Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

ANALISA EFEKTIVITAS FASHIONABLE DAILY WEAR DENGAN WEARABLE TECHNOLOGY BAGI PENYANDANG TUNANETRA SAAT BERADA DI LINGKUNGAN SOSIAL

 

Talia Nathanael1, Caroline Devina Gunawan2, Olivia Gondoputranto3

Universitas Ciputra, Surabaya, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi. Sayangnya, masih ada sebagian masyarakat yang kesulitan untuk sekedar berada di keramaian. Mereka adalah penyandang tunanetra. Hal ini dikarenakan masih banyak rintangan mereka ketika harus berinteraksi dengan sekitarnya. Untuk melakukan kegiatan sehari-hari saja butuh bantuan, apalagi berada di keramaian sendirian, bahkan jika diperlukan berinteraksi sosial. Disabilitas netra yang dialami seseorang akan mempengaruhi kehidupan sosialnya ketika berinteraksi dan berpergian sendiri. Melalui pemikiran ini, dapat dipertimbangkan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kesulitan apa saja yang dihadapi para tunanetra saat berada di keramaian dan apakah produk wearable technology yang sudah ada telah cukup mengatasi permasalahan tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi oleh penyandang tunanetra saat berada di keramaian serta mengevaluasi sejauh mana produk wearable technology yang ada saat ini dapat membantu mereka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan partisipatif dengan melibatkan penyandang tunanetra dalam setiap tahap wawancara identifikasi kebutuhan mereka maupun test percobaan pemakaian produk wearable technology yang ada kepada mereka untuk mendapatkan feedback. Dalam penelitian ini akan dilakukan penggabungan antara metode kualitatif dari hasil wawancara dengan pendekatan literature mengenai kesulitan yang dihadapi tunanetra. Diharapkan hasil luaran dari penelitian ini berupa kesimpulan analisis hasil wawancara yang dapat menjadi tolak ukur peneliti selanjutnya sehingga mempermudahkan mereka dalam penciptaan produk wearable technology baru lainnya yang lebih menjawab permasalahan dan relate dengan kehidupan masa kini. Hal ini juga sebagai pengenalan teknologi serta menjadi wadah para tunanetra untuk menyuarakan apa yang benar-benar dibutuhkan dalam kehidupan sosial atau sehari-harinya.

Kata kunci: Wearable technology, Tunanetra, Daily wear, Kebutuhan Sosial, Fashion

 

Abstract

Humans are social creatures who need to interact. Unfortunately, there are still some people who find it difficult to just be in the crowd. They are blind people. This is because there are still many obstacles when they have to interact with their surroundings. To do daily activities alone requires assistance, let alone being in a crowd alone, even if social interaction is needed. A blind person's disability will affect their social life when interacting and traveling alone. With this in mind, it can be considered to further research what difficulties the visually impaired face when in crowds and whether existing wearable technology products are sufficient to overcome the problems of the visually impaired. This research aims to identify the difficulties faced by blind people when in crowds and evaluate the extent to which existing wearable technology products can help them. The method used in this research is a participatory approach by involving blind people in every stage of the interview to identify their needs and test the use of existing wearable technology products to them to get feedback. In this research, a combination of qualitative methods from interviews with literature approaches regarding the difficulties faced by blind people will be carried out. It is hoped that the output of this research will be in the form of conclusions from the analysis of the interview results which can be a benchmark for further researchers so as to facilitate them in the creation of other new wearable technology products that better answer problems a∆nd relate to today's life. This is also an introduction to technology and a forum for the blind to voice what is really needed in their social or daily lives.

Keywords: Wearable technology, Blind, Daily wear, Social Needs, Fashion

 

Pendahuluan

Amelia (2021) mengatakan bahwa menurut estimasi Kementerian Kesehatan RI, total tunanetra di Indonesia yaitu 1,5 persen dari total penduduk, atau 250 juta orang, yang berarti setidaknya 3,750,000 orang tunanetra dalam kategori buta atau lemah penglihatan saat ini. Hal tersebut adalah jumlah yang signifikan. Kondisi seperti ini tidak bisa dianggap sepele karena semakin banyak jumlah penduduk tunanetra maka semakin diperlukan pemikiran yang kreatif pula agar para penyandang tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam kegiatan sehari-harinya termasuk di dalam kehidupan sosial (Syafi’ie, 2014).

Seiring berkembangnya zaman, teknologi di era modern ini juga semakin canggih. Sayangnya belum banyak orang yang memanfaatkannya dengan baik. Padahal, teknologi saat ini memiliki potensi yang besar jika dikelola dengan bijak, apalagi untuk permasalahan yang jarang dibahas masyarakat. Salah satu contohnya yaitu mengatasi permasalahan penyandang tunanetra yang kesulitan menjalani kegiatan sehari-harinya. “Perlu adanya teknologi bantu berupa perangkat lunak, maupun sistem produk yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan fungsional bagi penyandang disabilitas. Teknologi bantu digunakan dalam proses pemberian dan penerimaan informasi bagi penyandang disabilitas.” (Kholisna & Nugrahani, 2023).

Di masyarakat saat ini telah ada beberapa peneliti yang memanfaatkan teknologi untuk membantu para penyandang disabilitas netra. Salah satu contohnya yaitu perancangan wearable technology daily wear untuk kebutuhan sosial dan fashion para tunanetra (Godfrey et al., 2018). Namun, demi terjaminnya kehidupan para tunanetra yang lebih baik ke depannya, tentu perlu ditinjau lebih lanjut apakah produk daily wear tersebut telah cukup menjawab permasalahan para penyandang tunanetra hingga saat ini. Maka dari itu, melalui penelitian ini akan diambil salah satu contoh produk fashionable wearable technology daily wear yang akan dilakukan analisa percobaan pemakaian pada narasumber tunanetra secara langsung (Petriccione, 2018). Produk tersebut memiliki sensor HCSR sebagai sensor pendeteksi jarak sehingga ketika pemakai pakaian tersebut mendekati suatu objek dengan jarak tertentu maka buzzer semestinya akan berbunyi dan dapat dirasakan getarannya oleh penyandang tunanetra tersebut.

Melalui analisa dan penelitian ini diharapkan dapat menguntungkan pihak penyandang tunanetra yaitu mengenal produk wearable technology yang sekaligus fashionable agar mereka tetap bisa tampil stylish namun sekaligus pakaian tersebut mampu membantu aktivitas kesehariannya. Di sisi lain, belum banyak juga ditemukan busana daily wear dengan wearable technology yang dikhususkan untuk para penyandang tunanetra. Selain itu, diharapkan juga wawancara yang dilakukan dapat menjadi wadah bagi para penyandang tunanetra untuk menyuarakan permasalahan baru mereka yang lebih relevan dengan kehidupan sosial saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi oleh penyandang tunanetra saat berada di keramaian serta mengevaluasi sejauh mana produk wearable technology yang ada saat ini dapat membantu mereka.

 

Metode Penelitian

Susanto dan Jailani (2023) mengemukakan bahwa triangulasi dilakukan dengan membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Seperti diketahui, dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan survei. Untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti dapat menggunakan metode wawancara terbuka dan terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan observasi untuk memverifikasi fakta. Selain itu, peneliti juga dapat menggunakan informan yang berbeda untuk memverifikasi keaslian informasi. Melalui berbagai sudut pandang atau perspektif, diharapkan dapat mencapai hasil yang mendekati kebenaran. Oleh karena itu, triangulasi pada tahap ini dilakukan apabila terdapat keraguan terhadap keaslian data atau informasi yang diperoleh dari subjek penelitian atau informan (Mustanir et al., 2019).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan partisipatif dengan melibatkan penyandang tunanetra dalam setiap tahap wawancara identifikasi kebutuhan mereka maupun test percobaan pemakaian produk wearable technology yang ada kepada mereka untuk mendapatkan feedback langsung (Rahman, 2019). Dalam penelitian ini akan dilakukan metode kualitatif dari hasil wawancara sebagai data primer dan ditunjang dengan studi literatur yang berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi tunanetra yang secara garis besar terbagi menjadi 3 langkah dan dijelaskan pada gambar di bawah ini;

 

Gambar 1. Triangulation Data Methods

Sumber: (Carpio, 2019)

 

Tahap Observasi (Pengamatan) dilaksanakan berupa pengamatan pada perilaku tunanetra saat berinteraksi sosial termasuk gaya berpakaiannya dan juga dilakukan penganalisaan terhadap problem yang menjadi latar belakang dari penelitian ini, yaitu permasalahan mengenai apakah produk wearable technology saat ini sudah cukup membantu dan menjawab kesulitan orang-orang yang jarang tersorot atau dibahas seperti para penyandang tunanetra dalam aktivitas kesehariannya di lingkungan sosial. Seringkali tunanetra mengalami kesulitan saat berada di keramaian sosial, baik itu bersosialisasi atau sekedar berjalan-jalan di luar rumah (Ni’matuzahroh & Prasetyaningrum, 2018). Tahap ini dilakukan dengan pengumpulan data dari pengamatan secara langsung dan juga data dari internet atau jurnal. Selain itu, juga dipertimbangkan dari sisi fashion, di mana para penyandang tunanetra seringkali tidak mempedulikan penampilan untuk sekedar beraktivitas di luar rumah sehari-hari. Dari permasalahan tersebut, mulai muncul pemikiran untuk observasi produk fashionable wearable technology yang sudah ada sebelumnya terhadap target pengguna yaitu tunanetra. Dari tahap pertama ini dapat dikumpulkan data-data yang akan berguna untuk perbandingan sekaligus data penguat untuk tahap berikutnya.

Tahap Depth Interview berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dilaksanakan berupa wawancara langsung dengan expert dan juga target pengguna yaitu penyandang tunanetra (Azizah et al., 2022). Di mana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan adalah untuk membuktikan apakah sesuai dengan apa yang tertulis di data media yang tersebar luas di internet dan juga dari hasil pengamatan secara langsung terhadap perilaku tunanetra saat berinteraksi sosial. Kumpulan pertanyaan berjumlah delapan poin dan membahas seputar permasalahan atau kesulitan yang dialami tunanetra saat ini terutama dalam lingkungan sosial (Rachma, 2016). Tahap ini juga mencangkup feedback narasumber mengenai wearable technology pada fashionable daily wear.

Tahap Dokumentasi dilaksanakan berupa pengumpulan data visual yang ditangkap oleh peneliti mengenai perilaku tunanetra saat berinteraksi sosial dan juga cara berpakaiannya. Tahap ini dilakukan dengan tujuan dapat kembali dibandingkan dengan hasil di tahap awal yaitu pengamatan secara langsung dan melalui internet atau jurnal. Dari perbandingan ini pula dapat dibandingkan dengan hasil interview. Hasil tringulasi data ini akan dapat ditarik kesimpulan dan menemukan jawaban dari rumusan masalah.

 

Tahapan Penelitian

Gambar 2. Diagram Tahapan Penelitian

(Sumber: Pribadi)

 

1)  Studi Latar Belakang

Pada tahap ini dilakukan studi latar belakang yang memfokuskan pada pemahaman mendalam mengenai permasalahan atau kesulitan yang dialami penyandang tunanetra dalam lingkungan sosial dan juga kebutuhan khusus penyandang tunanetra dalam berpakaian untuk tampil lebih fashionable dalam kesehariannya. Berbagai aspek yaitu efektivitas, kenyamanan, dan estetika fashion menjadi hal penting dalam penelitian ini. Dalam cakupan para penyandang tunanetra, studi latar belakang ini dilakukan agar peneliti memiliki dasar materi sebagai tolak ukur yang akan dibandingkan dengan hasil data yang diperoleh dari sudut pandang narasumber expert maupun penyandang tunanetra.

2)  Identifikasi Masalah dan Justifikasi

Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah dan tujuan utama dalam analisa efektivitas fashionable daily wear dengan wearable technology bagi penyandang tunanetra saat berada di lingkungan sosial. Identifikasi ini didapatkan dari hasil observasi yang berguna mengetahui secara mendalam kesulitan yang dialami para penyandang tunanetra dalam kehidupan sosialnya dan juga kebutuhan produk fashionable bagi tunanetra yang dapat dipakai sehari-hari.

 

3)  Menentukan Target Informant

Pada tahap ini dilakukan penentuan narasumber yaitu expert dan penyandang tunanetra yang akan dilakukan wawancara pada tahap selanjutnya. Kriteria target informant penyandang tunanetra disesuaikan dengan pakaian atau produk fashionable daily wear wearable technology yang telah didapat sebelumnya. Beberapa kriteria tersebut mencangkup:

a)     Penyandang tunanetra

b)    Wanita usia: 15 – 25 tahun

c)     Domisili Surabaya atau Malang

d)    Suka berinteraksi sosial

Kriteria-kriteria tersebut berguna agar percobaan produk dan feedback dapat dilakukan dan diperoleh dengan maksimal.

 

4)  Membuat Pertanyaan Wawancara

Kumpulan pertanyaan wawancara adalah berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan data yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah dapat membuktikan kesesuaian dari berbagai sudut pandang (observasi/pengamatan, depth interview, dan dokumentasi). Berikut adalah poin-poin pertanyaan wawancara tunanetra:

a)     Apa saja masalah atau rintangan yang adik alami selama ini jika berada di tempat umum atau keramaian?

b)    Apakah pernah memiliki keinginan untuk bisa berpergian sendirian tanpa ditemani?

c)     Apakah adik sering berinteraksi sosial di luar rumah?

d)    Apakah adik pernah memiliki keinginan untuk berpakaian fashionable ketika berpergian? Mengapa?

e)     Bagaimana kesan adik saat pertama kali memakai pakaian wearable technology ini?

f)     Kemanakah menurut adik pakaian ini cocok digunakan & sangat membantu? Mengapa?

g)    Menurut adik apakah pakaian wearable technology ini bermanfaat untuk sehari-hari terutama saat di lingkungan sosial?

h)    Apakah dengan pakaian yang fashionable ini dapat meningkatkan kepercayaan diri adik untuk bersosialisasi di luar rumah?

 

Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap expert yaitu pengurus atau pembimbing tunanetra dengan pertanyaan sebagai berikut:

a)     Apa saja masalah atau rintangan yang menurut suster dialami oleh adik tunanetra selama ini jika berada di tempat umum atau keramaian?

b)    Pernahkah suster mengalami rintangan ketika suster menuntun adik tunanetra selama berada di lingkungan sosial?

c)     Pernahkah suster berharap adik tunanetra dapat secara mandiri menikmati waktunya berada di lingkungan sosial tanpa bantuan?

d)    Apakah adik tunanetra pernah mengalami hal yang tidak baik dari lingkungan sosialnya? Contohnya memperoleh kata-kata yang tidak baik ataupun sekedar tatapan yang kurang baik

e)     Apakah adik tunanetra pernah mengatakan atau menunjukkan keinginannya untuk berinteraksi sosial di luar rumah?

f)     Bagaimana kesan suster saat adik tunanetra pertama kali memakai pakaian wearable technology ini?

g)    Kemanakah menurut suster pakaian ini cocok digunakan & sangat membantu adik tunanetra sehari-hari di lingkungan sosial? Mengapa?

h)    Apakah dengan pakaian yang fashionable ini dapat meningkatkan kepercayaan diri adik tunanetra untuk bersosialisasi di luar rumah?

 

5)  Pelaksanaan Wawancara

Pada tahap ini dilakukan wawancara langsung secara tatap muka di lokasi tempat tinggal narasumber (penyandang tunanetra dan expert) dengan perizinan terhadap pemilik rumah atau panti asuhan tersebut. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 30 menit dengan menanyakan beberapa pertanyaan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya yaitu seputar rintangan atau kesulitan yang dialami narasumber saat ini yang dirasa belum mendapat solusi (terutama mengenai interaksi sosial atau sekedar berada di keramaian) sekaligus fashion tunanetra. Tujuan wawancara ini adalah mengetahui permasalahan terbaru yang relevan dengan generasi atau masa kini dan juga sebagai tolak ukur serta pembuktian kesesuaian dengan hasil observasi maupun dokumentasi.

 

6)  Pengolahan Data

Pada tahap terakhir ini dilakukan pengolahan data dari semua feedback yang telah didapatkan dan digabung dengan hasil wawancara, dokumentasi, dan hasil observasi yang telah diteliti pada tahap awal penelitian. Setelah itu ditemukan persamaan dari ketiga sudut pandang tersebut sehingga mendapatkan validasi dan mengurangi potensi bias yang dapat muncul jika hanya menggunakan satu metode. Pada akhirnya dibuat kesimpulan guna mendapatkan hasil secara keseluruhan dan menemukan jawaban atas rumusan masalah.

 

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1)    Kamera untuk dokumentasi

2)    Produk fashionable daily wear dengan wearable technology

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di tempat tinggal narasumber yaitu Panti Asuhan Bhakti Luhur Jl. Raya Dieng No.40, Kota Malang. Sedangkan, jumlah respondennya yaitu tiga orang penyandang tunanetra dan dua orang expert (pendamping tunanetra). Hasil dokumentasi akan dikumpulkan di dalam Google Drive, sedangkan hasil wawancara dan observasi akan dicatat dalam device.

Penelitian ini menggunakan 2 informan expert (suster pendamping tunanetra) dan 3 penyandang tunanetra seperti pada tabel 1 berikut:

 

Tabel 1. Daftar Informan Penelitian

No

Nama

Usia

Pekerjaan

Domisili

Keterangan

1

Expert 1

23 tahun

Biarawati Yayasan Bhakti Luhur

Malang

Pendamping tunanetra

2

Expert 2

23 tahun

Biarawati Yayasan Bhakti Luhur

Malang

Pendamping tunanetra

3

Extreme 1

20 tahun

Pelajar

Malang

Penyandang tunanetra

4

Extreme 2

15 tahun

Pelajar

Malang

Penyandang tunanetra

5

Extreme 3

22 tahun

Pelajar

Malang

Penyandang tunanetra

 

Pemilihan informan di atas dilakukan secara acak di lokasi Panti Asuhan Bhakti Luhur Jl. Raya Dieng No.40, Kota Malang. Wawancara dilakukan secara offline di Panti Asuhan tersebut.

 

Hasil dan Pembahasan

Berikut adalah hasil wawancara dengan 2 expert yang bersangkutan tertulis dalam tabel 2:

Tabel 2. Hasil Wawancara Expert

No

Pertanyaan

Jawaban

1

Apa saja masalah atau rintangan yang menurut suster dialami oleh adik tunanetra selama ini jika berada di tempat umum atau keramaian?

1.      Expert 1 :

Jika sendirian pasti kesulitan karena mereka tidak tahu apa yang ada di depan atau sekelilingnya, bisa bahaya juga untuk keselamatannya.

2.      Expert 2 :

Interaksi dengan sesama karena tidak semua orang mau memulai pembicaraan terlebih dahulu kepada adik tunanetra, sedangkan adik tunanetra pun tidak dapat mengetahui keberadaan orang di sekitarnya.

2

Pernahkah suster mengalami rintangan ketika suster menuntun adik tunanetra selama berada di lingkungan sosial?

1.      Expert 1 :

-        Waktu menuntun adik tunanetra, ada banyak rintangan yang kami hadapi. Contohnya, di tempat yang ramai seperti pasar terkadang sulit sekali untuk bergerak cepat. Orang-orang sering tidak sadar kalau kami butuh ruang lebih untuk bergerak.

-        Ada juga saat-saat menyeberang jalan yang ramai tanpa lampu lalu lintas atau zebra cross yang jelas. Ini bisa sangat membahayakan karena kami harus memastikan aman untuk menyeberang sambil tetap menuntun adik tunanetra.

2.      Expert 2 :

-        Di tempat dengan banyak tangga atau eskalator tanpa pegangan yang jelas, cukup menantang.

-        Terkadang waktu di acara atau tempat yang sibuk, orang lain suka terburu-buru dan tidak sabar menunggu kami. Itu bisa membuat stress dan membuat kami merasa terburu-buru padahal butuh waktu lebih untuk bergerak dengan aman.

3

Pernahkah suster berharap adik tunanetra dapat secara mandiri menikmati waktunya berada di lingkungan sosial tanpa bantuan?

1.      Expert 1 :

Ya, suster sering sekali berharap adik tunanetra bisa lebih mandiri. Rasanya pasti luar biasa kalau mereka bisa jalan-jalan sendiri tanpa harus selalu bergantung pada orang lain. Suster membayangkan mereka bisa pergi ke taman, belanja di pasar, atau bahkan naik transportasi umum dengan percaya diri.

2.      Expert 2 :

Ya tentunya, melihat mereka bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain adalah hal yang indah. Namun pastinya perlu dukungan dari sekitar untuk mewujudkannya.

4

Apakah adik tunanetra pernah mengalami hal yang tidak baik dari lingkungan sosialnya? Contohnya memperoleh kata-kata yang tidak baik ataupun sekedar tatapan yang kurang baik

1.      Expert 1 :

Dahulu, adik tunanetra sering mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dari lingkungan sosialnya. Ada saja orang yang bicara sembarangan atau kasih tatapan kurang enak. Misalnya, ada yang bilang hal-hal seperti 'Kasihan ya' atau 'Pasti hidupnya susah' yang sebenarnya tidak perlu diucapkan. Mereka juga terkadang dapat tatapan aneh atau bahkan diabaikan ketika butuh bantuan.

2.      Expert 2 :

Pernah dahulu ada yang menertawakan atau menganggap mereka beban. Padahal, adik tunanetra sama seperti kita, mereka punya hak untuk berada di tempat umum dan berinteraksi sosial tanpa harus merasa dihakimi atau direndahkan.

5

Apakah adik tunanetra pernah mengatakan atau menunjukkan keinginannya untuk berinteraksi sosial di luar rumah?

1.      Expert 1 :

Sering sekali adik tunanetra menunjukkan keinginannya untuk berinteraksi sosial di luar rumah. Mereka ingin sekali punya pengalaman yang sama seperti kita. Misalnya, mereka berkata ingin pergi menghadiri acara ulang tahun atau sekedar duduk santai di kafe sambil berbincang. Keinginan itu wajar sekali karena mereka juga ingin merasakan kebersamaan dan punya kenangan indah bersama orang-orang di sekitarnya. Mereka ingin merasa diterima dan bisa menikmati kegiatan sosial tanpa harus selalu didampingi.

2.      Expert 2 :

Mereka sangat ingin berinteraksi sosial di luar rumah, terkadang mereka bercerita ingin jalan-jalan ke mall, menghadiri acara tertentu dan juga punya teman berbicara di luar panti asuhan sehingga merasakan suasana baru di luar rumah, Kami juga selalu berusaha untuk mendukung dan membantu mereka agar bisa menikmati waktu diluar rumah.

6

Bagaimana kesan suster saat adik tunanetra pertama kali memakai pakaian wearable technology ini?

1.      Expert 1 :

Alat atau teknologi yang digunakan bagus untuk perkembangan ke depan, namun desain baju seharusnya sesuai dengan tubuh anak tunanetra.

2.      Expert 2 :

Sangat baik untuk dipakai.

7

Kemanakah menurut suster pakaian ini cocok digunakan & sangat membantu adik tunanetra sehari-hari di lingkungan sosial? Mengapa?

1.      Expert 1 :

Menurut saya, ada dua aspek, yang baik adalah anak tuna netra dapat mengetahui titik-titik keberadaan mereka. Namun aspek yang tidak baik adalah alat itu cukup berbahaya ketika digunakan anak tunanetra untuk kegiatan memasak di panti, piket kebersihan, dan lain-lain. Karena ketika mereka melakukan kegiatan seperti itu, lalu alat tersebut berbunyi maka dapat membuat mereka terkejut.

2.      Expert 2 :

Alat tersebut sangat baik untuk digunakan anak tunanetra jalan-jalan. Sejauh ini masih tidak ada masalah bagi suster.

8

Apakah dengan pakaian yang fashionable ini dapat meningkatkan kepercayaan diri adik tunanetra untuk bersosialisasi di luar rumah?

1.      Expert 1 :

Menurut suster, pakaian yang fashionable atau keren sangat bisa meningkatkan kepercayaan diri adik tunanetra. Kalau mereka merasa tampilannya oke, pasti lebih percaya diri buat berinteraksi di tempat umum. Pakaian yang nyaman dan stylish bisa bikin mereka merasa lebih diterima dan dihargai oleh orang lain. Selain itu, dengan berpakaian bagus, mereka juga bisa menunjukkan kepribadian dan gaya mereka sendiri, yang pastinya bikin mereka lebih semangat untuk bersosialisasi. Jadi, tidak salah kalau kita juga membantu mereka memilih pakaian yang keren, karena itu bisa jadi salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka.

2.      Expert 2 :

Iya, dengan berpakaian yang keren bisa juga meningkatkan kepercayaan diri mereka dan nyaman untuk berada di keramaian. Mereka juga bisa lebih mengekspresikan diri dan merasa setara dengan orang-orang di sekitarnya karena seringkali adik-adik merasa tidak percaya diri. Bisa juga memberi pengaruh positif dan mendorong mereka lebih berani bersosialisasi atau keluar rumah. Jadi meskipun prioritas utama adalah kenyamanan, tidak ada salahnya juga memberi mereka kesempatan berpakaian yang bagus agar mereka merasa lebih berani saat berada di luar rumah.

 

 

Gambar 3. Wawancara Expert dan Extreme

(Sumber: Pribadi)

 

Narasumber biarawati sekaligus pendamping tunanetra di Panti Asuhan Bhakti Luhur mengakui bahwa adik-adik tunanetra mengalami kesulitan jika berada di lingkungan sosial atau keramaian, harus selalu didampingi dan dituntun. Di mana terkadang para suster juga mengalami rintangan ketika menuntun adik-adik tunanetra. Tidak jarang juga adik-adik tunanetra mendapat perlakuan yang tidak baik ketika di lingkungan sosial (Maulina, 2023). Di sisi lain, pakaian fashionable dinilai baik oleh narasumber biarawati karena ternyata selama ini adik-adik tunanetra juga merasa kurang percaya diri dengan kekurangan mereka. Menurut narasumber biarawati atau pendamping tunanetra ini, fashion yang bagus juga mampu meningkatkan dan menutupi rasa kurang percaya diri para adik tunanetra.

Dari wawancara expert tersebut ditemukan bahwa hambatan atau masalah yang ada pada penyandang tunanetra ketika berada di lingkungan sosial atau tempat umum ada dua hal yaitu kesulitan pergerakan yang tidak bebas dan juga hal fashion yang ternyata mampu menjadi penunjang kepercayaan diri yang mendorong penyandang tunanetra untuk berani keluar rumah (Panggabean & Ati, 2019).

Temuan ini dapat terjadi karena kondisi penyandang tunanetra berbeda dengan kita atau kebanyakan orang. Hal ini dapat mengakibatkan mereka sulit diterima oleh lingkungan sosial, baik itu dari segi keberadaan maupun interaksi sosial. Sebagai contoh, orang non-tunanetra terbiasa bergerak cepat di keramaian, sedangkan penyandang tunanetra membutuhkan waktu lebih lama untuk berpindah-pindah tempat. Hal ini membuat adanya bentrokan dimana orang non-tunanetra tidak terbiasa berhadapan dengan kondisi penyandang tunanetra tersebut (Mochtar, 2017).

Fenomena-fenomena yang telah kita ketahui juga dapat dilihat bahwa jarang ditemukan penyandang tunanetra yang berani keluar rumah atau berpergian sendirian tanpa ditemani, kebanyakan dari mereka akhirnya memilih untuk tetap tinggal di dalam rumah atau panti asuhan (Rizka, 2021). Mereka berpikir untuk memadamkan keinginannya keluar rumah daripada menjadi beban di lingkungan sosial.

Menurut respon narasumber expert, wearable technology ini sangat baik untuk ke depannya, namun memang harus disesuaikan kembali dari beberapa aspek:

1.     Kenyamanan

Perlu dipikirkan dari segi aktivitas para penyandang tunanetra. Contohnya seperti, ketika mereka memasak, piket kebersihan, dan lain-lain. Jika alat tetap terpasang maka akan rentan untuk sensor terus berbunyi. Serta, kurang memungkinkan apabila terus menerus harus on dan off alat karena hal ini kurang efektif.

2.     Ketahanan Teknologi

Ketika hujan, wearable technology ini kurang mampu untuk dioperasikan karena rentan rusak jika terkena air. Tidak hanya itu, tetapi juga dapat membahayakan para penyandang tunanetra yang memakainya.

 

Berikut adalah hasil wawancara dengan 3 penyandang tunanetra yang bersangkutan tertulis dalam tabel 3:

 

Tabel 3. Hasil Wawancara Penyandang Tunanetra

No

Pertanyaan

Jawaban

1

Apa saja masalah atau rintangan yang adik alami selama ini jika berada di tempat umum atau keramaian?

1.     Extreme 1 :

Ketika jalan raya, kadang mengalami hambatan. Contoh lain, di pasar, pendamping lupa memberi tahu bahwa jalanannya ini naik atau turun. Jadinya terkadang tersandung.

2.     Extreme 2 :

Ketika di keramaian, jika tidak dituntun oleh pendamping jadinya agak kesulitan dan bingung.

3.     Extreme 3 :

Ketika masih banyak orang, kalau tidak digandeng jadinya tersandung-sandung. Selain itu tempat yang terlalu bising juga membuat bingung karena kami mengandalkan indra pendengar.

2

Apakah pernah memiliki keinginan untuk bisa berpergian sendirian tanpa ditemani?

1.     Extreme 1 : Pernah

2.     Extreme 2 : Pernah

3.     Extreme 3 : Pernah

3

Apakah adik sering berinteraksi sosial di luar rumah?

Ketika ada acara saja, diajak kenalan oleh orang-orang sekitar

4

Apakah adik pernah memiliki keinginan untuk berpakaian fashionable ketika berpergian? Mengapa?

Ingin, supaya enak dilihat

5

Bagaimana kesan adik saat pertama kali memakai pakaian wearable technology ini?

1.     Extreme 1 :

Menarik setelah mendengar penjelasan kakak, pakai nya juga mudah.

2.     Extreme 2 :

Lebih memilih pakaian atasan dan bawahan, bukan pakaian terusan.

3.     Extreme 3 :

Baru pertama kali tahu dan bermanfaat.

6

Kemanakah menurut adik pakaian ini cocok digunakan & sangat membantu? Mengapa?

Di keramaian, karena bisa mengetahui ada orang yang mendekat, atau ketika mendekati objek agar tidak tertabrak seandainya pendamping lupa memberi tahu.

7

Menurut adik apakah pakaian wearable technology ini bermanfaat untuk sehari-hari terutama saat di lingkungan sosial?

1.     Extreme 1 :

Sangat membantu, namun pakaiannya terlalu panjang. Alatnya cukup membantu.

2.     Extreme 2 :

Sangat membantu

3.     Extreme 3 :

Sangat membantu

8

Apakah dengan pakaian yang fashionable ini dapat meningkatkan kepercayaan diri adik untuk bersosialisasi di luar rumah?

1.     Extreme 1 : Iya

2.     Extreme  2 : Dapat meningkatkan percaya diri

3.     Extreme  3 : Cukup meningkatkan

 

Gambar 4. Percobaan Wearable Technology pada Extreme 1

(Sumber: Pribadi)

 

Gambar 5. Percobaan Wearable Technology pada Extreme 2

(Sumber: Pribadi)

 

Gambar 6. Teknologi yang Ada di Dalam Pakaian Uji Coba

(Sumber: Pribadi)

 

Adik-adik tunanetra di Panti Asuhan Bhakti Luhur mengakui bahwa ketika di tempat umum atau keramaian, mereka mengalami beberapa permasalahan. Sebagian besar permasalahannya adalah tersandung dan bingung berjalan ke arah mana dikarenakan pendamping yang terkadang lalai. Di samping itu, mereka juga sebenarnya memiki keinginan untuk bisa berpergian sendirian tanpa harus didampingi.

Interaksi sosial adalah hal yang diperlukan setiap manusia karena pada dasarnya manusia pun ialah makhluk sosial. Namun sayangnya dikarenakan keterbatasan yang ada, mereka menjadi jarang bersosialisasi di luar panti. Berinteraksi dengan orang luar hanya mereka lakukan ketika ada event-event saja yang diadakan oleh panti mereka.

 

Gambar 7. Pakaian Keseharian Adik-Adik Tunanetra

(Sumber: Pribadi)

 

Dari segi pakaian sehari-hari yang telah diamati, adik-adik tunanetra cenderung mengedepankan kenyamanan dan tidak terlalu mempedulikan estetika. Namun hal ini jika dikaitkan dengan hasil wawancara, mereka sebenarnya ingin tampil fashionable agar menarik dilihat orang lain. Hanya saja selama ini mereka kesulitan untuk memilih pakaian yang bagus dikarenakan harus terus-menerus menanyakan itu warna apa dan lain-lainnya.

Percobaan pemakaian produk Fashionable Daily Wear Dengan Wearable Technology ini juga mendapatkan respon positif dari adik-adik tunanetra dikarenakan mereka belum pernah menemukan produk seperti itu sebelumnya. Menurut mereka, pakaian ini dapat bermanfaat jika dikenakan saat berpergian. Selain itu, estetika pakaian wearable technology ini juga diakui mampu meningkatkan kepercayaan diri adik-adik tunanetra.

 

Kesimpulan

Data-data yang telah dikumpulkan dapat dikatakan bahwan penelitian ini berhasil mengenalkan teknologi khususnya wearable technology kepada para penyandang tunanetra. Selain itu juga mampu membantu peneliti selanjutnya untuk menciptakan atau mengatasi permasalahan para penyandang tunanetra melalui produk wearable technology yang telah di-upgrade. Hal ini dapat dikatakan karena penelitian ini berhasil mengumpulkan data-data feedback dari narasumber expert maupun extreme secara langsung, termasuk kritik dan saran yang diberikan oleh mereka. Hal ini mampu menjadi bahan pertimbangan peneliti selanjutnya.

Penelitian ini juga berhasil menjadi wadah bagi para penyandang tunanetra untuk memberi keluh kesah mereka selama berada di tempat keramaian sosial. Hal ini secara tidak langsung juga sebagai bentuk penyampaian kepada masyarakat maupun para peneliti di luar sana untuk tergerak mengatasi permasalahan-permasalahan baru yang ada. Penelitian ini menemukan kesimpulan secara garis besar bahwa wearable technology yang sudah ada sebelumnya mungkin dapat mengatasi permasalahan tunanetra di zaman itu. Namun, seiring berjalannya waktu juga memerlukan peningkatan desain maupun perangkat yang disesuaikan dengan permasalahan baru para penyandang tunanetra. Selain itu, dari segi efektivitas dapat dikatakan belum sepenuhnya sempurna efektif untuk saat ini dikarenakan masih perlu beberapa peningkatan wearable technology yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Namun jika bicara dari segi respon sensor HCSR (sensor jarak) yang mengirimkan sinyal bunyi ketika mendekati objek, dapat dibuktikan sangat efektif untuk para penyandang tunanetra selama berada di keramaian.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Amelia, I. (2021). Peran Persatuan Tunanetra Indonesia Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Kota Bandar Lampung. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Azizah, N. L., Mahardiani, L., & Yamtinah, S. (2022). Analisis Miskonsepsi Dengan Tes Diagnostik Two-Tier Multiple Choice Dan In-Depth Interview Pada Materi Asam Basa. Jurnal Pendidikan Kimia, 11(2), 168–177.

Carpio, R. S. J. (2019). A didactic proposal based on the icts tool webquest to optimize reading comprehension skill among the students of second grade at Santa Lucía High School in Ferreñafe.

Godfrey, A., Hetherington, V., Shum, H., Bonato, P., Lovell, N. H., & Stuart, S. (2018). From A to Z: Wearable technology explained. Maturitas, 113, 40–47.

Kholisna, T., & Nugrahani, R. F. (2023). Upaya Pemahaman Guru Inklusi Terhadap Asessmen Anak Berkebutuhan Khusus Pada Sekolah Inklusi Di Malang. Jurnal Edukasi Pengabdian Masyarakat, 2(3), 206–211.

Maulina, D. (2023). Analisis Usability Sistem Aplikasi Netraku Menggunakan Metode Usability Testing. Jurnal Teknik Informatika UNIKA Santo Thomas, 238–252.

Mochtar, S. (2017). Tinjauan hukum islam terhadap praktik jual beli yang dilakukan oleh orang tunanetra di panti asuhan tunanetra terpadu aisyiyah ponorogo. IAIN Ponorogo.

Mustanir, A., Hamid, H., & Syarifuddin, R. N. (2019). Pemberdayaan kelompok masyarakat desa dalam perencanaan metode partisipatif. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 5(3), 227–239.

Ni’matuzahroh, S., & Prasetyaningrum, S. (2018). Observasi: teori dan aplikasi dalam psikologi (Vol. 1). UMMPress.

Panggabean, T. Y. S., & Ati, S. (2019). Evaluasi Jaws (Job Access With Speech) Screen Reader untuk Akses Informasi Tunanetra di Yayasan Komunitas Sahabat Mata Semarang. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 6(3), 701–710.

Petriccione, A. (2018). Fashion vs. function: A look at new opportunities for fashionable and functional travel wear. Advertising & Society Quarterly, 19(3).

Rachma, D. N. (2016). Peranan Perpustakaan dalam Menumbuhkan Kemampuan Literasi Informasi bagi Anak Tunanetra di Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra (SLB-A) Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (PRPCN) Palembang (Skripsi)(Doctoral dissertation, UIN Raden Fatah Palembang). UIN Raden Fatah Palembang.

Rahman, A. (2019). Pendekatan Partisipatif Dalam Pengembangan Komunitas. Modul Pengembangan Komunitas. Bogor: Program Prencanaan Dan Pengembangan Komunitas P4W. LPPM Institutue Pertanian Bogor.

Rizka, W. A. (2021). Problematika dan Solusi Pada Single Parent Disabilitas Tunanetra di Desa Purwasaba Kabupaten Banjarnegara. IAIN Purwokerto.

Susanto, D., & Jailani, M. S. (2023). Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Dalam Penelitian Ilmiah. QOSIM: Jurnal Pendidikan, Sosial & Humaniora, 1(1), 53–61.

Syafi’ie, M. (2014). Pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Inklusi, 1(2), 269–308.

 

Copyright holder:

Talia Nathanael, Caroline Devina Gunawan, Olivia Gondoputranto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: