Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 8, Agustus 2024

 

POLA KUMAN SERTA KEPEKAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

 

Nabila1, Bramantono2, Deby Kusumaningrum3, Agung Dwi Wahyu Widodo4

Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia1,2,3,4

Email: [email protected]1[email protected]2,

deby-k@ fk.unair.ac.id3, [email protected]4

 

Abstrak

Latar belakang. Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap infeksi. Penatalaksanaan sepsis salah satunya adalah pemberian antibiotik spesifik, namun pengobatan awal adalah pemberian antibiotik spektrum luas sebelum ada hasil kultur. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada pasien septik dapat menyebabkan resistensi bakteri dan memperburuk kondisi pasien. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pola sensitivitas bakteri dan antibiotik pada pasien sepsis di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Metode. Penelitian deskriptif retrospektif ini dilakukan di RSUD Dr. Soetomo pada bulan Januari sampai dengan Desember 2019. Sampel penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien sepsis yang memiliki hasil kultur darah bakteri positif di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya di Hasil 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 722 sampel darah, termasuk 124 (17,2%) sampel dengan hasil kultur positif. Pasien termuda berusia 16 tahun dan tertua berusia 97 tahun. Hasil ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar pasien sepsis adalah perempuan. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus spp. 80,4%. Bakteri gram positif (Staphylococcus spp.) sensitif terhadap linezolid, vankomisin, teicoplanin Kesimpulan. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus spp, sedangkan antibiotik yang paling sensitif terhadap Staphylococcu spp gram positif adalah antibiotik linezolid, vankomisin, dan teicoplanin.

Kata kunci: Sepsis, Antibiotik, Pola Bakteri

 

Abstract

Background. Sepsis is a life-threatening organ dysfunction caused by a dysregulated host response to infection. One of the sepsis management is giving the specific antibiotics, but the initial treathment is giving broad spectrum antibiotics before there are culture results. Inappropriate use of antibiotics in septic patients can lead to bacterial resistance and worsen the patient's condition . The purpose of this study was to study the patterns of bacterial and antibiotics sensitivity in septic patients in RSUD Dr. Soetomo Surabaya Method. This descriptive retrospective study was conducted at RSUD Dr. Soetomo in January to December 2019. The sample of this study was all the medical record data of sepsis patients that had results positive bacterial blood culture at the clinical Microbiology Laboratory of RSUD Dr. Soetomo Surabaya in 2019 Results. The result showed that of 722 blood samples, including 124 (17.2%) samples with positive culture results. The youngest patient was 16 years old and the oldest was 97 years old. This result also shows that most of the septic patients are female. The most common bacteria found were Staphylococcus spp. 80.4%. Gram-positive bacteria (Staphylococcus spp.) were sensitive to linezolid, vancomycin, teicoplanin Conclusion. The most bacteria found were Staphylococcus spp, while the most sensitive antibiotics to gram-positive Staphylococcu spp were linezolid, vancomycin, and teicoplanin antibiotics.

Keywords: Sepsis, Antibiotics, Bacterial Patterns

 

Pendahuluan

Sepsis menurut (World Health Organization, 2018) adalah disfungsi organ yang dapat mengancam jiwa yang disebabkan oleh respon host terhadap infeksi. Apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan syok septik, kegagalan organ dan kematian. Resistensi antimikroba merupakan faktor utama yang dapat menentukan respon klinis terhadap pengobatan dan evolusi cepat menjadi sepsis serta syok septik. Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi. Respon inflamasi adalah respon imun sistemik yang muncul setelah respon imun lokal tidak berhasil mengeliminasi antigen mikroba (Wahyuni et al., 2018). Terjadinya inflamasi sistemik yangg melibatkan berbagai mediator inflamasi dapat mendasari patofisiologi sepsis. Gangguan pada koagulasi sangat berperan dalam timbulnya komplikasi yang disebabkan oleh sepsis. Komplikasi yang ditimbulkan berupa systemic inflammatory response syndrome (SIRS), disseminated intravascular coagulation (DIC), renjatan septik dan gagal multi organ (Kemenkes RI, 2017). Penyebab paling umum sepsis adalah bakteri (hasil kultur positif) yang berasal dari bakteri gram negatif atau bakteri gram positif (Wahyuni et al., 2018).

Menurut (World Health Organization, 2017) berdasarkan insiden kasar dari data yang dikumpulkan di Amerika Serikat, 15-19 juta setiap tahun kasus sepsis diseluruh dunia, secara global 31-24 juta kasus sepsis dan syok septik, serta kondisi klinis yang menyebabkan sepsis terhitung sekitar 6 juta kematian. Pada tahun 2013 di amerika serikat beban keuangan akibat sepsis telah terhitung US $ 24 milliar 6,2 % mewakili total biaya rumah sakit. Insiden sepsis pada beberapa rumah sakit rujukan berkisar sekitar 15 hingga 37,2% dengan tingkat kematian 37 hingga 80. Tingkat kematian terbesar adalah karena penangan yang terlambat (Wahyuni et al., 2018).

Pola kuman penyebab sepsis bervariasi, penyebab paling sering adalah bakteri, termasuk bakteri gram negatif dan bakteri gram positif dengan sensitivitas yang beragam (Dewi, 2011). Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram negatif (60-70% kasus), Stapylococci, Pneumococci, Streptococci dan bakteri gram positif lain lebih jarang menimbulkan sepsis (20-40% kasus). Jamur opportunistik, virus atau protozoa lebih jarang menimbulkan sepsis (Kemenkes RI, 2017). Pemberian antibiotik yang tepat sejak dini perlu dilakukan pada pasien sepsis (Dewi, 2011). Pada tahun 2000 di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo terdapat 135 dari 160 pasien sepsis meninggal dunia (Widodo, 2004). Jumlah pasien dengan diagnosis sepsis di Rumah Sakit Mohammad Hoesin terdapat 321 pasien. Angka kejadian sepsis terbanyak terjadi pada wanita usia 55-59 tahun. Jenis bakteri yang sering di temukan pada kultur pasien sepsis adalah Escherichia coli,  Klebsiella pneumonia, Staphylococcus hominis, Candida albicans dan Candida non-albicans (Pradipta et al., 2013). Disfungsi organ yang terjadi pada pasien infeksi pertama kali berhubungan dengan angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10% (Singer et al., 2016).

Setelah diagnosis sepsis ditegakkan antibiotik perlu diberikan segera  dengan metode deeskalasi, yaitu dimulai dengan pemberian antibiotik empiris lalu disesuaikan atau dihentikan sesuai dengan respons klinis atau hasil kultur. Terapi antibiotik empiris yaitu pemberian antibiotik spektrum luas terhadap berbagai kemungkinan kuman penyebab berdasarkan sindrom klinis dan pola kuman yang telah dikumpulkan sebelumnya / antibiogram. Contoh antibiotik spektrum luas untuk terapi empiris adalah golongan karbapem, cepalosporin generasi 4, piperacilin tazobactam (Kemenkes RI, 2017). Pemakaian antibiotik yang tidak tepat pada pasien sepsis dapat mengakibatkan resistensi kuman dan memperburuk kondisi pasien (Rasyidah, 2016).

Sehingga diperlukan deteksi dini serta penanganan yang tepat dalam mengatasi sepsis.  Mengetahui pola kuman penyebab sepsis dan kepekaan antibiotik dapat membantu penatalaksaan terapi empiris pada pasien sepsis. Sehingga berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian pola kuman serta kepekaan antibiotik pada pasien sepsis.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, Rancangan penelitian yang dipilih adalah studi restrospektif dengan melihat hasil pemeriksaan kultur darah pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD DR. SOETOMO tahun 2019 yang terdapat di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Soetomo.

Populasi adalah semua hasil pemeriksaan kultur darah pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. SOETOMO tahun 2019 yang terdapat di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Soetomo.

 

Hasil dan Pembahasan

Dibawah ini merupakan deskripsi data mengenai hasil pemeriksaan kultur darah pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2019. Berdasarkan  hasil pengambilan data penelitian diperoleh total 722 sampel darah diantaranya, 124 (17,2%) sampel dengan hasil kultur positif dan 598 (82,8%) sampel dengan hasil kultur negatif.

Tabel 1. Distribusi Pasien Sepsis Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2019 Umur Dan Jenis Kelamin

Usia

n

%

≤ 20 tahun

1

0,8

21-30 tahun

10

8,1

31-40 tahun

11

8,9

41-50 tahun

14

11,3

51-60 tahun

36

29,0

61-70 tahun

37

29,8

71-80 tahun

10

8,1

81-90 tahun

4

3,2

91-100 tahun

1

0,8

Jenis Kelamin

 

 

Laki-laki

49

39,5

Perempuan

75

60,5

 

Tabel 1 menunjukkan distribusi pasien sepsis diruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2019, pasien termuda berumur 16 tahun dan tertua 97 tahun. Hasil ini juga menunjukkan pasien sepsis terbanyak berjenis kelamin perempuan.

 

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan penyakit penyerta (Komorbid)

Komorbid

Jumlah Kasus

Diabetes Mellitus

18

Chronic Kidney Disease

15

Acute Renal Failure

4

            Tabel 2 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan penyakit penyerta (komorbid). Hasil penelitian menunjukkan penyakit penyerta terbanyak ditemukan adalah Diabetes Mellitus sebanyak 18 kasus atau 14,5% dari total sampel. Hasil terbanyak ditemukan setelah Diabetes Mellitus yaitu Chronic Kidney Disease sebanyak 15 kasus atau 12% dari total sampel. 

 

Tabel 3. Adanya pertumbuhan kuman pada hasil kultur darah pasien sepsis yang terdapat di laboratorium Mikrobiologi klinik RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2019

Kelompok

Mikroorganisme

 

 

Jumlah spesies

%

Gram positif

Staphylococcus spp*

 

 

74

80,4

 

 

Corynebacterium spp*

 

6

6,5

Gram Negatif

Escherichia coli

 

 

15

46,9

 

 

Klebsiella pneumonia

 

6

18,8

 

 

Acinobacter baumanii

 

4

12,5

 

 

Pseudomonas aeruginosa

 

1

3,1

 

 

Salmonella species

 

 

1

3,1

*Staphylococcus spp, include: Stap. haemolyticus, Stap. aureus, Stap. hominis, Stap. epidermis , Stap. cohnii, Stap. xylosus, Stap. capitis, Stap. pasteuri, Stap. pettenkoferi

*Corynebacterium spp, include: Corynebacterium amyculatum,Corynebacterium bovis, Corynebacterium aquaticum, Corynebacterium jeikeium

 

 

Tabel 3 menunjukkan distribusi hasil kultur darah yang terdapat pertumbuhan kuman pada pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. Soetomo berdasarkan bakteri gram positif dan gram negatif. Hasil penelitian menunjukkan kelompok bakteri gram positif dengan bakteri terbanyak ditemukan adalah Staphylococcus spp 80,4%. Sementara itu, kelompok bakteri gram negatif dengan bakteri terbanyak ditemukan adalah Escherichia coli 46,9%. 

 

Tabel 4. Pola Sensitifitas (S) Dan Resistensi (R)Bakteri Gram Positif Terhadap Antibiotik

Antibiotik

Staphylococcus spp (%)

Corynebacterium spp (%)

 

S*

R*

S

R

Linezolid

86,5

10,8

100

0

Vancomycin

73

13,5

100

0

Teicoplanin

71,6

20,3

0

0

Penicillin

1,4

93,2

0

100

Ampicillin

0

91,9

0

16,7

Amoxicillin-clavulanic acid

20,3

79,7

0

16,7

Oxacillin

20,3

77

0

33,3

Note: *S= sensitif , R = resisten

 

Tabel 4 menunjukkan pola kuman serta kepekaan antibiotik pada pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2019. Hasil penelitian menunjukkan kelompok bakteri gram positif (Staphylococcus spp) resisten terhadap antibiotik penicillin (93,2%), ampicillin (91,2%), Amoxicillin-clavulanic acid (79,7%), oxacillin (77%), sedangkan bakteri Corynebacterium spp resiten terhadap antibiotik penicillin (100 %). Bakteri gram positif (Staphylococcus spp) sensitif terhadap antibiotik linezolid (86,5 %), vancomycin (73 %), teicoplanin (71,6 %), sedangkan Corynebacterium spp sensitif terhadap antibiotik Linezolid (100 %) dan Vancomycin (100%).

 

Tabel 5. Pola Sensitifitas (S) Dan Resistensi (R)Bakteri Gram Negatif Terhadap Antibiotik

Antibiotik

Escherichia Coli

Klebsiella pneumonia

Acinobacter baumanii

Pseudomonas aeruginosa

Salmonella sp

 

S* (%)

R* (%)

S (%)

R (%)

S (%)

R (%)

S (%)

R

(%)

S (%)

R

(%)

Amikacin

93,3

6,7

100

0

25

75

100

0

0

100

Meropenem

80

13,3

100

0

25

75

0

100

100

0

piperacillin-tazobactam

80

20

50

16,7

0

75

0

100

100

0

Imipenem

73,3

13,3

100

0

25

75

0

0

100

0

Fosfomycin

73,3

0

33,3

16,7

0

25

0

100

0

0

Ampicillin

6,7

93,3

0

100

0

100

0

100

0

100

Piperacillin

0

86,7

16,7

83,3

0

100

0

0

0

100

Tetracyclin

13,3

80

16,7

66,7

0

0

0

100

100

0

Thrimetropim-sulfametoxazole

20

80

33,3

50

50

50

0

100

100

0

Note: *S= sensitif , R = resisten

 

Tabel 5 menunjukkan bakteri Escherichia coli resisten terhadap antibiotik ampicillin (93,3%), piperacilin (86,7 %), tetracyclin dan thrimetropim-sulfametoxazole (80 %), serta sensitif terhadap antibiotik amikacin (93,3%), meropenem dan piperacillin-tazobactam (80%), imipenem dan fosfomycin (73,3%). Klebsiella pneumonia resiten terhadap ampicillin (100%) dan piperacillin (83,3%), serta sensitif tehadap amikacin, meropenem dan imipenem (100%). Acinobacter baumanii resisten terhadap antibiotik ampicilin dan piperacillin (100%), serta sensitif terhadap thrimetropim-sulfametoxazole (50%).

 

Pembahasan

Berdasarkan tabel 1 kelompok usia pasien sepsis terbanyak pada penelitian ini adalah kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 37 pasien (29,8%). Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil yang beragam. Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Tambajong et al., 2016 pada pasien sepsis di ruang ICU, didapatkan kelompok usia terbanyak adalah 34%. Pada 454 pasien sepsis di Asia Tenggara (Thailand, Vietnam dan Indonesia) kelompok usia terbanyak adalah 40-59 tahun sebanyak 37 % (Lie et al., 2018). Pasien sepsis di Amerika Serikat didapatkan kelompok usia terbanyak adalah 69-79 tahun (46,6%) (Rhee et al., 2017). Pada pasien usia tua sepsis merupakan masalah serius. Infeksi atau keadaan sepsis lebih mudah terjadi pada pasien usia tua karena sistem imun semakin menurun. Penelitian sebelumnya menyebutkan angka kejadian sepsis sangat meningkat di usia lansia yaitu usia > 65 tahun (27,7%) dan usia < 65 tahun (17,7%)  (Starr & Saito, 2014). Hal ini disebabkan karena pada pasien dewasa tua dalam kondisi sepsis mempunyai ketahanan yang lebih baik sehingga bisa sampai pada tahap rujukan. Sedangkan pasien lanjut usia memiliki faktor komorbid yang cukup banyak dan sering tidak berobat kerumah sakit (Henriksen et al., 2015).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa kejadian sepsis lebih sering pada perempuan 75 orang (60,5%). Sampel yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan di  RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado tahun 2014-2015, yang menyatakan bahwa kejadian sepsis lebih sering terjadi pada perempuan 19 orang dibandingkan dengan laki-laki 16 orang (Tambajong & Kumaat, 2016). Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik tahun 2015 yang menyatakan bahwa angka kejadian sepsis lebih besar tejadi pada wanita (54,73%) (Tillasman, 2017). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di ICU RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016, yang menyatakan bahwa kejadian sepsis di ICU lebih sering terjadi pada laki-laki (62,6%) dibandingkan dengan perempuan (37,4%) (Ahwini, 2017). Jumlah TNF (Tumor Necrosis Factor) yang lebih tinggi pada wanita merupah salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kejadian sepsis pada wanita. Wanita memiliki respon imun yang lebih baik daripada pria karena adanya hormon estrogen yang lebih tinggi, berperan untuk meningkatkan respon imun adaptif (Berkowitz & Martin, 2007). TNF berperan sebagai sitokin dalam respon inflamasi terhadap infeksi (Ibrahim, 2014).  Beberapa penelitian dilakukan terkait hubungan jenis kelamin dengan sepsis mendapatkan bahwa laki-laki lebih rentan terkena sepsis. Laki-laki cenderung mengalami infeksi pada paru dengkan perempuan cenderung mengalami infeksi pada saluran kencing. Angka kejadian sepsis tidak dipengaruhi jenis kelamin tetapi dipengaruhi usia dan jenis penyakit yang mendasarinya. Perempuan memiliki 10% kemungkinan terkena sepsis, juga terdapat penelitian yang melaporkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh bermakna terhadap sepsis (Angele et al, 2014).

Penyakit  penyerta (komorbid) yang terbanyak pada penelitian ini yaitu Diabetes Mellitus sebanyak 18 kasus atau 14,5% dari total sampel.  Pada penelitian lain di dapatkan hasil yang sama yaitu 24% kasus sepsis disebabkan oleh diabetes mellitus (Akbar et al, 2018). Mortalitas pasien sepsis dapat di pengaruhi oleh masalah metabolik yang disebabkan karena kondisi hiperglikemi pada pasien sepsis (Sari & Hisyam, 2014). Pada penelitian lain menyebutkan kondisi hiperglikemi kronik dalam waktu yang lama dapat menyebaban kegagalan organ seperti ginjal, jantung, pembuluh darah, saraf, dan resiko mengalami kerusakan organ 17 kali apabila dibandingkan dengan pasien sepsis yang tidak mengalami diabetes (Dabla, 2010).

Pada penelitian ini kultur darah positif adalah 17,2%, lebih rendah dari penelitian Wahyudi et al. (2010) di Palembang sebesar 75,4 %. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti waktu pengambilan darah yang tidak tepat, volume darah yang tidak adekuat, metode kultur yang digunakan dan sudah diberikan antibiotik sebelumnya dan bakteri dengan pertumbuhan yang lambat atau memiliki kebutuhan nutrisi atau biakan yang kompleks untuk pertumbuhannya (Ahwini, 2017).

Pola kuman serta kepekaan antibiotik pada pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2019 menunjukkan hasil berdasarkan kelompok bakteri gram positif 92 (74,2%) dan bakteri gram negatif 32 (25,8%). Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo menyebutkan bahwa penyebab infeksi terbanyak adalah bakteri gram negatif (90,48%) (Wahyuni et al., 2018). Perbedaan ini dapat terjadi karena pola kuman penyebab sepsis berbeda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan pola kuman juga terjadi pada negara berkembang (Haryani & Apriyanti, 2016).

Pada penelitian ini didapatkan bakteri terbanyak penyebab sepsis adalah staphylococcus spp sebanyak 80,4 %. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh (Darmawati et al., 2018) didapatkan bakteri penyebab sepsis terbanyak adalah bakteri gram positif sebanyak 83,32% dengan persentase tertinggi yaitu Staphylococcus haemolitycus. Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil yang sama bakteri penyebab sepsis terbanyak adalah bakteri gram positif sebanyak 30,2% dari 53 sampel darah (Mayeti & Ied, 2010). Staphylococcus sp merupakan flora normal pada mukosa, kulit dan saluran pernapasan manusia. bakteri tersebut masuk melalui luka dan penggunaan jarum suntik sehingga dapat menyebabkan infeksi (Darmawati et al., 2018). Staphylococcus haemolyticus merupakan koagulase negatif yang menjadi penyebab sepsis tebanyak (Becker et al., 2014). Pada penelitian ini didapatkan bakteri gram negatif penyebab sepsis dengan bakteri yang paling banyak ditemukan yaitu Eschericia coli sebanyak 46,9 %. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya didapatkan penyebab sepsis terbanyak adalah bakteri gram negatif yaitu Klebsiella sp dan Psudomonas sp (Maulida, 2016). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil pola kuman serta kepekaan antibiotik yang berbeda meskipun jenis bakteri sama, hal ini dapat disebabkan karena isolate yang di uji dari pasien yang berbeda sehingga paparan antibiotik juga berbeda (Hilda & Berliana, 2015).

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa bakteri gram positif  Staphylococcus spp telah resisten terhadap penicillin, ampicillin, oxacillin dan amoxicillin-clavulanic acid, sedangkan antibiotik linezolid, vancomycin dan teicoplanin adalah yang paling sensitif. Bakteri gram negatif Escherichia Coli telah resiten terhadap ampicillin, piperacilin, tetracyclin dan trimetrophim-sulfametoxazole sedangkan antibiotik amikacin, meropenem, piperacillin-tazobactam, imipenem dan fosfomycin adalah yang paling sensitif. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa Staphylococcus sp resisten terhadap Benzylpenicillin, oxacillin, penycillin dan antibiotik betalaktam lainnya. Antibiotik yang paling sensitif adalah Linezolid, vancomycin dan nitrofurantoin (Darmawati et al., 2018). Menurut penelitian yang dilakukan Nurjannah (2017) Staphylococcus haemolyticus memiliki sensitivitas paling tinggi terhadap Vancomycin dan Nitrofurantoin serta resisten terhadap Levofloxacin dan Ciprofloxacin. Linezolid merupakan golongan oxazoladinone yang aktif terhadap bakteri gram positif, seperti: Staphylococcus, Streptococcus, Enterococcus dan bakteri gram negatif seperti Listeria monocytogenes dan Corynebacteria (Jawetz et al. 2002) Linezolid bekerja dengan cara menghambat sintesis protein melalui sebuah mekanisme yang unik yang terdapat pada RNA ribosom 23S pada subunit 50S (Katzung & Bertram, 2004). Vancomycin aktif terhadap sebagian besar bakteri gram positif seperti Streptococci, Corynebacteria, Clostridia, Bacillus dan Listeria. Vancomycin membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri (Anaizi N, 2002).

Penelitian ini juga menunjukkan beberapa antibiotik yang intermediet terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif intermediet terhadap antibiotik Levofloxacin, chloramphenicol, Gentamicin dan Moxifloxacin, sedangkan bakteri gram negatif intermediet terhadap antibiotik Cefoperazone-sulbactam, Ampicillin sulbactam dan Tigecycline. Menurut Mansyoer dan Widjaja (2017) salah satu penyebaran infeksi bisa di dapat melalui transmisi horizontal yaitu penyebaran yang diperoleh dari rumah sakit. Penggunaan antibioitik yang rasional dan peresepan obat dengan dosis yang sesuai serta memperhatikan pola kuman yang didapat dari hasil kultur dapat dilakukan sehingga dapat mencegah terjadinya resitensi antibiotik sehingga dapat mengurangi mortalitas

 

 

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian mengenai pola kuman serta kepekaan antibiotik pada pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD DR. Soetomo pada tahun 2019 adalah golongan bakteri yang paling banyak ditemukan pada pasien sepsis di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD DR. Soetomo pada tahun 2019 yaitu golongan bakteri gram positif  dengan jenis bakteri terbanyak ditemukan adalah Staphylococcus spp. Antibiotik yang paling resisten terhadap bakteri gram positif Staphylococcus spp adalah penicillin, ampicillin, oxacillin dan amoxicillin-clavulanic acid. Antibiotik yang paling sensitif terhadap bakteri gram positif Staphylococcus spp adalah antibiotik linezolid, vancomycin dan teicoplanin.

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahwini. (2017). Profil Penderita Sepsis Di Icu Rsup Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2016.

Akbar I, Widjajanto E and Fathoni M (2018) Faktor Dominan dalam Memprediksi Mortalitas Pasien dengan Sepsis di Unit Gawat Darurat. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 3(2).

Anaizi, N. (2002). Vancomycin . University of Rochester Medica Center, 2, 1–4.

Becker, K., Heilmann, C., & Peters, G. (2014). Coagulase-negative staphylococci. Clinical Microbiology Reviews, 27(4), 870–926. https://doi.org/10.1128/CMR.00109-13

Berkowitz, D. M., & Martin, G. S. (2007). Sepsis and sex: can we look beyond our hormones? CHEST Journal, 132(6).

Darmawati, S., Batara, M., & Prastiyanto, M. E. (2018). Keanekaragaman dan Pola Resistensi Bakteri pada Pasien yang Terdiagnosa Sepsis. Jurnal Labora Medika, 2(2), 1–5.

Dabla, P. K. (2010). Renal Function in Diabetic Nephropathy. World Journal of Diabetes, 1(12), 48-56

Dewi, R. (2011) Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Majalah Kedokteran Indonesia, 61(3).

Haryani, S., & Apriyanti, F. (2016). Evaluasi Terapi Obat pada Pasien Sepsis Neonatal Di Ruang Perinatologi RSUP Fatmawati  JanuariFebruari Tahun 2016. Journal of Fatmawati Hospital.

Henriksen, D. P., Pottegård, A., Laursen, C. B., Jensen, T. G., Hallas, J., Pedersen, C., & Lassen, A. T. (2015). Risk factors for hospitalization due to community-acquired sepsis - A population-based case-control study. PLoS ONE, 10(4). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0124838

Hilda, & Berliana. (2015). Pola Resistensi  Bakteri taphylococus  aureus,  Escherichia  coli, Pseudomonas aeruginosa Terhadap Berbagai    Antibiotik    Di    Laboratorium Kesehatan  Provinsi  Kalimantan  Timur Tahun 2013. Jurnal Teknologi Laboratoriumi, 4(2).

Ibrahim, N. L. (2014). TNF: A signaling pathway related to the activation of NF. Journal of Pharmaceutical and biosciences.

Jawetz, Ernest, & Levinson. (2002). Medical Microbiology & Immunulogy. McGraw Hill.

Katzung, & Bertram, G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika.

Kemenkes RI (2017). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata laksana Sepsis. Kementerian Kesehatan RI [Preprint].

Lie, K. C., Lau, C. Y., van Vinh Chau, N., West, T. E., Limmathurotsakul, D., Sudarmono, P., Aman, A. T., Arif, M., Syarif, A. K., Kosasih, H., Karyana, M., Chotpitayasunondh, T., Vandepitte, W. P., Boonyasiri, A., Lapphra, K., Chokephaibulkit, K., Rattanaumpawan, P., Thamlikitkul, V., Laongnualpanich, A., … van Doorn, H. R. (2018). Utility of SOFA score, management and outcomes of sepsis in Southeast Asia: A multinational multicenter prospective observational study. Journal of Intensive Care, 6(1). https://doi.org/10.1186/s40560-018-0279-7

Maulida M. (2016). Pola Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik Pada Penderita Sepsis Bayi Di Ruang Picu dan Nicu Rumah Sakit X Periode Agustus 2013-Agustus 2015. Universitas Muhammadiyah surakarta.

Mayeti, & Ied, I. (2010). Pola Bakteriologis dan Uji Sensitivitas PadaSepsis Neomatorum Awitan Dini. Sari Pediatri, 11(5).

Pradipta, I.S. et al. (2013). Antibiotic resistance in sepsis patients: Evaluation and recommendation of antibiotic use. North American Journal of Medical Sciences, 5(6), 344–352. doi:10.4103/1947-2714.114165.

Rasyidah, R. (2016). Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Sepsis Neonatorum di Unit Perawatan Neonatus RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.  Sari Pediatri, 15(5).

Rhee, C., Dantes, R., Epstein, L., Murphy, D. J., Seymour, C. W., Iwashyna, T. J., Kadri, S. S., Angus, D. C., Danner, R. L., Fiore, A. E., Jernigan, J. A., Martin, G. S., Septimus, E., Warren, D. K., Karcz, A., Chan, C., Menchaca, J. T., Wang, R., Gruber, S., & Klompas, M. (2017). Incidence and trends of sepsis in US hospitals using clinical vs claims data, 2009-2014. JAMA - Journal of the American Medical Association, 318(13), 1241–1249. https://doi.org/10.1001/jama.2017.13836

Sari, N., & Hisyam, B. (2014). Hubungan Antara Diabetes Mellitus Tipe II dengan Kejadian Gagal ginjal Kronik di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari 2011-Oktober 2012. Jurnal Kesehatan dan Kedokteran Indonesia, 6(1), 11-18.

Singer, et al. (2016). The third international consensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA - Journal of the American Medical Association. 801–810. doi:10.1001/jama.2016.0287.

Starr, M. E., & Saito, H. (2014). Sepsis in old age: Review of human and animal studies. In Aging and Disease, 5(12), 126–136. International Society on Aging and Disease. https://doi.org/10.14336/AD.2014.0500126

Tambajong, R. N., Lalenoh, D. C., & Kumaat, L. (2016). Profil penderita sepsis di ICU RSUP Prof. In Jurnal e-Clinic (eCl), 4(1)

Tillasman, N. S. (2017). Prevalensi Resistensi Antibiotik pada Pasien Sepsis Dewasa Non-Bedah yang Dirawat Inap di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2015.

Wahyudi, et al. (2010). The clinical, laboratory, and microbiological profile of patients with sepsis at the Internal Medicine Inpatient Unit of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta.

Wahyuni, W., Nurahmi, N., & Rusli, B. (2018). Pattern of bacteria and its antibiotic sensitivity in sepsis patients. . . Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 23(1), 80–83.

World Health Organization (2017) “Improving the prevention, diagnosis and clinical management of sepsis.”

World Health Organization (2018) “Sepsis.”

Copyright holder:

Nabila, Bramantono, Deby Kusumaningrum, Agung Dwi Wahyu Widodo (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: