Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 8, Agustus 2024
PENGALAMAN HIDUP
ORANG DENGAN HIV DALAM MENGHADAPI DIAGNOSIS POSITIF HIV: STUDI FENOMENOLOGI
Sonia Katerina1, Zainal Abidin2
Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia1,2
Email: [email protected]1
Abstrak
HIV/AIDS sebagai
krisis kemanusiaan dapat menyebabkan trauma psikologis dan stres yang berat
bagi para pasien. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari berbagai aspek
kehidupan mereka guna memperoleh dukungan dan perawatan yang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman hidup pasien yang terinfeksi
HIV dalam menghadapi diagnosis positif penyakit tersebut. Metode yang digunakan
pada penelitian ini menggunakan fenomenologi. Pengambilan sampel dilakukan
dengan acak dan peserta dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian
menunjukan 4 partisipan berpartisipasi dalam penelitian ini dengan data diperoleh
4 tema utama dan 11 subtema, yang meliputi respon emosional negative
(Menyangkal, stress, sedih, depresi), Keputusasaan (Tidak mempunyai harapan,
merasa lemah dan tidak berarti, ingin mengakhiri hidup), Konflik spiritual
(marah dengan Tuhan) , dan Isolasi diri (Isolasi).
Kata kunci: HIV/AIDS,
Pengalaman hidup, Studi fenomenologi
Abstract
HIV/AIDS as a humanitarian crisis
can cause psychological trauma and severe stress for patients. Therefore, it is
important to learn about various aspects of their lives in order to obtain
better support and care. This study aims to explore the life experiences of
HIV-infected patients in facing a positive diagnosis of the disease. The method
used in this research uses phenomenology. Sampling was carried out purposively
and participants were selected based on inclusion criteria. Data collection was
carried out using semi-structured interviews. The research results showed that
4 participants participated in this research with data obtained from 4 main themes
and 11 sub-themes, which included negative emotional responses (denying,
stress, sadness, depression), despair (having no hope, feeling weak and
meaningless). , wanting to end life), Spiritual conflict (angry with God), and
Self-isolation (Isolation).
Keywords: HIV/AIDS,
Pengalaman hidup, Studi fenomenologi
Pendahuluan
Di
Indonesia, HIV/AIDS sering dianggap sebagai penyakit mematikan yang dapat
menular. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, yang membuat tubuh tidak mampu lagi
melindungi dari berbagai penyakit lain yang menyertainya (Infeksi oportunistik)
Kasus HIV pada tahun 2021 di beberapa negara diantaranya
Malaysia 82.000 kasus, Singapura 8.000 kasus, Myanmar 270.000 kasus, Thailand
520.000 kasus dan Indonesia memiliki jumlah orang yang hidup dengan HIV terbanyak di
Asia Tenggara, yakni sekitar 540.000 jiwa pada 2021
Berdasarkan
beberapa literatur menyampaikan jika HIV/AIDS memberikan dampak psikologis.
Orang dengan HIV sering menderita depresi dan kecemasan saat mereka
menyesuaikan diri dengan dampak diagnosis terinfeksi dan menghadapi kesulitan
hidup dengan penyakit kronis yang mengancam jiwa, misalnya harapan hidup yang
lebih pendek, rejimen terapi yang rumit, stigmatisasi, dan hilangnya dukungan
sosial, keluarga atau teman
Tinjauan
literatur terkini menemukan bahwa ODHA, usia rata-rata 39 tahun, memiliki
risiko kematian akibat bunuh diri 100 kali lipat lebih tinggi daripada orang
yang tidak hidup dengan HIV, bahkan dengan risiko yang lebih tinggi untuk orang
yang hidup dengan AIDS
Prasyarat
untuk keberhasilan perencanaan dan intervensi bagi orang yang hidup dengan
HIV/AIDS melibatkan pendekatan yang dekat dengan mereka dan melakukan wawancara
mendalam secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk mengungkap perasaan dan sikap
mereka, pandangan mereka tentang diri mereka sendiri, penyakit mereka, dan
orang lain; serta motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam intervensi dan menindaklanjuti
perawatan
Metode Penelitian
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Konsep utama dalam fenomenologi
adalah makna yang muncul dari pengalaman kesadaran setiap individu dengan
mengidentifikasi kualitas essensial dari pengalaman kesadaran dengan cara
melakukan penelitian yang mendalam
Penelitian ini pemilihan
partisipan menggunakan teknik Purposive Sampling. Partisipan yang
dilibatkan dalam penelitian ini adalah empat orang dengan HIV. Adapun Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian dengan menyetujui informed consent dan didiagnosa HIV
positif.
Analisis Data
Analisis data
dilakukan menggunakan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Thematic
analysis merupakan pendekatan analisis utama yang digunakan dalam IPA.
Terdapat empat tahap yang digunakan (Kahija, 2017): a. membaca berkali-kali, b.
membuat catatan-catatan awal, c. membuat tema emergen, d. membuat tema
superordinat.
Etik Penelitian
Penelitian ini
telah terdaftar dengan nomor kode etik 1293/UN6.KEP/EC/2023 di Universitas
Padjadjaran. Persetujuan semua partisipan diperoleh pada langkah pertama.
Seluruh partisipan diyakinkan bahwa informasi yang diperoleh akan tetap
dirahasiakan dan tidak informasi pribadi akan diungkapkan.
Hasil dan Pembahasan
Partisipan berjumlah empat orang, dua orang
laki-laki dan dua orang perempuan. Para partisipan telah terinfeksi rata-rata
selama 11 hingga 25 tahun hidup dengan HIV. Analisis pengalaman pasien yang
terinfeksi HIV menghadapi diagnosis positif penyakit mengungkapkan empat tema
utama: respon emosional negative, keputusasaan, konflik spiritual, dan isolasi
diri.
Table 1.
Profil Informan
Partisipan |
Jenis Kelamin |
Usia |
Pendidikan Terakhir |
Pekerjaan |
Status |
Tahun didiagnosa HIV |
P1 |
Laki-laki |
45 tahun |
D3 |
Pendamping Rehabilitasi Sosial |
Menikah |
1999 |
P2 |
Perempuan |
45 tahun |
SMA |
Co-founder Female Plus |
Menikah |
2004 (20 Tahun) |
P3 |
Laki-laki |
50 tahun |
SMA |
Staff JIP (Jaringan Indonesia Positif) |
Cerai meninggal |
2009 ( 15 Tahun) |
P4 |
Perempuan |
49 tahun |
SMK |
Pendamping Sebaya ODHIV |
Cerai meninggal |
2013 ( 11 Tahun) |
Table 2. Tema dan sub tema
Tema |
Sub tema |
Respon Emosional Negatif |
Menyangkal Stress Sedih Depresi |
Keputusasaan |
Tidak mempunyai harapan Merasa lemah dan tidak berarti Ingin mengakhiri hidup |
Konflik spiritual |
Marah dengan tuhan |
Isolasi diri |
Isolasi |
Respon emosional Negatif
Respon emosional negatif pada penderita
HIV saat awal diagnosis sering kali mencakup berbagai perasaan yang intens dan
beragam. Beberapa respon emosional negatif yang umum dialami antara lain:
Menyangkal
Dua partisipan awalnya menolak menerima kenyataan diagnosis mereka, sesekali berpikir bahwa ia benar-benar hidup dengan HIV atau tidak. Satu partisipan lain berulang bertanya mengapa bisa terinfeksi HIV dan munculnya perasaan tidak terima karena telah terinfeksi HIV.
“wah menyangkal, jadi kaya bener enggak sih saya HIV, saya bener-bener berasa mimpi saat itu” (P1)
“tapi sesekali suka merasa bahwa, kok aku bisa begini ya” (P4)
“…, aku tidak terima, aku denial…” (P4)
Stress
Diagnosis menyebabkan peningkatan
signifikan dalam tingkat stres, dengan kekhawatiran tentang masa depan. Mereka
bertanya-tanya terkait langkah yang mungkin berhenti karena status HIV.
“.. ah gila stress disitu, dan pas dibuka hasil tes sama UD pun aku lari itu teh rek bunuh diri..” (P1)
“..perasaan ya udah aja dan mikir sebentar lagi mati…” (P2)
“..gagal dalam hidup. Gabisa kawin, saya gabisa mimpi tercapai..” (P1)
“..Saya ngedrop yaudah tinggal nunggu mati aja…” (P3)
Sedih
Perasaan sedih yang mendalam sering muncul pada salah satu partisipan karena ia telah menularkan ke istrinya yang membuat istrinya lebih dahulu meninggal karena HIV. Sampai saat ini bahkan partisipan belum dapat menerima telah kehilangan istri karena dirinya.
“…pas awal-awal sedih waktu di dalem, karena sedihnya itu menularkan ke istri” (P3)
Depresi
Depresi adalah salah satu masalah
kesehatan mental yang paling umum dialami oleh Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Kondisi ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk perubahan besar dalam
kehidupan akibat diagnosis, stigma sosial, isolasi, dan dampak fisik dari
penyakit itu sendiri.
“..saya kena mental kan, saya kena depresi,..” (P4)
Keputusasaan
Keputusasaan adalah tema
kedua yang signifikan, dengan subtema yang mencakup: merasa lemah dan tidak
berarti, tidak mempunyai harapan serta ingin mengakhiri hidupnya.
Merasa lemah dan
tidak berarti
Ada perasaan
ketidakberdayaan dan rendah diri, di mana partisipan merasa bahwa dirinya tidak lagi memiliki nilai atau arti dalam
kehidupan. Satu partisipan menyampaikan bahwa ia tidak memiliki kekuatan dan
arti dalam kehidupannya.
“semenjak saya tahu status saya saat itu merasa lemah, merasa down, merasa nothing, tidak berarti apa-apa” (P4)
Ingin mengakhiri
hidup
Dua partisipan menyatakan bahwa mereka sangat kecewa dengan hasil positifnya diagnosis penyakitnya dan mereka langsung berpikir mereka tidak dapat menerima kenyataan dan hal terbaik untuk dilakukan adalah mengakhiri hidup mereka sendiri. “..Saya udah yakin ini udah positif, istri tertular dari Saya gitu kan. Jadi yaudahlah mending keneh maot.”(P3)
“…rek bunuh diri. Nabrakeun maneh caritana mah, gapake sendal-sendal Acan. Aku mau ini untungnya balik deui, mikir, sieun ongkoh nya” (P2)
Tidak mempunyai
harapan
Partisipan merasa
kehilangan harapan untuk masa depan yang cerah dan merasa tidak ada jalan
keluar dari situasi mereka.
“merasa hopeless aja…” (P3)
“…merasa akhir dari dunia, the end of the world,…” (P4)
Konflik spiritual
Konflik spiritual juga merupakan tema yang penting, dengan partisipan mengungkapkan perasaan marah terhadap Tuhan. Mereka merasa bahwa penyakit ini adalah hukuman atau cobaan yang tidak adil dan merasa dikhianati oleh kepercayaan mereka.
Marah dengan Tuhan
Perasaan marah dan
frustrasi terhadap Tuhan atau entitas spiritual, mempertanyakan mengapa mereka
harus mengalami penderitaan ini. Tiga orang partisipan merasakan kemarahan dan
kebingungan, bahkan terhadap Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi, saat
menghadapi diagnosis yang mengubah hidup ini. Satu partisipan diantara, sudah
bertekad untuk berhenti dari penggunaan narkoba suntiknya, namun harus
menghadapi kenyataan lain, hidup dengan HIV sebagai faktor dari penggunaan
narkoba suntik bergantian.
“.. jadi saya sebenarnya begini tahun 99 saya sempet berdoa saya pengen
berhenti narkoba, saya udah cape pake narkoba, tau-taunya tahun 99 doa saya
dibuktikan saat itu dan terkena HIV, saya pikir ‘ko jawabannya seperti ini’” (P1)
“saya marah aja sama
tuhan, karena mau marah sama suami suami saya sudah meninggal” (P4)
Kecewa dengan
Tuhan
Perasaan kecewa dengan Tuhan juga dirasakan oleh salah satu partisipan dalam tema konflik spiritual. Salah satu partisipan menyampaikan bahwa sudah berhenti lebih dulu untuk menghentikan penggunaan zat namun ia diberi takdir dengan terinfeksi HIV dan merasakan ketidakadilan.
“.. jadi aku disitu
agak sedikit kecewa gitu loh, aku sempet nyalahin Allah sebenernya sempet marah
sama tuhan karena kan dibandingin temen-temen yang lain, yang berhenti duluan
itu aku gitu loh, kok rasanya gak adil ya..” (P2)
Isolasi diri
Isolasi diri adalah tema terakhir yang diidentifikasi, di mana salah satu partisipan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial mereka. Satu orang partisipan memilih untuk mengisolasi diri dari keluarga, teman, dan masyarakat umum karena rasa malu, stigma, dan ketakutan akan penolakan. Perasaan malu dan takut terhadap stigma sosial dapat menyebabkan isolasi diri. Partisipan menghindari interaksi sosial dan menarik diri dari lingkungan mereka.
“Saya di rumah Weh cicing gamau ngapa-ngapain, dari 99 ke 2000 tuh kurang lebih hampir 8 bulanan gamau keluar rumah.” (P1)
Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan bahwa diagnosis HIV positif memiliki dampak
psikologis dan emosional yang signifikan pada individu yang terinfeksi. Respon
emosional negatif seperti penyangkalan, stres, sedih, dan depresi merupakan
reaksi umum yang menunjukkan kebutuhan akan dukungan psikologis bagi ODHA. Pada awal diagnosis, banyak ODHA mengalami penyangkalan sebagai
mekanisme pertahanan untuk mengatasi kenyataan yang mengejutkan. Penyangkalan
ini sering kali muncul karena ketakutan dan stigma yang melekat pada HIV.
Penyangkalan adalah salah satu respons umum terhadap diagnosis HIV, yang bisa
berlanjut selama beberapa waktu sebelum individu mulai menerima kenyataan
Penerimaan diagnosis HIV sering kali menjadi sumber
utama stres dan depresi. Proses ini dapat menghancurkan harapan dan perencanaan
masa depan seseorang, yang dapat memicu depresi
ODHA sering kali mempertanyakan keadilan Tuhan dalam
memberi mereka penyakit ini. Mereka merasa bahwa penyakit ini adalah hukuman
atau ujian yang tidak adil. Penelitian oleh Ironson, G., et al. (2002)
menunjukkan bahwa banyak ODHA mengalami konflik spiritual sebagai akibat dari
upaya mereka untuk memahami mengapa mereka harus menghadapi penyakit ini
Banyak ODHA mengalami stigma dan diskriminasi dari
masyarakat, keluarga, dan teman-teman mereka. Ketakutan akan penolakan dan
pengucilan sering kali mendorong ODHA untuk menarik diri dari lingkungan sosial
mereka. Penelitian oleh Herek, G.M. (1999) menunjukkan bahwa stigma dan
diskriminasi terkait HIV/AIDS berperan besar dalam menyebabkan isolasi diri
pada ODHA
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa orang yang hidup dengan HIV akan
mengalami berbagai pengalaman tidak menyenangkan saat menerima diagnosis
positif HIV. Pengalaman ini meliputi respon emosional negative, keputusasaan,
konflik spiritual, dan isolasi diri. Perlunya pendekatan
holistik dalam perencanaan dan intervensi bagi orang yang hidup dengan
HIV/AIDS, dengan mempertimbangkan aspek emosional, psikologis, spiritual, dan
sosial mereka. Dukungan dari keluarga, teman, komunitas, serta layanan
kesehatan yang sensitif dan empatik sangat penting untuk membantu mereka
mengatasi tantangan yang mereka hadapi.
BIBLIOGRAFI
Duru, P., Örsal, Ö., & Karadağ, E. (2015).
Development of an Attitude Scale for Home Care. Research and Theory for
Nursing Practice, 29(4), 306–324. https://doi.org/10.1891/1541-6577.29.4.306
Emlet. (2006). An examination of the social networks and social isolation in older and younger adults living with HIV/AIDS. Health & Social Work.
Hamzah, A. (2020). Metode Penelitian Fenomenologi. Literasi Nusantara Abadi.
Holzemer, W. L., Uys, L., Makoae, L., Stewart, A., Phetlhu, R., Dlamini, P. S., Greeff, M., Kohi, T. W., Chirwa, M., Cuca, Y., & Naidoo, J. (2007). A conceptual model of HIV/AIDS stigma from five African countries. Journal of Advanced Nursing.
Kalichman, S. C., Heckman, T., Kochman, A., Sikkema, K., & Bergholte, J. (2000). Depression and thoughts of suicide among middle-aged and older persons living with HIV-AIDS. Psychiatric Services (Washington, D.C.).
Kamen, C., Arganbright, J., Kienitz, E., Weller, M., Khaylis, A., Shenkman, T., Smith, S., Koopman, C., & Gore-Felton, C. (2015). HIV-related stigma: implications for symptoms of anxiety and depression among Malawian women. African Journal of AIDS Research : AJAR, .
Katz, I. T., Ryu, A. E., Psaros, C., Onuegbu, A. G., Weiser, S. D., Bangsberg, D. R., & Tsai, A. C. (2013). Impact of HIV-related stigma on treatment adherence: Systematic review and meta-synthesis. Journal International AIDS Society.
Kemenkes RI. (2017). Panduan Perawatan Orang Dengan HIV AIDS Untuk Keluarga dan Masyarakat.
Nanni, M. G., Caruso, R., Mitchell, A. J., Meggiolaro, E., & Grassi, L. (2015). Depression in HIV infected patients: a review. Current Psychiatry Reports.
Ogden, J. (2012). HEALTH PSYCHOLOGY (Fifth Edition). www.openup.co.ukCoverdesignHybertDesign•www.hybertdesign.com
Pargament, K. I., Falb, M. D., Ano, G., & Wachholtz. (2013). The Religious Dimension of Coping: Advances in Theory, Research, and Practice.
Rich, C., Mavhu, W., France, N. F., Munatsi, V., Byrne, E., Willis, N., & Nolan, A. (2022). Exploring the beliefs, experiences and impacts of HIV-related self-stigma amongst adolescents and young adults living with HIV in Harare, Zimbabwe: A qualitative study. PLoS ONE, 17(5 May). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0268498
Sherr, L., Lampe, F. C., Fisher, M., Arthur, G., Anderson, J., Zetler, S., & Johnson, M. A. (2008). Suicidal ideation in UK HIV clinic attenders. AIDS (London, England).
Smith, A. J., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative Phenomenological Analysis: Theory, Method and Research.
UNAIDS. (2022). UNAIDS DATA 2022.
Wisnousky, H., Lazzara, N., Ciarletta, M., Pelton, M., Chinchilli, V. M., Ssentongo, A. E., & Ssentongo, P. (2021). Rates and risk factors for suicidal ideation, suicide attempts and suicide deaths in persons with HIV: A protocol for a systematic review and meta-analysis. In BMJ Open (Vol. 11, Issue 2). BMJ Publishing Group. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2020-037154
Yatim, D. I., & Atmosukarto, I. I. (2022). HIV dan Kesehatan Mental. Spirita.
Copyright holder: Sonia Katerina, Zainal Abidin (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |