembako juga signifikan menurunkan kesejahteraan sebesar Rp165.861,20. Variabel ART atau jumlah anggota rumah tangga juga tetap signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga pada saat terjadi pencabutan bansos Covid-19 dimana jumlah anggota rumah tangga berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan sebesar Rp59.989,08 pada saat pencabutan bansos Covid-19 dilakukan.

 

Kesimpulan  

Masih ditemukan salah sasaran dan ketidakmerataan dalam pemberian bansos Covid-19 Tahun 2021. Bansos Covid-19 masih diberikan kepada mereka yang tergolong keluarga mampu sementara itu, terdapat responden yang tidak menerima bansos Covid-19 merupakan keluarga sangat miskin. Kinerja kebijakan pemberian bansos Covid-19 dalam pelaksanaannya telah memuaskan atau telah memenuhi harapan masyarakat. Namun, penerima manfaat menyebutkan bahwa masih terdapat hal yang perlu dievaluasi Kembali. Pemberian bansos Covid-19 berupa BST mampu meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga namun pengaruhnya tidak cukup signifikan berbeda bagi keluarga yang menerima dibanding yang tidak menerima BST. Kombinasi bantuan uang dengan barang (sembako) yang sangat dibutuhkan keluarga, efektif dalam meningkatkan kesejahteraan namun hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga. Pemberian bantuan berupa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan keluarga di masa pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19 mampu meningkatkan koefisien variabel konsumsi yang lebih tinggi dibanding pemberian bantuan berupa uang tunai karena bantuan tersebut langsung dikonsumsi oleh keluarga. Pencabutan bansos Covid-19 BST + Sembako berpengaruh terhadap penurunan kesejahteraan keluarga penerima. Hal ini didukung dengan data yang menunjukkan kondisi perekonomian keluarga belum sepenuhnya pulih pada Tahun 2022.

Saran kebijakan yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: (1) Dalam memberikan bantuan bagi keluarga, pemerintah perlu mempertimbangkan jumlah anggota keluarga sehingga nilai bantuan mampu mencukupi kebutuhan keluarga.  (2) Kombinasi bantuan dalam bentuk uang tunai dan barang berupa sembako yang dibutuhkan masyarakat, baik untuk dilanjutkan di masa darurat karena terbukti efektif dalam meningkatkan kesejahteraan. Hal ini karena masyarakat dapat langsung mengkonsumsi barang tersebut. (3) Pencabutan bantuan dapat dilakukan bertahap dengan tetap melanjutkan bantuan bagi mereka yang perekonomian keluarganya belum pulih akibat dampak pandemi Covid-19. Hal ini karena berdasarkan hasil penelitian, Pencabutan BST + sembako signifikan menurunkan kesejahteraan keluarga yang didukung dengan data rata-rata konsumsi per kapita keluarga pada Tahun 2022 masih berada di bawah rata-rata Garis Kemiskinan DKI Jakarta Tahun 2021.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmada, S. F., Marsetyo, F. D., & Putri, R. A. (2020). Solidaritas pangan Jogja sebagai aktor alternatif penyedia kesejahteraan di masa krisis pandemi Covid-19. Journal of Social Development Studies, 1(2), 1–13.

Arouri, M., Nguyen, C., & Youssef, A. Ben. (2015). Natural disasters, household welfare, and resilience: evidence from rural Vietnam. World Development, 70, 59–77.

Awotide, B. A., Karimov, A. A., & Diagne, A. (2016). Agricultural technology adoption, commercialization and smallholder rice farmers’ welfare in rural Nigeria. Agricultural and Food Economics, 4, 1–24.

Baldwin, R., & Di Mauro, B. W. (2020). Economics in the time of COVID-19: A new eBook. Vox CEPR Policy Portal, 2(3), 105–109.

Bui, A. T., Dungey, M., Nguyen, C. V., & Pham, T. P. (2014). The impact of natural disasters on household income, expenditure, poverty and inequality: evidence from Vietnam. Applied Economics, 46(15), 1751–1766.

Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press.

Efriandi, T. (2010). Evaluasi kebijakan bantuan langsung tunai di Kabupaten Muara enim. Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Erlando, A., Haryanto, T., & Rositawati, V. (2020). Determinan Kemiskinan Rumah Tangga di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9(2), 89–105.

Fadhli, K., & Fahimah, D. A. N. (2021). Pengaruh Pendapatan, Pendidikan, Dan Gaya Hidup Terhadap Kesejahteraan Keluarga Penerima Manfaat (Kpm) Bantuan Sosial Covid-19. Jurnal Education and Development, 9(3), 118–124.

Fitriana, I., Azwardi, A., & Yulianita, A. (2021). Pengaruh Bantuan Sosial Tunai (BST) Terhadap Konsumsi Rumah Tangga di Pusat Kota dan Pinggir Kota Palembang. Sriwijaya University.

Hidayat, R., & Amar, S. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kemiskinan Rumah Tangga Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Kajian Ekonomi Dan Pembangunan, 2(4), 21–26.

Lu, D. (2018). Rural-urban income disparity: impact of growth, allocative efficiency and local growth welfare. In Urbanization and Social Welfare in China (pp. 255–268). Routledge.

Moeis, F. R., Dartanto, T., Moeis, J. P., & Ikhsan, M. (2020). A longitudinal study of agriculture households in Indonesia: The effect of land and labor mobility on welfare and poverty dynamics. World Development Perspectives, 20, 100261.

Munyegera, G. K., & Matsumoto, T. (2016). Mobile money, remittances, and household welfare: Panel evidence from rural Uganda. World Development, 79, 127–137.

Nechifor, V., Ramos, M. P., Ferrari, E., Laichena, J., Kihiu, E., Omanyo, D., Musamali, R., & Kiriga, B. (2021). Food security and welfare changes under COVID-19 in Sub-Saharan Africa: Impacts and responses in Kenya. Global Food Security, 28, 100514.

Nguyen, L. D., Raabe, K., & Grote, U. (2015). Rural–urban migration, household vulnerability, and welfare in Vietnam. World Development, 71, 79–93.

Ramadhanty, S., & Usman, H. (2021). Kaitan Karakteristik Kepala Rumah Tangga dengan Kemiskinan Anak di Nusa Tenggara Barat pada Tahun 2019. Seminar Nasional Official Statistics, 2021(1), 254–263.

Schmidt, E., Dorosh, P., & Gilbert, R. (2021). Impacts of COVID‐19 induced income and rice price shocks on household welfare in Papua New Guinea: Household model estimates. Agricultural Economics, 52(3), 391–406.

Suryahadi, A., Al Izzati, R., & Yumna, A. (2021). The impact of Covid-19 and social protection programs on poverty in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 57(3), 267–296.

Wossen, T., Abdoulaye, T., Alene, A., Haile, M. G., Feleke, S., Olanrewaju, A., & Manyong, V. (2017). Impacts of extension access and cooperative membership on technology adoption and household welfare. Journal of Rural Studies, 54, 223–233.

 

 

Copyright holder:

Yustina Lita Sari, Riyanto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: