Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 12, Desember 2024

 

STRATEGI KOMUNIKASI KEBERLANJUTAN UNTUK MEMBANGUN STAKEHOLDER ENGAGEMENT PADA EKOWISATA MANGROVE

                                                 

Dian Irmayanti1, Bertha Sri Ekomurtiningsih2, Agustinus Rusdianto Berto3

Universitas Multimedia Nusantara, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Provinsi Banten memiliki potensi mangrove sangat besar. Salah satunya adalah hutan mangrove yang berada di desa patikang, yang sedang dikembangkan menjadi Program Pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang. Namun, Perbedaan kepentingan dan tujuan di antara para pemangku kepentingan dapat mempersulit pengambilan keputusan dan implementasi, sehingga menekankan perlunya dialog dan negosiasi yang terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi keberlanjutan untuk membangun stakeholder engagement. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan paradigma post-positivisme dan metode studi kasus Tunggal. dengan Pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan triangulasi data, dan teknik analisis data menggunakan pencocokan pola. Dalam konteks pengembangan pariwisata berkelanjutan, strategi komunikasi keberlanjutan memainkan peran yang sangat penting dalam membangun keterlibatan stakeholder. Strategi communication for sustainability menekankan pentingnya komunikasi yang terintegrasi dan partisipatif. Pendekatan ini mendorong keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan dalam proses komunikasi, sehingga menciptakan dialog yang konstruktif dan saling menghargai. Kolaborasi model komunikasi hypercube menawarkan perspektif multidimensional dalam memahami interaksi antara berbagai elemen komunikasi.

Kata kunci: Strategi Komunikasi Keberlanjutan, Mangrove, Stakeholder Engagement

 

Abstract

Banten Province has enormous mangrove potential. One of them is the mangrove forest in Patikang village, which is being developed into the Patikang Mangrove Valley Edu-Ecotourism Development Program. However, differences in interests and goals among stakeholders can complicate decision-making and implementation, emphasizing the need for open dialogue and negotiation. This research aims to find out the sustainability communication strategy to build stakeholder engagement. This research uses qualitative research with a post-positivism paradigm and a single case study method (single embedded), with informant selection carried out by purposive sampling method. This research uses data triangulation validity techniques, and data analysis techniques using pattern matching. In the context of sustainable tourism development, sustainability communication strategies play a very important role in building stakeholder engagement. The communication for sustainability strategy emphasizes the importance of integrated and participatory communication. This approach encourages the active involvement of all stakeholders in the communication process, thus creating a constructive and respectful dialog. The hypercube communication model collaboration offers a multidimensional perspective in understanding the interaction between the various communication elements.

Keywords: Sustainability Communication Strategies, Mangrove, Stakeholder Engagement

 

Pendahuluan

            Perkembangan pariwisata berkelanjutan menjadi salah satu fokus utama dalam upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan social (UNWTO, 2013). Artinya, Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan sangat penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan memastikan perspektif yang beragam, kesepakatan, dan kepercayaan untuk solusi yang holistik dan adil. Keterlibatan pemangku kepentingan juga penting dalam meningkatkan kerjasama dan kelembagaan untuk mengatasi tantangan global dan mencapai pembangunan berkelanjutan (Nonet, Gössling, Van Tulder, & Bryson, 2022). Salah satu bentuk pariwisata berkelanjutan yaitu ekowisata mangrove.

            Ekowisata mangrove telah menjadi fenomena penting dalam beberapa tahun terakhir. Pengembangan ekowisata mangrove dianggap sangat penting dalam pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan dari ekosistem mangrove (Hakim, Siswanto, & Makagoshi, 2017; Utomo & Pulungan, 2023). Ekosistem mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi wilayah pesisir dari erosi dan tsunami, serta memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat (Afifah et al., 2023).

            Selain memiliki nilai ekologis yang tinggi, hutan bakau juga menawarkan peluang ekonomi. Ekowisata mangrove dapat menghasilkan pendapatan melalui penjualan tiket, parkir, pemandu wisata, serta produk dan cinderamata dari hutan bakau. Konservasi dan pembangunan ekonomi ini berperan dalam meningkatnya popularitas ekowisata mangrove (Novianti, 2020). Potensi ekowisata mangrove tidak hanya terbatas pada lokasi tertentu. Pengembangan ekowisata mangrove memberikan berbagai manfaat yang dapat berkontribusi pada konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari ekosistem ini, serta memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat local (Baruadi & Utina, 2020).

            Provinsi Banten memiliki potensi mangrove sangat besar. Salah satunya adalah hutan mangrove yang berada di desa patikang, yang sedang dikembangkan menjadi Program Pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang. Program tersebut merupakan program yang diresmikan pada tahun 2022 oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Program pengembangan edu-ekowisata dengan konsep wisata edukasi dan ekologi yang berkelanjutan. Selain itu, hutan bakau dapat dimanfaatkan fungsi dari hutan bakau untuk memaksimalkan blue carbon sebagai bagian dari proses dekarbonisasi. Selain itu fungsi lain dari hutan bakau dapat membantu menangkal mikroplastik, salah satu masalah yang semakin menghawatirkan bagi ekosistem laut (van Bijsterveldt et al., 2021).

            Program Pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang melibatkan peranan stakeholder seperti perusahaan swasta, pemerintah, akademisi, dan masyarakat setempat untuk terlibat dalam program tersebut. Komunikasi menjadi fokus utama PT Chandra Asri Petrochemical Tbk agar informasi tersampaikan dan dipahami oleh seluruh stakeholder terkait. Juga keterlibatan aktif para stakeholder sangat dibutuhkan untuk bersama-sama mengembangan wisata tersebut menjadi pariwisata berkelanjutan dalam jangka panjang.

            Untuk menjalankan pengelolahan ekowisata mangrove, maka dibutuhkan analisis potensi di wilayah tersebut. Potensi yang dimiliki oleh Lembur Mangrove Patikang sangat besar. Tiari Ayuni, (2023) menemukan potensi simpanan karbon di Lembur Mangrove Patikang yaitu diperkirakan mencapai 293.69 ton/ha, dengan kedalaman berkisar antara 5-10 cm yang mengindikasikan adanya proses dekomposisi. Artinya penyimpanan karbon leih besar dan cukup untuk menyerap karbon lebih banyak lagi. Nuraeni & Kusum, (2023) menjelaskan bahwa konsep edu-ekowisata membutuhkan keseimbangan yang baik antara edukasi dan mengurangi kerusakan lingkungan, serta membantu perekonomian warga setempat.

            Menilai daya dukung kawasan sangat penting untuk memastikan pengalaman wisata yang berkelanjutan sekaligus menjaga hutan mangrove (Retraubun, Laimeheriwa, & Pical, 2023). Namun, (Shiva Wiwi, 2023) menunjukkan status keberlanjutan pengelolaan ekowisata mangrove di Lembur Mangrove Patikang secara keseluruhan diperoleh nilai indeks rata-rata sebesar 39,96%, yang menunjukkan status keberlanjutannya kurang berkelanjutan. Dari hasil tersebut menggambarkan bahwa pengelolaan ekowisata mangrove di Lembur Mangrove Patikang perlu ditingkatkan untuk memastikan keberlanjutan usaha wisata berbasis lingkungan di area tersebut.

            Junialdi dan Merina, (2023) menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan penurunan ekowisata mangrove antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat tentang mangrove, kurangnya kolaborasi antar stakeholder yang kurang memadai. Sehingga memerlukan upaya besar untuk restorasi sehingga diperlukan keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses konservasi dan restorasi hutan mangrove, juga dibutuhkan strategi jangka panjang untuk memastikan bahwa kawasan tersebut terjaga kelestariannya dan sebagai wisata berkelanjutan (Arifanti et al., 2022; Lovelock, Barbier, & Duarte, 2022).

            Secara khusus, Pokdarwis Putri Gundul Citeureup Pandeglang secara aktif terlibat dalam promosi eduwisata di lembur mangrove Patikang. Pokdarwis adalah kelompok yang dibentuk oleh masyarakat yang bertugas mempromosikan dan mengembangkan pariwisata di bawah pengawasan pemerintah. Mereka memiliki peran penting dalam mempertahankan dan mengembangkan pariwisata. Pokdarwis adalah kelompok lokal yang mengelola dan mengembangkan situs wisata mangrove Patikang. Selain itu, Pokdarwis juga mempromosikan pelestarian lingkungan, memanfaatkan potensi pariwisata, dan memastikan bahwa masyarakat setempat berpartisipasi aktif dalam proyek keberlanjutan.

            Oleh karena itu, strategi komunikasi diperlukan untuk membangun hubungan yang harmonis dan kolaboratif antara pemangku kepentingan, juga peran komunikasi dalam menjaga lingkungan pariwisata yang berkelanjutan dengan memastikan bahwa pesan-pesan komunikasi diintegrasikan secara menyeluruh dengan konsep-konsep substansi pariwisata (Sari, Harahap, & Ridwan, 2023). Melalui komunikasi yang efektif, pesan-pesan lingkungan disampaikan untuk meningkatkan pemahaman tentang pengembangan pariwisata, termasuk pariwisata berkelanjutan (Yasir, Nurjanah, & Samsir, 2024). Pemeriksaan unsur komunikasi dan keterlibatan pemangku kepentingan yang terkait dengan Sustainable Development Goals (SDGs) harus memperhatikan implementasi komunikasi pada pengembangan program keberlanjutan (Cannas, 2018).

            Komunikasi keberlanjutan adalah proses ilmu pengetahuan sosial yang membahas alasan dan solusi potensial yang berkaitan dengan interaksi manusia yang bertanggung jawab dengan lingkungan alam dan sosial. Tujuan dari komunikasi keberlanjutan adalah untuk menilai secara kritis dan memasukkan kesadaran akan hubungan manusia dan lingkungan ke dalam wacana masyarakat (Reisch & Bietz, 2011).

            Yasir, Nurjanah dan Samsir, (2024) memaparkan bahwa komunikasi keberlanjutan memainkan peran penting dalam membangun kesadaran lingkungan, mendorong partisipasi masyarakat, memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan mendorong perilaku berkelanjutan. Penerapan komunikasi keberlanjutan dalam pariwisata sangat penting untuk mempromosikan dan mengelola pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Komunikasi Keberlanjutan sangat penting untuk mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan dalam industri, meningkatkan pengetahuan, melibatkan para pemangku kepentingan, memastikan transparansi, melaporkan kegiatan operasional, mengembangkan produk dan jasa, mempromosikan konservasi lingkungan, serta membina kerja sama di antara para pemangku kepentingan (Golob, Podnar, & Zabkar, 2023).

            (Newig et al., 2013) menjelaskan tiga jenis komuinkasi keberlanjutan yaitu Communication of Sustainability; yaitu komunikasi vertikal atau satu arah yang bertujuan untuk menginformasikan mengenai isu-isu keberlanjutan. Selanjutnya adalah Communication About Sustainability; yaitu komunikasi horizontal bertujuan pertukaran ide dan menciptakan pemahaman mengenai keberlanjutan. Yang terakhir adalah Communication for Sustainability; yaitu komunikasi yang bersifat memobilisasi untuk mengatur pembangunan berkelanjutan dengan memaksimalkan koordinasi dan kerjasama diantara stakeholder.

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1. Jenis Komunikasi Keberlanjutan

Jenis Komunikasi

Fungsi

Direction / Mode of Communication

Communication Of Sustainability (CoS)

Transmisi / transfer informasi untuk mencapai suatu tujuan.

Transmisif / pengirim-penerima, dari satu ke dengan banyak orang.

Communication About Sustainability (CaS)

Deliberasi; produksi konsep/kerangka intersubjektif/bersama.

Musyawarah; horizontal

Communication for Sustainability (CFS)

Melibatkan proses dialog dan diskusi untuk memfasilitasi keterlibatan masyarakat dan tata kelola untuk keberlanjutan.

bentuk koordinasi seperti jaringan yang memungkinkan terjadinya perdebatan, tawar-menawar, dan pembelajaran sosial yang efektif.

Sumber  : (Newig et al., 2013)

            Servaes, Polk, Shi, Reilly, dan Yakupitijage, (2012) menjelaskan bahwa indikator-indikator, seperti aktor yang terlibat, saluran komunikasi, dan metode evaluasi, membantu dalam menilai proyek-proyek komunikasi, dimana setiap indikator mewakili komunikasi keberlanjutan secara signifikan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan perubahan sosial yang positif. (Mazza, 2023) memaparkan konsep komunikasi keberlanjutan melalui model hypercube yang dapat digunakan untuk menciptakan dan mengubah informasi dan sikap dalam pariwisata berkelanjutan dan komunikasi keberlanjutan. Model hypercube terdiri dari tiga elemen yang saling berhubungan: posisi individu/kelompok, metode komunikasi, dan jarak dari kelompok sasaran. Mazza juga menjelaskan bahwa sifat multidimensi hypercube memungkinkan terjadinya interaksi yang kompleks di antara sumbu-sumbu ini, yang mengarah ke berbagai kombinasi dan skenario. Kompleksitas ini berarti bahwa hubungan antara tingkat setiap sumbu tidak selalu linier; sebaliknya, dapat berbentuk polihedral, yang memungkinkan beberapa tindakan komunikasi terjadi secara bersamaan di berbagai tahap pengalaman.

 

Gambar 1. The multidimensional hypercube of communication

Sumber: (Mazza, 2023)

 

            Membangun keterlibatan pemangku kepentingan membutuhkan komunikasi yang jelas, kepercayaan, dan kolaborasi. Rencana pelibatan pemangku kepentingan yang mengedukasi masyarakat, melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, dan memberdayakan mereka untuk melindungi hutan mangrove dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan tersebut (Yasir et al., 2024). Agar program edu-ekowisata dapat berjalan efektif, ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Kurangnya koordinasi dan komunikasi antar pemangku kepentingan dapat menghambat keberhasilan program, Pesan yang tidak konsisten dapat membingungkan audiens dan mengurangi daya tarik serta kepercayaan terhadap program. Selain itu, jika berbagai pihak yang terlibat dalam program tidak menerima informasi yang konsisten dan terkoordinasi, upaya untuk membangun kesadaran, pemahaman, dan partisipasi dalam program dapat terhambat.

            Perbedaan kepentingan dan tujuan di antara para pemangku kepentingan dapat mempersulit pengambilan keputusan dan implementasi, sehingga menekankan perlunya dialog dan negosiasi yang terbuka. Beberapa pemangku kepentingan juga menunjukkan kurangnya partisipasi aktif, yang dapat mengurangi dampak program. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan dorongan dan motivasi yang tepat untuk mendorong keterlibatan semua pihak. Situasi dan kondisi ini menjadi menarik untuk diteliti, terkait bagaimana strategi komunikasi keberlanjutan dilakukan untuk meningkatkan Stakeholder Engagement pada sebuah program yang baru dikembangkan. Penelitian tentang “Strategi Komunikasi Keberlanjutanini pada dasarnya mencoba menganalisis strategi komunikasi keberlanjutan korporat dalam upayanya untuk membangun Stakeholder Engagement dan menjadikan wisata ini menjadi pariwisata berkelanjutan.

 

Metode Penelitian

            Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Post-positivisme, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif desktiptif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah fenomena dalam dalam konteks lingkungan nyata. Penelitian ini memasukkan pengetahuan lokal dan model komunikasi hypercube yang berfokus pada pengembangan wisata berkelanjutan maka peneliti menggunakan pendekatan kasus tunggal (embedded) dan mencocokkan pola penelitian. Peneliti membuat model komunikasi keberlanjutan yang digunakan di lingkungan tersebut.

            Pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive sampling. Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah Pencetus ide program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, pandeglang. Selain itu, Informan yang terlibat langsung dan memegang tanggung jawab dari setiap perencanaan strategi komunikasi dalam program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, pandeglang.

Oleh karena itu, Subjek penelitian yang terlibat berjumlah empat lembaga dengan melibatkan tiga orang yaitu Ibu Gita Permata Aryati dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, Bapak Deden Sudiyana selaku Pokdarwis Putri Gundul Citeureup, dan terakhir adalah Bapak Muhammad Paspha Gaishidra Putra perwakilan dari IKAMAT. Informan tersebut telah bersedia untuk diwawancarai dan memberikan informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan data.

            Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan triangulasi data (Yin, 2018), dan teknik analisis data menggunakan pencocokan pola (pattern matching) ingin mencocokkan dan membandingkan pola yang didapatkan dari hasil wawancara dengan teori dan konsep yang digunakan. Apabila terdapat kecocokan di antara kedua pola maka dapat memperkuat validitas internal penelitian (Yin, 2018).

 

Hasil dan Pembahasan

Stakeholder Mapping pada Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang

            Pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang merupakan termasuk dalam SDG 14 Life Below Water yaitu menjaga dan menggunakan secara berkelanjutan sumber daya laut, termasuk mangrove, untuk pembangunan berkelanjutan. Hal itu dikarenakan bertujuan untuk menjaga dan menggunakan secara berkelanjutan sumber daya laut. Dalam konteks Lembur Mangrove Patikang, yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir, menjaga dan melestarikan mangrove sangat penting. Mangrove berperan sebagai habitat penting bagi berbagai spesies laut, serta memberikan berbagai manfaat ekosistem seperti perlindungan pantai, penyerapan karbon, dan pemulihan ekosistem pesisir. Program tersebut merupakan bagian dari SDG 15 Life on Land yaitu melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pengelolaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, termasuk hutan mangrove. Hal tersebut dikarenakan bertujuan untuk melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pengelolaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan. Hutan mangrove, sebagai bagian dari ekosistem daratan, memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati, mengendalikan erosi tanah, serta menyediakan sumber daya bagi masyarakat lokal.

            Dalam program edu-ekowisata lembur mangrove patikang, terdapat program pelatihan sebagai menambah pendapatan. Hal tersebut termasuk bagian dari SDGs 1 yaitu Mengakhiri kemiskinan dalam semua bentuk dan dimensi, SDG 8 yaitu Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menciptakan lapangan kerja yang layak untuk semua. Pada SDGs 1 bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan dalam semua bentuk dan dimensi. Melalui program pengembangan edu-ekowisata Lembur Mangrove Patikang, yang fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal melalui sektor pariwisata berkelanjutan, dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah tersebut. Dan SDGs 8 bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menciptakan lapangan kerja yang layak untuk semua.

            Dalam keterlibatan stakeholder, Seharusnya proses identifikasi pemangku kepentingan terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengidentifikasi pemangku kepentingan berdasarkan kategori yang telah ditentukan atau rekomendasi dari pemangku kepentingan yang ada. Tahap kedua melibatkan penilaian dan analisis pemangku kepentingan untuk memprioritaskan Perseroan berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya. Tahap ketiga adalah memahami pemangku kepentingan dengan mencari informasi tentang hubungan Perseroan dengan pemangku kepentingan lainnya (Hovardas, 2020).

            Hasil temuan lain adalah bahwa metode pelibatan pemangku kepentingan dari masing-masing kategori pemangku kepentingan berbagai macam. Pada program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang memiliki metode pelibatan yaitu sebagai berikut:

a)     Masyarakat menggunakan metode pelibatan community development, community awareness, sosialisasi, penyuluhan, dan pelatihan. Pelibatan

b)    Pemerintahan dan Komunitas / LSM menggunakan metode pelibatan sosialisasi dan penyedia informasi

c)     Asosiasi Profesional menggunakan metode pelibatan perjanjian Kerjasama, dan meeting

d)    Perguruan tinggi menggunakan metode pelibatan kolaborasi studi

e)     Media menggunakan metode pelibatan press release, public exposure, dan penyedia informasi.

            PT Chandra Asri Petrochemical dilakukan why-why analysis untuk mengidentifikasi kemungkinan konflik antara pemangku kepentingan dalam program pengembangan pariwisata Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, dan mengembangkan strategi komunikasi yang memicu konflik antara stakeholder.

            Gagasan utama dari Stakeholder Engagement bahwa dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan mempertimbangkan kepentingan Perseroan, Perseroan dapat menciptakan nilai bagi diri Perseroan sendiri dan masyarakat secara keseluruhan (Gupta, Crilly, & Greckhamer, 2020). Temuan lain dari penelitian ini adalah keterlibatan stakeholder dan masyarakat lokal diintegrasikan untuk memastikan bahwa program edu-ekowisata dikembangkan secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terkait dan memaksimalkan potensi pariwisata dan konservasi. Ini sejalan dengan pendekatan Stakeholder Engagement yang diusulkan oleh Gupta, Crilly, & Greckhamer, (2020) di mana Perseroan dan program mengakui dan memanfaatkan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama.

            Penerapan teori keterlibatan pemangku kepentingan diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk tanggung jawab sosial Perseroan, keberlanjutan, dan keterlibatan karyawan (Gutterman, 2020). Sejalan dengan konsep dari Gutterman, (2020), di mana melibatkan berbagai pihak dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi program dapat menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang terlibat. Hasil dari konfigurasi keterlibatan stakeholder di program pengembangan lembur mangrove patikang pandeglang adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, NGO, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya untuk bekerja sama dengan Pokdarwis dan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memastikan keberlanjutan program. Selain itu, melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk menciptakan nilai bagi Perseroan dan masyarakat secara keseluruhan. Kolaborasi dengan stakeholder eksternal membantu Perseroan dalam membangun kepercayaan, mengelola risiko, dan meningkatkan citra merek Perseroan. Walaupun keterlibatannya masih belum optimal Upaya yang dilakukan oleh PT Chandra Asri Petrochemcal Tbk yaitu melakukan kolaborasi dengan masyarakat local untuk mengembangkan destinasi wisata dan memberikan manfaat ekonomi. Mereka juga memberikan pendidikan tentang lingkungan dan konservasi kepada masyarakat serta berkolaborasi dengan IKAMAT dan pemerintah daerah untuk memperkuat program keberlanjutan.

            Model Penta Helix dirancang untuk memfasilitasi sinergi dan kolaborasi diantara lima elemen ini. Setiap pemangku kepentingan mempunyai peran penting dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan (Putra, 2019; Sudiana, Sule, Soemaryani, & Yunizar, 2020). Keterlibatan stakeholder di Lembur Mangrove Patikang diatur melalui pendekatan kolaboratif yang memastikan bahwa semua pihak yang terkait memiliki suara dalam pengambilan keputusan dan bahwa kepentingan mereka dipertimbangkan dalam pengembangan edu-ekowisata yang berkelanjutan. Keterlibatan stakeholder saat ini dalam program ini meliputi pihak swasta yaitu PT Chandra Asri Petrochemical, akademisi dari UNDIP, UNILA, dan akademisi lainnya, Pemerintah desa, Pemerintah Kabupaten Pandeglang (dalam hal ini Dinas Pariwisata Pandeglang), dan Pemerintah Provinsi Banten (dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Media Massa, Dan komunitas melibatkan Pokdarwis dan IKAMAT, serta BUMDES. Peran dari masing-masing pemangku kepentingan dapat dirincikan sebagai berikut:

1)     Akademisi: Perguruan tinggi seperti UNDIP dan UNILA serta akademisi lainnya memberikan kontribusi melalui penelitian, pendidikan, dan pelatihan. Mereka membantu meningkatkan pemahaman tentang potensi ekologi dan pendidikan di Lembur Mangrove Patikang, serta membagikan pengetahuan tentang konservasi dan pengelolaan sumber daya alam.

2)     Swasta: PT Chandra Asri Petrochemical Tbk berperan dalam memberikan dukungan finansial dan sumber daya, serta menerapkan prinsip-prinsip ESG dalam pengembangan edu-ekowisata. Mereka juga melakukan evaluasi ekonomi dan pemetaan potensi UMKM.

3)     Pemerintahan: Pemerintah desa, kabupaten, dan provinsi, serta dinas-dinas terkait memberikan dukungan kebijakan, fasilitas, dan promosi. Mereka juga terlibat dalam pengambilan keputusan dan memastikan pelaksanaan yang sesuai dengan peraturan dan tujuan pengembangan berkelanjutan.

4)     Media: Media massa berperan dalam memberikan eksposur dan informasi kepada masyarakat luas tentang program edu-ekowisata, tujuan konservasi, dan kegiatan yang dilakukan di Lembur Mangrove Patikang.

5)     Komunitas: Komunitas lokal, termasuk Pokdarwis, IKAMAT, dan BUMDES berperan sebagai pelaksana, koordinator, dan pemantau program. Mereka juga berkontribusi dalam pengelolaan harian dan pengembangan UMKM yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Gambar 2. Model Stakeholder Penta Helix

Sumber : IKAMAT (2024)

 

            Sementara itu, Stakeholder mapping untuk program pengembangan edu-ekowisata Lembur Mangrove Patikang masih dalam rancangan dan belum sepenuhnya terealisasikan. Pemetaan stakeholder sebaiknya diaplikasikan secara nyata untuk membantu organisasi mengidentifikasi, memahami, dan berinteraksi dengan para pemangku kepentingan secara efektif. Dengan pemetaan stakeholder yang baik, organisasi dapat mengidentifikasi pihak-pihak signifikan, memahami perspektif stakeholder, mengelola hubungan dengan mereka, dan meningkatkan keterlibatan stakeholder (Franklin & Franklin, 2020).

            Berdasarkan temuan diatas, maka peneliti memetakan stakeholder dengan menggunakan salience model dan menganalisis keterlibatan pihak-pihak yang dapat menjadi pemangku kepentingan. Salience model dapat diterapkan dalam pengelolaan ekowisata mangrove dengan identifikasi pemangku kepentingan., analisis kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan. mengelompokkan pemangku kepentingan berdasarkan karakteristik atau kepentingan bersama. melibatkan pemangku kepentingan melalui komunikasi dan konsultasi. Dan prioritaskan pemangku kepentingan berdasarkan tingkat kepentingan, pengaruh, atau urgensi Kujala, Lehtimäki, & Freeman, (2019).

            Hasil dari pemetaan adalah sebagai berikut:

 

Gambar 3. Salience Stakeholder Mapping untuk Lembur Mangrove Patikang

Sumber: Olahan Penelliti, 2024

 

            Yang pertama pada kategori Dormant Stakeholder adalah masyarakat, pengunjung / wisatawan, dan peneliti. Melalui pelatihan yang diberikan oleh IKAMAT dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, diharapkan dapat memberikan insight untuk menyebarkan awareness kepada masyarakat dan juga memberikan dampak besar dalam perekonomian desa.

            Selain itu, Pokdarwis dan Bumdes memiliki potensi untuk menjadi dormant stakeholder karena meskipun keduanya memiliki kepentingan yang jelas terhadap pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang dan keberlanjutan lingkungan, namun keterlibatan dan kontribusi aktif dari BUMDES dan Pokdarwis dalam proses pengambilan keputusan atau implementasi program dapat terbatas atau tidak terjadi secara konsisten/ sehingga perlu pendampingan hingga pariwisata tersebut dapat berdiri secara mandiri dan dapat mengambil keputusan secara bersama. Pemetaan tersebut berdasarkan permasalahan yang terjadi. Seperti pada saat program tahap II berlangsung yaitu pembentukan warga binaan, pelatihan, dan pendampingan yang diselenggarakan oleh IKAMAT dan juga PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, Bumdes tidak secara aktif hadir selama program tersebut.

            Terakhir adalah Perusahaan disekitar pandeglang dan banten. Meskipun mempunyai power, namun belum memiliki urgensi dan legitimasi untuk dapat berkolaborasi. Harapannya untuk kedepannya dapat berkolaborasi dengan stakeholder lainnya untuk bersama-sama mengembangkan edu-ekowisata lembur mangrove patikang.

            Kedua adalah Dominant Stakeholder. Pemangku kepentingan yang berada dalam kategori adalah Besar Konservasi Sumber Daya Alam, Badan Pendapatan Daerah Provinsi Banten, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten. DLHK Provinsi Banten memiliki peran dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang pandeglang sebagai pengusul Lokasi untuk diterapkan program keberlanjutan yang diinisasikan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Keterlibatan DLHK secara langsung dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang pada program tahap 1 yaitu perbaikan infrastruktur. Selain sebagai pengusul Lokasi kepada Perseroan, keterlibatan DLHK juga mempunyai peran penting sebagai pengawas lingkungan, penyesuaian kebijakan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam. Sehingga kolaborasi dengan dinas terkait akan menghasilkan manfaat yang positif dengan memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan.

            Meskipun belum dilibatkan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Badan Pendapatan Daerah Provinsi Banten perlu dilibatkan dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang. Alasan pemilihan tersebut berdasarkan kedua lembaga tersebut memiliki otoritas dan kewenangan yang kuat dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan dan keuangan di wilayah tersebut. Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Bapenda dapat memainkan peran utama dalam menentukan arah kebijakan, mengawasi pelaksanaan proyek, serta memastikan bahwa pengembangan Lembur Mangrove Patikang berlangsung secara berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi alam.

            Ketiga adalah Discretionary Stakeholder. pemangku kepentingan yang berada dalam kategori discretionary adalah akademisi, LSM yang berfokus pada lingkungan, UMKM. Dan media. Alasan memilih stakeholder tersebut dikarenakan peran dan keterlibatan edu-ekowisata lembur mangrove patikang belum mencapai tingkat kepentingan dan kekuasaan yang tinggi. Untuk meningkatkan awareness mengenai menjaga kelestarian hutan mangrove, dan meningkatkan potensi ekonomi dilokasi tersebut memerlukan keterlibatan pemangku kepentingan ini.

            Masing-masing stakeholder memiliki peran tersendiri dalam memecahkan permasalahan tersebut. Akademisi dan Researcher memiliki pengetahuan dan kapasitas untuk mendukung kegiatan konservasi mangrove melalui riset dan penelitian. Namun kontribusi dari pemangku kepentingan ini belum maksimal. Saat ini hanya UNDIP dan UNILA yang memberikan kontribusi dalam pengetahuan dan potensi lembur mangrove patikang. Diperlukan akademisi dari Lembaga lain khusus nya universitas di provinsi Banten untuk memaksimalkan peran stakeholder ini. Juga diperlukan sinergi antara akademisi, peneliti, dan praktisi lapangan untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat diimplementasikan secara langsung dalam upaya pelestarian mangrove.

            Selanjutnya adalah LSM Lingkungan. Meskipun memiliki fokus pada isu lingkungan, keterlibatan mereka dalam konservasi mangrove di daerah tersebut mungkin belum terintegrasi dengan baik. Dengan memperkuat jejaring, koordinasi, dan komunikasi antara LSM Lingkungan dengan pemangku kepentingan lainnya, potensi mereka dalam mendukung upaya pelestarian mangrove dapat dioptimalkan. Dukungan finansial dan kapasitas organisasi juga perlu diperhatikan untuk memperkuat peran LSM Lingkungan dalam konservasi mangrove.

            Selanjutnya adalah UMKM. Meskipun UMKM memiliki potensi untuk berkontribusi dalam upaya pelestarian mangrove melalui praktek bisnis yang berkelanjutan, keterlibatan dan dukungan mereka dalam proyek konservasi mangrove masih perlu ditingkatkan. Pelatihan, pendampingan, dan akses terhadap sumber daya yang mendukung praktik bisnis berkelanjutan dapat membantu UMKM untuk mengintegrasikan aspek lingkungan dalam operasional mereka. Kolaborasi dengan pihak terkait juga penting untuk memperluas dampak positif UMKM dalam pelestarian mangrove. Hal ini telah diupayakan oleh PT Chandra Asri Petrochemical dan IKAMAT yaitu dengan membuat program yang mendukung UMKM lokal dengan memanfaatkan setiap bagian mangrove sebagai produk oleh-oleh mangrove khas patikang.

            Keempat adalah Definitive Stakeholder. Dalam kategori ini, stakeholder yang terlibat adalah PT Chandra Asri Petrochemical, Pokdarwis, Bumdes, IKAMAT, dan Pemerintah Desa. Alasan memilih Chandra Asri, Ikamat, Pokdarwis, BUMDES, dan pemerintah desa dalam definitive stakeholder mapping adalah sebagai stakeholder pertama yang turut serta membangun dan mengembangkan program edu-ekowisata lembur mangrove patikang. Selain itu mempunya peran masing-masing stakeholder ialah sebagai berikut:

            PT Chandra Asri Petrochemical Tbk merupakan perusahaan petrokimia besar yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitar dan keberlanjutan wilayah tersebut. Keterlibatan Chandra Asri dalam definitive stakeholder mapping penting karena perusahaan ini memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan terkait pariwisata berkelanjutan. Perseroan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam implementasi program-program yang mendukung keberlanjutan lingkungan melalui sumber daya finansial, pengetahuan teknis, dan pengalaman dalam praktik keberlanjutan. Selain itu, Perseroan berperan sebagai pemangku kepentingan utama yang turut serta dalam merancang kebijakan dan program-program yang berdampak pada lingkungan dan keberlanjutan pada pengembangan lembur mangrove patikang. Melalui sumber daya finansialnya, perseroan dapat mendukung program-program konservasi lingkungan, pengelolaan limbah, dan inisiatif berkelanjutan lainnya yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat setempat.

            Pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang merupakan program kolaborasi Perseroan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi lingkungan, mempromosikan praktik keberlanjutan, dan melibatkan masyarakat dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memanfaatkan fungsi hutan mangrove dalam memaksimalkan blue carbon sebagai bagian dari proses dekarbonisasi, serta membantu menangkal masalah mikroplastik yang mengancam ekosistem laut. Dan terakhir meningkatkan kesejahteraan Masyarakat sekitar melalui program pembinaan, pembentukkan warga binaan, dan pendampingan hasil mangrove non kayu.

            Untuk mendukung pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, dibutuhkan pemangku kepentingan yang mempunya peran dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang dirancang oleh Perseroan, dan juga memiliki keahlian dibidang mangrove. Maka dari itu, IKAMAT dipilih karena merupakan organisasi nonprofit yang bergerak dibidang konservasi hutan mangrove. IKAMAT juga sebagai konsultan perencanaan dan pelaksanaan dalam program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang yang dipercaya oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Keterlibatan Ikamat dalam definitive stakeholder mapping dapat memberikan pandangan yang mendalam terkait praktik terbaik dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Ikamat dapat menjadi mitra strategis dalam merancang kebijakan dan program-program yang mendukung keberlanjutan pariwisata dengan memberikan wawasan yang luas dan mendalam dalam industri pariwisata.

            IKAMAT sebagai perencana dalam program tahap II yaitu program pembentukkan warga binaan, pelatihan dan pemdampingan hasil mangrove non kayu. IKAMAT berperan sebagai konsultan dalam pengembangan edu-ekowisata di Lembur Mangrove Patikang untuk membantu dalam penyediaan tenaga ahli mangrove, memberikan jasa konsultasi untuk proyek penelitian dan rehabilitasi hutan mangrove, serta mendukung pemanfaatan hasil mangrove dalam sektor ekonomi. IKAMAT juga terlibat dalam memperluas kurikulum untuk memasukkan pelatihan pemandu wisata di Lembur Mangrove Patikang memiliki berperan dalam menyelenggarakan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan edukasi dan ekowisata.

            Selanjutnya IKAMAT terlibat dalam proses pemetaan pemangku kepentingan (stakeholder mapping) untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan edu-ekowisata. Terakhir, IKAMAT juga terlibat dalam program pembinaan masyarakat di Lembur Mangrove Patikang. Dengan memberikan pelatihan, sosialisasi program, dan diseminasi hasil-hasil kegiatan untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata berkelanjutan.

            Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Putri Gundul Citeureup merupakan kelompok masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan destinasi wisata. Pokdarwis memiliki peran krusial dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan memastikan manfaat pariwisata dirasakan oleh masyarakat setempat. Keterlibatan Pokdarwis dalam definitive stakeholder mapping penting untuk memastikan bahwa suara dan kepentingan masyarakat lokal diwakili dengan baik dalam pengambilan keputusan terkait pariwisata berkelanjutan, serta untuk memastikan keberlanjutan program-program pariwisata yang berdampak pada masyarakat setempat. Peran dari Pokdarwis Putri Gundul Citeureup ini adalah sebagai Pelaksana Program yang bertanggung jawab dalam pelaksana program, juga terlibat langsung dalam menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan wisata mangrove serta berperan sebagai koordinator kegiatan di lokasi tersebut. Peran lainnya adalah sebagai pengelolaan harian, dan fasilitator dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di masyarakat setempat.

            Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) memiliki peran ekonomi yang signifikan dalam pengembangan wilayah. Keterlibatan penting karena dapat mempengaruhi keberlanjutan ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan. BUMDES dapat menjadi motor penggerak dalam implementasi program-program ekonomi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi ekonomi lokal dan memastikan distribusi manfaat yang adil bagi masyarakat setempat.

            Terakhir adalah Pemerintah Desa memiliki peran penting dalam mendukung atau menghambat pengembangan pariwisata berkelanjutan sebagai pemegang kebijakan dan pengambil keputusan di tingkat lokal. Keterlibatan pemerintah desa adalah untuk memastikan adanya koordinasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan, serta dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil mendukung tujuan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal secara menyeluruh. Pemerintah desa juga dapat menjadi fasilitator dalam implementasi program-program pariwisata berkelanjutan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Pemilihan stakeholder tersebut sebagai definitive stakeholders dalam pemetaan pemangku kepentingan untuk pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang didasarkan pada kontribusi, keterkaitan langsung, pengaruh dan kepentingan, serta keterlibatan masyarakat.

            Kelima adalah Dangerous Stakeholder yaitu stakeholder yang memiliki power dan urgensi, namun tidak memiliki legitimasi. Stakeholder tersebut belum dipetakan, namun potensi dari stakeholder tersebut memberi power dan urgensi sehingga dibutuhkan Langkah yang tepat untuk mengatasi setiap permasalahan. Yang pertama adalah profesi nelayan. Nelayan sangat bergantung pada mata pencaharian sebagai sumber keberlangsungan hidup. Sehingga apabila pada saat cuaca extreme yang berpotensi besar tidak dapat melaut mengakibatkan mengurangi pemasukkan. Dengan adanya pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan dan membantu menjaga ekosistem mangrove. Karena mangrove dapat menjadi rumah bagi ikan dan fauna lainnya.

            Selanjutnya adalah pengusaha lokal. Pengusaha lokal akan merasa bahwa jika keberadaan edu-ekowisata lembur mangrove patikang tidak memberikan manfaat terutama berdampak pada perekonomian, ini dapat menyebabkan ketidakpuasan yang berpotensi berujung pada konflik atau tindakan yang merugikan proyek. Dan terakhir adalah pengusaha pertambangan. Kehadiran pengusaha pertambangan akan memiliki dampak lingkungan yang signifikan, seperti deforestasi, pencemaran air, atau kerusakan ekosistem. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan dengan pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan. Proyek pertambangan sering kali menuai kontroversi dan penolakan dari masyarakat lokal atau kelompok lingkungan yang peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan proyek tersebut.

            Keenam adalah Dependent Stakeholder Dimana posisi tersebut memiliki legitimasi dan urgensi yang tinggi, namun tidak memiliki power dalam pengambilan Keputusan. Saat ini stakeholder yang terlibat adalah Dispar Kabupaten Pandeglang. Namun potensi pihak yang terlibat adalah Disperindag Provinsi Banten, dan DKP Provinsi Banten. Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang berada di posisi dependent stakeholder dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang pandeglang dikarenakan bergantung pada pengembangan pariwisata lokal, tanggung jawab dalam promosi destinasi pariwisata, dan kolaborasi dengan pihak terkait. Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang memiliki posisi penting sebagai pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam pengembangan destinasi pariwisata, promosi dan pemasaran program, kolaborasi dengan pihak terkait, serta pengelolaan dan pengawasan kegiatan pariwisata.

            Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten memiliki peran penting sebagai stakeholder di Lembur Mangrove Patikang. Disperindag dapat membantu mengidentifikasi potensi ekonomi lokal di sekitar area mangrove, seperti pengembangan produk lokal dan kerajinan untuk wisatawan. Sementara itu, DKP dapat berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Selain itu, keterlibatan Disperindag dapat mendukung UMKM dan memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat setempat. DKP juga dapat memberikan dukungan kepada kelompok nelayan dan petani tambak di sekitar area mangrove.

            Peran dari DKP dalam pengelolaan lingkungan perairan, termasuk kawasan mangrove, upaya konservasi dan perlindungan lingkungan di Lembur Mangrove Patikang dapat ditingkatkan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove dan keanekaragaman hayati. Melalui kolaborasi antara Disperindag, DKP, dan pemangku kepentingan lainnya, sinergi program dapat tercipta untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, pemberdayaan ekonomi lokal, dan pelestarian lingkungan di Lembur Mangrove Patikang. Dengan demikian, keterlibatan Disperindag dan DKP sebagai stakeholder di Lembur Mangrove Patikang dapat memberikan kontribusi yang beragam dalam pengembangan wilayah tersebut secara holistik.

            Terakhir adalah Demanding Stakeholder. Pada kategori ini yang merupakan bagian dari stakeholder adalah masyarakat desa patikang. Hal tersebut dikarenakan masyarakat setempat memiliki urgensi namun tidak memiliki power dan legitimasi.

 

Strategi Komunikasi Keberlanjutan Dalam Membangun Stakeholder Engagement

            Penyampaian visi misi serta komitmen Perseroan terhadap isu keberlanjutan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di Patikang, terutama dalam mengurangi banjir rob dan memperbaiki kondisi lingkungan yang sebelumnya tidak terawat. Perseroan juga menyampaikan pesan tentang upaya pemberdayaan masyarakat melalui program Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang. Ini termasuk dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pendidikan, pelatihan, dan keterlibatan dalam pemanfaatan sumber daya mangrove. Pesan ini menekankan komitmen perusahaan untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam mencapai tujuan keberlanjutan.

            Newig et al., (2013) menekan pada pentingnya komunikasi keberlanjutan yang tidak hanya informatif tetapi juga partisipatif dan inklusif. Jenis komunikasi keberlanjutan terdiri dari komunikasi keberlanjutan, komunikasi tentang keberlanjutan, dan komunikasi untuk keberlanjutan. Hasil temuan menjelaskan menunjukkan pola komunikasi yang dijalankan selama ini dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang dengan berkoordinasi dengan pihak terkait. Hal ini karena adanya keterlibatan aktif dalam berkomunikasi dengan berbagai elemen pemangku kepentingan berdasarkan model penta helix (komunitas, masyarakat, emerintah, swasta, dan lembaga Pendidikan). Pokdarwis membantu menghubungkan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, IKAMAT, dan stakeholder lainnya dengan masyarakat Patikang. Lalu Forum Group Discussion / FGD secara berkala yang diadakan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk sebagai fasilitas dalam berkoordinasi serta musyawarah dengan Masyarakat. Masyarakat pun dilibatkan sebagai pengambil Keputusan dalam mengembangkan edu-ekowisata lembur mangrove patikang. Penggunaan media sosial dan platform online digunakan untuk memantau komentar pengunjung dan mempromosikan tempat wisata. Musyawarah dan koordinasi dilakukan melalui pertemuan berkala dan komunikasi WhatsApp. Pendekatan pentahelix melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk aspek pendidikan dalam pengembangan edu-ekowisata. Observasi dan pelatihan dilakukan untuk membangun dan membina komunitas lokal. Inovasi dan kerja sama dipromosikan untuk mengatasi tantangan pengelolaan sampah dan mempromosikan pariwisata.

            Mefalopulos, (2005) menjelaskan Komunikasi yang efektif merupakan aspek lintas disiplin ilmu yang terintegrasi ke dalam inisiatif pembangunan sejak awal untuk mengatasi isu-isu utama, menentukan tujuan, dan memfasilitasi persepsi bersama di antara para pemangku kepentingan. Komunikasi efektif menjembatani berbagai kelompok pemangku kepentingan, mengisi kesenjangan pengetahuan, dan menjadi perantara pembangunan berkelanjutan. Hasil temuan penelitian bahwa Pesan yang digaungkan oleh Perseroan adalah mengcangkup nilai-nilai keberlanjutan Perusahaan, lalu dikombinasikan dengan ide dan gagasan dari pemangku kepentingan lainnya. Pesan yang disampaikan untuk meningkatkan awareness terhadap masyarakat yaitu penekanan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu lingkungan, penjagaan mangrove, dan partisipasi dalam pemanfaatan sumber daya alam.

            Pesan mengenai promosi praktik keberlanjutan yang dilakukan oleh perseoran yaitu dengan mengkampanyekan mengenai isu-isu keberlanjutan melalui sosial media, sustainability report, dan media massa nasional maupun local. Untuk edu-ekowisata lembur mangrove patikang, Perseroan mengajak stakeholder terkait untuk Bersama-sama mengkampanyekan penting nya menjaga hutan mangrove dan mempromosikan pemanfaatan mangrove sebagai produk non kayu sebagai sumber pendapatan tambahan masyarakat patikang. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk juga mengajak media massa dalam penanaman mangrove di patikang dalam kegiatan media relations. Hal tersebut dapat meningkatkan engagement pemangku kepentingan (media) dan memastikan bahwa keterbukaan informasi (information disclosure) tetap terlaksanakan sesuai dengan prinsip ESG yaitu transparency and accountability. Hal ini mencerminkan upaya untuk mempromosikan praktik berkelanjutan dalam pengelolaan pariwisata, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.

            Servaes, Polk, Shi, Reilly, & Yakupitijage, (2012) berpendapat bahwa pentingnya topik-topik keberlanjutan dalam komunikasi pembangunan dan membutuhkan kerangka kerja global untuk indikator-indikator keberlanjutan. Pada gambar dibawah ini menunjukkan model komunikasi untuk membangun keterlibatan stakeholder yaitu sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Strategi komunikasi keberlanjutan di Lembur Mangrove Patikang

Sumber: Olahan Peneliti (2024)

 

            Pada tabel diatas, actor yang terlibat dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang yaitu masyarakat sekitar, Pokdarwis, Bumdes, Pemdes, Pemda Pandeglang, Provinsi Banten, IKAMAT, dan UMKM menunjukkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak terkait dalam pengembangan proyek. Keterlibatan stakeholder dari berbagai tingkatan dan latar belakang ini penting karena Keterlibatan masyarakat lokal memastikan bahwa keberlanjutan proyek dipertimbangkan dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi lokal. Partisipasi aktif masyarakat juga dapat meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap upaya pelestarian lingkungan.

            Selain itu, Pokdarwis memiliki pengetahuan mendalam tentang potensi dan tantangan di tingkat lokal. Kolaborasi dengan organisasi ini dapat memperkuat pengelolaan destinasi wisata secara berkelanjutan. Dukungan dari pemerintah daerah dan provinsi penting untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan proyek dan memastikan keberlanjutan dalam jangka panjang. Keterlibatan asosiasi dan lembaga terkait dapat memberikan bantuan teknis dan pengembangan kapasitas bagi pelaku usaha lokal, sehingga meningkatkan kualitas dan daya saing produk wisata yang ditawarkan.

            Selanjutnya, Faktor Struktural dan Konjunktural memiliki peran penting dalam mempengaruhi implementasi proyek edu-ekowisata lembur mangrove patikang. Faktor Struktural merujuk pada kondisi yang cenderung tetap dan sulit diubah, seperti regulasi lingkungan yang ketat dapat menjadi hambatan atau peluang dalam proses pengembangan proyek. Sedangkan Faktor Konjunktural merujuk pada kondisi yang sifatnya lebih dinamis dan dapat berubah, seperti tren pasar, kondisi ekonomi, atau perubahan kebijakan yang dapat mempengaruhi keberlanjutan proyek.

            Dalam upaya memahami dan menggali potensi partisipasi individu atau kelompok dalam mendukung keberlanjutan lingkungan, terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan. Tahapan pertama adalah pre-contemplation, di mana masyarakat sekitar atau stakeholder lain belum menyadari sepenuhnya potensi dari hutan mangrove dan belum terlibat aktif dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang. Kemudian, tahapan passive contemplation muncul ketika kesadaran akan isu-isu keberlanjutan mulai timbul, namun belum diikuti dengan tindakan nyata karena keterbatasan pengetahuan dan urgensi yang rendah. Selanjutnya, tahapan active contemplation terjadi ketika individu atau kelompok mulai aktif setelah ada bukti nyata dan terlibat dalam proses edukasi diri sendiri.

            Selanjutnya, tahapan interactive contemplation menandai keterlibatan intens dalam interaksi dan diskusi dengan stakeholder lainnya, membangun kepercayaan, kolaborasi, dan keterlibatan yang lebih dalam dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.

Tahapan preparation action menjadi langkah selanjutnya di mana individu atau kelompok terlibat aktif dalam pembangunan wisata dan mengikuti pelatihan yang disediakan, mempersiapkan diri untuk bertindak secara nyata dalam mendukung keberlanjutan. Terakhir, tahapan maintenance of the behaviour menjadi fokus untuk menjaga perilaku dan keterlibatan positif dalam mendukung keberlanjutan, dengan pengawasan, evaluasi, dan reinforcement yang konsisten untuk mempertahankan perilaku yang mendukung keberlanjutan.

            Pesan yang disampaikan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Fokus pada pesan tentang pemanfaatan mangrove dan kesadaran akan keberlanjutan lingkungan dan pariwisata berkelanjutan menunjukkan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan dalam upaya pelestarian lingkungan. Chandra Asri mendorong aksi nyata melalui edukasi, pelatihan, partisipasi dalam kegiatan lapangan, kolaborasi dengan komunitas lokal, serta transparansi dan komunikasi terbuka. Pesan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, keterlibatan aktif, dan komitmen dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, terutama dalam konteks pengembangan edu-ekowisata Lembur Mangrove Patikang. Dengan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, Chandra Asri berupaya membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat setempat dan stakeholder lainnya untuk menciptakan dampak positif dalam pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

            Maka dari itu, strategi komunikasi keberlanjutan yang diterapkan adalah strategi Communication for Sustainability yang mencakup serangkaian langkah penting. Pertama, yaitu Tindakan komunikasi utama yang mencangkup Langkah-langkah yaitu:

raising awareness menjadi fokus utama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan, khususnya dalam konteks hutan mangrove. Melalui kampanye dan penyuluhan, masyarakat Patikang dan stakeholder lainnya diberi pemahaman yang lebih mendalam tentang manfaat dan pentingnya pelestarian mangrove. Melalui key message yang dikampanyekan oleh Perseroan seperti “Merawat dan Melestarikan Bumi – Edu Ekowisata Lembur Mangrove Patikang” dalam laporan keberlanjutan tahun 2022, “Perisai di Pinggir Pantai – Kawasan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang” dalam majalah Perseroan bertajuk 30 tahun Chandra Asri untuk Indonesia Asri. Key message tersebut digunakan sebagai pesan untuk meningkatkan kesadaraan akan isu keberlanjutan khususnya menjaga ekosistem mangrove.

            Selanjutnya, informasi disampaikan secara jelas dan terstruktur untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat dan stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan yang terkait dengan Lembur Mangrove Patikang. Pendekatan edukasi juga diterapkan melalui program pengembangan edu-ekowisata, pelatihan, dan pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan. Selain itu, strategi komunikasi juga difokuskan pada penguatan hubungan antara berbagai pihak terkait, seperti masyarakat setempat, Pokdarwis, Bumdes, Pemdes, Pemda Pandeglang, Provinsi Banten, IKAMAT, dan UMKM. Kolaborasi yang kuat dan hubungan yang baik menjadi kunci dalam menciptakan sinergi dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan.

            Langkah selanjutnya adalah mendorong pengalaman langsung bagi masyarakat melalui partisipasi lapangan, kolaborasi dengan komunitas lokal, dan transparansi dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan dampak positif dari upaya keberlanjutan yang dilakukan dan terlibat secara aktif dalam menjaga lingkungan. Terakhir, strategi komunikasi juga bertujuan untuk mendorong aksi nyata dari masyarakat dan stakeholder lainnya dalam mendukung pengembangan Lembur Mangrove Patikang. Melalui partisipasi aktif, kolaborasi, dan komitmen yang kuat, diharapkan tercipta perubahan positif yang berkelanjutan dalam pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Dengan pendekatan komunikasi yang holistik dan terintegrasi, Lembur Mangrove Patikang di Pandeglang dapat menjadi contoh yang inspiratif dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan.

            Saluran komunikasi yang digunakan berupa Dialog dan Kerja Sama antar pemangku kepentingan. Hal ini menekankan pentingnya menjalin dialog dan kerja sama yang efektif antara perusahaan dan berbagai pihak terkait. Selain itu, koordinasi Melalui Berbagai Saluran Komunikasi seperti WhatsApp, telepon, dan pertemuan langsung, untuk berkoordinasi dengan pemangku kepentingan. Pendekatan ini mencerminkan upaya perusahaan untuk memastikan aksesibilitas dan keterbukaan dalam berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait. Dengan menggunakan saluran komunikasi yang beragam, perusahaan dapat memfasilitasi pertukaran informasi yang efisien dan efektif. Dalam mendukung pariwisata keberlanjutan, selain dari Perseroan, Pokdarwis dan IKAMAT selalu mempromosikan pesan-pesan keberlanjutan melalui media social sebagai media kampanye untuk meningkatkan awareness stakeholder lainnya, pengunjung dan masyarakat. Dengan demikian, komunikasi keberlanjutan sebagai peran penting dalam mengedukasi dampak lingkungan dan social dari pariwisata keberlanjutan (Tölkes, 2020).

            Selanjutnya adalah Penyerapan / Perancangan (Absorption/Immersion). Absorption/Immersion merupakan tahapan penting dalam proses komunikasi untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam isu keberlanjutan, seperti yang terjadi dalam konteks Lembur Mangrove Patikang di Pandeglang. Tahapan pertama adalah passive (unaware) absorption/immersion through controlled entertainment or aesthetic experience, di mana masyarakat mulai terpapar dengan informasi dan pengalaman yang disajikan secara terkontrol melalui pengalaman estetika. Selanjutnya, terdapat passive (aware) absorption through controlled entertainment experience, di mana masyarakat mulai menyadari isu keberlanjutan namun belum melakukan tindakan lebih lanjut. Melalui pengalaman hiburan yang terkontrol, kesadaran masyarakat dapat ditingkatkan secara bertahap.

            Kemudian, terdapat active absorption through guided or co-guided educational experience, di mana masyarakat terlibat secara aktif dalam pengalaman edukasi yang dipandu. Melalui pendekatan ini, pengetahuan dan pemahaman masyarakat dapat diperdalam, sehingga mereka siap untuk terlibat lebih aktif dalam upaya keberlanjutan. Selain itu, terdapat active immersion through co-guided escape experience, di mana masyarakat terlibat secara langsung dalam pengalaman escape yang dipandu. Hal ini untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam upaya keberlanjutan. Melalui pengalaman langsung dan panduan yang diberikan, diharapkan masyarakat semakin terlibat secara aktif dan berkomitmen dalam menjaga lingkungan. Terakhir, active immersion through co-guided escape experience menjadi langkah penting dalam mempertahankan keterlibatan positif masyarakat dalam upaya keberlanjutan yang memberikan kebebasan dan panduan, diharapkan masyarakat dapat terus terlibat dan berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan lingkungan di sekitar Lembur Mangrove Patikang.

            Untuk mengukur hubungan antara sikap dan perilaku, memiliki tahapan yang penting dalam memahami hubungan antara sikap dan perilaku masyarakat terkait isu keberlanjutan, seperti yang terjadi dalam implementasi strategi di Lembur Mangrove Patikang di Pandeglang. Tahapan pertama adalah no or minimal predisposition of attitude, di mana masyarakat belum memiliki sikap yang kuat terkait isu keberlanjutan, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mereka. Predisposition of the attitude to cultivate, di mana melalui pendekatan edukasi dan informasi yang terstruktur, sikap masyarakat mulai berkembang dan terbentuk untuk mendukung upaya keberlanjutan. Attitude consolidation to stimulate behaviour, di mana upaya dilakukan untuk memperkuat sikap positif masyarakat agar dapat mendorong perilaku yang mendukung keberlanjutan. Attitude reinforcement for conversion into behaviours, di mana sikap yang telah terbentuk diperkuat untuk mengubahnya menjadi perilaku nyata.

            Terakhir, reinforcement of the behaviours assumed by rooting the behaviour menjadi langkah penting dalam mempertahankan perilaku positif masyarakat dalam mendukung keberlanjutan. Dengan memperkuat dan mengakarkan perilaku yang sudah terbentuk, diharapkan masyarakat dapat terus konsisten dalam tindakan nyata yang mendukung pelestarian lingkungan di sekitar Lembur Mangrove Patikang. Strategi tersebut sejalan dengan Mefalopulos, (2005) bahwa komunikasi untuk Keberlanjutan (CfS) berfokus pada pendekatan yang terintegrasi dan holistik, menilai kebutuhan komunikasi, memprioritaskan partisipasi, melibatkan penerima manfaat dalam pengambilan keputusan, mempromosikan sifat komunikasi yang transversal, dan membangun jembatan di antara kelompok-kelompok pemangku kepentingan untuk mempromosikan pengetahuan bersama dan solusi yang berkelanjutan dalam inisiatif Pembangunan.

 

 

Gambar 5. Model Komunikasi Keberlanjutan

Sumber: Olahan Penelliti

 

Kesimpulan

            Dalam konteks pengembangan pariwisata berkelanjutan, strategi komunikasi keberlanjutan memainkan peran yang sangat penting dalam membangun keterlibatan stakeholder. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai jembatan untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan antara berbagai pemangku kepentingan. Strategi communication for sustainability menekankan pentingnya komunikasi yang terintegrasi dan partisipatif. Pendekatan ini mendorong keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan dalam proses komunikasi, sehingga menciptakan dialog yang konstruktif dan saling menghargai. Dengan melibatkan stakeholder dalam perencanaan dan pelaksanaan inisiatif keberlanjutan, organisasi dapat membangun kepercayaan dan rasa kepemilikan yang lebih besar, yang sangat penting untuk keberhasilan program-program keberlanjutan.

            Kolaborasi model komunikasi hypercube menawarkan perspektif multidimensional dalam memahami interaksi antara berbagai elemen komunikasi. Model ini mengidentifikasi bahwa komunikasi tidak hanya terjadi dalam satu arah, tetapi melibatkan berbagai dimensi, termasuk konteks sosial, budaya, dan lingkungan. Dengan memahami kompleksitas ini, strategi komunikasi dapat dirancang untuk lebih responsif terhadap kebutuhan dan harapan stakeholder, serta untuk memfasilitasi kolaborasi yang lebih baik di antara mereka.

            Kombinasi dari kedua pendekatan ini menunjukkan bahwa komunikasi keberlanjutan harus bersifat adaptif dan responsif. Dalam dunia yang terus berubah, penting bagi organisasi untuk terus mengevaluasi dan menyesuaikan strategi komunikasi mereka agar tetap relevan dan efektif. Hal ini mencakup penggunaan teknologi komunikasi modern untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan interaksi dengan stakeholder. penelitian ini menegaskan bahwa strategi komunikasi keberlanjutan yang efektif tidak hanya berfokus pada penyampaian informasi, tetapi juga pada pembangunan hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara semua pihak yang terlibat. Strategi komunikasi keberlanjutan yang dirancang dengan baik, yang mengintegrasikan kedua pendekatan ini, dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam membangun keterlibatan stakeholder, memastikan bahwa semua suara didengar dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keberlanjutan.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afifah, R. N., Putri, A., Hartanti, A. N., Negari, S. I. T. U. K., Pratama, M. S. R., Zuaini, P. A. K., Al Madani, A. R., Muryanto, B. S., Muhammad, F., & Astikasari, L. (2023). Ecotourism development as a community-based conservation effort in Ayah Mangrove Forest, Kebumen, Central Java, Indonesia. Asian Journal of Forestry, 7(1).

Arifanti, V. B., Sidik, F., Mulyanto, B., Susilowati, A., Wahyuni, T., Yuniarti, N., Aminah, A., Suita, E., Karlina, E., & Suharti, S. (2022). Challenges and strategies for sustainable mangrove management in Indonesia: A review. Forests, 13(5), 695.

Cannas, R. (2018). Communicating actions for sustainable tourism development: The implementation of the European tourism indicator system for sustainable destinations in South Sardinia. Almatourism, 9(18), 105–128.

Franklin, A. L. (2020). Introduction to stakeholder engagement. Springer.

Golob, U., Podnar, K., & Zabkar, V. (2023). Sustainability communication. International Journal of Advertising, 42(1), 42–51.

Gupta, K., Crilly, D., & Greckhamer, T. (2020). Stakeholder engagement strategies, national institutions, and firm performance: A configurational perspective. Strategic Management Journal, 41(10), 1869–1900.

Gutterman, A. S. (2020). Sustainability reporting and communications. Business Expert Press.

Hakim, L., Siswanto, D., & Makagoshi, N. (2017). Mangrove conservation in East Java: The ecotourism development perspectives. Journal of Tropical Life Science, 7(3), 277–285.

Hovardas, T. (2020). A social learning approach for stakeholder engagement in large carnivore conservation and management. Frontiers in Ecology and Evolution, 8, 525278.

Junialdi, R., & Merina, G. (2023). The economic value of mangrove forest ecotourism in Apar Village, Pariaman City, West Sumatra: Nilai ekonomi ekowisata hutan mangrove di Desa Apar Kota Pariaman Sumatera Barat. Inovasia, 1(2), 7–13.

Kujala, J., Lehtimäki, H., & Freeman, E. R. (2019). A stakeholder approach to value creation and leadership. In Leading change in a complex world: Transdisciplinary perspectives.

Lovelock, C. E., Barbier, E., & Duarte, C. M. (2022). Tackling the mangrove restoration challenge. PloS Biology, 20(10), e3001836.

Mazza, B. (2023). A theoretical model of strategic communication for the sustainable development of sport tourism. Sustainability, 15(9), 7039.

Mefalopulos, P. (2005). Communication for sustainable development: Applications and challenges. In Media and glocal change: Rethinking communication for development (pp. 247–260).

Newig, J., Schulz, D., Fischer, D., Hetze, K., Laws, N., Lüdecke, G., & Rieckmann, M. (2013). Communication regarding sustainability: Conceptual perspectives and exploration of societal subsystems. Sustainability, 5(7), 2976–2990.

Nonet, G. A. H., Gössling, T., Van Tulder, R., & Bryson, J. M. (2022). Multi-stakeholder engagement for the sustainable development goals: Introduction to the special issue. Journal of Business Ethics, 180(4), 945–957.

Novianti, K. R. (2020). The penta-helix: A sustainable tourism strategy of Bali’s villages. Jurnal Inovasi Ekonomi, 5(3), 125–130.

Nuraeni, E., & Kusum, Y. W. C. (2023). The role of community-based tourism for mangroves conservation in Banten, Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 13(4), 606–612.

Putra, T. (2019). A review on penta helix actors in village tourism development and management. Journal of Business on Hospitality and Tourism, 5(1), 63.

Reisch, L. A., & Bietz, S. (2011). Communicating sustainable consumption. In Sustainability communication: Interdisciplinary perspectives and theoretical foundation (pp. 141–150).

Retraubun, A., Laimeheriwa, B. S., & Pical, V. (2023). Analisis kesesuaian dan daya dukung kawasan wisata Pantai Ngursarnadan Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 15(1), 113–129.

Sari, S. M., Harahap, M. R., & Ridwan, A. (2023). Pemanfaatan media pembelajaran poster dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih. Ansiru PAI: Pengembangan Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, 7(2), 438–449.

Servaes, J., Polk, E., Shi, S., Reilly, D., & Yakupitijage, T. (2012). Towards a framework of sustainability indicators for ‘communication for development and social change’ projects. International Communication Gazette, 74(2), 99–123. https://doi.org/10.1177/1748048511432598

Tölkes, C. (2020). The role of sustainability communication in the attitude–behaviour gap of sustainable tourism. Tourism and Hospitality Research, 20(1), 117–128. https://doi.org/10.1177/1467358418820085

UNWTO. (2013). Sustainable tourism for development guidebook. World Tourism Organization, European Commission.

Utomo, D. K. S., & Pulungan, A. R. (2023). Ekowisata mangrove dalam pariwisata berkelanjutan di Sumatera Utara. Masyarakat Pariwisata: Journal of Community Services in Tourism, 46–60.

van Bijsterveldt, C. E. J., van Wesenbeeck, B. K., Ramadhani, S., Raven, O. V., van Gool, F. E., Pribadi, R., & Bouma, T. J. (2021). Does plastic waste kill mangroves? A field experiment to assess the impact of macro plastics on mangrove growth, stress response and survival. Science of the Total Environment, 756, 143826.

Yasir, Y., Nurjanah, N., & Samsir, S. (2024). Environmental communication based on tourism management for mitigation of abrasion disasters. E3S Web of Conferences, 506, 1002. https://doi.org/10.1051/e3sconf/20245061002

Yin, R. K. (2018). Case study research and applications (6th ed.). Sage.

.

       

 

 

Copyright holder:

Dian Irmayanti, Bertha Sri Ekomurtiningsih, Agustinus Rusdianto Berto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: