Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

KORELASI TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR. SOEKARDJO TASIKMALAYA

 

Arri Putri Intan Permatasari1, Intan Salsabila Pura2*, Lenny Oktorina3

Universitas Pasundan, Bandung, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memerlukan terapi jangka panjang. Kepatuhan terhadap terapi merupakan faktor penting dalam mencegah komplikasi. Kepatuhan terapi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil dengan teknik non probability sampling. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan terhadap 43 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai responden penelitian. Hasil pengetahuan didominasi dengan persentase 41,9% memiliki pengetahuan kurang baik dan hasil kepatuhan didominasi dengan persentase 72,1% memiliki kepatuhan rendah. Kesimpulan dari penelitian dengan uji korelasi Spearman menunjukkan nilai r sebesar -0,272 dan nilai p-value sebesar 0,078 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara kedua variabel.

Kata kunci: pengetahuan, kepatuhan, diabetes melitus tipe 2, konsumsi obat antidiabetes.

 

Abstract

Patients with type 2 diabetes mellitus require prolonged therapy. Compliance to therapy is an important factor in preventing complications. Therapeutic compliance is affected by many factors, including the patient's knowledge about their diseases. The purpose of the study was to determine the relationship between the level of knowledge and medication consumption compliance in patients with Type 2 Diabetes Mellitus at Dr. Soekardjo Tasikmalaya Hospital. Methods this study was a cross-sectional analytic research design. Samples were taken with non-probability sampling technique. This research was conducted at Dr. Soekardjo Hospital, Tasikmalaya City. This study was conducted on 43 patients who fulfill the inclusion and exclusion criteria as research respondents. Results of knowledge are dominated by the percentage of 41.9% have poor knowledge and the results of compliance are dominated by the percentage of 72.1% have low compliance. Conclusion of the study with Spearman correlation test shows the r value is -0.272 and the p-value is 0.078 which indicated that there was no statistically significant correlation between the two variables.

Keywords: knowledge, compliance, type 2 diabetes mellitus, antidiabetic drug consumption.

 

Pendahuluan

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal atau hiperglikemia yang terjadi karena terdapat gangguan pada kerja insulin, sekresi insulin atau keduanya yang bersifat kronis atau diderita dalam jangka waktu yang lama (PB Perkeni, 2019). Diabetes Melitus (DM) secara signifikan sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita yang dapat menyebabkan perburukan kesehatan, baik itu secara individu, keluarga, dan Masyarakat (Kassahun et al., 2016). Dapat mempengaruhi pendapatan sosial, ekonomi, yang termasuk pengeluaran biaya jutaan sebagai anggaran perawatan kesehatan yang dikeluarkan oleh negara di seluruh dunia (Burhanudin, 2020; Kassahun et al., 2016)

Insidensi dan prevalensi penderita Diabetes Melitus (DM) di dunia terus meningkat setiap tahunnya (PB Perkeni, 2019). Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2021 terdapat 537 juta orang berusia 20 hingga 79 tahun yang hidup dengan diabetes. Angka ini diprediksi akan meningkat menjadi 643 juta kasus pada tahun 2030 dan 783 juta kasus pada tahun 2045 (IDF Diabetes Atlas Group, 2009).

Pada tahun 2021, jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) di Asia Tenggara mencapai 90 juta kasus dan diperkirakan meningkat menjadi 152 juta kasus pada tahun 2045. Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah penderita DM tertinggi di dunia, berada di peringkat ke-7 dengan 10,1 juta kasus pada tahun 2019. Menurut IDF, jumlah penderita DM di Indonesia meningkat dari 10,3 juta pada tahun 2013 menjadi 16,7 juta pada tahun 2017, dan diprediksi mencapai 23,3 juta kasus pada tahun 2030 untuk usia 20 hingga 79 tahun (PB Perkeni, 2019).

Prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Provinsi Jawa Barat pada semua kelompok umur adalah sekitar 1,3%, atau 186.809 kasus, dan meningkat menjadi sekitar 215.967 kasus di kalangan pasien dengan pendidikan maksimal SD/MI. Pada tahun 2018, prevalensi DM di Jawa Barat meningkat dari 1,3% menjadi 1,7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Di Kota Tasikmalaya, jumlah pengidap DM yang terdiagnosis mencapai 3.254 kasus pada tahun yang sama (Profil Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2018).

Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) adalah jenis DM yang paling umum di dunia, mencakup lebih dari 90% kasus. Patofisiologi DMT2 disebabkan oleh resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta gangguan pada sel beta pankreas dalam mensekresikan insulin, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Kondisi ini dapat memperburuk fungsi berbagai organ, seperti otak, kolon, usus halus, ginjal, lambung, dan sistem imun, dan menyebabkan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis (PB Perkeni, 2019, 2021).

Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) saat ini mempengaruhi lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 439 juta pada tahun 2030 (Wu et al., 2014). DMT2 menjadi masalah kesehatan utama di Asia Selatan, dengan prevalensi berkisar antara 4,0% di Nepal hingga 8,8% di India. Tingginya prevalensi berat badan berlebihan dan obesitas di wilayah ini, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan wanita, meningkatkan risiko DMT2 (Hills et al., 2018). Di Indonesia, jumlah penderita DMT2 diperkirakan meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. DMT2 dapat dikontrol melalui pola hidup sehat, termasuk terapi nutrisi, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis seperti obat antidiabetik oral (OAD) atau suntikan insulin (Jonathan et al., 2019). Faktor risiko DMT2 meliputi tekanan darah tinggi, merokok, konsumsi alkohol, kurangnya aktivitas fisik, pola makan buruk, dan berat badan berlebihan (Wabe et al., 2011).

     Kepatuhan pada pasien DMT2 secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan untuk menjalankan diet, minum obat, dan melaksanakan gaya hidup yang sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh dokter (Ilmah & Rochmah, 2015). Pasien yang tidak paham mengenai penyakit DMT2, sering kali tidak patuh dalam melaksanakan pengobatannya (Putri et al., 2014). Kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan dan perilaku perawatan diri yang buruk juga dapat menjadi hambatan manajemen komplikasi DMT2 yang efektif (Wabe et al., 2011). Sebagian besar faktor risiko dan komplikasi DMT2 dapat dimodifikasi, sehingga dibutuhkan strategi manajemen diri yang optimal seperti pemantauan kadar glukosa darah sendiri, diet, perawatan kaki secara teratur, pemeriksaan mata, dan konsumsi obat antidiabetik (OAD) terbukti dapat mengurangi kejadian dan perkembangan komplikasi DMT2 (IDF Diabetes Atlas Group, 2009). Ini semua dapat dicapai oleh pasien sendiri dengan meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan konsumsi obat (Gautam et al., 2015).

Di Provinsi Jawa Barat, proporsi penduduk yang patuh mengonsumsi atau menyuntik obat antidiabetik (OAD) berjumlah 2.129 orang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan dapat menyebabkan hasil terapi yang buruk, kontrol glukosa yang tidak optimal, komplikasi DMT2, peningkatan angka rawat inap, dan kematian. Keberhasilan pengobatan DMT2 sangat bergantung pada kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat (Mroueh et al., 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ini meliputi demografi, faktor pasien, faktor terapi, hubungan pasien dengan tenaga kesehatan, kurangnya kesadaran tentang pentingnya kepatuhan, pemahaman yang rendah terhadap manfaat pengobatan, frekuensi rejimen obat yang tinggi, dan pengetahuan yang kurang mengenai obat-obatan. Di negara maju, tingkat kepatuhan pengobatan rata-rata sekitar 50%, sedangkan di negara berkembang diperkirakan lebih rendah (Khayyat et al., 2019; Rusnoto & Subagiyo, 2018).

Pengetahuan merupakan faktor penting yang memengaruhi tindakan seseorang, berperan sebagai stimulus yang mendorong perilaku sehari-hari. Perilaku yang didasari pengetahuan cenderung lebih bertahan lama dibandingkan perilaku tanpa pengetahuan. Pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) meliputi pemahaman mengenai definisi, penyebab, gejala, faktor risiko, diagnosis, komplikasi, dan terapi DMT2. Pengetahuan ini membantu pasien menjalani perawatan sepanjang hidupnya dan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan (Kunaryanti et al., 2018).

Pasien dengan pemahaman yang baik tentang DMT2 cenderung lebih patuh terhadap pengobatan, sedangkan kurangnya pengetahuan sering menyebabkan ketidakpatuhan atau bahkan ketidakpedulian terhadap pengobatan yang disarankan. Pengetahuan yang diberikan kepada pasien dapat membantu mereka memahami penyakit dan mengubah perilaku dalam menghadapi penyakit tersebut, sehingga mengurangi risiko komplikasi. Pengetahuan juga mendorong perawatan diri yang lebih baik dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang diresepkan Burhanudin, 2020; Irawan, 2018).

Pasien yang memiliki pengetahuan tentang DMT2 yang baik, kemungkinan besar dia akan memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan yang dijalani. Sedangkan, pasien yang memiliki pengetahuan yang kurang, kemungkinan besar juga akan kurang mematuhi pengobatan yang di sarankan oleh dokter, bahkan bisa saja tidak memiliki kepatuhan pengobatan sama sekali karena pasien merasa tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukannya (Burhanudin, 2020; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Pengetahuan yang diberikan kepada pasien DMT2, akan membuat pasien mengerti mengenai penyakitnya dan mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dalam menghadapi penyakit tersebut kedepannya. Pengetahuan yang baik memiliki pengaruh terhadap perawatan yang baik pula atau adekuat sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi DMT2 secara signifikan. Pengetahuan tidak hanya meningkatkan perilaku perawatan diri tetapi juga secara efektif memungkinkan pasien untuk mematuhi pengobatan yang diberikan oleh dokter (Burhanudin, 2020; Kassahun et al., 2016)

Dilihat dari pentingnya aspek pengetahuan juga kepatuhan pengobatan pada pasien DM khususnya DM Tipe 2 dan kebanyakan atau mayoritas tingkat pengetahuan dan kepatuhan yang dimiliki pasien adalah kurang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, prevalensi penyakit DMT2 semakin meningkat, pengetahuan, dan kepatuhan yang berkaitan dengan DMT2 itu juga dirasa kurang. Dengan demikian, peneliti dapat merumuskan masalah penelitian yaitu, apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

 

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional atau potong lintang untuk menghubungkan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Desain ini dipilih karena mempelajari hubungan antara variabel independen (tingkat pengetahuan) dan variabel dependen (kepatuhan konsumsi obat) dalam waktu yang terbatas dan terjangkau. Pengukuran data dilakukan hanya satu kali pada waktu yang bersamaan, memungkinkan efisiensi dalam observasi dan pengumpulan data.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 yang menjalani terapi obat antidiabetik oral dan/atau insulin di Ruang Poli Dalam RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Sampel penelitian terdiri dari bagian populasi yang terjangkau dan dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui teknik sampling (Burhanudin, 2020). Jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: [jumlah sampel yang akan digunakan perlu disebutkan].

Berdasarkan perhitungan di atas dibutuhkan minimal 43 pasien sebagai subjek penelitian.

 

Data yang terkumpul akan dilakukan data cleaning yaitu pengecekan kembali untuk mendeteksi kesalahan, lengkap atau belum lengkapnya data yang telah dimasukan, coding yaitu memberikan kode angka atau numerik terhadap data, tabulasi yaitu dilakukan penyusunan dan dikelompokan oleh peneliti dalam bentuk tabel dan data entry ke dalam komputer yaitu memasukan data yang sudah dikumpulkan ke dalam komputer. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis deskriptif data yang berskala nominal akan dinyatakan dalam distribusi frekuensi dan persen. Menurut Dahlan (2014) data yang diperoleh diolah dengan aplikasi pengolah data statistik. Uji hipotesis dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan uji spearmen yang menggunakan data skala ordinal. Adapun hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: r = 0; tidak terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien Diabetes Melitus Tipe 2.

H0: r ≠ 0; terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien Diabetes Melitus Tipe 2.

     Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

-     Jika p < 0,05 maka terdapat korelasi bermakna antara variabel yang diuji.

-     Jika p ≥ 0,05 maka tidak terdapat korelasi bermakna antara variabel yang diuji.

Untuk mempermudah proses perhitungan, peneliti menggunakan Software SPSS versi 25.0.

 

Etik Penelitian

Etika penelitian ini telah diproses dan diajukan kepada pihak RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya untuk mendapatkan ethical clearance. Aspek etika yang diperhatikan dalam penelitian ini meliputi:

1)    Non-maleficence: Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dari pasien, melibatkan pasien secara langsung, dan peneliti berupaya semaksimal mungkin agar tidak ada pihak yang dirugikan.

2)    Beneficence: Penelitian ini diharapkan membawa manfaat bagi peneliti, subjek penelitian, dan masyarakat, dengan meningkatkan pemahaman tentang pencegahan dan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.

3)    Justice: Penelitian dilakukan secara adil terhadap semua subjek, dengan menjamin kerahasiaan data pasien yang terlibat dalam penelitian.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Statistik Deskriptif Data Penelitian

Bagian ini memaparkan data hasil tanggapan responden untuk memperjelas hasil pembahasan. Dengan gambaran data responden, penulis dapat memahami kondisi setiap sub variabel yang diteliti. Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap masing-masing sub variabel menggunakan metode pengkategorian. Untuk memudahkan interpretasi data, klasifikasi dibuat dengan distribusi frekuensi yang memiliki interval yang sama.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menjumlahkan hasil data setiap responden pada setiap sub variabel, kemudian mengategorikan hasil data kuesioner ke dalam tiga kategori: rendah, sedang, dan tinggi. Selanjutnya, peneliti menentukan nilai indeks minimum dan maksimum untuk analisis lebih lanjut.

 

Tabel 1. Frekuensi Statistik

 

Pengetahuan

Kepatuhan

N

Valid

43

43

Missing

0

0

Mean

.8372

.3721

Median

1.0000

.0000

Minimum

.00

.00

Maximum

2.00

2.00

Sum

36.00

16.00

 

 

Analisis Data Penelitian Variabel X

Variabel X dalam penelitian ini adalah Tingkat Pengetahuan. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan responden, skor penilaian responden akan dikategorikan berdasarkan aturan skor ideal. Kuesioner yang digunakan adalah DKQ-24, yang terdiri dari 24 pertanyaan. Analisis data untuk variabel ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tingkat pengetahuan responden, dengan skor keseluruhan yang dikategorikan sesuai aturan skor ideal. Menurut Nursalam (2016), interpretasi skornya adalah: Kurang (<56%), Cukup (56% - 75%), dan Baik (76% - 100%).

 

Tabel 2. Tingkat Pengetahuan

 

Frequency

Percent

Poor

18

41.9

Sufficient

14

32.6

Good

11

25.6

Total

43

100.0

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 43 responden, 11 orang (25,6%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit diabetes melitus tipe 2, 14 orang (32,6%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan 18 orang (41,9%) memiliki pengetahuan yang kurang baik, terutama terkait dengan penyakit diabetes melitus dan penggunaan obat antidiabetes oral. Beberapa pernyataan dalam variabel pengetahuan ini mencakup penyebab diabetes melitus tipe 2 dan asumsi bahwa diabetes melitus dapat disembuhkan. Rendahnya tingkat pengetahuan ini dapat disebabkan oleh faktor usia, di mana pasien diabetes melitus yang lebih tua cenderung kurang aktif mencari informasi dan kurang termotivasi untuk mengikuti pendidikan kesehatan di fasilitas kesehatan (Puspita & Rakhma, 2018).

Perilaku responden dalam menghadapi penyakit, termasuk Diabetes Melitus, dipengaruhi oleh pengetahuan mereka tentang penyakit tersebut. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan faktor penting dalam pembentukan perilaku seseorang, karena perilaku yang didasarkan pada pengetahuan cenderung lebih baik dibandingkan dengan yang tidak. Pengetahuan pasien juga mempengaruhi kepatuhan mereka dalam penggunaan obat; semakin tinggi pengetahuan pasien mengenai pentingnya kepatuhan minum obat, semakin tinggi pula tingkat kepatuhan mereka terhadap penggunaan obat.

Pengetahuan tentang Diabetes Melitus biasanya dipengaruhi oleh dua jenis faktor risiko: faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi ras, etnis, usia, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, dan jenis kelamin. Sementara itu, faktor risiko yang dapat dimodifikasi mencakup kebiasaan merokok, kelebihan berat badan, obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, pola makan yang tidak sehat, tingkat pendidikan, dan kurangnya olahraga (IDF, 2015).

Hasil dari responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,49%) berusia antara 51-60 tahun. Pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang diabetes melitus dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Pengetahuan tentang Diabetes Melitus umumnya didasarkan pada dua jenis faktor risiko: faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi ras dan etnis, usia, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg), riwayat lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan jenis kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi mencakup kebiasaan merokok, berat badan berlebihan, obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diet tidak sehat, pola makan yang buruk, tingkat pendidikan, dan kurangnya aktivitas fisik dan olahraga.

Pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus sangat penting, terutama karena banyak pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang kurang memahami penyakit yang mereka derita. Ketidakpahaman ini sering menyebabkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan, sehingga keberhasilan terapi menjadi sulit dicapai (Qoni’ah et al, 2017).

 

Analisis Data Penelitian Variabel Y

Variabel Y dalam penelitian ini adalah Kepatuhan. Untuk mendapatkan gambaran mengenai kepatuhan responden, skor keseluruhan penilaian responden akan dikategorikan berdasarkan aturan skor ideal yang telah dijelaskan sebelumnya.

Analisis variabel Kepatuhan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (T2DM) dilakukan menggunakan kuesioner MMAS-8 melalui wawancara langsung dengan pasien. Hasil kuesioner kemudian dikategorikan sebagai berikut: kepatuhan tinggi (skor 0), kepatuhan sedang (skor 1 atau 2), dan kepatuhan rendah (skor >2).

 

Tabel 3. Tingkat Kepatuhan

 

Frekuensi

Persen

Rendah

31

72.1

Sedang

8

18.6

Tinggi

4

9.3

Total

43

100.0

 

Tabel 3 menunjukkan hasil kuesioner kepatuhan terhadap pengobatan diabetes melitus tipe 2 pada 43 responden. Dari hasil tersebut, 4 orang (9,3%) memiliki kepatuhan tinggi, 8 orang (18,6%) memiliki kepatuhan sedang, dan 31 orang (72,1%) memiliki kepatuhan rendah. Frekuensi kepatuhan yang diukur menggunakan kuesioner MMAS-8 didominasi oleh kategori kepatuhan rendah, yaitu sebanyak 31 orang (72,1%).

Dalam variabel kepatuhan, terungkap bahwa beberapa pasien merasa terganggu dengan kewajiban minum obat setiap hari, yang menyebabkan ketidaknyamanan. Alasan lain yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam minum obat meliputi kesibukan aktivitas sehari-hari, lupa membawa obat saat bepergian, dan anggapan bahwa gejala atau keluhan sudah berkurang, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi minum obat secara teratur.

Ketidakpatuhan ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman banyak pasien tentang pentingnya pengobatan jangka panjang untuk menghindari komplikasi pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (T2DM). Menurut WHO, salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien adalah usia; pasien yang lebih muda cenderung memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk patuh dalam pengobatan dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Dalam penelitian ini, rata-rata usia responden yang tidak patuh berada pada rentang 51-60 tahun, yang tergolong cukup tua, dan hal ini konsisten dengan pernyataan sebelumnya.

Banyak pasien Diabetes Melitus Tipe 2 belum memahami pentingnya pengobatan jangka panjang untuk mencegah komplikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien adalah usia; pasien yang lebih muda cenderung memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk patuh terhadap pengobatan dibandingkan pasien yang lebih tua (WHO, 2003).

Kepatuhan dalam menjalani pengobatan DMT2 sangat penting untuk keberhasilan terapi, terutama dalam pengendalian kadar gula darah (Amrah, 2018). Kepatuhan minum obat bervariasi antar individu, dan sering kali menurun seiring waktu. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga atau orang lain sangat penting untuk membantu pasien tetap patuh dalam menjalani terapi pengobatan DMT2 ((Sidrotullah et al., 2023).

 

Uji normalitas

Berdasarkan uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai p value 0,000 yang artinya <0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut tidak terdistribusi normal.

 

Analisis Korelasi Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Konsumsi Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya

Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis Spearman Rank apabila nilai signifikasi p<0,05 maka H1 diterima sedangkan apabila nilai signifikasi p≥0,05 maka H0 diterima yang artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan dengan luaran klinik pasien diabetes melitus tipe 2.

 

Tabel 4. Korelasi Spearman

Correlations

 

 

Knowledge

Compliance

Knowledge

Correlation Coefficient

1.000

-0.272

Sig. (2-tailed)

.

0.078

N

43

43

Compliance

Correlation Coefficient

-0.272

1.000

Sig. (2-tailed)

0.078

.

N

43

43

 

Analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan konsumsi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (T2DM) di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya dilakukan menggunakan uji Spearman untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara kedua variabel. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikan: jika nilai signifikan < 0,05, berarti terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien T2DM. Sebaliknya, jika nilai signifikan > 0,05, maka tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis data menggunakan korelasi peringkat Spearman, yang sesuai untuk data berbentuk peringkat dengan skala ordinal. Arah korelasi ditentukan oleh nilai koefisien korelasi (r), yang berkisar antara +1 dan -1. Dari data yang dikumpulkan, nilai signifikansi (sig 2-tailed) atau p-value yang diperoleh adalah 0,078. Karena p-value 0,078 lebih tinggi dari 0,05, ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien dan kepatuhan mereka dalam mengonsumsi obat.

Untuk menentukan tingkat kekuatan hubungan antara variabel pengetahuan dan kepatuhan, nilai r atau koefisien korelasi dari variabel kepatuhan adalah -0,272, yang menunjukkan nilai negatif. Ini berarti tingkat kekuatan korelasi antara variabel pengetahuan dan kepatuhan tidak kuat, dan kedua variabel memiliki arah yang berlawanan. Nilai koefisien korelasi yang negatif menunjukkan adanya korelasi negatif antara kedua variabel, yang mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

 

Table 5. Hasil analisis korelasi Spearman

 

Kepatuhan

Pengetahuan

r = -0.272

p = 0.078

n = 43

 

Dari Tabel 5, nilai p sebesar 0,078 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Nilai koefisien korelasi Spearman sebesar -0,272 menunjukkan adanya korelasi negatif dengan kekuatan yang lemah, serta arah korelasi yang tidak searah antara kedua variabel.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Bulu et al. (2019), yang menemukan adanya hubungan antara tingkat kepatuhan penggunaan obat antidiabetik dan luaran klinik pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Dinoyo Kota Malang, dengan nilai p sebesar 0,004 (<0,050), menunjukkan adanya korelasi yang signifikan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Octapermatasari dan Farida (2019). Kesamaan hasil ini dapat disebabkan oleh beragam karakteristik pasien, seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menderita diabetes melitus, dan jenis terapi pengobatan yang dijalani. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi luaran klinis dan hasil pengolahan data, sehingga mempengaruhi temuan penelitian.

 

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden merupakan lulusan pendidikan menengah atau SMA, sebanyak 16 orang (37%). Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan penurunan kepatuhan minum obat pada pasien. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Akrom et al. (2019) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dan kepatuhan minum obat. Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Ainni (2017) yang menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dan kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe 2.

Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perempuan, dengan jumlah 30 orang atau 70% dari total responden. Berdasarkan analisis, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Enza Gucciardi menyatakan bahwa perempuan cenderung memiliki massa tubuh dan kadar high-density lipoprotein (HDL) yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Selain itu, sebagian besar pasien dalam penelitian ini berusia antara 51-60 tahun (53,49%). Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara usia dan penurunan kepatuhan minum obat pada pasien. Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian oleh Srikartika et al.  (2016) yang juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara usia dan kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe 2.

Faktor risiko terkait lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini adalah riwayat keluarga dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2). Dari hasil responden, mayoritas (28 orang atau 65%) memiliki riwayat keluarga dengan DM Tipe 2. Menurut CDC, memiliki orang tua, saudara laki-laki, atau saudara perempuan yang mengidap DM Tipe 2 akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan penyakit yang sama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi tidak selalu menjamin kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Meskipun pasien memahami tentang diabetes melitus tipe 2 dan sadar bahwa kondisi mereka dapat memburuk tanpa pengobatan, banyak yang tetap memilih untuk tidak patuh. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor risiko seperti usia. Pasien yang berusia 51-60 tahun, misalnya, cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif, pendengaran, ingatan, dan penglihatan, yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan memerlukan pengawasan lebih dari keluarga.

Berdasarkan wawancara, beberapa pasien merasa lelah dengan pengobatan jangka panjang, terutama pada usia lanjut, setelah bertahun-tahun minum obat setiap hari. Penurunan kesadaran dan perilaku dalam minum obat sering kali membuat pasien merasa malas untuk melanjutkan pengobatan.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kepatuhan berobat, karena pasien dengan pendidikan rendah mungkin kurang memahami pentingnya mengonsumsi obat secara teratur. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kemampuannya untuk menjaga pola hidup yang lebih sehat. Sebaliknya, pasien dengan pendidikan rendah yang kurang disiplin dalam menjaga kepatuhan minum obat cenderung mengadopsi pola hidup yang kurang sehat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan pengetahuan yang tinggi tentang diabetes tidak memiliki kepatuhan pengobatan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang memiliki pengetahuan rendah. Sebagian besar pasien justru menunjukkan tingkat kepatuhan pengobatan yang rendah meskipun memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kedua variabel tersebut, karena hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan tidak searah. Faktor usia menjadi penyebab utama, di mana pasien merasa lelah mengonsumsi obat setiap hari, sehingga mempengaruhi kepatuhan mereka terhadap pengobatan.

 

Kesimpulan

Kesimpulan penelitian berdasarkan uji korelasi Spearman menunjukkan nilai r sebesar -0,272 dan p-value sebesar 0,078, yang mengindikasikan korelasi negatif dan kekuatan korelasi yang lemah antara variabel pengetahuan dan kepatuhan. Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan pengobatan pada 43 pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

 

 

BIBLIOGRAFI

Ainni, A. N. (2017). Studi Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Tjitrowardojo Purworejo Tahun 2017. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Akrom, A., Sari, O. M., Urbayatun, S., & Saputri, Z. (2019). Analisis Determinan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Tipe 2 di Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 6(1). https://doi.org/10.25077/jsfk.6.1.54-62.2019

Amrah, F. (2018). Perbandingan Konseling Farmasi Dan Konseling Islami Terhadap Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Analytical Biochemistry, 11(1).

Bulu, A., Wahyuni, T. D., & Sutriningsih, A. (2019). Hubungan Antara Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Ilmiah Keperawatan, 4(1).

Burhanudin, F. (2020). Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien diabetes mellitus tipe 2. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 11, 11–32.

Dahlan, M. S. (2014). Statistics for medicine and health. Epidemiology, Indonesia, Jakarta, 223–244.

Gautam, A., Bhatta, D. N., & Aryal, R. U. (2015). Diabetes related health knowledge, attitude and practice among diabetic patients in Nepal. BMC Endocrine Disorders, 15(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12902-015-0021-6

Hills, A. P., Arena, R., Khunti, K., Yajnik, C. S., Jayawardena, R., Henry, C. J., & Al., E. (2018). Epidemiology and determinants of type 2 diabetes in south asia. The Lancet Diabetes and Endocrinology. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S22138587(18)30204-3

IDF Diabetes Atlas Group. (2009). IDF diabetes atlas fourth edition. In International Diabetes Federation (Nigel Unwi).

Ilmah, F., & Rochmah, T. N. (2015). Kepatuhan pasien rawat inap diet diabetes melitus berdasarkan teori kepatuhan niven. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 3(1), 60–69. https://doi.org/10.20473/jaki.v3i1.2015.60-69

Irawan, E. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang diabetes mellitus tipe II. Jurnal Keperawatan BSI, 6(2), 115–121.

Jonathan, K., Kuswinarti, Natalia, N., & Soetedjo, M. (2019). Pola penggunaan antidiabetes oral pasien diabetes melitus tipe 2 di bagian penyakit dalam RSUD Kota Bandung tahun 2017. Cermin Dunia Kedokteran Journal, 46(6), 407–413.

Kassahun, T., Gesesew, H., Mwanri, L., & Eshetie, T. (2016). Diabetes related knowledge, self-care behaviours and adherence to medications among diabetic patients in Southwest Ethiopia: a cross-sectional survey. BMC Endocrine Disorders, 16(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12902-016-0114-x

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Diabetes melitus penyebab kematian nomor 6 di Dunia : Kemenkes tawarkan solusi cerdik melalui Posbind. Kemenkes RI. https://www.kemkes.go.id/article/view/2383/diabetes-melitus-penyebab-kematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melalui-posbindu.html

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan nasional riskesdas 2018. In Kementrian Kesehatan RI.

Khayyat, S. M., Mohamed, M. M. A., Khayyat, S. M. S., Alhazmi, R. S. H., Korani, M. F., Allugmani, E. B., Saleh, S. F., Mansouri, D. A., Lamfon, Q. A., Beshiri, O. M., & Hadi, M. A. (2019). Association between medication adherence and quality of life of patients with diabetes and hypertension attending primary care clinics : a cross-sectional survey. National Library of Medicine. https://doi.org/10.1007/s11136-018-2060-8

Kunaryanti, K., Andriyani, A., & Wulandari, R. (2018). Hubungan tingkat pengetahuan tentang diabetes melitus dengan perilaku mengontrol gula darah pada pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan, 11(1), 49–55. https://doi.org/10.23917/jk.v11i1.7007

Mroueh, L., Ayoub, D., El-Hajj, M., Awada, S., Rachidi, S., Zein, S., & Al-Hajje, A. (2018). Evaluation of medication adherence among Lebanese diabetic patients. National Library of Medicine. https://doi.org/10.18549/PharmPract.2018.04.1291

Notoatmodjo, G. (2007). Exploring the’weakest link’: A study of personal password security [Doctoral dissertation]. University of Auckland.

PB Perkeni. (2019). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia. PB Perkeni, 12, 7–15.

PB Perkeni. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. In PB Perkeni.

Profil Kesehatan Kota Tasikmalaya. (2018). Profil kesehatan Kota Tasikmalaya tahun 2018 dinas kesehatan Kota Tasikmalaya Jl. Ir. H. Djuanda (komplek perkantoran) Kota Tasikmalaya.

Puspita, F. A., & Rakhma, L. R. (2018). Hubungan lama kepesertaan prolanis dengan tingkat pengetahuan gizi dan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus di puskesmas gilingan surakarta. Jurnal Dunia Gizi, 1(2), 101–111.

Putri, L. K., Karimi, J., & Nugraha, D. P. (2014). Profil pengendalian diabetes melitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Ilmu Kedokteran, 8(1), 18–24. https://doi.org/10.26891/JIK.v8i1.2014.18-24

Qoni’ah et al. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud Sukoharjo. Kepatuhan Diet Dm.

Rusnoto, & Subagiyo, R. A. (2018). Hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus di klinik anisah Demak. University Research Colloquium, 508–514.

Sidrotullah, M., Radiah, N., & Meditia, E. (2023). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Montong Betok Kecamatan Montong Gading Lombok Timur Tahun 2022. Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Farmasi, 10(2). https://doi.org/10.51673/jikf.v10i2.1393

Srikartika, V. M., Cahya, A. D., Suci, R., Hardiati, W., & Srikartika, V. M. (2016). Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 6(3).

Wabe, N. T., Angamo, M. T., & Hussein, S. (2011). Medication adherence in diabetes mellitus and self management practices among type-2 diabetics in Ethiopia. National Library of Medicine. https://doi.org/10.4297/najms.2011.3418

Wu, Y., Ding, Y., Tanaka, Y., & Zhang, W. (2014). Risk factors contributing to type 2 diabetes and recent advances in the treatment and prevention. National Library of Medicine. https://doi.org/10.7150/ijms.10001

 

 

Copyright holder:

Arri Putri Intan Permatasari, Intan Salsabila Pura, Lenny Oktorina (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: