Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 12, Desember 2024
STRATEGI KOMUNIKASI KEBERLANJUTAN UNTUK
MEMBANGUN STAKEHOLDER ENGAGEMENT PADA EKOWISATA MANGROVE
Dian Irmayanti1,
Bertha Sri Ekomurtiningsih2, Agustinus Rusdianto Berto3
Universitas Multimedia Nusantara, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Provinsi
Banten memiliki potensi mangrove sangat besar. Salah satunya adalah hutan
mangrove yang berada di desa patikang, yang sedang dikembangkan menjadi Program
Pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang. Namun, Perbedaan
kepentingan dan tujuan di antara para pemangku kepentingan dapat mempersulit
pengambilan keputusan dan implementasi, sehingga menekankan perlunya dialog dan
negosiasi yang terbuka. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui strategi komunikasi keberlanjutan untuk membangun stakeholder
engagement. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan paradigma post-positivisme dan metode studi kasus
Tunggal. dengan Pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan triangulasi data, dan teknik analisis data menggunakan pencocokan pola. Dalam konteks
pengembangan pariwisata berkelanjutan, strategi komunikasi
keberlanjutan memainkan peran yang sangat penting dalam membangun keterlibatan stakeholder. Strategi communication for sustainability
menekankan pentingnya komunikasi yang terintegrasi dan partisipatif. Pendekatan ini mendorong keterlibatan
aktif dari semua pemangku kepentingan dalam proses komunikasi, sehingga menciptakan dialog yang konstruktif
dan saling menghargai. Kolaborasi model
komunikasi hypercube menawarkan perspektif multidimensional dalam memahami
interaksi antara berbagai elemen komunikasi.
Kata kunci: Strategi Komunikasi
Keberlanjutan, Mangrove, Stakeholder Engagement
Abstract
Banten Province has enormous mangrove potential. One of
them is the mangrove forest in Patikang village,
which is being developed into the Patikang Mangrove
Valley Edu-Ecotourism Development Program. However, differences in interests
and goals among stakeholders can complicate decision-making and implementation,
emphasizing the need for open dialogue and negotiation. This research aims to
find out the sustainability communication strategy to build stakeholder
engagement. This research uses qualitative research with a post-positivism
paradigm and a single case study method (single embedded), with informant
selection carried out by purposive sampling method. This research uses data
triangulation validity techniques, and data analysis techniques using pattern
matching. In the context of sustainable tourism development, sustainability
communication strategies play a very important role in building stakeholder
engagement. The communication for sustainability strategy emphasizes the
importance of integrated and participatory communication. This approach
encourages the active involvement of all stakeholders in the communication
process, thus creating a constructive and respectful dialog. The hypercube
communication model collaboration offers a multidimensional perspective in
understanding the interaction between the various communication elements.
Keywords: Sustainability Communication Strategies, Mangrove, Stakeholder
Engagement
Pendahuluan
Perkembangan pariwisata berkelanjutan menjadi salah satu fokus utama
dalam upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan
social (UNWTO, 2013). Artinya, Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan sangat penting dalam mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs) dengan memastikan perspektif yang beragam, kesepakatan, dan kepercayaan untuk solusi yang holistik dan adil. Keterlibatan pemangku kepentingan juga penting dalam meningkatkan kerjasama dan kelembagaan untuk mengatasi tantangan global dan mencapai pembangunan berkelanjutan (Nonet, Gössling, Van
Tulder, & Bryson, 2022). Salah satu bentuk pariwisata berkelanjutan yaitu ekowisata mangrove.
Ekowisata mangrove telah menjadi fenomena penting dalam beberapa
tahun terakhir. Pengembangan ekowisata mangrove dianggap sangat penting dalam pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan dari ekosistem mangrove (Hakim, Siswanto, &
Makagoshi, 2017; Utomo & Pulungan, 2023). Ekosistem
mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi
wilayah pesisir dari erosi dan tsunami, serta memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat (Afifah et al., 2023).
Selain memiliki nilai ekologis yang tinggi, hutan bakau
juga menawarkan peluang ekonomi. Ekowisata mangrove dapat menghasilkan pendapatan melalui penjualan tiket, parkir, pemandu wisata, serta produk
dan cinderamata dari hutan bakau. Konservasi dan
pembangunan ekonomi ini berperan dalam meningkatnya popularitas ekowisata
mangrove (Novianti, 2020). Potensi ekowisata
mangrove tidak hanya terbatas pada lokasi tertentu. Pengembangan ekowisata
mangrove memberikan berbagai manfaat yang dapat berkontribusi pada konservasi
dan pemanfaatan berkelanjutan dari ekosistem ini, serta memberikan manfaat
ekonomi dan sosial bagi masyarakat local (Baruadi & Utina, 2020).
Provinsi Banten memiliki potensi
mangrove sangat besar. Salah satunya adalah hutan mangrove yang berada di desa
patikang, yang sedang dikembangkan menjadi Program Pengembangan Edu-Ekowisata
Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang. Program tersebut merupakan
program yang diresmikan pada tahun
2022 oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Program pengembangan edu-ekowisata dengan konsep wisata
edukasi dan ekologi yang berkelanjutan. Selain itu, hutan bakau
dapat dimanfaatkan fungsi dari hutan
bakau untuk memaksimalkan blue carbon sebagai
bagian dari proses dekarbonisasi. Selain itu fungsi lain dari hutan bakau
dapat membantu menangkal mikroplastik, salah satu masalah yang semakin menghawatirkan bagi ekosistem laut (van Bijsterveldt et
al., 2021).
Program
Pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang melibatkan peranan stakeholder seperti perusahaan swasta, pemerintah, akademisi, dan masyarakat setempat untuk terlibat dalam program tersebut. Komunikasi menjadi fokus utama PT Chandra Asri
Petrochemical Tbk agar informasi
tersampaikan dan dipahami
oleh seluruh stakeholder terkait.
Juga keterlibatan aktif
para stakeholder sangat dibutuhkan untuk bersama-sama mengembangan wisata tersebut menjadi pariwisata berkelanjutan dalam jangka panjang.
Untuk menjalankan pengelolahan ekowisata mangrove, maka dibutuhkan analisis potensi di wilayah tersebut. Potensi yang dimiliki oleh Lembur Mangrove Patikang sangat besar. Tiari Ayuni, (2023) menemukan potensi simpanan karbon di Lembur Mangrove Patikang yaitu diperkirakan mencapai 293.69 ton/ha, dengan kedalaman berkisar antara 5-10 cm yang mengindikasikan
adanya proses dekomposisi. Artinya penyimpanan karbon leih besar
dan cukup untuk menyerap karbon lebih banyak lagi.
Nuraeni & Kusum,
(2023) menjelaskan bahwa konsep edu-ekowisata
membutuhkan keseimbangan
yang baik antara edukasi dan mengurangi kerusakan lingkungan, serta membantu perekonomian warga setempat.
Menilai daya dukung
kawasan sangat penting untuk memastikan pengalaman wisata yang berkelanjutan sekaligus menjaga hutan mangrove (Retraubun,
Laimeheriwa, & Pical, 2023). Namun, (Shiva Wiwi, 2023) menunjukkan
status keberlanjutan pengelolaan
ekowisata mangrove di Lembur
Mangrove Patikang secara keseluruhan diperoleh nilai indeks rata-rata sebesar 39,96%, yang menunjukkan
status keberlanjutannya kurang
berkelanjutan. Dari hasil tersebut menggambarkan bahwa pengelolaan ekowisata mangrove di Lembur
Mangrove Patikang perlu ditingkatkan untuk memastikan keberlanjutan usaha wisata berbasis
lingkungan di area tersebut.
Junialdi dan Merina,
(2023) menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan penurunan ekowisata mangrove antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat tentang mangrove, kurangnya kolaborasi antar stakeholder yang kurang memadai. Sehingga memerlukan upaya besar untuk restorasi
sehingga diperlukan keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses konservasi dan restorasi hutan mangrove, juga dibutuhkan
strategi jangka panjang untuk memastikan bahwa kawasan tersebut
terjaga kelestariannya dan sebagai wisata berkelanjutan (Arifanti et al., 2022;
Lovelock, Barbier, & Duarte, 2022).
Secara khusus, Pokdarwis Putri Gundul Citeureup Pandeglang secara aktif terlibat
dalam promosi eduwisata di lembur mangrove Patikang. Pokdarwis adalah kelompok yang dibentuk oleh masyarakat yang bertugas mempromosikan dan mengembangkan pariwisata di bawah pengawasan pemerintah. Mereka memiliki peran penting dalam mempertahankan
dan mengembangkan pariwisata.
Pokdarwis adalah kelompok lokal yang mengelola dan mengembangkan situs
wisata mangrove Patikang. Selain itu, Pokdarwis
juga mempromosikan pelestarian
lingkungan, memanfaatkan potensi pariwisata, dan memastikan bahwa masyarakat setempat berpartisipasi aktif dalam proyek keberlanjutan.
Oleh
karena itu, strategi komunikasi diperlukan untuk membangun hubungan yang harmonis dan kolaboratif antara pemangku kepentingan, juga peran komunikasi dalam menjaga lingkungan
pariwisata yang berkelanjutan
dengan memastikan bahwa pesan-pesan komunikasi diintegrasikan secara menyeluruh dengan konsep-konsep substansi pariwisata (Sari, Harahap, &
Ridwan, 2023). Melalui komunikasi yang efektif, pesan-pesan lingkungan disampaikan untuk meningkatkan pemahaman tentang pengembangan pariwisata, termasuk pariwisata berkelanjutan (Yasir, Nurjanah, &
Samsir, 2024). Pemeriksaan unsur komunikasi dan keterlibatan pemangku kepentingan yang terkait dengan Sustainable Development Goals (SDGs) harus memperhatikan implementasi komunikasi pada pengembangan program keberlanjutan
(Cannas, 2018).
Komunikasi keberlanjutan adalah proses ilmu pengetahuan sosial yang membahas alasan dan solusi potensial yang berkaitan dengan interaksi manusia yang bertanggung jawab dengan lingkungan alam dan sosial. Tujuan dari komunikasi
keberlanjutan adalah untuk menilai secara
kritis dan memasukkan kesadaran akan hubungan manusia dan lingkungan ke dalam
wacana masyarakat (Reisch & Bietz,
2011).
Yasir, Nurjanah dan Samsir,
(2024) memaparkan bahwa komunikasi keberlanjutan memainkan peran penting dalam
membangun kesadaran lingkungan, mendorong partisipasi masyarakat, memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan mendorong perilaku berkelanjutan. Penerapan komunikasi keberlanjutan dalam pariwisata sangat penting untuk mempromosikan dan mengelola pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Komunikasi Keberlanjutan sangat penting untuk mempromosikan
praktik-praktik berkelanjutan
dalam industri, meningkatkan pengetahuan, melibatkan para pemangku kepentingan, memastikan transparansi, melaporkan kegiatan operasional, mengembangkan produk dan jasa, mempromosikan konservasi lingkungan, serta membina kerja
sama di antara para pemangku kepentingan (Golob, Podnar, &
Zabkar, 2023).
(Newig et al., 2013) menjelaskan tiga jenis komuinkasi
keberlanjutan yaitu
Communication of Sustainability; yaitu komunikasi vertikal atau satu arah
yang bertujuan untuk menginformasikan mengenai isu-isu keberlanjutan. Selanjutnya adalah Communication
About Sustainability; yaitu komunikasi
horizontal bertujuan pertukaran
ide dan menciptakan pemahaman
mengenai keberlanjutan.
Yang terakhir adalah
Communication for Sustainability; yaitu komunikasi yang bersifat memobilisasi untuk mengatur pembangunan berkelanjutan dengan memaksimalkan koordinasi dan kerjasama diantara stakeholder.
Tabel 1. Jenis Komunikasi Keberlanjutan
Jenis Komunikasi |
Fungsi |
Direction / Mode of Communication |
Communication Of Sustainability (CoS) |
Transmisi / transfer informasi untuk mencapai suatu
tujuan. |
Transmisif / pengirim-penerima, dari satu ke dengan
banyak orang. |
Communication About Sustainability (CaS) |
Deliberasi; produksi konsep/kerangka
intersubjektif/bersama. |
Musyawarah; horizontal |
Communication for Sustainability (CFS) |
Melibatkan proses dialog dan diskusi untuk
memfasilitasi keterlibatan masyarakat dan tata kelola untuk keberlanjutan. |
bentuk koordinasi seperti jaringan yang memungkinkan
terjadinya perdebatan, tawar-menawar, dan pembelajaran sosial yang efektif. |
Sumber : (Newig
et al., 2013)
Servaes, Polk, Shi,
Reilly, dan Yakupitijage, (2012) menjelaskan bahwa indikator-indikator, seperti aktor yang terlibat, saluran komunikasi, dan metode evaluasi, membantu dalam menilai proyek-proyek
komunikasi, dimana setiap indikator mewakili komunikasi keberlanjutan secara signifikan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan perubahan sosial yang positif. (Mazza, 2023) memaparkan konsep komunikasi keberlanjutan melalui model
hypercube yang dapat digunakan
untuk menciptakan dan mengubah informasi dan sikap dalam pariwisata
berkelanjutan dan komunikasi
keberlanjutan. Model hypercube terdiri
dari tiga elemen yang saling berhubungan: posisi individu/kelompok, metode komunikasi, dan jarak dari kelompok
sasaran. Mazza juga menjelaskan
bahwa sifat multidimensi hypercube memungkinkan
terjadinya interaksi yang kompleks di antara sumbu-sumbu ini, yang mengarah ke berbagai
kombinasi dan skenario. Kompleksitas ini berarti bahwa hubungan
antara tingkat setiap sumbu tidak
selalu linier; sebaliknya, dapat berbentuk polihedral, yang memungkinkan beberapa tindakan komunikasi terjadi secara bersamaan di berbagai tahap pengalaman.
Gambar 1. The
multidimensional hypercube of communication
Sumber: (Mazza, 2023)
Membangun keterlibatan pemangku kepentingan membutuhkan komunikasi yang jelas, kepercayaan, dan kolaborasi. Rencana pelibatan pemangku kepentingan yang mengedukasi masyarakat, melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, dan memberdayakan mereka untuk melindungi
hutan mangrove dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan tersebut (Yasir et al., 2024). Agar program edu-ekowisata dapat berjalan
efektif, ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Kurangnya koordinasi dan
komunikasi antar pemangku kepentingan dapat menghambat keberhasilan program,
Pesan yang tidak konsisten dapat membingungkan audiens dan mengurangi daya
tarik serta kepercayaan terhadap program. Selain itu, jika berbagai pihak yang
terlibat dalam program tidak menerima informasi yang konsisten dan
terkoordinasi, upaya untuk membangun kesadaran, pemahaman, dan partisipasi
dalam program dapat terhambat.
Perbedaan
kepentingan dan tujuan di antara para pemangku kepentingan dapat mempersulit
pengambilan keputusan dan implementasi, sehingga menekankan perlunya dialog dan
negosiasi yang terbuka. Beberapa pemangku kepentingan juga menunjukkan
kurangnya partisipasi aktif, yang dapat mengurangi dampak program. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan
dorongan dan motivasi yang tepat untuk mendorong
keterlibatan semua pihak. Situasi dan kondisi ini menjadi
menarik untuk diteliti, terkait bagaimana strategi komunikasi keberlanjutan dilakukan untuk meningkatkan Stakeholder
Engagement pada sebuah program yang baru dikembangkan. Penelitian tentang “Strategi Komunikasi Keberlanjutan” ini pada dasarnya mencoba menganalisis strategi komunikasi keberlanjutan korporat dalam upayanya untuk membangun Stakeholder Engagement dan menjadikan
wisata ini menjadi pariwisata berkelanjutan.
Metode Penelitian
Paradigma
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Post-positivisme,
dengan menggunakan metode penelitian kualitatif desktiptif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus deskriptif
bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah fenomena dalam dalam konteks lingkungan
nyata. Penelitian ini memasukkan pengetahuan lokal dan model komunikasi hypercube yang berfokus
pada pengembangan wisata berkelanjutan maka peneliti menggunakan pendekatan kasus tunggal (embedded) dan mencocokkan
pola penelitian. Peneliti membuat model komunikasi keberlanjutan yang digunakan di lingkungan tersebut.
Pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive sampling.
Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah Pencetus
ide program pengembangan edu-ekowisata
lembur mangrove patikang, pandeglang. Selain itu, Informan yang terlibat langsung dan memegang tanggung jawab dari setiap
perencanaan strategi komunikasi
dalam program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, pandeglang.
Oleh
karena itu, Subjek penelitian yang terlibat berjumlah empat lembaga dengan
melibatkan tiga orang yaitu Ibu Gita Permata Aryati dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk,
Bapak Deden Sudiyana selaku
Pokdarwis Putri Gundul Citeureup, dan terakhir adalah Bapak Muhammad Paspha Gaishidra Putra perwakilan dari IKAMAT. Informan tersebut telah bersedia untuk diwawancarai dan memberikan informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan data.
Penelitian
ini menggunakan teknik keabsahan triangulasi data (Yin, 2018), dan teknik analisis data menggunakan pencocokan pola (pattern
matching) ingin mencocokkan
dan membandingkan pola yang
didapatkan dari hasil wawancara dengan teori dan konsep yang digunakan. Apabila terdapat kecocokan di antara kedua pola maka
dapat memperkuat validitas internal penelitian (Yin, 2018).
Hasil dan Pembahasan
Stakeholder Mapping pada Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang
Pengembangan
edu-ekowisata lembur
mangrove patikang merupakan termasuk dalam SDG 14 Life Below Water yaitu
menjaga dan menggunakan secara berkelanjutan sumber daya laut, termasuk
mangrove, untuk pembangunan berkelanjutan. Hal itu dikarenakan bertujuan untuk
menjaga dan menggunakan secara berkelanjutan sumber daya laut. Dalam konteks
Lembur Mangrove Patikang, yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir, menjaga
dan melestarikan mangrove sangat penting. Mangrove berperan sebagai habitat
penting bagi berbagai spesies laut, serta memberikan berbagai manfaat ekosistem
seperti perlindungan pantai, penyerapan karbon, dan pemulihan ekosistem
pesisir. Program tersebut merupakan bagian dari SDG 15 Life on Land yaitu
melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pengelolaan yang berkelanjutan
terhadap ekosistem daratan, termasuk hutan mangrove. Hal tersebut dikarenakan
bertujuan untuk melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pengelolaan yang
berkelanjutan terhadap ekosistem daratan. Hutan mangrove, sebagai bagian dari
ekosistem daratan, memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati,
mengendalikan erosi tanah, serta menyediakan sumber daya bagi masyarakat lokal.
Dalam program edu-ekowisata
lembur mangrove patikang, terdapat program pelatihan sebagai menambah
pendapatan. Hal tersebut termasuk bagian dari SDGs 1 yaitu Mengakhiri
kemiskinan dalam semua bentuk dan dimensi, SDG 8 yaitu Mendorong pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menciptakan lapangan kerja yang
layak untuk semua. Pada SDGs 1 bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan dalam
semua bentuk dan dimensi. Melalui program pengembangan edu-ekowisata Lembur
Mangrove Patikang, yang fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal
melalui sektor pariwisata berkelanjutan, dapat membantu mengurangi tingkat
kemiskinan di wilayah tersebut. Dan SDGs 8 bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menciptakan lapangan
kerja yang layak untuk semua.
Dalam keterlibatan
stakeholder, Seharusnya proses identifikasi pemangku
kepentingan terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengidentifikasi
pemangku kepentingan berdasarkan kategori yang telah ditentukan atau
rekomendasi dari pemangku kepentingan yang ada. Tahap kedua melibatkan
penilaian dan analisis pemangku kepentingan untuk memprioritaskan Perseroan
berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya. Tahap ketiga adalah memahami pemangku
kepentingan dengan mencari informasi
tentang hubungan Perseroan dengan pemangku kepentingan lainnya (Hovardas, 2020).
Hasil temuan
lain adalah bahwa metode
pelibatan pemangku kepentingan dari masing-masing kategori pemangku kepentingan
berbagai macam. Pada program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang
memiliki metode pelibatan yaitu sebagai berikut:
a)
Masyarakat
menggunakan metode pelibatan community development, community awareness,
sosialisasi, penyuluhan, dan pelatihan. Pelibatan
b)
Pemerintahan
dan Komunitas / LSM menggunakan metode pelibatan sosialisasi dan penyedia
informasi
c)
Asosiasi
Profesional menggunakan metode pelibatan perjanjian Kerjasama, dan meeting
d)
Perguruan
tinggi menggunakan metode pelibatan kolaborasi studi
e)
Media
menggunakan metode pelibatan press release, public exposure, dan penyedia
informasi.
PT
Chandra Asri Petrochemical dilakukan why-why analysis untuk mengidentifikasi
kemungkinan konflik antara pemangku kepentingan dalam program pengembangan
pariwisata Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang, dan mengembangkan strategi
komunikasi yang memicu konflik antara stakeholder.
Gagasan
utama dari Stakeholder Engagement bahwa dengan melibatkan para pemangku
kepentingan dan mempertimbangkan kepentingan Perseroan, Perseroan dapat
menciptakan nilai bagi diri Perseroan sendiri dan masyarakat secara keseluruhan
(Gupta,
Crilly, & Greckhamer, 2020). Temuan lain dari penelitian ini adalah keterlibatan
stakeholder dan masyarakat lokal diintegrasikan untuk memastikan bahwa program
edu-ekowisata dikembangkan secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan
kepentingan semua pihak yang terkait dan memaksimalkan potensi pariwisata dan
konservasi. Ini sejalan dengan pendekatan Stakeholder Engagement yang diusulkan
oleh Gupta,
Crilly, & Greckhamer, (2020) di mana Perseroan dan program mengakui dan memanfaatkan
kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama.
Penerapan
teori keterlibatan pemangku kepentingan diterapkan dalam berbagai konteks,
termasuk tanggung jawab sosial Perseroan, keberlanjutan, dan keterlibatan
karyawan (Gutterman,
2020). Sejalan dengan konsep
dari Gutterman,
(2020), di mana melibatkan
berbagai pihak dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi program
dapat menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang terlibat. Hasil dari
konfigurasi keterlibatan stakeholder di program pengembangan lembur mangrove
patikang pandeglang adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk melibatkan
berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, NGO, pemerintah
daerah, dan pihak terkait lainnya untuk bekerja sama dengan Pokdarwis dan
melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memastikan keberlanjutan
program. Selain itu, melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai latar
belakang, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk menciptakan nilai bagi Perseroan
dan masyarakat secara keseluruhan. Kolaborasi dengan stakeholder eksternal membantu
Perseroan dalam membangun kepercayaan, mengelola risiko, dan meningkatkan citra
merek Perseroan. Walaupun keterlibatannya masih belum optimal Upaya yang
dilakukan oleh PT Chandra Asri Petrochemcal Tbk yaitu melakukan kolaborasi
dengan masyarakat local untuk mengembangkan destinasi wisata dan memberikan
manfaat ekonomi. Mereka juga memberikan pendidikan tentang lingkungan dan
konservasi kepada masyarakat serta berkolaborasi dengan IKAMAT dan pemerintah
daerah untuk memperkuat program keberlanjutan.
Model Penta Helix
dirancang untuk memfasilitasi sinergi dan kolaborasi diantara lima elemen ini.
Setiap pemangku kepentingan mempunyai peran penting dalam pengembangan
pariwisata berkelanjutan (Putra, 2019; Sudiana, Sule, Soemaryani, & Yunizar, 2020). Keterlibatan stakeholder di
Lembur Mangrove Patikang diatur melalui pendekatan kolaboratif yang memastikan
bahwa semua pihak yang terkait memiliki suara dalam pengambilan keputusan dan
bahwa kepentingan mereka dipertimbangkan dalam pengembangan edu-ekowisata yang
berkelanjutan. Keterlibatan stakeholder saat ini dalam program ini meliputi
pihak swasta yaitu PT Chandra Asri Petrochemical, akademisi dari UNDIP, UNILA,
dan akademisi lainnya, Pemerintah desa, Pemerintah Kabupaten Pandeglang (dalam
hal ini Dinas Pariwisata Pandeglang), dan Pemerintah Provinsi Banten (dalam hal
ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Media Massa, Dan komunitas
melibatkan Pokdarwis dan IKAMAT, serta BUMDES. Peran dari masing-masing pemangku kepentingan dapat dirincikan sebagai berikut:
1)
Akademisi:
Perguruan tinggi seperti UNDIP dan UNILA serta akademisi lainnya memberikan
kontribusi melalui penelitian, pendidikan, dan pelatihan. Mereka membantu
meningkatkan pemahaman tentang potensi ekologi dan pendidikan di Lembur
Mangrove Patikang, serta membagikan pengetahuan tentang konservasi dan
pengelolaan sumber daya alam.
2)
Swasta:
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk berperan dalam memberikan dukungan finansial
dan sumber daya, serta menerapkan prinsip-prinsip ESG dalam pengembangan
edu-ekowisata. Mereka juga melakukan evaluasi ekonomi dan pemetaan potensi
UMKM.
3)
Pemerintahan:
Pemerintah desa, kabupaten, dan provinsi, serta dinas-dinas terkait memberikan
dukungan kebijakan, fasilitas, dan promosi. Mereka juga terlibat dalam
pengambilan keputusan dan memastikan pelaksanaan yang sesuai dengan peraturan
dan tujuan pengembangan berkelanjutan.
4)
Media:
Media massa berperan dalam memberikan eksposur dan informasi kepada masyarakat
luas tentang program edu-ekowisata, tujuan konservasi, dan kegiatan yang
dilakukan di Lembur Mangrove Patikang.
5)
Komunitas:
Komunitas lokal, termasuk Pokdarwis, IKAMAT, dan BUMDES berperan sebagai
pelaksana, koordinator, dan pemantau program. Mereka juga berkontribusi dalam
pengelolaan harian dan pengembangan UMKM yang dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat.
Gambar 2. Model Stakeholder Penta Helix
Sumber : IKAMAT (2024)
Sementara itu, Stakeholder mapping untuk
program pengembangan edu-ekowisata
Lembur Mangrove Patikang masih dalam rancangan
dan belum sepenuhnya terealisasikan. Pemetaan
stakeholder sebaiknya diaplikasikan
secara nyata untuk membantu organisasi mengidentifikasi, memahami, dan berinteraksi dengan para pemangku kepentingan secara efektif. Dengan pemetaan stakeholder yang baik, organisasi dapat mengidentifikasi pihak-pihak signifikan, memahami perspektif stakeholder, mengelola
hubungan dengan mereka, dan meningkatkan keterlibatan stakeholder (Franklin &
Franklin, 2020).
Berdasarkan
temuan diatas, maka peneliti memetakan
stakeholder dengan menggunakan
salience model dan menganalisis keterlibatan
pihak-pihak yang dapat menjadi pemangku kepentingan. Salience model dapat
diterapkan dalam pengelolaan ekowisata mangrove dengan identifikasi pemangku kepentingan., analisis kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan. mengelompokkan pemangku kepentingan berdasarkan karakteristik atau kepentingan bersama. melibatkan pemangku kepentingan melalui komunikasi dan konsultasi. Dan prioritaskan pemangku kepentingan berdasarkan tingkat kepentingan, pengaruh, atau urgensi Kujala, Lehtimäki,
& Freeman, (2019).
Hasil
dari pemetaan adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Salience Stakeholder Mapping untuk Lembur Mangrove Patikang
Sumber: Olahan Penelliti,
2024
Yang pertama
pada kategori Dormant Stakeholder adalah
masyarakat, pengunjung / wisatawan, dan peneliti. Melalui pelatihan yang diberikan oleh IKAMAT dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, diharapkan dapat memberikan insight untuk menyebarkan awareness kepada masyarakat dan juga memberikan dampak besar dalam perekonomian
desa.
Selain itu, Pokdarwis dan Bumdes memiliki potensi untuk menjadi
dormant stakeholder karena meskipun
keduanya memiliki kepentingan yang jelas terhadap pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang dan keberlanjutan lingkungan, namun keterlibatan dan kontribusi aktif dari BUMDES dan Pokdarwis dalam proses pengambilan keputusan atau implementasi program dapat terbatas atau tidak terjadi
secara konsisten/ sehingga perlu pendampingan hingga pariwisata tersebut dapat berdiri secara
mandiri dan dapat mengambil keputusan secara bersama. Pemetaan tersebut berdasarkan permasalahan yang terjadi. Seperti pada saat program tahap II berlangsung yaitu pembentukan warga binaan, pelatihan, dan pendampingan yang diselenggarakan
oleh IKAMAT dan juga PT Chandra Asri Petrochemical Tbk,
Bumdes tidak secara aktif hadir
selama program tersebut.
Terakhir adalah Perusahaan disekitar pandeglang dan banten. Meskipun mempunyai
power, namun belum memiliki urgensi dan legitimasi untuk dapat berkolaborasi.
Harapannya untuk kedepannya dapat berkolaborasi dengan stakeholder lainnya
untuk bersama-sama mengembangkan edu-ekowisata lembur mangrove patikang.
Kedua
adalah Dominant Stakeholder. Pemangku kepentingan yang berada dalam kategori
adalah Besar Konservasi Sumber Daya Alam, Badan Pendapatan Daerah Provinsi
Banten, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten. DLHK Provinsi
Banten memiliki peran dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang
pandeglang sebagai pengusul Lokasi untuk diterapkan program keberlanjutan yang
diinisasikan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Keterlibatan DLHK secara
langsung dalam pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang pada program
tahap 1 yaitu perbaikan infrastruktur. Selain sebagai pengusul Lokasi kepada
Perseroan, keterlibatan DLHK juga mempunyai peran penting sebagai pengawas
lingkungan, penyesuaian kebijakan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam.
Sehingga kolaborasi dengan dinas terkait akan menghasilkan manfaat yang positif
dengan memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan.
Meskipun
belum dilibatkan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Badan Pendapatan Daerah
Provinsi Banten perlu dilibatkan dalam pengembangan edu-ekowisata lembur
mangrove patikang. Alasan pemilihan tersebut berdasarkan kedua lembaga tersebut
memiliki otoritas dan kewenangan yang kuat dalam pengambilan keputusan terkait
lingkungan dan keuangan di wilayah tersebut. Balai Konservasi Sumber Daya Alam
dan Bapenda dapat memainkan peran utama dalam menentukan arah kebijakan,
mengawasi pelaksanaan proyek, serta memastikan bahwa pengembangan Lembur
Mangrove Patikang berlangsung secara berkelanjutan dan sesuai dengan
prinsip-prinsip konservasi alam.
Ketiga
adalah Discretionary Stakeholder. pemangku kepentingan yang berada dalam
kategori discretionary adalah akademisi, LSM yang berfokus pada lingkungan,
UMKM. Dan media. Alasan memilih stakeholder tersebut dikarenakan peran dan
keterlibatan edu-ekowisata lembur mangrove patikang belum mencapai tingkat
kepentingan dan kekuasaan yang tinggi. Untuk meningkatkan awareness mengenai
menjaga kelestarian hutan mangrove, dan meningkatkan potensi ekonomi dilokasi
tersebut memerlukan keterlibatan pemangku kepentingan ini.
Masing-masing stakeholder memiliki peran tersendiri dalam memecahkan permasalahan tersebut. Akademisi dan
Researcher memiliki pengetahuan
dan kapasitas untuk mendukung kegiatan konservasi mangrove melalui riset dan penelitian. Namun kontribusi dari pemangku kepentingan
ini belum maksimal. Saat ini hanya UNDIP dan UNILA yang memberikan kontribusi dalam pengetahuan dan potensi lembur mangrove patikang. Diperlukan akademisi dari Lembaga lain khusus nya universitas di provinsi Banten untuk memaksimalkan peran stakeholder ini. Juga diperlukan sinergi antara akademisi, peneliti, dan praktisi lapangan untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat diimplementasikan secara langsung dalam upaya pelestarian mangrove.
Selanjutnya
adalah LSM Lingkungan. Meskipun memiliki fokus pada isu lingkungan, keterlibatan mereka dalam konservasi
mangrove di daerah tersebut
mungkin belum terintegrasi dengan baik. Dengan memperkuat
jejaring, koordinasi, dan komunikasi antara LSM Lingkungan dengan pemangku kepentingan lainnya, potensi mereka dalam mendukung
upaya pelestarian mangrove dapat dioptimalkan. Dukungan finansial dan kapasitas organisasi juga perlu diperhatikan untuk memperkuat peran LSM Lingkungan dalam konservasi mangrove.
Selanjutnya
adalah UMKM. Meskipun UMKM memiliki potensi untuk berkontribusi dalam upaya pelestarian
mangrove melalui praktek bisnis yang berkelanjutan, keterlibatan dan dukungan mereka dalam proyek
konservasi mangrove masih perlu ditingkatkan. Pelatihan, pendampingan, dan akses terhadap sumber daya yang mendukung praktik bisnis berkelanjutan dapat membantu UMKM untuk mengintegrasikan aspek lingkungan dalam operasional mereka. Kolaborasi dengan pihak terkait
juga penting untuk memperluas dampak positif UMKM dalam pelestarian mangrove. Hal ini telah diupayakan oleh PT Chandra
Asri Petrochemical dan IKAMAT yaitu dengan membuat program yang mendukung UMKM lokal dengan memanfaatkan setiap bagian mangrove sebagai produk oleh-oleh mangrove
khas patikang.
Keempat adalah Definitive Stakeholder. Dalam
kategori ini, stakeholder
yang terlibat adalah PT
Chandra Asri Petrochemical, Pokdarwis, Bumdes, IKAMAT, dan Pemerintah Desa. Alasan memilih
Chandra Asri, Ikamat, Pokdarwis,
BUMDES, dan pemerintah desa
dalam definitive stakeholder mapping adalah sebagai stakeholder pertama yang turut serta membangun dan mengembangkan program edu-ekowisata
lembur mangrove patikang. Selain itu mempunya
peran masing-masing stakeholder ialah
sebagai berikut:
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk merupakan perusahaan
petrokimia besar yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitar dan keberlanjutan wilayah tersebut. Keterlibatan Chandra Asri dalam
definitive stakeholder mapping penting karena perusahaan ini memiliki kekuatan
dan pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan terkait pariwisata berkelanjutan.
Perseroan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam implementasi
program-program yang mendukung keberlanjutan
lingkungan melalui sumber daya finansial,
pengetahuan teknis, dan pengalaman dalam praktik keberlanjutan. Selain itu, Perseroan berperan sebagai pemangku kepentingan utama yang turut serta dalam merancang
kebijakan dan program-program yang berdampak pada lingkungan dan keberlanjutan pada pengembangan lembur mangrove patikang. Melalui sumber daya finansialnya, perseroan dapat mendukung program-program konservasi
lingkungan, pengelolaan limbah, dan inisiatif berkelanjutan lainnya yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan
dan masyarakat setempat.
Pengembangan
edu-ekowisata lembur
mangrove patikang merupakan
program kolaborasi Perseroan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi lingkungan, mempromosikan praktik keberlanjutan, dan melibatkan masyarakat dalam upaya menjaga
keberlanjutan lingkungan. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memanfaatkan fungsi hutan mangrove dalam memaksimalkan blue carbon sebagai bagian dari proses dekarbonisasi, serta membantu menangkal masalah mikroplastik yang mengancam ekosistem laut. Dan terakhir meningkatkan kesejahteraan Masyarakat sekitar melalui program pembinaan, pembentukkan warga binaan, dan pendampingan hasil mangrove non kayu.
Untuk mendukung pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, dibutuhkan pemangku kepentingan yang mempunya peran dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang dirancang
oleh Perseroan, dan juga memiliki keahlian
dibidang mangrove. Maka dari
itu, IKAMAT dipilih karena merupakan organisasi nonprofit yang bergerak
dibidang konservasi hutan mangrove. IKAMAT juga sebagai
konsultan perencanaan dan pelaksanaan dalam program pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang yang dipercaya oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Keterlibatan Ikamat dalam definitive
stakeholder mapping dapat memberikan
pandangan yang mendalam terkait praktik terbaik dalam pengembangan
pariwisata berkelanjutan. Ikamat dapat menjadi
mitra strategis dalam merancang kebijakan dan program-program yang mendukung
keberlanjutan pariwisata dengan memberikan wawasan yang luas dan mendalam dalam industri pariwisata.
IKAMAT sebagai
perencana dalam program tahap II yaitu program pembentukkan warga binaan, pelatihan dan pemdampingan hasil mangrove non kayu. IKAMAT berperan sebagai konsultan dalam pengembangan edu-ekowisata di Lembur Mangrove Patikang untuk membantu dalam penyediaan tenaga ahli mangrove, memberikan jasa konsultasi untuk proyek penelitian
dan rehabilitasi hutan
mangrove, serta mendukung pemanfaatan hasil mangrove dalam sektor ekonomi.
IKAMAT juga terlibat dalam memperluas kurikulum untuk memasukkan pelatihan pemandu wisata di Lembur Mangrove Patikang memiliki berperan dalam menyelenggarakan program pelatihan
untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan edukasi dan ekowisata.
Selanjutnya
IKAMAT terlibat dalam
proses pemetaan pemangku kepentingan (stakeholder mapping) untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan edu-ekowisata. Terakhir, IKAMAT juga terlibat dalam program pembinaan masyarakat di Lembur Mangrove Patikang. Dengan memberikan pelatihan, sosialisasi program, dan diseminasi
hasil-hasil kegiatan untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Pokdarwis
(Kelompok Sadar Wisata)
Putri Gundul Citeureup merupakan kelompok masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan destinasi wisata. Pokdarwis memiliki peran krusial dalam menjaga
keberlanjutan lingkungan
dan memastikan manfaat pariwisata dirasakan oleh masyarakat setempat. Keterlibatan Pokdarwis dalam definitive stakeholder mapping penting
untuk memastikan bahwa suara dan kepentingan masyarakat lokal diwakili dengan baik dalam
pengambilan keputusan terkait pariwisata berkelanjutan, serta untuk memastikan keberlanjutan program-program pariwisata
yang berdampak pada masyarakat
setempat. Peran dari Pokdarwis Putri Gundul Citeureup ini adalah
sebagai Pelaksana Program
yang bertanggung jawab dalam pelaksana program, juga terlibat langsung dalam menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan wisata mangrove serta berperan sebagai koordinator kegiatan di lokasi tersebut. Peran lainnya adalah sebagai pengelolaan harian, dan fasilitator dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
di masyarakat setempat.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) memiliki peran ekonomi yang signifikan dalam pengembangan wilayah. Keterlibatan
penting karena dapat mempengaruhi keberlanjutan ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya secara
berkelanjutan. BUMDES dapat
menjadi motor penggerak dalam implementasi
program-program ekonomi yang berkelanjutan
dengan memanfaatkan potensi ekonomi lokal dan memastikan distribusi manfaat yang adil bagi masyarakat
setempat.
Terakhir adalah Pemerintah Desa memiliki peran
penting dalam mendukung atau menghambat pengembangan pariwisata berkelanjutan sebagai pemegang kebijakan dan pengambil keputusan di tingkat lokal. Keterlibatan pemerintah desa adalah untuk memastikan
adanya koordinasi yang baik antara berbagai
pemangku kepentingan, serta dapat memastikan
bahwa kebijakan yang diambil mendukung tujuan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal secara menyeluruh.
Pemerintah
desa juga dapat menjadi fasilitator dalam implementasi program-program
pariwisata berkelanjutan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang
berlaku. Pemilihan stakeholder tersebut sebagai definitive stakeholders dalam
pemetaan pemangku kepentingan untuk pengembangan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove
Patikang didasarkan pada kontribusi, keterkaitan langsung, pengaruh dan
kepentingan, serta keterlibatan masyarakat.
Kelima adalah Dangerous
Stakeholder yaitu stakeholder yang memiliki power dan urgensi, namun tidak memiliki
legitimasi. Stakeholder tersebut
belum dipetakan, namun potensi dari
stakeholder tersebut memberi
power dan urgensi sehingga dibutuhkan Langkah yang tepat untuk mengatasi setiap permasalahan. Yang pertama adalah profesi nelayan. Nelayan sangat bergantung pada mata pencaharian sebagai sumber keberlangsungan hidup. Sehingga apabila pada saat cuaca extreme yang berpotensi besar tidak dapat melaut
mengakibatkan mengurangi pemasukkan. Dengan adanya pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang, dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan dan membantu menjaga ekosistem mangrove. Karena mangrove dapat
menjadi rumah bagi ikan dan fauna lainnya.
Selanjutnya
adalah pengusaha lokal. Pengusaha lokal akan merasa
bahwa jika keberadaan edu-ekowisata lembur mangrove patikang tidak memberikan manfaat terutama berdampak pada perekonomian, ini dapat menyebabkan
ketidakpuasan yang berpotensi
berujung pada konflik atau tindakan yang merugikan proyek. Dan terakhir adalah pengusaha pertambangan. Kehadiran pengusaha pertambangan akan memiliki dampak lingkungan yang signifikan, seperti deforestasi, pencemaran air, atau kerusakan ekosistem. Hal ini dapat menyebabkan
ketegangan dengan pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan. Proyek pertambangan sering kali menuai kontroversi dan penolakan dari masyarakat lokal atau kelompok
lingkungan yang peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan proyek tersebut.
Keenam adalah Dependent Stakeholder Dimana posisi
tersebut memiliki legitimasi dan urgensi yang tinggi, namun tidak
memiliki power dalam pengambilan Keputusan. Saat ini stakeholder yang terlibat adalah Dispar Kabupaten Pandeglang. Namun potensi pihak yang terlibat adalah Disperindag Provinsi Banten, dan
DKP Provinsi Banten. Dinas Pariwisata
Kabupaten Pandeglang berada di posisi dependent
stakeholder dalam pengembangan
edu-ekowisata lembur
mangrove patikang pandeglang
dikarenakan bergantung pada
pengembangan pariwisata lokal, tanggung jawab dalam promosi
destinasi pariwisata, dan kolaborasi dengan pihak terkait. Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang memiliki posisi penting sebagai pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam pengembangan
destinasi pariwisata, promosi dan pemasaran program, kolaborasi dengan pihak terkait, serta pengelolaan dan pengawasan kegiatan pariwisata.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten memiliki peran penting sebagai stakeholder di Lembur Mangrove Patikang. Disperindag dapat membantu mengidentifikasi potensi ekonomi lokal di sekitar area mangrove, seperti pengembangan produk lokal dan kerajinan untuk wisatawan. Sementara itu, DKP dapat berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan di
wilayah tersebut. Selain itu, keterlibatan Disperindag dapat mendukung UMKM dan memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat setempat. DKP juga dapat memberikan dukungan kepada kelompok nelayan dan petani tambak di sekitar area mangrove.
Peran dari
DKP dalam pengelolaan lingkungan perairan, termasuk kawasan mangrove, upaya konservasi dan perlindungan lingkungan di Lembur Mangrove Patikang dapat ditingkatkan untuk menjaga keberlanjutan
ekosistem mangrove dan keanekaragaman
hayati. Melalui kolaborasi antara Disperindag, DKP, dan pemangku kepentingan lainnya, sinergi program dapat tercipta untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, pemberdayaan ekonomi lokal, dan pelestarian lingkungan di Lembur Mangrove Patikang. Dengan demikian, keterlibatan Disperindag dan DKP sebagai
stakeholder di Lembur Mangrove Patikang
dapat memberikan kontribusi yang beragam dalam pengembangan wilayah tersebut secara holistik.
Terakhir adalah Demanding Stakeholder. Pada kategori
ini yang merupakan bagian dari stakeholder adalah masyarakat desa patikang. Hal tersebut dikarenakan masyarakat setempat memiliki urgensi namun tidak memiliki
power dan legitimasi.
Strategi Komunikasi Keberlanjutan Dalam
Membangun Stakeholder Engagement
Penyampaian
visi misi serta komitmen Perseroan terhadap isu keberlanjutan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan di Patikang, terutama dalam mengurangi banjir
rob dan memperbaiki kondisi lingkungan yang sebelumnya tidak terawat. Perseroan
juga menyampaikan pesan tentang upaya pemberdayaan masyarakat melalui program
Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang. Ini termasuk dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat melalui pendidikan, pelatihan, dan
keterlibatan dalam pemanfaatan sumber daya mangrove. Pesan ini menekankan
komitmen perusahaan untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam mencapai tujuan
keberlanjutan.
Newig et al., (2013) menekan pada pentingnya komunikasi
keberlanjutan yang tidak hanya informatif tetapi juga partisipatif dan
inklusif. Jenis komunikasi keberlanjutan terdiri dari komunikasi keberlanjutan,
komunikasi tentang keberlanjutan, dan komunikasi untuk keberlanjutan. Hasil
temuan menjelaskan menunjukkan pola komunikasi yang dijalankan selama ini dalam
pengembangan edu-ekowisata lembur mangrove patikang dengan berkoordinasi dengan
pihak terkait. Hal ini karena adanya keterlibatan aktif dalam berkomunikasi
dengan berbagai elemen pemangku kepentingan berdasarkan model penta helix
(komunitas, masyarakat, emerintah, swasta, dan lembaga Pendidikan). Pokdarwis
membantu menghubungkan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, IKAMAT, dan
stakeholder lainnya dengan masyarakat Patikang. Lalu Forum Group Discussion /
FGD secara berkala yang diadakan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk sebagai
fasilitas dalam berkoordinasi serta musyawarah dengan Masyarakat. Masyarakat
pun dilibatkan sebagai pengambil Keputusan dalam mengembangkan edu-ekowisata
lembur mangrove patikang. Penggunaan media sosial dan platform online digunakan
untuk memantau komentar pengunjung dan mempromosikan tempat wisata. Musyawarah
dan koordinasi dilakukan melalui pertemuan berkala dan komunikasi WhatsApp.
Pendekatan pentahelix melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk aspek
pendidikan dalam pengembangan edu-ekowisata. Observasi dan pelatihan dilakukan
untuk membangun dan membina komunitas lokal. Inovasi dan kerja sama
dipromosikan untuk mengatasi tantangan pengelolaan sampah dan mempromosikan pariwisata.
Mefalopulos, (2005) menjelaskan Komunikasi yang efektif merupakan aspek lintas disiplin ilmu yang terintegrasi ke dalam inisiatif
pembangunan sejak awal untuk mengatasi
isu-isu utama, menentukan tujuan, dan memfasilitasi persepsi bersama di antara para pemangku kepentingan. Komunikasi efektif menjembatani berbagai kelompok pemangku kepentingan, mengisi kesenjangan pengetahuan, dan menjadi perantara pembangunan berkelanjutan. Hasil temuan penelitian bahwa Pesan yang digaungkan oleh Perseroan adalah mengcangkup nilai-nilai keberlanjutan Perusahaan, lalu dikombinasikan dengan ide dan gagasan dari pemangku
kepentingan lainnya. Pesan yang disampaikan untuk meningkatkan awareness terhadap masyarakat yaitu penekanan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu lingkungan, penjagaan mangrove, dan partisipasi
dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Pesan mengenai promosi praktik keberlanjutan yang dilakukan oleh perseoran yaitu dengan mengkampanyekan
mengenai isu-isu keberlanjutan melalui sosial media, sustainability report, dan media massa nasional maupun local. Untuk edu-ekowisata lembur mangrove patikang, Perseroan mengajak
stakeholder terkait untuk
Bersama-sama mengkampanyekan
penting nya menjaga hutan mangrove dan mempromosikan pemanfaatan
mangrove sebagai produk non
kayu sebagai sumber pendapatan tambahan masyarakat patikang. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk juga mengajak media
massa dalam penanaman mangrove di patikang dalam kegiatan media relations. Hal tersebut dapat meningkatkan engagement pemangku kepentingan (media) dan memastikan bahwa keterbukaan informasi
(information disclosure) tetap terlaksanakan
sesuai dengan prinsip ESG yaitu transparency
and accountability. Hal ini mencerminkan
upaya untuk mempromosikan praktik berkelanjutan dalam pengelolaan pariwisata, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Servaes, Polk, Shi,
Reilly, & Yakupitijage, (2012) berpendapat bahwa pentingnya topik-topik keberlanjutan dalam komunikasi pembangunan dan membutuhkan kerangka kerja global untuk indikator-indikator keberlanjutan. Pada gambar dibawah ini menunjukkan
model komunikasi untuk membangun keterlibatan
stakeholder yaitu sebagai berikut:
Gambar 4. Strategi komunikasi keberlanjutan di Lembur Mangrove Patikang
Sumber: Olahan Peneliti (2024)
Pada
tabel diatas, actor yang terlibat dalam pengembangan edu-ekowisata lembur
mangrove patikang yaitu masyarakat sekitar, Pokdarwis, Bumdes, Pemdes, Pemda
Pandeglang, Provinsi Banten, IKAMAT, dan UMKM menunjukkan pendekatan
kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak terkait dalam pengembangan proyek.
Keterlibatan stakeholder dari berbagai tingkatan dan latar belakang ini penting
karena Keterlibatan masyarakat lokal memastikan bahwa keberlanjutan proyek
dipertimbangkan dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi lokal. Partisipasi
aktif masyarakat juga dapat meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap upaya
pelestarian lingkungan.
Selain
itu, Pokdarwis memiliki pengetahuan mendalam tentang potensi dan tantangan di
tingkat lokal. Kolaborasi dengan organisasi ini dapat memperkuat pengelolaan
destinasi wisata secara berkelanjutan. Dukungan dari pemerintah daerah dan
provinsi penting untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan proyek
dan memastikan keberlanjutan dalam jangka panjang. Keterlibatan asosiasi dan
lembaga terkait dapat memberikan bantuan teknis dan pengembangan kapasitas bagi
pelaku usaha lokal, sehingga meningkatkan kualitas dan daya saing produk wisata
yang ditawarkan.
Selanjutnya,
Faktor Struktural dan Konjunktural memiliki peran penting dalam mempengaruhi
implementasi proyek edu-ekowisata lembur mangrove patikang. Faktor Struktural
merujuk pada kondisi yang cenderung tetap dan sulit diubah, seperti regulasi
lingkungan yang ketat dapat menjadi hambatan atau peluang dalam proses
pengembangan proyek. Sedangkan Faktor Konjunktural merujuk pada kondisi yang
sifatnya lebih dinamis dan dapat berubah, seperti tren pasar, kondisi ekonomi,
atau perubahan kebijakan yang dapat mempengaruhi keberlanjutan proyek.
Dalam
upaya memahami dan menggali potensi partisipasi individu atau kelompok dalam
mendukung keberlanjutan lingkungan, terdapat beberapa tahapan yang perlu
diperhatikan. Tahapan pertama adalah pre-contemplation, di mana masyarakat
sekitar atau stakeholder lain belum menyadari sepenuhnya potensi dari hutan
mangrove dan belum terlibat aktif dalam pengembangan edu-ekowisata lembur
mangrove patikang. Kemudian, tahapan passive contemplation muncul ketika
kesadaran akan isu-isu keberlanjutan mulai timbul, namun belum diikuti dengan
tindakan nyata karena keterbatasan pengetahuan dan urgensi yang rendah.
Selanjutnya, tahapan active contemplation terjadi ketika individu atau kelompok
mulai aktif setelah ada bukti nyata dan terlibat dalam proses edukasi diri
sendiri.
Selanjutnya,
tahapan interactive contemplation menandai keterlibatan intens dalam interaksi
dan diskusi dengan stakeholder lainnya, membangun kepercayaan, kolaborasi, dan
keterlibatan yang lebih dalam dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.
Tahapan preparation action menjadi langkah selanjutnya
di mana individu atau kelompok terlibat aktif dalam pembangunan wisata dan
mengikuti pelatihan yang disediakan, mempersiapkan diri untuk bertindak secara
nyata dalam mendukung keberlanjutan. Terakhir, tahapan maintenance of the
behaviour menjadi fokus untuk menjaga perilaku dan keterlibatan positif dalam
mendukung keberlanjutan, dengan pengawasan, evaluasi, dan reinforcement yang
konsisten untuk mempertahankan perilaku yang mendukung keberlanjutan.
Pesan
yang disampaikan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Fokus pada pesan
tentang pemanfaatan mangrove dan kesadaran akan keberlanjutan lingkungan dan
pariwisata berkelanjutan menunjukkan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
keterlibatan dalam upaya pelestarian lingkungan. Chandra Asri mendorong aksi
nyata melalui edukasi, pelatihan, partisipasi dalam kegiatan lapangan,
kolaborasi dengan komunitas lokal, serta transparansi dan komunikasi terbuka.
Pesan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, keterlibatan aktif, dan
komitmen dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, terutama dalam konteks
pengembangan edu-ekowisata Lembur Mangrove Patikang. Dengan pendekatan yang
inklusif dan berkelanjutan, Chandra Asri berupaya membangun hubungan yang kuat
dengan masyarakat setempat dan stakeholder lainnya untuk menciptakan dampak
positif dalam pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan.
Maka dari itu, strategi komunikasi keberlanjutan yang diterapkan adalah strategi Communication for Sustainability yang mencakup serangkaian langkah penting. Pertama, yaitu Tindakan komunikasi utama yang mencangkup Langkah-langkah yaitu:
raising
awareness menjadi fokus utama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan, khususnya dalam konteks hutan
mangrove. Melalui kampanye dan penyuluhan, masyarakat Patikang dan stakeholder
lainnya diberi pemahaman yang lebih mendalam tentang manfaat dan pentingnya
pelestarian mangrove. Melalui key message yang dikampanyekan oleh Perseroan
seperti “Merawat dan Melestarikan Bumi – Edu Ekowisata Lembur Mangrove
Patikang” dalam laporan keberlanjutan tahun 2022, “Perisai di Pinggir Pantai –
Kawasan Edu-Ekowisata Lembur Mangrove Patikang” dalam majalah Perseroan
bertajuk 30 tahun Chandra Asri untuk Indonesia Asri. Key message tersebut
digunakan sebagai pesan untuk meningkatkan kesadaraan akan isu keberlanjutan khususnya
menjaga ekosistem mangrove.
Selanjutnya,
informasi disampaikan secara jelas dan terstruktur untuk memberikan pemahaman
yang komprehensif kepada masyarakat dan stakeholder tentang isu-isu
keberlanjutan yang terkait dengan Lembur Mangrove Patikang. Pendekatan edukasi
juga diterapkan melalui program pengembangan edu-ekowisata, pelatihan, dan
pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dalam
upaya pelestarian lingkungan. Selain itu, strategi komunikasi juga difokuskan
pada penguatan hubungan antara berbagai pihak terkait, seperti masyarakat
setempat, Pokdarwis, Bumdes, Pemdes, Pemda Pandeglang, Provinsi Banten, IKAMAT,
dan UMKM. Kolaborasi yang kuat dan hubungan yang baik menjadi kunci dalam
menciptakan sinergi dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan.
Langkah selanjutnya
adalah mendorong pengalaman langsung bagi masyarakat melalui partisipasi
lapangan, kolaborasi dengan komunitas lokal, dan transparansi dalam setiap
kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan dampak
positif dari upaya keberlanjutan yang dilakukan dan terlibat secara aktif dalam
menjaga lingkungan. Terakhir, strategi komunikasi juga bertujuan untuk
mendorong aksi nyata dari masyarakat dan stakeholder lainnya dalam mendukung
pengembangan Lembur Mangrove Patikang. Melalui partisipasi aktif, kolaborasi,
dan komitmen yang kuat, diharapkan tercipta perubahan positif yang
berkelanjutan dalam pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan di wilayah tersebut. Dengan pendekatan komunikasi yang holistik
dan terintegrasi, Lembur Mangrove Patikang di Pandeglang dapat menjadi contoh
yang inspiratif dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan.
Saluran komunikasi yang digunakan berupa
Dialog dan Kerja Sama antar pemangku kepentingan. Hal ini menekankan pentingnya
menjalin dialog dan kerja sama yang efektif antara perusahaan dan berbagai
pihak terkait. Selain itu, koordinasi Melalui Berbagai Saluran Komunikasi
seperti WhatsApp, telepon, dan pertemuan langsung, untuk berkoordinasi dengan
pemangku kepentingan. Pendekatan ini mencerminkan upaya perusahaan untuk
memastikan aksesibilitas dan keterbukaan dalam berkomunikasi dengan berbagai
pihak terkait. Dengan menggunakan saluran komunikasi yang beragam, perusahaan dapat memfasilitasi pertukaran informasi yang efisien dan efektif. Dalam mendukung pariwisata keberlanjutan, selain dari Perseroan, Pokdarwis dan
IKAMAT selalu mempromosikan pesan-pesan keberlanjutan melalui media social
sebagai media kampanye untuk meningkatkan awareness stakeholder lainnya,
pengunjung dan masyarakat. Dengan demikian, komunikasi keberlanjutan sebagai
peran penting dalam mengedukasi
dampak lingkungan dan
social dari pariwisata keberlanjutan (Tölkes, 2020).
Selanjutnya
adalah Penyerapan /
Perancangan (Absorption/Immersion). Absorption/Immersion merupakan tahapan
penting dalam proses komunikasi untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan
masyarakat dalam isu keberlanjutan, seperti yang terjadi dalam konteks Lembur
Mangrove Patikang di Pandeglang. Tahapan pertama adalah passive (unaware)
absorption/immersion through controlled entertainment or aesthetic experience,
di mana masyarakat mulai terpapar dengan informasi dan pengalaman yang
disajikan secara terkontrol melalui pengalaman estetika. Selanjutnya, terdapat
passive (aware) absorption through controlled entertainment experience, di mana
masyarakat mulai menyadari isu keberlanjutan namun belum melakukan tindakan
lebih lanjut. Melalui pengalaman hiburan yang terkontrol, kesadaran masyarakat
dapat ditingkatkan secara bertahap.
Kemudian, terdapat active absorption through guided or co-guided
educational experience, di mana masyarakat terlibat secara aktif dalam
pengalaman edukasi yang dipandu. Melalui pendekatan ini, pengetahuan dan
pemahaman masyarakat dapat diperdalam, sehingga mereka siap untuk terlibat
lebih aktif dalam upaya keberlanjutan. Selain itu, terdapat active immersion
through co-guided escape experience, di mana masyarakat terlibat secara
langsung dalam pengalaman escape yang dipandu. Hal ini untuk memperkuat keterlibatan
masyarakat dalam upaya keberlanjutan. Melalui pengalaman langsung dan panduan
yang diberikan, diharapkan masyarakat semakin terlibat secara aktif dan
berkomitmen dalam menjaga lingkungan. Terakhir, active immersion through
co-guided escape experience menjadi langkah penting dalam mempertahankan
keterlibatan positif masyarakat dalam upaya keberlanjutan yang memberikan
kebebasan dan panduan, diharapkan masyarakat dapat terus terlibat dan
berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan lingkungan di sekitar Lembur Mangrove
Patikang.
Untuk mengukur hubungan antara sikap dan perilaku, memiliki tahapan yang penting
dalam memahami hubungan antara sikap dan perilaku masyarakat terkait isu
keberlanjutan, seperti yang terjadi dalam implementasi strategi di Lembur
Mangrove Patikang di Pandeglang. Tahapan pertama adalah no or minimal
predisposition of attitude, di mana masyarakat belum memiliki sikap yang kuat
terkait isu keberlanjutan, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman mereka. Predisposition of the attitude to cultivate, di
mana melalui pendekatan edukasi dan informasi yang terstruktur, sikap
masyarakat mulai berkembang dan terbentuk untuk mendukung upaya keberlanjutan.
Attitude consolidation to stimulate behaviour, di mana upaya dilakukan untuk
memperkuat sikap positif masyarakat agar dapat mendorong perilaku yang
mendukung keberlanjutan. Attitude reinforcement for conversion into behaviours,
di mana sikap yang telah terbentuk diperkuat untuk mengubahnya menjadi perilaku
nyata.
Terakhir,
reinforcement of the behaviours assumed by rooting the behaviour menjadi
langkah penting dalam mempertahankan perilaku positif masyarakat dalam
mendukung keberlanjutan. Dengan memperkuat dan mengakarkan perilaku yang sudah
terbentuk, diharapkan masyarakat dapat terus konsisten dalam tindakan nyata
yang mendukung pelestarian lingkungan di sekitar Lembur Mangrove Patikang.
Strategi tersebut sejalan dengan Mefalopulos, (2005) bahwa komunikasi untuk Keberlanjutan (CfS) berfokus pada pendekatan yang
terintegrasi dan holistik, menilai kebutuhan komunikasi, memprioritaskan
partisipasi, melibatkan penerima manfaat dalam pengambilan keputusan,
mempromosikan sifat komunikasi yang transversal, dan membangun jembatan di
antara kelompok-kelompok pemangku kepentingan untuk mempromosikan pengetahuan
bersama dan solusi yang berkelanjutan dalam inisiatif Pembangunan.
Gambar 5. Model Komunikasi Keberlanjutan
Sumber: Olahan Penelliti
Kesimpulan
Dalam konteks pengembangan pariwisata berkelanjutan,
strategi komunikasi keberlanjutan
memainkan peran yang sangat penting dalam membangun keterlibatan stakeholder.
Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif tidak hanya berfungsi
sebagai alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai jembatan untuk
membangun hubungan yang saling menguntungkan
antara berbagai pemangku kepentingan. Strategi
communication for sustainability menekankan pentingnya komunikasi yang
terintegrasi dan partisipatif. Pendekatan ini mendorong keterlibatan aktif dari
semua pemangku kepentingan dalam proses komunikasi, sehingga menciptakan dialog
yang konstruktif dan saling menghargai. Dengan melibatkan stakeholder dalam
perencanaan dan pelaksanaan inisiatif keberlanjutan, organisasi dapat membangun
kepercayaan dan rasa kepemilikan yang lebih besar, yang sangat penting untuk
keberhasilan program-program keberlanjutan.
Kolaborasi model komunikasi
hypercube menawarkan perspektif multidimensional dalam memahami interaksi
antara berbagai elemen komunikasi. Model ini mengidentifikasi bahwa komunikasi
tidak hanya terjadi dalam satu arah, tetapi melibatkan berbagai dimensi, termasuk
konteks sosial, budaya, dan lingkungan. Dengan memahami kompleksitas ini,
strategi komunikasi dapat dirancang untuk lebih responsif terhadap kebutuhan
dan harapan stakeholder, serta untuk memfasilitasi kolaborasi yang lebih baik
di antara mereka.
Kombinasi
dari kedua pendekatan ini menunjukkan bahwa komunikasi keberlanjutan harus
bersifat adaptif dan responsif. Dalam dunia yang terus berubah, penting bagi
organisasi untuk terus mengevaluasi dan menyesuaikan strategi komunikasi mereka
agar tetap relevan dan efektif. Hal ini mencakup penggunaan teknologi
komunikasi modern untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan interaksi dengan
stakeholder. penelitian ini menegaskan bahwa strategi komunikasi keberlanjutan
yang efektif tidak hanya berfokus pada penyampaian informasi, tetapi juga pada
pembangunan hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara semua pihak yang
terlibat. Strategi komunikasi keberlanjutan yang dirancang dengan baik, yang
mengintegrasikan kedua pendekatan ini, dapat menjadi alat yang sangat efektif
dalam membangun keterlibatan stakeholder, memastikan bahwa semua suara didengar
dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
keberlanjutan.
BIBLIOGRAFI
Afifah, R. N., Putri, A., Hartanti, A. N.,
Negari, S. I. T. U. K., Pratama, M. S. R., Zuaini, P. A. K., Al Madani, A. R.,
Muryanto, B. S., Muhammad, F., & Astikasari, L. (2023). Ecotourism
development as a community-based conservation effort in Ayah Mangrove Forest,
Kebumen, Central Java, Indonesia. Asian Journal of Forestry, 7(1).
Arifanti, V. B., Sidik, F., Mulyanto, B., Susilowati, A., Wahyuni, T.,
Yuniarti, N., Aminah, A., Suita, E., Karlina, E., & Suharti, S. (2022).
Challenges and strategies for sustainable mangrove management in Indonesia: A
review. Forests, 13(5), 695.
Cannas, R. (2018). Communicating actions for sustainable tourism
development: The implementation of the European tourism indicator system for
sustainable destinations in South Sardinia. Almatourism, 9(18),
105–128.
Franklin, A. L. (2020). Introduction to stakeholder engagement.
Springer.
Golob, U., Podnar, K., & Zabkar, V. (2023). Sustainability
communication. International Journal of Advertising, 42(1), 42–51.
Gupta, K., Crilly, D., & Greckhamer, T. (2020). Stakeholder
engagement strategies, national institutions, and firm performance: A
configurational perspective. Strategic Management Journal, 41(10),
1869–1900.
Gutterman, A. S. (2020). Sustainability reporting and
communications. Business Expert Press.
Hakim, L., Siswanto, D., & Makagoshi, N. (2017). Mangrove
conservation in East Java: The ecotourism development perspectives. Journal
of Tropical Life Science, 7(3), 277–285.
Hovardas, T. (2020). A social learning approach for stakeholder
engagement in large carnivore conservation and management. Frontiers in
Ecology and Evolution, 8, 525278.
Junialdi, R., & Merina, G. (2023). The economic value of mangrove
forest ecotourism in Apar Village, Pariaman City, West Sumatra: Nilai ekonomi
ekowisata hutan mangrove di Desa Apar Kota Pariaman Sumatera Barat. Inovasia,
1(2), 7–13.
Kujala, J., Lehtimäki, H., & Freeman, E. R. (2019). A stakeholder
approach to value creation and leadership. In Leading change in a complex
world: Transdisciplinary perspectives.
Lovelock, C. E., Barbier, E., & Duarte, C. M. (2022). Tackling the
mangrove restoration challenge. PloS Biology, 20(10), e3001836.
Mazza, B. (2023). A theoretical model of strategic communication for the
sustainable development of sport tourism. Sustainability, 15(9), 7039.
Mefalopulos, P. (2005). Communication for sustainable development:
Applications and challenges. In Media and glocal change: Rethinking
communication for development (pp. 247–260).
Newig, J., Schulz, D., Fischer, D., Hetze, K., Laws, N., Lüdecke, G.,
& Rieckmann, M. (2013). Communication regarding sustainability: Conceptual
perspectives and exploration of societal subsystems. Sustainability, 5(7),
2976–2990.
Nonet, G. A. H., Gössling, T., Van Tulder, R., & Bryson, J. M.
(2022). Multi-stakeholder engagement for the sustainable development goals:
Introduction to the special issue. Journal of Business Ethics, 180(4),
945–957.
Novianti, K. R. (2020). The penta-helix: A sustainable tourism strategy
of Bali’s villages. Jurnal Inovasi Ekonomi, 5(3), 125–130.
Nuraeni, E., & Kusum, Y. W. C. (2023). The role of community-based
tourism for mangroves conservation in Banten, Indonesia. Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 13(4), 606–612.
Putra, T. (2019). A review on penta helix actors in village tourism
development and management. Journal of Business on Hospitality and Tourism,
5(1), 63.
Reisch, L. A., & Bietz, S. (2011). Communicating sustainable
consumption. In Sustainability communication: Interdisciplinary
perspectives and theoretical foundation (pp. 141–150).
Retraubun, A., Laimeheriwa, B. S., & Pical, V. (2023). Analisis
kesesuaian dan daya dukung kawasan wisata Pantai Ngursarnadan Kabupaten Maluku
Tenggara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 15(1), 113–129.
Sari, S. M., Harahap, M. R., & Ridwan, A. (2023). Pemanfaatan media
pembelajaran poster dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa pada mata
pelajaran Fiqih. Ansiru PAI: Pengembangan Profesi Guru Pendidikan Agama
Islam, 7(2), 438–449.
Servaes, J., Polk, E., Shi, S., Reilly, D., & Yakupitijage, T.
(2012). Towards a framework of sustainability indicators for ‘communication for
development and social change’ projects. International Communication
Gazette, 74(2), 99–123. https://doi.org/10.1177/1748048511432598
Tölkes, C. (2020). The role of sustainability communication in the
attitude–behaviour gap of sustainable tourism. Tourism and Hospitality
Research, 20(1), 117–128. https://doi.org/10.1177/1467358418820085
UNWTO. (2013). Sustainable tourism for development guidebook.
World Tourism Organization, European Commission.
Utomo, D. K. S., & Pulungan, A. R. (2023). Ekowisata mangrove dalam
pariwisata berkelanjutan di Sumatera Utara. Masyarakat Pariwisata: Journal
of Community Services in Tourism, 46–60.
van Bijsterveldt, C. E. J., van Wesenbeeck, B. K., Ramadhani, S., Raven,
O. V., van Gool, F. E., Pribadi, R., & Bouma, T. J. (2021). Does plastic
waste kill mangroves? A field experiment to assess the impact of macro plastics
on mangrove growth, stress response and survival. Science of the Total
Environment, 756, 143826.
Yasir, Y., Nurjanah, N., & Samsir, S. (2024). Environmental
communication based on tourism management for mitigation of abrasion disasters.
E3S Web of Conferences, 506, 1002.
https://doi.org/10.1051/e3sconf/20245061002
Yin, R. K. (2018). Case study research and applications (6th
ed.). Sage.
.
Copyright holder: Dian Irmayanti,
Bertha Sri Ekomurtiningsih, Agustinus Rusdianto Berto (2024) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |