Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 9, September 2024
Pengaruh Perceived Benefits of
Training dan Kompetensi Karyawan
Terhadap Readiness and Commitment to Change pada
Proses Transformasi Organisasi
Holding Subholding PT PLN
Nusantara Power
Priyono1, Dian Ekowati2
Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia1,2
Email: [email protected]1
Abstrak
Dunia bisnis yang cepat berubah akibat globalisasi dan teknologi memaksa
organisasi untuk beradaptasi agar tetap bertahan. Perubahan kini menjadi kunci
kesuksesan, dan organisasi perlu beradaptasi cepat dalam lingkungan yang
dinamis. Untuk mencapai keunggulan, perusahaan harus fokus pada pembelajaran
dan pelatihan guna meningkatkan keterampilan dan kompetensi anggota organisasi.
Hal ini penting dalam mendukung transformasi, seperti yang dilakukan PT PLN
Nusantara Power dalam proses holding subholding. Keberhasilan transformasi ini membutuhkan
kesiapan dan komitmen karyawan, yang didukung oleh program-program untuk
meningkatkan kesiapan mereka menghadapi perubahan. Penelitian ini menganalisis
pengaruh perceived benefits
of training dan kompetensi
karyawan terhadap kesiapan dan komitmen dalam proses perubahan di PT PLN
Nusantara Power. Sampel penelitian melibatkan 330 karyawan PT PLN (Holding)
yang dipilih secara acak. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner online, dan analisis data menggunakan metode Structural Equation Modeling Partial Least Square
(SEM PLS) dengan SmartPLS 4. Hasilnya menunjukkan
bahwa perceived benefits of training dan kompetensi
karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness
to change, yang pada
gilirannya memediasi pengaruh tersebut terhadap commitment
to change.
Kata kunci: perceived
benefits of training, kompetensi, readinnes
to change, commitment to change
Abstract
The rapidly changing business world due to
globalization and technology forces organizations to adapt in order to survive.
Change has now become a key to success, and organizations need to quickly adapt
to dynamic environments. To achieve a competitive edge, companies must focus on
learning and training to enhance the skills and competencies of their members.
This is crucial in supporting transformation, such as the process of holding subholding at PT PLN Nusantara Power. The success of this
transformation requires employee readiness and commitment, supported by
programs designed to enhance their preparedness for change. This study analyzes the influence of perceived benefits of training
and employee competence on readiness and commitment during the organizational
transformation process at PT PLN Nusantara Power. The study sample involved 330
employees of PT PLN (Holding), selected randomly. Data collection was carried
out through online questionnaires, and data analysis used the Structural
Equation Modeling Partial Least Square (SEM PLS)
method with SmartPLS 4 software. The results show
that perceived benefits of training and employee competence have a positive and
significant effect on readiness to change, which in turn mediates the positive
influence of these factors on commitment to change.
Keywords: Perceived benefits of training, Competence,
Readiness to change, Commitment to change
Pendahuluan
Dunia bisnis berubah dengan cepat karena globalisasi dan
kemajuan teknologi. Hal ini tentunya menuntut setiap organisasi untuk
beradaptasi dengan melakukan perubahan pada proses bisnisnya. Kelangsungan
hidup organisasi akan ditentukan dengan kesiapan organisasi untuk mengadopsi
dan mengimplementasikan perubahan, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan
telah menjadi kebutuhan bagi keberhasilan organisasi. Rosenbaum
et al. (2018) menjelaskan
bahwa perubahan organisasi adalah proses di mana organisasi mengubah operasi
bisnis tidak hanya untuk menjaga kelangsungan hidup tetapi juga memberikan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
Suatu organisasi dapat terjadi perubahan, apabila
individu maupun organisasi memiliki kesediaan untuk berubah (Al-Tahitah et al.,
2020). Kesiapan karyawan untuk berubah merupakan faktor kunci keberhasilan
perubahan (Engida et al., 2022). Dengan kata lain ketika organisasi mengalami
perubahan maka karyawan juga dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap
perubahan, sehingga tidak hanya organisasi saja yang harus siap menghadapi
perubahan yang mungkin terjadi namun karyawan juga harus siap menghadapi
perubahan yang ada pada organisasi. Untuk itu, organisasi juga perlu memahami
kesiapan karyawan terhadap perubahan tersebut. Karyawan adalah bagian penting
dari organisasi sehingga tanpa kesiapan karyawan maka organisasi tidak dapat
menerapkan perubahan. Karyawan yang tidak memiliki kesiapan untuk berubah
kemungkinan untuk melakukan resistensi yang dapat menjadi penghambat proses
implementasi perubahan.
Kesiapan karyawan terhadap perubahan merupakan pola pikir
yang ada pada diri karyawan pada saat proses pelaksanaan perubahan dalam
organisasi. Terdiri dari keyakinan, dan sikap terhadap perubahan yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan melaksanakan perubahan organisasi (Vakola, 2014). Konsep kesiapan menjadi semakin penting karena reaksi
karyawan terhadap perubahan menjadi titik krusial dalam setiap perubahan
organisasi (Oreg et al., 2011; Bartunek et al., 2006). Selain itu, faktor
kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting yang menggambarkan dukungan
awal karyawan terhadap inisiatif perubahan (Holt et al., 2007). Kepercayaan
terhadap manajemen, persepsi dukungan organisasi, partisipasi dalam pengambilan
keputusan, mengkomunikasikan perlunya perubahan dapat mempengaruhi tingkat dukungan
karyawan terhadap perubahan (Caliskan & Isik, 2016). Kesiapan terhadap perubahan dianggap sebagai
sikap individu yang dipengaruhi oleh struktur organisasi, orientasi strategis,
sistem kinerja (Shah et al.,
2017).
Progam
pelatihan menjadi bagian penting dalam menentukan kesiapan karyawan untuk
melakukan perubahan. Melalui pelatihan karyawan dalam organisasi akan
memperoleh manfaat berupa peningkatan
ketrampilan dan pengetahuan mengapa organisasi memerlukan perubahan dalam
aktivitasnya. Kesiapan karyawan untuk berubah dapat menentukan keberhasilan
perubahan yang ada di organisasi (Putra, 2019). Pelatihan di organisasi
tidak hanya mencangkup individu karyawan namun juga kelompok atau tim di
organisasi. Idealnya setiap karyawan mempunyai komitmen untuk terus
meningkatkan diri melalui pelatihan .
Lingkungan bisnis yang dinamis akan menuntut organisasi
untuk beradaptasi dengan cepat terhadap setiap perubahan, oleh karena itu
setiap perusahaan perlu memiliki kemampuan pembelajaran dan pelatihan untuk mencapai keunggulan dibandingkan
pesaingnya. Pembelajaran dan pelatihan yang terjadi di organisasi merupakan
komponen penting dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki
oleh anggota organisasi sehingga berdampak pada meningkatnya kompetensi.
Peningkatan kompetensi salah satu indikatornya ditandai
dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan. Peningkatan keterampilan dan
pengetahuan dapat terjadi dengan menerapkan pembelajaran yang fokus pada
pengelolaan pengetahuan dan berbagi pengetahuan (Sutomo, 2022). Pembelajaran
dapat mempengaruhi kompetensi individu dalam melakukan penyesuaian
terhadap tuntutan lingkungan. Individu dapat menjalankan peran dan tanggung
jawabnya secara efektif serta responsif dalam situasi baru (Kanten et
al., 2015).
Peningkatan kompetensi dari anggota organisasi akan
mendukung kesiapannya terhadap perubahan yang ada di organisasi. Kesiapan dari
pegawai untuk berubah membutuhkan dukungan kompetensi yang sesuai dengan
perubahan tersebut (Kurniawati
& Widoatmodjo, 2023).
Kesiapan terhadap perubahan perlu didukung oleh adanya kompetensi anggota
organisasi. Kompetensi yang dimiliki anggota organisasi harus sesuai dengan
perubahan yang ada sehingga dapat mengubah cara berpikir atau berperilaku yang
kemudian dapat menyebabkan kesiapan terhadap perubahan dalam organisasi (Roos &
Nilsson, 2020).
Kompetensi karyawan merupakan sesuatu yang harus dikembangkan dalam sebuah
organisasi untuk mempersiapkan terjadinya perubahan yang terjadi di organisasi.
Salah satu perusahaan yang beradaptasi dengan kondisi
lingkungan bisnisnya dengan melakukan perubahan dan transformasi organisasi
adalah PT PLN Nusantara Power. Dimana pada tanggal 21
September 2022, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang merupakan salah satu anak
perusahaan PT PLN ( Persero ) telah bertransformasi menjadi salah satu Subholding PT PLN (Persero) yaitu PT PLN Nusantara Power
(PLN NP) yang diberi tugas untuk
mengelola Pembangkit Tenaga Listrik dan pengembangan energi baru terbarukan
(EBT). Pembentukan Sub Holding ini sebagai bagian dari proses transformasi
organisasi PT PLN (Persero) untuk mendukung penyiapan transisi energi dari
pembangkit berbahan bakar batubara (fosil) menjadi energi baru dan terbarukan (renewable energi).
Proses transformasi organisasi menyebabkan terjadinya
perubahan struktur organisasi dan tanggung jawab PT PLN Nusantara Power menjadi
lebih fokus dalam mendukung proses transisi energi dan juga untuk meningkatkan keunggulan operasional
serta optimalisasi portofolio penyediaan energi listrik yang andal dan efisien,
disamping itu dengan bertransformasi menjadikan PT
PLN Nusantara Power menjadi lebih
cepat didalam
proses pengambilan keputusan karena
terdapat pemisahan yang jelas antara peran strategis dan operasional.
Berikut tahapan proses transformasi PT Pembangkitan Jawa
Bali (PJB) menjadi PT PLN Nusantara Power (PLN NP) ditunjukkan oleh Gambar 1
berikut.
Gambar 1. Tahapan Tranformasi Organisasi PT Pembangkitan Jawa Bali menjadi PT PLN
Nusantara Power
Sumber: Data internal, diolah (2024)
Dalam upaya untuk
menjalankan proses transformasi
organisasi tersebut ada tahapan
masa transisi yang harus disiapkan meliputi pembentukan struktur organisasi baru, adaptasi budaya perusahaan,
penyiapan kompetensi karyawan, implementasi
proses bisnis dan teknologi. Perubahan
logo dan nama Perusahaan menjadi
salah satu momen sejarah terjadinya transformasi organisasi
PT PJB menjadi PT PLN Nusantara Power (Sub Holding PLN). Selain
itu berbagai penyesuaian strategis dilakukan mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas perusahaan saat itu,
seperti yang
dilakukan pada saat
transisi tahap
satu terjadi perubahan
struktur organisasi, perubahan komposisi Dewan Komisaris dan Direksi, dan perubahan branding nama, berikutnya pada saat transisi tahap dua dilakukan finalisasi struktur organisasi serta pada proses transisi transformasi
tahap ketiga
terjadi pengalihan
unit pembangkit dan karyawan dari holding
( PLN ) ke sub holding dan beroperasinya seluruh unit
Subholding
dalam wadah PT PLN
Nusantara Power.
Dengan
bergabungnya karyawan PLN (Holding)
ke PLN Nusanatara Power (Subholding) terjadi gap kompetensi baik dari sisi
pelaksanaan
proses bisnis dilapangan
maupun pemahaman aset manajemen dan tata kelola pembangkit yang baru dan hal ini apabila
tidak ditangani dengan baik dapat
menghambat kesiapan dan komitmen karyawan dalam proses transformasi organisasi, karena perubahan dalam struktur organisasi Holding
Subholding yang ada berdampak pada
perubahan proses bisnis, pola komunikasi dan pola kerja di lapangan. Dari segi proses bisnis
tata kelola pembangkitan misalnya, Unit-Unit terutama yang dulunya dikelola oleh PT PLN harus beradaptasi dengan implementasi Entreprise
Asset Management (EAM) yang selama ini sudah diterapkan di PT PJB/ PT
PLN Nusantara Power. Implementasi
EAM membawa banyak perubahan dari segi proses bisnis termasuk
implementasi aplikasi
teknologi yang digunakan. Para karyawan
dari Unit Holding ( PLN) dituntut untuk bisa segera
memahami dan mengaplikasikan proses bisnis yang baru berikut aplikasi teknologi yang digunakan demi menjaga sustainability tata kelola pembangkitan
yang sudah berjalan di PT
PLN Nusantara Power dan untuk
mengatasi kondisi tersebut telah disiapkan melalui berbagai program pelatihan, peningkatan kompetensi, akselerasi pemahaman proses bisnis dan sistem tata kelola
manajemen pembangkit agar tidak menjadi kendala atau hambatan didalam
proses transformasi organisasi.
Berikut adalah beberapa program pelatihan dan workshop
yang didesign khusus
untuk akselerasi pemahaman dan peningkatan kompetensi karyawan PT PLN ( Holding ) terkait
dengan proses bisnis dan tata kelola manajemen pembangkit yang ada diperusahaan PT PLN Nusantara
Power ( Subholding ):
1. Program Halo
Nusantara adalah sebuah program yang bertujuan untuk pengenalan dan pemahaman proses bisnis baru pada
karyawan PT PLN ( Holding ) yang melaksanakan
tugas karya di PT PLN
Nusanatara Power. Program ini juga dikenal sebagai End User Training yang fokusnya untuk menguasai pelaksanaan proses bisnis di lapangan.
2.
Program Great Nusantara yang berfokus untuk peningkatan kinerja unit. Program ini diprioritaskan untuk unit-unit PT
PLN ( Holding ) dengan metode pembelajaran berbasis kinerja dengan tujuan untuk mempercepat
transformasi pemahaman manajemen asset, mempercepat proses sinkronisasi implementasi manajemen aset pembangkitan dan mempercepat kenaikan maturity level proses bisnis unit.
Disamping menyiapkan beberapa program khusus terkait dengan ekselerasi pemahaman proses bisnis dan aset management, untuk
peningkatan dan pengambangan
kompetensi karyawan, pada Tahun 2023 PT PLN Nusantara Power
juga telah menyiapkan berbagai program pembelajaran yang dapat digunakan oleh karyawan baik secara
online maupun
offline meliputi pelatihan, sertifikasi, workshop
dan PGD yang tujuannya untuk
meningkatkan kualitas dan kapabilitas karyawan sehingga pada akhirnya
dapat meningkatkan produktivitas perusahaan dan mendukung proses transformasi perusahaan.
Tabel 1.Program Pengembangan Kompetensi Karyawan PT PLN Nusantara Power Tahun 2023
|
Judul |
Batch |
Peserta |
||||||
Kegiatan |
Plan |
Real |
% |
Plan |
Real |
% |
Plan |
Real |
% |
Pelatihan |
262 |
284 |
108.40 |
339 |
399 |
117.69 |
8085 |
8901 |
110.09 |
Sertifikasi |
99 |
98 |
98.98 |
149 |
205 |
137.58 |
3338 |
2831 |
84.81 |
Workshop |
0 |
12 |
- |
0 |
12 |
- |
0 |
167 |
- |
PGD |
0 |
1 |
- |
0 |
1 |
- |
0 |
31 |
- |
|
361 |
394 |
109.14 |
488 |
617 |
126.43 |
11.423 |
11.906 |
104.23 |
Sumber: Data internal, diolah (2024)
Dari data tabel 1 untuk realisasi pelaksanaan pembelajaran pada
tahun 2023 sebanyak 394
Judul yang dilaksanakan dalam 617 batch mencapai 126,43% dari
target RKAP dengan realisasi
11.906 peserta
atau 104.23% dan dari realisasi tersebut 40% karyawan PLN (
Holding ) yang melaksanakan tugas
karya di PT
PLN Nusantara Power.
PT PLN Nusantara Power memandang sumber daya manusia
merupakan sebuah ujung tombak dan faktor utama
yang menentukan kesuksesan sebuah perusahaan dalam melakukan transformasi organisasi. Kehadiran karyawan terbaik dan profesional, berdedikasi, berkompeten serta berintegritas dapat membuat PT PLN Nusantara Power memiliki fondasi yang kokoh untuk terus
berkembang dan maju. Peran strategis karyawan dalam mendukung transformasi organisasi di PT PLN
Nusantara Power perlu ditingkatkan dalam pengembangan leadership, peningkatan kapasitas organisasi,
serta membangun strategi untuk kompetensi dan produktivitas.
Proses transformasi organisasi yang terjadi di PT PLN
Nusantara Power akan berhasil
apabila karyawan di perusahaan juga memiliki kesiapan untuk berubah dan menyakini bahwa perusahaan akan mengalami kemajuan apabila melakukan perubahan. Sebaliknya,
apabila karyawan tidak siap menghadapi perubahan, maka mereka tidak akan mampu
mengimbangi kecepatan perubahan organisasi
yang sedang terjadi. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kesiapan karyawan maka diperlukan program pelatihan dan pengembangan kompetensi karyawan di dalam organisasi. Melalui program-program pelatihan dan pengembangan kompetensi ini karyawan yang ada di PT PLN Nusantara Power dapat memperoleh manfaat
( perceived benefits of training ) dalam peningkatan ketrampilan dan pengetahuan serta saling berbagi informasi terhadap proses transformasi yang terjadi di organisasi. Hal
ini selaras dengan pandangan Peach et al. (2005) bahwa proses belajar
yang terjadi di kalangan
anggota organisasi menjadi
faktor kunci kesiapan karyawan
untuk melakukan perubahan.
Unit PJB Academy sebagai Unit Learning Center PT PLN
Nusantara Power yang memiliki tugas
untuk mengelola pembelajaran dan pengembangan kompetensi karyawan memiliki peran yang strategis didalam menyiapkan proses transformasi organisasi dan kesiapan untuk perubahan (readiness to change) dan komitmen untuk berubah (commitment to change) agar proses
transformasi berjalan dengan baik.
Untuk itu didalam tesis ini penulis ingin menganalisa
lebih mendalam tentang : “Pengaruh Perceived Benefits of Training dan Kompetensi Karyawan Terhadap Readiness and Commitment
to Change Pada Proses Transformasi Organisasi Holding Subholding PT PLN Nusantara Power
“ mengapa penelitian
ini lebih fokus terhadap Commitment to Change karena setelah proses transformasi organisasi berjalan selama 2 tahun di PT PLN Nusantara
Power, penulis
ingin melihat sejauhmana kesiapan dan komitmen keberlanjutan dari karyawan untuk sepenuhnya mendukung dan mengintegrasikan perubahan, apakah karyawan terus terlibat secara aktif dalam transformasi
dan seberapa besar komitmen karyawan untuk menyukseskannya.
Berdasarkan latar
belakang yang telah dijelaskan, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perceived benefits of training dan kompetensi karyawan terhadap readiness to change serta commitment
to change, baik secara langsung maupun melalui mediasi readiness to change. Rumusan masalah yang akan dianalisis mencakup hubungan antara perceived benefits of training
dan kompetensi terhadap readiness to change, serta dampaknya terhadap commitment to change. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dalam memahami pengaruh faktor-faktor tersebut dalam konteks transformasi
organisasi PT PLN Nusantara
Power, dan manfaat praktis bagi manajemen dalam meningkatkan kesiapan serta komitmen karyawan terhadap perubahan. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dengan fokus pada karyawan yang bertugas di PT PLN Nusantara
Power (Subholding).
Metode
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan kausal untuk menganalisis pengaruh perceived benefits of training dan kompetensi terhadap readiness to
change dan commitment to change. Variabel perceived
benefits of training diukur menggunakan
tiga dimensi, yaitu personal benefit, career benefit, dan job-related
benefits, sedangkan kompetensi
karyawan diukur melalui enam indikator,
yaitu pengetahuan, pemahaman, nilai, kemampuan, sikap, dan minat. Sementara itu, readiness to change diukur menggunakan empat dimensi: change specific efficacy, appropriateness,
management support, dan personal valence, dan commitment to change diukur berdasarkan tiga dimensi: affective,
continuance, dan normative commitment.
Populasi penelitian
ini terdiri dari 1.842 karyawan PT PLN
Nusantara Power, dengan sampel
sebanyak 328 responden yang
diambil menggunakan teknik proportional random sampling sesuai
dengan rumus Slovin. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan secara online, dan dianalisis menggunakan metode Structural Equation Modeling Partial Least Square
(SEM-PLS) dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS 4.
Hasil
dan Pembahasan
Validitas Konvergen
Validitas
konvergen adalah sejauh mana suatu indikator berkorelasi positif dengan
indikator lainnya pada konstruk yang sama. Evaluasi
terhadap validitas konvergen didasarkan pada nilai outer
loading yang dihasilkan dari item-item pernyataan
variabel. Berdasarkan Hair et
al (2017) dijelaskan bahwa variabel dinyatakan valid
jika item-item pernyataan memiliki outer loading > 0,70. Tabel 4.9 berikut menunjukkan hasil uji
validitas konvergen berdasarkan nilai outer loading pada masing-masing indikator.
Pengujian validitas tidak hanya didasarkan pada besarnya nilai
outer loading namun juga nilai
AVE (Average Variance
Extracted). Berdasarkan Hair et
al. (2017) bahwa variabel
dinyatakan valid jika nilai AVE > 0,5.
Tabel 2. Nilai AVE Variabel Penelitian
Variabel Penelitian |
Nilai AVE |
Perceived
benefits to change (X1) |
0,736 |
Kompetensi Karyawan (X2) |
0,781 |
Readiness to change (Z) |
0,706 |
Commitment to change (Y) |
0,802 |
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Tabel 2 menunjukkan
secara keseluruhan variabel
dalam model penelitian menghasilkan nilai AVE yang lebih besar dari 0,5 yaitu 0,736 untuk perceived benefits to change,
selanjutnya 0,781 pada variabel kompetensi
karyawan, readiness to change sebesar 0,706 dan
yang terakhir adalah commitment to change sebesar 0,802. Sehingga dapat disimpulkan keseluruhan variabel adalah valid
berdasarkan nilai AVE.
Validitas Diskriminan
Uji validitas diskriminan juga dapat dilihat
dari nilai HTMT (Heterotrait-monotrait).
Berdasarkan Hair et al. (2017) apabila nilai
HTMT < 0,90 dapat disimpulkan
suatu kontruk memiliki validitas diskriminan yang baik. Tabel 4.5 berikut adalah hasil uji validitas diskriminan berdasarkan nilai HTMT.
Tabel 3. Hasil HTMT
|
Commitment to change |
Kompetensi |
Perceived benefits of training |
Readiness to change |
Commitment to change |
|
|
|
|
Kompetensi |
0,702 |
|
|
|
Perceived benefits of training |
0,824 |
0,740 |
|
|
Readiness to change |
0,818 |
0,713 |
0,824 |
|
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Hasil
uji validitas diskriminan
pada Tabel 3 menunjukkan semua konstruk yang terdapat pada model penelitian memiliki nilai HTMT yang lebih kecil dari
0,90 yang berarti konstruk pelatihan, kompetensi, readiness to change, dan commitment to change memiliki
validitas diskriminan yang
valid berdasarkan HTMT.
Reliabilitas
Pengujian reliabilitas
dalam penelitian ini didasarkan pada nilai cronbach’s alpha
dan composite reliability. Pedoman yang digunakan untuk menentukan batas nilai cronbach's alpha dan composite reliability mengacu pada Hair et al. (2017) yaitu 0,7. Artinya
suatu konstruk apabila memiliki nilai cronbach's alpha dan composite reliability > 0,7 maka dapat disimpulkan reliabel. Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas
Variabel |
Cronbach's Alpha |
Composite Reliability |
Perceived
benefits of training |
0,967 |
0,969 |
Kompetensi |
0,982 |
0,983 |
Readiness
to change |
0,983 |
0,983 |
Commitment
to change |
0,984 |
0,986 |
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Hasil
Tabel 4 memperlihatkan bahwa dilihat dari
nilai cronbach's alpha dan composite reliability menunjukkan keseluruhan konstruk dalam penelitian yaitu perceived benefits of training, kompetensi, readiness
to change dan commitment to change memiliki nilai
lebih dari 0,7. Sehingga dapat dimaknai bahwa masing-masing konstruk reliabel atau memiliki konsistensi.
Inner Model
R
Square
Analisis R Square bertujuan dalam mengukur seberapa besar kemampuan
variabel eksogen dalam menjelaskan variasi variabel endogen. Hasil dari nilai
koefisien determinasi memiliki tiga kategori yaitu 0,75; 0,50; dan 0,25 yang
memiliki arti substansial, moderat, dan lemah (Hair et al., 2017). Berdasarkan
pengolahan data yang telah dilakukan diperoleh nilai R Square ditunjukkan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Hasil R Square
Variabel Endogen |
Nilai R Square |
Kategori |
Readiness
to change |
0,729 |
Moderat |
Commitment
to change |
0,687 |
Moderat |
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Nilai R Square untuk readiness to change yaitu 0,729 di mana hasil tersebut bermakna besarnya readiness to
change pada karyawan PT PLN Nusantara Power yang dapat dijelaskan oleh perceived benefits of training dan kompetensi sebesar 72,9% sedangkan sisanya yaitu 27,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model penelitian. Berdasarkan Hair
et al. (2017) maka nilai R Square 0,729 termasuk dalam kategori moderat.
Nilai R Square untuk commitment to change yaitu 0,687 di mana hasil tersebut
bermakna besarnya commitment to change pada karyawan PT PLN
Nusantara Power yang dapat dijelaskan oleh perceived benefits of training, kompetensi, dan readiness to change sebesar 68,7% sedangkan sisanya yaitu 31,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model penelitian.
Berdasarkan Hair et al.
(2017) maka nilai R Square 0,687 termasuk dalam kategori moderat.
f-square
Tujuan dilakukan uji f-square adalah mengetahui efek yang ditimbulkan oleh variabel eksogen terhadap variabel
endogen. Mengacu pada Hair
et al. (2017) bahwa nilai f-square memiliki beberapa kategori yaitu 0,02 memiliki efek kecil, 0,15 memiliki
efek sedang, dan 0,35 memiliki efek besar. Untuk nilai f-square lebih rendah dari 0,02 maknanya adalah tidak
ada efek. Nilai f-square dalam penelitian ini ditunjukkan
oleh Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Nilai f-square
Variabel Penelitian |
f-square |
Kategori |
Kompetensi -> Readiness to change |
0,096 |
Kecil |
Perceived
benefits of training
-> Readiness to change |
0,601 |
Besar |
Readiness
to change -> Commitment to change |
0,191 |
Sedang |
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui
bahwa efek kompetensi terhadap readiness to change memiliki nilai
f-square sebesar 0,096. Hasil ini bermakna bahwa
efek yang ditimbulkan kompetensi terhadap readiness to change pada karyawan PT
PLN Nusantara Power adalah kecil.
Efek perceived benefits of
training terhadap readiness to change
memiliki nilai f-square
sebesar 0,601. Hasil ini bermakna bahwa efek yang ditimbulkan perceived benefits of training terhadap readiness to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power adalah besar.
Efek readiness to change terhadap
commitment to change memiliki nilai f-square
sebesar 0,191. Hasil ini bermakna bahwa efek yang ditimbulkan readiness to change terhadap
commitment to change pada karyawan PT
PLN Nusantara Power adalah sedang.
Predictive Relevance
Predictive relevance dilakukan dengan tujuan untuk
melihat seberapa baik model struktural dan juga estimasi parameternya. Dalam mengetahui predictive relevance dapat
dilakukan berdasar pada perhitungan Q-square sebagai
berikut :
Q2 = 1 – (1 – R2) x (1 – R2)
Q2 = 1 – (1 – 0,729) x (1 – 0,687)
Q2 = 1 – (0,271) x (0,607)
Q2 = 1 – 0,164
Q2 = 0,836
Berdasarkan pada
perhitungan tersebut didapatkan nilai Q Square
0,836 yang bermakna bahwa keragaman dari penelitian
yang bisa dijelaskan oleh model struktural sebesar 83,6%. Persentase
sebesar 83,6% menandakan bahwa model struktural dalam penelitian ini dapat
dikategorikan kuat, sehingga bermakna bahwa model penelitian ini untuk
menjelaskan commitment to
change pada karyawan PT PLN Nusantara Power sudah baik.
Goodness of Fit
Goodness of fit dilakukan dengan tujuan melakukan pengujian
kesesuaian antara hasil pengamatan (frekuensi pengamatan) tertentu dengan
frekuensi yang diperoleh berdasarkan nilai harapannya (frekuensi teoritis).
Perhitungan yang digunakan untuk mencari nilai goodness
of fit adalah:
Goodness of
Fit = 2
=
= 0,732
Sesuai dengan
perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai goodness of fit
sebesar 0,732 yang dapat dikatagorikan bernilai besar sehingga dapat diartikan bahwa model struktural yang digunakan dalam model penelitian adalah fit atau memiliki kesesuaian yang baik.
Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis penelitian didasarkan pada hasil estimasi bootstrapping. Hasil estimasi bootstrapping pada
model penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.
Gambar 2. Hasil Estimasi Bootstrapping
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Pengujian
hipotesis dengan cara membandingkan nilai t statistik dengan batas minimum 1,96
(t statistik > 1,96 ; p values ≤ 5%).
Apabila nilai t statistik di atas 1,96 atau nilai p values
di bawah 5% maka hipotesis penelitian tidak di tolak. Hasil uji hipotesis untuk pengaruh langsung ditunjukkan oleh Tabel 7
Tabel 7. Hipotesis Pengaruh Langsung
Hipotesis |
Original
sample (O) |
Standard
deviation (STDEV) |
T
statistics (|O/STDEV|) |
P values |
|
H1 |
Perceived
benefits of training
-> Readiness to change |
0,628 |
0,085 |
7,400 |
0,000 |
H2 |
Kompetensi -> Readiness to change |
0,252 |
0,090 |
2,789 |
0,005 |
H3 |
Readiness
to change -> Commitment _to change |
0,407 |
0,092 |
4,405 |
0,000 |
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Berdasarkan Tabel 7 dapat dijelaskan
hasil uji hipotesis pengaruh langsung yaitu:
1.
Pengaruh perceived benefits of training terhadap readiness to change
Nilai T statistics yang didapatkan
adalah 7,400 > 1,96 dan p values 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan perceived benefits of training berpengaruh signifikan terhadap readiness to
change. Kemudian nilai koefisien jalur pengaruh perceived
benefits of training terhadap readiness to change adalah
positif sebesar 0,628 yang berarti terdapat pengaruh positif perceived benefits of training terhadap readiness to
change. Hasil uji hipotesis dapat
disimpulkan bahwa perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change sehingga
H1 diterima.
2.
Pengaruh kompetensi karyawan terhadap readiness to
change
Nilai T statistics yang didapatkan
adalah 2,789 > 1,96 dan p values 0,005 < 0,05 sehingga dapat dikatakan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap readiness to change. Kemudian
nilai koefisien jalur pengaruh kompetensi terhadap readiness to change adalah
positif sebesar 0,252 yang berarti terdapat pengaruh positif kompetensi terhadap readiness to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to
change sehingga H2 diterima.
3.
Pengaruh readiness to change terhadap commitment
to change
Nilai T statistics yang didapatkan
adalah 4,405 > 1,96 dan p values 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan readiness to change berpengaruh
signifikan terhadap commitment to change. Kemudian nilai koefisien jalur pengaruh readiness to
change terhadap commitment to change adalah positif sebesar 0,407 yang berarti terdapat pengaruh positif readiness to change terhadap
commitment to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa readiness to change berpengaruh
positif dan signifikan terhadap commitment
to change sehingga H3 diterima.
Setelah dilakukan pengujian hipotesis pengaruh langsung maka pada Tabel 8 menunjukkan hasil uji hipotesis pengaruh tidak langsung.
Tabel 8. Hipotesis Pengaruh Tidak Langsung
Hipotesis |
Original sample (O) |
Standard deviation
(STDEV) |
T statistics (|O/STDEV|) |
P values |
|
H4 |
Perceived
benefits of training
-> Readiness
to change -> Commitment to change |
0,256 |
0,067 |
3,798 |
0,000 |
H5 |
Kompetensi -> Readiness
to change -> Commitment to change |
0,102 |
0,044 |
2,306 |
0,021 |
Sumber : Hasil olahan
Smart PLS 4
Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan
hasil uji hipotesis pengaruh tidak langsung yaitu:
1.
Pengaruh perceived benefits of training terhadap commitment to change dengan mediasi readiness
to change
Nilai T statistics yang didapatkan
adalah 3,798 > 1,96 dan p values 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan perceived benefits of training berpengaruh signifikan terhadap commitment
to change dengan mediasi
readiness to change. Kemudian nilai koefisien jalur yang didapatkan adalah positif sebesar 0,256 yang berarti terdapat pengaruh positif perceived
benefits of training terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to
change. Hasil uji hipotesis dapat
disimpulkan bahwa perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment
to change dengan mediasi
readiness to change sehingga H4 diterima.
2.
Pengaruh kompetensi terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change
Nilai T statistics yang didapatkan
adalah 2,306 > 1,96 dan p values 0,021 < 0,05 sehingga dapat dikatakan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap commitment to change dengan
mediasi readiness
to change. Kemudian nilai
koefisien jalur yang didapatkan adalah positif sebesar 0,102 yang berarti terdapat pengaruh positif kompetensi terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change. Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change sehingga
H5 diterima.
0,102 * 0,256 **
Gambar 3. Kerangka Konseptual dan Hasil Hipotesis
Sebagaimana yang ditunjukkan tabel 7 dan 8 serta gambar 3 dapat di lihat bahwa hipotesis yang di ajukan, bahwa lima
hipotesis di terima dan
yang di tolak nol. Berikut pembahasan dari lima hipotesis yang di ajukan dan sudah di uji, sebagai berikut :
Pengaruh
Perceived Benefits of Training Terhadap
Readiness to Change
Uji
hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H1 terima
yakni
perceived benefits of training berpengaruh
positif dan signifikan terhadap readiness to change pada karyawan PT PLN Nusantara Power. Hasil ini
dapat diartikan bahwa semakin tinggi
manfaat yang diperoleh karyawan dari program pelatihan maka semakin tinggi kesiapan dalam menghadapi perubahan di PT PLN
Nusantara Power. Temuan yang didapatkan
dalam penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh
Mansour et al. (2022) dalam konteks
karyawan perusahaan perbankan di Yordania. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program pelatihan sangat penting untuk mempersiapkan
karyawan menghadapi perubahan yang akan diterapkan oleh organisasi. Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian sebelumnya oleh Vakola (2013) yang menemukan bahwa kesiapan individu terhadap perubahan dapat dikembangkan dengan memberikan pelatihan dan
program pengembangan kepada karyawan. Pendapat Jones et al. (2005) mendukung hasil penelitian saat ini yakni keberhasilan
implementasi proses perubahan memerlukan kapabilitas khusus, yang dikenal
sebagai kapabilitas dinamis. Kapabilitas dinamis merupakan kemampuan untuk
memperbarui kompetensi karyawan sesuai dengan perubahan lingkungan bisnis, yang
dapat dicapai melalui penyediaan program pelatihan.
Pelatihan sebagai suatu proses kegiatan jangka pendek
yang terorganisasi dan sistematis di mana dalam kegiatan tersebut karyawan
diberikan pengetahuan, mempelajari kemampuan, serta keterampilan yang baru guna
mendukung perubahan yang ada di organisasi (Azizatur et al., 2021). Hal ini sejalan dengan yang terjadi di PT PLN Nusantara Power. Di dalam menyiapkan sumber daya manusianya untuk menghadapi proses perubahan yang dihadapi oleh PT PLN Nusantara Power maka diadakan pelatihan yang diselenggarakan oleh PJB Academy. PJB Academy sebagai learning center of knowledge
menyiapkan program-program pelatihan
yang selaras dan relevan dengan kebutuhan transformasi organisasi sebagai contohnya adalah program Halo Nusantara dan
Great Nusantara, sekaligus untuk meyakinkan pemangku kepentingan bahwa eksistensinya menjadi kebutuhan dalam perkembangan transformasi PT PLN Nusantara Power saat ini dan masa
mendatang.
Berdasarkan deskripsi jawaban responden ditemukan bahwa variabel perceived benefits of training memiliki nilai rata-rata sebesar 3,68 yang
termasuk kategori tinggi, sedangkan nilai rata-rata pada variabel readiness to change yakni 3,65 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini dapat dimaknai bahwa program pelatihan yang dilakukan oleh PT PLN Nusantara Power memberikan manfaat secara personal, karir, dan pekerjaan sehingga karyawan memiliki kesiapan terhadap transformasi yang terjadi di PT
PLN Nusantara Power. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pelatihan
dapat membuka jalan bagi pengembangan kemampuan kerja karyawan (Benson, 2006). Pendapat Haffar et al. (2014) dan Holt et al. (2007) memperkuat temuan
penelitian ini bahwa pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh dari program pelatihan memungkinkan karyawan merasa
lebih percaya diri dalam menghadapi perubahan yang ada di organisasi. Oleh karena itu, kesiapan karyawan terhadap perubahan
dipengaruhi secara positif oleh manfaat pelatihan yang dirasakan karyawan.
Dilihat dari nilai rata-rata setiap indikator pada
variabel perceived benefits of training menunjukkan yang
paling tinggi adalah karyawan melakukan pekerjaan dengan lebih baik setelah
mengikuti program pelatihan dengan nilai 3,74 yang termasuk kategori tinggi.
Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya bahwa manfaat pelatihan adalah
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sehingga memungkinkan karyawan untuk
memecahkan masalah terkait pekerjaan dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
lebih baik (Ardestani et al., 2014). Sama halnya dengan penelitian Neirotti & Paolucci (2013) yang menemukan bahwa pelatihan meningkatkan pengetahuan
serta keterampilan yang dibutuhkan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan lebih
efektif dalam menghadapi perubahan organisasi. Hal tersebut juga diperkuat oleh
pendapat Haffar et al. (2014)
bahwa program pelatihan dirancang
untuk menyediakan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
karyawan seiring dengan
persiapan perubahan di organisasi. Sehingga diharapkan ketika sudah terjadi perubahan,
karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Hasil ini juga didukung oleh karakteristik responden dalam penelitian ini yang sebagian besar memiliki pendidikan yang tinggi yaitu S1 (55,2%). Dengan pendidikan yang tinggi tersebut akan memudahkan pegawai dalam memahami
materi-materi yang disampaikan
pada saat pelatihan sehingga dapat meningkatkan kesiapan dan komitmen karyawan terhadap perubahan.
Nilai rata-rata terendah pada variabel pelatihan terdapat pada indikator program pelatihan menghasilkan lebih banyak peluang untuk mendapatkan jalur karir yang berbeda dengan nilai 3,59 yang termasuk kategori
tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa peluang untuk mendapatkan
jalur karir yang berbeda merupakan manfaat yang paling kecil dari program pelatihan di
PT PLN Nusantara Power. Hal tersebut
perlu mendapatkan perhatian dari perusahaan dengan merancang program pelatihan yang memberikan peluang untuk mendapatkan
jalur karir yang berbeda. Hasil
ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Mansour et al. (2022) bahwa
manfaat program pelatihan
salah satunya adalah membantu
dalam menentukan dan mencapai tujuan karir.
Penelitian sebelumnya
menunjukkan dilihat dari sudut pandang kepentingan
jangka panjang maka pelatihan yang diberikan oleh organisasi tidak hanya
untuk mempersiapkan karyawan terhadap perubahan namun juga dapat
dianggap sebagai investasi dalam sumber daya manusia, karena memberikan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan kepada karyawan dapat menghasilkan
hasil yang positif bagi organisasi (Mansour et al., 2022). Lebih jauh,
ketika karyawan menerapkan keterampilan dan kompetensi yang diperoleh dari
pelatihan, hal ini dapat meningkatkan kinerja mereka dalam tugas yang diberikan
dan dengan demikian mengarah pada peningkatan kinerja dan produktivitas
organisasi (García, 2005; Ng & Dastmalchian, 2011). Oleh karena itu, ke depannya diperlukan pengembangan
penelitian dengan mempertimbangkan dampak dari manfaat pelatihan terhadap
kinerja dan produktivitas perusahaan setelah proses transformasi organisasi di
PT PLN Nusantara Power.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa perceived
benefit of training berpengaruh
positif dan signifikan terhadap readiness to change pada karyawan di PT
PLN Nusantara Power. Hasil ini menegaskan bahwa program pelatihan yang diadakan
PT PLN Nusantara Power dapat meningkatkan kesiapan karyawan terhadap proses
transformasi organisasi. Program pelatihan sangat penting untuk mempersiapkan karyawan
menghadapi perubahan yang akan dilaksanakan oleh organisasi. Pelatihan yang
dilakukan perusahaan akan memfasilitasi keberhasilan pelaksanaan perubahan
organisasi karena pelatihan meningkatkan rasa percaya diri karyawan maupun
memberi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas
secara efektif pada saat terjadi perubahan organisasi.
Pengaruh
Kompetensi Karyawan Terhadap Readiness to
Change
Uji
hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H2 diterima
hal ini berarti
kompetensi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap readiness to change. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kompetensi karyawan maka semakin tinggi
kesiapan karyawan terhadap perubahan di PT PLN
Nusantara Power. Sehingga hasil
hipotesis 2 yang diterima sejalan dengan temuan dari penelitian
sebelumnya oleh Rahi et al.
(2022) yang melakukan penelitian pada karyawan perusahaan
perbankan di Pakistan. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ketika seorang karyawan memiliki tingkat kompetensi yang
tinggi, maka akan memiliki kesiapan menghadapi perubahan apa pun. Pendapat Baack &
Alfred (2013) juga
memperkuat hasil penelitian ini bahwa ketika seorang karyawan memiliki tingkat
kompetensi yang tinggi, maka akan siap menghadapi perubahan apa pun. Demikian
pula, yang dinyatakan Cairney et al. (2012) bahwa ketika individu dengan tingkat kompetensi yang
tinggi akan menunjukkan sikap positif dan responsif terhadap perubahan di
organisasi.
Penelitian sebelumnya memperkuat hasil penelitian saat
ini bahwa individu yang memiliki kompetensi di atas rata-rata dengan pendidikan
atau pengetahuan yang memadai untuk melaksanakan pekerjaannya akan lebih siap
menghadapi perubahan di organisasi (Ardana et al., 2024). Pendapat serupa juga menjelaskan bahwa tingkat
kompetensi tinggi yang dirasakan karyawan menghasilkan rasa percaya diri dan
karyawan cenderung percaya bahwa mereka dapat melaksanakan pekerjaan dengan
baik ketika melakukan tugas yang sedikit berbeda (Kwahk & Lee, 2008) sehingga karyawan memiliki kesiapan terhadap perubahan
dalam organisasi (Roos &
Nilsson, 2020).
Sebaliknya karyawan yang merasakan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki tidak sesuai dengan perubahan yang ada di organisasi akan menimbulkan
kecemasan yang pada akhirnya memengaruhi tingkat produktivitas dan menghambat
proses perubahan itu sendiri (Siddiqui, 2011). Untuk
itu, kesiapan dari karyawan untuk berubah akan semakin meningkat sering dengan
meningkatnya kompetensi karyawan. Hasil tersebut juga didukung oleh karakteristik responden dalam penelitian ini yang sebagian besar memiliki lama kerja > 10 tahun (51,6%) di mana ketika pegawai memiliki masa kerja yang cukup lama maka akan memiliki
pengetahuan yang lebih
mendalam terhadap organisasi sehingga akan
lebih mudah menerima perubahan. Sebagaimana hasil studi Pakdel
(2016) bahwa meningkatnya tingkat pengetahuan pegawai terhadap organisasi akan
meningkatkan informasi karyawan tentang rencana perubahan dan memainkan peran
yang efektif dalam mengurangi resistensi terhadap perubahan organisasi sehingga
pegawai memiliki kesiapan terhadap perubahan.
Hasil deskripsi jawaban responden pada penelitian ini
untuk variabel kompetensi adalah 4,02 yang termasuk kategori tinggi. Sedangkan
untuk variabel readiness to change diperoleh nilai rata-rata yaitu 3,65 yang
termasuk kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa karyawan PT PLN
Nusantara Power memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya seiring dengan proses perubahan yang ada di organisasi sehingga
pegawai memiliki kesiapan terhadap transformasi yang terjadi di PT PLN
Nusantara Power. Sehingga sejalan dengan pendapat Febriandono
et al. (2019) bahwa apabila
karyawan memiliki kompetensi yang dapat mendukung perubahan yang ada di
organisasi akan memiliki kesiapan yang lebih baik dalam beradaptasi terhadap
perubahan tersebut. Hasil tersebut juga diperkuat oleh studi Rohmah et al. (2021) bahwa karyawan yang
memiliki kompetensi tinggi maka semakin mampu untuk melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya sehingga ketika terjadi perubahan di organisasi
karyawan memiliki kesiapan yang lebih baik.
Hal ini seiring
dengan proses transformasi di organisasi PT PLN Nusantara Power yang dimulai
pada tanggal 21 September 2022 maka perusahaan mulai meningkatkan kompetensi
sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan.
Keseriusan perusahaan dapat dilihat dari alokasi jumlah anggaran
di tahun 2022 PT PLN NP memiliki anggaran pengembangan SDM sebesar Rp
61,29 miliar dengan jumlah realisasi sertifikasi kompetensi karyawan 2161 dan pada tahun 2023 meningkat menjadi Rp
78,84 miliar dengan jumlah realisasi sertifikasi kompetensi karyawan 2831. Hal ini
menunjukkan bahwa kompetensi merupakan salah satu faktor yang penting dan perlu
ditingkatkan oleh PT PLN Nusantara Power seiring dengan proses transformasi
yang ada di organisasi.
Berdasarkan deskripsi jawaban responden menunjukkan
indikator pada variabel kompetensi dengan nilai rata-rata tertinggi adalah
karyawan siap belajar untuk menyesuaikan diri dengan proses transformasi di
perusahaan yakni 4,23 yang termasuk kategori sangat tinggi. Hasil ini
menunjukkan kompetensi yang paling tinggi dari karyawan adalah kesiapan belajar
untuk menyesuaikan diri dengan proses transformasi di perusahaan. Hal ini
konsisten dengan penjelasan Kanten et al.
(2015) bahwa
kemampuan karyawan dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan serta
responsif dalam situasi baru akan mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi
perubahan. Begitu juga pendapat Cheung et al. (2013) bahwa karyawan yang
belajar lebih cepat memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan perubahan
sehingga memiliki kesiapan yang lebih baik.
Sementara nilai rata-rata terendah pada variabel
kompetensi terdapat pada indikator karyawan bersemangat untuk menerima
tugas-tugas baru pada saat terjadi tranformasi
organisasi di perusahaan dengan nilai 3,76 yang termasuk kategori tinggi.
Artinya kompetensi yang paling rendah terkait dengan bersemangat untuk menerima
tugas-tugas baru pada saat terjadi tranformasi
organisasi. Oleh karena itu, hal tersebut perlu ditingkatkan oleh perusahaan
agar karyawan memiliki kesiapan yang lebih baik terhadap proses perubahan di
organisasi. Mengacu pada Neves (2009) bahwa kesiapan karyawan untuk berubah perlu didukung
oleh kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas baru yang akan diterima pada
saat terjadi perubahan organisasi. Hal ini dikarenakan menurut Martini et al.
(2020) kompetensi
menjadi karakteristik individu yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga memungkinkan seseorang dapat
bekerja secara lebih unggul daripada orang lain yang pada akhirnya berdampak
pada kinerjanya.
Pendapat dari penelitian sebelumnya mendukung hasil
penelitian ini bahwa kompetensi yang dimliki oleh
karyawan akan menentukan keyakinan bahwa meskipun terjadi perubahan, mereka
adalah anggota organisasi yang berharga (Gigliotti et al., 2019), sehingga mendorong kesiapan individu untuk berubah (Self et al., 2007). Ketika organisasi mengalami perubahan maka karyawan juga
dituntut untuk memiliki kesiapan beradaptasi terhadap perubahan. Kesiapan dari
karyawan untuk berubah membutuhkan dukungan kompetensi yang sesuai dengan
perubahan tersebut (Kurniawati & Widoatmodjo,
2023). Temuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan faktor demografi yaitu
pendidikan dan lama kerja dapat mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah (Pakdel, 2016), sedangkan studi lainnya yang dilakukan oleh Furxhi et al. (2022) menunjukkan usia, posisi atau jabatan, dan lama kerja
karyawan mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah. Melihat temuan tersebut
maka penelitian selanjutnya dapat melihat apakah faktor demografi karyawan
mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah.
Berlandaskan pada uraian hasil pengujian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kesiapan untuk berubah pada karyawan PT PLN Nusantara Power. Hasil ini
menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan PT PLN Nusantara Power dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dapat memengaruhi kesiapan karyawan
dalam merespons implementasi perubahan di organisasi. Kompetensi karyawan
meliputi pengetahuan, pemahaman, nilai, skill, sikap, dan minat menyebabkan
karyawan PT PLN Nusantara Power merasakan adanya kesiapan terhadap
proses transformasi yang terjadi di organisasi.
Pengaruh
Readiness to Change Terhadap Commitment
to Change
Uji
hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H3
diterima yang berarti readiness to
change berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap commitment
to change. Hasil ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi kesiapan karyawan terhadap perubahan maka semakin tinggi komitmen karyawan terhadap perubahan di PT PLN
Nusantara Power. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini mendukung temuan
dari penelitian sebelumnya oleh Santhidran et al. (2013) pada perusahaan energi di Malaysia
yang menunjukkan bahwa agar
perubahan berhasil, diperlukan persiapan karyawan untuk menghadapi perubahan
tersebut. Komitmen karyawan terhadap perubahan dapat terwujud apabila ada
kesiapan dari karyawan untuk berubah. Sebaliknya kegagalan perubahan karena
tidak adanya komitmen untuk berubah yang disebabkan kurangnya kesiapan untuk
berubah di antara karyawan (Alas, 2004). Kesiapan
karyawan untuk berubah memainkan peran penting dalam upaya perubahan organisasi
yang efektif (Waisy & Wei, 2020).
Hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan Al-Tahitah et al. (2020) sejalan dengan penelitian saat ini bahwa kesiapan
terhadap perubahan dapat meningkatkan komitmen terhadap perubahan di antara
karyawan.
Perubahan yang dilakukan oleh organisasi tidak akan berhasil tanpa adanya
dukungan dari karyawan. Pendapat serupa dijelaskan Indriastuti & Fachrunnisa
(2021) bahwa
karyawan yang memiliki kesiapan untuk berubah percaya bahwa organisasi akan
mengalami kemajuan jika melakukan perubahan serta mempunyai sikap positif
terhadap perubahan organisasi dan mempunyai komitmen untuk terlibat dalam
melaksanakan perubahan organisasi. Walker et al. (2007) berpendapat bahwa perusahaan harus mempersiapkan
karyawannya untuk menghadapi perubahan melalui komunikasi yang terbuka dan
jujur. Kurangnya kesiapan karyawan untuk berubah dapat menyebabkan komitmen
yang kurang terhadap perubahan (Santhidran et al., 2013).
Berdasarkan deskripsi jawaban responden menunjukkan nilai
rata-rata variabel readiness to change yakni 3,65 yang termasuk kategori tinggi
sedangkan nilai rata-rata untuk variabel commitment to change adalah
3,63 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini dapat diartikan karyawan PT PLN
Nusantara Power memiliki kesiapan yang tinggi terhadap proses transformasi yang
terjadi di organisasi akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perubahan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Haffar et al. (2023) bahwa karyawan yang memiliki kesiapan terhadap perubahan
memiliki keyakinan dan lebih percaya diri terhadap kemampuan untuk beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi di organisasi sehingga mendorong mereka untuk
berkomitmen pada perubahan. Rahi et al.
(2022) dalam
penelitiannya juga memperkuat hasil penelitian ini bahwa kesiapan karyawan
untuk berubah penting dalam mendorong terjadinya komitmen karyawan terhadap
perubahan sehingga implementasi perubahan dalam organisasi dapat berjalan
dengan baik. Hasil ini juga didukung oleh karakteristik demografis dalam
penelitian ini yang sebagian besar adalah Sarjana S1 (55,2%) di mana
berdasarkan studi Pakdel (2016) bahwa pegawai yang
memiliki gelar sarjana, menunjukkan lebih sedikit resistensi daripada pegawai
yang memiliki pendidikan lebih rendah. Dengan kata lain, pegawai yang memiliki
gelar sarjana memiliki persepsi perubahan yang lebih positif dan lebih siap
untuk mengimplementasikan perubahan. Pegawai dengan pendidikan Sarjana lebih
memahami perlunya mengimplementasikan perubahan organisasi, memiliki lebih
banyak kecenderungan untuk berubah, tidak menganggap perubahan sebagai hal yang
merugikan dan menunjukkan lebih sedikit resistensi terhadap perubahan.
Dilihat dari nilai rata-rata pada setiap indikator
variabel readiness to change menunjukkan bahwa paling tinggi adalah karyawan
yakin tetap sukses dalam karir setelah perubahan ini
dilakukan dengan nilai 3,75 yang termasuk kategori tinggi. Hasil ini selaras
dengan penjelasan Holt et al. (2007) karyawan yeng memiliki
kesiapan terhadap perubahan merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki
sehingga dapat percaya diri untuk menyelesaikan tugas-tugas dan sukses dalam karir setelah
terjadi perubahan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Haqq & Natsir (2019) bahwa untuk menciptakan
kesiapan terhadap perubahan, maka karyawan harus memperkuat keyakinan diri
terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga memiliki antusias terhadap perubahan.
Indikator pada variabel readiness to change dengan
nilai rata-rata terendah yakni karyawan merasa bisa mengatasi masalah pekerjaan
dengan mudah saat perusahaan menerapkan perubahan ini sebesar 3,51. Hasil ini
menunjukkan bahwa kesiapan karyawan yang paling rendah terkait dengan merasa
bisa mengatasi masalah pekerjaan dengan mudah saat perusahaan menerapkan
perubahan. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian bagi manajemen perusahaan
untuk meningkatkan kesiapan karyawan terhadap perubahan di PT PLN Nusantara
Power sebab berdasarkan Cunningham et al. (2002) individu dengan
keyakinan yang tinggi mampu menyelesaikan setiap permasalahan dalam pekerjaan
lebih siap dalam menghadapi perubahan. Pada dasarnya, efikasi
diri merupakan perluasan dari konsep teori social learning Bandura
(1977) yang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk
melakukan tugas tertentu. Dalam konteks perubahan organisasi, efikasi perubahan didefinisikan sebagai persepsi
kepercayaan diri terhadap kemampuan diri untuk menghadapi peristiwa perubahan (Haqq &
Natsir, 2019).
Terjadinya proses perubahan di organisasi, tidak hanya
membutuhkan kesiapan terhadap perubahan saja. Lebih dari itu, komitmen terhadap
perubahan juga penting (Al-Hussami et
al., 2018),
karena komitmen terhadap perubahan merupakan prasyarat bagi kemauan individu
untuk mengadopsi perubahan dalam organisasi yang akhirnya dapat mendorong
keberhasilan perubahan (Wardani et
al., 2020).
Berdasarkan pendapat Radian & Mangundjaya (2019) menunjukkan
kesiapan individu terhadap perubahan yang terjadi di organisasi terkait dengan
level posisi atau jabatan karyawan di organisasi. Karyawan juga dihadapkan
dengan tugas yang menantang. Dengan demikian, dapat mempengaruhi kepercayaan
diri karyawan mengenai kemampuan mereka untuk mengelola perubahan dan
menciptakan kesiapan untuk berpartisipasi dalam proses pengembangan organisasi (Cunningham et
al., 2002). Studi yang dilakukan Katsaros et
al. (2020)
menunjukkan kesiapan karyawan untuk berubah merupakan keyakinan karyawan
terhadap manfaat dari upaya perubahan yang diusulkan atau sejauh mana karyawan
siap secara mental, psikologis, atau fisik untuk berpartisipasi dalam upaya
pengembangan organisasi. Melihat temuan tersebut maka pada penelitian
selanjutnya dapat melihat lebih jauh keterkaitan aspek psikologis dengan
kesiapan terhadap perubahan pada karyawan.
Merujuk pada hasil pengujian hipotesis yang sudah
dijelaskan di atas dapat diambil simpulan bahwa readiness to change berpengaruh
positif dan signifikan terhadap commitment to change pada karyawan PT
PLN Nusantara Power. Kesiapan karyawan PT PLN Nusantara Power untuk berubah
ditunjukkan dengan merasa memiliki kemampuan dan dapat menyelesaikan tugas dan
aktivitas yang berhubungan dengan pelaksanaan perubahan, merasakan adanya
alasan yang logis untuk berubah, serta merasa manajemen memiliki komitmen
terhadap perubahan dan memperoleh manfaat dari pelaksanaan perubahan. Untuk
itu, ketika karyawan PT PLN Nusantara Power memiliki kesiapan maka dapat
meningkatkan komitmen terhadap perubahan.
Pengaruh Perceived Benefits of
Training Terhadap Commitment to Change dengan
Mediasi Readiness
to Change
Uji
hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H4
diterima yang berarti perceived benefits of training berpengaruh positif dan signifikan terhadap commitment
to change dengan mediasi
readiness to change. Hasil ini menunjukkan bahwa readiness to
change merupakan variabel
mediasi karena berkontribusi dalam mendukung secara positif
perceived benefits of training terhadap
commitment to change. Efek mediasi yang terjadi tergolong partial mediation dikarenakan
mengacu pada Gambar 2 bahwa
perceived benefits of training juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap commitment
to change. Dengan demikian
manfaat program pelatihan bisa secara langsung maupun tidak langsung
memberikan dampak signifikan pada commitment
to change. Sebagaimana
hasil studi penelitian sebelumnya bahwa ada hubungan
yang positif antara manfaat pelatihan yang dirasakan oleh karyawan dengan komitmen terhadap perubahan (Al-Emadi
& Marquardt, 2007). Bartlett (2001) menyimpulkan dari hasil studinya
bahwa manfaat yang dirasakan terkait karir memiliki korelasi positif yang signifikan dengan komitmen perubahan di antara karyawan. Manfaat yang terkait dengan pribadi juga ditemukan memiliki hubungan signifikan dengan komitmen perubahan. Mansour et
al. (2022) menjelaskan kesadaran karyawan terhadap
potensi manfaat dari partisipasi mereka dalam program pelatihan cenderung
mengarah pada peningkatan keterikatan emosional dengan organisasi. Dengan
demikian, manfaat pelatihan yang dirasakan karyawan dapat dianggap sebagai alat
untuk meningkatkan partisipasi karyawan dalam perubahan di organisasi.
Berbagai program pelatihan yang diselenggarakan oleh PT
PLN Nusantara Power baik program pelatihan teknik, program pelatihan non
teknik, program sertifikasi teknik, dan program sertifikasi non teknik akan
meningkatkan kesiapan karyawan yang pada akhirnya meningkatkan komitemen terhadap perubahan. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian sebelumnya bahwa perubahan mengharuskan organisasi untuk
meningkatkan kemampuan, keterampilan, sikap, pengetahuan, dan kompetensi
karyawannya dengan mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam program
pelatihan (Andrews et al., 2008; García-Valcárcel &
Tejedor, 2009; Ouedraogo
& Ouakouak, 2018), sehingga karyawan memperoleh
keterampilan dan kompetensi baru agar karyawan memiliki kesiapan terhadap
perubahan (Mansour et al., 2022).
Kebutuhan akan pelatihan PT PLN Nusantara Power terjadi
selama penerapan proses perubahan muncul dari kenyataan bahwa perubahan ini
akan terjadi di dalam organisasi, sehingga mengharuskan karyawan organisasi
untuk memperoleh keterampilan dan kompetensi baru agar karyawan memiliki
kesiapan terhadap perubahan. Vakola & Nikolaou (2005) berpendapat bahwa memberikan program
pelatihan yang tepat kepada karyawan akan membuat karyawan lebih tangguh dalam
beradaptasi terhadap proses perubahan sehingga memiliki komitmen terhadap
perubahan tersebut. Hal ini juga didukung oleh karakteristik responden dalam
penelitian ini yang sebagian besar tergolong berusia dewasa yaitu 30 - 39 tahun (43,9%). Sebagaimana hasil studi Punia & Rani (2011) bahwa usia pegawai memiliki dampak yang signifikan
terhadap kesiapan untuk berubah. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia,
kesadaran tentang diri sendiri meningkat dan pegawai cenderung menjadi lebih
mudah beradaptasi dan fleksibel, yang pada akhirnya meningkatkan kesiapan
terhadap perubahan.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan social exchange theory yang dijelaskan oleh Mansour et al. (2022) bahwa pemberian kesempatan pelatihan kepada karyawan
dapat dipandang sebagai sinyal kepada karyawan, yang menunjukkan bahwa
organisasi peduli dan menghargai kontribusi karyawan. Oleh karena itu, menurut
teori pertukaran sosial, kesempatan pelatihan tidak hanya berpotensi
meningkatkan kinerja karyawan tetapi juga mencakup aspek sosial-emosional dari
hubungan antara organisasi dan karyawannya. Dengan demikian, karyawan akan
menanggapi sinyal ini secara positif dengan menunjukkan komitmen perubahan
lebih besar terhadap organisasi. Senada dengan
pendapat tersebut Hassan & Mahmood (2016)
menjelaskan bahwa partisipasi
dalam pelatihan dapat memberikan manfaat bagi karyawan secara pribadi, karier,
dan pekerjaan, yang dapat meningkatkan kesiapan dan kemampuan untuk menerima perubahan di organisasi.
Manfaat ini juga dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi karyawan,
meningkatkan tingkat komitmen afektif mereka, dan dengan demikian mengurangi
keinginan mereka untuk meninggalkan organisasi (Muma et al., 2014). Melihat temuan tersebut maka penelitian selanjutnya
dapat melakukan pengembangan penelitian dengan melihat peran yang lebih jauh
komitmen pada perubahan di organisasi terhadap kreativitas dan inovasi karyawan
maupun keinginan mereka untuk meninggalkan organisasi.
Berdasarkan uraian
analisis dan hasil pengujian hipotesis di atas, dapat disimpulkan
bahwa pelatihan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap commitment
to change dengan mediasi
readiness to change. Hasil ini memperlihatkan bahwa ketika program-program pelatihan memberikan manfaat bagi karyawan
seperti manfaat personal, manfaat untuk karir,
dan manfaat terkait pekerjaan maka akan meningkatkan kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan yang terjadi di organisasi. Karyawan
yang memiliki kesiapan terhadap perubahan menunjukkan
sikap proaktif dan positif terhadap perubahan, memiliki kesediaan untuk
mendukung perubahan serta
keyakinan untuk berhasil dalam perubahan.
Pengaruh Kompetensi Terhadap Commitment to Change dengan
Mediasi Readiness
to Change
Uji
hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa H5 diterima yang berarti kompetensi berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap commitment
to change dengan mediasi
readiness to change. Hasil ini menunjukkan bahwa readiness to
change merupakan variabel
mediasi karena berkontribusi dalam mendukung secara positif kompetensi terhadap commitment
to change. Efek mediasi
yang terjadi dapat dikategorikan sebagai full mediation dikarenakan
berdasarkan Gambar 2 menunjukkan
kompetensi secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap commitment
to change. Kompetensi
berpengaruh terhadap commitment to change hanya
secara tidak langsung melalui variabel mediasi readiness to change. Hasil tersebut sejalan
dengan pendapat Armenakis et al. (1993)
bahwa kesiapan individu terhadap perubahan ditentukan kompetensinya di mana individu
yang memiliki kesiapan akan berkomitmen terhadap perubahan.
PT
PLN Nusantara Power berusaha meningkatkan
kompetensi karyawan melalui program sertifikasi. Sertifikasi merupakan pengakuan terhadap kompetensi seorang profesional yang telah memenuhi standar profesi pada bidangnya
masing-masing. Sebagai perusahaan
yang bergerak dalam industri pembangkitan serta penyediaan jasa operasi dan pemeliharaan kelistrikan, melakukan sertifikasi kepada karyawannya guna menjaga standar
kompetensi yang dimiliki dalam bekerja. Hal ini dilakukan sebagai bentuk implementasi Peraturan Menteri ESDM No. 46 Tahun 2017 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan apabila
karyawan memiliki kompetensi yang dapat mendukung perubahan yang ada di
organisasi akan memiliki kesiapan yang lebih baik dalam beradaptasi terhadap
perubahan tersebut (Febriandono et
al., 2019). Kesiapan terhadap perubahan dapat
meningkatkan komitmen terhadap perubahan di antara karyawan (Al-Tahitah et al.,
2020). Menurut Indriastuti & Fachrunnisa
(2021) perubahan
yang dilakukan oleh organisasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari
karyawan. Karyawan yang memiliki kesiapan untuk berubah percaya bahwa
organisasi akan mengalami kemajuan jika melakukan perubahan serta mempunyai
sikap positif terhadap perubahan organisasi dan mempunyai komitmen untuk
terlibat dalam melaksanakan perubahan organisasi.
Peningkatan kompetensi karyawan melalui program
sertifikasi dapat berdampak positif pada kesiapan karyawan sehingga
meningkatkan komitmen terhadap perubahan. Vakola
(2013) menjelaskan bahwa perencanaan perubahan yang akan dilakukan organisasi
tidak akan optimal apabila tidak ada komitmen dalam diri individu untuk
berubah. Faktor internal yang dapat mempengaruhi komitmen individu untuk
berpartisipasi dalam perubahan adalah kesiapan karyawan untuk berubah (Somadi & Salendu, 2022). Perubahan yang terjadi dalam
organisasi tidak hanya dilihat dari sisi organisasi tetapi juga karyawan dalam
organisasi tersebut. Hal ini dikarenakan keberhasilan perubahan yang terjadi
juga sangat bergantung komitmen dan kesiapan individu di organisasi. Meskipun
perubahan ini memiliki tujuan yang baik bagi organisasi, namun tetap saja akan
menimbulkan rasa ketidakpastian dan kecemasan pada karyawan (Grunberg, 2008). Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Marchalina et al. (2021) menemukan bahwa cirti-ciri
kepribadian memiiki keterkaitan erat dengan komitmen
terhadap perubahan di organisasi. Karyawan dengan dengan
ciri kepribadian neuroticism
yang tinggi cenderung merasa stres terhadap perubahan dan merasa cemas dengan
terjadinya perubahan. Sebaliknya karyawan dengan ciri agreeableness dan conscientiousness
cenderung menerima perubahan dan melakukan kinerja terbaik mereka untuk membuat
perubahan di organisasi dapat berhasil. Merujuk pada temuan tersebut maka
penelitian selanjutnya dapat melihat lebih komprehensif dengan mengkaji
ciri-ciri kepribadian terhadap komitmen pada perubahan dalam konteks tranformasi yang terjadi di PT PLN Nusantara Power.
Berdasarkan
uraian analisis dan hasil pengujian hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompetensi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap commitment to change dengan mediasi readiness to change.
Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan
yang dimiliki oleh karyawan PT PLN Nusantara Power dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya dapat mempengaruhi kesiapan karyawan yang terkait dengan
bagaimana karyawan akan merespons implementasi perubahan dalam suatu
organisasi. Sehingga, karyawan memiliki kesediaan untuk mendukung perubahan dan
keyakinan untuk berhasil dalam perubahan. Selain itu, karyawan yang memiliki
kesiapan terhadap perubahan yang terjadi di PT PLN Nusantara Power akan
berkomitmen terhadap perubahan, mendukung perubahan, serta berkewajiban untuk
menjadi bagian dari perubahan.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perceived benefits of training
dan kompetensi karyawan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap readiness to change
dan commitment to change pada proses transformasi organisasi di PT PLN
Nusantara Power. Selain itu, readiness to change juga berperan sebagai
mediator dalam hubungan antara manfaat pelatihan dan kompetensi dengan commitment to change.
Implikasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan
perusahaan memiliki efek lebih besar dalam meningkatkan kesiapan dan komitmen
terhadap perubahan dibandingkan kompetensi karyawan. Secara manajerial, PT PLN
Nusantara Power perlu memperbaiki beberapa aspek seperti meningkatkan peluang karir melalui pelatihan, memperbaiki semangat karyawan
dalam menerima tugas baru, serta memperkuat pemahaman karyawan terkait
manajemen risiko selama proses transformasi. Penelitian ini juga menyarankan
agar penelitian selanjutnya menambahkan variabel lain dan fokus pada faktor
psikologis, demografis, serta dampak pelatihan terhadap kinerja perusahaan.
BIBLIOGRAFI
Al-Emadi, M. A. S., & Marquardt, M. J. (2007). Relationship Between Employees’
Beliefs Regarding Training Benefits and Employees’ Organizational Commitment
in a Petroleum Company in the State of Qatar. International Journal of
Training and Development, 11 (1), 49–70.
https://doi.org/10.1111/j.1468-2419.2007. 00269.x
Al-Tahitah, A., Abdulrab, M., Alwaheeb, M. A., Al-Mamary, Y.
H. S., & Ibrahim, I. (2020). The Effect of Learning Organizational
Culture on Readiness for Change and Commitment
to Change in Educational Sector in Yemen. Journal of Critical Reviews,
7(9), 1019-1026.
https://doi.org/10.31838/jcr.07.09.188
Armenakis, A. A., Feild,
H. S., Holt, D. T., & Harris, S. G. (2007). Readiness for Organizational
Change The Systematic Development of a Scale. The Journal of Applied Behavioral Science,
43(2), 232-255. doi: 10.1177/0021886306295295.
Andrews, J., Cameron, H., &
Harris, M. (2008). All change? Managers’ experience of Organizational Change
in Theory and Practice. Journal of Organizational Change Management, 21(3),
300–314. https://doi.org/10. 1108/09534810810874796.
Bartlett, K. R. (2001). The
Relationship Between Training and Organizational Commitment: A Study in the
Health Care Field. Human Resource Development Quarterly, 12(4),
335-352. https://doi.org/10.1002/ hrdq.1001.
Bartunek, J.M., Rousseau, D.M., Rudolph,
J.W., & DePalma, J.A. (2006). On the Receiving End: Sensemaking, Emotion,
and Assessments of an Organizational Change Initiated by Others. Journal of Applied Behavioral Science, 42(2), 182-206.
https://doi.org/10.1177/0021886305285455.
Engida, Z. M., Alemu, A.E., & Mulugeta, M. A. (2022). The Effect of Change Leadership on
Employees’ Readiness to Change: The Mediating Role of Organizational Culture. Future Business Journal, 8(1), 1-13.
https://doi.org/10.1186/s43093-022-00148-2.
Febriandono, M. H.,
Mulia, F. H. N., & Iswara, N. H. (2019). Pengaruh Kompetensi Personal
terhadap Kesiapan Perubahan dalam Industri 4.0. Jurnal TAM (Technology Acceptance Model),
9(2), 107-115.
García-Valcárcel, A., & Tejedor, F. J. (2009). Training Demands of the Lecturers
Related to the Use of ICT. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 1(1),
178–183. https://doi.
org/10.1080/09585190500239341.
Grunberg, L., Moore, S., Greenberg, E. S, & Sikora, P. (2008). The Changing Workplace
and Its Effects. The Journal of Applied Behavioral
Science, 44(2),
215–236. https://doi:10.1177/0021886307312771.
Haffar, M., Al-Karaghouli, W., & Ghoneim,
A. (2014). An Empirical Investigation of The Influence of Organizational
Culture on Individual Readiness for Change in
Syrian Manufacturing Organizations. Journal of
Organizational Change Management, 27(1), 5–22. https://doi.org/10.1108/JOCM-04-2012-0046.
Hair, J. F., Hult, T. M., Ringle, C. M.,
& Sarstedt. (2017). A Primer on Partial
Least Squares Structural Equation Modeling
(PLS-SEM). Sage Publication.
Hair, J. F., Ringle, C. M., &
Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a Silver Bullet,
Journal of Marketing Theory and Practice,
19(2), 139-152.
http://dx.doi.org/10.2753/MTP1069-6679190202.
Holt, D. T., Armenakis, A. A., Feild, H. S.,
& Harris, S. G. (2007). Readiness for Organizational Change: The Systematic
Development of a Scale. Journal of Applied Behavioral Science, 43(2),
232-255. https://doi.org/10.1177/0021886306295295
Indriastuti,
D., & Fachrunnisa, O. (2021). Achieving Organizational Change: Preparing Individuals to Change and
their Impact on Performance. Public Organization Review, 21(3), 377-391.
https://doi.org/10.1007/s11115-020-00494-1.
Jones, R., Jimmieson,
N., & Griffiths, A. (2005). The Impact of Organizational Culture and
Reshaping Capabilities on Change Implementation Success: The Mediating Role of
Readiness for Change. Journal of
Management Studies, 42, 361-386.
https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.2005.00500.x
Ju, B., Lee,
Y., Park, S., & Yoon, S. W. (2021). A Meta-Analytic Review of the Relationship
Between Learning Organization and Organizational Performance and Employee Attitudes: Using the Dimensions
of Learning Organization Questionnaire. Human Resource Development Review, 20(2),
207-251. https://doi.org/10.1177/1534484320987363
Kanten, P., Kanten, S., & Gurlek, M.
(2015). The Effects of Organizational Structures and Learning Organization
on Job Embeddedness
and Individual Adaptive
Performance. Procedia Economics
and Finance, 23(October
2014), 1358–1366. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)00523-7
Katsaros, K. K., Tsirikas, A. N., & Kosta, G. C. (2020). The Impact of Leadership
on Firm Financial
Performance: The Mediating Role
of Employees’ Readiness to Change.
Leadership and Organization Development Journal,
41(3), 333-347.
https://doi.org/10.1108/LODJ-02-2019-0088
Kurniawati, E.
P., & Widoatmodjo, S. (2023). Readiness For Organizational Change: Workplace and Individual Factors at PT TBK (JV Company). Asian Journal of Social and Humanities,
2(3), 1917-1925.
https://doi.org/10.59888/ajosh.v2i03.205
Mansour, A., Rowlands, H., Al-Gasawneh,
J. A., Nusairat, N. M., Al-Qudah S., Shrouf, H., & Akhorshaideh, A. H. (2022) Perceived Benefits of Training, Individual Readiness for Change, and Affective
Organizational Commitment Among Employees of National Jordanian Banks, Cogent Business & Management,
9(1), 1-28. doi: 10.1080/23311975.2021.1966866.
Martini, I. A.
O., Supriyadinata, A. A. N. E., Sutrisni, K. E.,
& Sarmawa, I. W. G. (2020). The Dimensions of Competency on Worker Performance Mediated by Work Commitment.
Cogent Business and Management, 7(1).
https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1794677
Neirotti, P., & Paolucci, E. (2013). Why do Firms Train? Empirical Evidence on The Relationship Between Training and Technological and Organizational Change. International Journal
of Training and Development, 17(2), 93–115.
https://doi.org/10.1111/ijtd.12003
Neves, P. (2009). Readiness for Change: Contributions for Employee’s Level of Individual Change and Turnover Intentions.
Journal of Change Management, 9(2), 215-231.
https://doi.org/10.1080/14697010902879178
Ouedraogo, N., & Ouakouak, M. L. (2018). Impacts of personal trust,
communication, and affective commitment on change success. Journal of
Organizational Change Management, 31(3), 676–696.
https://doi.org/10.1108/JOCM-09-2016-0175.
Oreg, S., Vakola, M., & Armenakis, A. (2011). Change Recipients’ Reactions to
Organizational Change: A Sixty-Year Review of Quantitative Studies. Journal of Applied Behavioral Science, 47(4), 461-524.
https://doi.org/10.1177/0021886310396550.
Pakdel, A. (2016). An Investigation of
the Difference in the Impact of Demographic Variables on Employees’ Resistance
to Organizational Change in Government Organizations of Khorasan Razavi. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
230, 439 - 446. doi:
10.1016/j.sbspro.2016.09.055.
Peach, M., Jimmieson,
N. L., & White, K. M. (2005). Beliefs Underlying Employee Readiness to
Support A Building Relocation: A Theory of Planned
Behavior Perspective. Organization Development Journal, 23, 9-22.
Punia, B. K., & Rani, R. (2011).
Change Readiness Behaviour of Employees Across
Demographic Variables. International
Research & Educational Consortium, 2(2),
46-55.
Putra, Ramdani. (2019). The Impact
of Transformational Leadership and Job Satisfaction on Readiness to
Change with Learning Organizations as Intervening Variables. Economica, 8(1), 1-11.
https://doi.org/10.22202/economica.2019.v8.i1.3587
Rahi, S., Alghizzawi, M., Ahmad, S., Munawar Khan, M., & Ngah, A. H. (2022). Does Employee
Readiness to Change Impact Organization Change Implementation? Empirical Evidence From Emerging Economy. International Journal of Ethics and Systems, 38(2),
235-253. https://doi.org/10.1108/IJOES-06-2021-0137
Rohmah, L. A., Irawati, S., & Lestari, N. P.
(2021). The Effect of Training and
Development on Teacher Performance Mediated by Readiness to Change During
COVID-19 Pandemic. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 1(3), 232-240.
Roos, J.,
& Nilsson, V. O. (2020). Driving
Organizational Readiness for Change through
Strategic Workshops. International Journal
of Management and Applied Research,
7(1), 1-28.
https://doi.org/10.18646/2056.71.20-001
Santhidran, S., Chandran, V. G. R. & Borromeo, J. (2013). Enabling Organizational Change - Leadership, Commitment to Change and The Mediating Role of Change Readiness, Journal of Business Economics and Management, 14(2), 348-363.
Shah, N.,
Irani, Z., & Sharif, A. M. (2017). Big Data in an
HR Context: Exploring Organizational Change Readiness, Employee Attitudes and Behaviors. Journal of Business Research, 70, 366-378.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2016.08.010
Somadi, N., & Salendu, A. (2022). Mediating Role of Employee Readiness to Change
in the Relationship of Change Leadership with Employees' Affective Commitment
to Change. Budapest International
Research and Critics Institute-Journal, 5(1), 30-38. doi:
https://doi.org/10.33258/birci.v5i1.3576.
Sutomo, D.
(2022). Literature Review Competency and Performance Improvement: Training and Learning Organization
Analysis. Dinasti
International Journal of Education Management, 3(5), 768-780.
https://dinastipub.org/DIJEMSS/article/view/1288%0Ahttps://dinastipub.oro/DIJEMSS/article/download/1288/895
Vakola, M. (2013). Multilevel Readiness to Organizational Change: A Conceptual Approach. Journal of Change Management, 13(1), 96–109. https://doi:10.1080/14697017.2013.768436.
Vakola, M. (2014). What’s in There for Me? Individual Readiness to Change
and The Perceived Impact of Organizational
Change. Leadership and Organization Development Journal, 35(3),
195-209. https://doi.org/10.1108/LODJ-05-2012-0064
Vakola, M., & Nikolaou, I. (2005). Attitudes Towards Organizational Change. Employee Relations, 27(2), 160–174. https://doi.org/10.1108/0142545051 0572685.
Waisy, Omar H., & Wei, Chong C.
(2020). Transformational Leadership and Affective Commitment to Change: The
Roles of Readiness for Change and Type of University. International Journal of Innovation, Creativity and Change. 10(10), 459-482.
Copyright
holder: Priyono, Dian Ekowati (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |