Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
10, Oktober 2024
PENGARUH
CUSTOMER SOCIAL VALUE, CUSTOMER EMOTIONAL VALUE, CUSTOMER EXPECTATIONS,
PERCEIVED QUALITY DAN SERVICE QUALITY TERHADAP CUSTOMER LOYALTY DREEZEL COFFEE
BANDUNG
Affan Gaffar, Eko Sakapurnama
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh kualitas layanan, nilai sosial, nilai emosional, harapan,
dan kualitas yang dirasakan terhadap nilai yang dirasakan, kepuasan pelanggan,
dan loyalitas pelanggan di Dreezel Coffee, Bandung. Menggunakan pendekatan
kuantitatif, penelitian ini melibatkan 100 responden yang dipilih melalui
teknik purposive dan cluster sampling. Data primer dikumpulkan menggunakan
kuesioner, sementara data sekunder diperoleh dari literatur dan penelitian
sebelumnya. Analisis data dilakukan menggunakan teknik statistik deskriptif dan
evaluasi model pengukuran melalui validitas dan reliabilitas konstruk. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh signifikan
terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Nilai sosial dan nilai
emosional pelanggan juga berpengaruh positif terhadap nilai yang dirasakan.
Harapan pelanggan dan kualitas yang dirasakan memiliki korelasi positif dengan
nilai yang dirasakan dan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan secara signifikan
mempengaruhi loyalitas pelanggan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
faktor-faktor seperti kualitas layanan, nilai sosial, dan nilai emosional
memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa Dreezel Coffee perlu terus
meningkatkan kualitas layanan dan menciptakan nilai emosional serta sosial yang
positif untuk mempertahankan dan meningkatkan loyalitas pelanggan.
Kata Kunci: kualitas layanan, nilai sosial, nilai
emosional, harapan pelanggan, kualitas yang dirasakan, nilai yang dirasakan,
kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, coffee shop.
Abstract
This
study aims to analyze the influence of service quality, social value, emotional
value, customer expectations, and perceived quality on perceived value,
customer satisfaction, and customer loyalty at Dreezel Coffee in Bandung. Using
a quantitative approach, this study involved 100 respondents selected through
purposive and cluster sampling techniques. Primary data were collected using
questionnaires, while secondary data were obtained from existing literature and
previous research. Data analysis was conducted using descriptive statistical
techniques and measurement model evaluation through construct validity and
reliability. The results indicate that service quality significantly affects
customer satisfaction and customer loyalty. Social value and emotional value of
customers also have a positive impact on perceived value. Customer expectations
and perceived quality are positively correlated with perceived value and
customer satisfaction. Customer satisfaction significantly influences customer
loyalty. The conclusion of this study is that factors such as service quality,
social value, and emotional value play crucial roles in shaping customer
satisfaction and loyalty. The implications of this study are that Dreezel
Coffee needs to continuously improve service quality and create positive
emotional and social value to maintain and enhance customer loyalty.
Keywords: service quality,
social value, emotional value, customer expectations, perceived quality,
perceived value, customer satisfaction, customer loyalty, coffee shop.
Perkembangan
dunia bisnis di berbagai negara mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kebutuhan
konsumen yang semakin beragam saat ini menjadi salah satu faktor berkembangnya
dunia bisnis. Faktor tersebut kemudian memberikan peluang yang cukup besar bagi
pelaku bisnis baru maupun pelaku binsis lama. Dalam memanfaatkan peluang yang
cukup besar, pelaku bisnis diharapkan lebih inovatif guna memenuhi kebutuhan
konsumen yang lebih beragam. Pesatnya perkembangan yang terjadi dalam bisnis
tersebut kemudian menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia.
Berkembangnya
dunia bisnis, pemerintah Indonesia saat ini bergerak dalam berbagai macam
sektor industri. Salah satu yang menjadi
fokus utama pemerintah Indonesia adalah sektor industri makanan dan minuman.
Pelaku bisnis industri makanan dan minuman kemudian terus berinovasi guna
memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam. Inovasi yang saat ini sedang menjadi
topik pembicaraan hangat di kalangan pelaku bisnis adalah Coffee shop.
Coffee
shop merupakan tempat yang menyediakan berbagai macam kopi,
minuman non alkohol lainnya, dan makanan ringan yang dibuat dalam suasana
santai dan nyaman dengan desain interior yang khas. Toffin Indonesia melakukan
survey pada tahun 2020 yang menyatakan bahwa jumlah coffee shop dengan brand name di Indonesia telah
mencapai 2.937 gerai, dan nilai pasar mencapai Rp 4,8 triliun. Tingkat konsumsi
produk kopi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Volume
penjualan produk kopi “ready to drink”
(RTD) pada tahun 2018 meningkat menjadi 120 juta liter. Peningkatan sebesar
13,9% juga terjadi pada konsumsi produk kopi pada tahun 2019/2020.
Coffee
shop merupakan sektor industri makanan dan minuman massal yang
termasuk ke dalam kategori bernilai niaga (diperdagangkan) atau dengan kata
lain komersial. Ayuningtyas (2022) mengatakan bahwa saat ini coffee shop
telah banyak berdiri di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, dan kota
besar lainnya di Indonesia. Bagi pelaku bisnis di Bandung, coffee shop
memiliki pertumbuhan yang cukup signifikan dengan target konsumen yang
mayoritasnya adalah mahasiswa. “Coffee shop menjadi daya tarik karena tidak
hanya menyajikan berbagai jenis kopi dan makanan saja. Faktor lain yang sangat
memengaruhi konsumen untuk datang ke coffee shop adalah suasana nyaman
dan harga yang terjangkau di kalangan mahasiswa” (Pesoa et al., 2020). Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran vital dalam perekonomian
global karena kontribusinya yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
penciptaan lapangan kerja, dan pemerataan distribusi pendapatan. UMKM sering
kali menjadi pilar ekonomi lokal dengan memberdayakan masyarakat, mendorong
inovasi, serta meningkatkan daya saing di pasar global melalui produk dan
layanan yang unik. Keberadaan UMKM tidak hanya memperkuat ketahanan ekonomi
suatu negara tetapi juga mencerminkan keanekaragaman dan kekuatan ekonomi dari
berbagai sektor industri yang berbeda.
UMKM
di Jawa Barat memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi regional,
mengingat provinsi ini dikenal sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Dengan keragaman sektor industri yang luas, UMKM di Jawa Barat tidak
hanya mencakup produksi tradisional seperti kerajinan tangan dan tekstil,
tetapi juga meliputi sektor teknologi dan kreatif yang semakin berkembang.
Dukungan dari pemerintah daerah serta inisiatif dari berbagai lembaga dan
komunitas pengusaha lokal turut mendorong UMKM untuk terus berinovasi,
memperluas pasar, dan meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Sebagai
hasilnya, UMKM di Jawa Barat tidak hanya berkontribusi signifikan terhadap
perekonomian regional tetapi juga menjadi penopang utama dalam pembangunan
sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
UMKM
dan industri kreatif memiliki hubungan simbiotik yang kuat, terutama di Jawa
Barat di mana kreativitas dan inovasi menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi lokal. UMKM sering kali menjadi basis bagi pelaku industri kreatif
untuk mengembangkan produk-produk unik yang tidak hanya memadukan keahlian
tradisional dengan desain kontemporer, tetapi juga mengambil inspirasi dari
kekayaan budaya daerah. Sebaliknya, industri kreatif memberikan nilai tambah
bagi UMKM dengan membantu meningkatkan citra merek, daya tarik pasar, dan
meningkatkan daya saing di tingkat regional maupun global. Sinergi antara
keduanya tidak hanya menghasilkan ekonomi yang berkelanjutan tetapi juga
memperkaya identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat
setempat.
Industri
kreatif di Jawa Barat memiliki peran yang sangat penting dalam mengubah wajah ekonomi
daerah tersebut. Jawa Barat dikenal sebagai salah satu pusat kreativitas di
Indonesia, yang mencakup berbagai sektor seperti fashion, seni rupa, desain, kuliner, dan teknologi informasi. Para
pelaku UMKM di sektor ini tidak hanya menghasilkan produk yang unik dan
berkualitas tinggi, tetapi juga mampu memanfaatkan warisan budaya dan kearifan
lokal untuk memperkaya karya mereka.
Dukungan
yang kuat dari pemerintah daerah, lembaga pendukung UMKM, dan komunitas kreatif
telah membantu mengembangkan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan industri
kreatif di Jawa Barat. Melalui berbagai program pelatihan, akses ke pasar, dan
promosi produk lokal, UMKM dan pelaku industri kreatif dapat meningkatkan daya
saing mereka baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, sinergi
antara UMKM dan industri kreatif juga mendorong penciptaan lapangan kerja,
mengangkat martabat pekerja seni dan pengrajin, serta memperkuat identitas
budaya yang khas bagi Jawa Barat.
Membuka coffee shop adalah salah satu peluang
wirausaha paling populer di Indonesia. “Popularitasnya melambung tinggi, karena banyak pengusaha
mencoba membuka coffee shop mereka sendiri”. Namun, salah satu kendala utama dalam mengelola coffee
shop adalah tingginya tingkat kegagalan. Salah satu alasan mengapa banyak
pelaku bisnis yang tidak bertahan dalam jangka panjang
adalah sulitnya membedakan hubungan konsumen-bisnis.
Coffee shop lokal di
Indonesia bisa mengalami penurunan penjualan karena banyaknya pesaing.
Kondisi persaingan industri coffee shop di
Indonesia menyebabkan semua coffee shop bermerek mencari strategi
inovatif untuk membedakan diri dari merek lain. Sebagian besar bisnis coffee shop mencoba
memberikan tingkat pengalaman yang kuat kepada konsumen mereka
Keberhasilan
pemasaran industri coffee shop sangat dipengaruhi oleh faktor kepuasan
dan loyalitas konsumen. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor yang memengaruhi kepuasan
dan loyalitas konsumen terhadap merek coffee shop. Song
Penelitian Nadiri
Salah
satu coffee shop yang terletak di
Kota Bandung ada Dreezel Coffee yang mulai berdiri pada tahun 2015. Nama
Dreezel sendiri dari ‘Dre’ yang merupakan potongan nama dari sang owner yang bernama Andre Muhammad
Zhafiri dan ‘ezel’ dari potongan kata pretzel yang merupakan sebuah jenis kue
yang berasal dari Eropa. Selain itu kata Dreezel juga memiliki arti dalam
Bahasa India yaitu “yang bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa dari hasil
pertanian”. Selain menawarkan produk kopi, Dreezel Coffee juga menyediakan
berbagai macam makanan ringan hingga makanan berat, salah satunya adalah
pretzel. Menurut owner Dreezel
Coffee, pada tahun 2015 Dreezel Coffee merupakan satu dari sedikit coffee shop yang memperkenalkan varian
kopi dengan pembuatan manual brew yang
pada saat itu baru masuk di Indonesia.
Dreezel
Coffee memiliki visi yaitu “Coffee and
Social at Dreezel Coffee” yang memiliki arti bahwa Dreezel Coffee merupakan
sebuah tempat untuk masyarakat kalangan muda untuk bersosialisasi mengembangkan
minat dan bakat dengan nyaman. Kemudian owner
mengemukakan misi Dreezel Coffe yaitu “Meningkatkan loyalitas customer guna
meningkatkan penjualan”. Visi dan misi owner
tersebut kemudian menjadi harapan agar Dreezel Coffee dapat merambah hingga
kota-kota besar di Indonesia. Sampai dengan tahun 2024, Dreezel Coffee sudah
memiliki empat cabang kedai yang masih aktif di wilayah Kota Bandung dan
Kabupaten Bandung. Dreezel Coffee juga sempat merambah ke daerah DKI Jakarta
pada tahun 2019 dan membuka cabangnya di daerah Gelora Bung Karno (GBK)
Senayan, Jakarta. Namun Dreezel Coffee cabang Senayan tersebut tutup pada tahun
2021.
Masyarakat
di Kota Bandung khususnya kalangan muda yang menjadi target utama pemasaran
Dreezel Coffee sudah menjadikan Cold Brew
White sebagai menu favorit. Dengan kisaran harga menu Rp15.000 sampai
dengan Rp30.000, Dreezel Coffee menginginkan tempatnya menjadi ‘rumah’ untuk
kalangan muda yang menyukai kopi dan ingin bersosialisasi dengan cukup hanya
mengeluarkan biaya yang relatif murah. Keunikan yang dimiliki oleh Dreezel
Coffee yang jarang dimiliki oleh coffee
shop lain adalah service dan hospitality. Salah satu langkah yang
dilakukan owner Dreezel Coffee untuk
menciptakan kepuasan dan loyalitas konsumennya adalah meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap konsumen melalui sosok barista. Barista di Dreezel Coffee
telah dilatih untuk memberikan service (pelayanan)
yang luar biasa kepada pelanggan.
Tugas
barista tidak hanya meracik dan menyajikan kopi untuk konsumen, seorang barista
juga merupakan ujung tombak dari berjalannya sebuah coffee shop, dengan kata lain seorang barista dituntut untuk mampu
menanamkan citra positif serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
dengan konsumen. Komunikasi merupakan jembatan antara barista dengan konsumen
untuk melakukan sebuah interaksi
Service merupakan ‘senjata’
utama dari Dreezel Coffee selain produk dan tempatnya. service quality (kualitas pelayanan) merujuk pada usaha memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan dengan tepat, serta konsistensi dalam memenuhi
ekspektasi mereka
Menurut
Kotler dan Keller (2016) melahirkan hubungan yang erat serta kuat dengan
konsumen adalah impian dari seluruh pelaku bisnis, hal tersebut kerap menjadi
kunci kesuksesan pemasaran dalam kurun waktu yang panjang. Keberhasilan dalam
memberikan kepuasan pelanggan dalam jangka panjang tentunya juga berkaitan
dengan menjaga pelanggan untuk tetap loyal terhadap suatu brand (merek). Seperti yang dijabarkan oleh Tjiptono (2015),
Pelanggan yang setia pada suatu brand
biasanya memiliki keterikatan yang kuat dengan sebuah brand tersebut dan cenderung memilih untuk membeli produk dari brand tersebut lagi, meskipun ada banyak
pilihan merek lain yang tersedia.
Kualitas
layanan memegang peranan penting dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan serta
citra sebuah perusahaan. Sebuah layanan yang berkualitas tidak hanya memenuhi
harapan pelanggan tetapi juga mampu melebihi ekspektasi mereka, menciptakan
pengalaman positif yang dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan membangun
reputasi yang baik bagi perusahaan. Oleh karena itu, investasi dalam
meningkatkan kualitas layanan tidak hanya berdampak pada kepuasan pelanggan
saat ini tetapi juga berpotensi untuk memenangkan persaingan di pasar yang
semakin kompetitif dengan membangun hubungan jangka panjang yang kuat dengan
pelanggan.
Dreezel
Coffee bisa menjadi studi kasus yang menarik dalam memahami bagaimana sebuah
usaha kecil membangun dan memelihara hubungan dengan pelanggan mereka.
Penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang praktik terbaik dalam
meningkatkan loyalitas pelanggan melalui pelayanan yang berkualitas dan
interaksi sosial yang baik. Dreezel Coffee menawarkan berbagai jenis layanan
kepada pelanggan, mulai dari kualitas kopi yang disajikan, kecepatan pelayanan,
hingga interaksi dengan pelanggan. Hal ini berkaitan dengan variabel yang akan
diteliti yaitu service quality dan customer loyalty. Kemudian, interaksi
pelanggan pada lingkungan sosial di Dreezel Coffee dapat menghubungkan
pelanggan dan juga memperluas jaringan sosial pelanggan serta meningkatkan rasa
kepemilikian yang berhubungan dengan loyalitas pelanggan. Selain itu Dreezel
Coffee memiliki inisiatif yang kuat dalam membangun komunitas pelanggan.
Inisiatif ini sejalan dengan keinginan pihak manajemen Dreezel Coffee yang
ingin menjadikan Dreezel Coffee sebagai tempat untuk bersosialisasi dengan
menciptakan lingkungan sosial yang ramah dan menarik, di mana pelanggan dapat
merasa diterima dan terhubung secara sosial. Hal ini berkaitan dengan variabel
yang akan diteliti yaitu customer social
value dan customer emotional value.
Dreezel
Coffee memahami bagaimana pelanggan mereka menilai kualitas produk, terutama
kualitas kopi yang disajikan. Penelitian ini dapat mengungkap faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi kualitas, seperti varietas kopi, metode pembuatan,
dan konsistensi rasa. Melalui analisis ini diharapkan elemen-elemen yang
berkontribusi terhadap loyalitas pelanggan mereka dalam hal kualitas produk dan
juga dari persepsi harga sehingga membantu dalam memahami apakah harga yang
dikenakan oleh Dreezel Coffee sepadan dengan nilai yang diterima pelanggan. Ini
melibatkan penelitian tentang bagaimana pelanggan menilai harga produk mereka
dalam konteks kualitas, layanan, dan pengalaman yang diberikan untuk
meningkatkan daya tarik dan kepuasan pelanggan. Hal ini sejalan dengan variabel
yang akan diteliti yaitu perceived
quality dan perceived value.
Dengan
demikian, penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
memperdalam pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai sosial dan pelayanan
berkualitas dapat mempengaruhi interaksi pelanggan dan keberhasilan bisnis
lokal dalam industri coffee shop.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis variabel-variabel yang memengaruhi customer loyalty pada Dreezel Coffee dengan turunan tujuan penelitian sebagai
berikut:
1)
Menganalisis pengaruh service
quality terhadap customer
satisfaction pada Dreezel Coffee.
2)
Menganalisis pengaruh service
quality terhadap customer
loyalty pada Dreezel Coffee.
3)
Menganalisis pengaruh customer
social value terhadap perceived
value pada Dreezel Coffee.
4)
Menganalisis pengaruh customer
emotional value terhadap perceived
value pada Dreezel Coffee.
5)
Menganalisis pengaruh customer
expectations terhadap perceived
value pada Dreezel Coffee.
6)
Menganalisis pengaruh perceived
quality terhadap perceived
value pada Dreezel Coffee.
7)
Menganalisis pengaruh perceived
value terhadap customer
satisfaction pada Dreezel Coffee.
8)
Menganalisis pengaruh customer
satisfaction terhadap customer
loyalty pada Dreezel Coffee.
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif
Analisis data dilakukan menggunakan teknik statistik deskriptif untuk
memberikan gambaran tentang kecenderungan jawaban responden terkait variabel
penelitian. Analisis deskriptif meliputi penyajian hasil statistik dalam bentuk
tabel, diagram, grafik, modus, median, perhitungan mean, dan perhitungan
persentase. Skala Likert digunakan untuk mengkategorikan tanggapan menjadi lima
kelas, mulai dari "sangat tidak puas" hingga "sangat puas."
Penelitian ini juga mengevaluasi model pengukuran melalui validitas dan reliabilitas
konstruk, menggunakan indikator seperti validitas konvergen, reliabilitas
komposit, average variance extracted (AVE), dan validitas diskriminan
Pada penelitian ini, validitas diuji untuk mengevaluasi
setiap pertanyaan dalam kuesioner terkait dengan variabel service quality, customer social value, customer emotional value,
customer expectations, perceived quality, perceived value, customer
satisfaction dan customer loyalty.
Metode yang digunakan adalah Pearson
Correlation untuk mengukur validitas tiap pertanyaan, dengan menggunakan
nilai Pearson Correlation dan
signifikansi sebagai acuan. Sebuah pertanyaan dianggap valid jika nilai (rhitung
> 0.279), yang merupakan nilai ambang pada tabel r dengan penggunaan
50 responden dan tingkat signifikansi 5%.
Tabel
1. Uji
Validitas Variabel Service Quality n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
1 |
Saya merasa pelayanan yang diberikan oleh Dreezel Coffee kepada
saya dapat diandalkan |
0,840 |
0,279 |
Valid |
2 |
Saya merasa aman dan nyaman ketika melakukan transaksi di
Dreezel Coffee |
0,783 |
0,279 |
Valid |
3 |
Fasilitas yang diberikan oleh Dreezel Coffee membuat saya merasa
nyaman karena dapat menunjang kebutuhan saya |
0,642 |
0,279 |
Valid |
4 |
Saya merasa mendapatkan pelayanan yang tepat ketika saya
membutuhkan sesuatu |
0,776 |
0,279 |
Valid |
5 |
Pelayanan yang diberikan atas kebutuhan saya dapat dilaksanakan
dengan cepat dan tepat |
0,600 |
0,279 |
Valid |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel Service
Quality akan dievaluasi validitasnya terlebih dahulu. Berdasarkan Tabel 1,
variabel Service Quality terdiri dari
lima indikator atau pernyataan. Semua lima indikator tersebut menunjukkan nilai
r yang melebihi nilai minimum yang telah ditetapkan (rhitung >
0.279), yaitu pernyataan pertama dengan nilai 0,840, pernyataan kedua dengan
nilai 0,783, pernyataan ketiga dengan nilai 0,642, pernyataan keempat dengan
nilai 0,776, dan pernyataan kelima dengan nilai 0,600. Dengan demikian, semua
pernyataan pada variabel Service Quality
ini dianggap valid dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel
2. Uji Validitas Variabel Customer Social Value n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
1 |
Membeli produk di Dreezel Coffee memberikan kontribusi positif
terhadap bagaimana orang lain melihat saya dalam konteks sosial |
0,651 |
0,279 |
Valid |
2 |
Saya percaya bahwa membeli produk di Dreezel Coffee dapat meningkatkan
citra sosial saya di mata orang lain |
0,513 |
0,279 |
Valid |
3 |
Saya yakin bahwa orang lain akan melihat lebih baik terhadap
saya jika mereka mengetahui bahwa saya membeli produk di Dreezel Coffee |
0,543 |
0,279 |
Valid |
4 |
Pembelian produk di Dreezel Coffee memberikan kesan bahwa saya
mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan usaha pemiliknya |
0,536 |
0,279 |
Valid |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel kedua yang
akan diuji validitasnya adalah Variabel Customer
Social Value. Berdasarkan tabel 2 variabel Customer Social Value memiliki 4 indikator atau pernyataan. Kelima
indikator tersebut masing-masing memiliki nilai r di atas nilai minimum yang
telah ditentukan (rhitung > 0.279) pernyataan pertama dengan
nilai 0,651, pernyataan kedua 0,513, permyataan ketiga 0,543 dan pernyataan
keempat 0,536, sehingga semua pernyataan pada variabel Customer Social Value ini dikatakan valid dan dapat dianalisis
lebih lanjut.
Tabel
3. Uji Validitas Variabel Customer Emotional Value n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
|
1 |
Saya yakin bahwa produk Dreezel Coffee akan menjadi pilihan
utama saya dalam waktu yang lama |
0,827 |
0,279 |
Valid |
|
2 |
Saya cenderung memilih produk Dreezel Coffee karena rasa yang
khas dan menggugah selera saya |
0,719 |
0,279 |
Valid |
|
3 |
Produk Dreezel Coffee menjadi pilihan saya ketika saya ingin
merasa santai dan menikmati waktu istirahat |
0,720 |
0,279 |
Valid |
|
4 |
Saya merasa lebih baik secara emosional setelah mengonsumsi
produk Dreezel Coffee |
0,712 |
0,279 |
Valid |
|
5 |
Mengonsumsi Dreezel Coffee merupakan pengalaman yang
menyenangkan dan positif |
0,743 |
0,279 |
Valid |
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel ketiga yang
akan diuji validitasnya adalah Variabel Customer
Emotional Value. Berdasarkan tabel 3 variabel Customer Emotional Value memiliki 5 indikator atau pernyataan.
Kelima indikator tersebut masing-masing memiliki nilai r di atas nilai minimum
yang telah ditentukan (rhitung > 0.279) pernyataan pertama dengan
nilai 0,827, pernyataan kedua 0,719, permyataan ketiga 0,720, pernyataan
keempat 0,712 dan pernyataan kelima 0,743, sehingga semua pernyataan pada
variabel Customer Emotional Value ini
dikatakan valid dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel
4. Uji
Validitas Customer Expectations n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
1 |
Ekspektasi saya terhadap kualitas produk Dreezel Coffee sejauh
ini telah terpenuhi |
0,653 |
0,279 |
Valid |
2 |
Saya percaya bahwa produk Dreezel Coffee sesuai dengan
preferensi dan kebutuhan pribadi saya |
0,816 |
0,279 |
Valid |
3 |
Saya selalu mengharapkan kualitas rasa yang sama dan konsisten
pada produk yang saya pesan |
0,669 |
0,279 |
Valid |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel keempat yang
akan diuji validitasnya adalah Variabel Customer
Expectations. Berdasarkan tabel 4 variabel Customer Expectations memiliki 3 indikator atau pernyataan. Ketiga
indikator tersebut masing-masing memiliki nilai r di atas nilai minimum yang
telah ditentukan (rhitung > 0.279) pernyataan pertama dengan
nilai 0,653, pernyataan kedua 0,816 dan permyataan ketiga 0,669, sehingga semua
pernyataan pada variabel Customer
Expectations ini dikatakan valid dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel
5. Uji
Validitas Perceived Quality n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
|
1 |
Saya merasa puas dengan kualitas rasa produk Dreezel Coffee
secara keseluruhan |
0,630 |
0,279 |
Valid |
|
2 |
Saya merasa produk Dreezel Coffee sudah memenuhi selera atau
preferensi rasa yang saya inginkan |
0,649 |
0,279 |
Valid |
|
3 |
Saya tidak pernah mengalami masalah atau ketidaksesuaian dengan
rasa produk Dreezel Coffee |
0,570 |
0,279 |
Valid |
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel kelima yang
akan diuji validitasnya adalah Variabel Perceived
Quality. Berdasarkan tabel 5 variabel Perceived
Quality memiliki 3 indikator atau pernyataan. Ketiga indikator tersebut
masing-masing memiliki nilai r di atas nilai minimum yang telah ditentukan (rhitung
> 0.279) pernyataan pertama dengan nilai 0,630, pernyataan kedua
0,649, dan pernyataan ketiga 0,570, sehingga semua pernyataan pada variabel Perceived Quality ini dikatakan valid
dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel
6. Uji
Validitas Perceived Value n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
|
1 |
Saya merasa harga produk yang ditawarkan oleh Dreezel Coffee
sudah sesuai dengan kualitas yang saya inginkan |
0,800 |
0,279 |
Valid |
|
2 |
Saya merasa puas dengan kualitas produk Dreezel Coffee yang
sudah sesuai dengan harga yang saya bayarkan |
0,835 |
0,279 |
Valid |
|
3 |
Saya merasa puas dengan pelayanan dan kenyamanan di Dreezel
Coffee |
0,811 |
0,279 |
Valid |
|
4 |
Saya merasa puas dengan suasana lingkungan sosial yang ada di
Dreezel Coffee |
0,703 |
0,279 |
Valid |
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel keenam yang
akan diuji validitasnya adalah Variabel Perceived
Value. Berdasarkan tabel 6 variabel Perceived
Value memiliki 4 indikator atau pernyataan. Keempat indikator tersebut
masing-masing memiliki nilai r di atas nilai minimum yang telah ditentukan (rhitung
> 0.279) pernyataan pertama dengan nilai 0,800, pernyataan kedua
0,835, permyataan ketiga 0,811 dan pernyataan keempat 0,703, sehingga semua
pernyataan pada variabel Perceived Value
ini dikatakan valid dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel
7. Uji
Validitas Customer Satisfaction n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
|
1 |
Saya merasa puas dengan rasa dan kualitas dari produk Dreezel
Coffee |
0,783 |
0,279 |
Valid |
|
2 |
Saya merasa kualitas produk Dreezel Coffee sudah sesuai dengan
preferensi rasa yang saya harapkan |
0,686 |
0,279 |
Valid |
|
3 |
Saya merasa produk Dreezel Coffee sebanding atau lebih baik
dibandingkan dengan Coffee Shop lain |
0,789 |
0,279 |
Valid |
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel ketujuh yang
akan diuji validitasnya adalah Variabel Customer
Satisfaction. Berdasarkan tabel 7 variabel Customer Satisfaction memiliki 3 indikator atau pernyataan. Ketiga
indikator tersebut masing-masing memiliki nilai r di atas nilai minimum yang
telah ditentukan (rhitung > 0.279) pernyataan pertama dengan
nilai 0,783, pernyataan kedua 0,686 dan pernyataan ketiga 0,789, sehingga semua
pernyataan pada variabel Customer
Satisfaction ini dikatakan valid dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel
8. Uji
Validitas Customer Loyalty n=50
No |
Pernyataan |
Rhitung |
Rhitung Minimum |
Keterangan |
|
1 |
Saya berencana akan secara reguler membeli kembali produk
Dreezel Coffee di masa yang akan datang |
0,800 |
0,279 |
Valid |
|
2 |
Saya bersedia membayar lebih untuk produk Dreezel Coffee apabila
terjadi peningkatan harga |
0,728 |
0,279 |
Valid |
|
3 |
Saya akan tetap membeli produk Dreezel Coffee dibandingkan
Coffee Shop lain ketika terjadi peningkatan harga |
0,717 |
0,279 |
Valid |
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Variabel kedelapan
yang akan diuji validitasnya adalah Variabel Customer Loyalty. Berdasarkan tabel 4.8 variabel Customer Loyalty memiliki 3 indikator
atau pernyataan. Ketiga indikator tersebut masing-masing memiliki nilai r di
atas nilai minimum yang telah ditentukan (rhitung > 0.279)
pernyataan pertama dengan nilai 0,800, pernyataan kedua 0,728 dan permyataan
ketiga 0,642, sehingga semua pernyataan pada variabel Customer Loyalty ini dikatakan valid dan dapat dianalisis lebih
lanjut.
Uji Reliabilitas
merupakan langkah untuk menentukan apakah kuesioner sebagai alat ukur dapat
memberikan hasil yang konsisten dalam setiap pengukurannya. Penelitian ini
menggunakan perangkat lunak SPSS 27.0 dan menggunakan Cronbach's Alpha sebagai metode pengukuran reliabilitas, seperti
yang dijelaskan dalam Sekaran (2006). Setiap pertanyaan dianggap reliabel jika
memenuhi kriteria alpha > 0.6.
Berikut adalah hasil uji reliabilitas untuk semua pernyataan dalam kuesioner.
Tabel
9. Uji
Reliabilitas Cronbach's Alpha
Cronbach’s Alpha |
N
of Items |
0,962 |
50 |
n=50
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Tabel
10. Uji Reliabilitas 2 Cronbach’s Alpha
n=50
Variabel |
Kode |
Cronbach’s
Alpha |
Keterangan |
Service Quality |
1 |
0,857 |
Reliable |
2 |
Reliable |
||
3 |
Reliable |
||
4 |
Reliable |
||
5 |
Reliable |
||
Customer Social Value |
6 |
0,790 |
Reliable |
7 |
Reliable |
||
8 |
Reliable |
||
9 |
Reliable |
||
Customer Emotional Value |
10 |
0,882 |
Reliable |
11 |
Reliable |
||
12 |
Reliable |
||
13 |
Reliable |
||
14 |
Reliable |
||
Customer Expectations |
15 |
0,812 |
Reliable |
16 |
Reliable |
||
17 |
Reliable |
||
Perceived Quality |
18 |
0,942 |
Reliable |
19 |
Reliable |
||
20 |
Reliable |
||
Perceived Value |
21 |
0,888 |
Reliable |
22 |
Reliable |
||
23 |
Reliable |
||
24 |
Reliable |
||
Customer Satisfaction |
25 |
0,801 |
Reliable |
26 |
Reliable |
||
27 |
Reliable |
||
Customer Loyalty |
28 |
0,915 |
Reliable |
29 |
Reliable |
||
30 |
Reliable |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Langkah selanjutnya
dalam penelitian ini adalah maintest,
yang merupakan lanjutan dari pretest.
Pada maintest, jumlah responden yang
digunakan lebih besar daripada pada pretest. Selain itu, berbagai tahapan
pengujian dan analisis lanjutan yang dilakukan pada pretest juga akan dilakukan
pada tahap ini.
Analisis Model Pengukuran (Outer Model)
Outer
model atau yang juga disebut sebagai evaluasi model pengukuran,
merupakan suatu analisis yang berguna untuk menunjukkan hubungan antara
variabel dengan indikator-indikatornya
Dalam pengukuran outer model hal pertama yang dilakukan
adalah mengukur outer loading dari
setiap indikator dengan variabel latennya. Berdasarkan penuturan Hair et al.
(2022), nilai outer loading yang
dapat diterima adalah ≥ 0.7. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan dari
pengukuran outer loading, maka
terdapat banyak kesamaan diantara indikator-indikatornya. Berikut ini adalah
hasil pengukuran atas outer loading
pada penelitian ini:
Tabel
11. Hasil Pengukuran Outer Loading
Variabel |
Indikator |
Nilai Outer
Loading (≥ 0.7) |
Keterangan |
Service
Quality |
SQ1 |
0.811 |
Valid |
SQ2 |
0.851 |
Valid |
|
SQ3 |
0.725 |
Valid |
|
SQ4 |
0.836 |
Valid |
|
SQ5 |
0.751 |
Valid |
|
Customer
Social Value |
CSV1 |
0.784 |
Valid |
CSV2 |
0.799 |
Valid |
|
CSV3 |
0.762 |
Valid |
|
CSV4 |
0.720 |
Valid |
|
Customer
Emotional Value |
CEV1 |
0.828 |
Valid |
CEV2 |
0.819 |
Valid |
|
CEV3 |
0.816 |
Valid |
|
CEV4 |
0.772 |
Valid |
|
CEV5 |
0.797 |
Valid |
|
Customer
Expectations |
CE1 |
0.892 |
Valid |
CE2 |
0.868 |
Valid |
|
CE3 |
0.795 |
Valid |
|
Perceived
Quality |
PQ1 |
0.884 |
Valid |
PQ2 |
0.887 |
Valid |
|
PQ3 |
0.741 |
Valid |
|
Perceived
Value |
PV1 |
0.867 |
Valid |
PV2 |
0.866 |
Valid |
|
PV3 |
0.834 |
Valid |
|
PV4 |
0.701 |
Valid |
|
Customer
Satisfaction |
CS1 |
0.899 |
Valid |
CS2 |
0.896 |
Valid |
|
CS3 |
0.835 |
Valid |
|
Customer Loyalty |
CL1 |
0.870 |
Valid |
CL2 |
0.876 |
Valid |
|
CL3 |
0.877 |
Valid |
Sumber: Hasil Olahan Peneliti (2024)
Dari hasil olahan
data di atas, diperoleh hasil bahwa seluruh variabel yang ada telah memenuhi
syarat dari analisis outer loading yang ditetapkan yaitu ≥ 0.7. Sehingga dari
hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel yang ada dapat
dikatakan reliable. Untuk memastikan
konsistensi internal dari variabel-variabel diatas, maka langkah selanjutnya
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan uji reliabilitas model pengukuran
atau internal consistency reliability.
Tahap selanjutnya dalam pengukuran
outer model adalah uji reliabilitas model pengukuran atau yang dikenal dengan Internal Consistency Reliability. Dalam
pengujian ini terdapat keterlibatan dari penilaian nilai Cronbach’s Alpha dan composite reliability. Hair et al.
(2022) mengindikasikan bahwa nilai Cronbach’s Alpha yang dapat diterima adalah
> 0.60 dan nilai composite reliability
yang dapat diterima adalah > 0.70. Berikut adalah hasil pengukuran internal consistency reliability pada
penelitian ini:
Tabel
12. Hasil Pengukuran Internal Consistency Reliability
Cronbach’s Alpha |
||||
Service
Quality |
0.856 |
0.867 |
||
Customer
Social Value |
0.783 |
0.794 |
||
Customer
Emotional Value |
0.866 |
0.873 |
||
Customer
Expectations |
0.812 |
0.822 |
||
Perceived
Quality |
0.794 |
0.837 |
||
Perceived
Value |
0.834 |
0.842 |
||
Customer
Satisfaction |
0.850 |
0.851 |
||
Customer
Loyalty |
0.851 |
Reliabel |
0.894 |
Valid dan Reliabel |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Berdasarkan hasil yang diperoleh
pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha seluruhya berada
pada nilai diatas 0.60 dan composite
reliability seluruhnya berada pada nilai 0.70. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua konstruk pada penelitian ini dapat dikatakan reliabel.
Pengukuran
validitas konvergen merupakan keseluruhan dari model reflektif yang menentukan
bagaimana indikator suatu konstruk saling berkumpul atau menyatu. Dalam
pengujian validitas konvergen, nilai average
variance extracted (AVE) merupakan metrik utama yang diperhatikan. Jumlah
minimal nilai average variance extracted
(AVE) yang harus dicapai adalah 0.5. Oleh karena
itu, validitas konvergen memastikan bahwa indikator yang digunakan benar-benar
mencerminkan konstruk yang diukur. Jika nilai AVE memenuhi kriteria tersebut,
maka konstruk tersebut dianggap memiliki validitas konvergen yang baik dan
menunjukkan bahwa indikator tersebut konsisten mengukur konsep yang sama.
Tabel
13. Hasil Nilai Ave
Service Quality |
0.634 |
Customer Social Value |
0.588 |
Customer Emotional Value |
0.651 |
Customer Expectations |
0.728 |
Perceived Quality |
0.706 |
Perceived Value |
0.672 |
Customer Satisfaction |
0.770 |
Customer Loyalty |
0.764 |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Berdasarkan
data dari tabel 13, seluruh variabel memiliki nilai Average Variance
Extracted (AVE) yang lebih dari 0.5, sehingga dapat disimpulkan bahwa
validitas konvergen dari variabel tersebut telah memenuhi syarat yang ditetapkan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa indikator yang digunakan dapat secara efektif
mencerminkan konstruk yang diukur. Variabel dengan nilai AVE tertinggi adalah
trust, menunjukkan bahwa konstruk tersebut merupakan konstruk yang paling
konsisten terukur oleh indikatornya. Sebaliknya, variabel dengan nilai AVE
terendah adalah attractiveness, meskipun masih memenuhi batas minimal
yang diperlukan. Oleh karena itu, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis
validitas diskriminan untuk memastikan bahwa masing-masing konstruk berbeda dan
tidak tumpang tindih satu sama lain.
Uji
Validitas Diskriminan Model Pengukuran (Discriminant Validity)
Validitas diskriminan merupakan validitas yang
berfungsi untuk memastikan bahwa suatu konstruk berbeda dengan konstruk lainnya
berdasarkan bukti empiris
Tabel
14. Hasil Uji Validitas Diskriminan Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)
|
CEV |
CE |
CL |
CS |
CSV |
PQ |
PV |
SQ |
CEV |
|
|
|
|
|
|
|
|
CE |
0.818 |
|
|
|
|
|
|
|
CL |
0.812 |
0.601 |
|
|
|
|
|
|
CS |
0.689 |
0.799 |
0.530 |
|
|
|
|
|
CSV |
0.619 |
0.426 |
0.512 |
0.343 |
|
|
|
|
PQ |
0.771 |
0.898 |
0.572 |
0.788 |
0.412 |
|
|
|
PV |
0.805 |
0.833 |
0.673 |
0.757 |
0.339 |
0.884 |
|
|
SQ |
0.734 |
0.792 |
0.548 |
0.569 |
0.422 |
0.741 |
0.767 |
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Berdasarkan tabel 14, data yang dihasilkan menunjukan
bahwa nilai HTMT berada di bawah 0.9. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap indikator pada variabel konstruk diukur dengan cara
yang berbeda dari konstruk lainnya. Dengan demikian, hasil uji HTMT ini
menunjukkan bahwa pengukuran tersebut valid. Dengan kata lain, setiap indikator
berhasil mengukur variabel yang dimaksud tanpa tumpang tindih dengan variabel
lain, sehingga kita dapat memastikan bahwa data tersebut sah dan dapat
diandalkan.
Analisis Model Struktural (Inner Model)
Tujuan analisis ini adalah untuk memvalidasi kekuatan dan
ketepatan model struktural yang telah dikembangkan, sehingga diperlukan
analisis inner model. Langkah analisis ini mencakup beberapa tahapan, termasuk
evaluasi collinearity (VIF), path coefficient, R², kekuatan prediktif (predictive power), dan model comparison. Collinearity digunakan untuk menilai apakah terdapat
multikolinearitas atau hubungan yang kuat antara item pengukuran dengan melihat nilai VIF. Jika nilai VIF melebihi
5, ini menunjukkan adanya multikolinearitas yang signifikan. Karena itu, nilai
VIF yang diterima adalah kurang dari 3, yang menunjukkan bahwa
multikolinearitas tidak signifikan.
Pada uji path
coefficient dalam penelitian ini, digunakan one-tailed test dengan tingkat signifikansi 5% atau 1.645. Syarat
untuk uji path coefficient terpenuhi jika T-value lebih besar dari 1.645 dan
P-value kurang dari 0.05. T-value digunakan untuk menilai signifikansi
koefisien dalam satuan kesalahan standar, sedangkan P-value digunakan untuk
menentukan tingkat signifikansi.
Selanjutnya,
uji koefisien determinasi atau R² (coefficient of determination) digunakan
untuk mengevaluasi sejauh mana model path dapat menjelaskan variasi dalam data
yang diamati. Nilai R² yang lebih besar dari 0.75 menunjukkan
hubungan yang kuat, antara 0.50 hingga 0.75 menunjukkan hubungan moderat, dan
di bawah 0.25 menunjukkan hubungan yang lemah. Selain itu, nilai R² juga memberikan ukuran efek melalui F²,
di mana nilai F² lebih besar dari 0.2 menunjukkan efek kecil, lebih besar dari
0.15 menunjukkan efek sedang, dan lebih besar dari 0.35 menunjukkan efek besar.
Uji
kekuatan prediktif dalam penelitian ini menggunakan Q² atau uji Stone –
Geisser untuk mengevaluasi kemampuan model untuk memprediksi di luar sampel
data yang digunakan untuk pengembangan model. Syarat dari uji ini adalah nilai Q²
harus lebih besar dari 0. Berikut adalah hasil dari analisis inner model yang
telah dilakukan.
Collinearity
Statistics
(VIF)
Tabel
15 Hasil Collinearity
Statistics
|
CEV |
CE |
CL |
CS |
CSV |
PQ |
PV |
SQ |
CEV |
|
|
|
|
|
|
2.392 |
|
CE |
|
|
|
|
|
|
2.655 |
|
CL |
|
|
|
|
|
|
|
|
CS |
|
|
1.324 |
|
|
|
|
|
CSV |
|
|
|
|
|
|
1.315 |
|
PQ |
|
|
|
|
|
|
2.463 |
|
PV |
|
|
|
1.763 |
|
|
|
|
SQ |
|
|
1.324 |
1.763 |
|
|
|
|
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa
tidak ada variabel yang menunjukkan nilai VIF dalam kisaran 3-5. Nilai ini
menunjukkan tidak adanya multikolinearitas pada semua variabel dengan tingkat
yang tidak signifikan. Sementara itu, tidak ada variabel yang memiliki nilai
VIF lebih dari 5, menunjukkan bahwa tidak ada masalah multikolinearitas yang
signifikan di antara variabel-variabel dalam uji VIF ini.
Selanjutnya, hubungan antara customer satisfaction dan customer loyalty memiliki nilai VIF
1.324, hubungan antara service quality
dan customer loyalty juga 1.324.
Hubungan antara perceived value dan customer satisfaction memiliki nilai VIF
1.763. Hubungan antara service quality dan
customer satisfaction juga memiliki
nilai VIF 1.763. Selain itu, hubungan antara customer emotional value dan perceived
value sebesar 2.392, customer
expectations dengan perceived value
2.655, dan customer social value
dengan perceived value 1.315.
Terakhir, hubungan antara perceived
quality dan perceived value
sebesar 2.463. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah
multikolinearitas karena semua nilai VIF berada di bawah 3.
Path
Coefficient dan T-Statistics menggunakan Bootstrapping
Tabel
16. Hasil Path Coefficient
Original Sample (O) |
|||||
H1 |
Perceived Value Customer Satisfaction |
0.639 |
10.794 |
0.000 |
|
H2 |
Customer Social Value Perceived Value |
-0.056 |
0.949 |
0.171 |
Tidak Signifikan |
H3 |
Customer Emotional Value Perceived Value |
0.324 |
4.141 |
0.000 |
|
H4 |
Customer Expectations Perceived Value |
0.174 |
2.040 |
0.021 |
|
H5 |
Perceived Quality Perceived Value |
0.415 |
5.000 |
||
H6 |
Customer Satisfaction Customer Loyalty |
0.298 |
3.521 |
0.000 |
|
H7 |
Service Quality Customer Satisfaction |
0.131 |
1.793 |
0.042 |
|
H8 |
Service
Quality Customer Loyalty |
0.354 |
4.726 |
0.000 |
Signifikan |
Sumber:
Hasil Olahan Peneliti (2024)
Berdasarkan analisis data path coefficient, ditemukan nilai
T-statistik dan P-value yang menunjukkan bahwa satu hubungan antara
konstruk tidak mencapai tingkat signifikansi yang telah ditetapkan. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa hubungan tersebut tidak signifikan karena tidak
memenuhi persyaratan statistik yang ditetapkan. Hubungan yang tidak signifikan
tersebut meliputi: customer social value
terhadap perceived value.
H1: Perceived
value memiliki pengaruh positif terhadap customer satisfaction
Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara perceived value dan
customer satisfaction. Nilai path coefficient untuk hubungan antara
kedua variabel tersebut adalah 0.639, yang menunjukkan adanya hubungan positif
antara perceived value dan customer satisfaction. Nilai T-statistics sebesar 10.794 > 1.645
menunjukkan bahwa hubungan ini signifikan, dengan nilai P-value sebesar
0.000. Hasil interpretasi ini mendukung hipotesis H1 bahwa perceived value berpengaruh positif terhadap customer satisfaction. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa semakin
positif nilai keuntungan yang dirasakan seseorang terhadap suatu produk Dreezel
Coffee, semakin tinggi juga tingkat kepuasan mereka dalam membeli produk
tersebut. Dengan demikian, hipotesis H1
dapat diterima.
Temuan ini dalam hubungan perceived value terhadap customer
satisfaction sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Mili dan Ferro-Soto (2023) yang menemukan
adanya hubungan positif antara perceived value terhadap customer
satisfaction. Hal ini mencerminkan bahwa nilai keuntungan yang dirasakan
seseorang terhadap suatu barang atau jasa yang diberikan oleh Dreezel Coffee
dapat meningkatkan kepuasaannya terhadap barang atau jasa tersebut.
H2: Customer
social value memiliki pengaruh positif terhadap perceived value
Hipotesis
kedua adalah hubungan antara customer
social terhadap perceived value menunjukkan
hubungan yang tidak signifikan. Nilai path
coefficient pada dua variabel tersebut adalah -0,056, hal ini menunjukkan
hubungan antara customer social value dengan
perceived value adalah negatif. Nilai
T-statistics sebesar 0.949, berada di
bawah ambang batas 1.645, sehingga menunjukkan bahwa hubungan antara kedua
variabel tidak signifikan. Selain itu, nilai P-value sebesar 0.171 juga
menunjukkan bahwa tidak ada cukup bukti untuk menolak hipotesis nol, karena
melebihi ambang batas 0.050. Berdasarkan interpretasi ini, dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H2, yang menyatakan bahwa customer
social value memiliki pengaruh positif terhadap perceived value, tidak dapat diterima atau H2 ditolak.
Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mili dan Ferro-Sotto (2023) yang pada penelitiannya menemukan
bahwa variabel customer social value berpengaruh
positif terhadap variabel perceived value.
Penelitian sekarang menemukan bahwa nilai sosial seseorang tidak terlalu memengaruhi mereka dalam menilai keuntungan yang
dirasakan terhadap suatu barang atau jasa.
H3: Customer emotional value
memiliki pengaruh positif terhadap perceived
value
Hasil uji
hipotesis yang ketiga antara hubungan customer
emotional value dengan perceived
value menjelaskan adanya pengaruh signifikan yang positif. Melalui hasil
pengujian menggunakan perangkat lunak SmartPLS, diperoleh nilai P-value
0.000 yang berarti adanya hubungan
yang sangat signifikan. Nilai path coefficient pada dua variabel tersebut adalah 0,324 dan nilai
T-statistics sebesar 4.141 >
1.645. Temuan
ini menandakan bahwa customer emotional value memiliki pengaruh positif
terhadap perceived value, sehingga H3
diterima.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu oleh
Mili dan Ferro-Sotto (2023). Pada penelitian tersebut tidak ditemukan adanya
hubungan yang signifikan antara customer emotional value dengan perceived
value. Sedangkan pada penelitian sekarang ini ditemukan bahwa nilai
emosional seorang pelanggan dapat memengaruhi mereka dalam menenilai keuntungan
yang dirasakan terhadap suatu barang atau jasa secara positif dan signifikan.
H4: Customer
expectations memiliki pengaruh positif terhadap perceived value
Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis keempat pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat
hubungan signifikan antara customer
expectations dan perceived value.
Nilai path coefficient untuk hubungan
antara kedua variabel tersebut adalah 0.174, yang menunjukkan adanya hubungan
positif antara customer expectations
dan perceived value. Nilai T-statistics sebesar 2.040 > 1.645
menunjukkan bahwa hubungan ini signifikan, dengan nilai P-value sebesar
0.021. Hasil interpretasi ini mendukung hipotesis H4 bahwa customer expectations berpengaruh positif terhadap perceived value. Kesimpulan ini
menunjukkan bahwa besarnya ekspektasi seseorang terhadap suatu produk Dreezel
Coffee, semakin tinggi juga tingkat nilai keuntungan (value for money) yang dirasakan terhadap produk tersebut. Dengan
demikian, hipotesis H4 diterima.
Temuan ini dalam hubungan customer expectations terhadap perceived
value tidak sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Mili dan Ferro-Soto (2023) yang tidak
menemukan adanya hubungan positif antara customer expectations terhadap perceived
value. Namun, pada penelitian yang sekarang ditemukan adanya hubungan
positif antara customer expectations terhadap perceived value.
Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi ekspektasi seseorang terhadap suatu
barang atau jasa yang diberikan oleh Dreezel Coffee maka semakin tinggi juga
nilai keuntungan (value for money) yang ingin diperoleh oleh orang
tersebut.
H5: Perceived
quality memiliki pengaruh positif terhadap perceived value
Hasil uji
hipotesis yang kelima antara hubungan perceived
quality dengan perceived value menjelaskan
adanya pengaruh signifikan yang positif. Melalui hasil pengujian menggunakan
perangkat lunak SmartPLS, diperoleh nilai P-value 0.000 yang berarti adanya hubungan yang
sangat signifikan. Nilai path coefficient pada dua variabel tersebut adalah 0,415 dan nilai
T-statistics sebesar 5.000 >
1.645. Temuan
ini menandakan bahwa perceived quality memiliki pengaruh positif
terhadap perceived value, sehingga H5
diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Mili dan
Ferro-Sotto (2023). Pada penelitian tersebut juga ditemukan adanya hubungan
yang signifikan antara perceived quality dengan perceived value.
Pada penelitian sekarang ditemukan bahwa nilai kualitas yang dirasakan seorang
pelanggan terhadap suatu produk Dreezel Coffee dapat memengaruhi mereka dalam
menenilai keuntungan yang dirasakan terhadap suatu barang atau jasa (value
for money) secara positif dan signifikan.
H6: Customer
satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap customer loyalty
Hipotesis
keenam adalah hubungan antara customer
satisfaction terhadap customer
loyalty menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai path coefficient pada dua variabel tersebut adalah 0,298, hal ini
menunjukkan hubungan antara customer
satisfaction dengan customer loyalty adalah
positif. Selain itu, nilai P-value sebesar 0.000 sedangkan
ilai T-statistics sebesar 3.521,
berada di atas ambang batas 1.645, sehingga menunjukkan bahwa hubungan antara
kedua variabel signifikan. Berdasarkan interpretasi ini, dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H6, yang menyatakan bahwa customer
satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap customer loyalty, sehingga H6
diterima.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Mili dan Ferro-Sotto (2023) yang pada penelitiannya juga
menemukan bahwa variabel customer
satisfaction berpengaruh positif terhadap variabel customer loyalty. Penelitian sekarang menemukan bahwa semakin
tinggi tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa yang diberikan oleh
Dreezel Coffee maka berpengaruh juga pada tingkat loyalitas mereka terhadap
suatu brand atau merek.
H7: Service quality memiliki pengaruh
positif terhadap customer satisfaction
Berdasarkan
hasil uji hipotesis yang ketujuh atau terakhir di atas, ditemukan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara service
quality dan customer satisfaction.
Nilai path coefficient untuk hubungan
antara kedua variabel tersebut adalah 0.131, yang menunjukkan adanya hubungan
positif antara service quality dan customer satisfaction. Nilai T-statistics sebesar 1.793 > 1.645
menunjukkan bahwa hubungan ini signifikan, dengan nilai P-value sebesar 0.042. Hasil interpretasi ini mendukung hipotesis H7 bahwa service quality berpengaruh positif
terhadap customer satisfaction.
Kesimpulan ini menunjukkan bahwa semakin baik kualitas layanan yang diberikan
terhadap pelanggan, semakin tinggi juga tingkat kepuasan mereka terhadap sebuah
brand atau merek tersebut. Dengan demikian, hipotesis H7 dapat diterima.
Temuan ini
dalam hubungan service quality
terhadap customer satisfaction
sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Dewi et. al (2021) yang menemukan
adanya hubungan positif antara service
quality terhadap customer
satisfaction. Hal ini mencerminkan bahwa tingginya kualitas layanan
dirasakan pelanggan Dreezel Coffee terhadap suatu barang atau jasa dapat
meningkatkan kepuasannya terhadap produk atau layanan Dreezel Coffee.
H8: Service
quality memiliki pengaruh positif terhadap customer loyalty
Berdasarkan hasil uji
hipotesis yang ketujuh atau terakhir di atas, ditemukan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara service quality dan
customer loyalty. Nilai path coefficient untuk hubungan antara
kedua variabel tersebut adalah 0.354, yang menunjukkan adanya hubungan positif
antara service quality dan customer loyalty. Nilai T-statistics sebesar 4.791 > 1.645
menunjukkan bahwa hubungan ini signifikan, dengan nilai P-value sebesar
0.000. Hasil interpretasi ini mendukung hipotesis H8 bahwa service quality berpengaruh positif terhadap customer loyalty. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa semakin baik
kualitas layanan yang diberikan terhadap pelanggan, semakin tinggi juga tingkat
loyalitas mereka terhadap sebuah brand atau
merek tersebut. Dengan demikian, hipotesis
H8 dapat diterima.
Temuan ini dalam hubungan service quality terhadap customer
loyalty sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Dewi et. al (2021) yang
menemukan adanya hubungan positif antara service quality terhadap customer
loyalty. Hal ini mencerminkan bahwa tingginya kualitas layanan dirasakan
pelanggan Dreezel Coffee terhadap suatu barang atau jasa dapat meningkatkan
loyalitasnya terhadap brand Dreezel Coffee.
Kesimpulan
Bujisic, M., Hutchinson, J., & Parsa, H. G. (2014). The
effects of restaurant quality attributes on customer behavioral intentions. International
Journal of Contemporary Hospitality Management, 26(8), 1270–1291.
https://doi.org/10.1108/IJCHM-04-2013-0162
Cayla, J., & Bhatnagar, K. (2017). Language and power
in India’s “new services.” Journal of Business Research, 72,
189–198.
Crabtree, B., & Newsholme, E. A. (1985). A quantitative
approach to metabolic control. Current Topics in Cellular Regulation, 25,
21–76.
Gon, W., Yen, C., Ng, N., & Kim, Y. (2009).
International Journal of Hospitality Management Influence of institutional
DINESERV on customer satisfaction , return intention , and word-of-mouth. International
Journal of Hospitality Management, 28(1), 10–17.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2008.03.005
Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt,
M. (2022). A Primer on Partial Least Aquares Structural Equation Modeling
(PLS-SEM). Sage Publication.
Hair Jr, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., Sarstedt,
M., Danks, N. P., & Ray, S. (2021). Partial least squares structural
equation modeling (PLS-SEM) using R: A workbook. Springer Nature.
Ladhari, R. (2010). Developing e-service quality scales: A
literature review. Journal of Retailing and Consumer Services, 17(6),
464–477.
Lemon, K. N., & Verhoef, P. C. (2016). Understanding
Customer Experience throughout the Customer Journey. Journal of Marketing,
1–70.
Maduretno, R. B. E. H. P., & Junaedi, S. M. F. (2022).
Exploring the effects of coffee shop brand experience on loyalty: The roles of
brand love and brand trust. Gadjah Mada International Journal of Business, 24(3), 289–309. https://doi.org/10.22146/gamaijb.63218
Mili, S., & Ferro-Soto, C. (2024). Precursors and
outcomes of satisfaction of fair trade coffee consumers. European
Journal of Management and Business Economics, 33(2), 195-211.
Nadiri, H., & Gunay, G. N. (2013). Journal of Business
Economics and An empirical study to diagnose the outcomes of customers ’
experiences in trendy coffee shops. Journal of Business Economics and
Management, 14(1), 22–53.
https://doi.org/10.3846/16111699.2011.631742
Pesoa, J. A., Kristyanto, B., & Dewa, P. K. (2020).
Customer loyalty in coffee shop: Literature review and condition for the
future. International Journal of Industrial Engineering and Engineering
Management, 2(2), 61–76.
Raykov, T. (2004). Behavioral scale reliability and
measurement invariance evaluation using latent variable modeling. Behavior
Therapy, 35(2), 299–331.
Ryu, K., & Han, H. (2011). International Journal of
Hospitality Management New or repeat customers : How does physical environment
influence their restaurant experience ? International Journal of
Hospitality Management, 30(3), 599–611.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2010.11.004
Sarstedt, M., Ringle, C. M., & Hair, J. F. (2021).
Partial least squares structural equation modeling. In Handbook of market
research (pp. 587–632). Springer.
Song, H., Wang, J., & Han, H. (2019a). Effect of image,
satisfaction, trust, love, and respect on loyalty formation for name-brand
coffee shops. International Journal of Hospitality Management, 79,
50–59.
Song, H., Wang, J., & Han, H. (2019b). International
Journal of Hospitality Management E ff ect of image , satisfaction , trust ,
love , and respect on loyalty formation for name-brand co ff ee shops. International
Journal of Hospitality Management, 79(June 2018), 50–59.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2018.12.011
Waxman, L., & Ph, D. (2006). The Coffee Shop : Social
and Physical Factors Influencing Place Attachment. Journal of Interior
Design, 31(3), 35–53.
Wu, J.-H., Wang, S.-C., & Lin, L.-M. (2007). Mobile
computing acceptance factors in the healthcare industry: A structural equation
model. International Journal of Medical Informatics, 76(1),
66–77.
Yu, H., & Fang, W. (2009). Total Quality Management
& Business Excellence Relative impacts from product quality , service
quality , and experience quality on customer perceived value and intention to
shop for the coffee shop market. Total Quality Management, 20(11),
1273–1285. https://doi.org/10.1080/14783360802351587
Copyright
holder: Affan Gaffar (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is
licensed under: |