Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 11, November 2024

                                                

MOTIF BATIK SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA PADA REVITALISASI INTERIOR GEDUNG SARINAH JAKARTA

 

Fathimah Nur Fikriyah1, Mohammad Isa Pramana Koesoemadinata2, Donny Trihanondo3

Universitas Telkom, Bandung, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Batik menjadi salah satu motif yang digunakan dalam memaknai identitas dan nilai tradisional yang digunakan pada interior perkotaan atau modern. Penerapan motif batik pada interior dapat menjadi alternatif dalam melestarikan dan mempromosikan budaya Indonesia kepada khalayak umum maupun wisatawan dari luar. Revitalisasi Gedung Sarinah Jakarta merepresentasikan kebudayaan Indonesia dengan menerapkan motif-motif batik khas Indonesia pada elemen interiornya. Padahal Sarinah merupakan bangunan international style yang berkarakter modern tanpa adanya motif atau ornamen pada arsitektur maupun interiornya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerapan motif batik pada interior Gedung Sarinah serta kaitannya terhadap representasi budaya pada Gedung Sarinah dan budaya Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif secara deskriptif dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi literatur yang membahas mengenai motif pada interior. Motif-motif tersebut diterapkan dengan mengangkat makna dan filosofi batik serta filosofi dari bangunan Sarinah. Namun setelah revitalisasi, Gedung Sarinah tidak mendukung tujuan dari pembangunan awal Sarinah yang membela rakyat kecil tanpa melihat status sosialnya.

Kata kunci:  gedung sarinah, interior, motif batik, representasi budaya

 

Abstract

Batik is one of the motifs used in interpreting traditional identity and values used in urban or modern interiors. The application of batik motifs in the interior can be an alternative in preserving and promoting Indonesian culture to the general public and tourists from outside. The revitalization of Sarinah Building Jakarta represents Indonesian culture by applying Indonesian batik motifs to its interior elements. Sarinah is an international style building with a modern character without any motifs or ornaments in its architecture or interior. The purpose of this research is to describe the implementation of batik motifs in the interior of Sarinah Building and their relationship to the cultural representation of Sarinah Building and Indonesian culture. This research uses a descriptive qualitative approach by conducting observations, interviews, documentation, and literature studies that discuss motifs in the interior. The motifs are applied by lifting the meaning and philosophy of batik and the philosophy of the Sarinah building. However, after the revitalization, Sarinah Building does not support the purpose of the original construction of Sarinah which is standing up for the small people regardless of their social status.

Keywords: sarinah building, interior, batik motif, cultural representation

 

Pendahuluan

Desain pada interior dapat digunakan untuk menciptakan ruang yang memberikan kenyamanan dan kesan terhadap individu (Kumamoto, Yanagida, & Kawahara, 2023). Penataan layout dan desain sebuah ruangan harus direncanakan dengan cermat untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan fungsional (Sya’bani & Iskandar, 2023). Selain itu, elemen interior juga dapat meningkatkan suasana ruangan melalui beberapa unsur seperti bentuk desain, material yang digunakan, dimensi ruang, pencahayaan, warna dan pola atau motif. Pada elemen interior khususnya motif, sebuah motif dapat memberikan fungsi simbolis, dekorasi, dan dapat menjadi estetika dalam sebuah ruangan (Sunaryo, 2009). Motif juga memiliki fungsi sebagai negosiasi dan komunikasi dalam aspek eksternal estetika sebuah ruangan (Sugiarto, Husain, Syarif, Nashiroh, & Febriani, 2023). Selain mencerminkan estetika dan gaya hidup suatu budaya tertentu, motif juga berfungsi sebagai sarana ekspresi dan identitas budaya. Motif-motif tradisional kemudian berkembang seiring berjalannya waktu, menggabungkan pengaruh dari budaya dan periode sejarah yang berbeda. Hal ini menjadikan motif sebagai sebagai sarana untuk melestarikan warisan budaya (Halawa & Kholida, 2022).

Batik menjadi salah satu motif yang digunakan dalam memaknai identitas dan nilai tradisional yang digunakan pada interior perkotaan atau modern. Motif batik juga ditemukan dan telah diidentifikasi pada relief candi di Jawa Timur sejak periode Hindu-Buddha (Yusran, Widisono, & Antariksa, 2021). Menerapkan motif batik pada interior dapat menjadi alternatif dalam melestarikan dan mempromosikan budaya indonesia kepada khalayak umum maupun wisatawan dari luar. Namun, pemanfaatan batik dalam elemen interior secara menyeluruh masih belum tereksplor (Sugiarto, Husain, Syarif, Nashiroh, & Febriani, 2023). Padahal nilai-nilai budaya yang ada pada batik harus dipahami dan dipikirkan proses penerapannya pada interior modern sehingga motif batik yang diterapkan dapat memberikan dampak positif terhadap aspek sosial dan ekonomi.

Gedung Sarinah Jakarta pasca revitalisasi menjadi salah satu bangunan modern bergaya international style dengan status sebagai bangunan cagar budaya yang menerapkan berbagai macam motif pada elemen arsitektur dan juga interiornya. Tujuan dari revitalisasi Gedung Sarinah yaitu untuk mengembalikan bentuk awal Gedung Sarinah dengan mempertahankan warisan-warisan yang ada. Selain itu, juga mempertahankan eksistensi dari Gedung Sarinah yang menjanjikan untuk pertumbuhan bisnis retail yang berkelanjutan (Trihanondo, 2024). Dalam pengertiannya, revitalisasi merupakan sebuah proses yang bertujuan menghilangkan hambatan terhadap penguatan ekonomi dan penyelesaian masalah secara komprehensif di berbagai bidang. Hal ini dianggap sebagai salah satu tugas terpenting untuk kebijakan lokal dan sering dikaitkan dengan pemodelan kawasan dan proses urbanisasi.

Motif Batik pada interior Sarinah menjadi salah satu ciri khas dari Gedung Sarinah pasca revitalisasi. Namun, penggunaan motif batik ini hanya menampilkan beberapa motif dari banyaknya suku di Indonesia. Padahal Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan memiliki banyak motif batik khas daerah. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan bagi suku yang lain yang sebaiknya dihindari karena motif menjadi bentuk apropriasi budaya. Selain itu, penggunaan motif tradisional tidak sesuai dengan gaya international style yang memiliki ciri sederhana tanpa ornamen atau motif (Trihanondo, 2024). Walaupun revitalisasi Gedung Sarinah dapat dikatakan cepat, proses visualisasi interior Sarinah harus mencakup ketentuan bangunan cagar budaya dan merepresentasikan budaya Indonesia. Representasi budaya memiliki peran penting dalam membangun bentuk modern dari sebuah kota atau daerah yang dapat ditemukan melalui teks dan elemen gambar/visual (Zaim, Koesoemadinata, & Sari, 2022). Sehingga penerapan dari motif batik yang digunakan pada interior Gedung Sarinah membutuhkan pemahaman yang tepat dalam merepresentasikan budaya Indonesia.

Penelitian sebelumnya menunjukkan pentingnya motif sebagai elemen desain interior yang mampu merepresentasikan identitas budaya. Penelitian oleh Farida et al. (2021) membahas bagaimana motif tradisional, termasuk batik, menjadi sarana untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam desain interior modern. Penelitian ini menyoroti bahwa motif dapat memberikan identitas unik pada ruang sambil mempromosikan kekayaan budaya kepada khalayak global. Selain itu, studi oleh Nugroho dan Wicaksono (2020) menekankan bahwa penerapan motif tradisional pada elemen interior bangunan modern dapat meningkatkan kesadaran budaya sekaligus memperkaya nilai estetika ruang tersebut. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa motif tradisional seperti batik tidak hanya memiliki nilai dekoratif tetapi juga dapat menjadi media penting dalam pelestarian budaya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerapan motif batik pada interior Gedung Sarinah serta kaitannya terhadap representasi budaya pada Gedung Sarinah dan budaya Indonesia.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif secara deskriptif untuk menjelaskan penerapan motif batik pada interior Gedung Sarinah. Penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi sifat dari objek, dengan kata lain untuk mencari variasi atau keberagaman dalam suatu fenomena, isu atau permasalahan dan sikap terhadap suatu fenomena, isu atau permasalahan yang ada (Kumar, 2014). Dalam pengumpulan data, dilakukan observasi dengan mengunjungi Gedung Sarinah secara bertahap serta melakukan dokumentasi pada interior berupa gambar dan video. Kemudian dilakukan juga wawancara dengan desainer yang bertanggung jawab dalam merancang revitalisasi Gedung Sarinah. Kemudian, mencari studi literatur yang membahas mengenai motif pada interior serta representasi budaya Indonesia melalui buku, jurnal serta artikel yang relevan dengan objek penelitian. Untuk memahami dan melakukan analisis terhadap penerapan motif batik sebagai representasi budaya Indonesia dilakukanlah triangulasi metode. Triangulasi metode merupakan triangulasi yang dilakukan dengan menggali data yang sejenis dengan metode pengumpulan data yang berbeda (Sugiyono, 2013).

 

Hasil dan Pembahasan

Motif pada budaya Indonesia selalu memiliki makna dan fungsi tertentu sesuai dengan penerapannya. Fungsi utama dari pengertian motif itu sendiri yaitu untuk memperindah sebuah benda atau sebuah objek. Penambahan motif tersebut memberikan penampilan lebih menarik sehingga membuat objek tersebut menjadi lebih bernilai. Fungsi-fungsi motif dapat disederhanakan menjadi fungsi estetik, fungsi utilitarian, fungsi individu, dan fungsi sosial. Fungsi tertinggi dari sebuah motif yaitu fungsi spiritual dan fungsi simbolik yang menunjukkan tanggapan emosional dan status sosial dari suatu objek (Senoprabowo, Laksana, & Putra, 2020).

Di era perkembangan teknologi dan budaya sekarang, penerapan motif pada interior menjadi salah satu kombinasi yang dapat memberikan inovasi serta dapat memperkenalkan suatu budaya dari masyarakat setempat. Indonesia mempunyai beraneka ragam bentuk motif yang memiliki ciri khas masing-masing dari setiap daerah. Salah satu penerapan motif yang digunakan pada interior di Indonesia yaitu motif batik.

Hasil dari observasi ditemukan total sepuluh jenis motif yang berasal dari tujuh provinsi berbeda di Indonesia. Motif tersebut di antaranya yaitu: 1) Motif  Karawang Tegak, 2) Motif Mahkota Siger, 3) Motif Kawung, 4) Motif Parang, 5) Motif Sidomulyo, 6) Motif Sidomukti, 7)Motif Endek Bali, 8) Motif Tenun Bima, 9) Motif Utang Mendeng, dan 10) Motif Sekomandi.

Tabel 1. Letak Penerapan dan Material Motif Batik pada Interior Sarinah

No.

Motif Batik

Letak Penerapan

Material

 1

Motif Karawang Tegak

   Plafon

   Anyaman Rotan Sintetis

2

Motif Mahkota Siger

   Dinding

   Anyaman Rotan Sintetis

3

Motif Kawung

   Dinding

   Kuningan

   Roster

4

Motif Parang

   Dinding

   Signage

   Sanblasting

   Kuningan

   Kayu

5

Motif Sidomulyo

   Plafon

   Anyaman Rotan Sintetis

6

Motif Sidomukti

   Plafon

   Pembatas Koridor (Partisi)

   Kayu

7

Endek Bali

   Dinding

   Meja Kasir

   Beton

8

Motif Tenun Bima

   Dinding

   Anyaman Rotan Sintetis

9

Utang Mendeng

   Meja Display

   Kayu

10

Sekomandi

   Dinding

   Plafon

   Partisi

   Lemari

   Anyaman Rotan Sintetis

   Besi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 

Motif tersebut merupakan motif dari batik atau tenun yang memiliki karakteristik sesuai dengan daerahnya. Batik dan tenun merupakan warisan budaya tak benda dan salah satu seni tradisional yang berasal dari Indonesia. Keduanya memiliki pola dan motif yang rumit sehingga memiliki cerita, makna budaya dan simbol yang menjadi karakteristiknya. Pada interior urban, motif batik dan tenun memiliki peran penting karena dianggap sebagai warisan budaya dengan berbagai aplikasi dalam dekorasi interior. Selain itu, pengembangan teknik penerapan motif batik dan tenun pada interior memiliki karakter tersendiri secara inovatif sehingga memberikan evolusi terhadap bentuk seni tradisional

Motif batik tersebut diterapkan di area-area yang menjadi tempat interaksi antar pengunjung dengan pengunjung lainnya maupun dengan pekerja Sarinah. Area tersebut yaitu area atrium, area information center, area masuk retail, area retail, area display produk, area lift, dan area kasir. Area atrium merupakan area utama dari sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi center dan berfungsi sebagai panggung utama dalam kegiatan-kegiatan entertainmen di Sarinah. Pada area ini diterapkan motif Sidomukti yang merupakan motif dari batik sidomukti yang berasal dari Jawa Tengah.

 

 

Gambar 1. Motif Sidomukti pada Area Atrium Sarinah (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024)

 

Motif ini memiliki makna sebagai kebahagiaan atau kecukupan yang dapat dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan dan kebaikan kepada penggunanya. Sehingga penempatan motif Sidomukti pada area Atrium sesuai dengan filosofi dari motif batik terebut yakni memberikan kebahagiaan dan kebaikan pada pengunjung yang hadir di atrium Sarinah. Penerapan motif tersebut diaplikasikan pada plafon dan pembatas koridor yang menggunakan material kayu. Penerapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Pada area information center, terdapat satu motif yang diterapkan yaitu motif tenun bima yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Motif ini diadopsi dari tenun bima yang dipengaruhi oleh budaya Islam dengan melambangkan sifat-sifat Tuhan yang harus diteladani dan dijadikan pedoman oleh manusia. Sehingga penerapan dari motif tenun ini sesuai dengan area information center yang memiliki fungsi untuk menjadi area informasi utama di Sarinah. Pengunjung dapat mengetahui informasi-informasi Sarinah melalui area tersebut. Motif ini diaplikasikan pada dinding dengan menggunakan material anyaman rotan sintetis (Gambar 2).

 

Gambar 2. Motif Tenun Bima pada Area Information Center Sarinah (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024)

 

Kemudian pada area masuk retail, dapat ditemukan berbagai macam motif batik yaitu motif Karawang tegak, Motif mahkota Siger, Motif Sidomulyo, dan Motif Sekomandi. Motif Karawang Tegak berasal dari Aceh, melambangkan sosok yang memiliki kesadaran yang kuat akan Tuhan. Sehingga penggunaan batik ini diharapkan dapat menunjukkan pesona yang religius dan memiliki kemurnian hati serta pikiran. Motif Mahkota Siger merupakan motif yang berasal dari Lampung dan menjadi simbol feminitas, kekuatan, dan keanggunan seorang wanita karena motif tersebut berasal dari siger, yang merupakan mahkota bagi wanita bangsawan Lampung. Sementara batik Sidomulyo merupakan motif klasik berasal dari Jawa Tengah yang khusus dipergunakan untuk pakaian pernikahan mempelai wanita. Motif ini melambangkan harapan agar penggunanya mendapat kemuliaan, keharmonisan, dan status sosial yang dihormati. Dan motif terakhir yang ada pada area masuk retail yaitu motif Sekomandi yang merupakan motif dari kain tenun Suku Mandar, Sulawesi Barat. Motif tersebut memiliki makna persatuan abadi yang merujuk pada ungkapan “sampai maut memisahkan kita”. Motif-motif ini dipertemukan pada area masuk retail untuk menangkap keberagaman yang di satukan dengan kemurnian hati, kekuatan dan keanggunan, kemuliaan dan keharmonisan, serta persatuan abadi. Hal ini untuk menyambut pengunjung serta meningkatkan suasana retail ketika pengunjung melakukan aktivitas belanja atau melihat-lihat produk-produk di Sarinah.

 

Gambar 3. Motif Karawang Tegak, Motif Mahkota Siger, Motif Sidomulyo, & Motif Sekomandi pada Area Masuk Retail (Sumber: Dokumentasi Biroe Architecture, 2022)

 

Kemudian pada area retail terdapat motif Kawung dan motif Parang yang berasal dari Jawa Tengah. Motif Kawung diciptakan oleh Agung Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram sebagai hadiah bagi putranya ketika ia turun tahta dan menobatkan putranya tersebut. Motif ini mengandung harapan agar sang penggunanya tumbuh menjadi manusia yang hebat dan berguna di masyarakat. Kemudian motif Parang yang berbentuk saling berkesinambungan menggambarkan jalinan hidup yang tidak pernah putus sehingga selalu berusaha untuk memperbaiki diri serta memperjuangkan kesejahteraan. Penerapan motif kawung dan motif parang menggunakan material kuningan yang dicetak sesuai dengan pola. Pada dasarnya, motif ini merupakan motif bangsawan yang tidak dapat digunakan dengan asal. Motif-motif tersebut hanya dapat digunakan pada tempat-tempat eksklusif seperti ruang-ruang privat sehingga penerapan motif ini pada area retail kurang sesuai. Penerapan motif Kawung dan Motif Parang dapat dilihat pada Gambar 4.

 

 

Gambar 4. Motif Kawung dan Motif Parang pada Area Retail (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024)

 

Pada area display produk, ditemukan furnitur yang menggunakan motif Utang Mendeng dan motif Sekomandi. Utang Mendeng merupakan motif yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Motif ini merupakan motif yang berasal dari kain tenun khas Kabupaten Sikka yang khusus digunakan oleh perempuan. Motif ini memiliki makna bermutu dengan nilai spiritual yang tinggi. Sesuai dengan fungsinya sebagai display yang menampilkan produk-produk UMKM yang memiliki mutu serta nilai yang tinggi. Penerapan motif Utang Mendeng diaplikasikan pada kayu yang diukir sehingga memunculkan motif batik dari motif Utang Mendeng (Gambar 5). Sementara penerapan motif Sekomandi, menggunakan material besi yang menjadi ukiran tralis pada meja display (Gambar 5).

Gambar 5. Motif Utang Mendeng pada Meja Display (Sumber: Dokumentasi Biroe Architecture, 2022)

 

Gambar 6. Motif Sekomandi pada Lemari Display (Sumber: Dokumentasi Biroe Architecture, 2022)

 

Pada area lift dan area kasir ditemukan motif Endek Bali yang merupakan motif asal Bali. Motif ini berasal dari bahasa bali yang berarti “gendekan” atau “ngendek” yang berarti diam atau tetap dan tidak berubah. Motif ini diterapkan pada dinding dengan menggunakan material beton yang di grafir secara berulang. Seperti area lift yang tidak akan berubah, serta area kasir yang tetap penempatan motif Endek Bali sudah sesuai melalui fungsinya. Penerapan motif-motif batik pada interior Sarinah hanya menggunakan warna asli dari material yang digunakan. Hal ini mengandung prinsip gaya modern yang hanya menggunakan warna-warna monokrom dan ekspos material khas industrial sehingga tidak menampilkan kesan berlebihan pada dekorasi interior.

Bangunan Sarinah yang merupakan bangunan bergaya modern yang dipadukan dengan motif-motif batik, merepresentasikan Indonesia yang merupakan negara modern, namun tetap melestarikan budaya-budaya yang ada di Indonesia. Pemilihan motif batik tersebut juga didasari pada motif-motif yang berbentuk geometris sehingga mendukung gaya modern yang menampilkan garis horizontal serta garis vertikal yang lugas. Namun, dalam penerapan motif Karawang Tegak serta motif Sidomulyo sulit diidentifikasi karena memiliki transformasi bentuk yang berbeda. Selain itu keduanya memiliki bentuk dinamis sehingga ketika diaplikasikan pada anyaman rotan sintetis terlihat tidak sempurna.

 

Tabel 2. Identifikasi Asal Daerah Motif Batik pada Interior Sarinah

No.

Asal Daerah

Motif Batik

 1

Aceh

   Motif Karawang Tegak

2

Lampung

   Motif Mahkota Siger

3

Jawa Tengah

   Motif Kawung

   Motif Parang

   Motif Sidomulyo

   Motif Sidomukti

4

Bali

   Endek Bali

5

Nusa Tenggara Barat

   Motif Tenun Bima

6

Nusa Tenggara Timur

   Utang Mendeng

7

Sulawesi Barat

   Sekomandi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 

Jika dipandang melalui identifikasi asal daerah motif batik yang dijelaskan pada tabel 2, motif batik yang digunakan hanya motif-motif perwakilan setiap provinsi serta tidak adanya provinsi dari pulau Kalimantan, Maluku, dan Papua. Walaupun tidak semua suku memiliki motif batik, namun setiap pulau memiliki motif-motif khas yang dapat di aplikasikan. Pulau Kalimantan yang identik dengan suku dayak memiliki banyak motif kain tenun yang memiliki motif Bayam Raja dan Batik Shaho. Pulau Maluku yang memiliki motif Pattimura, motif Tifa Totobuang, dan motif Burung Bidadari. Kemudian Pulau Papua yang memiliki motif Ukir Setani dan motif Asmat Papua. Provinsi Banten, Jakarta dan Jawa Barat yang menjadi area terdekat dari tempat Sarinah didirikan juga tidak ditampilkan motif batiknya padahal Jawa Barat memiliki banyak motif batik yang khas.

Representasi Sarinah tidak jauh dari sosok perempuan dan Indonesia. Kemudian setelah revitalisasi, representasi dari Sarinah bertambah menjadi motif tradisional dan produk lokal. Simbol dan makna Sarinah sebagai sosok wanita Indonesia, digambarkan dalam penggunaan motif Mahkota Siger, motif Utang Mendeng, dan motif Sidomulyo yang merupakan motif batik dan tenun yang digunakan pada pakaian perempuan. Kemudian, visualisasi dari Revitalisasi Sarinah memberikan kesan megah dan mewah yang jauh dari sosok bangunan awal Sarinah yang menjunjung rakyat kecil dalam memberikan kesejahteraan untuk kehidupannya. Sesuai dengan tujuan Presiden Sukarno dalam mendirikan Sarinah sebagai pusat perbelanjaan pertama di Indonesia.

 

Kesimpulan

Penggunaan motif batik pada interior sering menjadi kritis terhadap desainer khususnya arsitek dan desainer interior. Motif batik hanya menjadi estetika dan tidak bisa menjadi struktur dalam elemen bangunan maupun elemen interior. Namun dalam masyarakat urban, penerapan motif batik memiliki berbagai macam fungsi, salah satunya fungsi simbolik. Secara tidak langsung seseorang dapat mentransformasikan sebuah benda atau bentuk menjadi sebuah simbol (Ramadhan & Handayaningrum, 2021). Simbol tersebut menjadi sebuah makna dalam memberikan pengertian khususnya motif pada orang-orang yang merasakannya melalui penglihatan visual.

Revitalisasi Sarinah yang merepresentasikan Indonesia melalui gambaran bangunan modern dengan motif batik memberikan sebuah pujian dan kritik yang berbeda dari setiap sudut pandangnya. Pelestarian motif batik sebagai warisan budaya non benda dapat dilakukan melalui penerapannya pada elemen-elemen interior, sementara dalam praktiknya, motif-motif yang digunakan tidak sepenuhnya merepresentasikan Indonesia. Terdapat motif khas daerah yang lebih menonjol dibandingkan motif-motif daerah lainnya. Pada Gedung Sarinah, motif Jawa Tengah dan Motif Sekomandi lebih banyak penerapannya pada interior Sarinah. Sarinah yang dibangun untuk rakyat kecil dan ditujukan untuk meningkatkan ekonomi lingkungan sekitar, menjadi jauh dari tujuan untuk rakyat kecil. Visualisasi Sarinah setelah revitalisasi lebih banyak didatangi oleh masyarakat kalangan atas dan menciptakan gap tingkatan sosial.

 

BIBLIOGRAFI

 

Farida, R., Susanti, M., & Prasetya, T. (2021). The role of traditional motifs in modern interior design: A study of Indonesian batik. Journal of Cultural Studies, 9(2), 123–135.

Halawa, M., & Kholida, P. (2022). Transformasi Motif Tradisi dari Media 2D ke 3D sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Visual Lampung. Gorga : Jurnal Seni Rupa.

Kumamoto, M., Yanagida, M., & Kawahara, Y. (2023). The Key to Comfortable Space Design. The Social City, 177-191.

Kumar, R. (2014). Research Methodology, A Step by Step Guide for Beginners.

Nugroho, H., & Wicaksono, B. (2020). Integrating traditional motifs in contemporary interior design: An Indonesian perspective. International Journal of Interior Design, 15(1), 45–58.

Ramadhan, A. F., & Handayaningrum, W. (2021). Kajian Motif Benda Teknologis pada Gapura Kompleks Makam Sunan Drajat dan Candi Tegawangi. Jurnal Seni Rupa dan Desain, 185-194.

Senoprabowo, a., Laksana, D. A., & Putra, T. P. (2020). Inovasi Ornamen Masjid Agung Demak untuk Motif Batik Kontemporer Khas Demak. Jurnal Seni Rupa dan Desain Volume 23 (2).

Sugiarto, E., Husain, A. H., Syarif, M. I., Nashiroh, P. K., & Febriani, M. (2023). Between Aesthetics and Function: Transformations and Use of Batik Motifs in Urban Interiors in Indonesia. ISVS e-journal, (10)7

Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Sunaryo, A. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.

Sya’bani, M., & Iskandar, M. S. (2023). The Role of Interior Design on User Comfort in a Residence. Proceeding of International Conference on Business, Economics, Social Sciences, and Humanities.

Trihanondo, D. (2024). Gedung Sarinah sebagai Proyek Urban Branding Kekinian dari Perspektif Kuasa dan Pengetahuan. Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Budaya, 11-22.

Yusran, Y., Widisono, A., & Antariksa. (2021). Gapura, Wiwara, and Garbhagriha as a Door Concept in Sukuh Temple, Central Java – Indonesia. ISVS e-journal.

Zaim, I., Koesoemadinata, M., & Sari, S. A. (2022). Sundanese culture representation in tourism marketing: A visual content and semiotic analysis of website pictorial element. The Asian Journal of Technology Management, 224 - 234.

 

Copyright holder:

Fathimah Nur Fikriyah, Mohammad Isa Pramana Koesoemadinata, Donny Trihanondo (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: