Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 9, September 2024

 

Pengaruh Perceived Benefits of Training dan Kompetensi Karyawan Terhadap Readiness and Commitment to Change pada Proses Transformasi Organisasi Holding Subholding PT PLN Nusantara Power

 

Priyono1, Dian Ekowati2

Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia1,2

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Dunia bisnis yang cepat berubah akibat globalisasi dan teknologi memaksa organisasi untuk beradaptasi agar tetap bertahan. Perubahan kini menjadi kunci kesuksesan, dan organisasi perlu beradaptasi cepat dalam lingkungan yang dinamis. Untuk mencapai keunggulan, perusahaan harus fokus pada pembelajaran dan pelatihan guna meningkatkan keterampilan dan kompetensi anggota organisasi. Hal ini penting dalam mendukung transformasi, seperti yang dilakukan PT PLN Nusantara Power dalam proses holding subholding. Keberhasilan transformasi ini membutuhkan kesiapan dan komitmen karyawan, yang didukung oleh program-program untuk meningkatkan kesiapan mereka menghadapi perubahan. Penelitian ini menganalisis pengaruh perceived benefits of training dan kompetensi karyawan terhadap kesiapan dan komitmen dalam proses perubahan di PT PLN Nusantara Power. Sampel penelitian melibatkan 330 karyawan PT PLN (Holding) yang dipilih secara acak. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner online, dan analisis data menggunakan metode Structural Equation Modeling Partial Least Square (SEM PLS) dengan SmartPLS 4. Hasilnya menunjukkan bahwa perceived benefits of training dan kompetensi karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change, yang pada gilirannya memediasi pengaruh tersebut terhadap commitment to change.

Kata kunci: perceived benefits of training, kompetensi, readinnes to change, commitment to change

 

Abstract

The rapidly changing business world due to globalization and technology forces organizations to adapt in order to survive. Change has now become a key to success, and organizations need to quickly adapt to dynamic environments. To achieve a competitive edge, companies must focus on learning and training to enhance the skills and competencies of their members. This is crucial in supporting transformation, such as the process of holding subholding at PT PLN Nusantara Power. The success of this transformation requires employee readiness and commitment, supported by programs designed to enhance their preparedness for change. This study analyzes the influence of perceived benefits of training and employee competence on readiness and commitment during the organizational transformation process at PT PLN Nusantara Power. The study sample involved 330 employees of PT PLN (Holding), selected randomly. Data collection was carried out through online questionnaires, and data analysis used the Structural Equation Modeling Partial Least Square (SEM PLS) method with SmartPLS 4 software. The results show that perceived benefits of training and employee competence have a positive and significant effect on readiness to change, which in turn mediates the positive influence of these factors on commitment to change. 

Keywords: Perceived benefits of training, Competence, Readiness to change, Commitment to change

 

Pendahuluan

Dunia bisnis berubah dengan cepat karena globalisasi dan kemajuan teknologi. Hal ini tentunya menuntut setiap organisasi untuk beradaptasi dengan melakukan perubahan pada proses bisnisnya. Kelangsungan hidup organisasi akan ditentukan dengan kesiapan organisasi untuk mengadopsi dan mengimplementasikan perubahan, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan telah menjadi kebutuhan bagi keberhasilan organisasi. Rosenbaum et al. (2018) menjelaskan bahwa perubahan organisasi adalah proses di mana organisasi mengubah operasi bisnis tidak hanya untuk menjaga kelangsungan hidup tetapi juga memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

Suatu organisasi dapat terjadi perubahan, apabila individu maupun organisasi memiliki kesediaan untuk berubah (Al-Tahitah et al., 2020). Kesiapan karyawan untuk berubah merupakan faktor kunci keberhasilan perubahan (Engida et al., 2022). Dengan kata lain ketika organisasi mengalami perubahan maka karyawan juga dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan, sehingga tidak hanya organisasi saja yang harus siap menghadapi perubahan yang mungkin terjadi namun karyawan juga harus siap menghadapi perubahan yang ada pada organisasi. Untuk itu, organisasi juga perlu memahami kesiapan karyawan terhadap perubahan tersebut. Karyawan adalah bagian penting dari organisasi sehingga tanpa kesiapan karyawan maka organisasi tidak dapat menerapkan perubahan. Karyawan yang tidak memiliki kesiapan untuk berubah kemungkinan untuk melakukan resistensi yang dapat menjadi penghambat proses implementasi perubahan.

Kesiapan karyawan terhadap perubahan merupakan pola pikir yang ada pada diri karyawan pada saat proses pelaksanaan perubahan dalam organisasi. Terdiri dari keyakinan, dan sikap terhadap perubahan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan melaksanakan perubahan organisasi (Vakola, 2014). Konsep kesiapan menjadi semakin penting karena reaksi karyawan terhadap perubahan menjadi titik krusial dalam setiap perubahan organisasi (Oreg et al., 2011; Bartunek et al., 2006). Selain itu, faktor kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting yang menggambarkan dukungan awal karyawan terhadap inisiatif perubahan (Holt et al., 2007). Kepercayaan terhadap manajemen, persepsi dukungan organisasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan, mengkomunikasikan perlunya perubahan dapat mempengaruhi tingkat dukungan karyawan terhadap perubahan (Caliskan & Isik, 2016). Kesiapan terhadap perubahan dianggap sebagai sikap individu yang dipengaruhi oleh struktur organisasi, orientasi strategis, sistem kinerja (Shah et al., 2017).

Progam pelatihan menjadi bagian penting dalam menentukan kesiapan karyawan untuk melakukan perubahan. Melalui pelatihan karyawan dalam organisasi akan memperoleh manfaat  berupa peningkatan ketrampilan dan pengetahuan mengapa organisasi memerlukan perubahan dalam aktivitasnya. Kesiapan karyawan untuk berubah dapat menentukan keberhasilan perubahan yang ada di organisasi  (Putra, 2019). Pelatihan di organisasi  tidak hanya mencangkup individu karyawan namun juga kelompok atau tim di organisasi. Idealnya setiap karyawan mempunyai komitmen untuk terus meningkatkan diri melalui pelatihan .

Lingkungan bisnis yang dinamis akan menuntut organisasi untuk beradaptasi dengan cepat terhadap setiap perubahan, oleh karena itu setiap perusahaan perlu memiliki kemampuan pembelajaran dan pelatihan  untuk mencapai keunggulan dibandingkan pesaingnya. Pembelajaran dan pelatihan yang terjadi di organisasi merupakan komponen penting dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh anggota organisasi sehingga berdampak pada meningkatnya kompetensi.

Peningkatan kompetensi salah satu indikatornya ditandai dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan. Peningkatan keterampilan dan pengetahuan dapat terjadi dengan menerapkan pembelajaran yang fokus pada pengelolaan pengetahuan dan berbagi pengetahuan (Sutomo, 2022). Pembelajaran  dapat mempengaruhi kompetensi individu dalam melakukan penyesuaian terhadap tuntutan lingkungan. Individu dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya secara efektif serta responsif dalam situasi baru (Kanten et al., 2015).

Peningkatan kompetensi dari anggota organisasi akan mendukung kesiapannya terhadap perubahan yang ada di organisasi. Kesiapan dari pegawai untuk berubah membutuhkan dukungan kompetensi yang sesuai dengan perubahan tersebut (Kurniawati & Widoatmodjo, 2023). Kesiapan terhadap perubahan perlu didukung oleh adanya kompetensi anggota organisasi. Kompetensi yang dimiliki anggota organisasi harus sesuai dengan perubahan yang ada sehingga dapat mengubah cara berpikir atau berperilaku yang kemudian dapat menyebabkan kesiapan terhadap perubahan dalam organisasi (Roos & Nilsson, 2020). Kompetensi karyawan merupakan sesuatu yang harus dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk mempersiapkan terjadinya perubahan yang terjadi di organisasi.

Salah satu perusahaan yang beradaptasi dengan kondisi lingkungan bisnisnya dengan melakukan perubahan dan transformasi organisasi adalah PT PLN Nusantara Power. Dimana pada tanggal 21 September 2022, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang merupakan salah satu anak perusahaan PT PLN ( Persero ) telah bertransformasi menjadi salah satu Subholding PT PLN (Persero) yaitu PT PLN Nusantara Power (PLN NP)  yang diberi tugas untuk mengelola Pembangkit Tenaga Listrik dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Pembentukan Sub Holding ini sebagai bagian dari proses transformasi organisasi PT PLN (Persero) untuk mendukung penyiapan transisi energi dari pembangkit berbahan bakar batubara (fosil)  menjadi energi baru dan terbarukan (renewable energi).

Proses transformasi organisasi menyebabkan terjadinya perubahan struktur organisasi dan tanggung jawab PT PLN Nusantara Power menjadi lebih fokus dalam  mendukung proses  transisi energi dan juga  untuk meningkatkan keunggulan operasional serta optimalisasi portofolio penyediaan energi listrik yang andal dan efisien, disamping itu dengan bertransformasi menjadikan PT PLN Nusantara Power   menjadi lebih cepat  didalam proses pengambilan keputusan  karena terdapat pemisahan yang jelas antara peran strategis dan operasional.

Berikut tahapan proses transformasi PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) menjadi PT PLN Nusantara Power (PLN NP) ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut.

 

Gambar 1. Tahapan Tranformasi Organisasi PT Pembangkitan Jawa Bali menjadi PT PLN Nusantara Power

Sumber: Data internal, diolah (2024)

 

Dalam upaya untuk menjalankan proses transformasi organisasi tersebut ada tahapan masa transisi yang harus disiapkan meliputi pembentukan struktur organisasi baru, adaptasi budaya perusahaan, penyiapan kompetensi karyawan, implementasi proses bisnis dan teknologi.  Perubahan logo dan nama Perusahaan menjadi salah satu momen sejarah terjadinya transformasi organisasi PT PJB menjadi PT PLN Nusantara Power (Sub Holding PLN). Selain itu berbagai penyesuaian strategis dilakukan mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas perusahaan saat itu,  seperti yang dilakukan pada saat transisi tahap satu terjadi perubahan struktur organisasi, perubahan komposisi Dewan Komisaris dan Direksi, dan perubahan branding nama, berikutnya pada saat transisi tahap dua dilakukan finalisasi struktur organisasi serta pada proses transisi transformasi tahap ketiga terjadi pengalihan unit pembangkit dan karyawan dari holding ( PLN )  ke sub holding dan beroperasinya seluruh unit Subholding dalam wadah PT PLN Nusantara Power.

Dengan bergabungnya karyawan PLN (Holding) ke   PLN  Nusanatara Power (Subholding)  terjadi   gap kompetensi  baik dari sisi pelaksanaan  proses bisnis dilapangan maupun pemahaman aset manajemen dan tata kelola  pembangkit yang baru dan hal ini apabila tidak ditangani dengan baik dapat menghambat kesiapan dan komitmen karyawan dalam proses transformasi organisasi, karena  perubahan dalam struktur organisasi Holding Subholding yang ada berdampak pada perubahan proses bisnis, pola komunikasi dan pola kerja di lapangan. Dari segi proses bisnis tata kelola pembangkitan misalnya, Unit-Unit terutama yang dulunya dikelola oleh PT PLN harus beradaptasi dengan implementasi Entreprise Asset Management (EAM) yang selama ini sudah diterapkan di PT PJB/ PT PLN Nusantara Power. Implementasi EAM membawa banyak perubahan dari segi proses bisnis termasuk implementasi aplikasi teknologi yang digunakan. Para karyawan dari Unit Holding ( PLN)  dituntut untuk bisa segera memahami dan mengaplikasikan  proses bisnis yang baru berikut aplikasi teknologi yang digunakan demi menjaga sustainability tata kelola pembangkitan yang sudah berjalan di PT PLN Nusantara Power dan untuk mengatasi kondisi  tersebut telah  disiapkan melalui berbagai program pelatihan, peningkatan kompetensi, akselerasi pemahaman proses bisnis dan sistem tata kelola manajemen pembangkit  agar tidak menjadi kendala atau hambatan didalam proses transformasi organisasi.

Berikut adalah beberapa program pelatihan dan workshop  yang didesign khusus untuk  akselerasi pemahaman dan peningkatan kompetensi karyawan PT PLN ( Holding ) terkait dengan proses bisnis dan tata kelola manajemen pembangkit yang ada diperusahaan PT PLN Nusantara Power ( Subholding ):

1.   Program Halo Nusantara adalah sebuah program yang bertujuan untuk pengenalan dan pemahaman proses bisnis baru pada karyawan PT PLN ( Holding ) yang melaksanakan tugas karya di PT PLN Nusanatara Power. Program ini juga dikenal sebagai End User Training yang fokusnya untuk menguasai pelaksanaan proses bisnis di lapangan.

2.   Program Great Nusantara yang berfokus untuk peningkatan kinerja unit. Program ini diprioritaskan untuk unit-unit  PT PLN ( Holding ) dengan  metode pembelajaran berbasis kinerja dengan tujuan untuk mempercepat transformasi pemahaman manajemen asset, mempercepat proses sinkronisasi implementasi manajemen aset pembangkitan dan mempercepat kenaikan maturity level proses bisnis  unit.

Disamping menyiapkan beberapa program khusus terkait dengan ekselerasi pemahaman proses bisnis dan aset management, untuk peningkatan dan pengambangan kompetensi karyawan,  pada Tahun 2023 PT PLN Nusantara Power juga telah menyiapkan berbagai program pembelajaran yang dapat digunakan oleh karyawan baik secara online maupun offline meliputi pelatihan, sertifikasi, workshop dan PGD yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas karyawan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan dan mendukung proses transformasi perusahaan.

 

Tabel 1.Program Pengembangan Kompetensi Karyawan PT PLN Nusantara Power Tahun 2023

 

Judul

Batch

Peserta

Kegiatan

Plan

Real

%

Plan

Real

%

Plan

Real

%

Pelatihan

262

284

108.40

339

399

117.69

8085

8901

110.09

Sertifikasi

99

98

98.98

149

205

137.58

3338

2831

84.81

Workshop

0

12

-

0

12

-

0

167

-

PGD

0

1

-

0

1

-

0

31

-

 

361

394

109.14

488

617

126.43

11.423

11.906

104.23

Sumber: Data internal, diolah (2024)

 

Dari data tabel 1 untuk  realisasi pelaksanaan pembelajaran pada tahun 2023 sebanyak 394 Judul yang dilaksanakan dalam 617 batch mencapai 126,43% dari target RKAP dengan realisasi 11.906 peserta atau 104.23% dan dari realisasi  tersebut 40% karyawan PLN ( Holding ) yang melaksanakan tugas karya  di PT PLN Nusantara Power.

   PT PLN Nusantara Power memandang sumber daya manusia merupakan sebuah ujung tombak dan faktor utama yang menentukan kesuksesan sebuah perusahaan dalam melakukan transformasi organisasi. Kehadiran karyawan terbaik dan  profesional, berdedikasi, berkompeten serta berintegritas dapat membuat PT PLN Nusantara Power memiliki fondasi yang kokoh untuk terus berkembang dan maju. Peran strategis karyawan dalam mendukung transformasi organisasi di PT PLN Nusantara Power perlu ditingkatkan dalam pengembangan leadership, peningkatan kapasitas organisasi, serta membangun strategi untuk kompetensi dan produktivitas.

   Proses transformasi organisasi yang terjadi di PT PLN Nusantara Power akan berhasil apabila karyawan di perusahaan juga memiliki kesiapan untuk berubah dan menyakini bahwa perusahaan akan mengalami kemajuan apabila melakukan perubahan. Sebaliknya, apabila karyawan tidak siap menghadapi perubahan, maka mereka tidak akan mampu mengimbangi kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesiapan karyawan maka diperlukan program pelatihan dan pengembangan kompetensi karyawan di dalam organisasi. Melalui program-program pelatihan  dan pengembangan kompetensi ini karyawan yang ada di PT PLN Nusantara Power dapat memperoleh manfaat ( perceived benefits of training ) dalam peningkatan ketrampilan dan  pengetahuan serta saling berbagi informasi terhadap proses transformasi yang terjadi di organisasi. Hal ini selaras dengan pandangan Peach et al. (2005) bahwa proses belajar yang terjadi di kalangan anggota organisasi menjadi faktor kunci kesiapan karyawan untuk melakukan perubahan.

Unit PJB Academy sebagai  Unit Learning Center PT PLN Nusantara Power yang memiliki tugas untuk mengelola pembelajaran dan pengembangan kompetensi karyawan memiliki peran yang strategis didalam menyiapkan proses transformasi organisasi dan kesiapan untuk perubahan (readiness to change) dan komitmen untuk berubah (commitment to change) agar proses transformasi berjalan dengan baik.

Untuk itu didalam tesis ini penulis ingin menganalisa lebih mendalam tentang : “Pengaruh Perceived Benefits of Training dan Kompetensi  Karyawan Terhadap Readiness and Commitment to Change Pada Proses Transformasi Organisasi Holding Subholding PT PLN Nusantara Powermengapa penelitian ini lebih fokus terhadap Commitment to Change  karena setelah  proses transformasi organisasi  berjalan selama 2 tahun  di PT PLN Nusantara Power,  penulis ingin melihat sejauhmana kesiapan dan komitmen keberlanjutan dari karyawan untuk sepenuhnya mendukung dan mengintegrasikan perubahan,  apakah karyawan terus terlibat secara aktif dalam transformasi dan  seberapa besar komitmen karyawan untuk menyukseskannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perceived benefits of training dan kompetensi karyawan terhadap readiness to change serta commitment to change, baik secara langsung maupun melalui mediasi readiness to change. Rumusan masalah yang akan dianalisis mencakup hubungan antara perceived benefits of training dan kompetensi terhadap readiness to change, serta dampaknya terhadap commitment to change. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dalam memahami pengaruh faktor-faktor tersebut dalam konteks transformasi organisasi PT PLN Nusantara Power, dan manfaat praktis bagi manajemen dalam meningkatkan kesiapan serta komitmen karyawan terhadap perubahan. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dengan fokus pada karyawan yang bertugas di PT PLN Nusantara Power (Subholding).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan kausal untuk menganalisis pengaruh perceived benefits of training dan kompetensi terhadap readiness to change dan commitment to change. Variabel perceived benefits of training diukur menggunakan tiga dimensi, yaitu personal benefit, career benefit, dan job-related benefits, sedangkan kompetensi karyawan diukur melalui enam indikator, yaitu pengetahuan, pemahaman, nilai, kemampuan, sikap, dan minat. Sementara itu, readiness to change diukur menggunakan empat dimensi: change specific efficacy, appropriateness, management support, dan personal valence, dan commitment to change diukur berdasarkan tiga dimensi: affective, continuance, dan normative commitment.

Populasi penelitian ini terdiri dari 1.842 karyawan PT PLN Nusantara Power, dengan sampel sebanyak 328 responden yang diambil menggunakan teknik proportional random sampling sesuai dengan rumus Slovin. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan secara online, dan dianalisis menggunakan metode Structural Equation Modeling Partial Least Square (SEM-PLS) dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS 4.

 

Hasil dan Pembahasan

Validitas Konvergen

Validitas konvergen adalah sejauh mana suatu indikator berkorelasi positif dengan indikator lainnya pada konstruk yang sama. Evaluasi terhadap validitas konvergen didasarkan pada nilai outer loading yang dihasilkan dari item-item pernyataan variabel. Berdasarkan Hair et al (2017) dijelaskan bahwa variabel dinyatakan valid jika item-item pernyataan memiliki outer loading > 0,70. Tabel 4.9 berikut menunjukkan hasil uji validitas konvergen berdasarkan nilai outer loading pada masing-masing indikator.

Pengujian validitas tidak hanya didasarkan pada besarnya nilai outer loading namun juga nilai AVE (Average Variance Extracted). Berdasarkan Hair et al. (2017) bahwa variabel dinyatakan valid jika nilai AVE > 0,5.

Tabel 2. Nilai AVE Variabel Penelitian

Variabel Penelitian

Nilai AVE

Perceived benefits to change (X1)

0,736

Kompetensi Karyawan (X2)

0,781

Readiness to change (Z)

0,706

Commitment to change (Y)

0,802

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Tabel 2  menunjukkan secara keseluruhan variabel dalam model penelitian menghasilkan nilai AVE yang lebih besar dari 0,5 yaitu 0,736 untuk perceived benefits to change, selanjutnya 0,781 pada variabel kompetensi karyawan, readiness to change sebesar 0,706  dan yang terakhir adalah commitment to change sebesar 0,802. Sehingga dapat disimpulkan keseluruhan variabel adalah valid berdasarkan nilai AVE.

 

Validitas Diskriminan

Uji validitas diskriminan juga dapat dilihat dari nilai HTMT (Heterotrait-monotrait). Berdasarkan Hair et al. (2017) apabila nilai HTMT < 0,90 dapat disimpulkan suatu kontruk memiliki validitas diskriminan yang baik. Tabel 4.5 berikut adalah hasil uji validitas diskriminan berdasarkan nilai HTMT.

Tabel 3. Hasil HTMT

 

Commitment to change

Kompetensi

Perceived benefits of training

Readiness to change

Commitment to change

 

 

 

 

Kompetensi

0,702

 

 

 

Perceived benefits of training

0,824

0,740

 

 

Readiness to change

0,818

0,713

0,824

 

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Hasil uji validitas diskriminan pada Tabel 3 menunjukkan semua konstruk yang terdapat pada model penelitian memiliki nilai HTMT yang lebih kecil dari 0,90 yang berarti konstruk pelatihan, kompetensi, readiness to change, dan commitment to change memiliki validitas diskriminan yang valid berdasarkan HTMT.

 

Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini didasarkan pada nilai cronbach’s alpha dan composite reliability. Pedoman yang digunakan untuk menentukan batas nilai cronbach's alpha dan composite reliability mengacu pada Hair et al. (2017) yaitu 0,7. Artinya suatu konstruk apabila memiliki nilai cronbach's alpha dan composite reliability > 0,7 maka dapat disimpulkan reliabel. Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel

Cronbach's Alpha

Composite Reliability

Perceived benefits of training

0,967

0,969

Kompetensi

0,982

0,983

Readiness to change

0,983

0,983

Commitment to change

0,984

0,986

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Hasil Tabel 4 memperlihatkan bahwa dilihat dari nilai cronbach's alpha dan composite reliability menunjukkan keseluruhan konstruk dalam penelitian yaitu perceived benefits of training, kompetensi, readiness to change dan commitment to change memiliki nilai lebih dari 0,7. Sehingga dapat dimaknai bahwa masing-masing konstruk reliabel atau memiliki konsistensi.

 

Inner Model

R Square

Analisis R Square bertujuan dalam mengukur seberapa besar kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan variasi variabel endogen. Hasil dari nilai koefisien determinasi memiliki tiga kategori yaitu 0,75; 0,50; dan 0,25 yang memiliki arti substansial, moderat, dan lemah (Hair et al., 2017). Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan diperoleh nilai R Square ditunjukkan oleh Tabel 5.

Tabel 5. Hasil R Square

Variabel Endogen

Nilai R Square

Kategori

Readiness to change

0,729

Moderat

Commitment to change

0,687

Moderat

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Nilai R Square untuk readiness to change yaitu 0,729 di mana hasil tersebut bermakna besarnya readiness to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power yang dapat dijelaskan oleh perceived benefits of training dan kompetensi sebesar 72,9% sedangkan sisanya yaitu 27,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model penelitian. Berdasarkan Hair et al. (2017) maka nilai R Square 0,729 termasuk dalam kategori moderat.

Nilai R Square untuk commitment to change yaitu 0,687 di mana hasil tersebut bermakna besarnya commitment to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power yang dapat dijelaskan oleh perceived benefits of training, kompetensi, dan readiness to change sebesar 68,7% sedangkan sisanya yaitu 31,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model penelitian. Berdasarkan Hair et al. (2017) maka nilai R Square 0,687 termasuk dalam kategori moderat.

 

f-square

Tujuan dilakukan uji f-square adalah mengetahui efek yang ditimbulkan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Mengacu pada Hair et al. (2017) bahwa nilai f-square memiliki beberapa kategori yaitu 0,02 memiliki efek kecil, 0,15 memiliki efek sedang, dan 0,35 memiliki efek besar. Untuk nilai f-square lebih rendah dari 0,02 maknanya adalah tidak ada efek. Nilai f-square dalam penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Nilai f-square

Variabel Penelitian

f-square

Kategori

Kompetensi -> Readiness to change

0,096

Kecil

Perceived benefits of training -> Readiness to change

0,601

 

Besar

Readiness to change -> Commitment to change

0,191

Sedang

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa efek kompetensi terhadap readiness to change memiliki nilai f-square sebesar 0,096. Hasil ini bermakna bahwa efek yang ditimbulkan kompetensi terhadap readiness to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power adalah kecil.

Efek perceived benefits of training terhadap readiness to change memiliki nilai f-square sebesar 0,601. Hasil ini bermakna bahwa efek yang ditimbulkan perceived benefits of training  terhadap readiness to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power adalah besar.

Efek readiness to change terhadap commitment to change memiliki nilai f-square sebesar 0,191. Hasil ini bermakna bahwa efek yang ditimbulkan readiness to change terhadap commitment to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power adalah sedang.

 

 

Predictive Relevance

Predictive relevance dilakukan dengan tujuan untuk melihat seberapa baik model struktural dan juga estimasi parameternya. Dalam mengetahui predictive relevance dapat dilakukan berdasar pada perhitungan Q-square sebagai berikut :

Q2 = 1 – (1 – R2) x (1 – R2)

Q2 = 1 – (1 – 0,729) x (1 – 0,687)

Q2 = 1 – (0,271) x (0,607)

Q2 = 1 – 0,164

Q2 = 0,836

Berdasarkan pada perhitungan tersebut didapatkan nilai Q Square 0,836 yang bermakna bahwa keragaman dari penelitian yang bisa dijelaskan oleh model struktural sebesar 83,6%. Persentase sebesar 83,6% menandakan bahwa model struktural dalam penelitian ini dapat dikategorikan kuat, sehingga bermakna bahwa model penelitian ini untuk menjelaskan commitment to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power sudah baik.

 

Goodness of Fit

Goodness of fit dilakukan dengan tujuan melakukan pengujian kesesuaian antara hasil pengamatan (frekuensi pengamatan) tertentu dengan frekuensi yang diperoleh berdasarkan nilai harapannya (frekuensi teoritis). Perhitungan yang digunakan untuk mencari nilai goodness of fit adalah:

Goodness of Fit = 2

                                    =

                                    = 0,732

Sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai goodness of fit sebesar 0,732 yang dapat dikatagorikan bernilai besar sehingga dapat diartikan bahwa model struktural yang digunakan dalam model penelitian adalah fit atau memiliki kesesuaian yang baik.

 

Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis penelitian didasarkan pada hasil estimasi bootstrapping. Hasil estimasi bootstrapping pada model penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.

Gambar 2. Hasil Estimasi Bootstrapping

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Pengujian hipotesis dengan cara membandingkan nilai t statistik dengan batas minimum 1,96 (t statistik > 1,96 ; p values5%). Apabila nilai t statistik di atas 1,96 atau nilai p values di bawah 5% maka hipotesis penelitian tidak di tolak. Hasil uji hipotesis untuk pengaruh langsung ditunjukkan oleh Tabel 7

Tabel 7. Hipotesis Pengaruh Langsung

Hipotesis

Original sample (O)

Standard deviation (STDEV)

T statistics (|O/STDEV|)

P values

H1

Perceived benefits of training -> Readiness to change

0,628

0,085

7,400

0,000

H2

Kompetensi -> Readiness to change

0,252

0,090

2,789

0,005

H3

Readiness to change -> Commitment _to change

0,407

0,092

4,405

0,000

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Berdasarkan Tabel 7 dapat dijelaskan hasil uji hipotesis pengaruh langsung yaitu:

1.   Pengaruh perceived benefits of training terhadap readiness to change

Nilai T statistics yang didapatkan adalah 7,400 > 1,96 dan p values 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan perceived benefits of training berpengaruh signifikan terhadap readiness to change. Kemudian nilai koefisien jalur pengaruh perceived benefits of training terhadap readiness to change adalah positif sebesar 0,628 yang berarti terdapat pengaruh positif perceived benefits of training terhadap readiness to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change sehingga H1 diterima.

2.   Pengaruh kompetensi karyawan terhadap readiness to change

Nilai T statistics yang didapatkan adalah 2,789 > 1,96 dan p values 0,005 < 0,05 sehingga dapat dikatakan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap readiness to change. Kemudian nilai koefisien jalur pengaruh kompetensi terhadap readiness to change adalah positif sebesar 0,252 yang berarti terdapat pengaruh positif kompetensi terhadap readiness to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change sehingga H2 diterima.

3.   Pengaruh readiness to change terhadap commitment to change

Nilai T statistics yang didapatkan adalah 4,405 > 1,96 dan p values 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan readiness to change berpengaruh signifikan terhadap commitment to change. Kemudian nilai koefisien jalur pengaruh readiness to change terhadap commitment to change adalah positif sebesar 0,407 yang berarti terdapat pengaruh positif readiness to change terhadap commitment to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa readiness to change berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change sehingga H3 diterima.

Setelah dilakukan pengujian hipotesis pengaruh langsung maka pada Tabel 8 menunjukkan hasil uji hipotesis pengaruh tidak langsung.

Tabel 8. Hipotesis Pengaruh Tidak Langsung

Hipotesis

Original

sample (O)

Standard

deviation

(STDEV)

T statistics

(|O/STDEV|)

P values

H4

Perceived benefits of training ->

Readiness to change -> Commitment to change

0,256

0,067

3,798

0,000

H5

Kompetensi ->

Readiness to change -> Commitment to change

0,102

0,044

2,306

0,021

Sumber : Hasil olahan Smart PLS 4

Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan hasil uji hipotesis pengaruh tidak langsung yaitu:

1.      Pengaruh perceived benefits of training terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change

Nilai T statistics yang didapatkan adalah 3,798 > 1,96 dan p values 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan perceived benefits of training berpengaruh signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Kemudian nilai koefisien jalur yang didapatkan adalah positif sebesar 0,256 yang berarti terdapat pengaruh positif perceived benefits of training terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change sehingga H4 diterima.

2.      Pengaruh kompetensi terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change

Nilai T statistics yang didapatkan adalah 2,306 > 1,96 dan p values 0,021 < 0,05 sehingga dapat dikatakan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Kemudian nilai koefisien jalur yang didapatkan adalah positif sebesar 0,102 yang berarti terdapat pengaruh positif kompetensi terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change sehingga H5 diterima.

0,102 *

 

0,256 **

 

Text Box: Keterangan:
** = p values < 0,01
*  =  p values < 0,05
ns = not significant
Gambar 3. Kerangka Konseptual dan Hasil Hipotesis

           

 

 

 

 

Sebagaimana yang ditunjukkan tabel 7 dan 8 serta gambar 3 dapat di lihat bahwa hipotesis yang di ajukan, bahwa lima hipotesis di terima dan yang di tolak nol. Berikut pembahasan dari lima hipotesis yang di ajukan dan sudah di uji, sebagai berikut  :

 

Pengaruh Perceived Benefits of Training Terhadap Readiness to Change

Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H1 terima yakni perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power. Hasil ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi manfaat yang diperoleh karyawan dari program pelatihan maka semakin tinggi kesiapan dalam menghadapi perubahan di PT PLN Nusantara Power. Temuan yang didapatkan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Mansour et al. (2022) dalam konteks karyawan perusahaan perbankan di Yordania. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program pelatihan sangat penting untuk mempersiapkan karyawan menghadapi perubahan yang akan diterapkan oleh organisasi. Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian sebelumnya oleh Vakola (2013) yang menemukan bahwa kesiapan individu terhadap perubahan dapat dikembangkan dengan memberikan pelatihan dan program pengembangan kepada karyawan. Pendapat Jones et al. (2005) mendukung hasil penelitian saat ini yakni keberhasilan implementasi proses perubahan memerlukan kapabilitas khusus, yang dikenal sebagai kapabilitas dinamis. Kapabilitas dinamis merupakan kemampuan untuk memperbarui kompetensi karyawan sesuai dengan perubahan lingkungan bisnis, yang dapat dicapai melalui penyediaan program pelatihan.

Pelatihan sebagai suatu proses kegiatan jangka pendek yang terorganisasi dan sistematis di mana dalam kegiatan tersebut karyawan diberikan pengetahuan, mempelajari kemampuan, serta keterampilan yang baru guna mendukung perubahan yang ada di organisasi (Azizatur et al., 2021). Hal ini sejalan dengan yang terjadi di PT PLN Nusantara Power. Di dalam menyiapkan sumber daya manusianya untuk menghadapi proses perubahan yang dihadapi oleh PT PLN Nusantara Power maka diadakan pelatihan yang diselenggarakan oleh PJB Academy. PJB Academy sebagai learning center of knowledge menyiapkan program-program pelatihan yang selaras dan relevan dengan kebutuhan transformasi organisasi sebagai contohnya adalah program Halo Nusantara dan Great Nusantara, sekaligus untuk meyakinkan pemangku kepentingan bahwa eksistensinya menjadi kebutuhan dalam perkembangan transformasi PT PLN Nusantara Power saat ini dan masa mendatang.

Berdasarkan deskripsi jawaban responden ditemukan bahwa variabel  perceived benefits of training  memiliki nilai rata-rata sebesar 3,68 yang termasuk kategori tinggi, sedangkan nilai rata-rata pada variabel readiness to change yakni 3,65 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini dapat dimaknai bahwa program pelatihan yang dilakukan oleh PT PLN Nusantara Power memberikan manfaat secara personal, karir, dan pekerjaan sehingga karyawan memiliki kesiapan terhadap transformasi yang terjadi di PT PLN Nusantara Power. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelatihan dapat membuka jalan bagi pengembangan kemampuan kerja karyawan (Benson, 2006). Pendapat Haffar et al. (2014) dan Holt et al. (2007) memperkuat temuan penelitian ini bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari program pelatihan memungkinkan karyawan merasa lebih percaya diri dalam menghadapi perubahan yang ada di organisasi. Oleh karena itu, kesiapan karyawan terhadap perubahan dipengaruhi secara positif oleh manfaat pelatihan yang dirasakan karyawan.

Dilihat dari nilai rata-rata setiap indikator pada variabel perceived benefits of training menunjukkan yang paling tinggi adalah karyawan melakukan pekerjaan dengan lebih baik setelah mengikuti program pelatihan dengan nilai 3,74 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya bahwa manfaat pelatihan adalah meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sehingga memungkinkan karyawan untuk memecahkan masalah terkait pekerjaan dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik (Ardestani et al., 2014). Sama halnya dengan penelitian Neirotti & Paolucci (2013) yang menemukan bahwa pelatihan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan lebih efektif dalam menghadapi perubahan organisasi. Hal tersebut juga diperkuat oleh pendapat Haffar et al. (2014) bahwa program pelatihan dirancang untuk menyediakan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan karyawan seiring dengan persiapan perubahan di organisasi. Sehingga diharapkan ketika sudah terjadi perubahan, karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Hasil ini juga didukung oleh karakteristik responden dalam penelitian ini yang sebagian besar memiliki pendidikan yang tinggi yaitu S1 (55,2%). Dengan pendidikan yang tinggi tersebut akan memudahkan pegawai dalam memahami materi-materi yang disampaikan pada saat pelatihan sehingga dapat meningkatkan kesiapan dan komitmen karyawan terhadap perubahan.

Nilai rata-rata terendah pada variabel pelatihan terdapat pada indikator program pelatihan menghasilkan lebih banyak peluang untuk mendapatkan jalur karir yang berbeda dengan nilai 3,59 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa peluang untuk mendapatkan jalur karir yang berbeda merupakan manfaat yang paling kecil dari program pelatihan di PT PLN Nusantara Power. Hal tersebut perlu mendapatkan perhatian dari perusahaan dengan merancang program pelatihan yang memberikan peluang untuk mendapatkan jalur karir yang berbeda. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Mansour et al. (2022) bahwa manfaat program pelatihan salah satunya adalah membantu dalam menentukan dan mencapai tujuan karir.

Penelitian sebelumnya menunjukkan dilihat dari sudut pandang kepentingan jangka panjang maka pelatihan yang diberikan oleh organisasi tidak hanya untuk mempersiapkan karyawan terhadap perubahan namun juga dapat dianggap sebagai investasi dalam sumber daya manusia, karena memberikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan kepada karyawan dapat menghasilkan hasil yang positif bagi organisasi (Mansour et al., 2022). Lebih jauh, ketika karyawan menerapkan keterampilan dan kompetensi yang diperoleh dari pelatihan, hal ini dapat meningkatkan kinerja mereka dalam tugas yang diberikan dan dengan demikian mengarah pada peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi (García, 2005; Ng & Dastmalchian, 2011). Oleh karena itu, ke depannya diperlukan pengembangan penelitian dengan mempertimbangkan dampak dari manfaat pelatihan terhadap kinerja dan produktivitas perusahaan setelah proses transformasi organisasi di PT PLN Nusantara Power.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa perceived benefit of training  berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change pada karyawan di PT PLN Nusantara Power. Hasil ini menegaskan bahwa program pelatihan yang diadakan PT PLN Nusantara Power dapat meningkatkan kesiapan karyawan terhadap proses transformasi organisasi. Program pelatihan sangat penting untuk mempersiapkan karyawan menghadapi perubahan yang akan dilaksanakan oleh organisasi. Pelatihan yang dilakukan perusahaan akan memfasilitasi keberhasilan pelaksanaan perubahan organisasi karena pelatihan meningkatkan rasa percaya diri karyawan maupun memberi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas secara efektif pada saat terjadi perubahan organisasi.

 

Pengaruh Kompetensi Karyawan Terhadap Readiness to Change

Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H2 diterima hal ini berarti kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi karyawan maka semakin tinggi kesiapan karyawan terhadap perubahan di PT PLN Nusantara Power. Sehingga hasil hipotesis 2 yang diterima sejalan dengan temuan dari penelitian sebelumnya oleh Rahi et al. (2022) yang melakukan penelitian pada karyawan perusahaan perbankan di Pakistan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketika seorang karyawan memiliki tingkat kompetensi yang tinggi, maka akan memiliki kesiapan menghadapi perubahan apa pun. Pendapat Baack & Alfred (2013) juga memperkuat hasil penelitian ini bahwa ketika seorang karyawan memiliki tingkat kompetensi yang tinggi, maka akan siap menghadapi perubahan apa pun. Demikian pula, yang dinyatakan Cairney et al. (2012) bahwa ketika individu dengan tingkat kompetensi yang tinggi akan menunjukkan sikap positif dan responsif terhadap perubahan di organisasi.

Penelitian sebelumnya memperkuat hasil penelitian saat ini bahwa individu yang memiliki kompetensi di atas rata-rata dengan pendidikan atau pengetahuan yang memadai untuk melaksanakan pekerjaannya akan lebih siap menghadapi perubahan di organisasi (Ardana et al., 2024). Pendapat serupa juga menjelaskan bahwa tingkat kompetensi tinggi yang dirasakan karyawan menghasilkan rasa percaya diri dan karyawan cenderung percaya bahwa mereka dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik ketika melakukan tugas yang sedikit berbeda (Kwahk & Lee, 2008) sehingga karyawan memiliki kesiapan terhadap perubahan dalam organisasi (Roos & Nilsson, 2020). Sebaliknya karyawan yang merasakan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan perubahan yang ada di organisasi akan menimbulkan kecemasan yang pada akhirnya memengaruhi tingkat produktivitas dan menghambat proses perubahan itu sendiri (Siddiqui, 2011). Untuk itu, kesiapan dari karyawan untuk berubah akan semakin meningkat sering dengan meningkatnya kompetensi karyawan. Hasil tersebut juga didukung oleh karakteristik responden dalam penelitian ini yang sebagian besar memiliki lama kerja > 10 tahun (51,6%) di mana ketika pegawai memiliki masa kerja yang cukup lama maka akan memiliki pengetahuan yang lebih mendalam terhadap organisasi sehingga akan lebih mudah menerima perubahan. Sebagaimana hasil studi Pakdel (2016) bahwa meningkatnya tingkat pengetahuan pegawai terhadap organisasi akan meningkatkan informasi karyawan tentang rencana perubahan dan memainkan peran yang efektif dalam mengurangi resistensi terhadap perubahan organisasi sehingga pegawai memiliki kesiapan terhadap perubahan.

Hasil deskripsi jawaban responden pada penelitian ini untuk variabel kompetensi adalah 4,02 yang termasuk kategori tinggi. Sedangkan untuk variabel readiness to change diperoleh nilai rata-rata yaitu 3,65 yang termasuk kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa karyawan PT PLN Nusantara Power memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya seiring dengan proses perubahan yang ada di organisasi sehingga pegawai memiliki kesiapan terhadap transformasi yang terjadi di PT PLN Nusantara Power. Sehingga sejalan dengan pendapat Febriandono et al. (2019) bahwa apabila karyawan memiliki kompetensi yang dapat mendukung perubahan yang ada di organisasi akan memiliki kesiapan yang lebih baik dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Hasil tersebut juga diperkuat oleh studi Rohmah et al. (2021) bahwa karyawan yang memiliki kompetensi tinggi maka semakin mampu untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sehingga ketika terjadi perubahan di organisasi karyawan memiliki kesiapan yang lebih baik.

Hal ini  seiring dengan proses transformasi di organisasi PT PLN Nusantara Power yang dimulai pada tanggal 21 September 2022 maka perusahaan mulai meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan.  Keseriusan perusahaan dapat dilihat dari alokasi jumlah  anggaran  di tahun 2022 PT PLN NP memiliki anggaran pengembangan SDM sebesar Rp 61,29 miliar dengan jumlah realisasi sertifikasi kompetensi karyawan 2161  dan pada tahun 2023 meningkat menjadi Rp 78,84 miliar  dengan jumlah realisasi  sertifikasi kompetensi karyawan 2831. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi merupakan salah satu faktor yang penting dan perlu ditingkatkan oleh PT PLN Nusantara Power seiring dengan proses transformasi yang ada di organisasi.

Berdasarkan deskripsi jawaban responden menunjukkan indikator pada variabel kompetensi dengan nilai rata-rata tertinggi adalah karyawan siap belajar untuk menyesuaikan diri dengan proses transformasi di perusahaan yakni 4,23 yang termasuk kategori sangat tinggi. Hasil ini menunjukkan kompetensi yang paling tinggi dari karyawan adalah kesiapan belajar untuk menyesuaikan diri dengan proses transformasi di perusahaan. Hal ini konsisten dengan penjelasan Kanten et al. (2015) bahwa kemampuan karyawan dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan serta responsif dalam situasi baru akan mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi perubahan. Begitu juga pendapat Cheung et al. (2013) bahwa karyawan yang belajar lebih cepat memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan perubahan sehingga memiliki kesiapan yang lebih baik.

Sementara nilai rata-rata terendah pada variabel kompetensi terdapat pada indikator karyawan bersemangat untuk menerima tugas-tugas baru pada saat terjadi tranformasi organisasi di perusahaan dengan nilai 3,76 yang termasuk kategori tinggi. Artinya kompetensi yang paling rendah terkait dengan bersemangat untuk menerima tugas-tugas baru pada saat terjadi tranformasi organisasi. Oleh karena itu, hal tersebut perlu ditingkatkan oleh perusahaan agar karyawan memiliki kesiapan yang lebih baik terhadap proses perubahan di organisasi. Mengacu pada  Neves (2009) bahwa kesiapan karyawan untuk berubah perlu didukung oleh kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas baru yang akan diterima pada saat terjadi perubahan organisasi. Hal ini dikarenakan menurut Martini et al. (2020) kompetensi menjadi karakteristik individu yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga memungkinkan seseorang dapat bekerja secara lebih unggul daripada orang lain yang pada akhirnya berdampak pada kinerjanya.

Pendapat dari penelitian sebelumnya mendukung hasil penelitian ini bahwa kompetensi yang dimliki oleh karyawan akan menentukan keyakinan bahwa meskipun terjadi perubahan, mereka adalah anggota organisasi yang berharga (Gigliotti et al., 2019), sehingga mendorong kesiapan individu untuk berubah (Self et al., 2007). Ketika organisasi mengalami perubahan maka karyawan juga dituntut untuk memiliki kesiapan beradaptasi terhadap perubahan. Kesiapan dari karyawan untuk berubah membutuhkan dukungan kompetensi yang sesuai dengan perubahan tersebut (Kurniawati & Widoatmodjo, 2023). Temuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan faktor demografi yaitu pendidikan dan lama kerja dapat mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah (Pakdel, 2016), sedangkan studi lainnya yang dilakukan oleh Furxhi et al. (2022) menunjukkan usia, posisi atau jabatan, dan lama kerja karyawan mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah. Melihat temuan tersebut maka penelitian selanjutnya dapat melihat apakah faktor demografi karyawan mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah.

Berlandaskan pada uraian hasil pengujian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan PT PLN Nusantara Power. Hasil ini menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan PT PLN Nusantara Power dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dapat memengaruhi kesiapan karyawan dalam merespons implementasi perubahan di organisasi. Kompetensi karyawan meliputi pengetahuan, pemahaman, nilai, skill, sikap, dan minat menyebabkan karyawan PT PLN Nusantara Power merasakan adanya kesiapan terhadap proses transformasi yang terjadi di organisasi.

 

Pengaruh Readiness to Change Terhadap Commitment to Change

Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H3 diterima yang berarti readiness to change berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesiapan karyawan terhadap perubahan maka semakin tinggi komitmen karyawan terhadap perubahan di PT PLN Nusantara Power. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini mendukung temuan dari penelitian sebelumnya oleh Santhidran et al. (2013) pada perusahaan energi di Malaysia yang menunjukkan bahwa agar perubahan berhasil, diperlukan persiapan karyawan untuk menghadapi perubahan tersebut. Komitmen karyawan terhadap perubahan dapat terwujud apabila ada kesiapan dari karyawan untuk berubah. Sebaliknya kegagalan perubahan karena tidak adanya komitmen untuk berubah yang disebabkan kurangnya kesiapan untuk berubah di antara karyawan (Alas, 2004). Kesiapan karyawan untuk berubah memainkan peran penting dalam upaya perubahan organisasi yang efektif (Waisy & Wei, 2020).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Al-Tahitah et al. (2020) sejalan dengan penelitian saat ini bahwa kesiapan terhadap perubahan dapat meningkatkan komitmen terhadap perubahan di antara karyawan. Perubahan yang dilakukan oleh organisasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari karyawan. Pendapat serupa dijelaskan Indriastuti & Fachrunnisa (2021) bahwa karyawan yang memiliki kesiapan untuk berubah percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan jika melakukan perubahan serta mempunyai sikap positif terhadap perubahan organisasi dan mempunyai komitmen untuk terlibat dalam melaksanakan perubahan organisasi. Walker et al. (2007) berpendapat bahwa perusahaan harus mempersiapkan karyawannya untuk menghadapi perubahan melalui komunikasi yang terbuka dan jujur. Kurangnya kesiapan karyawan untuk berubah dapat menyebabkan komitmen yang kurang terhadap perubahan (Santhidran et al., 2013).

Berdasarkan deskripsi jawaban responden menunjukkan nilai rata-rata variabel readiness to change yakni 3,65 yang termasuk kategori tinggi sedangkan nilai rata-rata untuk variabel commitment to change adalah 3,63 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini dapat diartikan karyawan PT PLN Nusantara Power memiliki kesiapan yang tinggi terhadap proses transformasi yang terjadi di organisasi akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perubahan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Haffar et al. (2023) bahwa karyawan yang memiliki kesiapan terhadap perubahan memiliki keyakinan dan lebih percaya diri terhadap kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di organisasi sehingga mendorong mereka untuk berkomitmen pada perubahan. Rahi et al. (2022) dalam penelitiannya juga memperkuat hasil penelitian ini bahwa kesiapan karyawan untuk berubah penting dalam mendorong terjadinya komitmen karyawan terhadap perubahan sehingga implementasi perubahan dalam organisasi dapat berjalan dengan baik. Hasil ini juga didukung oleh karakteristik demografis dalam penelitian ini yang sebagian besar adalah Sarjana S1 (55,2%) di mana berdasarkan studi Pakdel (2016) bahwa pegawai yang memiliki gelar sarjana, menunjukkan lebih sedikit resistensi daripada pegawai yang memiliki pendidikan lebih rendah. Dengan kata lain, pegawai yang memiliki gelar sarjana memiliki persepsi perubahan yang lebih positif dan lebih siap untuk mengimplementasikan perubahan. Pegawai dengan pendidikan Sarjana lebih memahami perlunya mengimplementasikan perubahan organisasi, memiliki lebih banyak kecenderungan untuk berubah, tidak menganggap perubahan sebagai hal yang merugikan dan menunjukkan lebih sedikit resistensi terhadap perubahan.

Dilihat dari nilai rata-rata pada setiap indikator variabel readiness to change menunjukkan bahwa paling tinggi adalah karyawan yakin tetap sukses dalam karir setelah perubahan ini dilakukan dengan nilai 3,75 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini selaras dengan penjelasan Holt et al. (2007) karyawan yeng memiliki kesiapan terhadap perubahan merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga dapat percaya diri untuk menyelesaikan tugas-tugas dan sukses dalam karir  setelah terjadi perubahan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Haqq & Natsir (2019) bahwa untuk menciptakan kesiapan terhadap perubahan, maka karyawan harus memperkuat keyakinan diri terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga memiliki antusias terhadap perubahan.

Indikator pada variabel readiness to change dengan nilai rata-rata terendah yakni karyawan merasa bisa mengatasi masalah pekerjaan dengan mudah saat perusahaan menerapkan perubahan ini sebesar 3,51. Hasil ini menunjukkan bahwa kesiapan karyawan yang paling rendah terkait dengan merasa bisa mengatasi masalah pekerjaan dengan mudah saat perusahaan menerapkan perubahan. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian bagi manajemen perusahaan untuk meningkatkan kesiapan karyawan terhadap perubahan di PT PLN Nusantara Power sebab berdasarkan Cunningham et al. (2002) individu dengan keyakinan yang tinggi mampu menyelesaikan setiap permasalahan dalam pekerjaan lebih siap dalam menghadapi perubahan. Pada dasarnya, efikasi diri merupakan perluasan dari konsep teori social learning Bandura (1977) yang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan tugas tertentu. Dalam konteks perubahan organisasi, efikasi perubahan didefinisikan sebagai persepsi kepercayaan diri terhadap kemampuan diri untuk menghadapi peristiwa perubahan (Haqq & Natsir, 2019).

Terjadinya proses perubahan di organisasi, tidak hanya membutuhkan kesiapan terhadap perubahan saja. Lebih dari itu, komitmen terhadap perubahan juga penting (Al-Hussami et al., 2018), karena komitmen terhadap perubahan merupakan prasyarat bagi kemauan individu untuk mengadopsi perubahan dalam organisasi yang akhirnya dapat mendorong keberhasilan perubahan (Wardani et al., 2020). Berdasarkan pendapat Radian & Mangundjaya (2019) menunjukkan kesiapan individu terhadap perubahan yang terjadi di organisasi terkait dengan level posisi atau jabatan karyawan di organisasi. Karyawan juga dihadapkan dengan tugas yang menantang. Dengan demikian, dapat mempengaruhi kepercayaan diri karyawan mengenai kemampuan mereka untuk mengelola perubahan dan menciptakan kesiapan untuk berpartisipasi dalam proses pengembangan organisasi (Cunningham et al., 2002). Studi yang dilakukan Katsaros et al. (2020) menunjukkan kesiapan karyawan untuk berubah merupakan keyakinan karyawan terhadap manfaat dari upaya perubahan yang diusulkan atau sejauh mana karyawan siap secara mental, psikologis, atau fisik untuk berpartisipasi dalam upaya pengembangan organisasi. Melihat temuan tersebut maka pada penelitian selanjutnya dapat melihat lebih jauh keterkaitan aspek psikologis dengan kesiapan terhadap perubahan pada karyawan. 

Merujuk pada hasil pengujian hipotesis yang sudah dijelaskan di atas dapat diambil simpulan bahwa readiness to change berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power. Kesiapan karyawan PT PLN Nusantara Power untuk berubah ditunjukkan dengan merasa memiliki kemampuan dan dapat menyelesaikan tugas dan aktivitas yang berhubungan dengan pelaksanaan perubahan, merasakan adanya alasan yang logis untuk berubah, serta merasa manajemen memiliki komitmen terhadap perubahan dan memperoleh manfaat dari pelaksanaan perubahan. Untuk itu, ketika karyawan PT PLN Nusantara Power memiliki kesiapan maka dapat meningkatkan komitmen terhadap perubahan.

 

Pengaruh Perceived Benefits of Training Terhadap Commitment to Change dengan Mediasi Readiness to Change

Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H4 diterima yang berarti perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil ini menunjukkan bahwa readiness to change merupakan variabel mediasi karena berkontribusi dalam mendukung secara positif perceived benefits of training terhadap commitment to change. Efek mediasi yang terjadi tergolong partial mediation dikarenakan mengacu pada Gambar 2 bahwa perceived benefits of training juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap commitment to change. Dengan demikian manfaat program pelatihan bisa secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak signifikan pada commitment to change. Sebagaimana hasil studi penelitian sebelumnya bahwa ada hubungan yang positif antara manfaat pelatihan yang dirasakan oleh karyawan dengan komitmen terhadap perubahan (Al-Emadi & Marquardt, 2007). Bartlett (2001) menyimpulkan dari hasil studinya bahwa manfaat yang dirasakan terkait karir memiliki korelasi positif yang signifikan dengan komitmen perubahan di antara karyawan. Manfaat yang terkait dengan pribadi juga ditemukan memiliki hubungan signifikan dengan komitmen perubahan. Mansour et al. (2022) menjelaskan kesadaran karyawan terhadap potensi manfaat dari partisipasi mereka dalam program pelatihan cenderung mengarah pada peningkatan keterikatan emosional dengan organisasi. Dengan demikian, manfaat pelatihan yang dirasakan karyawan dapat dianggap sebagai alat untuk meningkatkan partisipasi karyawan dalam perubahan di organisasi.

Berbagai program pelatihan yang diselenggarakan oleh PT PLN Nusantara Power baik program pelatihan teknik, program pelatihan non teknik, program sertifikasi teknik, dan program sertifikasi non teknik akan meningkatkan kesiapan karyawan yang pada akhirnya meningkatkan komitemen terhadap perubahan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa perubahan mengharuskan organisasi untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, sikap, pengetahuan, dan kompetensi karyawannya dengan mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam program pelatihan (Andrews et al., 2008; García-Valcárcel & Tejedor, 2009; Ouedraogo & Ouakouak, 2018), sehingga karyawan memperoleh keterampilan dan kompetensi baru agar karyawan memiliki kesiapan terhadap perubahan (Mansour et al., 2022).

Kebutuhan akan pelatihan PT PLN Nusantara Power terjadi selama penerapan proses perubahan muncul dari kenyataan bahwa perubahan ini akan terjadi di dalam organisasi, sehingga mengharuskan karyawan organisasi untuk memperoleh keterampilan dan kompetensi baru agar karyawan memiliki kesiapan terhadap perubahan. Vakola & Nikolaou (2005) berpendapat bahwa memberikan program pelatihan yang tepat kepada karyawan akan membuat karyawan lebih tangguh dalam beradaptasi terhadap proses perubahan sehingga memiliki komitmen terhadap perubahan tersebut. Hal ini juga didukung oleh karakteristik responden dalam penelitian ini yang sebagian besar tergolong berusia dewasa yaitu 30 - 39 tahun (43,9%). Sebagaimana hasil studi Punia & Rani (2011) bahwa usia pegawai memiliki dampak yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, kesadaran tentang diri sendiri meningkat dan pegawai cenderung menjadi lebih mudah beradaptasi dan fleksibel, yang pada akhirnya meningkatkan kesiapan terhadap perubahan.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan social exchange theory yang dijelaskan oleh Mansour et al. (2022) bahwa pemberian kesempatan pelatihan kepada karyawan dapat dipandang sebagai sinyal kepada karyawan, yang menunjukkan bahwa organisasi peduli dan menghargai kontribusi karyawan. Oleh karena itu, menurut teori pertukaran sosial, kesempatan pelatihan tidak hanya berpotensi meningkatkan kinerja karyawan tetapi juga mencakup aspek sosial-emosional dari hubungan antara organisasi dan karyawannya. Dengan demikian, karyawan akan menanggapi sinyal ini secara positif dengan menunjukkan komitmen perubahan lebih besar terhadap organisasi. Senada dengan pendapat tersebut Hassan & Mahmood (2016) menjelaskan bahwa partisipasi dalam pelatihan dapat memberikan manfaat bagi karyawan secara pribadi, karier, dan pekerjaan, yang dapat meningkatkan kesiapan dan kemampuan untuk menerima perubahan di organisasi. Manfaat ini juga dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi karyawan, meningkatkan tingkat komitmen afektif mereka, dan dengan demikian mengurangi keinginan mereka untuk meninggalkan organisasi (Muma et al., 2014). Melihat temuan tersebut maka penelitian selanjutnya dapat melakukan pengembangan penelitian dengan melihat peran yang lebih jauh komitmen pada perubahan di organisasi terhadap kreativitas dan inovasi karyawan maupun keinginan mereka untuk meninggalkan organisasi.

Berdasarkan uraian analisis dan hasil pengujian hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil ini memperlihatkan bahwa ketika program-program pelatihan memberikan manfaat bagi karyawan seperti manfaat personal, manfaat untuk karir, dan manfaat terkait pekerjaan maka akan meningkatkan kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan yang terjadi di organisasi. Karyawan yang memiliki kesiapan terhadap perubahan menunjukkan sikap proaktif dan positif terhadap perubahan, memiliki kesediaan untuk mendukung perubahan serta keyakinan untuk berhasil dalam perubahan.

 

Pengaruh Kompetensi Terhadap Commitment to Change dengan Mediasi Readiness to Change

Uji hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H5 diterima yang berarti kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil ini menunjukkan bahwa readiness to change merupakan variabel mediasi karena berkontribusi dalam mendukung secara positif kompetensi terhadap commitment to change. Efek mediasi yang terjadi dapat dikategorikan sebagai full mediation dikarenakan berdasarkan Gambar 2 menunjukkan kompetensi secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap commitment to change. Kompetensi berpengaruh terhadap commitment to change hanya secara tidak langsung melalui variabel mediasi readiness to change. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Armenakis et al. (1993) bahwa kesiapan individu terhadap perubahan ditentukan kompetensinya di mana individu yang memiliki kesiapan akan berkomitmen terhadap perubahan.

PT PLN Nusantara Power berusaha meningkatkan kompetensi karyawan melalui program sertifikasi. Sertifikasi merupakan pengakuan terhadap kompetensi seorang profesional yang telah memenuhi standar profesi pada bidangnya masing-masing. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam industri pembangkitan serta penyediaan jasa operasi dan pemeliharaan kelistrikan, melakukan sertifikasi kepada karyawannya guna menjaga standar kompetensi yang dimiliki dalam bekerja. Hal ini dilakukan sebagai bentuk implementasi Peraturan Menteri ESDM No. 46 Tahun 2017 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan apabila karyawan memiliki kompetensi yang dapat mendukung perubahan yang ada di organisasi akan memiliki kesiapan yang lebih baik dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut (Febriandono et al., 2019). Kesiapan terhadap perubahan dapat meningkatkan komitmen terhadap perubahan di antara karyawan (Al-Tahitah et al., 2020). Menurut Indriastuti & Fachrunnisa (2021) perubahan yang dilakukan oleh organisasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari karyawan. Karyawan yang memiliki kesiapan untuk berubah percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan jika melakukan perubahan serta mempunyai sikap positif terhadap perubahan organisasi dan mempunyai komitmen untuk terlibat dalam melaksanakan perubahan organisasi.

Peningkatan kompetensi karyawan melalui program sertifikasi dapat berdampak positif pada kesiapan karyawan sehingga meningkatkan komitmen terhadap perubahan. Vakola (2013) menjelaskan bahwa perencanaan perubahan yang akan dilakukan organisasi tidak akan optimal apabila tidak ada komitmen dalam diri individu untuk berubah. Faktor internal yang dapat mempengaruhi komitmen individu untuk berpartisipasi dalam perubahan adalah kesiapan karyawan untuk berubah (Somadi & Salendu, 2022). Perubahan yang terjadi dalam organisasi tidak hanya dilihat dari sisi organisasi tetapi juga karyawan dalam organisasi tersebut. Hal ini dikarenakan keberhasilan perubahan yang terjadi juga sangat bergantung komitmen dan kesiapan individu di organisasi. Meskipun perubahan ini memiliki tujuan yang baik bagi organisasi, namun tetap saja akan menimbulkan rasa ketidakpastian dan kecemasan pada karyawan (Grunberg, 2008). Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Marchalina et al. (2021) menemukan bahwa cirti-ciri kepribadian memiiki keterkaitan erat dengan komitmen terhadap perubahan di organisasi. Karyawan dengan dengan ciri kepribadian neuroticism yang tinggi cenderung merasa stres terhadap perubahan dan merasa cemas dengan terjadinya perubahan. Sebaliknya karyawan dengan ciri agreeableness dan conscientiousness cenderung menerima perubahan dan melakukan kinerja terbaik mereka untuk membuat perubahan di organisasi dapat berhasil. Merujuk pada temuan tersebut maka penelitian selanjutnya dapat melihat lebih komprehensif dengan mengkaji ciri-ciri kepribadian terhadap komitmen pada perubahan dalam konteks tranformasi yang terjadi di PT PLN Nusantara Power.

Berdasarkan uraian analisis dan hasil pengujian hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh karyawan PT PLN Nusantara Power dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dapat mempengaruhi kesiapan karyawan yang terkait dengan bagaimana karyawan akan merespons implementasi perubahan dalam suatu organisasi. Sehingga, karyawan memiliki kesediaan untuk mendukung perubahan dan keyakinan untuk berhasil dalam perubahan. Selain itu, karyawan yang memiliki kesiapan terhadap perubahan yang terjadi di PT PLN Nusantara Power akan berkomitmen terhadap perubahan, mendukung perubahan, serta berkewajiban untuk menjadi bagian dari perubahan.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa perceived benefits of training dan kompetensi karyawan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change dan commitment to change pada proses transformasi organisasi di PT PLN Nusantara Power. Selain itu, readiness to change juga berperan sebagai mediator dalam hubungan antara manfaat pelatihan dan kompetensi dengan commitment to change. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan perusahaan memiliki efek lebih besar dalam meningkatkan kesiapan dan komitmen terhadap perubahan dibandingkan kompetensi karyawan. Secara manajerial, PT PLN Nusantara Power perlu memperbaiki beberapa aspek seperti meningkatkan peluang karir melalui pelatihan, memperbaiki semangat karyawan dalam menerima tugas baru, serta memperkuat pemahaman karyawan terkait manajemen risiko selama proses transformasi. Penelitian ini juga menyarankan agar penelitian selanjutnya menambahkan variabel lain dan fokus pada faktor psikologis, demografis, serta dampak pelatihan terhadap kinerja perusahaan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Al-Emadi, M. A. S., & Marquardt, M. J. (2007). Relationship Between Employees’ Beliefs Regarding Training Benefits and Employees’ Organizational Commitment in a Petroleum Company in the State of Qatar. International Journal of Training and Development, 11 (1), 49–70. https://doi.org/10.1111/j.1468-2419.2007. 00269.x 

Al-Tahitah, A., Abdulrab, M., Alwaheeb, M. A., Al-Mamary, Y. H. S., & Ibrahim, I. (2020). The Effect of Learning Organizational Culture on Readiness for Change and Commitment to Change in Educational Sector in Yemen. Journal of Critical Reviews, 7(9), 1019-1026. https://doi.org/10.31838/jcr.07.09.188

Armenakis, A. A., Feild, H. S., Holt, D. T., & Harris, S. G. (2007). Readiness for Organizational Change The Systematic Development of a Scale. The Journal of Applied Behavioral Science, 43(2), 232-255. doi: 10.1177/0021886306295295.

Andrews, J., Cameron, H., & Harris, M. (2008). All change? Managers’ experience of Organizational Change in Theory and Practice. Journal of Organizational Change Management, 21(3), 300–314. https://doi.org/10. 1108/09534810810874796.

Bartlett, K. R. (2001). The Relationship Between Training and Organizational Commitment: A Study in the Health Care Field. Human Resource Development Quarterly, 12(4), 335-352. https://doi.org/10.1002/ hrdq.1001.

Bartunek, J.M., Rousseau, D.M., Rudolph, J.W., & DePalma, J.A. (2006). On the Receiving End: Sensemaking, Emotion, and Assessments of an Organizational Change Initiated by Others. Journal of Applied Behavioral Science, 42(2), 182-206. https://doi.org/10.1177/0021886305285455.

Engida, Z. M., Alemu, A.E., & Mulugeta, M. A. (2022). The Effect of Change Leadership on Employees’ Readiness to Change: The Mediating Role of Organizational Culture. Future Business Journal, 8(1), 1-13. https://doi.org/10.1186/s43093-022-00148-2.

Febriandono, M. H., Mulia, F. H. N., & Iswara, N. H. (2019). Pengaruh Kompetensi Personal terhadap Kesiapan Perubahan dalam Industri 4.0. Jurnal TAM (Technology Acceptance Model), 9(2), 107-115.

García-Valcárcel, A., & Tejedor, F. J. (2009). Training Demands of the Lecturers Related to the Use of ICT. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 1(1), 178–183.  https://doi. org/10.1080/09585190500239341.

Grunberg, L., Moore, S., Greenberg, E. S, & Sikora, P. (2008). The Changing Workplace and Its Effects. The Journal of Applied Behavioral Science, 44(2), 215–236. https://doi:10.1177/0021886307312771.

Haffar, M., Al-Karaghouli, W., & Ghoneim, A. (2014). An Empirical Investigation of The Influence of Organizational Culture on Individual Readiness for Change in Syrian Manufacturing Organizations. Journal of Organizational Change Management, 27(1), 5–22. https://doi.org/10.1108/JOCM-04-2012-0046.

Hair, J. F., Hult, T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt. (2017). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Sage Publication.

Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a Silver Bullet, Journal of Marketing Theory and Practice, 19(2), 139-152. http://dx.doi.org/10.2753/MTP1069-6679190202.

Holt, D. T., Armenakis, A. A., Feild, H. S., & Harris, S. G. (2007). Readiness for Organizational Change: The Systematic Development of a Scale. Journal of Applied Behavioral Science, 43(2), 232-255. https://doi.org/10.1177/0021886306295295

Indriastuti, D., & Fachrunnisa, O. (2021). Achieving Organizational Change: Preparing Individuals to Change and their Impact on Performance. Public Organization Review, 21(3), 377-391. https://doi.org/10.1007/s11115-020-00494-1.

Jones, R., Jimmieson, N., & Griffiths, A. (2005). The Impact of Organizational Culture and Reshaping Capabilities on Change Implementation Success: The Mediating Role of Readiness for Change. Journal of Management Studies, 42, 361-386. https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.2005.00500.x

Ju, B., Lee, Y., Park, S., & Yoon, S. W. (2021). A Meta-Analytic Review of the Relationship Between Learning Organization and Organizational Performance and Employee Attitudes: Using the Dimensions of Learning Organization Questionnaire. Human Resource Development Review, 20(2), 207-251. https://doi.org/10.1177/1534484320987363

Kanten, P., Kanten, S., & Gurlek, M. (2015). The Effects of Organizational Structures and Learning Organization on Job Embeddedness and Individual Adaptive Performance. Procedia Economics and Finance, 23(October 2014), 1358–1366. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)00523-7

Katsaros, K. K., Tsirikas, A. N., & Kosta, G. C. (2020). The Impact of Leadership on Firm Financial Performance: The Mediating Role of EmployeesReadiness to Change. Leadership and Organization Development Journal, 41(3), 333-347. https://doi.org/10.1108/LODJ-02-2019-0088

Kurniawati, E. P., & Widoatmodjo, S. (2023). Readiness For Organizational Change: Workplace and Individual Factors at PT TBK (JV Company). Asian Journal of Social and Humanities, 2(3), 1917-1925. https://doi.org/10.59888/ajosh.v2i03.205

Mansour, A., Rowlands, H., Al-Gasawneh, J. A., Nusairat, N. M., Al-Qudah S., Shrouf, H., & Akhorshaideh, A. H. (2022) Perceived Benefits of Training, Individual Readiness for Change, and Affective Organizational Commitment Among Employees of National Jordanian Banks, Cogent Business & Management, 9(1), 1-28. doi: 10.1080/23311975.2021.1966866.

Martini, I. A. O., Supriyadinata, A. A. N. E., Sutrisni, K. E., & Sarmawa, I. W. G. (2020). The Dimensions of Competency on Worker Performance Mediated by Work Commitment. Cogent Business and Management, 7(1). https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1794677

Neirotti, P., & Paolucci, E. (2013). Why do Firms Train? Empirical Evidence on The Relationship Between Training and Technological and Organizational Change. International Journal of Training and Development, 17(2), 93–115. https://doi.org/10.1111/ijtd.12003

Neves, P. (2009). Readiness for Change: Contributions for Employee’s Level of Individual Change and Turnover Intentions. Journal of Change Management, 9(2), 215-231. https://doi.org/10.1080/14697010902879178

Ouedraogo, N., & Ouakouak, M. L. (2018). Impacts of personal trust, communication, and affective commitment on change success. Journal of Organizational Change Management, 31(3), 676–696. https://doi.org/10.1108/JOCM-09-2016-0175.

Oreg, S., Vakola, M., & Armenakis, A. (2011). Change Recipients’ Reactions to Organizational Change: A Sixty-Year Review of Quantitative Studies. Journal of Applied Behavioral Science, 47(4), 461-524. https://doi.org/10.1177/0021886310396550.

Pakdel, A. (2016). An Investigation of the Difference in the Impact of Demographic Variables on Employees’ Resistance to Organizational Change in Government Organizations of Khorasan Razavi. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 230, 439 - 446. doi: 10.1016/j.sbspro.2016.09.055.

Peach, M., Jimmieson, N. L., & White, K. M. (2005). Beliefs Underlying Employee Readiness to Support A Building Relocation: A Theory of Planned Behavior Perspective. Organization Development Journal, 23, 9-22.

Punia, B. K., & Rani, R. (2011). Change Readiness Behaviour of Employees Across Demographic Variables. International Research & Educational Consortium, 2(2), 46-55.

Putra,  Ramdani. (2019). The Impact of Transformational Leadership and Job Satisfaction on Readiness to Change with Learning Organizations as Intervening Variables. Economica, 8(1), 1-11. https://doi.org/10.22202/economica.2019.v8.i1.3587

Rahi, S., Alghizzawi, M., Ahmad, S., Munawar Khan, M., & Ngah, A. H. (2022). Does Employee Readiness to Change Impact Organization Change Implementation? Empirical Evidence From Emerging Economy. International Journal of Ethics and Systems, 38(2), 235-253. https://doi.org/10.1108/IJOES-06-2021-0137

Rohmah, L. A., Irawati, S., & Lestari, N. P. (2021). The Effect of Training and Development on Teacher Performance Mediated by Readiness to Change During COVID-19 Pandemic. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 1(3), 232-240.

Roos, J., & Nilsson, V. O. (2020). Driving Organizational Readiness for Change through Strategic Workshops. International Journal of Management and Applied Research, 7(1), 1-28. https://doi.org/10.18646/2056.71.20-001

Santhidran, S., Chandran, V. G. R.  & Borromeo, J. (2013). Enabling Organizational Change - Leadership, Commitment to Change and The Mediating Role of Change Readiness, Journal of Business Economics and Management, 14(2), 348-363.

Shah, N., Irani, Z., & Sharif, A. M. (2017). Big Data in an HR Context: Exploring Organizational Change Readiness, Employee Attitudes and Behaviors. Journal of Business Research, 70, 366-378. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2016.08.010

Somadi, N., & Salendu, A. (2022). Mediating Role of Employee Readiness to Change in the Relationship of Change Leadership with Employees' Affective Commitment to Change. Budapest International Research and Critics Institute-Journal, 5(1), 30-38. doi: https://doi.org/10.33258/birci.v5i1.3576.

Sutomo, D. (2022). Literature Review Competency and Performance Improvement: Training and Learning Organization Analysis. Dinasti International Journal of Education Management, 3(5), 768-780. https://dinastipub.org/DIJEMSS/article/view/1288%0Ahttps://dinastipub.oro/DIJEMSS/article/download/1288/895

Vakola, M. (2013). Multilevel Readiness to Organizational Change: A Conceptual Approach. Journal of Change Management, 13(1), 96–109. https://doi:10.1080/14697017.2013.768436.

Vakola, M. (2014). What’s in There for Me? Individual Readiness to Change and The Perceived Impact of Organizational Change. Leadership and Organization Development Journal, 35(3), 195-209. https://doi.org/10.1108/LODJ-05-2012-0064

Vakola, M., & Nikolaou, I. (2005). Attitudes Towards Organizational Change. Employee Relations, 27(2), 160–174. https://doi.org/10.1108/0142545051 0572685.

Waisy, Omar H., & Wei, Chong C. (2020). Transformational Leadership and Affective Commitment to Change: The Roles of Readiness for Change and Type of University. International Journal of Innovation, Creativity and Change. 10(10), 459-482.

 

Copyright holder:

Priyono, Dian Ekowati (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: