Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 9, September 2024
KAJIAN LITERATUR
TENTANG KEPADATAN HUNIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA
ANAK
Kadek Giselda Gityarani
Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kontak
yang sering dan berulang dalam lingkungan yang sama, terutama di rumah dengan sirkulasi
udara yang buruk atau kepadatan hunian yang tinggi, meningkatkan risiko anak-anak tertular penyakit TB. Penelitian ini bertujuan untuk
menggali lebih jauh terkait hubungan
kepadatan hunian terhadap kejadian TB pada anak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian terhadap
literatur. Penelusuran menunjukkan terdapat 6 literatur yang memenuhi kriteria inklusi, dengan metode penelitian
cross-sectional dan case control, serta teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling, consecutive sampling, dan total sampling. Uji statistik
yang diterapkan adalah
Chi-square untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat. Pada variabel bebas, seluruh artikel memberikan penjelasan mendalam mengenai faktor kepadatan hunian. Hasil dari analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepadatan hunian dan kasus TB pada anak, sebagaimana disimpulkan oleh 6 literatur dengan nilai P< 0,001 dan P
<0,05.
Kata
Kunci: Anak, Tuberkulosis (TB), Kepadatan
Hunian
Abstract
Tuberculosis
(TB) is a contagious infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis
bacteria. Frequent and repeated contact in the same environment, especially in
homes with poor air circulation or high population density, increases the risk
of children contracting TB. This study aims to further explore the relationship
between housing density and TB incidence in children. The approach used in this
study is a literature review. Results: The search identified 6 pieces of
literature that met the inclusion criteria, employing cross-sectional and
case-control study methods, with sampling techniques including purposive
sampling, consecutive sampling, and total sampling. The statistical tests
applied were the Chi-square test for bivariate analysis and logistic regression
for multivariate analysis. All articles provided an in-depth explanation of the
housing density factor in the independent variable. The results of the
bivariate analysis indicate a relationship between housing density and TB cases
in children, as concluded by the 6 studies with a p-value of <0.001 and
<0.05.
Kata Kunci: Children,
Tuberculosis (TB), House Density.
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TB menyebar melalui udara ketika seseorang
yang terinfeksi mengalami batuk, bersin atau meludah
Sulitnya menentukan diagnosis tuberkulosis
pada anak dapat menyebabkan pengobatan tuberkulosis terabaikan. Diperkirakan
bahwa banyak anak yang menderita tuberkulosis tidak menerima pengobatan yang
tepat dan sesuai dengan ketentuan Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), yang berdampak negatif pada morbiditas
dan mortalitas anak. Karena banyaknya anak yang terinfeksi tuberkulosis, biaya
pengobatan yang dibutuhkan sangat tinggi. Oleh karena itu, pencegahan
tuberkulosis adalah langkah penting yang harus diambil. Mengendalikan
faktor-faktor risiko yang memicu infeksi tuberkulosis pada anak dapat membantu
mencegah hal ini terjadi (Nurjanah et al., 2019).
Pada tahun 2020, Organisasi Kesehatan Dunia menargetkan penurunan angka
kematian akibat tuberkulosis sebesar 40% dan angka kesakitan sebesar 30% pada
tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2014 (Inayah & Wahyono, 2019).
Lingkungan adalah salah satu dari banyak penyebab tuberkulosis paru-paru. Kepadatan penduduk dan kepadatan hunian memiliki korelasi yang erat dengan kejadian tuberkulosis. Kepadatan penduduk yang tinggi berarti terdapat lebih banyak orang yang tinggal dalam area yang terbatas. Pada lingkungan yang padat penduduk, individu memiliki ruang pribadi yang lebih sempit dan lebih sering berinteraksi satu sama lain. Kondisi ini memperbesar peluang penularan tuberkulosis akibat kontak langsung dengan penderita. Kondisi hunian yang tidak memadai seringkali disebabkan oleh padatan hunian yang tinggi. Rumah yang padat dan tidak memiliki ventilasi yang baik memungkinkan bakteri tuberkulosis menyebar di antara penghuninya (Effendi et al., 2020). Dengan mempertimbangkan latar belakang yang telah dijelaskan, penelitia ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara kepadatan hunian dan kejadian TB pada anak.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur untuk mengeksplorasi hubungan antara kepadatan hunian dan kejadian tuberkulosis pada anak yang melibatkan identifikasi topik, pencarian dan seleksi literatur, ekstraksi data, analisis temuan, pelaporan hasil, serta evaluasi untuk menyusun bukti ilmiah mengenai hubungan antara kepadatan hunian dan kejadian tuberkulosis pada anak. Pencarian literatur dilakukan dengan menelusuri artikel terkomputerisasi dari tahun terbit 2014 hingga 2024 melalui database Google Scholar dan SINTA. Pencarian artikel dilakukan dengan menggunakan kata kunci sebagai berikut: “Kepadatan Hunian terhadap Tuberkulosis pada Anak”, “Faktor Resiko Penularan Tuberkulosis pada Anak” “Penyebaran Kasus Tuberkulosis terhadap Kepadatan Penduduk”, “Risk Factors for Tuberculosis”, “Determinan Sosial Tuberkulosis”.
Kriteria inklusi untuk pencarian artikel dalam penelitian ini meliputi: variabel terikat adalah kejadian tuberkulosis pada anak, variabel bebas adalah kepadatan hunian, dan artikel yang dipilih menggunakan metode penelitian case control dan atau cross-sectional. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, diterbitkan dalam 10 tahun terakhir (2014-2024), tersedia dalam format teks lengkap PDF, dan dapat diakses secara gratis. Sementara itu, kriteria eksklusi mencakup artikel yang meneliti hubungan kepadatan hunian dengan penyakit menular selain tuberkulosis, yang dipublikasikan lebih dari sepuluh tahun yang lalu (sebelum 2014), dan tidak dapat diakses secara penuh tanpa biaya.
Diagram alur seleksi
artikel berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan adalah:
Mencari dan mengidentifikasi literatur
yang relevan melalui Google
Scholar Menskrining jurnal dengan membaca abstrak Menilai kelayakan full text dengan melakukan pengecekan akreditasi Nasional (SINTA) Mengumpulkan literatur yang telah
memenuhi syarat kelayakan untuk dimasukkan ke dalam kajian literatur Terdapat 2 literatur yang dieliminasi karena judul penelitian tidak sesuai dan terdapat duplikasi Sebanyak 15 literatur dieliminasi karena tidak sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan Sebanyak 4 literatur dieliminasi karena tidak tercantum dalam indeks SINTA
Gambar 1. Tahapan Seleksi
Literatur
Hasil
dan Pembahasan
Berikut adalah 6 jurnal yang telah lolos penyaringan untuk dianalisis dalam kajian literatur
Tabel 1. Daftar Hasil Pencarian Jurnal
Penulis, Tahun |
Judul |
Jurnal, Volume |
Terindeks |
Rancangan Penelitian |
Mudiyonodan Sakundarno (2015) |
Hubungan Antara Perilaku
Ibu dan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Anak di Kota Pekalongan |
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia Vol. 14 No. 2 |
SINTA 2 P-ISSN :
14124939 E-ISSN :
25027085 https://sinta.kemdikbud.go.id/journals?q=Jurnal+Kesehatan+Lingkungan+Indonesia |
Case Control |
Yustikarini dan Sidhartani
(2015) |
Faktor Risiko Sakit Tuberkulosis pada Anak
yang Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis |
Sari Pediatri,
Vol. 17, No. 2 |
SINTA 3 P-ISSN :
08547823 E-ISSN :
23385030 https://sinta.kemdikbud.go.id/journals?q=sari+pediatri |
Case Control |
Liunokas (2016) |
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Infeksi TB pada Anak yang Tinggal
Serumah dengan Penderita TB |
Jurnal Kesehatan Primer, Vol.1, Ed.1, Mei 2016,
Hal.56-63 |
SINTA 5 P-ISSN :
25494880 E-ISSN :
26141310 https://sinta.kemdikbud.go.id/journals?q=Jurnal+Kesehatan+Primer |
Cross Sectional |
Yani et al. (2018) |
Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan TBC Pada Anak Dikabupaten
Garut |
Jurnal Keperawatan
BSI, Vol. VI No. 2 |
SINTA 5 P-ISSN :
25282239 E-ISSN :
25282239 https://sinta.kemdikbud.go.id/journals?q=Jurnal+Keperawatan+BSI |
Case Control |
Wijayanti (2020) |
Hubungan antara pemberian imunisasi BCG, status
gizi dan lingkungan rumah dengan kejadian penyakit TB paru pada anak balita |
Holistik Jurnal
Kesehatan, Volume 14, No.3, 420-428 |
SINTA 4 P-ISSN :
19783337 E-ISSN :
26207478 https://sinta.kemdikbud.go.id/journals?q=Holistik+Jurnal+Kesehatan |
Case Control |
Fitria dan Rita (2021) |
Karakteristik Skrining yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberculosis (TB) Paru
Pada Anak |
Indonesian
Journal of Nursing Sciences and Practices, Volume: 4, No. 2 e-ISSN: 2622 - 0997 |
SINTA 2 P-ISSN :
25484249 E-ISSN :
2548592X https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/profile/4649#! |
Cross Sectional |
Merujuk pada Tabel 1, literatur yang direview dalam penelitian ini terdiri dari
jurnal-jurnal yang diterbitkan
antara tahun 2015 hingga 2021, dengan 6 di antaranya terindeks SINTA yakni SINTA 2 Mudiyono et al., (2015)
dan Fitria dan Rita (2021), SINTA 3 Yustikarini, (2015),
SINTA 4 Wijayanti et al. (2020), dan SINTA 5 Liunokas (2016) dan Yanim et al. (2018).
Penelitan ini menggunakan desain penelitian cross sectional sebanyak
2 jurnal dan desain penelitian case control sebanyak
4 jurnal. Dari kajian literatur, ditemukan 2 jurnal yang menggunakan desain penelitian cross-sectional
dan 4 jurnal yang menggunakan
desain penelitian case
control.
Tabel 2. Ringkasan Analisis
Metode Penelitian
Penulis, Tahun |
Teknik Sampling |
Populasi |
Sampel |
Uji Statistik |
Mudiyonodan Sakundarno
(2015) |
Purposive sampling |
Anak-anak berusia 1-15 tahun yang terdaftar sejak Januari 2014 hingga April 2015,
yang telah datang ke fasilitas kesehatan di Kota Pekalongan untuk pemeriksaan TB paru. |
100
anak |
·
Analisi bivariat (Chi-square)
·
Analisis multivariat (uji regresi logistik) |
Yustikarini dan Sidhartani
(2015) |
Consecutive sampling |
Anak-anak yang menjadi pasien di Balai
Kesehatan Paru Masyarakat kota
Semarang periode Agustus
2012 hingga Maret 2014 |
80
anak |
·
Analisi bivariat (Chi-square)
·
Analisis multivariat (uji regresi logistik) |
Liunokas (2016) |
Total sampling |
Anak-anak dalam rentang umur 0-18 tahun
yang tinggal satu rumah dengan pasien TB di Puskesmas Waingapu |
55
anak |
·
Analisi bivariat (Chi-square)
|
Yani et al. (2018) |
Total sampling |
Anak-anak dalam rentang umur 0-14 tahun di wilayah pelayanan Puskesmas di Kabupaten Garut. |
92
anak |
·
Analisi bivariat (Chi-square)
|
Wijayanti (2020) |
Purposive sampling |
Anak-anak di bawah umur 5 tahun yang tengah melakukan perawatan di BKPM
Semarang. |
60
anak |
·
Analisi bivariat (Chi-square)
·
Analisis multivariat (uji regresi logistik) |
Fitria dan Rita (2021) |
Total sampling |
Anak berumur
0-14 tahun yang berada di
Puskesmas Kecamatan Cakung. |
62
anak |
·
Analisi bivariat (Chi-square)
|
Berdasarkan Tabel 2, terdapat 6 artikel yang memaparkan populasi penelitian dengan jumlah sampel yang beragam, antara 55 hingga 100 sampel. Dari teknik sampling yang diterapkan, 3 penelitian menggunakan total sampling, 2 penelitian menggunakan purposive sampling, dan 1 penelitian menggunakan consecutive sampling. Uji statistik Chi-square digunakan untuk analisis bivariat, sementara regresi logistik digunakan untuk analisis multivariat.
Tabel 3.
Hasil Analisis Faktor Kepadatan Hunian yang Berhubungan dengan Kejadian TB pada Anak
Penulis, Tahun |
Variabel |
Analisis Bivariat |
Analisis Multivariat |
Keterangan |
Mudiyonodan Sakundarno
(2015) |
Kepadatan Hunian |
P < 0,001 |
P
= 0.020 OR
= 3.379 CI
(95%) = 1.212 -9.417 |
Ada hubungan |
Yustikarini dan Sidhartani
(2015) |
Kepadatan Hunian |
P
<0,05 OR
= 6,54 CI
(95%) : 1,05-40,73 |
P
<0,05 OR
= 6,54 CI (95%) = 1.05 - 40,73 |
Ada hubungan |
Liunokas (2016) |
Kepadatan Hunian |
P
<0,05 OR=0,148 |
- |
Ada hubungan |
Yani et al. (2018) |
Kepadatan Hunian |
P
<0,05 OR=0,10 CI
(95%) : 0,041-0,278 |
- |
Ada hubungan |
Wijayanti (2020) |
Kepadatan Hunian |
P
<0,05 OR
= 7.538 CI
(95%) : 1,988-28,59 |
P
>0,05 |
Ada hubungan |
Fitria dan Rita (2021) |
Kepadatan Hunian |
P
<0,05 |
- |
Ada hubungan |
Tabel 3 menunjukkan bahwa kepadatan hunian memiliki hubungan dengan kejadian TB pada anak yang tercantum dalam 6 artikel diatas dengan nilai P <0,05.
Dari analisis literatur pada 6 artikel, hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ditentukan menggunakan analisis bivariat dengan uji statistik chi-square pada tingkat
signifikansi α = 0,05 (95% tingkat
kepercayaan), di mana keputusan diambil berdasarkan nilai sig p < 0,05, yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara variabel-variabel tersebut. Kemudian, nilai Odds Ratio (OR) dihitung untuk menentukan apakah variabel tersebut menjadi faktor risiko TB pada anak jika OR > 1.
Hubungan Kepadatan Hunian
dengan Kejadian TB
Rumah dengan tingkat kepadatan hunian yang tinggi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penyebaran Mycobacterium tuberculosis, baik melalui penyebaran udara yang lebih cepat, kondisi lingkungan yang tidak sehat, maupun kontak berulang dengan sumber infeksi. Oleh karena itu, upaya pencegahan TB sering kali mencakup peningkatan ventilasi rumah, mengurangi kepadatan hunian, dan meningkatkan akses terhadap diagnosis dan pengobatan TB yang efektif. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, terdapat beberapa ketentuan terkait ruangan yang digunakan untuk tidur dan kepadatan hunian untuk menjamin kesehatan dan keselamatan penghuni. Ruangan yang digunakan untuk tidur harus memiliki ventilasi yang baik dan pencahayaan yang cukup untuk menjaga sirkulasi udara yang sehat dan mencegah kelembaban berlebihan yang dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme. Ukuran ruangan tidur harus memadai untuk memastikan kenyamanan dan kesehatan penghuni. Ruangan tidur minimal 9m2, tidak boleh terlalu sempit sehingga menghambat gerak dan sirkulasi udara.
Berdasarkan hasil penelitian dari enam jurnal, analisis bivariat menunjukkan bahwa enam penelitian secara keseluruhan menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kasus tuberkulosis pada anak dengan nilai P < 0,001 (Mudiyono, dkk., 2015), dan P <0,05 (Yustikarini, 2015; Liunokas, 2016; Yani, et al., 2018; Wijayanti et al., 2020; Fitria & Rita, 2021).
Untuk menentukan faktor risiko dominan
yang berhubungan dengan kasus tuberkulosis, pada tahap berikutnya, data digunakan untuk analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Hasil analisis bivariat menunjukkan p <0,25.
Dari 3 jurnal yang mengalisis
multivariat, didapatkan hasil bahwa 2 jurnal
(Mudiyono et al., 2015; Yustikarini,
2015) mendapatkan hasil kepadatan hunian rumah merupakan faktor risiko dominan
terjadinya TB pada anak dan
1 jurnal dari Wijayanti, dkk., 2020 mendapatkan hasil bahwa kepadatan hunian rumah bukan
merupakan faktor risiko dominan terjadinya TB pada anak.
Dari nilai odds ratio
pada penelitian Mudiyono et
al. (2015) menjelaskan bahwa
anak yang tinggal di rumah dengan kepadatan
hunian yang tidak memenuhi standar kesehatan memiliki risiko 3,379 kali lebih tinggi untuk menderita
TB paru dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah dengan kepadatan hunian yang memenuhi standar kesehatan. Tempat tinggal yang ideal untuk keluarga adalah yang memenuhi kriteria rumah sehat, karena hal
ini sangat penting untuk kesejahteraan dan kesehatan keluarga. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Yustikarini (2015), dimana kepadatan hunian merupakan faktor risiko terhadap
kejadian sakit TB pada anak dengan p>0,05 dan
OR=6,54. Risiko infeksi TB meningkat dengan adanya kepadatan hunian yang tinggi, karena hal ini
mempercepat penyebaran kuman TB di antara penghuni rumah. Kuman TB mudah ditularkan melalui droplet udara dalam ruangan yang sempit dan kurang ventilasi, memungkinkan infeksi menyebar dengan cepat di antara anggota keluarga
Hal ini selaras dengan penelitian Purnamaningsih et al. (2018)
Kebanyakan kasus tuberkulosis pada anak berasal dari orang tua yang telah diketahui terdiagnosis TB BTA positif, yang biasanya merupakan orang tua atau anggota keluarga
dekat lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita BTA positif dapat menyebarkan
penyakit ke lingkungannya, terutama pada anak. Risiko penularan
kuman tuberkulosis dalam keluarga lebih besar jika
terjadi kontak lebih dekat. Akibatnya,
kontak serumah dengan anggota keluarga, tetangga, dan orang terdekat yang menderita tuberkulosis sangat mudah menular, terutama pada anak-anak. Jumlah orang yang tinggal di rumah, lamanya anak tinggal
bersama penderita TB BTA positif, dan tinggal satu kamar dengan
penderita TB BTA positif dewasa juga merupakan faktor pendukung. Apabila ada anggota
keluarga yang menderita TB dengan BTA positif dan secara tidak sengaja
batuk, perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara, akan lebih mudah
dan lebih cepat terjadi. Semakin padat hunian rumah,
semakin mudah penyakit tersebut menyebar. Bakteri Tuberkulosis dapat bertahan di udara selama sekitar 2 jam, sehingga ada kemungkinan
untuk menularkan penyakit kepada anggota yang belum terpapar bakteri Mycobacterium
tuberculosis (Liunokas, 2016).
Hal ini juga didukung oleh Budi et al. (2018), dimana
agar rumah tergolong sehat, luas lantai
harus memadai untuk jumlah penghuni
di dalamnya. Ini berarti bahwa luas
lantai harus disesuaikan dengan jumlah penghuni agar tidak terjadi kepadatan
yang berlebihan. Kepadatan
yang tinggi dapat mengurangi pasokan oksigen dan meningkatkan risiko penularan penyakit infeksi di antara anggota keluarga.
Perhitungan analisis multivariat dengan regresi logistik dari Wijayanti et al. (2020) didapatkan hasil bahwa kepadatan hunian tidak berhubungan
bermakna dengan kejadian TB Paru (p> 0,05).
Status imunisasi BCG, status gizi,
dan kondisi lingkungan rumah (seperti kepadatan hunian, ukuran ventilasi, jenis lantai, dan pencahayaan) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian TB paru. Anak yang belum menerima imunisasi BCG, memiliki status gizi yang buruk, dan tinggal di rumah dengan kepadatan hunian kurang dari
9 m² per orang, ventilasi kurang
dari 10% dari luas lantai, lantai
tanah, serta pencahayaan yang kurang, memiliki risiko terkena TB paru sebesar 33%. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko untuk
TB tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dalam mempengaruhi kejadian TB.
Kesimpulan
Berdasarkan kajian dari enam jurnal yang khusus meneliti kepadatan hunian dan tuberkulosis pada anak di berbagai daerah di Indonesia antara tahun 2014 dan 2024, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, variabel kepadatan hunian menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian tuberkulosis pada anak di lokasi-lokasi tersebut selama periode waktu tersebut. Peneliti selanjutnya perlu mempertimbangkan faktor tambahan seperti kualitas ventilasi, akses terhadap fasilitas kesehatan, dan kondisi sanitasi untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis pada anak.
BIBLIOGRAFI
Budi, R., Sudarsono, A., & Wibisono, B.
(2018). Analisis faktor risiko kejadian penyakit tuberculosis bagi masyarakat daerah kumuh Kota Palembang. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, 17(2), 87-94.
Effendi, S. U., Khairani,
N., & Izhar. (2020). Hubungan kepadatan hunian dan ventilasi rumah dengan kejadian TB paru pada pasien dewasa yang berkunjung ke Puskesmas Karang Jaya Kabupaten Musi Rawas Utara. CHMK
Health Journal, 4(2), 1-8.
Fitria, P. A., & Rita, E. (2021). Karakteristik skrining yang berhubungan dengan kejadian tuberculosis (TB) paru
pada anak. Indonesian Journal of Nursing Sciences
and Practices (IJNSP), 4(2), 15-22.
Inayah, S., & Wahyono,
B. (2019). Penanggulangan tuberkulosis
paru dengan strategi
‘DOTS’. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(2),
223-233.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. (2020). Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Liunokas, O. B. T. (2016). Faktor-faktor
yang mempengaruhi infeksi
TB pada anak yang tinggal serumah dengan penderita TB. Jurnal
Kesehatan Primer, 1(1), 56-63.
Mar’iyah, K., & Zulkarnain, Z. (2021). Patofisiologi penyakit infeksi tuberkulosis. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 7(1), 88–92.
Mudiyono, N., & Sakundarno,
A. (2015). Hubungan antara
perilaku ibu dan lingkungan fisik rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru anak di Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, 14(2), 75-80.
Nurjanah, A., Rahmalia,
F. Y., Paramesti, H. R., Laily,
L. A., Putri, F. K. P., Nisa, A. A., & Nugroho, E. (2022). Determinan sosial tuberculosis
di Indonesia. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(1),
71-82.
Purnamaningsih, T., Sudarmaji, H.,
& Wibowo, A. (2018). Hubungan status riwayat kontak BTA+ terhadap kejadian TB anak (Studi di Balai Kesehatan
Masyarakat Wilayah Semarang). Jurnal
Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 6(1), 50-57.
Ramadhan, R., Fitria, E., & Rosdiana, R. (2017). Deteksi mycobacterium tuberculosis dengan pemeriksaan mikroskopis dan teknik pcr pada penderita tuberkulosis paru di puskesmas darul imarah. Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 4(2), 73–80.
Ujiani, S., & Nuraini, S. (2020). Pengaruh Infeksi Mycobacterium tuberculosis Terhadap Parameter Hematologi Anemia dan Malnutrisi Pasien TB di Puskesmas Bandar Lampung. Jurnal Analis Kesehatan, 9(1), 1–8.
Wijayanti, H. N., Tamtomo,
D., & Suryani, N. (2020). Hubungan antara pemberian imunisasi BCG, status gizi dan lingkungan rumah dengan kejadian penyakit TB paru pada anak balita. Holistik
Jurnal Kesehatan, 14(3), 420-428.
World Health Organization. (2023). Global
tuberculosis report 2023. World Health Organization.
Yani, D. I., Fauzia, N. A., & Witdiawati. (2018). Faktor-faktor
yang berhubungan dengan
TBC pada anak di Kabupaten
Garut. Jurnal Keperawatan BSI, 6(2), 112-118.
Yustikarini, K., & Sidhartani, M. (2015). Faktor risiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Sari Pediatri, 17(2), 75-81.
Copyright holder: Kadek Giselda Gityarani
(2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |