Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 9, September 2024
KORELASI
TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI RSUD DR. SOEKARDJO TASIKMALAYA
Arri Putri Intan Permatasari1,
Intan Salsabila Pura2*, Lenny Oktorina3
Universitas Pasundan,
Bandung, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]*
Abstrak
Pasien dengan diabetes mellitus
tipe 2 memerlukan terapi jangka panjang. Kepatuhan terhadap terapi merupakan
faktor penting dalam mencegah komplikasi. Kepatuhan terapi dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya adalah pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2
di RSUD Dr. Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain
penelitian cross sectional.
Sampel diambil dengan teknik non probability
sampling. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan
terhadap 43 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai responden penelitian. Hasil pengetahuan didominasi dengan persentase
41,9% memiliki pengetahuan kurang baik dan hasil kepatuhan didominasi dengan
persentase 72,1% memiliki kepatuhan rendah. Kesimpulan dari penelitian dengan
uji korelasi Spearman menunjukkan nilai r sebesar
-0,272 dan nilai p-value sebesar 0,078 yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara kedua
variabel.
Kata kunci:
pengetahuan, kepatuhan, diabetes melitus tipe 2, konsumsi obat antidiabetes.
Abstract
Patients with type 2 diabetes mellitus require
prolonged therapy. Compliance to therapy is an important factor in preventing
complications. Therapeutic compliance is affected by many factors, including
the patient's knowledge about their diseases. The purpose of the study was to
determine the relationship between the level of knowledge and medication
consumption compliance in patients with Type 2 Diabetes Mellitus at Dr. Soekardjo Tasikmalaya Hospital.
Methods this study was a cross-sectional analytic research design. Samples were
taken with non-probability sampling technique. This research was conducted at
Dr. Soekardjo Hospital, Tasikmalaya
City. This study was conducted on 43 patients who fulfill the inclusion and
exclusion criteria as research respondents. Results of knowledge are dominated
by the percentage of 41.9% have poor knowledge and the results of compliance
are dominated by the percentage of 72.1% have low compliance. Conclusion of the
study with Spearman correlation test shows the r value is -0.272 and the
p-value is 0.078 which indicated that there was no statistically significant
correlation between the two variables.
Keywords: knowledge, compliance, type 2 diabetes
mellitus, antidiabetic drug consumption.
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
melebihi normal atau hiperglikemia yang terjadi karena terdapat gangguan pada kerja insulin, sekresi insulin atau keduanya yang bersifat kronis atau diderita
dalam jangka waktu yang lama
Insidensi dan prevalensi penderita Diabetes Melitus (DM)
di dunia terus meningkat setiap tahunnya
Pada
tahun 2021, jumlah penderita Diabetes Melitus (DM)
di Asia Tenggara mencapai 90 juta
kasus dan diperkirakan meningkat menjadi 152 juta kasus pada tahun 2045. Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah penderita DM tertinggi di dunia, berada di peringkat ke-7 dengan 10,1 juta kasus pada tahun 2019. Menurut IDF, jumlah penderita DM di Indonesia meningkat dari 10,3 juta pada tahun 2013 menjadi 16,7 juta pada tahun 2017, dan diprediksi mencapai 23,3 juta kasus pada tahun 2030 untuk usia 20 hingga
79 tahun
Prevalensi Diabetes Melitus
(DM) di Provinsi Jawa Barat
pada semua kelompok umur adalah sekitar
1,3%, atau 186.809 kasus,
dan meningkat menjadi sekitar 215.967 kasus di kalangan pasien dengan pendidikan maksimal SD/MI. Pada tahun 2018, prevalensi DM di Jawa Barat meningkat dari 1,3% menjadi 1,7%
Diabetes
Melitus Tipe 2 (DMT2) adalah jenis DM yang paling umum di dunia, mencakup lebih dari 90% kasus. Patofisiologi DMT2 disebabkan oleh resistensi
insulin pada sel otot dan hati, serta gangguan
pada sel beta pankreas dalam mensekresikan insulin, sehingga glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel. Kondisi ini dapat
memperburuk fungsi berbagai organ, seperti otak, kolon, usus halus, ginjal, lambung, dan sistem imun, dan menyebabkan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis
Diabetes
Melitus Tipe 2 (DMT2) saat ini mempengaruhi
lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 439 juta pada tahun 2030
Kepatuhan pada pasien DMT2 secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan untuk menjalankan diet, minum obat, dan melaksanakan gaya hidup yang sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh dokter
Di
Provinsi Jawa Barat, proporsi penduduk yang patuh mengonsumsi atau menyuntik obat antidiabetik (OAD) berjumlah 2.129 orang
Pengetahuan merupakan faktor penting yang memengaruhi tindakan seseorang, berperan sebagai stimulus yang mendorong perilaku sehari-hari. Perilaku yang didasari pengetahuan cenderung lebih bertahan lama dibandingkan perilaku tanpa pengetahuan. Pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) meliputi pemahaman mengenai definisi, penyebab, gejala, faktor risiko, diagnosis, komplikasi,
dan terapi DMT2. Pengetahuan
ini membantu pasien menjalani perawatan sepanjang hidupnya dan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan
Pasien dengan pemahaman yang baik tentang DMT2 cenderung lebih patuh terhadap
pengobatan, sedangkan kurangnya pengetahuan sering menyebabkan ketidakpatuhan atau bahkan ketidakpedulian terhadap pengobatan yang disarankan. Pengetahuan yang diberikan kepada pasien dapat membantu
mereka memahami penyakit dan mengubah perilaku dalam menghadapi penyakit tersebut, sehingga mengurangi risiko komplikasi. Pengetahuan juga mendorong perawatan diri yang lebih baik dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang diresepkan Burhanudin,
2020; Irawan, 2018).
Pasien yang memiliki pengetahuan tentang DMT2 yang baik, kemungkinan besar dia akan
memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan yang dijalani. Sedangkan, pasien yang memiliki pengetahuan yang kurang, kemungkinan besar juga akan kurang mematuhi pengobatan yang di sarankan oleh dokter, bahkan bisa saja tidak
memiliki kepatuhan pengobatan sama sekali karena pasien
merasa tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukannya
Pengetahuan yang diberikan kepada pasien DMT2, akan membuat pasien
mengerti mengenai penyakitnya dan mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dalam menghadapi penyakit tersebut kedepannya. Pengetahuan yang baik memiliki pengaruh
terhadap perawatan yang baik pula atau adekuat sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi DMT2 secara signifikan. Pengetahuan tidak hanya meningkatkan perilaku perawatan diri tetapi juga secara efektif memungkinkan pasien untuk mematuhi pengobatan yang diberikan oleh dokter
Dilihat dari pentingnya aspek pengetahuan juga kepatuhan pengobatan pada pasien DM khususnya DM Tipe 2 dan kebanyakan atau mayoritas tingkat pengetahuan dan kepatuhan yang dimiliki pasien adalah kurang, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian terkait dengan hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, prevalensi penyakit DMT2 semakin meningkat, pengetahuan, dan kepatuhan yang berkaitan dengan DMT2 itu juga dirasa kurang. Dengan demikian, peneliti dapat merumuskan masalah penelitian yaitu, apakah terdapat
hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Penelitian ini
menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional
atau potong lintang untuk menghubungkan
tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Desain ini dipilih karena mempelajari hubungan antara variabel independen (tingkat pengetahuan) dan variabel dependen (kepatuhan konsumsi obat) dalam waktu yang terbatas dan terjangkau. Pengukuran data dilakukan hanya satu kali pada waktu yang bersamaan, memungkinkan efisiensi dalam observasi dan pengumpulan data.
Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 yang menjalani terapi obat antidiabetik oral dan/atau insulin di Ruang Poli Dalam
RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Sampel penelitian terdiri dari bagian
populasi yang terjangkau
dan dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui teknik sampling
Berdasarkan perhitungan di atas dibutuhkan minimal 43 pasien sebagai subjek penelitian.
Data yang terkumpul
akan dilakukan data cleaning
yaitu pengecekan kembali untuk mendeteksi
kesalahan, lengkap atau belum lengkapnya
data yang telah dimasukan, coding
yaitu memberikan kode angka atau
numerik terhadap data, tabulasi yaitu dilakukan penyusunan dan dikelompokan oleh peneliti dalam bentuk tabel
dan data entry ke dalam
komputer yaitu memasukan data yang sudah dikumpulkan ke dalam komputer. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis deskriptif data yang berskala nominal
akan dinyatakan dalam distribusi frekuensi dan persen. Menurut Dahlan
H0: r = 0; tidak
terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
H0: r ≠ 0; terdapat
korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
-
Jika p
< 0,05 maka terdapat korelasi bermakna antara variabel yang diuji.
-
Jika p
≥ 0,05 maka tidak terdapat korelasi bermakna antara variabel yang diuji.
Untuk mempermudah proses
perhitungan, peneliti menggunakan Software SPSS versi
25.0.
Etik
Penelitian
Etika penelitian ini telah diproses dan diajukan kepada pihak RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya untuk mendapatkan ethical clearance. Aspek
etika yang diperhatikan dalam penelitian ini meliputi:
1)
Non-maleficence:
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dari pasien, melibatkan
pasien secara langsung, dan peneliti berupaya semaksimal mungkin agar tidak ada pihak yang dirugikan.
2)
Beneficence:
Penelitian ini diharapkan membawa manfaat bagi peneliti,
subjek penelitian, dan masyarakat, dengan meningkatkan pemahaman tentang pencegahan dan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.
3)
Justice:
Penelitian dilakukan secara adil terhadap
semua subjek, dengan menjamin kerahasiaan data pasien yang terlibat dalam penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Statistik Deskriptif Data Penelitian
Bagian ini memaparkan data hasil tanggapan responden untuk memperjelas hasil pembahasan. Dengan gambaran data responden, penulis dapat memahami kondisi setiap sub variabel yang diteliti. Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap masing-masing sub variabel
menggunakan metode pengkategorian. Untuk memudahkan interpretasi data, klasifikasi dibuat dengan distribusi frekuensi yang memiliki interval
yang sama.
Langkah pertama
yang dilakukan adalah menjumlahkan hasil data setiap responden pada setiap sub variabel, kemudian mengategorikan hasil data kuesioner ke dalam tiga
kategori: rendah, sedang, dan tinggi. Selanjutnya, peneliti menentukan nilai indeks minimum dan maksimum untuk analisis lebih lanjut.
Tabel 1. Frekuensi Statistik |
|||
|
Pengetahuan |
Kepatuhan |
|
N |
Valid |
43 |
43 |
Missing |
0 |
0 |
|
Mean |
.8372 |
.3721 |
|
Median |
1.0000 |
.0000 |
|
Minimum |
.00 |
.00 |
|
Maximum |
2.00 |
2.00 |
|
Sum |
36.00 |
16.00 |
Analisis Data Penelitian Variabel X
Variabel X dalam penelitian ini adalah Tingkat Pengetahuan. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan responden, skor penilaian responden akan dikategorikan berdasarkan aturan skor ideal. Kuesioner yang digunakan adalah DKQ-24, yang terdiri dari 24 pertanyaan. Analisis data untuk variabel ini bertujuan untuk
memberikan gambaran umum tingkat pengetahuan
responden, dengan skor keseluruhan yang dikategorikan sesuai aturan skor ideal. Menurut Nursalam (2016), interpretasi skornya adalah: Kurang (<56%), Cukup
(56% - 75%), dan Baik (76% - 100%).
Tabel 2. Tingkat Pengetahuan
|
Frequency |
Percent |
Poor |
18 |
41.9 |
Sufficient |
14 |
32.6 |
Good |
11 |
25.6 |
Total |
43 |
100.0 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 43 responden, 11 orang (25,6%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit diabetes melitus tipe 2, 14 orang (32,6%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan 18 orang (41,9%) memiliki
pengetahuan yang kurang baik, terutama terkait dengan penyakit diabetes melitus dan penggunaan obat antidiabetes oral. Beberapa pernyataan dalam variabel pengetahuan ini mencakup penyebab
diabetes melitus tipe 2 dan
asumsi bahwa diabetes melitus dapat disembuhkan.
Rendahnya tingkat pengetahuan ini dapat disebabkan oleh faktor usia, di mana pasien diabetes melitus yang lebih tua cenderung
kurang aktif mencari informasi dan kurang termotivasi untuk mengikuti pendidikan kesehatan di fasilitas kesehatan
Perilaku responden
dalam menghadapi penyakit, termasuk Diabetes Melitus, dipengaruhi oleh pengetahuan mereka tentang penyakit tersebut. Menurut Notoatmodjo
Pengetahuan tentang Diabetes Melitus biasanya dipengaruhi oleh dua jenis faktor risiko:
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
meliputi ras, etnis, usia, riwayat
keluarga dengan diabetes melitus, dan jenis kelamin. Sementara itu, faktor risiko
yang dapat dimodifikasi mencakup kebiasaan merokok, kelebihan berat badan, obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, pola makan yang tidak sehat, tingkat pendidikan, dan kurangnya olahraga (IDF, 2015).
Hasil dari responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,49%) berusia antara 51-60 tahun. Pasien dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang
diabetes melitus dibandingkan
dengan mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Pengetahuan tentang Diabetes Melitus umumnya didasarkan pada dua jenis faktor risiko: faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi ras dan etnis, usia, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg), riwayat lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan jenis kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi mencakup kebiasaan merokok, berat badan berlebihan, obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diet tidak sehat, pola makan yang buruk, tingkat pendidikan, dan kurangnya aktivitas fisik dan olahraga.
Pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus sangat penting, terutama karena banyak pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang kurang memahami penyakit yang mereka derita. Ketidakpahaman ini sering menyebabkan
ketidakpatuhan terhadap pengobatan, sehingga keberhasilan terapi menjadi sulit dicapai
Analisis Data Penelitian Variabel Y
Variabel Y dalam penelitian ini adalah Kepatuhan.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai kepatuhan responden, skor keseluruhan penilaian responden akan dikategorikan berdasarkan aturan skor ideal yang telah dijelaskan sebelumnya.
Analisis variabel Kepatuhan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (T2DM) dilakukan menggunakan kuesioner MMAS-8 melalui wawancara langsung dengan pasien. Hasil kuesioner kemudian dikategorikan sebagai berikut: kepatuhan tinggi (skor 0), kepatuhan sedang (skor 1 atau 2), dan kepatuhan rendah (skor >2).
Tabel 3. Tingkat Kepatuhan
|
Frekuensi |
Persen |
Rendah |
31 |
72.1 |
Sedang |
8 |
18.6 |
Tinggi |
4 |
9.3 |
Total |
43 |
100.0 |
Tabel 3 menunjukkan hasil kuesioner kepatuhan terhadap pengobatan diabetes melitus tipe 2 pada 43 responden. Dari hasil tersebut, 4 orang (9,3%) memiliki kepatuhan tinggi, 8 orang (18,6%) memiliki kepatuhan sedang, dan 31 orang
(72,1%) memiliki kepatuhan rendah. Frekuensi kepatuhan yang diukur menggunakan kuesioner MMAS-8 didominasi oleh kategori kepatuhan rendah, yaitu sebanyak 31 orang (72,1%).
Dalam variabel kepatuhan, terungkap bahwa beberapa pasien merasa terganggu dengan kewajiban minum obat setiap
hari, yang menyebabkan ketidaknyamanan. Alasan lain yang
menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam minum
obat meliputi kesibukan aktivitas sehari-hari, lupa membawa obat saat
bepergian, dan anggapan bahwa gejala atau
keluhan sudah berkurang, sehingga mereka merasa tidak
perlu lagi minum obat secara
teratur.
Ketidakpatuhan ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman banyak pasien tentang
pentingnya pengobatan jangka panjang untuk menghindari komplikasi pada penderita
Diabetes Melitus Tipe 2
(T2DM). Menurut WHO, salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien adalah usia;
pasien yang lebih muda cenderung memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk
patuh dalam pengobatan dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Dalam
penelitian ini, rata-rata usia responden yang tidak patuh berada
pada rentang 51-60 tahun,
yang tergolong cukup tua, dan hal ini
konsisten dengan pernyataan sebelumnya.
Banyak pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 belum memahami pentingnya pengobatan jangka panjang untuk mencegah komplikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien adalah usia;
pasien yang lebih muda cenderung memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk
patuh terhadap pengobatan dibandingkan pasien yang lebih tua (WHO, 2003).
Kepatuhan dalam menjalani pengobatan DMT2 sangat penting untuk keberhasilan
terapi, terutama dalam pengendalian kadar gula darah (Amrah, 2018). Kepatuhan minum obat bervariasi
antar individu, dan sering kali menurun seiring waktu. Oleh karena itu, dukungan
dari keluarga atau orang lain sangat penting untuk membantu pasien tetap patuh
dalam menjalani terapi pengobatan DMT2 (
Uji
normalitas
Berdasarkan
uji normalitas dengan Kolmogorov
Smirnov diperoleh nilai
p value 0,000 yang artinya <0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut tidak terdistribusi normal.
Analisis
Korelasi
Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Konsumsi Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya
Analisis tersebut dilakukan dengan
menggunakan analisis Spearman
Rank apabila nilai signifikasi p<0,05 maka
H1 diterima sedangkan apabila nilai signifikasi
p≥0,05 maka H0 diterima
yang artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan dengan luaran klinik pasien
diabetes melitus tipe 2.
Tabel 4. Korelasi
Spearman
Correlations |
|||
|
|
Knowledge |
Compliance |
Knowledge |
Correlation
Coefficient |
1.000 |
-0.272 |
Sig. (2-tailed) |
. |
0.078 |
|
N |
43 |
43 |
|
Compliance |
Correlation
Coefficient |
-0.272 |
1.000 |
Sig. (2-tailed) |
0.078 |
. |
|
N |
43 |
43 |
Analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (T2DM) di RSUD Dr.
Soekardjo Tasikmalaya dilakukan menggunakan uji
Spearman untuk menentukan ada tidaknya hubungan
antara kedua variabel. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikan: jika nilai signifikan
< 0,05, berarti terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien T2DM. Sebaliknya, jika nilai signifikan > 0,05, maka tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis data menggunakan korelasi peringkat Spearman, yang
sesuai untuk data berbentuk peringkat dengan skala ordinal. Arah korelasi ditentukan
oleh nilai koefisien korelasi (r), yang berkisar antara +1 dan -1. Dari data yang dikumpulkan,
nilai signifikansi (sig
2-tailed) atau p-value yang diperoleh
adalah 0,078. Karena p-value 0,078 lebih tinggi dari
0,05, ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien dan kepatuhan mereka dalam mengonsumsi obat.
Untuk menentukan tingkat kekuatan hubungan antara variabel pengetahuan dan kepatuhan, nilai r atau koefisien
korelasi dari variabel kepatuhan adalah -0,272, yang menunjukkan nilai negatif. Ini berarti tingkat
kekuatan korelasi antara variabel pengetahuan dan kepatuhan tidak kuat, dan kedua variabel memiliki arah yang berlawanan. Nilai koefisien korelasi yang negatif menunjukkan adanya korelasi negatif antara kedua variabel,
yang mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Table 5. Hasil analisis korelasi Spearman
|
Kepatuhan |
Pengetahuan |
r = -0.272 p = 0.078 n = 43 |
Dari
Tabel 5, nilai p sebesar 0,078 menunjukkan bahwa tidak ada
korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Nilai koefisien korelasi Spearman sebesar -0,272 menunjukkan adanya korelasi negatif dengan kekuatan yang lemah, serta arah
korelasi yang tidak searah antara kedua
variabel.
Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian oleh Bulu et al. (2019), yang menemukan adanya hubungan antara tingkat kepatuhan penggunaan obat antidiabetik dan luaran klinik pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Dinoyo Kota Malang, dengan nilai p sebesar 0,004 (<0,050), menunjukkan
adanya korelasi yang signifikan.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Octapermatasari
dan Farida (2019). Kesamaan hasil
ini dapat disebabkan oleh beragam karakteristik pasien, seperti usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menderita diabetes melitus, dan jenis terapi pengobatan
yang dijalani. Faktor-faktor
ini dapat mempengaruhi luaran klinis dan hasil pengolahan data, sehingga mempengaruhi temuan penelitian.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden merupakan lulusan pendidikan menengah atau SMA, sebanyak 16 orang
(37%). Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan penurunan kepatuhan minum obat pada pasien. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan
oleh
Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perempuan, dengan jumlah 30 orang atau 70% dari total responden. Berdasarkan analisis, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Enza Gucciardi menyatakan bahwa perempuan cenderung memiliki massa tubuh dan kadar high-density lipoprotein (HDL) yang lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.
Selain itu, sebagian besar
pasien dalam penelitian ini berusia antara 51-60 tahun (53,49%). Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara usia dan penurunan kepatuhan minum obat pada pasien. Temuan ini konsisten dengan
hasil penelitian oleh Srikartika et al.
Faktor risiko terkait lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini adalah riwayat
keluarga dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2). Dari hasil responden, mayoritas (28 orang atau 65%) memiliki riwayat keluarga dengan DM Tipe 2. Menurut CDC, memiliki orang tua, saudara laki-laki,
atau saudara perempuan yang mengidap DM Tipe 2 akan meningkatkan
risiko seseorang untuk mengembangkan penyakit yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi tidak selalu
menjamin kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Meskipun pasien memahami tentang diabetes melitus tipe 2 dan sadar bahwa kondisi mereka
dapat memburuk tanpa pengobatan, banyak yang tetap memilih untuk tidak
patuh. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor risiko seperti
usia. Pasien yang berusia 51-60 tahun, misalnya, cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif, pendengaran, ingatan, dan penglihatan, yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan memerlukan pengawasan lebih dari keluarga.
Berdasarkan wawancara, beberapa pasien merasa lelah
dengan pengobatan jangka panjang, terutama pada usia lanjut, setelah bertahun-tahun minum obat setiap hari.
Penurunan kesadaran dan perilaku dalam minum obat sering
kali membuat pasien merasa malas untuk melanjutkan pengobatan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pasien dengan
tingkat pendidikan rendah lebih banyak
dibandingkan dengan pasien yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Ini menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kepatuhan berobat, karena pasien dengan pendidikan
rendah mungkin kurang memahami pentingnya mengonsumsi obat secara teratur.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kemampuannya untuk menjaga pola
hidup yang lebih sehat. Sebaliknya, pasien dengan pendidikan
rendah yang kurang disiplin dalam menjaga kepatuhan minum obat cenderung
mengadopsi pola hidup yang kurang sehat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan
pengetahuan yang tinggi tentang diabetes tidak memiliki kepatuhan pengobatan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang memiliki pengetahuan rendah. Sebagian besar pasien justru menunjukkan
tingkat kepatuhan pengobatan yang rendah meskipun memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
korelasi antara kedua variabel tersebut, karena hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan tidak searah. Faktor
usia menjadi penyebab utama, di mana pasien merasa lelah
mengonsumsi obat setiap hari, sehingga
mempengaruhi kepatuhan mereka terhadap pengobatan.
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian berdasarkan uji korelasi Spearman menunjukkan nilai r sebesar -0,272 dan
p-value sebesar 0,078, yang mengindikasikan
korelasi negatif dan kekuatan korelasi yang lemah antara variabel
pengetahuan dan kepatuhan. Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan pengobatan pada 43 pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.
Ainni, A. N. (2017). Studi Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Instalasi
Rawat Jalan RSUD Dr. Tjitrowardojo Purworejo Tahun 2017. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Akrom, A., Sari, O. M., Urbayatun, S.,
& Saputri, Z. (2019). Analisis
Determinan Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Tipe 2 di Pelayanan Kesehatan
Primer. Jurnal Sains Farmasi
& Klinis, 6(1).
https://doi.org/10.25077/jsfk.6.1.54-62.2019
Amrah, F. (2018). Perbandingan Konseling Farmasi Dan Konseling Islami Terhadap Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Analytical Biochemistry, 11(1).
Bulu,
A., Wahyuni, T. D., & Sutriningsih, A. (2019). Hubungan Antara Tingkat Kepatuhan
Minum Obat Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe II. Ilmiah Keperawatan,
4(1).
Burhanudin, F. (2020). Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien diabetes
mellitus tipe 2. Angewandte
Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 11,
11–32.
Dahlan,
M. S. (2014). Statistics for medicine and health. Epidemiology, Indonesia,
Jakarta, 223–244.
Gautam,
A., Bhatta, D. N., & Aryal, R. U. (2015).
Diabetes related health knowledge, attitude and practice among diabetic
patients in Nepal. BMC Endocrine Disorders, 15(1), 1–8.
https://doi.org/10.1186/s12902-015-0021-6
Hills,
A. P., Arena, R., Khunti, K., Yajnik,
C. S., Jayawardena, R., Henry, C. J., & Al., E. (2018). Epidemiology
and determinants of type 2 diabetes in south asia.
The Lancet Diabetes and Endocrinology.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S22138587(18)30204-3
IDF
Diabetes Atlas Group. (2009). IDF diabetes atlas fourth edition. In International
Diabetes Federation (Nigel Unwi).
Ilmah, F., & Rochmah, T. N.
(2015). Kepatuhan pasien rawat inap diet diabetes melitus berdasarkan teori kepatuhan niven. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 3(1), 60–69.
https://doi.org/10.20473/jaki.v3i1.2015.60-69
Irawan, E. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang diabetes mellitus tipe
II. Jurnal Keperawatan
BSI, 6(2), 115–121.
Jonathan,
K., Kuswinarti, Natalia, N., & Soetedjo, M. (2019). Pola penggunaan
antidiabetes oral pasien
diabetes melitus tipe 2 di
bagian penyakit dalam RSUD Kota Bandung tahun
2017. Cermin Dunia Kedokteran
Journal, 46(6), 407–413.
Kassahun,
T., Gesesew, H., Mwanri,
L., & Eshetie, T. (2016). Diabetes related
knowledge, self-care behaviours and adherence to
medications among diabetic patients in Southwest Ethiopia: a cross-sectional
survey. BMC Endocrine Disorders, 16(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12902-016-0114-x
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Diabetes melitus penyebab kematian nomor 6 di Dunia : Kemenkes tawarkan solusi cerdik melalui Posbind. Kemenkes RI.
https://www.kemkes.go.id/article/view/2383/diabetes-melitus-penyebab-kematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melalui-posbindu.html
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan nasional riskesdas 2018. In Kementrian
Kesehatan RI.
Khayyat, S. M., Mohamed, M. M. A., Khayyat,
S. M. S., Alhazmi, R. S. H., Korani,
M. F., Allugmani, E. B., Saleh, S. F., Mansouri, D.
A., Lamfon, Q. A., Beshiri,
O. M., & Hadi, M. A. (2019). Association between medication adherence
and quality of life of patients with diabetes and hypertension attending
primary care clinics : a cross-sectional survey.
National Library of Medicine. https://doi.org/10.1007/s11136-018-2060-8
Kunaryanti, K., Andriyani, A., & Wulandari, R. (2018). Hubungan tingkat pengetahuan tentang diabetes melitus dengan perilaku mengontrol gula darah pada pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Kesehatan, 11(1), 49–55. https://doi.org/10.23917/jk.v11i1.7007
Mroueh, L., Ayoub, D., El-Hajj, M., Awada,
S., Rachidi, S., Zein, S., & Al-Hajje, A. (2018). Evaluation of medication adherence
among Lebanese diabetic patients. National Library of Medicine.
https://doi.org/10.18549/PharmPract.2018.04.1291
Notoatmodjo, G. (2007). Exploring the’weakest
link’: A study of personal password security [Doctoral dissertation].
University of Auckland.
PB
Perkeni. (2019). Pedoman pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia. PB Perkeni,
12, 7–15.
PB
Perkeni. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. In PB Perkeni.
Profil Kesehatan Kota Tasikmalaya.
(2018). Profil kesehatan
Kota Tasikmalaya tahun
2018 dinas kesehatan Kota Tasikmalaya Jl. Ir. H. Djuanda (komplek perkantoran) Kota Tasikmalaya.
Puspita, F. A., & Rakhma, L. R.
(2018). Hubungan lama kepesertaan
prolanis dengan tingkat pengetahuan gizi dan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus di puskesmas
gilingan surakarta. Jurnal Dunia Gizi,
1(2), 101–111.
Putri,
L. K., Karimi, J., & Nugraha, D. P. (2014). Profil pengendalian diabetes melitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Ilmu Kedokteran, 8(1),
18–24. https://doi.org/10.26891/JIK.v8i1.2014.18-24
Qoni’ah et al. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud Sukoharjo. Kepatuhan Diet Dm.
Rusnoto, & Subagiyo, R. A. (2018). Hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes melitus di klinik anisah Demak. University
Research Colloquium, 508–514.
Sidrotullah, M., Radiah, N., & Meditia, E. (2023). Hubungan
Tingkat Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas
Montong Betok Kecamatan Montong Gading Lombok
Timur Tahun 2022. Jurnal
Ilmu Kesehatan Dan Farmasi,
10(2). https://doi.org/10.51673/jikf.v10i2.1393
Srikartika, V. M., Cahya, A. D., Suci, R., Hardiati, W., & Srikartika, V. M. (2016). Analisis
Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 6(3).
Wabe,
N. T., Angamo, M. T., & Hussein, S. (2011). Medication
adherence in diabetes mellitus and self management
practices among type-2 diabetics in Ethiopia. National Library of
Medicine. https://doi.org/10.4297/najms.2011.3418
Wu,
Y., Ding, Y., Tanaka, Y., & Zhang, W. (2014). Risk factors contributing
to type 2 diabetes and recent advances in the treatment and prevention.
National Library of Medicine. https://doi.org/10.7150/ijms.10001
Copyright
holder: Arri Putri
Intan Permatasari, Intan Salsabila
Pura, Lenny Oktorina (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |