Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 12, Desember 2024
MANAJEMEN
KOMUNIKASI KRISIS DIVISI MATERI DAN KOMUNIKASI PIMPINAN PEMPROV SUMBAR (STUDI
KASUS: PENANGANAN KRISIS DEMONSTRASI MASYARAKAT AIR BANGIS)
Havina
Mirsya ‘Afra1, Emeraldy Chatra2, Rahmi Surya Dew3
Universitas
Andalas, Indonesia1,2,3
Email:
[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Manajemen dan Komunikasi Pimpinan (Makopim) Pemerintah Provinsi Sumatera
Barat (Pemprov Sumbar) selama demonstrasi masyarakat Air Bangis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Makopim mengalami keterlambatan dalam merespons awal krisis akibat kurangnya
informasi dan persiapan sebelumnya. Selain itu, Makopim juga tidak sepenuhnya menyadari pentingnya memiliki manajemen komunikasi krisis yang jelas dan terkendala dalam komunikasi dengan pimpinan. Kesimpulan penelitian ini menekankan perlunya pemahaman yang mendalam tentang pentingnya manajemen komunikasi krisis yang terstruktur di instansi pemerintah serta memastikan akses penuh kepada
pimpinan selama krisis berlangsung untuk efektivitas penanganan krisis. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya perbaikan sistem komunikasi krisis di Makopim untuk meningkatkan
responsivitas dan koordinasi
selama situasi krisis.
Kata kunci: manajemen
komunikasi krisis, Pemprov Sumbar, Makopim, demonstrasi, kualitatif.
Abstract
This study aims to analyze the crisis communication management conducted by
the Leadership Management and Communication Division (Makopim)
of the West Sumatra Provincial Government (Pemprov Sumbar) during the Air Bangis
community demonstration. The research method used is qualitative, with data
collection techniques through observation, interviews, and document studies.
The results of the study show that Makopim
experienced delays in the initial response to the crisis due to a lack of prior
information and preparation. Additionally, Makopim
did not fully realize the importance of having clear crisis communication
management and faced challenges in communication with leadership. The study
concludes that there is a need for a deep understanding of the importance of
structured crisis communication management in government agencies and ensuring
full access to leadership during a crisis for effective crisis handling. The
implications of this study highlight the necessity of improving the crisis
communication system in Makopim to enhance
responsiveness and coordination during crisis situations.
Keywords: crisis communication management, Pemprov Sumbar, Makopim, demonstration,
qualitative.
Krisis merupakan salah satu kondisi buruk yang bisa menimpa organisasi
manapun. Sering kali krisis menimpa suatu organisasi secara tiba-tiba dan tidak terprediksi, sehingga mengagetkan organisasi apabila tidak memiliki persiapan atau manajemen krisis yang baik. Pemerintah
provinsi atau pemerintah daerah merupakan salah satu jenis organisasi yang sering berhubungan dengan publiknya, salah satunya masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan dari pemerintah pusat yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
daerahnya masing-masing dengan
tetap mengacu kepada aturan-aturan pusat. Pemerintah daerah menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam menjalankan program-program
pemerintah sehingga menghasilkan tingginya intensitas interaksi antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya.
Pemerintah daerah pun tentu lebih mudah
dalam mengelola tugasnya untuk menyampaikan program-program pemerintah
dan juga ketika mendengar masukan atau kritikan
dari masyarakat. Dengan kondisi ini, maka potensi
krisis antara masyarakat dengan pemerintah daerah pun terkadang tidak bisa dihindari.
Hubungan
baik antara pemerintah daerah dan masyarakat nya penting untuk dikelola
secara terus menerus. Bagian hubungan masyarakat (humas) pemerintah daerah adalah bidang
yang biasanya bertugas dalam menjalankan tugas ini. Dalam
lingkup Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar), tugas humas dijalankan oleh Biro Administrasi
Pimpinan (Adpim) terkhususnya oleh bagian Manajemen dan Komunikasi Pimpinan (Makopim). Sebelumnya, Biro Adpim bernama Biro Humas namun mengalami perubahan nomenklatur di tahun 2021 yang menyebabkan terjadinya pergantian nama biro dari Biro Humas menjadi Biro Adpim (Administrator,
2021). Nomenklatur yang mengalami perubahan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2019 tentang Pedoman Nomenklatur dan Unit Kerja Sekretariat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dan didukung oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kehumasan di Lingkungan Kementerian Dalam
Negeri dan Pemerintah Daerah.
Potensi
krisis juga tidak bisa dihindari oleh Pemprov Sumbar. Hal ini berawal dari
kedatangan masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, pada Senin, 31
Juli 2023 ke Kantor Gubernur
Sumbar menyuarakan penolakan mereka terhadap proyek strategis nasional (PSN) di Pigogah Pati Bubur, Kenagarian
Air Bangis. Proyek PSN yang
dimaksud diketahui bahwa adanya usulan
rencana PSN seluas 30.000 hektare oleh Gubernur Sumbar kepada pemerintah
pusat sehingga usulan tersebut mengakibatkan masyarakat terancam kehilangan lahannya (Rahmanda, 2023). Demo ini bermula dari
penangkapan lima orang petani
sawit asal Air Bangis karena berkebun
sawit di lahan yang masuk ke dalam
kawasan hutan produksi sehingga mereka menuntut pembebasan warga yang ditangkap (Fachri, 2023).
Masyarakat Air Bangis pun meminta
bertemu langsung dengan Gubernur Sumbar untuk melakukan
dialog. Demonstrasi pun berlangsung
selama berhari-hari, bahkan masyarakat Air Bangis diinapkan di Masjid Raya Sumbar selama demonstrasi
berlangsung.
Selama
demonstrasi yang berlangsung
sekitar enam hari tersebut, Pemprov Sumbar telah mengupayakan penyelesaian demonstrasi dengan segera melalui
ajakan pertemuan antara masyarakat Air Bangis dan sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) karena Gubernur Sumbar sedang tidak di tempat, namun ditolak
oleh masyarakat Air Bangis (Rahmanda, 2023). Demonstrasi pun terus berlanjut sehingga mulai mengganggu aktivitas masyarakat Kota Padang.
Masyarakat Air Bangis pada akhirnya
dipulangkan paksa oleh aparat pada 5 Agustus 2023 walaupun sempat terjadi kericuhan saat proses pemulangan. Kericuhan yang terjadi berupa aparat kepolisian
yang memasuki area Masjid Raya masih
menggunakan sepatu.
Masyarakat Air Bangis pun pada akhirnya
dipulangkan paksa dengan dikawal oleh petugas kepolisian dan diantarkan sampai ke kediaman mereka
di Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Pasaman Barat (Putra, 2023).
Krisis
merupakan kejadian yang sering mengakibatkan dampak-dampak negatif bagi organisasi yang terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Timothy Coombs (2006) dalam Iskandar et al., (2021) menjelaskan krisis sebagai suatu kejadian
yang tidak dapat diprediksi dan ancaman besar yang dapat memberikan efek negatif apabila tidak ditangani dengan tepat. Putri
et al., (2019) mengutarakan
krisis bersifat tidak diharapkan dan sering kali datang secara tiba-tiba, sehingga tidak ada organisasi atau institusi yang mampu sepenuhnya menghindari krisis (Wardiman & Amanah, 2022). Pada saat krisis menimpa
sebuah organisasi, maka kegiatan organisasi
tidak lagi menjadi normal karena dampak yang mungkin timbul akibat krisis.
Walaupun sering kali bernada negatif, krisis komunikasi dapat dimaknai sebagai turning point yang
dapat membawa permasalahan menjadi lebih baik meskipun
krisis sering datang secara tidak
terduga (Kasali, 2005, dalam Anggriyani & Ramadhan, 2023).
Krisis
dapat muncul akibat berbagai jenis peristiwa seperti kecelakaan industri, masalah produk, masalah perburuhan, masalah dengan investor, isu tentang suatu hal,
masalah yang timbul akibat peraturan pemerintah, hingga terorisme (Fitri et al., 2021). Terdapat dua jenis krisis menurut Meena Ahmed
(2006), yaitu krisis yang terjadi secara tiba-tiba atau disebut sebagai krisis kobra, dan krisis yang dapat diprediksi karena proses terjadi yang lambat atau disebut krisis
piton (Iskandar et al., 2021). Krisis juga dapat dilihat sebagai krisis eksternal atau internal, dimana kedua krisis tersebut
bergantung kepada apakah krisis tersebut
berasal dari tindakan dari dalam
atau luar organisasi (Marsen, 2020).
Pemprov
Sumbar dalam hal ini mengalami
krisis yang cukup panjang melalui aksi demonstrasi yang berlangsung selama enam hari. Krisis
yang terjadi merupakan
salah satu bagian dari krisis eksternal
karena melibatkan masyarakat sebagai salah satu publik dari
Pemprov Sumbar. Upaya organisasi, dalam hal ini Pemprov
Sumbar melalui Biro Adpim bagian Makopim
dalam menangani krisis antara Pemprov
Sumbar dengan masyarakat Air Bangis termasuk dalam manajemen krisis melalui komunikasi krisis. Komunikasi krisis dapat mengacu
kepada tindakan yang dilakukan oleh suatu organisasi, selama dan setelah terjadiya krisis, termasuk didalamnya bagaimana organisasi mengelola krisis untuk memulihkan
bagian yang terlibat, menyelesaikan permasalahan yang muncul, dan memulihkan reputasi di mata pemangku kepentingan serta masyarakat (Marsen, 2020). Bagi Solihin (2021), komunikasi krisis bertujuan untuk melindungi dan membela organisasi yang sedang mengalami krisis karena menghadapi tantangan publik terkait reputasinya.
Menurut
Kriyantono (2018) dan Nova (2017), saat menghadapi krisis salah satu prinsip yang dapat digunakan adalah memastikan pengelolaan informasi dengan cepat, tepat, diperbarui
secara berkala, dan menunjukkan rasa empati atas krisis yang terjadi (Ulfa et al., 2019). Pengelolaan informasi yang cepat dan tepat ini penting untuk
memastikan tindakan cepat bagi organisasi
yang dilanda krisis dan menjamin dilakukannya komunikasi yang transparan. Namun sayangnya, saat bagian Makopim
mengetahui kedatangan masyarakat Air Bangis yang melakukan demonstrasi, bagian Makopim justru disibukkan dengan keriuhan akibat tidak adanya
informasi yang memadai terkait demonstrasi tersebut sehingga kurang mampu bertindak
cepat di awal terjadinya krisis.
Kondisi
bagian Makopim yang terlihat kurang bertindak cepat diakui oleh NP. Melalui wawancara awal yang Peneliti lakukan, NP menjelaskan bahwa bagian Makopim memulai dari nol
(from scratch) untuk memahami
dan mencari tahu penyebab terjadinya demonstrasi karena mereka tidak memiliki
informasi yang memadai terkait demonstrasi yang dilakukan. Kondisi ini juga diakui oleh staf Makopim lainnya,
BA, yang pada saat demonstrasi
terjadi menjabat sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Makopim. BA mengatakan bahwa ketika mengetahui ada aksi demonstrasi
masyarakat Air Bangis ke Pemprov Sumbar,
ia pada awalnya tidak mengetahui masalah apa yang dibawa oleh masyarakat karena tidak memiliki
informasi apa-apa. BA juga mengatakan ia bersama
staf lain di bagian Makopim harus mencari
dari awal apa yang menjadi akar permasalahan yang dituntut oleh masyarakat Air Bangis sebagai pendemo. Setelah mulai mendapatkan beberapa informasi, BA secara bertahap memulai membuat siaran pers untuk disebarkan kepada media berdasarkan isu-isu apa yang terjadi setiap harinya.
NP mengatakan bahwa secara fungsi dan tugas Makopim lebih
dominan di belakang layar selama proses penanganan krisis demo masyarakat Air Bangis. NP mengatakan bahwa penanganan krisis oleh bagian Makopim berfokus pada pengolahan dan analisis data yang dibutuhkan serta pemberian informasi melalui siaran pers setiap harinya selama demonstrasi berlangsung. NP pun mengakui bahwa langkah-langkah yang dilakukan Makopim saat menangani
krisis tersebut masih bisa dibilang
bersifat reaktif karena mereka tidak
memiliki kewenangan untuk memberikan penanganan lebih. Bagian Makopim hanya berwenang
dalam pencarian, pengolahan, dan analisis data
yang dibutuhkan saat krisis berlangsung serta membuatkan siaran pers untuk diterbitkan media. Tidak lupa juga bagian Makopim memberikan beberapa usulan atau rekomendasi kepada pimpinannya terkait langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak krisis ini,
namun mereka juga tidak mengetahui apakah rekomendasi tersebut ditindaklanjuti atau tidak.
Saat
krisis muncul, humas harus mampu mengumpulkan
informasi, membuat rencana penanggulangan krisis, dan mengkomunikasikannya,
kemudian setelah krisis berlalu, humas dapat menilai langkah-langkah
yang mereka lakukan dalam menyelesaikan krisis (Zimal & Aysar, 2021). Humas harus mampu mengupayakan
tindakan cepat dan tepat ketika krisis
muncul ke permukaan. Holtzhausen & Zerfass (2014) dalam Syukron (2021) memberikan pengertian bahwa komunikasi krisis adalah upaya
untuk mengurangi ketidakpastian dan faktor risiko sehingga mampu menampilkan lebih banyak faktor
kepastian. Saat krisis muncul, dampaknya bisa bermacam-macam, terutama untuk instansi pemerintah tentu krisis tersebut lambat laun akan
menjadi konsumsi publik. Dalam situasi
ini, humas harus mampu mengarahkan perhatian masyarakat ke arah yang lebih
menguntungkan perusahaan
agar tidak memperparah situasi krisis yang terjadi (Zimal & Aysar, 2021). Kendati demikian, Anggriyani & Ramadhan (2023) menjelaskan penanganan sebuah krisis membutuhkan
keterlibatan dari berbagai pihak yang berkaitan seperti bagian operasional, bagian humas, bahkan hingga level manajemen, tidak hanya satu
pihak saja.
Saat
krisis demonstrasi masyarakat Air Bangis menimpa Pemprov Sumbar, bagian Makopim disebutkan oleh BA mengirimkan rilis kepada wartawan secara berkala setiap hari yang isinya menyesuaikan dengan isu apa
yang sedang berkembang di lapangan. Melalui siaran pers tersebut, bagian Makopim memberikan penjelasan terkait langkah yang diambil oleh Pemprov Sumbar selama penanganan
demonstrasi. Selain itu, melalui siaran
pers juga bagian Makopim menyatakan bahwa pihak Pemprov Sumbar
bersedia menemui masyarakat Air Bangis yang berdemo melalui OPD yang terkait, namun ternyata kenyataannya di lapangan masyarakat menuntut pertemuan langsung dengan Gubernur Sumbar sehingga kondisi tersebut diakui oleh BA cukup menyulitkan Makopim dalam upaya
penyelesaian krisis.
Walaupun
krisis sering kali datang di luar dugaan, namun sebaiknya
sebuah perusahaan secara terus menerus
memantau kemungkinan terjadinya krisis, baik secara internal maupun eksternal sehingga pengetahuan mengenai krisis pun menjadi penting untuk dimiliki humas beserta pemahaman cara penanganan krisis yang akan menjadi hal penting
di masa depan (Zimal & Aysar, 2021). BA mengatakan bahwa ketika mengetahui terjadi demo di depan Kantor Gubernur Sumbar, ia mengakui pihaknya
kesulitan untuk mencari tahu penyebab
terjadinya demo karena minimnya informasi yang dimiliki. Hal ini senada dengan yang NP sampaikan dimana ia mengatakan bahwa
BA sebagai salah satu yang banyak terlibat memulai rangkaian penyelesaian krisis ini from scratch (dari nol) karena ketidaktahuan
terhadap isu apa yang menjadi tuntutan masyarakat Air Bangis. Selain itu, BA juga mengatakan salah satu kesulitan lain yang dihadapi ketika menangani krisis ini adalah cepatnya
potongan-potongan video yang beredar
di media sosial selama demonstrasi berlangsung, terlebih ketika aparat kepolisian berusaha memulangkan demonstran yang ada di Masjid
Raya ke Air Bangis. Video aparat kepolisian yang viral di
TikTok diakui oleh BA memaksa
Makopim untuk bekerja sama dengan
pihak Polda Sumbar dalam memberikan
keterangan terkait situasi yang terjadi saat itu.
Lembaga pemerintahan kental dengan sistem birokrasi
dan aturan yang harus diikuti dalam melaksanakan
kegiatan pemerintahan, termasuk dalam situasi krisis. Dalam humas pemerintahan, langkah manajemen krisis diatur dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PermenPANRB) No. 29 Tahun
2011 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Komunikasi Krisis di Lingkungan Instansi Pemerintah. Dalam peraturan tersebut, salah satu langkah yang harus dilakukan dalam mengoptimalkan komunikasi krisis adalah dengan membentuk
tim komunikasi krisis yang setidaknya beranggotakan minimal empat
orang. Dalam penanganan krisis demostrasi masyarakat Air Bangis oleh Pemprov Sumbar, Biro Adpim bagian Makopim
tidak membentuk tim komunikasi krisis seperti yang diatur dalam PermenPANRB
No. 29 Tahun 2011. BA mengatakan
tidak dibentuknya tim komunikasi krisis saat demonstrasi
masyarakat Air Bangis karena tuntutan dari pimpinan yang meminta tindakan cepat dari bagian
Makopim dalam menangani kejadian ini.
Penelitian
mengenai komunikasi krisis adalah Komunikasi
Krisis Kementerian Pertanian
pada Kasus Penggerebekan
Gudang Beras PT IBU (Analisis Isi Kualitatif
Menggunakan Situational Crisis Communication
Theory) oleh Putri et al., (2019). Hasil dari penelitian ini adalah Kementerian Pertanian cenderung menggunakan strategi reinforcing (memperkuat) dalam komunikasi krisis. Kementerian Pertanian juga berusaha memperkuat posisinya di mata pemangku kepentingan
dengan mengingatkan hal positif, memuji
pemangku kepentingan, atau memposisikan diri sebagai korban. Tidak hanya itu,
Kementerian Pertanian juga melakukan
strategi diminish atau mengurangi
tanggung jawab organisasi melalui cara meyakinkan bahwa organisasi tidak memiliki maksud untuk melakukan
hal-hal negatif.
Sementara
itu, penelitian ini akan berfokus
kepada manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Makopim dan mendalami keterlambatan respons yang terjadi di awal krisis demonstrasi. Melalui wawancara awal yang dilakukan, terlihat adanya keterlambatan respons awal oleh Makopim dalam menanggapi krisis demonstrasi masyarakat Air Bangis. Keterlambatan ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memahami
penyebab terjadinya keterlambatan respons di
masa-masa krisis. Selain itu, terlihat juga bagaimana Makopim tidak siap dalam
menanggulangi krisis demonstrasi yang terjadi. Lebih lanjut, penelitian
ini juga diharapkan akan menambah wawasan
mendalam tentang manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan
uraian di atas, untuk mendalami peran bagian Makopim
Pemprov Sumbar dalam manajemen komunikasi krisis dan memahami kenapa bagian Makopim tidak mampu bertindak
cepat di awal krisis demonstrasi terjadi. maka Peneliti
akan melakukan penelitian melalui tesis yang berjudul “Manajemen Komunikasi Krisis Divisi Materi dan Komunikasi Pimpinan Pemprov Sumbar (Studi Kasus: Penyelesaian
Krisis Demonstrasi
Masyarakat Air Bangis)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Makopim saat demonstrasi masyarakat Air Bangis.
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif untuk mendalami bagaimana manajemen komunikasi krisis dilakukan oleh bagian Makopim selama demonstrasi masyarakat Air Bangis. Menurut Afrizal (2014:13), penelitian kualitatif adalah metode dalam
ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis
data berupa kata-kata (baik
lisan maupun tulisan) dan tindakan manusia tanpa berusaha untuk menghitung data kualitatif tersebut. Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang
upaya komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Makopim sembari memperhatikan kemungkinan munculnya keunikan selama proses manajemen komunikasi krisis berlangsung. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif biasanya dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen (Afrizal, 2014:15). Dalam penelitian ini, data akan dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen terkait
manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Makopim selama menangani demonstrasi masyarakat Air Bangis. Upaya pengumpulan data ini diharapkan dapat menemukan informasi-informasi menarik dan mendalam mengenai proses manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Makopim.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data studi kasus dari Robert K. Yin, yang mencakup teknik analisis data penjodohan pola, pembuatan penjelasan, dan deret waktu (Afrizal, 2014:182). Penjodohan pola melibatkan perbandingan antara proposisi teoritis yang dimiliki oleh peneliti dengan data empiris yang dikumpulkan selama penelitian. Pembuatan penjelasan bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan mengidentifikasi hubungan antara berbagai fenomena dan menafsirkan hubungan tersebut menggunakan ide-ide dari literatur yang ada (Afrizal, 2014:183). Proses ini melibatkan langkah-langkah iteratif di mana peneliti memperbaiki proposisi awal berdasarkan temuan baru. Analisis deret waktu mengidentifikasi
tahapan dalam kejadian fenomena, dengan asumsi adanya
urutan peristiwa: tahap pra, tahap
awal, dan tahap puncak. Menurut Yin, salah satu teknik dalam
analisis deret waktu adalah analisis
kronologis, yang mengikuti prinsip bahwa beberapa
peristiwa terjadi sebelum peristiwa lain dan beberapa peristiwa mengikuti peristiwa lainnya (Afrizal, 2014:184).
Saat
Makopim mengetahui kedatangan massa pendemo yang merupakan masyarakat dari Air Bangis, Makopim sebagai pelaksana fungsi humas di lingkungan Pemprov Sumbar tidak mengetahui kenapa terjadi demonstrasi. BA mengatakan bahwa tim Makopim
tidak memiliki informasi apa-apa atau bahkan blank ketika mengetahui kedatangan masyarakat. Makopim tidak mengetahui
masyarakat yang datang ini berasal dari
mana, menuntut apa, dan apa yang harus mereka sikapi dalam
krisis ini. Di awal terjadinya krisis, Makopim melakukan perintah dari pejabat yang terkait untuk melakukan
pemantauan terhadap penyebab terjadinya demonstrasi tersebut. Dalam melakukan pemantauan untuk mencari tahu sebab
dari terjadinya demonstrasi, beberapa orang dari Makopim ikut
turun langsung ke lapangan bersama
dengan wartawan yang biasa berkumpul di lingkungan Pemprov Sumbar untuk melihat
langsung situasi demonstrasi dan mencari tahu informasi awal terkait demonstrasi.
Makopim
kemudian melakukan pemantauan untuk mencari tahu penyebab
terjadinya krisis seperti dari mana masyarakat berasal, dan apa yang mereka tuntut. Makopim melakukannya tanpa adanya bantuan informasi yang memadai dari instansi atau
pihak lain yang berkaitan.
NP mengatakan Makopim melalui BA mencari tahu bersama wartawan,
bahkan berdiskusi dengan wartawan terkait angle berita seperti apa yang sebaiknya diterbitkan dalam rilis mereka.
Bahkan juga disebutkan oleh
NP terkait banyaknya inisiatif pribadi yang muncul dari tim
Makopim dalam upaya peredaman krisis di tengah minimnya informasi akurat yang dimiliki.
“…banyak inisiatif sendiri, karena perintah juga tidak jelas dari Kabag
sebelumnya. Alhasil bang BA
bikin rilis sendiri, diskusi dengan rekan-rekan wartawan apa yang sebaiknya disusun kalimatnya, kemana topiknya, angle mana yang harus
diambil, agar semuanya terarah. Jadi agak tidak jelas, cenderung
ada inisiatif pribadi waktu itu.”
(NP, 15 April 2024).
Ketika Makopim mulai mengetahui
salah satu tuntutan dari masyarakat adalah menemui Gubernur secara langsung, saat itu diketahui bahwa
Gubernur pada saat terjadinya demonstrasi sedang berada di luar kota sehingga
tidak dapat menemui masyarakat yang datang. Dalam langkah
manajemen komunikasi krisis yang dilakukan saat menghadapi Gubernur yang sedang tidak berada di tempat, Makopim mengupayakan penjelasan terkait kenapa Gubernur tidak bisa menemui dan alasannya karena Makopim menyadari potensi liarnya persepsi yang berkembang pada saat-saat tersebut.
“Nah,
kita untuk manajemen krisis, yang awalnya harus kita
jelaskan, kan potensi persepsi liar nya kan tinggi.
Gubernur menghilang, Gubernur tidak mau menemui masyarakat,
Gubernur ini Gubernur begitu, nah menurut kita itu
hal yang paling penting untuk dijelaskan terlebih dahulu. Gubernur tidak hadir karena apa.
Nah itu itu yang kita jelaskan untuk
rilis kita yang disebar ke media. Gubernur tidak hadir karena apa
karena ada kegiatan ini.” (BA, 22 April
2024).
Upaya Makopim dalam menginformasikan
dan memberikan kejelasan kepada masyarakat mengenai keberadaan Gubernur Sumbar yang ingin ditemui masyarakat
Air Bangis saat itu juga ditegaskan oleh ARP.
Bagian Makopim bertugas dalam komunikasi pimpinan sehingga di awal terjadinya demonstrasi, Makopim harus secara aktif
mencari persoalan apa yang dibawa oleh masyarakat Air Bangis dan bagaimana menyampaikannya ke masyarakat.
“Nah
di saat itu lah makanya Makopim
harus aktif mencari, menjelaskan, awalnya dulu mencari
dulu persoalannya apa kemudian menjelaskan
seperti apa persoalannya yang sampai ke masyarakat itu
dan bagaimana caranya juga,
nah itu Makopim mengambil peran seperti itu.”
(ARP, 15 April 2024).
Selain
menginformasikan dengan segera mengenai keberadaan Gubernur yang menjadi tuntutan masyarakat saat melakukan demonstrasi, ARP mengatakan Makopim juga mencari tahu persoalan
apa yang menjadi sumber penyebab terjadinya demonstrasi tersebut. Proses mencari tahu sumber persoalan
yang dilakukan berupa mencari sumber ke media-media online, berdiskusi
dengan rekan-rekan wartawan yang ada di lingkungan Pemprov Sumbar, dan juga mencari tahu melalui media elektronik dan media sosial.
Bagian Makopim juga mencari
informasi ke instansi yang berkaitan dengan tuntutan yang dibawa oleh masyarakat Air Bangis. Informasi yang telah dikumpulkan kemudian disampaikan kepada pimpinan terkait yang nantinya akan mengeluarkan statement untuk disebarkan ke masyarakat.
Sementara
itu, NP menjelaskan ketika isu terkait
demonstrasi oleh masyarakat
Air Bangis mulai berkembang menyoroti peserta aksi dimana
terdapat ibu, anak, dan lansia, Makopim juga menyusun rilis yang menyampaikan langkah yang diambil Makopim terhadap peserta demonstrasi yang masuk ke dalam
kelompok rentan. Rilis yang disusun pun menitikberatkan kepada perhatian khusus yang diberikan oleh Pemprov Sumbar terhadap masyarakat peserta aksi yang termasuk ke dalam kelompok
rentan.
“Waktu
itu bang BA diperintahkan Kabag waktu itu,
pak M namanya, beliau menyusun rilis yang diperlukan yang secara garis besar menyebutkan bahwa Pemprov memberikan perhatian khusus terhadap ibu sama
anak-anak itu, katakanlah Dinkes, dan sebagainya.” (NP, 15 April 2024).
Langkah manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh bagian Makopim selama demonstrasi masyarakat Air Bangis menemui beberapa kendala, berupa:
1. Ketidaktahuan Makopim terhadap demonstrasi yang terjadi.
Kurangnya
informasi yang memadai terkait penyebab terjadinya demonstrasi merupakan kendala utama dalam penanganan
demonstrasi masyarakat Air Bangis. Kendala ini muncul karena
Makopim tidak mengetahui asal demonstran, tuntutan apa yang dibawa, dan bagaimana demonstrasi tersebut harus disikapi. BA mengatakan bahwa Makopim hanya
mendapatkan instruksi untuk memantau demonstrasi, dimana dengan memantau Makopim memiliki persepsi adanya produk yang merupakan hasil dari pantauan
berupa foto, video, atau rilis berita.
Dengan adanya arahan untuk memantau
demonstrasi, tim Makopim melakukan pemantauan dan mencari tahu secara perlahan
penyebab terjadinya demonstrasi. Sejalan dengan BA, menurut ARP pada saat demonstrasi terjadi, Makopim harus mencari informasi,
memilah-milah informasi
yang mulai diketahui untuk dicari apa
yang menjadi sumber masalah. Posisi Makopim yang menjadi corong informasi untuk masyarakat pun menjadi tantangan berat bagi Makopim
karena adanya tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Demonstrasi yang terjadi diyakini merupakan dampak dari runtutan
masalah yang sudah terjadi sebelumnya sehingga Makopim harus mampu merunut
informasi yang didapat dengan baik. Selain
itu, Makopim juga menyadari kemungkinan persepsi liar yang mungkin bergulir saat masyarakat
menuntut pertemuan dengan Gubernur sementara pada saat yang bersamaan Gubernur sedang berada di luar kota. Untuk
mengurangi kemungkinan persepsi liar yang bisa saja timbul, Makopim
mengupayakan penjelasan terlebih dahulu mengenai keberadaan Gubernur pada saat kejadian.
“… tapi kami di bagian
Makopim itu benar-benar blank. Jadi langkah
yang bisa kami lakukan untuk itu hanya
melakukan pemantauan sembari mencari tahu apa sebenarnya
yang terjadi dipermasalahkan
sehingga mereka melakukan aksi demonstrasi.” (BA, 22 April 2024).
2. Tidak dibentuknya
tim komunikasi krisis di lingkungan Makopim
Diakui
oleh BA bahwa Makopim tidak memiliki tim komunikasi krisis saat menangani
demonstrasi masyarakat Air Bangis. Namun saat
penanganan demonstrasi itu, tim Makopim
memiliki sebuah grup WhatsApp yang terdiri dari tingkat asisten,
kepala biro, kepala bagian, dan para petugas lapangan. Keberadaan grup WhatsApp tersebut untuk mekanisme harian dan saat krisis demonstrasi masyarakat Air Bangis, grup tersebut digunakan
untuk memberikan update terkait perkembangan penyelesaian krisis yang difokuskan terhadap publikasi yang akan diterbitkan selama krisis. Diketahui dalam grup WhatsApp tersebut, terjadi dinamika yang cukup tinggi selama penanganan
demonstrasi masyarakat Air Bangis, dimana tim Makopim menghadapi
banyak instruksi dari pejabat yang posisinya lebih tinggi seperti dari level asisten dan kepala biro. Di dalam grup WhatsApp itu terjadi pembahasan dan diskusi selama penanganan krisis, koordinasi yang sifatnya berjenjang berjalan melalui grup tersebut,
namun tidak terdapat surat keputusan (SK) khusus yang dikeluarkan untuk membentuk sebuah tim komunikasi krisis sehingga koordinasi dan diskusi yang dilakukan terkesan lebih informal. Kondisi ini juga diakui oleh NP, tidak ada tim
komunikasi krisis yang khusus dibentuk selama penanganan demonstrasi masyarakat Air Bangis. Namun NP meyakini dengan dikumpulkannya OPD-OPD yang terkait
dengan demonstrasi tersebut sudah termasuk ke dalam
bentuk tim komunikasi krisis walaupun tidak ada SK khusus nya.
Hal yang serupa juga diutarakan
oleh ARP dimana ia berpandangan bahwa tim komunikasi krisis yang ada pada penyelesaian demonstrasi tersebut hanya bersifat parsial dan juga diperlukan adanya peran pimpinan.
“Sebenarnya itu
kemaren masih parsial sih, ini
persoalannya si A ya udah si
A aja yang selesaikan.
Peran pimpinan perlu di
sana. Jangan menjadi
masing-masing, ini tanggung
jawab kita bersama.” (ARP, 15 April 2024).
3. Makopim tidak memiliki langkah manajemen komunikasi krisis yang jelas
Dijelaskan
oleh ARP, salah satu yang menyebabkan
munculnya kendala-kendala selama penanganan demonstrasi masyarakat Air Bangis adalah tidak
adanya manajemen komunikasi krisis yang jelas di Makopim. Hal ini menyebabkan Makopim kebingungan karena tidak memiliki
standar atau patokan mengenai siapa mengerjakan apa. Makopim pun kesulitan untuk memulai apa yang harus dilakukan pertama kali saat krisis ini muncul.
Manajemen komunikasi krisis yang tidak jelas ini pun menyebabkan
penyelesaian krisis demonstrasi masyarakat Air Bangis terkesan agak sedikit berantakan.
Hal ini diutarakan oleh NP dimana ia berpendapat
tidak terlihatnya rantai komando yang berjalan selama penanganan krisis dan berujung kepada respons krisis yang berantakan. Kondisi ini juga ditambah dengan Gubernur yang sedang tidak berada
di tempat saat pertama kali masyarakat datang sehingga Makopim melalui BA banyak mengambil inisiatif sendiri untuk mengambil langkah cepat dalam
penanganan krisis. Sementara NP merasa ia tidak melihat
arahan yang jelas dari pimpinan kepada
Makopim saat penanganan krisis.
“Waktu
itu bang BA datang ke abang, banyak
inisiatif sendiri, karena perintah juga tidak jelas dari
Kabag sebelumnya. Alhasil bang BA bikin rilis sendiri, diskusi
dengan rekan-rekan wartawan apa yang sebaiknya disusun kalimatnya, kemana topiknya, angle mana yang harus
diambil, agar semuanya terarah. Jadi agak tidak jelas, cenderung
ada inisiatif pribadi waktu itu.”
(NP, 15 April 2024).
4. Makopim tidak dapat mengetahui
kebijakan seperti apa yang akan diambil
oleh pimpinan
BA mengatakan salah satu hal yang menurutnya
terjadi dikarenakan karena tidak adanya
tim komunikasi krisis yang dibentuk sehingga Makopim tidak mengetahui pimpinannya akan mengambil kebijakan seperti apa dalam
menyikapi krisis ini. Makopim tidak
terinformasikan langkah seperti apa yang akan diambil oleh pimpinannya. BA memberi contoh ketika Gubernur
telah menyelesaikan kunjungan luar kota dan kembali berada di Padang, Makopim tidak bisa mengetahui
apakah Gubernur akan langsung menemui
masyarakat atau tidak. Ia juga mengatakan ketika Gubernur menemui masyarakat Air Bangis yang menginap di Masjid Raya adalah inisiatif dari Gubernur itu sendiri
sehingga banyak pihak yang tidak mengetahui langkah yang diambil oleh Gubernur. Hal serupa juga dikatakan oleh ARP dimana respons pimpinan yang lama saat krisis terjadi sementara Makopim dituntut untuk bertindak cepat agar krisis tidak semakin
panjang. Banyaknya alasan yang menyebabkan respons yang lambat mengganggu proses penanganan krisis demonstrasi ini sehingga masyarakat
yang datang pun merasa tidak puas karena
tidak adanya kejelasan dari pemerintah.
“Mereka itu
kan kemaren pengen ketemu sebenarnya,
sementara di pimpinan gak tahu
lah persoalannya apa, diundur diundur
juga, jadi lah lama. Harusnya responnya kan cepat. Jadi kalau lambat responnya
masyarakat gak puas kan.” (ARP, 15 April 2024).
Saat
menangani demonstrasi masyarakat Air Bangis, terutama di hari pertama, BA mengatakan bahwa Makopim fokus
pada penjelasan posisi Gubernur di hari itu dan kenapa Gubernur tidak bisa menemui masyarakat
di hari itu. Pemberian penjelasan tersebut didukung dengan upaya memberikan
informasi lebih awal dengan berbagai
bentuk, seperti rilis berita, video, dan juga update
di media sosial agar dapat
informasi yang diberikan dapat menjangkau masyarakat luas. Fokus di hari pertama
ini bertujuan untuk mencegah persepsi liar yang mungkin muncul terkait ketidakmunculan Gubernur saat demonstrasi terjadi.
“Nah
untuk mengantisipasi itu salah satu fokusnya ya sajikan
data secara utuh dari awal. Setiap
proses kita sajikan, setiap proses kita sajikan, itu tidak
hanya di dalam bentuk rilis berita,
tapi juga video, tapi juga
di media sosial, sehingga masyarakat dapat informasi yang berimbang.” (BA,
22 April 2024).
Penjelasan
serupa juga diberikan oleh
NP dimana saat menangani demonstrasi masyarakat Air Bangis, Makopim fokus dalam
membuat rilis, memberikan respons langsung melalui berbagai media seperti TikTok terkait isu-isu yang muncul seperti saat cekcok dengan
mahasiswa, keberadaan ibu dan anak saat
demostrasi, dan saat polisi masuk ke
Masjid Raya menggunakan sepatu.
Selain itu, menurut NP Makopim juga menyusun rilis terkait upaya Pemprov
Sumbar dalam memfasilitasi masyarakat yang berdemonstrasi kembali ke Pasaman. Sementara
menurut ARP, fokus Makopim saat penanganan
krisis lebih ke memberikan kejelasan
kepada masyarakat terkait hal-hal yang menjadi masalah. ARP menyatakan bahwa Makopim menyampaikan kepada masyarakat bahwa pemerintah membantu mencarikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
“… fokus utamanya
itu apa yang dipersoalkan masyarakat itu sebenarnya enggak seperti itu kejadiannya. Nah fokusnya itu ke
sana, jadi apa yang menjadi persoalan itu dicarikan jalan
solusinya oleh pemerintah, disampaikan oleh pemerintah, kemudian disampaikan melalui Makopim.” (ARP, 15 April
2024).
Di tengah kebingungan Makopim dalam mencari
tahu sumber masalah yang menyebabkan terjadinya demonstrasi, Makopim meminta bantuan kepada media untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Saat terjadi demonstrasi,
selain pihak Makopim, juga terdapat wartawan yang meliput demonstrasi secara langsung. Menurut BA, hubungan baik antara
Makopim dan media sudah terjalin dengan baik jauh sebelum
demonstrasi ini terjadi. Makopim menyadari tidak memiliki hak bagi
wartawan untuk melarang pemberitaan tertentu sehingga Makopim membangun komunikasi secara non formal dengan mengajak, merangkul, dan menjelaskan maksud yang diinginkan dengan baik. BA mengatakan Makopim tidak memberikan jarak kepada wartawan,
namun mengusahakan berada di ruang yang sama dengan wartawan
sehingga Makopim pun akan memfasilitasi kebutuhan wartawan yang bisa difasilitasi. Saat terjadi demonstrasi,
Makopim mengupayakan penerbitan rilis yang lebih cepat dibandingkan
wartawan karena Makopim menyadari adanya kecenderungan wartawan yang tidak di lapangan akan memberitakan
hal-hal yang dominan diliput oleh wartawa yang berada langsung di lapangan. Dengan menyajikan rilis lebih awal Makopim
mengharapkan rilis yang tersaji lebih awal
tersebut dapat menjadi acuan bagi
wartawan walaupun rilis yang diberikan masih berbentuk straight news atau berita pendek.
Selain itu, bagi anggota Makopim
yang turun ke lapangan, BA mengatakan untuk meminta update setiap ada perubahan
situasi di lapangan sehingga Makopim pun dapat memberikan informasi terbaru secara cepat kepada
masyarakat.
Pendapat
serupa juga muncul dari ARP, dimana menurutnya hubungan antara Makopim dengan media sudah terjalin jauh sebelum
krisis terjadi. Makopim menyadari fungsinya sebagai corong informasi sehingga komunikasi dengan media sudah dibangun dari sebelumnya.
Saat terjadi demonstrasi, Makopim menghubungi media-media yang telah
terverifikasi untuk membantu menyebarkan informasi yang diberikan. Dengan kata lain, Makopim tidak menyediakan porsi baru untuk
membangun komunikasi dengan media saat krisis terjadi karena komunikasi dengan media sudah lama terbangun. Secara lebih detail, NP menjelaskan saat upaya penyelesaian
demonstrasi masyarakat Air Bangis, diakui banyak pendekatan personal yang dilakukan oleh BA sebagai pihak yang lebih dikenal oleh wartawan dibanding Kabag saat itu dikarenakan
Kabag yang masih relatif baru dengan
perkara kehumasan di tingkat provinsi. Saat terjadi demonstrasi,
NP menyatakan bahwa yang mengenal pola-pola di lapangan dengan baik adalah BA, sehingga banyak inisiatif pribadi yang dilakukan oleh BA. Selain itu, menurut NP, BA juga banyak bertanya dan berdiskusi dengan wartawan terkait bagaimana rilis sebaiknya disusun.
“Waktu
itu yang kenal baik sama pola-pola
di lapangan itu ya BA. Maka yang dibilang sistemik gak ada, persuasif pribadi, nyari pribadi, inisiatif pribadi, nah BA sering biasanya minta pendapat sama jurnalis-jurnalis itu. Ini harus
disusun bagaimana, dilihat dari mana, direspons bagaimana, bang BA banyak bertanya ke rekan wartawan.”
(NP, 15 April 2024).
Menurut
pandangan pribadi, BA beranggapan selama ini Makopim kesulitan
dalam mendapatkan data-data
yang dibutuhkan. Selama ini jika sebuah
instansi akan melaksanakan sesuatu, Makopim jarang diberitahu terkait kegiatan yang akan dilaksanakan. Namun ketika telah terjadi
masalah, instansi tersebut akan memberi
tahu Makopim. BA beranggapan mungkin masih banyak yang abai terhadap pentingnya
keberadaan Makopim sebagai pelaksana fungsi humas di tingkat provinsi atau mungkin
Makopim keliru dalam memperkenalkan diri kepada instansi-instansi
lain. BA mengatakan sejak
Oktober 2023 Makopim mencoba
membantu dan memberikan pelayanan kepada instansi-instansi lain dengan memberitakan program unggulan atau keberhasilan sebuah instansi. Dengan memberikan bantuan seperti itu, BA berharap ke depannya akan
terjalin hubungan yang lebih akrab dengan
instansi lain sehingga ketika Makopim membutuhkan data atau informasi, Makopim tidak lagi kesulitan
mendapatkan informasi tersebut. BA juga berpendapat masih rendahnya pemahaman terhadap pentingnya komunikasi. Ia berpendapat, sering kali pemerintah dianggap tidak bekerja karena tidak diinformasikan sehingga masyarakat tidak mengetahui apa saja yang pemerintah
kerjakan. Ia beranggapan pentingnya memberikan informasi terhadap apa yang memang pemerintah kerjakan sehingga diharapkan adanya dukungan dari masyarakat
terhadap apa yang sedang diupayakan oleh pemerintah.
BA juga mengatakan harapannya terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Pengembangan kapasitas SDM yang ada masih banyak
bersifat non-formal. Dalam kegiatan sehari-hari, dikarenakan banyak wartawan yang berkumpul di Makopim, maka Makopim
bisa meminta pendapat dan saran dari beberapa wartawan. BA mengatakan masih kurangnya akan rasa ingin tahu lebih,
kesadaran untuk mendengarkan orang lain, dan tidak
merasa rendah ketika menanyakan sesuatu kepada orang lain. Ia mengatakan, sampai saat ini
tidak ada satupun yang bertanya kenapa orang itu bisa melakukan sesuatu. Bagi BA, perlu didorong untuk mengurangi perasaan malu ketika
menanyakan sesuatu kepada orang lain. Selama ini mungkin Makopim
masih terpaku dengan apa yang ada sehingga terasa
sulit, maka kini diusahakan untuk lebih fleksibel
dan membuka diri terhadap peluang apapun yang ada, misalnya dengan memberikan kesempatan magang kepada mahasiswa.
Bagi
ARP, krisis bukan lah tanggung jawab
satu OPD saja sehingga jangan sampai kurang bekerja
sama dalam upaya penyelesaian krisis tersebut. Ia mengatakan dengan
adanya skala-skala tertentu dalam krisis, seperti hal nya saat
demonstrasi masyarakat Air Bangis, ia menilai
pentingnya upaya untuk mengajak masyarakat berkomunikasi walaupun belum tentu seluruh tuntutan
masyarakat akan dipenuhi. ARP meyakini dengan terbangunnya komunikasi yang baik maka akan mampu
meminimalisir amarah yang lebih besar. Ia
juga melihat pentingnya respons yang lebih cepat. Menurutnya apabila Makopim mampu memberikan respons yang baik tentu masyarakat akan menerima dengan
baik juga. Baginya sekecil apapun harus direspons dengan cepat karena
apabila terlambat akan memicu masalah
yang lebih besar. Dalam kasus demonstrasi
masyarakat Air Bangis, ditambahkan juga oleh ARP bahwa pentingnya peran pimpinan dalam penyelesaian krisis karena merupakan tanggung jawab bersama. Selain itu, ARP juga menambahkan kebutuhan terkait dibentuknya tim kecil untuk nantinya
menangani krisis disamping tim besar
yang melibatkan seluruh
OPD. Pembentukan tim kecil ini menurutnya
untuk memberi ruang saling berkomunikasi
sehingga nantinya Makopim dapat membuka
ruang komunikasi dua arah, salah satunya dengan mengaktifkan kembali media sosial milik pemerintah.
“Makopim juga bisa bikin tim
kecil agar bisa memberi ruang. Kita kan masih banyak,
concern-nya itu ke media cetak, online, nah itu kan satu
arah, walaupun kita juga ada media sosial tapi tidak
terlalu masif.” (ARP, 15
April 2024).
Sementara
NP berpendapat pentingnya dibentuk mekanisme, sistem, dan tim. Ia mengatakan ide tersebut pernah diusulkan namun hanya sebatas obrolan
dan diskusi karena setelah itu terjadi
pergantian kepala bagian. Ia tidak
mengetahui apakah akan direalisasikan atau tidak. NP mengatakan dalam membuat manajemen komunkasi krisis itu diperlukan pembicaraan lintas OPD. Selain itu, NP berpendapat perlunya peran juru bicara
yang harus dijalankan oleh
salah seorang yang ada di Adpim karena menurut
diskusi tim Makopim bersama BA, riskan untuk membiarkan
Gubernur langsung bertemu dengan wartawan. Apabila ada fungsi juru
bicara, tentu juru bicara ini
mampu menjawab terlebih dahulu sebagai perwakilan dari Gubernur. Namun terkait posisi
juru bicara ini disebut oleh NP saat demonstrasi masyarakat Air Bangis menghadapi kendala karena kepala biro yang bertugas saat itu
bukan orang yang bisa menghadapi wartawan sehingga peran juru bicara pun tidak bisa diambil.
Selain itu, NP berpandangan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh Makopim masih cenderung
reaktif, lebih cenderung untuk memperbaiki apa yang telah rusak. Ia
mengatakan pentingnya dibangun indikator-indikator yang
jelas terkait apa yang menandakan sebuah isu akan
berpotensi menjadi besar sehingga apabila memang berpotensi, maka Makopim bisa memberikan
respons. Ia mengatakan model komunikasi Makopim yang sangat reaktif ini perlu diubah,
dimulai dengan membenahi bagian analisis isu publik.
“Maka
sebaiknya dibangun indikator-indikator yang jelas apa yang menandakan isu ini berpotensi
besar, “alah buliak awak respon
walaupun masih ketek bana”. Itu
yang paling terasa sih.
Model komunikasi kita itu reaktif banget.”
(NP, 15 April 2024).
Di hari pertama terjadinya demonstrasi masyarakat Air Bangis, Makopim sempat kesulitan untuk mencari tahu
penyebab terjadinya demonstrasi, asal demonstran, hingga apa yang menjadi tuntutan masyarakat sehingga terjadi demonstrasi. Kedatangan masyarakat Air Bangis melakukan demonstrasi menyebabkan kepanikan di lingkungan Pemprov Sumbar. Hal ini sifat krisis yaitu
tiba-tiba dan tidak terduga, sehingga menimbulkan kepanikan dan berpotensi memunculkan kerusakan secara sosial, ekonomi, budaya, psikologi, dan juga adanya ketidakpastian informasi yang beredar (Kriyantono, 2012, dalam Kriyantono, 2014:192).
Krisis memang
bersifat tiba-tiba dan sering kali tidak dapat diprediksi. Namun, dalam krisis
seperti demonstrasi ini tidak mungkin
muncul dengan sendirinya tanpa adanya tanda-tanda yang muncul sebelumnya. Tanda-tanda akan munculnya
situasi krisis ini salah satunya dijelaskan oleh J yang merupakan masyarakat Air Bangis. J mengatakan bahwa sebelum terjadi demonstrasi di Kantor Gubernur Sumbar, masyarakat Air Bangis sebelumnya telah melakukan demonstrasi di kantor wali, kantor camat,
hingga kantor bupati Pasaman Barat di Simpang Empat untuk
memperjuangkan lahan yang selama ini diolah
oleh masyarakat. Meskipun sudah melakukan demonstrasi hingga ke level pemerintah kabupaten, J menyatakan masyarakat Air Bangis tidak ditemui oleh bupati setempat dan diberikan pernyataan untuk pergi ke
Padang untuk menemui Gubenur Sumbar. Pernyataan J juga dikonfirmasi
oleh MK, warga Air Bangis lainnya, dimana memang sebelumnya sudah ada kehebohan
di kalangan masyarakat Air Bangis terkait lahan yang disebut sedang diajukan menjadi PSN oleh pemerintah tersebut.
Adanya demonstrasi
yang telah terjadi sebelumnya di Kabupaten Pasaman Barat sebagai kabupaten bernaungnya wilayah Air
Bangis, hal ini berarti sudah
ada situasi yang memancing terjadinya puncak demonstrasi di Kantor Gubernur Sumbar. Seperti yang dijelaskan Griffin
(2014:33) terkait
dua poin utama krisis berdasarkan Crisis
Management: Guidance and Good Practice yang disusun
oleh Cabinet Office in the United Kingdom dan British Standards
Agency, dimana salah satunya
menjelaskan bahwa krisis merupakan situasi yang bisa berasal dari sebuah
insiden, baik insiden tiba-tiba atau telah berlangsung
sebelumnya. Demonstrasi
yang terjadi sebelumnya mulai dari kantor
wali nagari hingga kantor bupati
di Pasaman Barat menjadi bukti bahwa krisis
ini berasal dari insiden yang telah berlangsung sebelumnya.
Dalam hal
ini, seharusnya Pemprov Sumbar sudah mulai bersiap
atau setidaknya mulai menyadari adanya kemungkinan akan terjadinya krisis yang lebih besar, berupa demonstrasi
masyarakat Air Bangis ke Kantor Gubernur Sumbar. Melalui temuan ini, demonstrasi
masyarakat Air Bangis ke Kantor Gubernur Sumbar pada tahun 2023 lalu dapat dikategorikan
dalam tipe krisis preventable cluster jika
merunut kepada SCCT. Hal ini didasarkan fakta kurangnya antisipasi dan persiapan dari Pemprov Sumbar
dalam mengupayakan krisis tidak semakin
membesar. BA sebagai salah seorang yang bertanggung jawab dalam penanganan
komunikasi krisis masyarakat Air Bangis menyatakan memang tidak ada informasi
apapun yang sampai ke Makopim. Saat
ditanyakan lebih lanjut, lagi-lagi memang demonstrasi ini luput dari
pantauan Makopim sehingga menyebabkan kebingungan di awal terjadinya krisis. Salah satu tugas yang dilakukan oleh Makopim adalah melakukan analisis media, dimana segala pemberitaan terkait Pemprov Sumbar dipantau setiap harinya. Namun, sayangnya, Makopim tidak memantau
pemberitaan atau isu yang ada di media sosial. Sementara, menurut BA, isu terkait adanya demonstrasi sebelumnya di Pasaman Barat tidak terdeteksi di pantauan media konvensional. Hal ini menurutnya menjadi penyebab terlewatkannya isu ini sehingga
akhirnya memuncak saat demonstrasi masyarakat Air Bangis ke Kantor Gubernur Sumatera
Barat. Hal ini mengindikasikan
bahwa adanya kelalaian oleh bagian Makopim yang menyebabkan situasi krisis lama kelamaan memburuk.
Kondisi sulit
di awal krisis tidak hanya sampai
di sana. Di hari pertama demonstrasi, masyarakat
Air Bangis menuntut ingin bertemu dengan
Gubernur Sumbar. Di saat yang bersamaan, Gubernur Sumbar sedang tidak berada
di tempat. Kondisi Gubernur Sumbar yang sedang tidak berada
di tempat menambah tekanan yang harus dihadapi oleh Makopim. Menyadari adanya potensi besar informasi
akan berkembang liar dengan ketidakhadiran Gubernur Sumbar, Makopim memutuskan untuk memberikan informasi terkait keberadaan Gubernur Sumbar pada saat demonstrasi terjadi. Langkah ini merupakan upaya
untuk melindungi publik dan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dari kerugian (Kriyantono, 2014, dalam Syam et al., 2022:34). Apabila
tidak dilakukan tindakan segera untuk mengklarifikasi keberadaan Gubernur Sumbar saat demonstrasi,
maka dimungkinkan isu akan berkembang
semakin liar yang berfokus kepada tidak munculnya
Gubernur Sumbar saat demonstrasi tersebut. SCCT memberikan penegasan terkait persepsi khalayak yang dapat menentukan reputasi pemerintah dan pemerintah pun memiliki legitimasi atas hak eksis mereka
(Syam
et al., 2022:34). Sebagai
upaya melindungi reputasi pemerintah, dalam hal ini
Pemprov Sumbar dengan situasi Gubernur Sumbar yang sedang tidak berada
di tempat, maka Makopim memberikan penjelasan awal terkait keberadaan Gubernur Sumbar. Upaya ini tentu saja
tidak menghilangkan krisis begitu saja.
Seperti yang dijelaskan
oleh salah satu staf Makopim dimana upaya-upaya penanganan krisis yang dilakukan lebih ke upaya
untuk meredam agar isu tidak berkembang
semakin liar.
Sebaliknya,
pemberitaan yang muncul di
media-media online banyak berfokus
pada narasi yang berlawanan
dengan Pemprov Sumbar. Masyarakat
yang mengikuti demonstrasi tersebut merasa kecewa dengan kondisi
tidak munculnya Gubernur Sumbar di hari pertama demonstrasi.
Melalui salah satu pemberitaan dari laman detik.com
pada 1 Agustus 2023, masyarakat
Air Bangis melalui koordinator lapangan menyatakan kekecewaannya terkait tidak hadirnya
Gubernur Sumbar dan dianggap lebih memilih urusan lain ketimbang menemui masyarakat secara langsung. Walaupun sudah ada penjelasan
dari pihak Makopim terkait kegiatan Gubernur Sumbar di hari demonstrasi, informasi tersebut sepertinya dihiraukan begitu saja oleh masyarakat. Seperti yang juga dijelaskan oleh
BA, masyarakat Air Bangis
di hari pertama itu ditemui oleh pejabat-pejabat terkait yang mewakili Gubernur Sumbar. Namun masyarakat
tetap menuntut untuk bertemu langsung
dengan Gubernur Sumbar. Hal ini menunjukkan adaya kesenjangan antara pesan yang disampaikan oleh Makopim dan persepsi masyarakat Air Bangis di lapangan. Walaupun Makopim telah berupaya
untuk transparan, namun masyarakat merasa kurang dilibatkan
dan tidak didengar di aksi-aksi sebelumnya sehingga terjadi lah demonstrasi di Kantor Gubernur Sumbar.
Selain berupaya
memberikan penjelasan terkait keberadaan Gubernur Sumbar, Makopim juga berfokus terhadap keberadaan lansia, anak-anak, dan ibu hamil yang mengikuti demonstrasi. Melihat situasi demikian, atas instruksi dari Gubernur Sumbar, pihak Pemprov Sumbar
menyediakan kebutuhan-kebutuhan
bagi masyarakat Air Bangis yang melakukan demonstrasi dan berkoordinasi dengan dinas terkait.
Upaya ini sejalan dengan strategi tanggap krisis yang dikemukakan oleh
Coombs & Holladay (2010) dalam Coombs
(2015) dimana
strategi yang dilakukan oleh pihak
Makopim bersama Pemprov Sumbar jika dikaitkan dengan SCCT berupa:
1.
Strategi
mengurangi (diminish strategy): memberikan penjelasan kepada masyarakat Air Bangis terkait alasan tidak ada
nya Gubernur Sumbar di hari pertama demonstrasi karena adanya kunjungan
kerja ke luar provinsi. Selain itu, juga memberikan penekanan perihal kunjungan kerja yang sudah dijadwalkan jauh-jauh hari dan tidak mungkin untuk diubah
begitu saja. Penjelasan ini diharapkan akan mampu mengurangi kemungkinan berkembangnya persepsi negatif terkait tidak munculnya
Gubernur Sumbar di hari pertama demonstrasi.
2.
Strategi
membangun kembali (rebuild
strategy): melihat situasi
banyaknya lansia, anak-anak, dan ibu hamil yang turut serta dalam demonstrasi
ini, mengikuti arahan Gubernur Sumbar sebagai puncak pimpinan di lingkup provinsi, Makopim dan Pemprov Sumbar menyatakan perhatiannya atas keselamatan masyarakat pendemo yang berada dalam kategori rentan. Pemprov Sumbar kemudian menyedikan kebutuhan-kebutuhan untuk masyarakat Air Bangis selama melakukan
demonstrasi melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
3.
Strategi
penguatan (reinforcing strategy): mengalihkan fokus ke upaya pemerintah
dalam menyediakan kebutuhan masyarakat
Air Bangis yang termasuk kelompok rentan dan mengikuti demonstrasi.
Upaya Pemprov Sumbar melalui Makopim dalam memberikan penjelasan terkait keberadaan Gubernur Sumbar dan berfokus pada masyarakat rentan yang ikut serta dalam
demonstrasi dilihat oleh beberapa orang wartawan sebagai langkah yang sudah sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi dari Makopim
itu sendiri. Salah satu wartawan, ME, menjelaskan, meskipun Gubernur Sumbar saat itu sedang
tidak di tempat akibat kegiatan yang telah terjadwalkan sebelumnya, keberadaan pejabat-pejabat lain yang mewakili
Gubernur Sumbar untuk menemui masyarakat
seharusnya sudah cukup. Perwakilan Gubernur Sumbar tersebut bagi ME dianggap dapat menjadi penyambung lidah antara masyarakat
Air Bangis dengan Pemprov Sumbar, dalam hal ini
Gubernur Sumbar. Namun, ME melihat tuntutan-tuntutan yang dibawa
oleh masyarakat Air Bangis saat itu tidak
semuanya tepat untuk dituntut kepada Gubernur Sumbar. Hal tersebut dikarenakan dibutuhkannya waktu untuk membahas
dengan instansi lain terkait tuntutan dari masyarakat Air Bangis dan mencarikan jalan keluar, termasuk
di dalamnya perihal PSN.
Situasi
krisis demonstrasi masyarakat Air Bangis di Kantor Gubernur Sumbar tidak terhenti sampai di sana. Uniknya, demonstrasi berlangsung hampir seminggu lamanya dengan berbagai dinamika yang muncul selama demontrasi
tersebut. Dalam SCCT terdapat dua jenis pesan yang dapat diberikan oleh organisasi saat terjadi krisis,
yaitu informasi instruktif dan informasi penyesuaian (Kim
et al., 2011 dalam Maulida, 2021).
Selama demonstrasi
yang berlangsung hampir seminggu, pihak Makopim lebih dominan
memberikan pesan instruktif melalui rilis yang diberikan setiap harinya. Dominasi pesan instruktif inilah yang menciptakan kesan reaktif dari Makopim
selama menangani krisis demonstrasi ini. Sesekali, Makopim memberikan informasi penyesuaian di hari-hari demonstrasi selanjutnya yang disesuikan dengan isu yang muncul di hari tersebut.
Kondisi
krisis selama demonstrasi masyarakat Air Bangis tidak hanya
terhenti di tuntutan masyarakat untuk bertemu langsung dengan Gubernur Sumbar. Demonstrasi yang berlangsung selama hampir seminggu tersebut diwarnai berbagai peristiwa dan memperburuk situasi yang harus dihadapi oleh Pemprov Sumbar, terutama Makopim. Di hari ketiga demonstrasi,
muncul yang disebut “massa tandingan” dan mengatasnamakan diri sebagai masyarakat pribumi Air Bangis. Massa tandingan tersebut datang ke Kantor Gubernur Sumbar menyatakan dukungannya kepada Pemprov Sumbar dan mengatakan masyarakat Air Bangis yang datang berdemonstrasi dari hari pertama
merupakan masyarakat pendatang serta pembabat hutan illegal (Fauzi, 2023). Di saat kemunculan massa tandingan tersebut, Gubernur Sumbar disebut masih belum menemui
masyarakat Air Bangis yang melakukan demonstrasi sejak hari pertama
(Azwar, 2023). Kondisi ini tentu
memperburuk situasi krisis yang telah terjadi dari hari
pertama demonstrasi yang bahkan belum terlihat
tanda-tanda akan mengalami penurunan. Ketika Penulis melakukan penelusuran melalui Google untuk melihat pemberitaan
yang muncul terkait massa tandingan ini, tidak ditemukan
pemberitaan yang memuat pernyataan dari Pemprov Sumbar, terutama Makopim dalam menanggapi keberadaan massa tandingan ini. Tidak ditemukannya respon dari Makopim
di penelusuran Google terkait
massa tandingan ini menunjukkan kurangnya upaya dari Makopim dalam
menengahi demonstrasi yang terjadi. Penulis tidak dapat menemukan
klarifikasi dari Makopim sehingga menimbulkan kesan seakan-akan Makopim dan Pemprov Sumbar “membiarkan” dua kelompok masyarakat yang berdemonstrasi di
lapangan.
Gambar 1. Pemberitaan Terkait Massa Tandingan
Sumber: Penelusuran Penulis di Google
Pada hari keempat demonstrasi,
tepatnya pada Kamis subuh, Gubernur Sumbar menemui masyarakat Air Bangis yang menginap di Masjid
Raya Sumbar. Dalam pertemuan tersebut, diketahui sempat terjadi dialog antara Gubernur Sumbar dengan masyarakat Air Bangis yang masih bertahan (Redaksi, 2023). Setelah dialog berlangsung, ternyata sempat terjadi ketegangan antara Gubernur Sumbar dengan masyarakat
Air Bangis dikarenakan tuntutan massa yang memaksa Gubernur Sumbar menandatangani sejumlah dokumen (Eriandi, 2023). Sumber lain pun menyebutkan bahwa yang ditemui oleh Gubernur Sumbar selepas salat subuh bukanlah masyarakat Air Bangis yang melakukan aksi sejak Senin,
namun justru massa tandingan (Indonesia, 2023b). Meskipun telah ditemui oleh Gubernur Sumbar setelah menjalankan salat subuh di Masjid
Raya Sumbar, demonstrasi tetap berlanjut di hari keempat karena
merasa belum semua tuntutan disampaikan kepada Gubernur Sumbar sehingga perlu melanjutkan aksi tersebut (Kurniati, 2023). Bahkan dari
salah satu pemberitaan, Gubernur Sumbar meninggalkan kerumunan masyarakat Air Bangis di Masjid
Raya Sumbar yang masih membutuhkan kejelasan terkait haknya (Redaksi,
2023).
Berlanjutnya
demonstrasi di hari keempat meskipun telah ditemui oleh Gubernur Sumbar menunjukkan adanya ketidakpuasan dari masyarakat sehingga kembali melanjutkan aksinya. Upaya manajemen komunikasi krisis yang dilakukan oleh Makopim bahkan dalam hal
ini dilakukan langsung oleh Gubernur Sumbar artinya tidak memberikan hasil yang baik karena masyarakat masih melanjutkan aksinya. Dalam situasi seperti ini, penting bagi
Makopim dan pejabat yang terkait seperti Gubernur Sumbar untuk mampu melakukan
komunikasi empati seperti yang dijelaskan oleh Kriyantono
(2015:246) sebagai
salah satu prinsip penting dalam melakukan
komunikasi krisis. Memang masalah mungkin tidak akan
bisa langsung selesai saat itu
juga, namun masyarakat tentu butuh kepastian
dan diyakinkan terkait keamanan dan memastikan keluh kesahnya akan diperjuangkan sebagai salah satu upaya untuk meredam
krisis tidak berlanjut lebih lama lagi.
Kemunculan Gubernur
Sumbar sebagai pimpinan tertinggi untuk langsung menemui masyarakat Air Bangis yang berdemonstrasi nyatanya masih kurang untuk meredam
krisis yang ada. Ketidakpuasan melalui demonstrasi yang terus berlanjut di hari keempat menjadi bukti upaya komunikasi
krisis yang dilakukan oleh Makopim dan Pemprov Sumbar tidak membuahkan
hasil yang positif. Selain itu, Penulis
juga tidak menemukan klarifikasi dari Makopim terkait kebenaran masyarakat yang ditemui oleh Gubernur Sumbar apakah memang
benar massa tandingan atau masyarakat Air Bangis yang melakukan aksi sejak hari Senin.
Banyaknya informasi simpang siur yang beredar luas di media massa sedikit banyak
tentu bisa memperkeruh situasi. Padahal, sebagai pihak yang dilanda krisis, sudah seharusnya
Makopim secara aktif dan terus menerus mengumpulkan fakta dari informasi-informasi
yang beredar. Upaya pengumpulan
fakta ini juga menjadi salah satu prinsip penting dalam melakukan komunikasi krisis oleh Kriyantono
(2015:246). Langkah ini pun terlihat tidak dilakukan dengan maksimal karena Penulis tidak menemukan banyak pernyataan-pernyataan dari Makopim di media massa selama demonstrasi
masyarakat Air Bangis.
Kemunculan
isu baru dalam demonstrasi masyarakat Air Bangis masih terus berlanjut,
seperti yang terjadi pada hari keenam demonstrasi.
Pada hari itu, terjadi pemulangan paksa massa aksi
di Masjid Raya Sumbar yang sedang
menunggu perwakilan mereka berdialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumbar (Briantika, 2023). Sehari sebelumnya, Wakil Bupati Pasaman Barat sudah memberikan imbauan bagi masyarakat
Air Bangis yang berdemonstrasi
untuk pulang dengan bus yang sudah disiapkan (Indonesia, 2023a). Upaya pemulangan paksa ini berujung pada penangkapan sejumlah orang sehingga menyebabkan situasi krisis kembali memanas. Penangkapan sejumlah masyarakat Air Bangis di Masjid
Raya Sumbar yang sedang menunggu rekan-rekannya di Kantor
Gubernur Sumbar menciptakan kekecewaan, terutama bagi masyarakat
yang sedang menunggu anggota keluarganya (Hakim, 2023). Kejadian ini tentu
memunculkan isu baru di tengah krisis demonstrasi masyarakat Air Bangis yang belum berakhir. Terkait isu pemulangan
paksa masyarakat Air Bangis ini, Penulis
tidak menemukan penjelasan dari pihak Makopim dalam
menanggapi isu ini. Fokus pemberitaan
lebih condong kepada aksi pembubaran
paksa oleh kepolisian. Ajakan untuk pulang
hanya muncul dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasaman Barat. Isu di hari keenam ini
bisa dibilang cukup liar karena melibatkan pihak kepolisan dan masyarakat. Penulis tidak menemukan
respons dari Makopim atau Pemprov
Sumbar terkait upaya pemulangan masyarakat Air Bangis ini sehingga Makopim
dan Pemprov Sumbar terkesan membiarkan saja kericuhan antara masyarakat Air Bangis dan kepolisian.
Gambar 2. Pemberitaan Terkait Pemulangan Paksa Masyarakat Air Bangis
Sumber: Penelusuran Penulis di Google
Prinsip penting
lainnya dalam komunikasi krisis oleh Kriyantono
(2015:246) yang juga dilewatkan oleh Makopim adalah terkait pembentukan tim komunikasi krisis. Seperti yang diketahui, tim komunikasi krisis merupakan salah satu elemen penting
yang harus dipersiapkan dalam manajemen komunikasi krisis. Tim komunikasi krisis ini berguna untuk
memastikan manajemen komunikasi krisis yang dilakukan berjalan dengan jelas dan sesuai. Pada saat demonstrasi masyarakat Air Bangis, Makopim tidak membentuk tim komunikasi krisis dikarenakan tidak cukupnya SDM yang memungkinkan untuk dibebankan menjadi bagian dari tim
komunikasi krisis. Tidak terbentuknya tim komunikasi krisis ini menjadikan
langkah manajemen komunikasi krisis yang dilakukan tidak jelas dan tidak terarah. Hal inilah yang juga menjadi salah satu penyebab dominasi tindakan reaktif oleh Makopim selama krisis terjadi. Tidak adanya tim
komunikasi krisis, tidak adanya langkah
komunikasi krisis yang jelas dan terstruktur, serta upaya manajemen
komunikasi krisis yang terlihat “seadanya” saja menjadi paduan
penanganan krisis yang tentu saja jauh
dari kata ideal dan seharusnya
tidak dihadapi seperti itu.
Tidak jelasnya
manajemen komunikasi krisis yang dilakukan dikarenakan tidak adanya sistem dan mekanisme terkait penanganan krisis oleh Makopim. Hal ini juga tidak sesuai dengan
beberapa prinsip utama dalam manajemen
krisis menurut Griffin
(2014:154-155) dimana
manajemen krisis di antaranya membutuhkan struktur dan prosedur yang jelas dalam pembagian
tanggung jawab di manajemen komunikasi krisis. Selain itu, tidak adanya
akses langsung pihak Makopim ke
pucuk pimpinan dalam periode krisis
juga menimbulkan kesulitan bagi Makopim saat
menangani krisis. Meskipun jika ditelusuri
lagi melalui aturan-aturan terkait kehumasan yang dipedomani oleh Makopim tidak memuat
terkait manajemen komunikasi krisis, namun sudah seharusnya
sebagai pelaksana fungsi humas di lingkungan Pemprov Sumbar harus ada kemampuan
terkait manajemen komunikasi krisis. Dengan pembentukan tim komunikasi krisis dan adanya prosedur yang jelas, hal ini tentu
bisa meminimalisir upaya “seadanya” Makopim dalam menangani
sebuah krisis.
Pada akhirnya, perbedaan persepsi yang muncul antara Makopim dan masyarakat Air Bangis terkait manajemen komunikasi krisis ini menunjukkan adanya gap komunikasi dan persepsi antara kedua belah pihak.
Makopim merasa telah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku walaupun masih memberatkan penyelesaian masalah secara reaktif. Penulis pun tidak menemukan banyak pemberitaan yang memuat informasi dari rilis Makopim terkait
demonstrasi masyarakat Air Bangis ini. Memang
di awal-awal terjadinya demonstrasi Makopim mampu menjaga isu-isu
sepanjang demonstrasi agar tidak melebar, namun setelah demonstrasi
berjalan beberapa hari, perkembangan isu terlihat sulit
untuk dikontrol oleh Makopim. Dalam hal ini, Makopim
pun terkesan hanya melakukan langkah manajemen komunikasi krisis dengan seadanya
sehingga terkesan reaktif, padahal kondisi yang dihadapi cukup serius, terutama
berkaitan erat dengan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat Air Bangis merasa terabaikan
dan melihat upaya yang dilakukan pemerintah merupakan upaya represif, terlebih di saat pemulangan kembali masyarakat Air Bangis yang menimbulkan isu baru. Situasi
itu pun sedikit banyak menyulitkan Makopim dan Pemprov Sumbar. Meskipun pada akhirnya berhasil dipulangkan, namun masih banyak yang harus dievaluasi dalam manajemen komunikasi krisis yang dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah yang lebih jelas dan terstruktur untuk menangani krisis terutama berkaitan dengan masyarakat luas.
Melalui
SCCT, Peneliti melihat
strategi rebuilding yang lebih kuat dan inklusif seharusnya dilakukan oleh Makopim untuk memperbaiki
hubungannya dengan masyarakat. Terlebih, aksi demonstrasi ini tidak terjadi
begitu saja, sehingga penting untuk memastikan masyarakat merasa didengarkan dengan baik oleh pemerintah. Upaya Makopim dalam meredam
isu-isu yang bermunculan selama berlangsungnya demonstrasi melalui rilis tidak terlalu
terlihat karena banyaknya berita negatif yang muncul. Kembali lagi, terlalu banyak
langkah-langkah yang terlihat
“seadanya” dilakukan oleh Makopim sebagai akibat dari berbagai
kondisi kurang ideal yang ada di internal Makopim itu sendiri sehingga
berakibat kepada manajemen komunikasi krisis yang kurang maksimal dan tentu saja secara tidak
langsung berdampak kepada masyarakat Air Bangis secara khusus
sebagai salah satu yang terdampak dari isu yang muncul.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibuat, maka dapat
disimpulkan bahwa, demonstrasi masyarakat Air Bangis ke Kantor Gubernur Sumbar sejatinya telah didahului oleh aksi-aksi sejenis di wilayah Air Bangis, namun masyarakat tidak mendapatkan respons yang memuaskan dari pemerintah setempat. Meskipun Makopim dalam tugas
sehari-hari melakukan analisis pemberitaan media, Makopim justru tidak terinformasikan terkait aksi-aksi tersebut sehingga saat demonstrasi di Kantor Gubernur Sumbar terjadi, Makopim justru kebingungan dan kehilangan arah, tidak tahu harus
melakukan apa.
Makopim
sebagai pelaksana fungi
humas di lingkungan Pemprov
Sumbar tidak sepenuhnya menyadari pentingnya memiliki manajemen komunikasi krisis yang jelas. Pemprov Sumbar merupakan instansi pemerintah yang rentan akan krisis sehingga
sebagai pelaksana humas, Makopim setidaknya harus memiliki langkah-langkah yang jelas apabila mengalami krisis. Mulai dari
sistem atau mekanisme yang berlaku hingga siapa saja
yang bertanggung jawab selama masa penanganan krisis. Proses komunikasi yang berlangsung selama krisis oleh Makopim terkendala di komunikasi dengan pimpinan. Makopim sebagai pelaksana humas tidak terinformasikan dan tidak memiliki akses terkait langkah yang akan diambil oleh pimpinan selama demonstrasi berlangsung. Padahal, selama masa krisis, humas seharusnya mendapatkan akses penuh kepada pimpinan
untuk memastikan manajemen komunikasi krisis yang dilakukan dapat berjalan dengan benar dan sesuai.
Administrator. (2021). 5 Biro di Sumbar Mengalami
Perubahan Nomenklatur, Ini Rinciannya.
Anggriyani, B., & Ramadhan, A. J. (2023).
Strategi Penanganan Krisis dalam Kajian Corporate Communication. COMMENTATE:
Journal of Communication Management, 4(1), 65–76.
https://doi.org/10.37535/103004120237
Azwar, R. (2023). Muncul Demo Tandingan di Depan
Kantor Gubernur Sumbar, Mengaku Juga Warga Air Bangis Pasaman Barat. Tribun
Padang.
Briantika, A. (2023). Ricuh Pemulangan Paksa
Warga Air Bangis di Masjid Raya Sumbar. Tirto.Id.
Coombs, W. T. (2015). Ongoing Crisis
Communication: Planning, Managing, and Responding (4th editio). SAGE
Publications, Inc.
Eriandi. (2023). Demo Masih Berlanjut, Gubernur
Sudah Temui Massa di Masjid Raya Sumbar. Hariangsinggalang.Co.Id.
Fachri, F. (2023). Awal Mula Masyarakat Air
Bangis Demo karena Petani Sawit Ditangkap. Republika Online.
Fauzi. (2023). Demo Tandingan Muncul Pada Hari
Ketiga Perjuangan Masyarakat Aia Bangih Tolak PSN. Harian Haluan.
Fitri, A. N., Fitri, F., Karim, A., &
Rachmawati, F. (2021). Strategi Komunikasi Krisis Maskapai Penerbangan di
Indonesia (Studi Analisis Komunikasi Krisis Adam Air, Air Asia dan Sriwijaya
Air dalam Menghadapi Krisis Kecelakaan Pesawat melalui Prespektif Komunikasi
Islam). Jurnal Ilmiah Media, Public Relations, Dan Komunikasi (IMPRESI),
1(2), 89. https://doi.org/10.20961/impresi.v1i2.49142
Griffin, A. (2014). Crisis, Issues and Reputation
Management. Kogan Page Limited.
Hakim, I. A. (2023). Warga Air Bangis Dipaksa
Pulang Polisi dari Masjid Raya Sumbar, Jurnalis Diintimidasi. Kompas.Tv.
Indonesia, C. (2023a). Dalih Polisi Tangkap
Belasan Warga Air Bangis saat Demo Tolak PSN. CNN Indonesia.
Indonesia, C. (2023b). Warga Air Bangis Demo PSN,
Belasan Ditangkap di Masjid Raya Sumbar. CNN Indonesia.
Iskandar, I. N., Hidayat, D. R., & Priyatna, C.
C. (2021). Strategi Komunikasi Krisis DPR RI Menggunakan Instagram Menghadapi
Penolakan RUU Cipta Kerja. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 12(2).
https://doi.org/10.46807/aspirasi.v12i2.2413
Kriyantono, R. (2015). Public Relations, Issue
& Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations Etnografi Krisis
& Kualitatif. Kencana Prenada Media Group.
Kurniati, R. (2023). Ditemui Gubernur Sumbar Saat
Subuh di Masjid Raya, Warga Air Bangis Pasbar Tetap Lanjut Aksi. Tribun
Padang.
Marsen, S. (2020). Navigating Crisis: The Role of
Communication in Organizational Crisis. International Journal of Business
Communication, 57(2), 163–175.
https://doi.org/10.1177/2329488419882981
Maulida, R. A. (2021). Implementasi Teori Komunikasi
Krisis Situasional pada kasus Covid-19 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat
melalui @pikobar_jabar. Jurnal Pekommas, 6(1), 83–93.
https://doi.org/10.30818/jpkm.2021.2060109
Putra, N. (2023). Masyarakat Air Bangis yang Demo
di Padang Dipaksa Bubar dan Pulang: “Tidak Ada Lagi Harapan.” Tribun
Padang.
Putri, A. W., Sutopo, & Rahmanto, A. N. (2019). Komunikasi
Krisis Kementerian Pertanian Pada Kasus Penggerebekan Gudang Beras PT Ibu (Analisis
Isi Kualitatif Menggunakan Situational Crisis Communication Theory). Jurnal
Studi Komunikasi Dan Media, 23(1), 53.
https://doi.org/10.31445/jskm.2019.1765
Rahmanda, S. K. (2023). Kronologi Aksi Unjuk Rasa
Warga Air Bangis di Kantor Gubernur Sumbar: Demo, Ditangkap, Dipulangkan.
Tempo.Co.
Redaksi. (2023). Gubernur Sumbar Dikawal Polresta
Padang Saat Temui Warga Air Bangis Usai Subuh di Masjid Raya. Langgam.Id.
Solihin, O. (2021). Implementasi Big Data pada
Sosial Media sebagai Strategi Komunikasi Krisis Pemerintah. Jurnal Common ,
5(1), 56–66.
Syam, H. M., Azman, & Yanuar, D. (2022). Komunikasi
Krisis Strategi Menjaga Reputasi Bagi Organisasi Pemerintah. Dinas
Komunikasi, Informatika, dan Persandian Aceh.
Syukron, A. F. (2021). Komunikasi Krisis Eiger Dan
Tantangan Perbaikan Reputasi Di Era Digital. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 53(February), 2021.
Ulfa, N., Suadnya, W., & Khusnia, H. N. (2019).
Manajemen Krisis Humas Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara Pada Saat Gempa
Bumi Lombok 2018. Journal of Media and Communication Science, 2(2),
97–115.
Wardiman, I. G., & Amanah, S. (2022). Manajemen
Krisis: Komunikasi Krisis Dalam Public Relationspada Bank Indonesia. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis, 11(1), 503–511.
https://doi.org/https://doi.org/10.34308/eqien.v11i1.691
Zimal, L. A., & Aysar, A. A. (2021). Public
Relations Strategy Analysis Crisis Communications. Journal La Sociale, 2(3),
1–8. https://doi.org/10.37899/journal-la-sociale.v2i3.388
Copyright
holder: Havina
Mirsya ‘Afra, Emeraldy Chatra, Rahmi Surya Dewi (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |