Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 8, Agustus 2024

 

PENGARUH BEHAVIORAL BIAS TERHADAP KEPUTUSAN INVESTOR UNTUK BERINVESTASI PADA INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH: PERAN MEDIASI RISK PERCEPTION

 

Annisaningrum Yuliastuti1, Nur Dhani Hendranastiti2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan, baik hubungan langsung maupun tidak langsung, antara variabel behavioral biases, seperti  disposition effect, herding behaviour, dan Islamic financial instrument bias terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah melalui variabel risk perception  sebagai mediator. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpukan data primer melalui self administered questionnaire. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah investor Gen X dan Gen Y di  pasar modal syariah yang berdomisili di wilayah Jabodetabek. Uji hipotesis dilakukan dengan metode structural equation modelling (SEM) melalui smart partial least squares (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa herding behaviour dan Islamic financial instrument bias berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Disposition effect dan Islamic financial instrument bias berpengaruh positif dan signifikan terhadap risk perception. Sementara itu, risk perception tidak mampu memediasi hubungan seluruh variabel behavioral biases dengan keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Secara umum, tidak terdapat perbedaan signifikan antara karakteristik gen X dan gen Y. Pada gen Y ditemukan bahwa herding behaviour memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Selain itu, disposition effect adalah faktor yang menjelaskan terjadinya risk perception. Kedua temuan ini tidak ditemukan pada perilaku gen X.

Kata kunci: behavioral biases, disposition effect, herding behaviour, Islamic financial instrument bias, risk perception

 

Abstract

This study aims to investigate the direct and indirect relationships between behavioral biases and investors' investing decisions to invest in Islamic financial instruments through the mediating role of risk perception. This research was conducted by collecting primary data through self-administered questionnaires. The samples used in the research were Gen X and Gen Y investors in the sharia capital market who live in the Jabodetabek area. Hypothesis testing was carried out using the structural equation modeling (SEM) method via smart partial least squares (PLS). The research results show that herding behavior and Islamic financial instruments can have a significant positive effect on investors' decisions to invest in Islamic financial instruments. The disposition effect and Islamic financial instruments can have a positive and significant effect on risk perception. Meanwhile, risk perception is unable to mediate the relationship between all behavioral bias variables and investors' decisions to invest in sharia financial instruments. In general, there is no significant difference between the characteristics of the gen  X and Y. In the gen Y, it was found that herding behavior has a positive and significant influence on investor decisions to invest in sharia financial instruments. Furthermore, the disposition effect is a factor that explains the occurrence of risk perception. Both of these findings were not found in the behavior of the gen X.
Keywords: behavioral biases, disposition effect, herding behaviour, Islamic financial instrument bias, risk perception
 

Pendahuluan

Pada kondisi ekonomi yang volatile dan penuh ketidakpastian, saham syariah dinilai lebih resilien dibanding saham konvensional. Sebagai contoh, pada masa pandemi Covid 19, tercatat tiga indeks syariah di bursa Indonesia, yaitu Indeks Syariah Indonesia (ISSI), Jakarta Islamic Index 70 (JII70), dan Jakarta Islamic Index (JII), memiliki pergerakan yang lebih baik dibandingkan indeks saham konvensional, seperti LQ45 dan IDX30 (Intan, 2021). Sementara itu, dalam siaran pers OJK tanggal 11 November 2021, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK menyebutkan bahwa di tengah pandemi, pasar modal syariah menunjukkan kinerja yang terus membaik. Hal ini ditandai dengan peningkatan nilai aset pasar modal syariah selama pandemi dan pertumbuhan investor syariah yang cukup signifikan.

Salah satu penyebab saham syariah lebih resilien dibanding saham konvensional adalah adanya struktur keuangan syariah yang lebih fleksibel serta terdapat kepatuhan terhadap prinsip syariah (Tabash et al., 2023; Ramadhanty et al., 2022; Hanafi et al., 2022). Teori keuangan tradisional berasumsi bahwa investor mengambil keputusan keuangannya secara rasional (Prosad et al., 2015). Namun demikian, behavioral finance menentang asumsi tersebut dengan menyoroti bahwa investor dipengaruhi oleh bias psikologis, emosi, dan kesalahan kognitif, yang mengarah pada pengambilan keputusan yang tidak rasional (Shefrin & Statman, 1985). Keputusan yang tidak rasional ini selanjutnya disebut dengan bias perilaku. Hii et al. (2023) menyebutkan bahwa dalam kondisi volatile dan penuh ketidakpastian, investor cenderung berperilaku bias, yaitu dengan lebih berhati-hati dan menghindari risiko tinggi. Kepatuhan terhadap syariah mendorong investor untuk mengadopsi pendekatan investasi yang lebih konservatif, yang seringkali menghindari sektor-sektor yang berisiko tinggi seperti perbankan konvensional dan perusahaan-perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi. Hal ini terlihat dari investasi syariah lebih banyak berfokus pada aset nyata dan aktivitas bisnis yang produktif, yang cenderung memiliki stabilitas yang lebih tinggi dalam jangka panjang.

Bias perilaku investor ini berdampak terhadap keputusan investasi dengan memengaruhi pola pikir individu dan proses pengambilan keputusan. Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi berbagai faktor perilaku keuangan yang dapat mempengaruhi keputusan investasi salah satunya adalah bias perilaku seperti overconfidence, disposition effect, herding behaviour, dan perception of risk (Abideen et al., 2023; Ahmed et al., 2022; Ullah et al., 2020).

Sikap investor terhadap risiko bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti persepsi risiko, kecenderungan risiko, dan sifat demografis dari investor. Sikap investor terhadap risiko cenderung stabil, tetapi persepsi investor terhadap risiko merupakan hal yang bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai dengan situasi yang terjadi (Ahmed et al., 2022). Dampak dari persepsi investor yang dinamis ini adalah terdapat peningkatan frekuensi transaksi di pasar saham (Cho & Lee, 2006). Hal ini berarti bahwa perubahan persepsi atas risiko yang dimiliki oleh investor akan berdampak pada keputusan investasi.

Untuk memitigasi ketidakpastian dan menghindari penyesalan, investor berperilaku herding dengan bertindak mengikuti keputusan investor lain dan bukan semata-mata mempertahankan kinerja investasi yang dimilikinya (Dierks & Tiggelbeck, 2019). Hal ini sering terjadi pada investor yang kurang memiliki informasi sehingga terdorong untuk bertindak mengikuti tren yang terjadi (Alamsyah et al., 2023). Investor yang berperilaku herding akan melakukan transaksi perdagangan secara berlebihan di pasar modal sehingga mempengaruhi keputusan investasi mereka (Ahmad & Wu, 2022).

Investor akan memilih berinvestasi pada instrumen keuangan yang lebih menguntungkan. Hal ini mengakibatkan investor akan mengambil keputusan investasinya secara rasional. Namun demikian, terdapat bias perilaku yang mengakibatkan investor memiliki kecenderungan untuk tidak ingin memiliki penyesalan dan berusaha menghindari kerugian sehingga berpengaruh terhadap keputusan investasinya (Xue, 2023). Untuk menghindari kerugian tersebut, investor akan menjual aset yang telah memberikan keuntungan saat, sementara itu mereka akan menahan investasi yang saat ini merugi (disposition effect).  Perilaku tersebut menunjukkan bahwa investor lebih memilih untuk segera merealisasikan keuntungan, dibanding merealisasikan kerugian (Jiang et al., 2020).

Pada instrumen keuangan syariah, terdapat prinsip-prinsip syariah yang harus dipenuhi sebagai bagian dari kepatuhan terhadap aturan syariah. Larangan tersebut diantaranya adalah larangan riba, gharar, judi, menyatukan kontrak perdagangan dan utang, menyatukan dua kesepakatan, dan hak atas keuntungan (atau kerugian) bergantung pada tanggung jawab yang diemban. Beberapa aturan ini menjadikan sebagian investor memilih untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Para investor syariah ini cenderung mencari profit melalui investasi, dengan mempertimbangkan aspek pemenuhan syariah pada produk investasi yang dipilihnya (Elmoghany, 2023). Hal tersebut menjadikan bias tersendiri dalam pengambilan keputusan investasi.

Selanjutnya, penelitian ini akan mengeksplorasi behavioral bias dalam lingkup pasar modal syariah di Indonesia. Pasar modal syariah Indonesia dipilih menjadi objek penelitian ini karena pada beberapa tahun belakangan ini, ekonomi dan keuangan syariah global telah mengalami perkembangan signifikan sehingga mendorong peran Indonesia untuk mendorong supply dan demand produk syariah dari berbagai ekosistem syariah (Setiawan, 2023). Pertumbuhan sektor pasar modal syariah dapat terlihat dari meningkatnya jumlah aset di pasar modal syariah.

Beberapa penelitian mengenai pengaruh behavioral bias terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah dengan berbagai model penelitian telah banyak dilakukan (Rozak et al., 2023; Fitriyani & Anwar, 2022). Penelitian-penelitian tersebut menggunakan ragam variabel behavioral biases serta model yang berbeda dalam melakukan penelitian hubungan variabel behavioral biases sebagai variabel independen dan keputusan investasi sebagai variabel dependen. Kebaruan dalam penelitian ini adalah penelitian ini akan berkontribusi dalam mengeksplorasi bias perilaku investor yang berinvestasi pada instrumen keuangan syariah melalui pemodelan risk perception sebagai variabel mediasi. Bias perilaku akan memengaruhi tingkat persepsi risiko investor (Saivasan & Lokhande, 2022).  Hubungan antara behavioral bias dengan keputusan invetasi pada instrumen keuangan syariah dengan di bawah peran mediasi risk perception belum dipahami dengan baik dan belum pernah dilakukan penelitian di Indonesia sehingga perlu dilakukan penelitian untuk meneliti efek gabungan dari variabel yang terkait untuk mengidentifikasi intensitas kekuatan dan kelemahan dari setiap faktor. Hal tersebut akan memberikan pemahaman mengenai seberapa kuat faktor yang berpengaruh dalam penelitian ini terhadap keputusan investor. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan dimensi baru pada area penelitian behavioral bias di Indonesia melalui variabel Islamic financial instrument bias.

Studi ini juga akan memberikan gambaran perbedaan bias perilaku yang dimiliki oleh Gen X dan Gen Y dalam perilaku investasinya. Gen X (kelahiran 1965 s.d. 1980) dan Gen Y (kelahiran 1981 s.d. 1996) dipilih dalam penelitian ini karena rentang umur tersebut merupakan rentang umur produktif. BPS (2022) mendefinisikan usia produktif mencakup rentang usia 15 tahun s.d. 64 tahun sehingga kedua generasi ini dapat merepresentasikan investor pada umur produktif. Selanjutnya, kedua generasi ini saat ini memiliki tahapan kehidupan yang berbeda sehingga mengakibatkan adanya perbedaan mengenai perilaku keuangan (Stellar Woman, 2023). Dari hasil survei Populix yang berjudul Insights and Future Trends of Investment in Indonesia, ditemukan bahwa tujuan investasi yang utama bagi generasi X dan Y adalah untuk dana darurat (Jessica, 2023).  Selanjutnya, tujuan investasi yang kedua bagi generasi X adalah untuk rencana pensiun. Berbeda dengan generasi Y, generasi ini melakukan investasi untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Lebih lanjut, Antwi dan Naanwaab (2022) menyatakan bahwa terdapat perbedaan toleransi risiko serta perilaku investasi yang dimiliki oleh masing-masing generasi (Antwi & Naanwaab, 2022). Oleh karena itu, perlu diteliti mengenai dampak perbedaan perilaku antara generasi X dan Y terhadap keputusan untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dipilih sebagai sampel pada penelitian ini mengingat jumlah investor terbesar di Indonesia berada di wilayah Jawa (Statistik Pasar Modal Indonesia, 2023). Dalam kaitannya dengan aspek sosio ekonomi, wilayah Jabodetabek merupakan wilayah fungsional yang terintegrasi secara internal yang mengakibatkan karakteristik investor di wilayah ini memiliki kemiripan sehingga mengurangi bias dalam penelitian ini.

 

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengumpulan data primer melalui kuesioner sudah sering dilakukan dan menunjukkan hasil yang valid untuk jenis penelitian terkait instrumen keuangan syariah (Ahmed et al., 2022; Almansour et al., 2023). Kuesioner yang disampaikan kepada responden merupakan kuesioner terstruktur dan merupakan self-administered questionare. Untuk tujuan penyaringan dan mengurangi bias penarikan hipotesis, ada tiga persyaratan utama yang harus dipenuhi responden sebelum memulai kuesioner. Ketiga syarat tersebut adalah sebagai berikut.

1)   Lahir pada tahun 1965-1980 (Generasi X) atau lahir pada tahun 1981-1996 (Generasi Y)
2)   Berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)
3)   Pernah berinvestasi atau saat ini sedang berinvestasi pada instrumen keuangan syariah (saham syariah, obligasi/sukuk syariah, reksa dana syariah).

Jika responden memenuhi ketiga kriteria tersebut, maka responden dapat melanjutkan survei. Namun, jika mereka tidak memenuhi satu atau lebih persyaratan, maka mereka tidak dapat melanjutkan.  Kuesioner survei dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah data demografi responden berupa pertanyaan tertutup yang terdiri dari jenis kelamin, tahun lahir, pendidikan, pekerjaan, status, pendapatan bulanan, alokasi investasi per bulan, dan jenis investasi yang pernah/dimiliki. Bagian kedua adalah pertanyaan mengenai implementasi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu herding behaviour, disposition effect, Islamic financial instrument bias, dan investment decision. Setiap pertanyaan akan dijawab menggunakan skala Likert enam poin yang dapat dipahami (poin 1 sampai 6, yang mewakili pernyataan “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”). Penelitian ini menggunakan skala likert genap untuk mengurangi kemungkinan jawaban netral atau tidak diketahui sehingga responden cenderung lebih cenderung memberikan pendapat yang jelas tanpa memilih pilihan yang netral.

 

Populasi

Menargetkan populasi berarti menentukan demografi spesifik tempat data dikumpulkan (Hair et al., 2017). Populasi penelitian ini terdiri dari para investor di Pasar Modal Syariah Indonesia, yaitu investor yang pernah atau saat ini berinvestasi pada instrumen keuangan syariah (saham syariah, obligasi syariah/sukuk, reksa dana sayriah).

 

Ukuran Sampel dan Prosedur Pengambilan Sampel

Jumlah minimal responden adalah jumlah pertanyaan dikalikan lima (Hair et al., 2017). Jumlah pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini adalah 27 pertanyaan sehingga jumlah minimal responden yang dibutuhkan adalah 135 responden. Untuk analisis akhir, kami menggunakan 173 kuesioner yang terkumpul dan telah diisi lengkap pada semua aspek, serta memenuhi seluruh persyaratan. Jumlah responden tersbeut sudah mencukupi jumlah minimal responden yang dipersyaratkan. Sampel responden diperoleh berdasarkan teknik convenience sampling dengan mengambil sekelompok investor yang berdomisili di Jabodetabek serta mewakili investor generasi X (lahir tahun 1965 hingga 1980) dan generasi Y (lahir tahun 1981 hingga 1996).

 

Etika dan Reliabilitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara behavioral bias dan keputusan investasi investor pada instrumen keuangan syariah dengan risk perception sebagai variabel mediasi. Sejumlah prosedur telah diterapkan dalam penelitian ini untuk menangani masalah etika. Responden telah melaksukan persetujuan untuk mengikuti kuesioner survei. Selain itu, informasi yang dikumpulkan tidak akan disalahgunakan atau diungkapkan kepada pihak luar tanpa persetujuan tertulis dari responden.

 

Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian dapat disajikan pada gambar berikut.

A diagram of a risk perfusion

Description automatically generated

Gambar 1. Kerangka penelitian

 

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 =Disposition effect memiliki pengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah

H2 = Herding behaviour memiliki pengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah
H3 = Islamic financial instrument bias memiliki pengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah
H4 = Risk Perception memiliki pengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah
H5 = Disposition effect adalah faktor yang mempengaruhi risk perception

H6 = Risk perception memediasi hubungan antara disposition effect dan keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah

H7 = Herding behaviour adalah faktor yang mempengaruhi risk perception

H8 = Risk perception memediasi hubungan antara herding behaviour dan keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah

H9 = Islamic financial instrument bias adalah faktor yang mempengaruhi risk perception
H10 = Risk perception memediasi hubungan antara Islamic financial instrumen bias dan keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah
 

Data Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dua tahap sebagaimana yang disarankan oleh Hair et al. (2017). Tahap pertama adalah tahap konfirmasi permodelan, sedangkan pada tahap kedua adalah pengujian hubungan variabel. 
Tahap pertama yaitu konfirmasi permodelan tes diawali dengan wording test. Wording test dilakukan untuk menganalisis apakah terdapat kesalahan atau ambiguitas dalam pertanyaan kuesioner sehingga pertanyaan tersebut dapat diubah. Wording test akan dilakukan terhadap 5 orang responden. Dalam tahap ini, responden diminta membaca kuesioner dan memberikan feedback apakah terdapat kesalahan penulisan atau terdapat pernyataan yang ambigu. 
Tahap selanjutnya adalah piloting kuesioner dengan melakukan olah data pada 30 responden. Piloting ini bertujuan untuk mengukur validitas dan reliabilitas dari pertanyaan kuesioner. Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, tahap selanjutnya adalah pengolahan dari hasil kuesioner yang telah disebar.  Hubungan yang diusulkan pada hipotesis akan diuji melalui structural equation modelling (SEM) melalui smart partial least squares (PLS). Pendekatan PLS-SEM dipilih karena pendekatan tersebut cocok dan merupakan teknik yang tepat untuk penelitian ini sebagaimana disarankan oleh beberapa peneliti sebelumnya. 
Menurut Henseler et al. (2015) PLS adalah teknik pemodelan persamaan struktural (SEM) berbasis varians yang digunakan sebagian besar dalam bisnis dan ilmu sosial. Hal ini selanjutnya divalidasi oleh Chin et al. (2003) dan Reinartz et al. (2009) yang merekomendasikan PLS untuk pengujian asosiasi sebab akibat. Selain itu, PLS terdiri dari outer loading yang menentukan hubungan antara variabel laten dengan indikatornya dengan inner model yang menentukan hubungan antara variabel laten. Keunggulan lainnya adalah PLS juga berguna untuk menguji efek mediasi pada suatu hubungan.  Karena penelitian ini memasukkan variabel risk perception sebagai variabel mediasi, maka PLS dianggap pendekatan yang paling tepat untuk melakukan analisis data. 
Untuk mengukur validitas, dalam penelitian ini akan menguji hubungan antar variabel. Menurut Rigdon dan Fergusaon (1991), variabel memiliki validitas yang baik terhadap konstruk/variabel laten apabila nilai t factor loading lebih besar dari nilai kritis (>1,96), sedangkan nilai standardized factor loading >= 0,7.
Sementara itu, uji reabilitas diukur untuk menilai kosistensi suatu pengukuran. Variabel-variabel yang memiliki reabilitas tinggi memiliki konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk/variabel latennya. Uji reabilitas dilakukan dengan mengukur nilai composite reability. Nilai yang diharapkan dari pengukuran ini adalah lebih besar dari 0,7. Sedangkan nilai Average Variance Extracted (AVE) yang diharapkan adalah > 0,5.

 

Hasil dan Pembahasan

Outer Loading, Composite Reliability, dan Average Various Extracted (AVE)

Confirmatory Factor Analysis (CFA) digunakan untuk mengetahui nilai outer loading setiap variabel observasi terhadap variabel laten. Hal ini memungkinkan validitas konstruk untuk dinilai.  Berdasarkan proses ini, kami menemukan bahwa tidak semua item valid. Item dikatakan valid jika nilai outer loading > 0,5 (Ghozali, 2015). Oleh karena itu, dalam proses ini kami mengecualikan beberapa item yang dinyatakan tidak valid. Tabel 1 menunjukkan item valid setelah perbaikan. Tabel ini akan menunjukkan bahwa nilai outer loading item yang valid. Selain itu, nilai Average Various Extracted (AVE) dan Reliabilitas Komposit (CR) masing-masing variabel juga sudah memenuhi persyaratan.

 

Tabel 1. Outer Loading, CR, dan AVE

 

Discriminant Validity

Discriminant validity dilakukan untuk mengukur apakah indikator reflektif menjadi pengukur yang baik untuk konstruknya. Discriminant validity dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya nilai cross loading, Fornell-Larcker Criterion, dan Heterotrait-monotriat Ratio of Correlations (HTMT).

Nilai cross loading yang diharapkan dari suatu indikator pada variabelnya adalah minimal 0,7. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat beberapa indikator yang tidak memenuhi kriteria tersebut, sehingga kami perlu mengeluarkan indiaktor tersebut. Tabel 2 menunjukkan nilai cross loading setelah perbaikan.

Tabel 2. Cross Loading

 

Konstruk dinyatakan valid apabila nilai Fornell-Larcker Criterion > korelasi antar variabel laten. Hasil pengolahan ditunjukkan dengan tabel 2. Dari tabel terlihat bahwa untuk variabel disposition effect (DE), herding behaviour (HB), investment decision (ID),  Islamic financial instrument bias (IFI), dan risk perception (RP) memiliki nilai Fornell-Larcker Criterion lebih besar dibadingkan dengan nilai korelasinya dengan konstruk lainnya sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut memenuhi kriteria disriminant validity dengan Fornell-Larcker Criterion.

Tabel 3. Fornell-Larcker Criterion

 

Threshold untuk nilai HTMT yang dipersyaratkan adalah di bawah 0,9. Hasil pengolahan untuk threshold nilai HTMT dapat dilihat pada tabel 3. Hasil pengolahan menunjukkan seluruh nilai ratio HTMT untuk variabel penelitian < 0,9 yang artinya disimpulkan bahwa semua indikator yang digunakan pada model penelitian ini sudah terdiskriminasi dengan baik dan dapat mengukur konstruknya sendiri secara spesifik.

Tabel 4. HTMT

 

 

Selanjutnya, model yang digunakan dalam penelitian ini pada gambar 2 berikut.

A diagram of a network

Description automatically generated

Gambar 2. Model SEM PLS

Uji Hipotesis

Pengujian Multikolinearitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam model SEM-PLS adalah antara variabel independen dalam persamaan struktural tidak boleh saling berhubungan (tidak boleh terjadi multikolinearitas). Untuk itu, dilakukan penguijan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai VIF yang ideal adalah kurang dari 3, nilai antara 3-5 tergolong dalam possible atau acceptable collinearity, sedangkan jika nilai VIF lebih dari 5 dapat diartikan bahwa terdapat isu multikolinearitas serius pada model penelitian yang akan mempengaruhi nilai koefisien jalur (Hair et al., 2017). Hasil pengolahan untuk pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5. Informasi dari tabel menunjukkan baik untuk model investment decision dan model risk perception diperoleh nilai VIF < 5 untuk setiap variabel independennya sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi tidak ada hubungan antara variabel independen dalam model struktural terpenuhi.

Tabel 5. Pengujian Multikolinearitas

 

Coefficient of determination (R-Square)

Nilai R-square (R2) atau koefisien determinasi digunakan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari variabel independen dapat menjelaskan variasi atau perilaku dari  variabel dependen. Nilai R-square berkisar antara 0 hingga 1 (0 ≤ R2 ≤ 1) dimana semakin tinggi nilai R-square maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Sebagai aturan praktis, nilai R2 > 0,75 dikategorikan sebagai strong, R2 >0,50 dikategorikan sebagai moderate, dan R2 >0,25 dikategorikan sebagai weak (Hair et al., 2017).

Untuk model Investement Decision diperoleh nilai 0,229 yang artinya variasi atau perilaku dari variabel independen yaitu disposition effect, herding behavior, Islamic Financial instrumen bias dan risk perception mampu menjelaskan variasi atau perilaku dari variabel dependen yaitu investment decision sebesar 22,9% sedangkan sisanya yaitu sebesar 77,1% adalah variasi dari variabel independen lain yang mempengaruhi invesment decision tetapi tidak dimasukkan dalam model.

Untuk model risk perception diperoleh nilai 0,263 yang artinya variasi atau perilaku dari variabel independen yaitu disposition effect, herding behavior dan  Islamic financial instrument bias mampu menjelaskan variasi atau perilaku dari variabel dependen yaitu risk perception sebesar  26,3% sedangkan sisanya yaitu sebesar 73,7% adalah variasi dari variabel independen lain yang mempengaruh risk perception  tetapi tidak dimasukkan dalam model.

Hasil dari koefisien determinasi berada pada kondisi weakness. Namun demikian, hal tersebut masih bisa diterima karena di dalam model perilaku dengan unit analisis mikro (individu) dengan perilaku yang unik akan sulit untuk mendapatkan nilai adjusted R square yang tinggi (mendekati 1).

Tabel 6. Koefisien Determinasi

 

Pengujian Hipotesis Parsial

Tabel 7 menunjukkan hasil uji hipotesis dalam penelitian ini.

Tabel 7. Uji Hipotesis Parsial

 

Berdasarkan tabel di atas diartikan bahwa disposition effect tidak memiliki hubungan  dengan investment decision (p-value 0,575, p-value > 0,05) sehingga hipotesis H1 ditolak. Namun, pada hubungan antara dispostiton effect dengan risk perception, variabel ini memiliki p-value di bawah 0,05. Dengan demikian, hipotesis bahwa variabel disposition effect  adalah faktor yang mempengaruhi risk perception diterima (H5).

Herding behaviour memiliki hubungan langsung dengan investment decision (p-value 0,001) yang menunjukkan hipotesis H2 diterima. Namun demikian, dalam penelitian ini ditemukan bahwa herding behaviour tidak berpengaruh terhadap risk perception. Hasil penelitian menunjukkan bahwa p-value  adalah 0,211 sehingga Hipotesis H7 ditolak.

Variabel Islamic Financial instrument bias ditemukan memiliki hubungan yang positif dan signifikan, baik dengan investment decision, maupun risk perception. Hal ini terlihat dari p-value  yang dihasilkan adalah masing-masing sebesar 0,000 dan 0,000. Dengan demikian, hipotesis H3 dan H9 diterima.

Risk perception ditemukan tidak memiliki pengaruh terhadap investment decision (p-value  0,307). Oleh karena itu, hipotesis H4 ditolak. Selain itu dalam penelitian ini, risk perception ditemukan tidak memiliki hubungan mediasi antara variabel behavioral bias dengan investment decision. Hasil penelitian mengenai hubungan disposition effect, herding behaviour, dan Islamic financial instrument bias dengan investment decision melalui mediasi risk perception menghasilkan p-value masing-masing sebesar 0,394, 0,455, dan 0,357. Dengan demikian,  dapat disimpulkan bahawa hipotesis H6, H8, dan H10 ditolak.

 

 

Pengujian Hipotesis Parsial per generasi

Hasil uji parsial masing-masing generasi dapat dilihat melalui tabel 8 dan 9. Dari kedua tabel dapat terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara generasi X dan generasi Y. Terdapat dua hipotesis, yaitu H2 dan H5 yang dalam penelitian ini ditemukan diterima pada generasi Y, tetapi ditolak pada generasi X.

Tabel 8. Uji Hipotesis Parsial Generasi X

 

Tabel 9. Uji Hipotesis Parsial Generasi Y

 

Pembahasan

Disposition Effect dan Keputusan Investasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel disposition effect tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Hal ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa disposition effect memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan investasi (Almansour et al., 2023; Ahmed et al., 2022). Namun demikian, dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut.

Yang pertama adalah dalam konteks investasi di instrumen keuangan syariah, bias perilaku disposition effect bukan merupakan faktor penentu, melainkan terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah, seperti tujuan investasi dan preferensi risiko dari investor itu sendiri. Jika dilihat dari demografi responden, instrumen keuangan syariah yang paling banyak dimiliki adalah reksa dana syariah (30% responden memiliki produk reksa dana syariah), sehingga terdapat kecenderungan bahwa tujuan investor adalah tidak mengejar return dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karakteristik reksa dana adalah memiliki jangka waktu yang dapat dipilih oleh investor sesuai dengan strategi investasi dan profil risiko yang dimiliki (Bibit, 2021).

Untuk investasi jangka pendek (< 1 tahun) dan/atau investor memiliki profil risiko low, investor dapat memiliki reksa dana pasar uang. Untuk investasi jangka menengah (1 s.d. 5 tahun), reksa dana pendapatan tetap adalah pilihan. Reksa dana ini memiliki risiko low to moderate. Sementara itu, untuk investasi jangka panjang (> 5 tahun), investor dapat memilih reksa dana saham yang memiliki risiko tinggi. Dengan demikian,  investor yang berinvestasi pada reksa dana cenderung akan menahan investasi yang dimilikinya hingga jangka waktu tertentu sesuai tujuan investasinya. Hal ini yang mengakibatkan tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel dispostition effect terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah.

Faktor kedua adalah faktor prinsip syariah yang mengatur mengenai investasi syariah. Kerangka investasi syariah mengutamakan pedoman etika dan agama, menekankan pembagian keuntungan dan menghindari transaksi berbasis bunga (Begam et al., 2023). Prinsip tersebut mencegah perilaku spekulatif dan mendorong investor untuk melakukan investasi jangka panjang. Oleh karena itu, disposition effect yang didasarkan investasi jangka pendek dan maksimalisasi keuntungan tidak sejalan dengan prinsip investasi syariah sehingga dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara disposition effect dengan keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah.

 

Herding Behaviour dan Keputusan Investasi

Herding behaviour berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Penyebab terjadinya herding bias dalam pengambilan keputusan informasi ini adalah investor mengabaikan informasi yang dimiliki dan lebih memilih untuk mengikuti keputusan investor lain (Ahmed et al., 2022). Sementara itu, karakteristik dari generasi muda Indonesia adalah responsif terhadap perubahan dan perkembangan jaman. Karakteristik responsif tersebut mengakibatkan timbulnya perasaan takut tertinggal tren yang terjadi. Dalam dunia psikologis, karakteristik tersebut dinamakan FoMO (Fear of Missing Out).

Kaitannya dengan investasi, perilaku FoMO dapat mengakibatkan bias perilaku berupa herding behaviour dengan mengikuti keputusan investor lain dalam mengambil keputusan investasi, dibanding mengambil keputusan investasi berdasarkan analisis teknik dan fundamental. Dalam penelitiannya, Gupta dan Shrivastava (2022) menemukan bahwa herding behaviour dan FoMO berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi. Sementara itu, FoMO sendiri memediasi hubungan antara herding behaviour dan keputusan investasi investor. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di pasar modal syariah Indonesia, bias berupa herding behaviour ini berpengaruh signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi di instrumen syariah.

 

Islamic Financial Instrument Bias Behaviour dan Keputusan Investasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islamic financial instrument bias berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Hal ini menunjukkan bahwa investor di pasar modal syariah memiliki bias dalam mengambil keputusan investasi. Semakin tinggi bias yang dimiliki, semakin tinggi keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Dalam hal ini terlihat bahwa investor tidak mengambil keputusan investasi hanya berdasarkan risk return trade off saja, melainkan memasukkan unsur kepatuhan terhadap prinsip syariah sebagai pertimbangan untuk investasi.

Hasil penelitian tersebut sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Jain et al. (2023), yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip syariah dapat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah, seperti saham syariah. Penelitian yang dilakukan Mahastanti et al. (2021) juga menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah juga memengaruhi keputusan investasi investor.

 

Risk Perception dan Keputusan Investasi

Risk perception tidak memiliki pengaruh langsung terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ahmed et al. (2022) bahwa risk perception tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keputusan investor untuk berinvestasi. Persepsi risiko bukan menjadi pertimbangan utama bagi investor syariah untuk memilih berinvestasi pada instrumen keuangan syariah.  Hal ini menguatkan hipotesis sebelumnya (H3) bahwa faktor yang berpengaruh dalam keputusan investasi adalah prinsip syariah yang digunakan dalam investasi.

Selanjutnya, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa bias perilaku seperti disposition effect dan Islamic financial instrument bias merupakan faktor yang mempengaruhi risk perception. Bias perilaku disposition effect  mampu menjelaskan faktor yang memengaruhi risk perception pada konteks pasar model syariah. Hal ini disebabkan ada kecenderungan investor di pasar modal syariah Indonesia memiliki sifat risk averse. Mereka memilih menahan aset yang merugi karena memiliki persepsi bahwa kerugian tersebut lebih dapat diterima dalam jangka pendek, walaupun dapat meningkatkan risiko pada jangka panjang. Sementara itu, dengan segera menjual aset yang menguntungkan, investor memiliki persepsi bahwa mereka telah menghindari risiko penurunan harga. Dengan demikian, perilaku disposition effect ini mengakibatkan perubahan persepsi terhadap risiko investasi yang dimilikinya. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa disposition effect mempengaruhi risk perception ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Almansour et al. (2023) dan Ahmed et al. (2022).

Sementara itu, Islamic financial instrument bias juga menjadi faktor yang memengaruhi risk perception. Kerangka keuangan syariah menekankan pada ekonomi riil, keseimbangan dalam perekonomian, dan pembagian profit serta loss. Prinsip syariah dalam investasi memitigasi risiko investasi dengan mengurangi risiko ketidakpastian (Arifin & Qizam, 2021). Sebagai contoh, penggunaan underlying asset sebagai dasar penerbitan sukuk dapat memitigasi risiko default karena dalam kondisi emiten tidak sanggup membayar pokok dan imbal hasil, masih terdapat jaminan underlying asset. Hal tersebut memengaruhi persepsi risiko investor terhadap instrumen keuangan syariah. Oleh karena itu, Islamic financial instrument bias memiliki pengaruh terhadap risk perception.

Herding behaviour bukan merupakan faktor yang memengaruhi risk perception.  Sebelumnya telah dijelaskan bahwa herding behaviour berpengaruh terhadap keputusan invetasi (Hipotesis H2). Namun demikian, herding behaviour tidak secara langsung memengaruhi persepsi investor terhadap terhadap risiko. Perilaku herding mendorong investor untuk memiliki rasa aman karena mengikuti keputusan investor lain. Namun, hal tersebut tidak kemudian mengubah persepsi investor atas risiko yang dimilikinya. Seringkali, perilaku herding terjadi ketika investor mencari informasi yang mendukung keputusan mereka dengan mengabaikan informasi yang berlawanan. Dengan demikian, herding behaviour tidak memengaruhi persepsi risiko yang dimiliki oleh investor.

Selanjutnya, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan pula bahwa risk perception tidak memiliki hubungan mediasi antara seluruh variabel behavioral bias dengan keputusan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa di pasar modal syariah, variabel behavioral bias dalam penelitian ini (disposition effect, herding behaviour, dan Islamic financial instrument bias) beroperasi secara independen tanpa peran mediasi risk perception.

 

Perbandingan Generasi X dan Generasi Y

Generasi X dan generasi Y memiliki karakteristik yang berbeda. Hal tersebut berdampak pada perilaku keuangan yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, ditemukan adanya perbedaaan hipotesis antara generasi X dan generasi Y. Hipotesis yang menunjukkan bahwa perilaku herding behaviour  memiliki pengaruh terhadap keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah (H2) dan disposition effect adalah faktor yang memengaruhi risk perception (H5) tidak ditemukan pada generasi X, melainkan hanya ditemukan pada generasi Y.

Generasi X cenderung tidak berperilaku herding pada saat mengambil keputusan untuk investasi. Hal ini sesuai dengan karakter dari Gen X sendiri yaitu realistis dan pragmatis. Investor pada generasi X cenderung mengandalkan pengalaman pribadi dan penilaian kritis, dibanding mengikuti apa yang saat ini sedang terjadi atau populer. Hal ini berbeda dengan karakteristik generasi Y. Karena tumbuh dalam era digital, yang mana informasi sangat mudah menyebar, generasi Y lebih mudah terpengaruh oleh tekanan sosial dan tren yang terjadi di media sosial. Hal tersebut mengakibatkan munculnya perilaku herding  pada generasi Y.

Sementara itu, bias perilaku disposition effect ditemukan tidak mempengaruhi persepsi risiko bagi generasi X. Hal ini dapat disebabkan karakeristik generasi X lebih terstruktur dan berorientasi jangka panjang sehingga perubahan informasi di pasar tidak serta merta mendorong perilaku disposition effect. Generasi X juga lebih toleran terhadap risiko. Hal ini berdampak disposition effect tidak memengaruhi persepsi terhadap risiko.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa di Indonesia, investor syariah pada dasarnya mengikuti pola perilaku investor lain sebelum mengikuti pola rasional. Perilaku herding bias oleh investor syariah merupakan bias perilaku yang mempunyai pengaruh langsung terhadap keputusan investasi investor. Selain itu, terdapat pengaruh langsung antara Islamic financial intrumeni bias  dengan keputusan investor untuk berinvestasi pada instrumen keuangan syariah. Dispositon effect dan Islamic financial intrumen bias  merupakan variabel yang memengaruhi risk perception. Kedua variabel ini ditemukan dapat mememgaruhu persepsi risiko pada investor syariah. Karena investor memiliki pola pikir yang berbeda, risk perception tidak berperan sebagai mediator antara herding behaviour, disposition effect, Islamic financial intrumen bias, dan keputusan investasi. Dari penelitian ini dapat terlihat bahwa investor syariah menunjukkan pola behavioral bias yang berdampak langsung pada pilihan investasinya. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi investor mengenai pentingnya memahami bias perilaku dan persepsi risiko yang dimiliki sehingga investor dapat membuat keputusan investasi dengan lebih bijaksana. Penelitian ini akan membantu investor dalam menciptakan portofolio aset yang sesuai untuk masa kini dan masa depan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Abideen, Z. U. I., Ahmed, Z., Qiu, H., & Zhao, Y. (2023). Do Behavioral Biases Affect Investors’ Investment Decision Making? Evidence from the Pakistani Equity Market. Risks, 11(6). https://doi.org/10.3390/risks11060109

 Ahmad, M., & Wu, Q. (2022). Does Herding Behavior Matter in Investment Management and Perceived Market Efficiency? Evidence From an Emerging Market. Management Decision, 60(8), 2148–2173. https://doi.org/10.1108/md-07-2020-0867

Ahmed, Z., Rasool, S., Saleem, Q., Khan, M. A., & Kanwal, S. (2022). Mediating role of risk perception between behavioral biases and investor’s investment decisions. SAGE Open, 12(2), 215824402210973. https://doi.org/10.1177/21582440221097394

Alamsyah, M. I., Huda, M., & Pranata, R. M. (2023). Herding as behavior investing: A bibliometric analysis. JAAF (Journal of Applied Accounting and Finance), 7(1), 28. https://doi.org/10.33021/jaaf.v7i1.4141

Almansour, B. Y., Elkrghli, S., & Almansour, A. Y. (2023). Behavioral finance factors and investment decisions: A mediating role of risk perception. Cogent Economics & Finance, 11(2). https://doi.org/10.1080/23322039.2023.2239032

Antwi, J., & Naanwaab, C. B. (2022). Generational Differences, Risk Tolerance, and Ownership of Financial Securities: Evidence from the United States. International Journal of Financial Studies, 10(2), 35. https://doi.org/10.3390/ijfs10020035

Arifin, S., & Qizam, I. (2021). Quantitative Sharia-Screening Effect on Portfolio Performance and Volatility: Evidence from Indonesia. Global Review of Islamic Economics and Business (Ed. Online), 9(1), 043. https://doi.org/10.14421/grieb.2021.091-04

Begam, M. R., Babu, M., & Sulphey, M. M. (2023). Development and validation of an Islamic investor’s sentiment scale for stock market investment. Business Perspectives and Research, 12(1), 26–44. https://doi.org/10.1177/22785337221148888

Bibit. (2022, December 19). Berapa Lama Jangka Waktu Investasi Reksadana? artikel.bibit.id. Retrieved May 21, 2024, from https://artikel.bibit.id/investasi1/berapa-lama-jangka-waktu-investasi-reksadana

Chin, W. W., Marcolin, B. L., & Newsted, P. R. (2003). A Partial Least Squares Latent Variable Modeling Approach for Measuring Interaction Effects: Results from a Monte Carlo Simulation Study and an Electronic-Mail Emotion/Adoption Study. Information Systems Research, 14(2), 189–217. https://doi.org/10.1287/isre.14.2.189.16018

Cho, J., & Lee, J. (2006). An integrated model of risk and risk-reducing strategies. Journal of Business Research, 59(1), 112–120. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2005.03.006

Dierks, L. H., & Tiggelbeck, S. (2019). The (ir-)rationality of investor herding. Procesos De Mercado, 253–270. https://doi.org/10.52195/pm.v16i2.32

Elmoghany, H. A. (2023). Islamic Investment and Portfolio Management. In Transformations in banking, finance and regulation (pp. 461–484). https://doi.org/10.1142/9781800612426_0016

Fitriyani, S., & Anwar, S. (2022). Pengaruh herding, experience regret and religiosity on Sharia stock investment decisions for Muslim, millenial inventors with financial literacy as a moderating variabel. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 9(1), 68–77. https://doi.org/10.20473/vol9iss20221pp68-77

Ghozali, I. (2015). Partial least squares : konsep, teknik dan aplikasi menggunakan program SmartPLS 3.0 untuk penelitian empiris. Diponegoro University Press.

Gupta, S., & Shrivastava, M. (2021). Herding and loss aversion in stock markets: mediating role of fear of missing out (FOMO) in retail investors. International Journal of Emerging Markets, 17(7), 1720–1737. https://doi.org/10.1108/ijoem-08-2020-0933

Hanafi, R., Rohman, A., & Sutapa, S. (2022). Islamic Bank Resilience: Financial and Sharia performance during COVID-19 pandemic in Indonesia. Muqtasid, 13(1), 18–30. https://doi.org/10.18326/muqtasid.v13i1.18-30

Hair, J., Hollingsworth, C. L., Randolph, A. B., & Chong, A. Y. L. (2017). An updated and expanded assessment of PLS-SEM in information systems researchIndustrial management & data systems117(3), 442-458.

Henseler, J., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2014). A new criterion for assessing discriminant validity in variance-based structural equation modeling. Journal of the Academy of Marketing Science, 43(1), 115–135. https://doi.org/10.1007/s11747-014-0403-8

Hii, I. S., Li, X., & Zhu, H. (2023). Behavioural Biases and Investment Decisions during COVID-19: An Empirical Study of Chinese Investors. Institutions and Economies, 15(3), 81–103. https://doi.org/10.22452/ijie.vol15no3.4

Intan, K. (2021, April 9). Indeks Syariah Melesat di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Sebabnya. https://investasi.kontan.co.id/. Retrieved May 10, 2024, from https://investasi.kontan.co.id/news/indeks-syariah-melesat-di-tengah-pandemi-covid-19-ini-sebabnya?page=1

Jain, J., Walia, N., Singla, H., Singh, S., Sood, K., & Grima, S. (2023). Heuristic Biases as Mental Shortcuts to Investment Decision-Making: A Mediation Analysis of Risk Perception. Risks, 11(4), 72. https://doi.org/10.3390/risks11040072

Jiang, J., Shrider, D. G., Ting, H., & Wu, Y. (2020). Are mutual fund investors loss averse? Evidence from China. The Financial Review, 56(2), 231–250. https://doi.org/10.1111/fire.12252

Prosad, J. M., Kapoor, S., & Sengupta, J. (2015). Theory of Behavioral finance. In Advances in finance, accounting, and economics book series (pp. 1–24). https://doi.org/10.4018/978-1-4666-7484-4.ch001

Ramadhanty, S. A., Wijaya, L. I., & Mahadwartha, P. A. (2022). How islamic finance is resilient during the pandemic. Journal of Business & Banking, 12(1), 1. https://doi.org/10.14414/jbb.v12i1.2934

Reinartz, W., Haenlein, M., & Henseler, J. (2009). An empirical comparison of the efficacy of covariance-based and variance-based SEM. International Journal of Research in Marketing, 26(4), 332–344. https://doi.org/10.1016/j.ijresmar.2009.08.001

Rigdon, E. E., & Ferguson, C. E. (1991). The Performance of the Polychoric Correlation Coefficient and Selected Fitting Functions in Confirmatory Factor Analysis with Ordinal Data. Journal of Marketing Research, 28(4), 491–497. https://doi.org/10.1177/002224379102800412

Rozak, A., Nugraha, N., & Mayasari, M. (2023). Determinan Keuangan Keperilakuan Heuristic dan Herding Analysis terhadap Keputusan Investasi Berbasis Syariah. Jurnal Manajemen Dan Keuangan/Jurnal Manajemen & Keuangan, 12(2), 266–281. https://doi.org/10.33059/jmk.v12i2.6821

Saivasan, R., & Lokhande, M. (2022). Influence of risk propensity, behavioural biases and demographic factors on equity investorsrisk perception. Asian Journal of Economics and Banking, 6(3), 373–403. https://doi.org/10.1108/ajeb-06-2021-0074

Shefrin, H., & Statman, M. (1985). The disposition to sell winners too early and ride losers too long: theory and evidence. The Journal of Finance, 40(3), 777–790. https://doi.org/10.1111/j.1540-6261.1985.tb05002.x

Stellar Woman. (2023, December 5). Uang dan Generasi: Kebiasaan Pengelolaan Uang Gen Z, Millennial, dan Generasi X Menurut Ahli. www.stellarw.com. Retrieved May 21, 2024, from https://www.stellarw.com/post/uang-dan-generasi-kebiasaan-pengelolaan-uang-gen-z-millennial-dan-generasi-x-menurut-ahli

Tabash, M. I., Sahabuddin, M., Abdulkarim, F. M., Hamouri, B., & Khoa, T. D. (2023). Dynamic Dependency between the Shariah and Traditional Stock Markets: Diversification Opportunities during the COVID-19 and Global Financial Crisis (GFC) Periods. Economies, 11(5), 149. https://doi.org/10.3390/economies11050149

Ullah, S., Ather Elahi, M., Ullah, A., Pinglu, C., & Haider Subhani, B. (2020). Behavioral biases in investment decision making and moderating role of investor’s type. Intellectual Economics, 15(1), 87–105. https://doi.org/10.13165/IE-20-14-2-06

Xue, T. (2023). Explain Disposition Effect with Loss Aversion and Regret. In Applied Economics and Policy Studies (pp. 429–443). https://doi.org/10.1007/978-981-19-7826-5_43

 

Copyright holder:

Annisaningrum Yuliastuti, Nur Dhani Hendranastiti (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: