Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 9, September 2024
PEMENUHAN MINIMUM ESSENTIAL FORCE
(MEF) TNI ANGKATAN LAUT SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN DETERRENCE EFFECT PERTAHANAN LAUT INDONESIA DI KAWASAN ASEAN
Rizki
Marman Saputra
Sekolah Kajian Stratejik dan
Global Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Lokasi geografis mempengaruhi
postur pengembangan power suatu negara serta strategi pengembangan dan
pengaruhnya di suatu kawasan. Kekuatan Angkatan Laut yang cenderung belum
didukung oleh ALUTSISTA yang memadai dalam menjaga dan mengamankan keutuhan
wilayah teritorial, akan berdampak pada berkurangnya Bargaining Power Position
suatu negara dalam meningkatkan pengaruh Geopolitiknya di Kawasan ASEAN. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kelemahan dalam aspek pertahanan laut
Indonesia dalam rangka mencapai target Minimum Essential Force (MEF) sebagai
negara kepulauan terbesar di kawasan ASEAN. MEF merupakan strategi pembangunan
kekuatan militer yang bertujuan meningkatkan daya tangkal (deterrence) melalui
pemberdayaan sumber daya nasional tanpa terlibat dalam perlombaan persenjataan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif
analitis. Data diperoleh melalui studi pustaka, analisis dokumen, dan wawancara
dengan pakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun MEF diharapkan dapat
meningkatkan bargaining power Indonesia dalam konteks geopolitik regional,
pencapaiannya masih belum optimal karena keterbatasan alutsista (alat utama
sistem senjata) yang memadai untuk Angkatan Laut. Faktor geografis Indonesia
yang strategis juga memiliki peran penting dalam pengembangan kekuatan
pertahanan, namun jika tidak diimbangi dengan kemampuan militer yang cukup,
dapat menjadi kelemahan tersendiri. Pemenuhan MEF Indonesia akan meningkatkan
efek deterrence di kawasan ASEAN, namun perlu upaya lebih untuk mencapai
kondisi ideal. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya strategi yang
lebih terarah dalam pengembangan kekuatan militer, terutama di sektor
pertahanan laut, guna memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan geopolitik
di ASEAN.
Kata Kunci: Minimum Essential Force (MEF),
Pertahanan Laut, ALUTSISTA Indonesia, TNI AL, ASEAN
Abstract
Geographic location affects a
country's power development posture as well as its development strategy and
influence in a region. The strength of the Navy which tends not to be supported
by adequate ALUTSISTA in maintaining and securing the integrity of the territorial
area, will have an impact on the reduced Bargaining Power Position of a country
in increasing its Geopolitical influence in the ASEAN Region. This study aims
to analyze the weaknesses in the aspect of Indonesia's sea defense in order to
achieve the Minimum Essential Force (MEF) target as the largest archipelagic
country in the ASEAN region. MEF is a military power development strategy that
aims to increase deterrence through empowering national resources without
engaging in an arms race. This research uses a qualitative method with an
analytical descriptive approach. Data was obtained through literature study,
document analysis, and expert interviews. The results show that although MEF is
expected to increase Indonesia's bargaining power in the regional geopolitical
context, its achievement is still not optimal due to the limitations of
adequate defense equipment for the Navy. Indonesia's strategic geographical
factor also plays an important role in the development of defense forces, but
if it is not balanced with sufficient military capabilities, it can become a
weakness. The fulfillment of Indonesia's MEF will increase the deterrence
effect in the ASEAN region, but more effort is needed to achieve ideal
conditions. The implication of this research is the need for a more targeted
strategy in the development of military power, especially in the sea defense
sector, in order to strengthen Indonesia's position in the geopolitical arena
in ASEAN.
Keywords: Minimum Essential Force (MEF),
Sea Defense, Indonesian Naval Defense Forces, Indonesian Navy, ASEAN
Pendahuluan
Indonesia memiliki potensi geografi yang tepat berada
pada titik tengah pertemuan jalur komunikasi antara Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia serta Benua Asia dan Benua Australia, yang tentunya
menghubungkan kepentingan negara-negara besar dan maju di Barat dan di Timur,
di Utara dan di Selatan
Kebijakan yang digunakan Indonesia untuk bidang
pertahanan untuk kepentingan nasional pertahanan disebut dengan kebijakan MEF (Minimum Essential Force) atau Kekuatan
Pokok Minimum yang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional dan memenuhi
obyek-obyek dari pertahanan negara
Tabel 1. Anggaran
Pertahanan Militer ASEAN
berdasarkan persentase perbandiangan dari produk
domestik bruto, 2018-2022 Data SIPRI 2023
Country |
2018 |
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
AVERAGE |
South East Asia |
||||||
Brunei |
2.64% |
3.08% |
3.63% |
3.24% |
2.37% |
2.99% |
Cambodia |
2.21% |
2.20% |
2.45% |
2.35% |
2.10% |
2.26% |
Indonesia |
0.72% |
0.73% |
0.89% |
0.74% |
0.70% |
0.76% |
Malaysia |
0.96% |
0.89% |
1.00% |
0.99% |
0.96% |
0.96% |
Myanmar |
2.36% |
2.19% |
2.99% |
3.39% |
3.05% |
2.80% |
Philippines |
1.18% |
1.13% |
1.30% |
1.41% |
1.00% |
1.20% |
Singapore |
2.81% |
2.77% |
2.84% |
2.78% |
2.77% |
2.79% |
Thailand |
1.36% |
1.35% |
1.45% |
1.31% |
1.16% |
1.33% |
Timor Leste |
1.32% |
1.70% |
1.78% |
1.08% |
1.11% |
1.40% |
Indonesia jika dibandingkan menurut data
diatas menunjukkan bahwa dari rata-rata dalam lima tahun terakhir Indonesia,
penyaluran anggaran pertahanannya berbanding GDP terlihat yang paling terendah
dikawasan atau sebesar 0,76% yang dikeluarkan dari GDP dibawah Malaysia.
Tertinggi di Kawasan menghabiskan anggaran pertahanan militernya adalah Negara
Brunei Darussalam dan disusul oleh Myanmar dan Singapore.
Menurut data Global Firepower (GFP)
Indonesia menempati urutan ke-13
berdasarkan kekuatan militernya pada tahun 2023, sedangkan kekuatan armada laut Indonesia menduduki
posisi terkuat se-Asia Tenggara. Sementara dalam peringkat global, Indonesia
hanya mampu menempati urutan keenam. Adapun, skor kekuatan armada laut dihitung
dari seluruh jenis kapal perang yang ada di negara tersebut, termasuk kapal
induk, kapal selam, kapal induk helikopter, korvet, fregat, kapal serbu,
pendukung amfibi, hingga alat bantu.
Tabel 2. Capaian ALUTSISTA per Tahap MEF Indonesia
Sebelum MEF 2010 |
MEF Tahap I (2010-2014) |
MEF Tahap II (2015-2019) |
MEF Tahap III (2020-2024) |
||||
Target |
Realisasi |
Target |
Realisasi |
Target |
Realisasi |
Target |
Realisasi |
45.23% |
41.92% |
57.24% |
54.97% |
75.54% |
63.19% |
100% |
Namun dari data diatas Indonesia belum mampu memenuhi MEF Kekuatan
militer secara keseluruhan. Target sebelum MEF 45,23% baru terealisasi sebesar 41,92%. MEF pada
tahap I dari Target sebesar 57,24% baru terealisasi sebesar 54,97%, MEF tahap
II Target sebesar 75,54% terealisasi sebesar 63,19%.
Tabel 3. Capaian
Realisasi MEF ALUTSISTA per Angkatan
Sebelum MEF 2010 |
MEF Tahap I (2010-2014) |
MEF Tahap II (2015-2019) |
||||||
TNI AD |
TNI AL |
TNI AU |
TNI AD |
TNI AL |
TNI AU |
TNI AD |
TNI AL |
TNI AU |
37.26% |
60.29% |
38.15% |
64.89% |
60.71% |
46.12% |
78.82% |
67.57% |
45.19% |
Begitupun pada angkatan laut, TNI AL
sebelum MEF 2010 terealisasi sebesar 60,29%, MEF tahap I sebesar 60,71% dan
tahap II sebesar 67,57%. Hal tersebut didasari kekuatan Angkatan Laut cenderung
belum didukung oleh ALUTSISTA yang memadai dalam menjaga mengamankan keutuhan
wilayah teritorial, padahal kekuatan militer seperti angkatan laut sangat
memainkan peranan penting sebagai instrumen politik kepentingan nasional
Padahal dilihat
dari lokasi geografis akan mempengaruhi pula postur pengembangan power suatu
negara serta strategi pengembangan pengaruhnya di suatu kawasan. Dengan
demikian variabel geografi merupakan sumber kekuatan dan kelemahan bagi suatu
negara
Meskipun begitu,
keterbatasan sumber dana dan dukungan politik serta kelemahan menganalisis
perkembangan lingkungan strategis kawasan bukan menjadi alasan lemahnya
pertahanan maritim Indonesia yang belum mencapai tingkat deterrent dalam hal pemenuhan MEF dan juga belum sampainya pada
titik “strategic stability”. Padahal
alutsista sebagai komponen utama TNI AL selain sebagai alat pertahanan negara
maritime juga mengandung faktor penggentar (deterrence).
Metode Penelitian
Metode yang
digunakan adalah metode kualitatif dengan membentuk kajian literatur yang
membahas sebuah isu secara spesifik. Pendekatan ini juga menitikberatkan pada
analisa pemahaman mengenai suatu masalah berdasarkan data yang diperoleh, dan
menekankan pada sifat khusus dalam permasalahan tertentu
Hasil dan
Pembahasan
Laut yang memiliki
sebagai fungsi transportasi dan kekuasaan menjadikannya sebagai hal yang sangat
penting bagi banyak negara di dunia, seperti apa yang dikatakan oleh Sir Walter
Raleigh “…Whosoever commands the sea,
commands the trade. Whosoever commands the trade of the world, commands the
riches of the world, and the consequently the world itself…”
Konsep
deterrence ini mencakup denial (penyangkalan) dan retaliation
(pembalasan)
Gambar 1. Bagan Perbandingan
ALUTSISTA TNI AL
Kekuatan TNI Angkatan laut Indonesia 81% didominasi oleh kapal patroli, 8% kapal corvettes, 5 % oleh mine warfare, 4% oleh kapal frigate, dan 2% oleh kapal selam. Kebijakan modernisasi alutsista tertuang dalam Permenhan No. 19 Tahun 2012 tentang Minimum Essential Force (MEF). Dalam Kebijakan MEF terdapat empat unsur pembangun yaitu: Rematerialisasi, Pengadaan, Revitalisasi dan Relokasi. Hingga akhir MEF tahap II (2015-2019), MEF TNI AL masih di bawah 50 persen dari postur ideal alutsista AL (Mujiburrahman & Effendi, 2021). Kemampuan TNI Angkatan Laut (TNI AL) dalam menjamin terwujudnya keamanan dan tegaknya kedaulatan negara di laut serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terkait erat dengan kualitas dan kuantitas dari alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimilikinya. Tingkat kemuktahiran teknologi alutsista yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu negara menjadi indikator akan kemampuannya dalam melindungi dan menjamin keamanan serta kedaulatan negara.
Gambar
2. Visualisasi Konseptual Penelitian Sumber: diolah penulis
Indonesia dengan
segala kelebihan Geografi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan,
kelebihan mempunyai luas geografi yang luas dan strategis, jika tidak dimaknai
dengan risiko-risiko yang akan muncul nanti di Kawasan dapat menjadi ancaman
bagi Indonesia. Oleh sebab itu MEF khususnya penyempurnaan pada matra laut
harus segera diprioritaskan
Dengan pemenuhan
MEF setidaknya akan memberikan effect deterrence di Kawasan, dimana Indonesia
mempunyai kebijakan yang dapat mengamankan kepentingan nasionalnya dari sisi
pertahanan dan keamanan. Meskipun jelas terwujudnya deterrence effect ini
dibangun oleh tiga hal yaitu komitmen dari pemerintah, kapabilitas matra laut
yang dibangun, dan kredibilitas pemerintah dari komitmen dan kapibilitas yang
dibangun perlu adanya konsisten dari pemerintah dalam menunjang hal tersebut.
Pertama kebijakan
pertahanan pemerintah dari MEF meskipun belum tercapai namun pemerintah telah
berupaya mewujudkan pertahanan minimum untuk Indonesai dalam mewujudkan
pertahanan dan keamanannya. Kedua dengan adanya kebijakan tersebut tentunya
kapabilitas TNI AL akan semakin ditunjang dan didukung oleh pemerintah dalam
hal ini penyediaan ALUTSISTA yang mempuni untuk negara kepulauan seperti
Indonesia. Kemudian ketiga Kredibilitas pemerintah perlu konsistensi untuk
mendukung komitmen dan kapabilitas tersebut. Konsistensi tersebut dapa dilihat
bagaimana seharusnya pemerintah dalam meningkat ALUTSISTA Laut dituntut adanya
kemandirian pertahanan. Kemampuan industri pertahanan dalam memproduksi
Alutsista akan berpengaruh terhadap kemandirian pemenuhan kebutuhan Alutsista
dari dalam negeri. Pembinaan industri pertahanan diarahkan kepada pencapaian
kemandirian kemampuan menyediakan alat peralatan pertahanan untuk mendukung
kemampuan pertahanan dalam menghadapi ancaman. Kemampuan yang ingin dicapai
sesuai dengan proyeksi pada tahun 2024 adalah memiliki industri pertahanan yang
mampu menyediakan kebutuhan ALUTSISTA untuk mendukung kemampuan pertahanan yang
memiliki daya tangkal terhadap seluruh kekuatan negara tetangga (ASEAN).
Kesimpulan
Minimum Essential Force (MEF) dibangun untuk
merefleksikan kekuatan optimal pemberdayaaan sumber daya nasional yang ada dan
dibangun sesuai dengan kemampuan sumber ekonomi nasional. Dengan mewujudkan MEF
tentunya akan meningkatkan efek deterrence di Kawasan terutama ASEAN, namun
dalam proses pemenuhan MEF tersebut yang belum terpenuhi dari tahun-tahun
periode, didasari pertimbangan yang disebabkan MEF merupakan strategi
pembangunan kekuatan Komponen Utama menuju ideal namun MEF tidak diarahkan pada
konsep perlombaan persenjataan atau arms
race maupun sebagai strategi pembangunan kekuatan untuk memenangkan perang
total, akan tetapi sebagai suatu bentuk kekuatan pokok yang memenuhi standar
tertentu dalam konteks Geopolitik serta memiliki efek tangkal atau deterrence. Dengan pemenuhan MEF
tersebut tentunya akan menjadi Indonesia memiliki daya tangkal di Kawasan,
meskipun belum cukup ideal.
BIBLIOGRAFI
Azzqy, A. A. R., & Puspitasari, A. (2020). Pengembangan
Pulau Tarakan Sebagai Pangkalan Militer Udara Utama Di Wilayah Kalimantan
Utara (Studi Kasus: Lanud Anang Busra - Tarakan, Kalimantan Utara). Sebatik,
24(2). https://doi.org/10.46984/sebatik.v24i2.1090
Baylis, J., Wirtz, J. J., & Johnson, J. L. (2022). Strategy
in the contemporary world. Oxford University Press.
Buzan, B. (1987). An introduction to strategic studies:
military technology and international relations. Springer.
Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2018). Research
design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (5th ed.).
Sage Publications.
Grønmo, S. (2019). Social research methods: Qualitative,
quantitative and mixed methods approaches. Social Research Methods,
1–592.
Hutagalung, S. M. (2017). Penetapan Alur Laut Kepulauan
Indonesia (Alki): Manfaatnya Dan Ancaman Bagi Keamanan Pelayaran Di Wilayah
Perairan Indonesia. Jurnal Asia Pacific Studies, 1(1).
https://doi.org/10.33541/japs.v1i1.502
Nurhuda, N., Widjayanto, J., & Prakoso, L. Y. (2021).
Strategi Mencegah Munculnya Ekses Negatif Paska Pembentukan Komponen Cadangan
Di Indonesia. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(11).
Oliveira, A. (2016). The use of military force in the
management and conflict resolution. Janus.Net, 7(1).
Pertahanan, K. (2015). Buku putih pertahanan Indonesia. Jakarta:
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Prasetyo, Y., Saputra, A. F., & Supartono, S. (2021).
Operasi penyelenggaraan peperangan kepulauan sebagai strategi pertahanan laut
di indonesia. NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(3).
Sakhuja, V. (2007). Maritime Security in Southeast Asia. Contemporary
Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, 29(2),
392–394.
Sulistyo, I. (2015). Kebijakan Pertahanan Indonesia
1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara. Andalas
Journal of International Studies (AJIS), 3(2).
https://doi.org/10.25077/ajis.3.2.165-191.2014
Till, G. (2013). Seapower: A guide for the twenty-first
century. Routledge.
Utami, S. T. (2022). Keamanan Regional Asia Tenggara Dan
Implementasi Terhadap Ketahanan Wilayah Indonesia Pasca Perjanjian AUKUS. Jurnal
Ketahanan Nasional, 28(2). https://doi.org/10.22146/jkn.75593
Wahyono, S. K. (2007). Indonesia negara maritim.
Yayasan Senapati Nusantara.
Copyright
holder: Rizki Marman Saputra (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |