Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

HUBUNGAN KESESUAIAN KENAIKAN BERAT BADAN SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM DI TPMB FARIDA HAJRI SURABAYA

 

Aulia Az Zahra Wuni1, Euvanggelia Dwilda Ferdinandus2, Budi Prasetyo3

Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia1,2,3  

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Ruptur perineum terjadi akibat adanya perlukaan pada jalan lahir baik menggunakan alat maupun tidak merupakan salah satu penyebab dari perdarahan postpartum, penyebab tidak langsung dari ruptur perineum adalah kenaikan berat badan yang berkaitan dengan berat bayi lahir. Hal ini menyebabkan meningkatxnya angka kematian dan kesakitan pada ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kesesuaian kenaikan berat badan selama hamil dengan kejadian ruptur perineum, supaya tindak pencegahan sebagai salah satu pendukung SDG’s good health and well being pada maternal dapat ditingkatkan. Metode penelitian menggunakan analitik observasional dengan rancangan case control dan pendekatan secara retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah 126 ibu postpartum pervaginam primipara yang melakukan persalinan normal di TPMB Farida Hajri Surabaya peiode Januari 2019–Desember 2022 yang termasuk ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi dan ditentukan menggunakan teknik purposive sampling yang terdiri dari 63 kelompok kasus (ruptur perineum) dan 63 kelompok kontrol (tidak ruptur perineum). Instrumen yang digunakan berupa rekam medis. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Chi-square (X2). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kelompok kasus yaitu 45 sampel (71,4%) mengalami kenaikan berat badan tidak sesuai dengan rekomendasi IOM, sedangkan sebagian besar kelompok kontrol yaitu 36 sampel (57,1%) mengalami kenaikan berat badan sesuai dengan rekomendasi IOM. Hasil uji didapatkan nilai p=0,001 (p<α), C=0,277, dan OR=3,333 (95% CI=1,590–6,987). Kesimpulan: Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kesesuaian kenaikan berat badan ibu selama hamil dengan kejadian ruptur perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya.

Kata kunci: Kesesuaian kenaikan berat badan ibu, ruptur perineum, primipara, Good health and well being

 

Abstract

Perineal rupture occurs due to injury to the birth canal, whether using tools or not, which is one of the causes of postpartum hemorrhage. An indirect cause of perineal rupture is weight gain related to the baby's birth weight. This causes an increase in maternal mortality and morbidity. This study aims to determine the appropriate relationship between weight gain during pregnancy and the incidence of perineal rupture so that preventive action, as one of the supporters of SDG's good health and well-being in the mother, can be improved. The case control design and retrospective methodology are combined with observational analysis as the method of inquiry. The sample in this study consisted of 126 primiparous vaginal postpartum mothers who already had normal deliveries at TPMB Farida Hajri Surabaya between January 2019 and December 2022, and were determined using a purposive sampling technique consisting of 63 groups of cases (perineal rupture) and 63 control groups (no perineal rupture). A medical record is employed as the device. The Chi-square (X2) test was used to examine research data. Result: The findings revealed that the majority of the case group, 45 samples (71.4%), had weight growth that was not in line with IOM recommendations, whereas the majority of the control group, 36 samples (57.1%), experienced weight gain that was in compliance with IOM recommendations. Test's findings showed a correlation of p = 0.001 (p ), C = 0.277, and OR = 3.333 (95% CI = 1.590-6.987). Conclusion: These data indicate that there is a significant correlation between the conformity maternal weight gain during pregnancy and the incidence of perineal rupture at TPMB Farida Hajri Surabaya.

Keywords: Conformity Maternal Weight Gain, Perineal Rupture, Primiparity, Good Health and Well-Being

 

Pendahuluan

Persalinan merupakan proses fisiologis sebagai tahap akhir dari proses kehamilan dan juga sangat dinantikan dan dapat menjadi indikator dari kesejahteraan hidup yang juga merupkan target dari SDG’s yaitu menciptakan Good Health and Well-Being). aktanya, terdapat resiko pada saat persalinan berlangsung termasuk kematian maternal. Kematian maternal dibagi menjadi kematian langsung yaitu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan dan kematian tidak langsung yang merupakan akibat dari penyakit penyerta. Di Indonesia penyebab kematian ibu sebagain besar di dominasi oleh kejadian perdarahan, eklampsia, aborsi, sepsis, dan partus macet (Prawirohardjo, 2018).

Luaran kesehatan maternal/ ibu memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup baik bagi ibu maupun keturunannya. Trauma perineum adalah salah satu morbiditas yang paling umum pada wanita melahirkan dan berhubungan dengan konsekuensi kesehatan jangka pendek dan jangka panjang seperti peningkatan perdarahan, infeksi nifas, inkontinensia urin dan feses, dan dispareunia (Rahman et al., 2020). Ruptur perineum terjadi akibat adanya perlukaan pada jalan lahir baik menggunakan alat maupun tidak (Nurulicha, 2019). Hal ini juga termasuk dengan interventsi episiotomi yang dilakukan atas indikasi yaitu letaprevalensi pada bayi abnormal, bayi besar, perineum kaku atau tidak elastis, maupun persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum (Kurniawan et al., 2020).

Data yang disajikan oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa kejadian ruptur perineum mencapai 2,7 juta kasus pada ibu bersalin dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2050 yaitu mencapai 6,3 juta kasus. Di Asia ruptur perineum mencapai sebesar 50% dari ruptur perineum di dunia. Di Indonesia, ibu yang mengalami ruptur perineum pada umur 32-39 tahun sebesar 62% (Fithri & Simamora, 2022). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014) menerangkan bahwa terdapat kejadian mortalitas pada satu dari lima ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum dan ditemukan bahwa prevalensi ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedangkan pada ibu bersalin usia 32-39 tahun sebesar 62%, hal ini menunjukkan ada usia ibu saat hamil juga dapat meningkatkan resiko ruptur perineum. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ruptur perineum adalah paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, umur, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi (Rosdiana, 2013). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa berat badan janin berpengaruh pada peregangan perineum sehingga pada perineum yang kaku mudah terjadi rupture. Penelitian yang dilakukan oleh Candrayanti (2019) juga menjelaskan terdapat pengaruh berat badan lahir bayi terhadap ruptur perineum persalinan normal dengan hasil perhitungan analisis Chi Square yaitu P-Value = 0,003 < 0,05.

Berat badan bayi lahir erat kaitannya dengan kenaikan berat badan ibu hamil. Terdapat hubungan antara kenaikan berat badan ibu hamil terhadap berat badan bayi lahir dan jika kenaikan berat badan ibu saat hamil sesuai dengan IMT maka berat bayi yang dilahirkan akan sesuai (Lathifah, 2019). Penelitian oleh Said dan Manji (2016) telah menunjukkan bahwa peningkatan BMI pra-kehamilan serta penambahan berat badan selama kehamilan di atas pedoman Institute of Medicine (IOM) dikaitkan dengan makrosomia Menurut penelitian oleh Margerison (2010), Goldstein et al. (2017), Qarmach et al. (2018) yang termuat dalam penelitian Emery et al (2020), kenaikan berat badan gestasional atau Excessive gestational weight gain (GWG) yang berlebihan dikaitkan dengan dampak kesehatan yang serius bagi wanita. Penelitian oleh Anggrani (2013) menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara berat badan ibu hamil dengan keadaan bayi makrosomia (berat bayi lahir besar 4000 gram), yang hal ini beresiko terjadinya komplikasi maternal yaitu perdarahan post-partum, laserasi vagina, perineum sobek, dan laserasi serviks. Umur ibu yang lebih muda, nilai paratitas yang lebih rendah dan berat badan lahir yang lebih tinggi berhubungan dengan derajat ruptur perineum, kemudian hasil multivariat didapatkan berat lahir berpengaruh dominan terhadap derajat ruptur perineum (Hukubun et al., 2021).

Oleh karena itu, dengan adanya korelasi antara ruptur perineum yang salah satu faktor penyebabnya berat badan bayi lahir dan berat badan bayi lahir yang dipengaruhi oleh kenaikan berat badan ibu saat hamil, peneliti bertujuan untuk mencari hubungan antara kejadian ruptur perineum dengan kenaikan berat badan ibu selama hamil di TPMB Farida Hajri, dengan rata-rata jumlah ibu bersalin setiap bulan adalah 30 ibu. Dari studi pendahuluan diperoleh data sementara bahwa ratio ibu dengan ruptur perineum dan tidak ruptur perineum adalah 2 banding 1, yang dapat terdefinikan bahwa sebagian besar ibu bersalin dengan masih mengalami ruptur perineum. Besarnya data kejadian ruptur perineum pada ibu di TPMB ini belum diikuti dengan optimalisasi pemberian pelayanan atau intervensi yang bersifat preventif untuk kejadian ruptur perineum. Selain berfokus pada tindak preventif, tidakan kuratif yang dilakukan saat terjadinya ruptur perineum yaitu hecting dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu baik saat masa pemulihan maupun saat berhubungan seksual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kesesuaian kenaikan berat badan selama hamil dengan kejadian ruptur perineum, supaya tindak pencegahan sebagai salah satu pendukung SDG’s good health and well being pada maternal dapat ditingkatkan. Dengan diketahuinya hubungan ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan dalam pemantauan kenaikan berat badan ibu hamil sesuai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum hamil untuk mencegah terjadinya ruptur perineum yang juga memiliki implikasi pada kejadian mengancam nyawa atau menyebabkan kematian maternal.

 

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode studi analitik observasional dengan desain case control karena peneliti akan menganalisis hubungan kesesuaian kenaikan berat badan ibu selama hamil dengan kejadian ruptur perineum dengan jumlah 126 orang. Besar sampel penelitian ini dihitung menggunakan rumus dari Lemeshow dan memenuhi kriteria inklusi yaitu subjek bersedia menjadi responden sehingga diperoleh besar sampel sebanyak 63 ibu postpartum pervaginam primipara dengan ruptur perineum dan 63 dengan tidak ruptur perineum. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan metode purposive sampling. Lokasi penelitian dilaksanakan di TPMB Farida Hajri, di Jl Nyamplungan X No.43,Ampel, Semampir, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, yang dilaksanakan pada bulan Januari 2023.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian yaitu data sekunder berupa rekam medis. Teknik pengelolahan data melingkupi teknik editing, coding, entry data, data entri melalui program SPSS 25 for windows, cleaning, dan tabulating. Metode analisis data penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu hubungan kesesuain kenaikan berat badan selama hamil dengan kejadian ruptur perineum.

 

Hasil Penelitian

Berikut merupakan hasil penelitian yang telah disajikan dalam distribusi frekuensi dan hasil analisis uji statistik Chi Square ini terdapat dalam tabel 1, 2, dan 4.

 

 

 

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Data Umum Kejadian Ruptur Perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya

Karakteristik

Kasus

Kontrol

Usia (tahun)

Mean

24.2

21.59

Median

23.74

21.52

Mode

20

24

Std. Deviation

3.37045

1.38698

IMT sebelum hamil (kg/m2)

Kasus

Kontrol

f

%

f

%

Kurus (<18,5)

7

11.1

10

15.9

Normal (18,5–24,9)

46

73.0

26

41.3

Gemuk/ overweight (25–29,9)

8

12.7

27

42.9

Obesitas (>30,0)

2

3.2

0

0

Total

63

100

63

100

BBL

 

 

 

 

BBLR (<2500)

5

7.9

5

7.9

Normal (25003999)

58

92.1

58

92.1

Makrosomia (4000)

0

0

0

0

Total

63

100

63

100

 

Tael 2. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian (Data Khusus) Hubungan Kesesuaian Kenaikan Berat Badan Ibu selama Hamil dengan Kejadian Ruptur Perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya

Variabel

Kasus

Kontrol

Ruptur Perineum

f

%

f

%

Tidak Ruptur Perineum

0

0

63

100

Ruptur Derajat I

10

15.9

0

0

Ruptur Derajat II

53

84.1

0

0

Ruptur Derajat III

0

0

0

0

Ruptur Derajat IV

0

0

0

0

Total

63

100

63

100

Kenaikan BB menurut rekomendasi IOM

Kasus

Kontrol

f

%

f

%

Kurang dari rekomendasi IOM

35

55.6

21

33.3

Lebih dari rekomedasi IOM

10

15.9

6

9.5

Sesuai rekomendasi IOM

18

28.6

36

57.1

Total

63

100

63

100

 

 

Hasil penelitian disajikan dalam data deskriptif melalui tabel 1 yang menjelaskan karakteristik sampel kejadian ruptur perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya. Tabel 1 menunjukkan bahwa usia rata-rata  24 tahun dengan standar deviasi 3,37 pada kelompok kasus, sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan usia rata-rata 21,59 tahun dan mayoritas usia 20 tahun dengan standar deviasi 1,38 untuk kelompok kontrol. Mayoritas ibu pada kelompok kasus memiliki IMT sebelum hamil normal(73%), dan untuk kelompok kontrol mayoritas IMT sebelum hamil adalah gemuk (overweight) (42,9%). Serta tidak ada kejadian BBL dengan makrosomia baik dalam kelompok kasus maupun kontrol, dan mayoritas BBL adalah normal 58 (92,1%) baik untuk kelompok kontrol maupun kasus.

Tabel 2 menjelaskan distribusi terkait variabel penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum pada derajat II sebesar 53 sampel (84,1%) Kenaikan BB selama hamil mayoritas pada kelompok kasus 35 (55,6%) memiliki kenaikan yang kurang dari rekomendasi IOM. Kenaikan berlebih terdapat 10 (15,9%) pada kelompok kasus. Dan kenaikan sesuai rekomendasi IOM 36 (57,1%) banyak ditemukan pada kelompok kontrol.

 

Tabel 3. Hubungan Kesesuaian Kenaikan Berat Badan Ibu selama Hamil dengan Kejadian Ruptur Perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya

Kesesuaian kenaikan BB

Ruptur Perineum

Jumlah

P

Ya

(Case)

Tidak

(Control)

N

%

N

%

N

%

 

Tidak sesuai rekomendasi

45

71,4

27

42,9

72

57,1

0.001

Sesuai rekomendasi

18

28,6

36

57,1

54

42,9

 

Jumlah

63

100

63

100

126

100

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 18 sampel (28,6%) dari kelompok kasus dan 36 sampel (57,1%) dari kelompok kontrol mengalami kenaikan BB sesuai rekomendasi IOM selama hamil. Dan 45 sampel (71,4%) dari kelompok kasus dan 27 sampel (42,9%) dari kelompok kontrol mengalami kenaikan BB yang tidak sesuai dengan rekomendasi IOM selama hamil.

Hasil uji statistik chi-square (X2) menggunakan SPSS dengan α=0.05, didapatkan nilai p=0.001 (p < α) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kesesuaian kenaikan BB selama hamil (Sesuai dan tidak sesuai) menurut rekomendasi IOM dengan kejadian ruptur perineum. Diketahui nilai C=0,277 yang berarti terdapat hubungan rendah. Nilai OR = 3,333 (95% CI=1,5906,987) menunjukkan bahwa nilai OR > 1, dengan interprestasi ibu dengan kenaikan berat badan selama hamil tidak sesuai dengan rekomendasi IOM lebih memungkinkan 3,333 kali mengalami ruptur perineum.

 

Pembahasan

Dari standar deviasi deketahui distribusi frekuensi usia cenderung homogen atau dekat dengan mean. Hal ini sesuai dengan yang kriteria usia yang sebelumnya sudah di inklusikan yaitu 20 tahun dan 35 tahun. Rentang usia ini merupakan usia reproduksi sehat adalah usia seorang wanita yang dianjurkan untuk hamil karena kondisi kesehatannya yang mendukung proses kehamilan (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, 2021). Handayani dan Fatmawati (2017) juga menyebutkan bahwa rentang usia aman untuk hamil dan melangsungkan kehamilan yaitu usia 20-35 tahun. Pertambahan berat badan ibu selama hamil yang sesuairekomendasi IOM dapat diketahui dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan sebelum hamil atau saat awal kehamilan, hasil pengukuran diidentifikasikan dalam bentuk IMT. World Health Organization (WHO) mengkategorikan indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) ibu menjadi empat kategori yaitu kurus (kekurangan berat badan), normal, gemuk (overweight), dan obesitas (Goldstein et al., 2017). Oleh karena itu IMT memiliki pengaruh pada penentuan jumlah kenaikan berat badan yang sesuai selama hamil. Kenaikan berat badan merupakan indikator dari ekspansi volume darah, keseimbangan energi yang positif dan ketersediaan kebutuhan zat gizi (Triwijayanti, 2012).

Kejadian ruptur perineum dapat diklasifikasikan menjadi ruptur perineum eum derajat I, ruptur perineum derajat II, ruptur perineum derajat III, ruptur perineum derajat IV (RCOG, 2015). Kejadian ruptur perineum secara keseluruhan dalam penelitian ini mengabaikan faktor-faktor penyebab ruptur perineum, sehingga seluruh kejadian ruptur atau tidak ruptur perineum dalam masuk dalam penelitian ini. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lair baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan (Pasiowan, 2015). Rosdiana tahun 2013 juga menjelaskan bahwa ruptur perineum merupakan perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat.

Hubungan antara kesesuaian kenaikan berat badan selama hamil dengan ruptur perineum kelompok kasus dan kelompok kontrol disajikan berdasarkan hasil dari uji Chi square (X2). Analisis pertama dilakukan untuk mencari hubungan antara kesesuaian  kenaikan berat badan dengan ruptur perineum menggunakan uji Chi square (X2), akan tetapi dalam skala nominal 2x2 yaitu kenaikan berat badan yang sesuai dan tidak sesuai dengan rekomendasi IOM terhadap ruptur perineum untuk melihat data secara global, dengan  hasil P value = 0.001 (p < α) yang menunjukkan ada hubungan antara sesuai dan tidak sesuainya kenaikan berat badan selama hamil menurut rekomendasi IOM dengan kejadian ruptur perineum. Diketahui nilai C=0,277 yang berarti terdapat hubungan rendah. Hasil dari nilai diinterprestasikan dengan ibu dengan kenaikan berat badan selama hamil tidak sesuai dengan rekomendasi IOM lebih memungkinkan 3,333 kali mengalami ruptur perineum.

Akan tetapi hasil uji ini belum menginterpretasikan secara terbuka atas kategori dari tidak sesuai-nya kenaikan berat badan ibu selama hamil dengan ruptur perineum. Hal ini juga sesuai dengan penelitian oleh Secara umum penelitian oleh Goldstein et al (2017) membedakan kenaikan berat badan ibu selama hamil yang tidak sesuai dengan rekomendasi IOM menjadi dua kelompok yaitu kenaikan berat badan dibawah atau kurang (Gestational weight gain below the recommendations) dan diatas atau lebih rekomendasi IOM (Gestational weight gain above the recommendations. Oleh karena itu analisis berdasarkan kategori yang tertulis pada definisi operasional perlu dilakukan menggunakan uji Chi square (X2). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square (X2) menggunakan SPSS dengan α = 0.05, didapatkan nilai p = 0.005 (p < α) yang menunjukkan ada hubungan antara kenaikan berat badan selama hamil menurut rekomendasi IOM dengan kejadian ruptur perineum.

Kesesuaian berat badan ibu selama hamil antara kurang dari rekomendasi dan sesuai dengan rekomendasi IOM dengan kejadian ruptur perineum. Dari penelitian jika kurang sesuai dan sesuai dilakukan uji Chi Square juga didapatkan 35 sampel dari kelompok kasus mengalami kenaikan berat badan yang kurang dari rekomendasi IOM yaitu dengan persentase 62,5% . Berdasarkan hasil uji statistik chi-square (X2) didapatkan nilai p = 0.002 (p< α) yang menunjukkan ada hubungan antara kesesuaian kenaikan berat badan selama hamil menurut rekomendasi IOM (kurang dari rekomendasi dan sesuai rekomendasi) dengan kejadian ruptur perineum. Diketahui nilai C = 0,002 yang berarti terdapat hubungan yang sangat rendah serta kenaikan berat badan selama hamil kurang dari rekomendasi IOM lebih memungkinkan 3,333 kali mengalami kejadian ruptur perineum dari pada kenaikan berat badan yang sesuai rekomendasi.

Hal ini juga memiliki keterkaitan dengan hasil uji hubungan antara kesesuaian kenaikan berat badan selama hamil dengan BBL terkait insidensi terjadinya BBLR hanya 17,9% (10 sampel) pada ibu dengan kenaikan berat badan kurang dari rekomendasi, hasil ini kurang jika dibandingkan dengan total 35 sampel dengan kenaikan BB kurang yang mengalami ruptur perineum, sehingga kurangnya kenaikan berat badan tidak bermakna terhadap persalinan normal tanpa ruptur perineum, dan juga merujuk dari hasil analisis sebelumnya bahwa BBL tidak memiliki pengaruh pada kejadian ruptur perineum

Insidensi terjadinya ruptur perineum pada ibu dengan kenaikan berat badan yang kurang juga dapat dipengaruhi oleh kriteria inklusi sampel yaitu primipara. Primipara memiliki risiko lebih banyak mengalami ruptur perineum dibandingkan paritas multipara (Sari et al., 2015). Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan dan terjadi hampir semua primipara, robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri (Pasiowan, 2015). Ibu dengan kenaikan berat badan yang kurang juga dapat mengalami robekan yang terjadi secara spontan atau iatrogenic yaitu melalui episiotomi atau karena konsekuensi dari serangkaian instrumental yang digunakan pada saat persalinan (Rosdiana, 2013). Faktor ukuran perineum yang pendek (< 25 mm) (Yeaton-Massey et al., 2015). Pada penelitian yang dilakukan pada etnis Asia teridentifikasi memiliki perineum dengan bentuk, karakteristik jaringan yaitu elastisitas dan lengkungan persalinan, serta lama persalinan kala dua cenderung akan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum (Goh, et al., 2018; Hormer, et al., 2018; Yeaton-Massey et al., 2015).

Kesesuaian berat badan ibu selama hamil antara lebih dari rekomendasi dan sesuai dengan rekomendasi IOM dengan kejadian ruptur perineum. Apabila kesesuaikan kenaikan berat badan ibu selama hamil dilakukkan perbandingan antara lebih dari rekomendasi IOM dengan sesuai rekomendasi IOM dengan kejadian ruptur perineum dilakukan uji statistik chi-square (X2) didapatkan nilai p=0.036 (p < α) yang menunjukkan ada hubungan antara kesesuaian kenaikan berat badan selama hamil menurut rekomendasi IOM (lebih dari rekomendasi dan sesuai rekomendasi) dengan kejadian ruptur perineum. Diketahui nilai C = 0,243 yang berarti terdapat hubungan rendah. Didapatkan nilai OR = 3,333 (95% CI: 1,045−10,628) yang diinterpretasikan bahwa ibu dengan kenaikan berat badan selama hamil lebih dari rekomendasi IOM, lebih memungkinkan 3,333 kali mengalami ruptur perineum dari pada ibu dengan kenaikan berat badan sesuai dengan rekomendasi IOM. Hal ini bukan dalam bentuk perbandingan jumlah sampel yang setara karena hanya mengikutsertakan sampel berat badan lebih dari rekomendasi dan kurang dari rekomendasi. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Gallagher et al., (2014) yang menjelaskan bahwa wanita obesitas dengan kenaikan berat badan yang berlebihan lebih mungkin mengalami trauma saluran genital daripada rekan mereka dengan berat badan  normal.

Berdasarkan uji Chi Square (X2) didapatkan hasil nilai p = 0.001 (p < α) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kenaikan berat badan selama hamil menurut rekomendasi IOM dengan BBL. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Lathifah (2019) bahwa terdapat hubungan antara kenaikan berat badan ibu hamil terhadap berat badan bayi lahir dengan P-Value 0,002<0,05. Jika kenaikan berat badan ibu saat hamil sesuai dengan IMT maka berat bayi yang dilahirkan akan sesuai, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan tidak terjadinya BBLR pada kenaikan berat badan lebih dan sesuai dengan rekomendasi IOM.

Walaupun tidak ada isidensi makrosomia yang disebabkan oleh kenaikan berat badan yang lebih dari rekomendasi IOM, kejadian ruptur tetap dapat terjadi pada ibu dengan kenaikan berlebih karena kenaikan berat badan yang berlebih erat kaitannya dengan pola  aktifitas ibu, dengan senam hamil selama masa kehamilan agar memperkuat dan mempertahankan elastisitas saat mengejan pada waktu bersalin (Nikmah et al., 2021). Akan tetapi, hal ini tidak dapat diinterprestasikan bahwa hubungan kenaikan lebih dari rekomendasi dengan kejadian ruptur perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya dikarenakan faktor resiko dari BBL, karena berdasarkan uji Chi Square (X2) didapatkan nilai p = 1,000 (p>α) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara BBL dengan kejadian ruptur perineum. Diketahui nilai C = 0,000 yang berarti tingkat hubungan sangat rendah bahkan dapat didefinisikan tidak ada hubungan. Nilai OR = 1 (95% CI=0,2753,640) menunjukkan bahwa nilai OR = 1, dengan interprestasi bahwa BBL tidak menjadi faktor resiko terjadinya kejadian ruptur perineum dalam penelitian ini. Terdapat kajian literature review juga mengatakan bahwa BBL tidak berpengaruh pada kejadian rupture perineum. Untuk mencegah terjadinya rupture perineum maka ibu harus memperhatikan beberapa faktor penyebab terjadinya rupture perineum. Diantaranya faktor umur, paritas, jarak kehamilan (Dumaha et al., 2020).

Faktor lain seperti episiotomi, dimana tidak di eksklusikan dalam penelitian ini, persalinan dengan yaitu persalinan dengan menggunakan instrumen biasanya akan berhubungan dengan kuat dan cepatnya penarikan. Oleh karena itu, hal ini dapat menyebabkan tekanan dan regangan yang lebih tinggi pada perineum saat proses persalinan.dan posisi saat persalinan juga dapan mendukung terjadinya ruptur perineum (Hormer & Wilson, 2018), serta faktor-faktor lainnya yang kemungkinan ada dalam ibu dengan kenaikan berlebih baik faktor maternal, intrapartum, dan janin dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum. Sesuai dengan kenaikan berat badan yang kurang dari rekomendasi IOM, Insidensi terjadinya ruptur perineum pada ibu dengan kenaikan berat badan yang berlebih juga dapat dipengaruhi oleh kriteria inklusi sampel yaitu primipara. Primipara memiliki risiko lebih banyak mengalami ruptur perineum dibandingkan paritas multipara (Sari et al., 2015).

 

Kesimpulan

Kesesuaian kenaikan berat badan ibu selama hamil berdasarkan IMT sebelum hamil di TPMB Farida Hajri Surabaya pada kelompok kasus sebagian besar memiliki kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan rekomendasi IOM yaitu dengan berat badan kurang dari rekomendasi IOM. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki kenaikan berat badan yang sesuai dengan rekomendasi IOM. Ada hubungan kesesuaian kenaikan berat badan ibu selama hamil dengan kejadian ruptur perineum di TPMB Farida Hajri Surabaya. sifat hubungan berkorelasi rendah.

Diharapkan untuk melakukan penelitian serupa dengan menambahkan variabel pada ruptur perineum spontan, trauma alat, atau episiotomi, serta melakukan penelitian lanjutan terkait kepuasan hubungan seksual pada responden setelah mendapatkan tindakan kuratif dari terjadinya ruptur perineum sebagai upaya meningkatkan quality of life.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anggraini, S. (2018). Hubungan Kadar Resistin Maternal Dan Fetal Pada Ibu Obesitas Dan Normal Terhadap Antropometri Bayi Baru Lahir. Indonesia Jurnal Kebidanan2(2), 74-85.

Candrayanti, L. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi ruptur perineum pada ibu bersalin normal di Rumah Sakit Bhayangkara Mappaouddang Makassar tahun 2014. Journal of Islamic Medicine3(2), 9-16.

Dumaha, L. M., Hidayati, R. W., & Rohmah, F. N. (2020). Literature Review Gambaran Faktor Ibu Dan Janin Pada Kejadian Rupture Perineum.

Fithri, N., dan Simamora, L. (2022). Pengaruh Pijat Perineum dalam Mengurangi Ruptur Perineum saat Persalinan. Journal of Health (JoH), 9(1), 9–16. https://doi.org/10.30590/joh.v9n1.279.

Gallagher, M. W., Bentley, K. H., & Barlow, D. H. (2014). Perceived control and vulnerability to anxiety disorders: A meta-analytic review. Cognitive therapy and research38, 571-584.

Goh, R., Goh, D., & Ellepola, H. (2018). Perineal tears-A review. Australian journal of general practice47(1/2), 35-38.

Goldstein, R. F., Abell, S. K., Ranasinha, S., Misso, M., Boyle, J. A., Black, M. H., ... & Teede, H. J. (2017). Association of gestational weight gain with maternal and infant outcomes: a systematic review and meta-analysis. Jama317(21), 2207-2225.

Handayani, S. P., & Fatmawati, S. (2023). Gambaran Body Image Ibu Post Partum di Puskesmas Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 2022. OVUM: Journal of Midwifery and Health Sciences3(1), 17-24.

Homer, C. S. E., & Wilson, A. N. (2018). Perineal Tears: A literature review. Sydney: ACSQHC (Australian Commission on Safety and Quality in Health Care). 3–20. Retrieved from: https://www.safetyandquality.gov.au/wp-content/uploads/2019/01/D19-2045-Perineal-tears-lit-review-including-Commission-cover-for-external-publications_Jan-2019.pdf.

Hukubun, Y., Budiono, D.I. and Kurniawati, E.M. (2021). The Relationship Between Age, Parity, And Birth Weight With The Degree Of Perineal Rupture In The Rsud Jayapura. Indonesian Midwifery and Health Sciences Journal, 5(1), pp.103–115.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Infodatin: Situasi Kesehatan Ibu.Jakarta: Pusat data dan Informasi Kemenkes RI.

Kurniawan, F., Jingsung, J., Baeda, A. G., Anam, A., & Siagian, H. J. (2020). The Risk Factor of Pregnant Gymnam on The Incidence of Ruptur Perineum in Aliyah Hospital Kendari. Jurnal Kebidanan, 10(2), 138–142. https://doi.org/10.31983/jkb.v10i2.6326.

Lathifah, N. S. (2019). Hubungan Kenaikan Berat Badan Ibu Selama Hamil Terhadap Berat Badan Bayi Saat Lahir Di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 6(4), 274–279. https://doi.org/10.33024/jikk.v6i4.2266.

Lathifah, N. S. (2019). Hubungan Kenaikan Berat Badan Ibu Selama Hamil Terhadap Berat Badan Bayi Saat Lahir Di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung. J. Ilmu Kedokt. Dan Kesehat6(4), 274-279.

Margerison, Z. C. E. (2010). Economic contraction and birth outcomes: an integrative review. Human Reproduction Update16(4), 445-458.

Nikmah, K., Ningsih, E. S., & Yushofa, V. (2021). Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil terhadap Senam Hamil sebagai upaya mengurangi kejadian Ruptur Perineum. Journal of Community Engagement in Health4(2), 295-297.

Nurulicha, N. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin. Majalah Kesehatan Pharmamedika, 11(1). https://doi.org/10.33476/mkp.v11i1.948

Pasiowan, S., Lontaan, A., & Rantung, M. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin. JIDAN (Jurnal Ilmiah Bidan)3(1), 54-60. https://doi.org/https://doi.org/10.47718/jib.v3i1.360

Prawirohardjo, S. (2018). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Qarmach, B., Samha, B. A., Sukhun, M., & Belkebir, S. (2018). Maternal weight gain during pregnancy and outcomes for the newborn child and mother in Tulkarem and in camps: a retrospective cohort study. The Lancet391, S5.

Rahman, M., Rahman, S. M., Pervin, J., Aktar, S., El Arifeen, S., & Rahman, A. (2020). Body mass index in early-pregnancy and selected maternal health outcomes: Findings from two cohorts in Bangladesh. Journal of Global Health10(2).

Rosdiana. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas PONED Darul Imarah Aceh. Jurnal: STIKes U’ Budiyah Banda Aceh. https://zdocs.tips/doc/rosdiana-jurnal-d-iv-kebidanan-01rk9y8nez6g.

Said, A. S., & Manji, K. P. (2016). Risk factors and outcomes of fetal macrosomia in a tertiary centre in Tanzania: a case-control study. BMC pregnancy and childbirth16, 1-8.

Sari, A. S., Supriyatiningsih, & Sumaryani, S. (2015). Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di Klinik Utama Asri Medical Center Yogyakarta Dan RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 2(3).

Yeaton-Massey, A., Wong, L., Sparks, T. N., Handler, S. J., Meyer, M. R., Granados, J. M., ... & Caughey, A. B. (2015). Racial/ethnic variations in perineal length and association with perineal lacerations: a prospective cohort study. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine28(3), 320-323.


Copyright holder:

Aulia Az Zahra Wuni, Euvanggelia Dwilda Ferdinandus, Budi Prasetyo (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: