Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli 2021
COMMUNITY BASED TOURISM DAN SUSTAINABLE TOURISM: PENGEMBANGAN
PARIWISATA HALAL PADA KAWASAN DESTINASI WISATA DI KOTA PAGAR ALAM
Oki Sapitri Menghayati,
Qadariah Barkah, Heri Junaidi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengembangan pariwisata halal pada kawasan destinasi wisata di Kota Pagar Alam dengan menggunakan Community Based Tourism, (2) menjelaskan dan menganalisa pengembangan pariwisata halal pada kawasan destinasi wisata di Kota Pagar Alam yang Sustainable Tourism. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan sumber data primer yang didapatkan dari hasil wawancara dengan 6 informan yang diambil melalui teknik snowball sampling dan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) pengembangan pariwisata halal dengan menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT), Kota Pagar Alam telah menerapkan konsep Community Based Tourism (CBT) tetapi masih perlu adanya sinergisitas antara pemerintah, majelis ulama indonesia (MUI), stakeholder, masyarakat, dalam mengembangkan Pariwisata Halal. (2) Pengembangan Pariwista Halal yang Sustainable Tourism meliputi: (a) terminologi pariwisata halal, (b) aktivitas untuk daya tarik wisata, (c) aksesibilitas, (d) akomodasi (hotel dan tempat menginap lainnya), (e) restoran dan usaha penyedia jasa makanan minuman, (f) kondisi biro perjalanan wisata dan pramuwisata, (g) kelembagaan dan sertifikasi halal.
Kata Kunci: community based
tourism; sustainable tourism; pariwisata halal
Abstract
This study aims to: (1) know
the development of halal tourism in tourist destinations in Pagar
Alam City by using Community Based Tourism, (2)
explaining and analyzing the development of halal tourism in tourist
destinations in pagar alam
city that is Sustainable Tourism. This research method uses a type of field
research. This research is qualitative research using primary data sources
obtained from interviews with 6 informants taken through snowball sampling
techniques and secondary data. The results of this study show that: (1) the
development of halal tourism by using the concept of Community Based Tourism
(CBT), Pagar Alam City has
implemented the concept of Community Based Tourism (CBT) but there still needs
to be synergy between the government, the Indonesian clerical council (MUI),
stakeholders, the community, in developing Halal Tourism. (2) The development
of Halal Pariwista Sustainable Tourism includes: (a)
halal tourism terminology, (b) activities for tourist attractions, (c)
accessibility, (d) accommodation (hotels and other places to stay), (e)
restaurants and beverage food service providers, (f) conditions of travel and
tourism agencies, (g) institutional and halal certification.
Keywords:
community based tourism; sustainable
tourism; halal tourism
Pendahuluan
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya untuk pengembangan aset pembangunan melakukan berbagai aktivitas prospektif. Salah satu aktivitas tersebut adalah pariwisata. Secara umum pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan, “Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara”.
Beberapa data yang berhubungan dengan dunia pariwisata Indonesia yang terus berupaya mengembangkan wisata syariah di Tanah Air meliputi empat jenis komponen usaha pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan spa. Pada tahun 2013, terdapat 37 hotel syariah yang telah bersertifikat halal dan 150 hotel menuju operasional syariah. Terdapat sebanyak 2.916 restoran dan 303 diantaranya telah bersertifikasi halal, dan 1.800 sedang mempersiapkan untuk sertifikasi, dan terdapat 13 provinsi yang siap untuk menjadi destinasi wisata halal (halal tourism) yaitu Aceh, Banten, Sumatera Barat, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bali. Wilayah tujuan wisata syariah tersebut ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya manusia, budaya masyarakat, produk wisata daerah, serta akomodasi wisata.
Pengembangan wisata syariah bukanlah wisata eksklusif karena wisatawan non muslim juga dapat menikmati pelayanan yang beretika syariah. Wisata syariah bukan saja meliputi keberadaan tempat wisata ziarah dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai nilai dan etika syariah.
Salah satu lokasi pariwisata yang dapat menumbuhkembangkan wisata halal yang memiliki banyak ragam pariwisata dengan daya tarik tersendiri diantaranya Kota Pagar Alam, yang berada di provinsi Sumatera Selatan dengan karakter wilayah yang sangat strategis. Berada di 298 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Dengan ketinggian 700meter dari permukaan laut. Letaknya berada di kaki gunung dempo, gunung tertinggi ketiga di pulau sumatera. Bagian lerengnya di jadikan perkebunan teh, yang dikenal dengan motto Basemah singkatan dari Bersih, Sejuk, Aman, Ramah.
Kota Pagar Alam mulai menjadi kotamadya dan terpisah dari kabupaten lahat pada tanggal 12 juni 2001 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.08 tahun 2001 tambahan lembaran Negara No.1415.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan faktanya, dari wisata alam pada kawasan gunung dempo yang terdapat di kota Pagar Alam belum mampu untuk menjaga citra dan juga peningkatan fasilitas dalam memanjakan para wisatawan, sarana infrastruktur, kebersihan dan juga program wisata halal belum dikembangkan di Kota Pagar Alam. Akomodasi, jasa pelayan, dan ketersediaan rumah makan dan pendukung lainnya yang masih belum inovatif.
Dukungan penginapan, rumah makan dan jasa layanan pendukung seperti tempat sholat, suasana ramah muslim dan lain sebagainya membuktikan belum maksimalnya Kota Pagar Alam dalam menggarap potensi wisata dan juga peran masyarakat untuk mempertahankan Kota Pagar Alam untuk tetap menjadi daerah utama tujuan wisata. Sehingga menjadi prioritas untuk dapat berbena diri dan menjadi tuan rumah yang ramah bagi para wisatawan. Pemerintah Kota Pagar Alam melakukan upaya untuk mengembangkan wisata namun tidak meninggalkan ciri khas masyarakat Basemah dan karakteristik masyarakat muslim Pagar Alam dengan nilai-nilai Islam.
Dalam kajian berbagai literatur, pariwisata syariah lebih dikenal sebagai pariwisata halal, pariwisata Islam atau pariwisata bersahabat muslim. Konsep ini merupakan konsep yang baru tentang perlunya umat Islam mendapatkan pelayanan khusus dalam pariwisata (Kalesar, 2010). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT) konsep ini sendiri merupakan konsep masyarakat merupakan elemen penting pada pariwisata karena masyarakat akan mengelola pariwisata halal yang sustainable tourism.
Menurut (Garrod, 2003), penerapan prinsip-prinsip perencanaan pariwisata terdapat dua pendekatan, pertama pendekatan yang cenderung dengan sistem perencanaan non formal yang menekankan pada keuntungan potensial pariwisata itu sendiri. Dan pendekatan yang kedua yakni menekankan pada perencanaan partisipasi masyarakat dan komunitas pada kepekaan terhadap lingkungan alam sekitar. Konsep Community Based Tourism (CBT) pada pariwisata berkelanjutan terdapat lima aspek yakni aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan politik.
(Sunaryo, 2013) menyatakan Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat merupakan terlibatnya masyarakat dalam upaya pengembangan pariwisata sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari adanya obyek wisata dengan cara pendampingan masyarakat lokal untuk mengembangkan obyek wisata.
Konsep Community based tourism (CBT) merupakan solusi jitu dalam mengatasi segala tantangan pengembangan desa wisata agar tercapai pengelolaan desa wisata berkelanjutan (Nugroho, 2018). Menurut (Rahim, 2012) ada tiga stakeholder pariwisata yang sangat berperan dalam pengembangan suatu objek pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Peran stakeholder dalam pengembangan pariwisata khususnya di Kota Pagar Alam menjadi sangat penting karena kawasan wisata di Kota Pagar Alam merupakan kawasan wisata yang sudah terkenal hingga mancanegara, namun belum ditunjang dengan fasilitas umum dan pengelolaan yang baik serta kualitas sumber daya manusia (masyarakat lokal) masih kurang profesional. Oleh karena itu, diperlukan pola pengembangan pariwisata halal yang berkelanjutan (Sustainable Tourim) dengan melibatkan berbagai stakeholder.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) diartikan sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa mendatang. Pariwisata Berkelanjutan merupakan suatu konsep pengelolaan
pariwisata dengan mempertahankan orisinalitas dari suatu objek
wisata.
Pengembangan wisata syariah bukanlah wisata eksklusif karena wisatawan non muslim juga dapat menikmati pelayanan yang beretika syariah. Wisata syariah bukan saja meliputi keberadaan tempat wisata ziarah dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai nilai dan etika syariah.
Salah satu lokasi pariwisata yang dapat menumbuhkembangkan wisata halal yang memiliki banyak ragam pariwisata dengan daya tarik tersendiri diantaranya Kota Pagar Alam, yang berada di provinsi Sumatera Selatan dengan karakter wilayah yang sangat strategis. Berada di 298 kilometer di sebelah barat kota Palembang, dengan ketinggian 700meter dari permukaan laut. Letaknya berada di kaki gunung dempo, gunung tertinggi ketiga di pulau sumatera. Bagian lerengnya di jadikan perkebunan teh, yang dikenal dengan motto Basemah singkatan dari Bersih, Sejuk, Aman, Ramah.
Kota Pagar Alam mulai menjadi kotamadya dan terpisah dari kabupaten lahat pada tanggal 12 juni 2001 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.08 tahun 2001 tambahan lembaran Negara No.1415.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan faktanya, dari wisata alam pada kawasan gunung dempo yang terdapat di kota Pagar Alam belum mampu untuk menjaga citra dan juga peningkatan fasilitas dalam memanjakan para wisatawan, sarana infrastruktur, kebersihan dan juga program wisata halal belum dikembangkan di Kota Pagar Alam. Akomodasi, jasa pelayan, dan ketersediaan rumah makan dan pendukung lainnya yang masih belum inovatif.
Dukungan penginapan, rumah makan dan jasa layanan pendukung seperti tempat sholat, suasana ramah muslim dan lain sebagainya membuktikan belum maksimalnya Kota Pagar Alam dalam menggarap potensi wisata dan juga peran masyarakat untuk mempertahankan Kota Pagar Alam untuk tetap menjadi daerah utama tujuan wisata. Sehingga menjadi prioritas untuk dapat berbena diri dan menjadi tuan rumah yang ramah bagi para wisatawan. Pemerintah Kota Pagar Alam melakukan upaya untuk mengembangkan wisata namun tidak meninggalkan ciri khas masyarakat Basemah dan karakteristik masyarakat muslim Pagar Alam dengan nilai-nilai Islam.
Kajian berbagai literatur, pariwisata syariah lebih dikenal sebagai pariwisata halal, pariwisata Islam atau pariwisata bersahabat muslim. Konsep ini merupakan konsep yang baru tentang perlunya umat Islam mendapatkan pelayanan khusus dalam pariwisata (Kalesar, 2010). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT) konsep ini sendiri merupakan konsep masyarakat merupakan elemen penting pada pariwisata karena masyarakat akan mengelola pariwisata halal yang sustainable tourism.
(Brain, 2001) penerapan prinsip-prinsip perencanaan pariwisata terdapat dua pendekatan, pertama pendekatan yang cenderung dengan sistem perencanaan non formal yang menekankan pada keuntungan potensial pariwisata itu sendiri, dan pendekatan yang kedua yakni menekankan pada perencanaan partisipasi masyarakat dan komunitas pada kepekaan terhadap lingkungan alam sekitar. Konsep Community Based Tourism (CBT) pada pariwisata berkelanjutan terdapat lima aspek yakni aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan politik.
(Sunaryo, 2013) community based tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat merupakan terlibatnya masyarakat dalam upaya pengembangan pariwisata sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari adanya obyek wisata dengan cara pendampingan masyarakat lokal untuk mengembangkan obyek wisata.
Konsep Community based tourism (CBT) merupakan solusi jitu dalam mengatasi segala tantangan pengembangan desa wisata agar tercapai pengelolaan desa wisata berkelanjutan (Nugroho, 2018). Menurut (Rahim, 2012) ada tiga stakeholder pariwisata yang sangat berperan dalam pengembangan suatu objek pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Peran stakeholder dalam pengembangan pariwisata khususnya di Kota Pagar Alam menjadi sangat penting karena kawasan wisata di Kota Pagar Alam merupakan kawasan wisata yang sudah terkenal hingga mancanegara, namun belum ditunjang dengan fasilitas umum dan pengelolaan yang baik serta kualitas sumber daya manusia (masyarakat lokal) masih kurang profesional. Oleh karena itu, diperlukan pola pengembangan pariwisata halal yang berkelanjutan (Sustainable Tourim) dengan melibatkan berbagai stakeholder.
Aronsson menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang interpretasi pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yaitu (Torstensson & Aronsson, 2000):
1. Pembangunan pariwisata berkelanjutan harus mampu mengatasi
permasalahan sampah lingkungan serta memiliki perspektif ekologis
2. Pembangunan pariwisata berkelanjutan menunjukkan keberpihakannya
pada pembangunan berskala kecil dan yang berbasis masyarakat lokal atau
setempat
3. Pembangunan pariwisata berkelanjutan menempatkan daerah tujuan
wisata sebagai penerima manfaat dari pariwisata, untuk mencapainya tidak harus
dengan mengeksploitasi daerah setempat
4. Pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan pada
berkelanjutannya budaya, dalam hal ini berkaitan dengan upaya-upaya membangun
dan mempertahankan bangunan tradisional dan meninggalkan budaya di daerah
tujuan wisata.
Pembangunan
pariwisata berkelanjutan menurut (Anugrah & Sudarmayasa, 2017) ditandai dengan empat kondisi
yaitu: (1) Anggota masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perencanaan dan
pengembangunan pariwisata; (2) Pendidikan bagi tuan rumah, perilaku industri
dan pengunjung atau wisatawan; (3)
Kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi dan iklim mikro harus
dimengerti dan didukung; (4) Investasi pada bentuk-bentuk transportasi
alternatif Indikator yang di kembangkan oleh pemerintah RI tentang pembangunan.
Metode Penelitian
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan
pendekatan kualitatif. Data kualitatif adalah
data yang dilakukan bersifat
induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dilapangan dan kemudian dikontruksikan menjadi hipotesis atau teori. Dalam penelitian ini didapatkan melalui penelitian lapangan di Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan.
Data kualitatif adalah jenis data yang berbentuk uraian dari beberapa
informasi dan dokumentasi (Sugiyono, 2014). Penelitian ini
melalui penelitian lapangan di dinas pariwisata, majelis ulama
Indonesia (MUI), dan pemerintah Kota Pagar Alam.
B. Teknik Pengumpulan
Data
a. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan menggunakan telepon (Sugiyono, 2014). Dalam hal ini maka penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada dinas pariwisata, MUI, pemerintah, dan wisatawan muslim di kota pagaralam. Dari wawancara tersebut dapat diperoleh data-data yang diperlukan oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan dengan sejumlah pertanyaan untuk di jawab secara lisan, di mana materi yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti sebagai pedoman wawancara.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui tinjauan pustaka, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lainya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Berupa bahan laporan, peraturan undang-undang, arsip-arsip yang terdapat di dinas pariwisata, Majelis Uama Indonesia (MUI), dan pemerintah Kota Pagar Alam.
C. Teknik Analisa Data
Proses analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
a.
Reduksi
Data (Data Reduction)
Miles dan Huberman dalam Etta dan Shopiah memahami bahwa Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemudatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi pada data yang sering muncul pada catatan lapangan. Reduksi data akan selalu terjadi secara terus menerus selama proses penelitian. Selama proses reduksi data peneliti melakukan pemilihan-pemilihan data menggunakan kode untuk menentukan data yang akan di perlukan.
b. Penyajian Data (Data Display)
Menurut Miles dan Huberman dalam Etta Shopiah menyatakan bahwa penyajian data merupakan menyajikan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada penelitian kualitatif penyajian data berupa teks naratif kemudian di sederhanakan sehingga menjadi sebuah informasi.
c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing atau
Verification)
Setelah data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya diambil kesimpulan sementara dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil kesimpulan akhir. Kesimpulan-kesimpulan diklarifikasikan dan diverifikasikan selama penelitian berlangsung.
Hasil dan Pembahasan
A. Pengembangan Pariwisata
Halal pada kawasan destinasi
wisata di kota Pagar Alam dengan
menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT)
Pengembangan pariwisata halal pada destinasi wisata
di kota Pagar Alam dengan menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT):
1.
Dimensi
Ekonomi
Suansri
menyatakan Indikator pada prinsip ekonomi dalam Community Based Tourism (CBT)
adalah timbulnya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan
pekerjaan di sektor pariwisata, dan timbulnya pendapatan masyarakat lokal (Suansri, 2003).
Berdasarkan
keterangan yang diperoleh dari sudrajat, diketahui bahwa pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah tujuannya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat akan
tercapai jika pendapatan dan penghasilan masyarakat itu meningkat, dan mampu
untuk memenuhi semua kebutuhan sehari-hari. Konsep pembangunan pariwisata yang
dilakukan di Pagar Alam bertujuan meningkatkan perekonomian yang ada di
masyarakat Pagar Alam. Melalui bidang ekonomi kreatif dinas pariwisata bersinergi
dengan dinas pertanian, dinas perindustrian, dinas ketahanan pangan, dinas
perdagangan untuk menumbuhkan kembangkan, mendorong kreatifitas masyarakat
dalam hal pengelolaan hasil pertanian untuk menjadi makanan atau jajanan yang
bisa di jual kembali dalam bentuk oleh-oleh Khas Kota Pagar Alam Seperti
keripik bayam, kue tar, kopi asli dan lainnya.
Kemudian
dari sektor pariwisata melakukan pembinaan dan juga pelatihan kepada pemandu
pariwisata, para pengusaha hotel maupun homestay,
pengusaha akomodasi yang berasal dari masyarakat Kota Pagar Alam untuk menjadi
pemandu pariwisata yang lebih baik, yang bisa melayani para wisatawan yang
sedang melakukan perjalanan wisata di Kota Pagar Alam dengan nyaman dan aman,
baik dari wisata alam, wisata budaya, dan wisata kuliner.
Sudrajat
menyatakan bahwa ada wisata yang dikelola oleh masyarakat seperti wisata alam
MR. D, Camping Groud itu murni milik masyarakat dan dikelola oleh masyarakat
dengan adanya usaha baru yang digeluti oleh masyarakat otomatis besar kecilnya
mempengaruhi pendapatan tambahan. Kemudian ibu-ibu yang tadinya menganggur
dengan adanya wisata baru mereka bisa membuat makanan dan menjualnya ditempat
wisata dan bisa mendapat penghasilan
tambahan bagi mereka.
Pengelolaan
destinasi wisata di Kota Pagar Alam sudah dikelola dengan prinsip ekonomi dalam
Community Based Tourism (CBT), dimana pada wisata di Kota Pagar Alam
telah mampu menghimpun dan memanfaatkan dana untuk pengembangan komunitas dari
beberapa sumber dan dalam perkembangan selanjutnya menggunakan hasil
operasional kelompok yaitu dari retribusi pengunjung tiap bulannya. Adanya
masyarakat yang terlibat dalam keanggotaan pengelolaan wisata maupun bukan
anggota mengisyaratkan bahwa ada jenis pekerjaan yang ditentukan berdasarkan
standar pelayanan oleh kelompok pengelola kemudian oleh masyarakat melihat
adanya peluang untuk mengambil keutungan didalamnya dengan membuka beberapa
usaha.
Kehadiran objek wisata
yang dikelolanya telah mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakatnya sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap pendapatan
masyarakat, tetapi untuk pelaporan masalah keuangan masih mereka sendiri yang
mengelola tanpa ada campur tangan dari pemerintah, kemudian mereka hanya
melapor jumlah wisatawan yang berkunjung ke wisata alam yang dibuatnya kepada
pemerintah.
Menurut (Warpani & Warpani, 2007),
peluang kerja yang timbul dari industri pariwisata dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu sektor dinamik atau sesuai kebutuhan dan sektor statik atau
sudah ditentukan sebelumnya. Kehadiran objek wisata ini telah mampu menciptakan
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakatnya sehingga dapat memberikan dampak
positif terhadap pendapatan masyarakat.
Menurut (Ota, Takeda, & Kamagahara, 2016),
aspek ekonomi pariwisata tidak lepas dari pengeluaran wisata (tourist
expenditure) yaitu uang yang dibelanjakan wisatawan di daerah tujuan wisata
(DTW) untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan selama berkunjung di suatu
negara/daerah tujuan wisata. Uang yang dibelanjakan wisatawan dalam ekonomi
pariwisata disebut sebagai uang baru (new money) yang berdampak positif
terhadap perekonomian negara/daerah yang dikunjungi.
2.
Dimensi
Sosial
Pada
prinsip sosial dalam Community Based Tourism (CBT) dengan indikator yang
ditetapkan (Suansri, 2003) adalah adanya peningkatan
kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki-laki dan perempuan,
generasi muda dan tua, dan terdapat mekanisme penguatan organisasi komunitas.
Gambaran
mengenai adanya peningkatan kebanggaan komunitas terlihat dengan adanya
kebersamaan kelompok dengan masyarakat setempat dalam melayani pengunjung
sebagai suatu masyarakat yang masih menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dan
kebersamaan. Mereka
berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pengunjung untuk
memberikan kesan sebagai tuan rumah yang baik. Sudrajat mengungkapkan rasa
bangga dan syukur terhadap wisata yang dimiliki Kota Pagar Alam diwujudkan
dengan selalu memelihara dan mengembangkan wisata, seperti memelihara air
terjun dengan cara tidak melakukan penebangan liar, menjaga kebersihan
lingkungan dan vegetarian yang ada disekitar air terjun sehingga anak cucu
nantinya bisa menikmati keindahan alam yang selalu terjaga dan
terpelihara.
3.
Dimensi
Budaya
Pada
dimensi budaya dengan indikatornya menurut Suansri, adalah mendorong masyarakat
untuk menghormati budaya, mendorong berkembangnya pertukaran budaya, dan adanya
budaya pembangunan yang melekat erat dalam budaya lokal.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Sudrajat, menunjukkan bahwa pengelolaan destinasi wisata
di kota Pagar Alam terdapat prinsip budaya yang diterapkan dalam Community Based Tourism (CBT). Namun
berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, ditemukan bahwa umumnya
masyarakat setempat masih kaku dan malu dalam menyambut pengunjung sehingga
upaya untuk menghormati budaya yang berbeda belum maksimal. Hal ini bisa
dilihat ketika ada pengunjung maka beberapa masyarakat masih menatap lama
pengunjung tanpa memberi senyum sedikitpun, pengunjung hanya menerima sambutan
dari pengelola saja sehingga berkesan belum ada penghargaan terhadap budaya
yang berbeda secara maksimal. Begitu juga dengan pertukaran budaya belum muncul
disebabkan karena tidak adanya antraksi budaya yang disuguhkan terhadap
pengunjung baik itu pergelaran seni, maupun hasil karya yang sangat khas dan
unik di wisata ini yang mampu membuat mereka penasaran dan ingin mengetahuinya.
4.
Dimensi
Lingkungan
Pada
prinsip lingkungan dalam Community Based
Tourism (CBT) dengan indikatornya menurut Suansri, adalah terdapat pengembangan
daya dukung spesies biologis (carryng
capacity area), terdapat sistem pembuangan sampah yang ramah lingkungan,
dan adanya kepedulian tentang pentingnya konservasi.
Berdasarkan
wawancara dengan Sudrajat dan hasil observasi bahwa pengelolaan destinasi
wisata di kota Pagar Alam telah dikelola dengan prinsip lingkungan dalam Community Based Tourism (CBT) yaitu
sudah ada wilayah carryng capacity area serta adanya hutan lindung untuk
pengamatan aneka jenis burung. Menurut Sudrajat:
Melalui
sosialisasi dan himbauan-himbauan kami selalu berupaya memberikan contoh untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan khususnya di objek atau destinasi wisata
yang kami pasang papan himbauan mulai dari disetiap objek wisata maupaun
disepanjang jalan menuju ke objek wisata. Contohnya disepanjang jalan wisata
tugu rimau banyak dipasang papan himbauan bagi para wisatawan untuk selalu
menjaga kebersihan dan disiapkan di beberapa titik tempat sampah, kemudian
disetiap akhir dari masa liburan baik masa liburan akhir tahun atau tahun baru,
setelah libur hari raya idul fitri, hari pertama kerja kami Pegawai Negeri
Sipil pemerintah Kota Pagar Alam terjun langsung dalam bergotong royong
membersihkan sampah yang berceceran yang dibawa oleh wisatawan yang belum sadar
atas menjaga kebersihan lingkungan objek wisata.
5.
Dimensi
Politik
Pada
prinsip politik dalam Community Based
Tourism (CBT) dengan indikatornya menurut Suansri, adalah terdapat upaya
peningkatan partisipasi dari penduduk lokal, terdapat upaya untuk meningkatkan
kekuasaan komunitas yang lebih luas dan terdapat mekanisme yang menjamin
hak-hak masyarakat lokal dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Menurut
sudrajat:
Pemerintah
Kota Pagar Alam, dari tingkat Wali Kota sampai ke tingkat RT memberikan
pembinaan kepada masyarakat agar menjaga pola hidup sesuai dengan aturan dalam
rangka untuk mendukung program pariwisata. Salah satu kebijakan untuk mendukung
program pariwisata, pemerintah Kota Pagar Alam membuat Kamtibnas (keamanan dan
ketertiban pariwisata nasional) Kota Pagar Alam. Dengan dilakukannya pembinaan
kepada masyarakat di setiap RT bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban
di wilayah Kota Pagar Alam khususnya di daerah objek wisata. Kalau daerah objek
wisata tidak aman dan tidak tertib pasti para wisatawan tidak mau datang untuk
berwisata ke Kota Pagar Alam, maka pemerintah selalu memastikan keamanan dan
tidak ada yang berbuat gaduh, perampokan maupun pencurian di wilayah Kota Pagar
Alam. Sampai saat ini di Kota Pagar Alam belum pernah ada kejadian
gejolak-gejolak yang membuat resah para wisatawan.
Upaya
untuk meningkatkan kekuasaan komunitas yang lebih luas sudah dapat dijangkau
oleh pemerintah Kota Pagar Alam disebabkan karena komunitas dibangun dengan tujuan utama adalah
penyadaran dan pendampingan masyarakat lokal dalam menjaga keamanan dan
ketertiban pada daerah obyek wisata serta mengutamakan pelayanan maksimal
terhadap pengunjung.
Kota
Pagar Alam telah menerapkan konsep Community
Based Tourism tetapi masih perlu adanya sinergisitas antara pemerintah,
majelis ulama indonesia, stakeholder, masyarakat, dalam mengembangkan
pariwisata halal di Kota Pagar Alam. Pengembangan CBT di Kota Pagar Alam akan
bermanfaat dalam menciptakan kesempatan kerja, mengurangi tingkat kemiskinan,
pelestarian lingkungan dan budaya setempat sehingga akan dapat memberdayakan
ekonomi masyarakat.
Model
pengembangan CBT sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Pagar Alam
dirumuskan dengan berdasarkan pertimbangan potensi dan permasalahan yang ada.
Model ini melibatkan pihak pemerintah Kota Pagar Alam, swasta, masyarakat, perguruan
tinggi. Model tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut:
Strategi implementasi pemberdayaan
Multiplyier
effects
Gambar 1
Model Community Based Tourism (CBT)
Pengembangan
CBT di Kota Pagar Alam akan bermanfaat dalam menciptakan kesempatan kerja,
mengurangi tingkat kemiskinan, pelestarian lingkungan dan budaya setempat
sehingga akan dapat memberdayakan ekonomi masyarakat.
Model
pengembangan CBT tersebut akan berhasil apabila semua komponen tersedia dan
mendapat dukungan dari stakeholders. Dukungan tersebut berupa keberpihakan
dalam bentuk program dan regulasi, modal usaha, kemitraan, maupun keterlibatan
masyarakat dan infrastruktur.
B.
Pariwisata Halal di kota Pagar Alam
yang Sustainable Tourism:
1. Terminologi Pariwisata Halal, sebagian masyarakat Kota Pagar Alam sudah memahami
tentang pariwisata halal namun masih harus
dikembangkan lagi untuk menghidupkam wisata
halal, untuk itu Kota Pagar Alam dapat
menggunakan label Pariwisata
Halal. Dengan demikian,
konten halal yang harus dihidupkan mulai dari produk makanan
hingga sarana/ fasilitas pendukung pariwisata.
2. Aktivitas untuk
daya tarik wisata, Kesiapan kota Pagar Alam
menjadi destinasi wisata halal dilihat dari beberapa indikator
yaitu: daya tarik wisata, hotel dan restoran, biro perjalanan wisata, pramuwisata, dan fasilitas lainnya seperti salon, kolam renang dan SPA. Dari kelima indikator tersebut hasil wawancara menyimpulkan bahwa Kota Pagar Alam mempunyai
potensi yang luar biasa untuk dikembangkan
sebagai destinasi wisata Halal karena mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam.
3. Aksesibilitas, sarana prasarana
di Kota Pagar Alam untuk jalur darat
sudah tersedia Bus dan
Travel Untuk jalur udara tersedia penerbangan nasional dari Kota Pagar Alam ke Kota Palembang, dari Kota Palembang ke Pagar Alam, kondisi
ketersediaan infrastruktur
dan jalan juga sudah cukup baik. Kendala
aksesibilitas masih ditemui di daya tarik wisata alam
seperti ke gunung dempo Pagar
Alam yang memiliki daya Tarik yang cukup diminati oleh wisatawan.
4. Akomodasi (Hotel dan Tempat Menginap Lainnya), ketersediaan akomodasi
pada sebagian besar hotel
dan tempat menginap lainnya di Kota Pagar Alam sudah ada
beberapa hotel menerapkan konsep syariah. Tetapi ada juga beberapa hotel yang masih menyediakan minuman beralkohol namun hanya untuk tamu-tamu
yang berasal dari luar negeri dan juga non muslim.
5. Restoran dan Usaha Penyedia Jasa Makanan Minuman, di Kota
Pagar Alam dalam pengolahan dan penyajiannya sudah menerapkan prinsip halal. Mengenai standardisasi label
halal pada produk makanan
dan minuman dinyatakan belum siap. Perlu
dibuat suatu standar yang menjadi pedoman bagi restoran
dan penyedia jasa makanan minuman di Kota Pagar Alam. Selain
itu, perlu adanya pengawasan dan sosialisasi dari hulu ke hilir
mengenai produk makanan yang terjamin halal.
6. Kondisi Biro Perjalanan Wisata dan Pramuwisata, belum terdapat Biro perjalanan
Wisata (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket wisata halal yang mewajibkan pemandu wisata mengikuti sertifikasi dan uji kompetensi, daya tarik wisata
yang ada di Kota Pagar Alam sudah mencerminkan
konsep islami. Bahkan daftar akomodasi dan restoran sudah ada yang sesuai kriteria Halal.
7. Kelembagaan dan Sistem Sertifikasi Halal, dalam proses sertifikasi hotel, restoran dan penyedia jasa makanan
minuman masih terkendala aspek biaya dan juga prosedur yang harus di lalui. Untuk produk sudah
ada pembagian namun untuk pelayanan
masih bergabung. Selama ini MUI lebih banyak memberikan
label halal hanya pada produk
kemasan seperti makanan dalam kemasan
buatan Kota Pagar Alam. Namun untuk
restoran dan hotel masih belum dilakukan. Namun arah kesana
sudah mulai di lalukan dengan melakukan sosialisai dengan pemerintah daerah dan juga organisasi profesi.
8. Aspek-aspek sustainable tourism yaitu aspek lingkungan yang kesadaran untuk menjaga lingkungan masyarakat sudah dilaksanakan, kepemilikan dari usaha sekitar
kawasan wisata Kota Pagar Alam mayoritas
dimiliki oleh masyarkat
Kota Pagar Alam, pembangunan sumber daya yang dilakukan sudah dilakukan secara berkelanjutan, belum mewadahi tujuan masyarakat karena masyarakat belum dilibatkan dalam penyusunan rencana pengembangan pariwisata, dan belum terlaksananya monitoring dan evaluasi
terhadap rencana pengembangan pariwisata halal di
Kota Pagar Alam. Pariwisata dikawasan Kota Pagar Alam dapat
dikatakan sudah berkelanjutan, tetapi perlu adanya sinergisitas
pemerintah dengan masyarakat dan pelaku usaha dalam pengembangan
pariwisata halal.
C. Profil
pengembangan Pariwista Halal pada kawasan destinasi wisata di Kota Pagar Alam:
Analisis penelitian pada studi pengembangan lingkungan wilayah Kota Pagar Alam dalam penelitian dan kajian-kajian literatur dalam landasan teori kajian memberikan rekomendasi yang dideskripsikan sebagai berikut:
1. Nuansa Umum Hotel yang Islami
a. Nama-nama hotel boleh menggunakan kata-kata yang lebih memasyarakat dan diterima di telinga, sangat dianjurkan menggunakan bahasa daerah (seperti bahasa Basemah). Penggunaan nama-nama daerah sekaligus sebagai promosi terhadap bahasa daerah itu sendiri dan hal tersebut mendukung promosi program wisata daerah Kota Pagar Alam. Nama-nama hotel, penginapan, dan wisma sekitar Pagar Alam dari hasil penelitian menunjukkan telah berorientasi pada nilai-nilai Islami. Namun demikian gaya dan model hotel belum menggunakan kekhasan daerah Besemah. Hal ini juga penting untuk menumbuhkan loyalitas masyarakat Kota Pagar Alam sekaligus mempromosikan kota wisata tersebut. Contoh yang dapat diambil seperti pada Kota Palembang dengan rumah BARI nya.
b. Lingkungan hotel maupun wisma dan pesanggrahan di sekitar Pagar Alam sampai saat ini (2019) menunjukkan lingkungan yang sudah Islami. Penataan hotel sudah baik, termasuk kebersihan lingkungan dan adaptasi dengan masyarakat. Penataan mushollah untuk sebagian hotel sudah baik. Katagori dalam penataan yang baik adalah (a) Mushollah/rumah ibadah terlihat dan mudah terjangkau oleh para tamu; (b) kebersihan mushollah baik; (c) perlengkapan peribadatan seperti mukenah, sajadah baik dan terjaga kebersihan, termasuk sudah adanya al- Qur'an dan buku-buku keagamaan.
c. Tata ruang dan lampu memberikan kesan tenang, aman dan menyenangkan.
d. Lobby hotel yang dibentuk terkesan ramah dan tertata rapi yang berkeinginan berkomunikasi dan berbicara para tamu hotel untuk berlama-lama.
2. Profesi Pramuwisata Islami
Pramuwisata memiliki prospek dan kelebihan dari sisi dengan identik kehidupan glamour; finansial dalam bentuk gaji dan guide fee; prestasi sebagai suatu penghargaan yang diberikan dengan mengemban fungsi ciri khas bangsa Indonesia yang ramah, santun, berbudi luhur, pengalaman yang didapat sangat terbuka lebar; dan pemandu bukan kerja 9 to 5 job (pekerjaan terjadwal selayaknya relasi yang berkembang dalam konsep pariwisata, pekerjaan jam kerja antara jam 9 hingga jam 5).
Secara definisi pramuwisata keputusan berdasarkan Menparpostel KM.82/PW/102/MPPT-88, pramuwisata adalah seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penerangan, dan petunjuk tentang objek wisata, serta membantu segala sesuatu yang diperlukan wisatawan. Tugas-tugas pramuwisata adalan (1) to conduct/ to direct yaitu mengatur dan melaksanakan kegiatan perjalanan wisata bagi wisatawan yang ditanganinya berdasarkan program perjalanan (itinerary) yang telah ditetapkan; (2) to point out yaitu menunjukkan dan mengantarkan wisatawan ke objek-objek dan daya tarik wisata yang dikehendaki; (3) to inform, yaitu memberikan informasi dan penjelasan mengenai objek dan daya tarik wisata yang dikunjungi. Pramuwisata untuk Kota Pagar Alam berkatagori local guide dan city guide.
3. Model Pakaian Pelayan Hotel
Hasil penelitian (2019) ditemukan model pakaian wilayah Kota Pagar Alam telah melaksanakan nilai-nilai islami. Kajian nilai islami dalam standar penelitian:
a. Model pakaian yang sudah dipakai telah berstandar
minim nasional, terutama untuk pakaian perempuan para karyawan hotel dari
resepsionis hingga cleaning servis.
b. Standar minim dalam wacana nuansa Islami (a) untuk
laki-laki dengan pakaian lengkap, sopan, bersih, dan elegen; (b) untuk perempuan memakai pakaian sopan, bersih dan
tertutup. Minimal long dress, celana
panjang dan baju panjang, dan dianjurkan menggunakan tutup kepala (jilbab),
tidak transparan (membentuk tubuh) yang mengundang mata memperhatikan dengan
hawa nafsu.
Dalam masalah pakaian, Islam memberikan dasar ideal seperti disebutkan dalam al-Qur'an “kami telah menurunkan pakaian padamu untuk menutupi aurat dan pakaian indah untuk perhiasan” (QS.7: 26). Disamping itu ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan dengan masalah menikmati yang baik tidak boleh berlebih-lebihan dan sombong. Arti berlebih-lebihan yaitu melewati batas-batas ketentuan dalam menikmati yang halal. Kesombongan erat sekali dengan niat baik dengan bermaksud untuk menyombongkan diri. Padahal Allah sama sekali tidak suka terhadap orang-orang sombong. Rasulullah saw bersabda,"Barang siapa melabuhkan kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat (Riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda,"barang siapa pakaian yang berlebih-berlebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat (riwayat Ahmad. Abu Dawud, Nasa'i dan ibi Majah). Ada seorang laki-laki bertanya kepada ibn Umar tentang pakaian apa yang harus dipakainya? Maka jawab ibn Umar. yaitu pakaian yang kiranya kamu tidak akan dihina oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela oleh kaum failosofis (riwayat Thabrani).
Satu hal lagi yang dilarang Allah perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya pakaian yang dapat mempertajam bahagian-bahagian tubuh, khusunya tempat-tempat yang membawa fitnah seperti payudara, paha dan sebagainya. Dalam Hadits yang diriwayatkan Abu Huraiah, Rasulullah bersabda: Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk onta. Mereka ini tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium surga, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian (Riwayat Muslim, dalam Bab al-Libas).
4. Nuansa Kamar Hotel
Berdasarkan
survey Kamar-kamar hotel untuk wilayah Sumatera Selatan cukup representatif
sesuai dengan predikat hotel tersebut. Namun dalam nuansa Islami, beberapa
kamar hotel belum memberikan kesan pembentukan nilai ibadah kecuali wilayah istirahat.
Dalam kesimpulan penelitian ini, bahwa kamar hotel tidak dilengkapi
perlengkapan ibadah kecuali hanya sekedar tulisan dilangit-langit kamar
bertuliskan ‘arah kiblat’. Karenanya kamar- kamar hotel sebagai bagian privasi
tamu dibutuhkan pula penambahan-penambahan sebagai berikut:
a. Harus dilengkapi perlengkapan ibadah seperti
sajadah, mukenah, kopiah dalam ukuran standar.
b. Harus ada rak yang menyimpan kitab suci, beberapa
buku keagamaan yang sederhana, mudah dipahami oleh strata masyarakat.
c. Konsep keagamaan (seperti dimaksud pada *2) harus pluralistuk dengan melihat keagamaan
tamu.
5. Nuansa lukisan di dinding hotel
Lukisan tentang benda-benda mati seperti matahari, bulan bintang, laut, gunung, tumbuh-tumbuhan, pepohonan dan pemandangan adalah sesuatu yang dibolehkan dan tidak menjadi bahan perdebatan. Hal yang menjadi masalah adalah melukis benda-benda hidup seperti manusia dan binatang. Rasulullah Saw melarang melukis benda bernyawa antara lain,
“Rasulullah saw masuk
kepada saya (kata Aisyah), dan saya dalam keadaan tertutup
oleh tirai yang padanya ada gambar, maka
beliau memalingkan wajahnya dan mengambil tirai itu lalu
dirobeknya, sambil berkata: sesungguhnya orang-orang
yang paling dahsyat siksaannya
di hari kiamat ialah orang yang membuat penyerupaan ciptaan Allah (HR.
Muslim dari Aisyah RA).
Para ulama sepakat menetapkan keharaman menggambar benda-benda membolehkan untuk melukis benda-benda bernyawa dengan ketentuan untuk disucikan, diagung-agungkan atau bermaksud menandingi ciptaan Allah Swt. Alasan yang disampaikan al- Qardhawi terhadap hadits-hadits yang melarang melukis benda- benda hidup adalah hadits yang meredam melukis untuk motif mengkultuskan atau mengkuduskan (Al-Qardhawy, 1980). Karenanya, para pengelola hotel di Pagar Alam memerlukan dasar-dasar ini ketika akan menggantungkan lukisan-lukisan dengan konsep dasar bahwa niat menggantungkan sebuah lukisan. Jika untuk mengkuduskan atau menandingi ciptaan Allah, maka lukisan itu menjadi haram, namun apabila hanya sebagai maksud untuk hiasan dan mempercantik ruangan maka hal tersebut dibolehkan.
6. Hubungan Manajemen internal hotel berwawasan islam
Upaya merealisasikan nilai-nilai Islami dilingkungan hotel diperlukan hubungan saling pengertian. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 2
Pola Kebersamaan Membentuk Nilai-Nilai Islami Dalam Menerima Tamu
Sumber: Kajian Penelitian 2019
Dari gambaran diatas dapat dijelaskan alur kerja pada saat penerimaan hotel sebagai berikut:
a. Pada saat tamu melaporkan diri ke resepsionis untuk
mendaftarkan diri, maka resepsionis meminta data tamu dengan melihat tanda
pengenalnya (KTP).
b. Resepsionis tidak hanya melihat status maritalnya,
namun juga melihat agama mengkonfirmasi ke cleaning service dan atau yang
bertanggung jawab (religion). Hal ini
sebagai langkah untuk pada penataan kamar sebagai pengatur tata ruang
kamar-kamar.
c. Di samping mengecek kamar, cleaning service juga mengatur agama perlengkapan ibadah tamu. Jika
yang masuk muslim, maka room boy
sudah meletakan sajadah yang terbentang, al-Qur'an yang ditata di rak dan
beberapa buku praktis keagamaan.
7. Taman Bermain
Taman bermain menjadi penting dalam mengembangkan kreatifitas dan kedekatan hubungan kekeluargaan. Adanya taman bermain membuat satu komunikasi dan pendidikan bersama. Pagar Alam memerlukan wilayah yang disetting menjadi lokasi taman bermain untuk umum. Manfaat taman bermain adalah:
a. Sebagai wilayah pendidikan anak dalam bermain,
bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan dunianya.
b. Sebagai wilayah komunikasi diantara anak dan orang
tua.
c. Sebagai tempat interaksi antar individu masyarakat
baik saling kenal maupun yang belum saling kenal.
d. Sebagai bagian proses pemahaman orang tua terhadap
pola sosialisasi anak.
Hal juga yang tidak kalah pentingnya, pemberian fasilitas taman bermain umum menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap keinginan masyarakat di saat kota metropolis sudah tidak memikirkan penataan kota untuk interaksi dan sosialisasi di alam dan lebih mementingkan pembangunan gedung-gedung bertingkat. Kota Pagar Alam yang sudah memiliki lahan luas dapat membuat taman bermain yang ASRI yang dapat dipakai untuk umum. Keberadaan taman bermain dapat memberikan citra terhadap pemerintahan Kota Pagar Alam terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
8. Bar, Kedai Minuman dan Bentuk-Bentuk Minuman
Islam memberikan tuntunan kehidupan dalam soal makanan dan minuman. Sebagaimana disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 168 yang disebutkan,"makanlah barang yang halal dan baik dari apa yang terdapat di bumi". Betapa banyak makanan yang dihalalkan, sedangkan yang diharamkan hanya (a) bangkai; (b) babi; (c) Darah; (d) binatang yang ketika disembelih disebut selain nama Allah; (e) Makanan yang mememiliki keraguan (subbat) untuk dimakan, termasuk hewan yang dicekik, dipukul, yang jatuh, yang tunduk, hewan yang diterkam binatang buas kecuali hewan diatas sempat disembelih sebelum mereka mati dengan menyebut asma Allah, hasil buruan dari binatang dan yang tidak pernah dilatih untuk berburu dan tidak dilepas dengan menyebut asma Allah.
Dalam konsep ini, maka kaidah Ushul Fiqh "Dar u al-majasia muqaddam a'la jalbi al-mashalih (Menolak bahaya didahulukan atas mendatangkan kebaikan) artinya, setiap yang bahayanya lebih besar daripada manfaatnya tidak dibenarkan oleh hukum Islam. Dalam konstruk nama untuk kedai minuman tidak menjadi masalah yang paling penting disini, kedai minuman (bar atau kafe) memiliki komitmen sebagai berikut:
a. Bar, kafe, dan kedai minuman tidak menyediakan
minuman yang beralkohol (non-alcoholic
drink). Minuman yang tidak beralkohol seperti natural mineral water; artifial mineral water, fruit juice/ nourishing
drink; squash/ nourishing drink; crush, syrup, tea, coffee, chocolate. minuman
beralkohol yang tidak perlu disediakan seperti mixing drink dan cocktail, beer, wine, spirits/ liquor, dan cordial. Kelompok-kelompok
non- alcoholic beverages atau soft drink dengan aneka makanan ringan,
siap saji, bersih berkhas ke daerahan harus menjadi standar dalam kedai
minuman, bar, maupun kafe.
b. Pelayan kedai minum, barman, bar boy, ataupun bar
waiter berpakaian santun minimal standar nasional dengan tetap melihat
situasi dan kondisi pada jadwal kerja. Memiliki sikap gembira, jujur, dapat
dipercaya, tidak peminum dan memiliki ketrampilan berbahasa asing.
c. Keadaan penerangan dibentuk sedemikian rupa
sehingga tidak terlihat samaran dan tidak pula terlalu terang, di sini peran
ahli listrik dan seni cahaya dapat membuat sebuah suasana perpaduan warna lampu
dan tata ruang.
d.
Karaoke,
Ideal berdirinya tempat hiburan bernama karaoke adalah untuk tempat rekreasi
(dengan keluarga, mitra bisnis, teman) rans menyalurkan hoby menyanyi.
Investigasi tim program ‘fenomena’ Trans TV menunjukkan bahwa telah terjadinya
perubahan dari tujuan pendirian karaoke pada beberapa tempat di Indonesia.
Muncul kemudian istilah karaoke plus yaitu tempat rekreasi dan melampiaskan
hobi sekaligus syahwat. Hasil investigasi (2019) tersebut menyimpulkan
terjadinya perubahan tujuan pendirian kaaroke di beberapa kota besar akibat
masuknya tradisi dan budaya luar dan perubahan budaya lokal Indonesia menuju
budaya Indonesia mengglobal
Kesimpulan
Model
pengembangan CBT akan berhasil apabila semua komponen tersedia dan mendapat
dukungan dari stakeholders. Dukungan
tersebut berupa keberpihakan dalam bentuk program dan regulasi, modal usaha,
kemitraan, maupun keterlibatan masyarakat dan infrastruktur.
Pariwisata Halal di kota Pagar Alam yang Sustainable Tourism: dilihat dari terminologi pariwisata halal,
aktivitas untuk daya tarik wisata, aksesibilitas, akomodasi (hotel dan tempat
menginap lainnya), restoran dan usaha penyedia jasa makanan minuman, kondisi
biro perjalanan wisata dan pramuwisata, kelembagaan dan sistem sertifikasi
halal.
Profil
pengembangan pariwisata halal pada kawasan destinasi wisata di Kota Pagar Alam:
(a) standar penginapan yang Islami, (b) standar rumah makan/bar/café/karaoke
yang Islami, (c) profil karyawan kepariwisataan yang Islami, (d) cagar alam,
(e) konservasi alam.
BIBLIOGRAFI
Al-Qardhawy.
(1980). Al-Halal wa al-Haram Fi al-Iskam. Cairo: Maktbaha al-Wahbah.
Anugrah, Krishna, & Sudarmayasa, I.
Wayan. (2017). Pembangunan Pariwisata Daerah Melalui Pengembangan Sumber Daya Manusia
Di Gorontalo. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), 4, 33–46. Google Scholar
Brain, Garrod. (2001). Local
Partisipation In The Planning And Management Of Ecotourism A Resived Model
Approach. Bristol: University Of The West Of England. Google Scholar
Garrod, Brian. (2003). Local participation
in the planning and management of ecotourism: A revised model approach. Journal
of Ecotourism, 2(1), 33–53. Google Scholar
Kalesar, Masoud Imani. (2010). Developing
Arab-Islamic tourism in the Middle East: An economic benefit or a cultural
seclusion. International Politics, 3(5), 105–136. Google Scholar
Nugroho, Dhimas Setyo. (2018). Community
based tourism tantangan Dusun Nglepen dalam pengembangan desa wisata. Jurnal
Pariwisata, 5(1), 42–55. Google Scholar
Ota, Tomoko, Takeda, Tomoya, &
Kamagahara, Yuko. (2016). The difference in movement of experienced and in
experienced persons in Japanese bowing. Energy Procedia, 89,
45–54. Google Scholar
Rahim, Firmansyah. (2012). Pedoman
Pokdarwis. Jakarta: Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata
Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif. Google Scholar
Suansri, Potjana. (2003). Community
based tourism handbook. Responsible Ecological Social Tour-REST Bangkok. Google Scholar
Sugiyono. (2014). Metode penelitian
pendidikan:(pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Google Scholar
Sunaryo, Bambang. (2013). Kebijakan
pembangunan destinasi pariwisata: konsep dan aplikasinya di Indonesia.
Penerbit Gava Media Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep
dan …. Google Scholar
Torstensson, Gunnar, & Aronsson,
Helena. (2000). Nitrogen leaching and crop availability in manured catch crop
systems in Sweden. Nutrient Cycling in Agroecosystems, 56(2),
139–152. Google Scholar
Warpani, Suwardjoko Probonagoro, & Warpani,
Indira Proboratri. (2007). Pariwisata dalam tata ruang wilayah. Bandung:
Penerbit ITB. Google Scholar
Copyright holder: Oki Sapitri
Menghayati, Qadariah Barkah, Heri Junaidi (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |