Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
9, No. 11, November 2024
MOTIF BATIK SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA PADA REVITALISASI
INTERIOR GEDUNG SARINAH JAKARTA
Fathimah Nur Fikriyah1, Mohammad Isa Pramana
Koesoemadinata2, Donny
Trihanondo3
Universitas Telkom, Bandung,
Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1
Abstrak
Batik menjadi
salah satu motif yang digunakan dalam memaknai identitas dan nilai tradisional
yang digunakan pada interior perkotaan atau modern. Penerapan motif batik pada
interior dapat menjadi alternatif dalam melestarikan dan mempromosikan budaya
Indonesia kepada khalayak umum maupun wisatawan dari luar. Revitalisasi Gedung
Sarinah Jakarta merepresentasikan kebudayaan Indonesia dengan menerapkan
motif-motif batik khas Indonesia pada elemen interiornya. Padahal Sarinah
merupakan bangunan international style yang berkarakter modern tanpa
adanya motif atau ornamen pada arsitektur maupun interiornya. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerapan motif batik pada interior
Gedung Sarinah serta kaitannya terhadap representasi budaya pada Gedung Sarinah
dan budaya Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif secara
deskriptif dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi
literatur yang membahas mengenai motif pada interior. Motif-motif tersebut
diterapkan dengan mengangkat makna dan filosofi batik serta filosofi dari
bangunan Sarinah. Namun setelah revitalisasi, Gedung Sarinah tidak mendukung
tujuan dari pembangunan awal Sarinah yang membela rakyat kecil tanpa melihat
status sosialnya.
Kata kunci: gedung sarinah,
interior, motif batik, representasi budaya
Batik is one of the motifs used in
interpreting traditional identity and values used in urban or modern interiors.
The application of batik motifs in the interior can be an alternative in
preserving and promoting Indonesian culture to the general public and tourists
from outside. The revitalization of Sarinah Building Jakarta represents
Indonesian culture by applying Indonesian batik motifs to its interior
elements. Sarinah is an international style building with a modern character
without any motifs or ornaments in its architecture or interior. The purpose of
this research is to describe the implementation of batik motifs in the interior
of Sarinah Building and their relationship to the cultural representation of
Sarinah Building and Indonesian culture. This research uses a descriptive
qualitative approach by conducting observations, interviews, documentation, and
literature studies that discuss motifs in the interior. The motifs are applied
by lifting the meaning and philosophy of batik and the philosophy of the
Sarinah building. However, after the revitalization, Sarinah Building does not
support the purpose of the original construction of Sarinah which is standing
up for the small people regardless of their social status.
Keywords: sarinah building, interior, batik motif, cultural representation
Desain pada interior dapat digunakan
untuk menciptakan ruang yang memberikan kenyamanan dan kesan terhadap individu
Batik menjadi salah satu motif yang
digunakan dalam memaknai identitas dan nilai tradisional yang digunakan pada
interior perkotaan atau modern. Motif batik juga ditemukan dan telah
diidentifikasi pada relief candi di Jawa Timur sejak periode Hindu-Buddha
Gedung Sarinah Jakarta pasca
revitalisasi menjadi salah satu bangunan modern bergaya international style
dengan status sebagai bangunan cagar budaya yang menerapkan berbagai macam
motif pada elemen arsitektur dan juga interiornya. Tujuan dari revitalisasi
Gedung Sarinah yaitu untuk mengembalikan bentuk awal Gedung Sarinah dengan
mempertahankan warisan-warisan yang ada. Selain itu, juga mempertahankan
eksistensi dari Gedung Sarinah yang menjanjikan untuk pertumbuhan bisnis retail
yang berkelanjutan
Motif Batik pada interior Sarinah
menjadi salah satu ciri khas dari Gedung Sarinah pasca revitalisasi. Namun,
penggunaan motif batik ini hanya menampilkan beberapa motif dari banyaknya suku
di Indonesia. Padahal Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan memiliki
banyak motif batik khas daerah. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan bagi suku
yang lain yang sebaiknya dihindari karena motif menjadi bentuk apropriasi
budaya. Selain itu, penggunaan motif tradisional tidak sesuai dengan gaya
international style yang memiliki ciri sederhana tanpa ornamen atau motif
Penelitian sebelumnya menunjukkan
pentingnya motif sebagai elemen desain interior yang mampu merepresentasikan
identitas budaya. Penelitian oleh Farida et al. (2021) membahas bagaimana motif
tradisional, termasuk batik, menjadi sarana untuk mempertahankan nilai-nilai
tradisional dalam desain interior modern. Penelitian ini menyoroti bahwa motif
dapat memberikan identitas unik pada ruang sambil mempromosikan kekayaan budaya
kepada khalayak global. Selain itu, studi oleh Nugroho dan Wicaksono (2020)
menekankan bahwa penerapan motif tradisional pada elemen interior bangunan modern
dapat meningkatkan kesadaran budaya sekaligus memperkaya nilai estetika ruang
tersebut. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa motif tradisional seperti
batik tidak hanya memiliki nilai dekoratif tetapi juga dapat menjadi media
penting dalam pelestarian budaya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan
penerapan motif batik pada interior Gedung Sarinah serta kaitannya terhadap
representasi budaya pada Gedung Sarinah dan budaya Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
secara deskriptif untuk menjelaskan penerapan motif batik pada interior Gedung
Sarinah. Penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi sifat dari objek,
dengan kata lain untuk mencari variasi atau keberagaman dalam suatu fenomena,
isu atau permasalahan dan sikap terhadap suatu fenomena, isu atau permasalahan
yang ada
Hasil
dan Pembahasan
Motif
pada budaya Indonesia selalu memiliki makna dan fungsi tertentu sesuai dengan
penerapannya. Fungsi utama dari pengertian motif itu sendiri yaitu untuk
memperindah sebuah benda atau sebuah objek. Penambahan motif tersebut
memberikan penampilan lebih menarik sehingga membuat objek tersebut menjadi
lebih bernilai. Fungsi-fungsi motif dapat disederhanakan menjadi fungsi
estetik, fungsi utilitarian, fungsi individu, dan fungsi sosial. Fungsi
tertinggi dari sebuah motif yaitu fungsi spiritual dan fungsi simbolik yang
menunjukkan tanggapan emosional dan status sosial dari suatu objek
Di
era perkembangan teknologi dan budaya sekarang, penerapan motif pada interior
menjadi salah satu kombinasi yang dapat memberikan inovasi serta dapat
memperkenalkan suatu budaya dari masyarakat setempat. Indonesia mempunyai
beraneka ragam bentuk motif yang memiliki ciri khas masing-masing dari setiap
daerah. Salah satu penerapan motif yang digunakan pada interior di Indonesia
yaitu motif batik.
Hasil
dari observasi ditemukan total sepuluh jenis motif yang berasal dari tujuh
provinsi berbeda di Indonesia. Motif tersebut di antaranya yaitu: 1) Motif Karawang Tegak, 2) Motif Mahkota Siger, 3)
Motif Kawung, 4) Motif Parang, 5) Motif Sidomulyo, 6) Motif Sidomukti, 7)Motif
Endek Bali, 8) Motif Tenun Bima, 9) Motif Utang Mendeng, dan 10) Motif
Sekomandi.
Tabel 1. Letak Penerapan dan
Material Motif Batik pada Interior Sarinah
No. |
Motif
Batik |
Letak
Penerapan |
Material |
1 |
Motif
Karawang Tegak |
•
Plafon |
•
Anyaman Rotan Sintetis |
2 |
Motif
Mahkota Siger |
•
Dinding |
•
Anyaman Rotan Sintetis |
3 |
Motif
Kawung |
•
Dinding |
•
Kuningan •
Roster |
4 |
Motif
Parang |
•
Dinding •
Signage |
•
Sanblasting •
Kuningan •
Kayu |
5 |
Motif
Sidomulyo |
•
Plafon |
•
Anyaman Rotan Sintetis |
6 |
Motif
Sidomukti |
•
Plafon •
Pembatas Koridor (Partisi) |
•
Kayu |
7 |
Endek Bali |
•
Dinding •
Meja Kasir |
•
Beton |
8 |
Motif
Tenun Bima |
•
Dinding |
•
Anyaman Rotan Sintetis |
9 |
Utang
Mendeng |
•
Meja Display |
•
Kayu |
10 |
Sekomandi |
•
Dinding •
Plafon •
Partisi •
Lemari |
•
Anyaman Rotan Sintetis •
Besi |
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Motif
tersebut merupakan motif dari batik atau tenun yang memiliki karakteristik
sesuai dengan daerahnya. Batik dan tenun merupakan warisan budaya tak benda dan
salah satu seni tradisional yang berasal dari Indonesia. Keduanya memiliki pola
dan motif yang rumit sehingga memiliki cerita, makna budaya dan simbol yang
menjadi karakteristiknya. Pada interior urban, motif batik dan tenun memiliki
peran penting karena dianggap sebagai warisan budaya dengan berbagai aplikasi
dalam dekorasi interior. Selain itu, pengembangan teknik penerapan motif batik
dan tenun pada interior memiliki karakter tersendiri secara inovatif sehingga
memberikan evolusi terhadap bentuk seni tradisional
Motif
batik tersebut diterapkan di area-area yang menjadi tempat interaksi antar
pengunjung dengan pengunjung lainnya maupun dengan pekerja Sarinah. Area
tersebut yaitu area atrium, area information center, area masuk retail, area
retail, area display produk, area lift, dan area kasir. Area atrium
merupakan area utama dari sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi center
dan berfungsi sebagai panggung utama dalam kegiatan-kegiatan entertainmen di
Sarinah. Pada area ini diterapkan motif Sidomukti yang merupakan motif dari
batik sidomukti yang berasal dari Jawa Tengah.
Gambar 1. Motif Sidomukti pada Area
Atrium Sarinah (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024)
Motif
ini memiliki makna sebagai kebahagiaan atau kecukupan yang dapat dimaksudkan
untuk memberikan kebahagiaan dan kebaikan kepada penggunanya. Sehingga
penempatan motif Sidomukti pada area Atrium sesuai dengan filosofi dari motif
batik terebut yakni memberikan kebahagiaan dan kebaikan pada pengunjung yang
hadir di atrium Sarinah. Penerapan motif tersebut diaplikasikan pada plafon dan
pembatas koridor yang menggunakan material kayu. Penerapan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 1.
Pada area information center, terdapat satu motif
yang diterapkan yaitu motif tenun bima yang berasal dari Nusa Tenggara Barat.
Motif ini diadopsi dari tenun bima yang dipengaruhi oleh budaya Islam dengan
melambangkan sifat-sifat Tuhan yang harus diteladani dan dijadikan pedoman oleh
manusia. Sehingga penerapan dari motif tenun ini sesuai dengan area information
center yang memiliki fungsi untuk menjadi area informasi utama di Sarinah. Pengunjung
dapat mengetahui informasi-informasi Sarinah melalui area tersebut. Motif ini
diaplikasikan pada dinding dengan menggunakan material anyaman rotan sintetis
(Gambar 2).
Gambar 2. Motif Tenun Bima pada
Area Information Center Sarinah (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024)
Kemudian pada area masuk retail, dapat
ditemukan berbagai macam motif batik yaitu motif Karawang tegak, Motif mahkota
Siger, Motif Sidomulyo, dan Motif Sekomandi. Motif Karawang Tegak berasal dari
Aceh, melambangkan sosok yang memiliki kesadaran yang kuat akan Tuhan. Sehingga
penggunaan batik ini diharapkan dapat menunjukkan pesona yang religius dan
memiliki kemurnian hati serta pikiran. Motif Mahkota Siger merupakan motif yang
berasal dari Lampung dan menjadi simbol feminitas, kekuatan, dan keanggunan
seorang wanita karena motif tersebut berasal dari siger, yang merupakan mahkota
bagi wanita bangsawan Lampung. Sementara batik Sidomulyo merupakan motif klasik
berasal dari Jawa Tengah yang khusus dipergunakan untuk pakaian pernikahan
mempelai wanita. Motif ini melambangkan harapan agar penggunanya mendapat
kemuliaan, keharmonisan, dan status sosial yang dihormati. Dan motif terakhir
yang ada pada area masuk retail yaitu motif Sekomandi yang merupakan motif dari
kain tenun Suku Mandar, Sulawesi Barat. Motif tersebut memiliki makna persatuan
abadi yang merujuk pada ungkapan “sampai maut memisahkan kita”. Motif-motif ini
dipertemukan pada area masuk retail untuk menangkap keberagaman yang di satukan
dengan kemurnian hati, kekuatan dan keanggunan, kemuliaan dan keharmonisan,
serta persatuan abadi. Hal ini untuk menyambut pengunjung serta meningkatkan
suasana retail ketika pengunjung melakukan aktivitas belanja atau melihat-lihat
produk-produk di Sarinah.
Gambar 3. Motif Karawang Tegak,
Motif Mahkota Siger, Motif Sidomulyo, & Motif Sekomandi pada Area Masuk Retail
(Sumber: Dokumentasi Biroe Architecture, 2022)
Kemudian pada area retail terdapat
motif Kawung dan motif Parang yang berasal dari Jawa Tengah. Motif Kawung
diciptakan oleh Agung Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram sebagai hadiah bagi
putranya ketika ia turun tahta dan menobatkan putranya tersebut. Motif ini
mengandung harapan agar sang penggunanya tumbuh menjadi manusia yang hebat dan
berguna di masyarakat. Kemudian motif Parang yang berbentuk saling
berkesinambungan menggambarkan jalinan hidup yang tidak pernah putus sehingga
selalu berusaha untuk memperbaiki diri serta memperjuangkan kesejahteraan. Penerapan
motif kawung dan motif parang menggunakan material kuningan yang dicetak sesuai
dengan pola. Pada dasarnya, motif ini merupakan motif bangsawan yang tidak
dapat digunakan dengan asal. Motif-motif tersebut hanya dapat digunakan pada
tempat-tempat eksklusif seperti ruang-ruang privat sehingga penerapan motif ini
pada area retail kurang sesuai. Penerapan motif Kawung dan Motif Parang dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Motif Kawung dan Motif
Parang pada Area Retail (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2024)
Pada area display produk,
ditemukan furnitur yang menggunakan motif Utang Mendeng dan motif Sekomandi. Utang
Mendeng merupakan motif yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Motif ini
merupakan motif yang berasal dari kain tenun khas Kabupaten Sikka yang khusus
digunakan oleh perempuan. Motif ini memiliki makna bermutu dengan nilai
spiritual yang tinggi. Sesuai dengan fungsinya sebagai display yang
menampilkan produk-produk UMKM yang memiliki mutu serta nilai yang tinggi.
Penerapan motif Utang Mendeng diaplikasikan pada kayu yang diukir sehingga
memunculkan motif batik dari motif Utang Mendeng (Gambar 5). Sementara
penerapan motif Sekomandi, menggunakan material besi yang menjadi ukiran tralis
pada meja display (Gambar 5).
Gambar 5. Motif Utang Mendeng pada
Meja Display (Sumber: Dokumentasi Biroe Architecture, 2022)
Gambar 6. Motif Sekomandi pada Lemari
Display (Sumber: Dokumentasi Biroe Architecture, 2022)
Pada area lift dan area kasir
ditemukan motif Endek Bali yang merupakan motif asal Bali. Motif ini berasal
dari bahasa bali yang berarti “gendekan” atau “ngendek” yang berarti diam atau
tetap dan tidak berubah. Motif ini diterapkan pada dinding dengan menggunakan
material beton yang di grafir secara berulang. Seperti area lift yang tidak
akan berubah, serta area kasir yang tetap penempatan motif Endek Bali sudah
sesuai melalui fungsinya. Penerapan motif-motif batik pada interior Sarinah
hanya menggunakan warna asli dari material yang digunakan. Hal ini mengandung
prinsip gaya modern yang hanya menggunakan warna-warna monokrom dan ekspos
material khas industrial sehingga tidak menampilkan kesan berlebihan pada
dekorasi interior.
Bangunan Sarinah yang merupakan
bangunan bergaya modern yang dipadukan dengan motif-motif batik,
merepresentasikan Indonesia yang merupakan negara modern, namun tetap melestarikan
budaya-budaya yang ada di Indonesia. Pemilihan motif batik tersebut juga
didasari pada motif-motif yang berbentuk geometris sehingga mendukung gaya
modern yang menampilkan garis horizontal serta garis vertikal yang lugas.
Namun, dalam penerapan motif Karawang Tegak serta motif Sidomulyo sulit
diidentifikasi karena memiliki transformasi bentuk yang berbeda. Selain itu
keduanya memiliki bentuk dinamis sehingga ketika diaplikasikan pada anyaman
rotan sintetis terlihat tidak sempurna.
Tabel 2. Identifikasi Asal Daerah
Motif Batik pada Interior Sarinah
No. |
Asal Daerah |
Motif Batik |
1 |
Aceh |
• Motif Karawang Tegak |
2 |
Lampung |
• Motif Mahkota Siger |
3 |
Jawa Tengah |
• Motif Kawung • Motif Parang • Motif Sidomulyo • Motif Sidomukti |
4 |
Bali |
• Endek Bali |
5 |
Nusa Tenggara Barat |
• Motif Tenun Bima |
6 |
Nusa Tenggara Timur |
• Utang Mendeng |
7 |
Sulawesi Barat |
• Sekomandi |
(Sumber: Dokumentasi
Pribadi)
Jika dipandang melalui identifikasi
asal daerah motif batik yang dijelaskan pada tabel 2, motif batik yang
digunakan hanya motif-motif perwakilan setiap provinsi serta tidak adanya
provinsi dari pulau Kalimantan, Maluku, dan Papua. Walaupun tidak semua suku
memiliki motif batik, namun setiap pulau memiliki motif-motif khas yang dapat
di aplikasikan. Pulau Kalimantan yang identik dengan suku dayak memiliki banyak
motif kain tenun yang memiliki motif Bayam Raja dan Batik Shaho. Pulau Maluku
yang memiliki motif Pattimura, motif Tifa Totobuang, dan motif Burung Bidadari.
Kemudian Pulau Papua yang memiliki motif Ukir Setani dan motif Asmat Papua.
Provinsi Banten, Jakarta dan Jawa Barat yang menjadi area terdekat dari tempat
Sarinah didirikan juga tidak ditampilkan motif batiknya padahal Jawa Barat
memiliki banyak motif batik yang khas.
Representasi Sarinah tidak jauh
dari sosok perempuan dan Indonesia. Kemudian setelah revitalisasi, representasi
dari Sarinah bertambah menjadi motif tradisional dan produk lokal. Simbol dan
makna Sarinah sebagai sosok wanita Indonesia, digambarkan dalam penggunaan
motif Mahkota Siger, motif Utang Mendeng, dan motif Sidomulyo yang merupakan
motif batik dan tenun yang digunakan pada pakaian perempuan. Kemudian,
visualisasi dari Revitalisasi Sarinah memberikan kesan megah dan mewah yang
jauh dari sosok bangunan awal Sarinah yang menjunjung rakyat kecil dalam
memberikan kesejahteraan untuk kehidupannya. Sesuai dengan tujuan Presiden
Sukarno dalam mendirikan Sarinah sebagai pusat perbelanjaan pertama di
Indonesia.
Kesimpulan
Penggunaan motif batik pada interior
sering menjadi kritis terhadap desainer khususnya arsitek dan desainer
interior. Motif batik hanya menjadi estetika dan tidak bisa menjadi struktur
dalam elemen bangunan maupun elemen interior. Namun dalam masyarakat urban,
penerapan motif batik memiliki berbagai macam fungsi, salah satunya fungsi
simbolik. Secara tidak langsung seseorang dapat mentransformasikan sebuah benda
atau bentuk menjadi sebuah simbol
Revitalisasi Sarinah yang
merepresentasikan Indonesia melalui gambaran bangunan modern dengan motif batik
memberikan sebuah pujian dan kritik yang berbeda dari setiap sudut pandangnya. Pelestarian
motif batik sebagai warisan budaya non benda dapat dilakukan melalui
penerapannya pada elemen-elemen interior, sementara dalam praktiknya,
motif-motif yang digunakan tidak sepenuhnya merepresentasikan Indonesia.
Terdapat motif khas daerah yang lebih menonjol dibandingkan motif-motif daerah
lainnya. Pada Gedung Sarinah, motif Jawa Tengah dan Motif Sekomandi lebih
banyak penerapannya pada interior Sarinah. Sarinah yang dibangun untuk rakyat
kecil dan ditujukan untuk meningkatkan ekonomi lingkungan sekitar, menjadi jauh
dari tujuan untuk rakyat kecil. Visualisasi Sarinah setelah revitalisasi lebih
banyak didatangi oleh masyarakat kalangan atas dan menciptakan gap tingkatan
sosial.
BIBLIOGRAFI
Farida,
R., Susanti, M., & Prasetya, T. (2021). The role of traditional motifs in
modern interior design: A study of Indonesian batik. Journal of Cultural
Studies, 9(2), 123–135.
Halawa, M.,
& Kholida, P. (2022). Transformasi Motif Tradisi dari Media 2D ke 3D
sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Visual Lampung. Gorga : Jurnal Seni Rupa.
Kumamoto, M.,
Yanagida, M., & Kawahara, Y. (2023). The Key to Comfortable Space Design.
The Social City, 177-191.
Kumar, R.
(2014). Research Methodology, A Step by Step Guide for Beginners.
Nugroho, H., & Wicaksono, B. (2020). Integrating
traditional motifs in contemporary interior design: An Indonesian
perspective. International Journal of Interior Design, 15(1), 45–58.
Ramadhan, A. F.,
& Handayaningrum, W. (2021). Kajian Motif Benda Teknologis pada Gapura
Kompleks Makam Sunan Drajat dan Candi Tegawangi. Jurnal Seni Rupa dan Desain,
185-194.
Senoprabowo, a.,
Laksana, D. A., & Putra, T. P. (2020). Inovasi Ornamen Masjid Agung Demak
untuk Motif Batik Kontemporer Khas Demak. Jurnal Seni Rupa dan Desain Volume
23 (2).
Sugiarto, E.,
Husain, A. H., Syarif, M. I., Nashiroh, P. K., & Febriani, M. (2023).
Between Aesthetics and Function: Transformations and Use of Batik Motifs in
Urban Interiors in Indonesia. ISVS e-journal, (10)7
Sugiyono, D.
(2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
R&D. Alfabeta.
Sunaryo, A.
(2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.
Sya’bani, M.,
& Iskandar, M. S. (2023). The Role of Interior Design on User Comfort in
a Residence. Proceeding of International Conference on Business, Economics,
Social Sciences, and Humanities.
Trihanondo, D.
(2024). Gedung Sarinah sebagai Proyek Urban Branding Kekinian dari Perspektif
Kuasa dan Pengetahuan. Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Budaya, 11-22.
Yusran, Y.,
Widisono, A., & Antariksa. (2021). Gapura, Wiwara, and Garbhagriha as a
Door Concept in Sukuh Temple, Central Java – Indonesia. ISVS e-journal.
Zaim, I.,
Koesoemadinata, M., & Sari, S. A. (2022). Sundanese culture
representation in tourism marketing: A visual content and semiotic analysis
of website pictorial element. The Asian Journal of Technology Management, 224
- 234.
Copyright holder: Fathimah Nur Fikriyah, Mohammad Isa Pramana Koesoemadinata, Donny Trihanondo (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |