Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol.
6, No. 7, Juli
2021
�
STRATEGI PEMASARAN JAGUNG HASIL
PENGEMBANGAN UPSUS PAJALE DI KABUPATEN MAMUJU
Zulfiani Effendi, Ahmad Ramadhan Siregar, Sitti Nurani Sirajuddin
Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar Sulawesi Selatan, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran
jagung hasil pengembangan UPSUS PAJALE di Kabupaten Mamuju dan merumuskan
alternatif dan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran jagung
hasil pengembangan UPSUS PAJALE di Kabupaten Mamuju. Penelitian ini
dilaksanakan di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Responden
dalam Penelitian ini di tentukan secara purposive sampling dengan mewawancarai
tiga puluh tiga informan yang juga adalah responden. Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif.
Penelitian ini mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang kemudian dianalisis dengan menggunakan matriks internal
eksternal (IE). Hasil dari matriks IE digunakan sebagai rujukan untuk menyusun strategi pemasaran
dengan menggunakan matriks SWOT. Alternatif strategi pemasaran yang diperoleh
kemudian dianalisa menggunakan QPSM untuk menentukan prioritas strategi yang
akan dijalankan. Hasil penelitian menunjukkan Matriks IE (Internal Eksternal)
berada di sel V yaitu Konsentrasi melalui Integrasi Horizontal. Strategi ini
kemudian dirumuskan di Matriks SWOT dan menghasilkan tujuh strategi pemasaran.
Strategi tersebut dianalisa menggunakan QSPM dan diperoleh strategi prioritas
untuk pemasaran jagung hasil UPSUS PAJALE di Kabupaten Mamuju yaitu mendorong
terbentuknya BUMD yang bergerak untuk memanfaatkan produk jagung sehingga bisa
menjadi stabilisator bagi harga jagung atau mendorong investasi dan menumbuhkan
industri yang menggunakan jagung sebagai bahan utamanya.
Kata Kunci: strategi pemasaran, jagung, analisis SWOT
Abstract
This study aims to analyze
the factors that influence the marketing of corn from the UPSUS PAJALE
development in Mamuju Regency and to formulate
alternative and priority strategies that can be applied in marketing the corn
produced by UPSUS PAJALE development in Mamuju
Regency. This research was conducted in Tommo District, Mamuju
Regency, West Sulawesi. Respondents in this study were determined by purposive
sampling by interviewing thirty-three informants who were also respondents.
This research is a qualitative descriptive study supported by quantitative
data. This study identifies internal and external factors which are then
analyzed using an internal external matrix (IE). The results of the IE matrix
are used as a reference for developing a marketing strategy using the SWOT
matrix. The alternative marketing strategy obtained is then analyzed using QPSM
to determine the priority of the strategy that will be carried out. The results
showed that the IE (Internal External) Matrix was in cell V, namely
Concentration through Horizontal Integration. This strategy is then formulated
in the SWOT Matrix and produces seven marketing strategies. The strategy was
analyzed using QSPM and a priority strategy was obtained for marketing the corn
from UPSUS PAJALE in Mamuju Regency, namely
Encouraging the formation of BUMDs that move to utilize corn products so that
they can become stabilizers for corn prices or encourage investment and grow an
industry that uses corn as its main ingredient.
Keywords: marketing strategy; corn; SWOT analysis
Pendahuluan
Jagung merupakan produk pangan strategis yang bernilai ekonomis dan berpotensi untuk dikembangkan karena posisinya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Selain itu jagung juga digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, bahan baku industri dan rumah tangga. Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan jagung terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan pakan ternak yang terus meningkat. Sebagian besar produksi jagung nasional digunakan sebagai pakan ternak, sisanya digunakan untuk konsumsi pangan dan untuk kebutuhan industri lain dan memenuhi kebutuhan penggunaan benih.
Kementerian Pertanian telah merumuskan kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia dalam bentuk swasembada beras, jagung, dan produk kedelai yang berkelanjutan. Program swasembada yang dicanangkan pemerintah dikenal dengan Program Upsus Pajale (upaya khusus padi, jagung dan kedelai) yang berlangsung dari tahun 2015 hingga sekarang. Dalam petunjuk pelaksanaan yang dibuat (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015) di sebutkan program ini merupakan strategi dan upaya peningkatan luas tanam dan produktivitas untuk tanaman padi, jagung dan kedelai di sentra produksi pangan di Indonesia. Program Upsus pajale diharapkan dapat mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia melalui kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT), penyediaan peralatan dan mesin pertanian, penyediaan dan penggunaan benih unggul, penyediaan dan penggunaan pupuk berimbang, pengaturan musim tanam, dan pelaksanaan Gerakan Penerapan Tata Kelola Tanaman Terpadu (GPPTT). Produksi usaha tani jagung untuk kabupaten Mamuju mengalami peningkatan lebih dari 100% setiap tahunnya sejak dari 2015 sampai 2018 sejak adanya Program UPSUS Pajale (Badan Pusat Statistik, 2020). Untuk tahun 2019, produksi usaha tani jagung mengalami penurunan disebabkan oleh pengurangan bantuan oleh pemerintah baik bantuan bibit, bantuan pupuk maupun alat dan mesin pertanian. Peningkatan produktivitas usaha tani jagung yang berakibat pada peningkatan produksi yang sangat signifikan tentu saja menciptakan tantangan dalam penyerapan hasil produksi jagung tersebut. Sistem pemasaran jagung hasil produksi dari petani harus bisa terserap dengan baik dan memberi keuntungan yang memuaskan bagi petani agar motivasi dalam mengembangkan produksi jagung tetap terjaga atau semakin meningkat. Hasil penelitian (Syamsuddin dan Rahmawati, 2015) menemukan bahwa belum ada kemitraan petani dengan pedagang yang terjalin dengan baik sehingga pemasaran hasil belum mendapatkan jaminan penjualan setelah dilakukan panen dalam penelitiannya di Provinsi Sulawesi Barat.
Pertumbuhan produksi jagung di Kabupaten Mamuju menunjukkan tren yang sangat tinggi hingga lebih dari 100% setiap tahunnya dari 2015 sampai dengan 2018 sejak adanya program Upsus Pajale. Data produksi dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1
Trend pertumbuhan produksi
jagung sejak tahun 2015 � 2019 di Kabupaten Mamuju
Tahun |
Luas Panen |
Poduktivitas |
Produksi |
|||
(Ha) |
(Kw/Ha) |
(Ton) |
||||
2015 |
5.706 |
48,91 |
������������ 27.906 |
|
||
2016 |
������������ 20.508 |
48,96 |
���������� 100.412 |
|
||
2017 |
������������ 41.990 |
48,96 |
���������� 205.578 |
|
||
2018 |
������������ 51.745 |
88,35 |
457.164 |
|
||
2019 |
- |
- |
�� 406.384,65 |
|||
(BPS Mamuju dalam angka, 2015-2020)
Jenis jagung yang ditanam sebagian besar adalah jenis
hibrida yang digunakan oleh
industri pakan ternak untuk bahan
utama pakan di Makassar, Peternak Ayam Petelur
dan industri lainnya.
Sebagian besar jagung di Kabupaten Mamuju dikirim ke Kompleks
Pergudangan di KIMA Makassar, sebagian
lagi dikirim ke Peternak Ayam
Petelur di Sidrap, untuk Industri di Kalimantan, dan
juga ada yang dikirim ke Nusa Tenggara Timur lewat pelabuhan di Kabupaten Bone. Beberapa masalah yang terjadi dilapangan adalah petani tidak
memiliki kemampuan dalam penetapan harga karena adanya
keterikatan petani kepada pedagang pengumpul dengan adanya kontrak antara petani dan pedagang pengumpul dimana biaya yang dikeluarkan selama budidaya ditanggung oleh pedagang pengumpul yang berakibat harga pembelian ditentukan oleh pedagang sehingga petani tidak bisa
mendapatkan hasil maksimal dari hasil
panen jagung yang diusahakannya. Harga untuk bulan Agustus tahun
2020 ditingkat petani berada di Rp. 2000-2.500/Kg berbeda
dengan tingkat harga dalam Permendag
No.7/2020 yang dipatok di angka
Rp.3.150/Kg untuk kadar air
15% sementara untuk kadar air 20% harga acuan di patok Rp. 3.050/Kg.
Harga yang rendah tentu saja akan berpengaruh
terhadap minat petani dalam menanam
jagung karena penurunan pendapatan dalam usaha tani
yang dilakukannya.
Dari uraian
tersebut, kendala utama yang dihadapi saat ini adalah
petani jagung seharusnya dapat memasarkan produksi dengan nilai yang lebih tinggi. Pemerintah
daerah seharusnya membantu dengan kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan petani jagung minimal petani jagung tidak
dirugikan sehingga kesejahteraan petani jagung bisa lebih
ditingkatkan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pemasaran
jagung hasil pengembangan UPSUS PAJALE di Kabupaten
Mamuju dan merumuskan alternatif dan prioritas strategi
yang dapat diterapkan dalam pemasaran jagung hasil pengembangan
UPSUS PAJALE di Kabupaten Mamuju.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tommo merupakan salah satu sentra produksi usahatani jagung di Kabupaten Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Januari dan olah data dilakukan di bulan Februari. Teknik pengumpulan� data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tekhnik wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan responden berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dibuat, observasi yang merupakan pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan dan yang terakhir studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari referensi yang berkaitan dengan penelitian.
Responden terdiri dari 33 orang yang memiliki peran dalam pemasaran jagung di Kabupaten Mamuju, yaitu:
a)
Lima
Orang Pedagang Jagung (pedagang besar atau pedagang kecil)
dengan minimal 3 tahun dalam menjalankan usaha jual beli
jagung.
b)
Sepuluh Orang Ketua Kelompok Usaha Tani jagung yang masih aktif dengan jumlah
anggota minimal 15 orang dan sudah
terbentuk selama minimal 3 tahun.
c)
Lima Belas Orang Petani jagung luas lahan
minimal 1/4 Ha dan pengalaman dalam
usaha tani jagung minimal 5 tahun.
d)
Tiga
orang pengambil kebijakan:
1). Dinas yang membidangi fungsi tanaman pangan 2). Pakar dari akademisi yang menggeluti jagung 3). Petugas
lapangan dari dinas yang membidangi fungsi tanaman pangan
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang didukung oleh analisa kuantitatif yang bertujuan menentukan lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha pemasaran jagung hasil pengembangan UPSUS PAJALE di Kabupaten Mamuju dan menentukan alternatif strategi yang bisa dijalankan serta memperoleh strategi prioritas untuk dijalankan (Sugiyono, 2017). Tujuan dari penelitian ini di proses melalui 3 model pendekatan, yaitu:
1. Tahap
Input
Pada tahap
ini peneliti menggunakan identifikasi faktor internal utama dan faktor eksternal utama kemudian melakukan pembobotan dari setiap faktor
faktor yang berkisar 0.0 (tidak penting) hingga 1.0 (sangat penting). Jumlah dari pembobotan harus sama dengan
1.0. Penentuan bobot akan dilakukan dengan menggunakan metode �paired comparison� (Kinnear dan Taylor, 2003).
Penggunaan metode ini untuk memberikan
penilaian terhadap bobot setiap faktor
internal dengan skala 1, 2
dan 3, dimana: (1): Jika indikator
horizontal kurang penting daripada indikator vertikal, (2): Jika indikator
horizontal sama penting dengan indikator vertikal dan (3) = Jika indikator
horizontal lebih penting daripada indikator vertical.
2.
Tahap Pencocokan
a.
Matriks IE (Internal Eksternal)
Pada tahap ini, Matriks IFE (kekuatan dan kelemahan) diberi nilai rating menggunakan rating antara 1 sampai 4 masing-masing faktor
yang memiliki nilai: rating
1=Sangat Lemah, rating 2= Tidak Begitu Lemah,
3= rating Cukup Kuat, dan
rating 4= Sangat Kuat. Pemberian peringkat pada matriks EFE (peluang dan ancaman) menggunakan skala: 1= rendah (respon di bawah rata-rata), 2= sedang (respon rata-rata), 3= tinggi (respon di atas rata-rata), dan 4= sangat tinggi (respon superior).
Bobot dengan rating atau peringkat dikalikan untuk mendapatkan nilai skor pembobotan.
Jumlah skala pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan. Skor bobot
total 1,00 hingga 1,99 mempresentasikan posisi internal yang lemah, skor 2,00
hingga posisi rata-rata, dan skor 3,00 hingga posisi 4,00 posisi kuat. Skor rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya
di bawah 2.5 menunjukkan bahwa secara internal perusahaan lemah, sedangkan
nilai di atas 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor strategis internal (David & David, 2016).
Berikut
ini adalah penjelasan mengenai strategi yang terdapat pada sel Matriks IE menurut (Rangkuti, 2013),
yaitu:
1. Sel
I: konsentrasi dengan integrasi vertikal.
2. Sel
II dan V: konsentrasi dengan integrasi horizontal
3. Sel
III: Kembali. Strategi ini cocok untuk perusahaan dengan daya tarik industri
yang tinggi, ketika masalah perusahaan sudah mulai dirasakan tetapi belum
kritis. Strategi ini direalisasikan oleh perusahaan dengan cara mengurangi
operasional perusahaan.
4. Sel
IV: stabilitas
5. Sel
VI: Disinvestasi
6. Sel
VII: Diversifikasi konsentris
7. Sel
VIII: Diversifikasi Konglomerat. Strategi pertumbuhan melalui aktivitas bisnis
yang tidak terkait dapat dilaksanakan jika perusahaan menghadapi posisi
kompetitif yang tidak terlalu kuat dan nilai daya tarik industrinya sangat
rendah.
8. Sel
IX: Kebangkrutan atau likuiditas. Likuidasi adalah strategi yang dilakukan
dengan menjual sebagian atau seluruh perusahaan atau produk perusahaan yang
ada, dengan tujuan memperoleh uang untuk melunasi seluruh kewajiban perusahaan
dan kemudian menyerahkan kepada pemegang saham lainnya.
Tabel 2
Tabel Skor
Bobot Matriks IE
4.0 |
Kuat������������� 3.0-4.0 |
Rata-Rata����� 2.0-2.99 |
Lemah��� 1.0-1.99 |
1.0 |
Tinggi 3.0-4.0 |
I���������������
Integrasi Vertikal |
II����������������
Integrasi Horizontal |
III���������������
Turn Around |
|
3.0 |
||||
Sedang 2.0-2.99 |
IV���������������
Stabilty |
V������������ Integrasi
Horizontal |
VI�������������
��Divestasi |
|
2.0 |
||||
Rendah 1.0-1.99 |
VII��������������
Diversifikasi Konsentris |
VIII���������������
Diversifikasi Konglomerat |
IX���������������
Bangkrut/ Likuiditas |
|
1.0 |
b.
Matriks SWOT
Setelah melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal serta menentukan posisi saat ini dengan matriks Internal Eksternal (IE) maka ditentukan anternatif alternatif strategi yang bisa digunakan dengan matriks SWOT. Matriks ini memiliki prinsip dasar yaitu memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman dengan empat bidang alternatif strategi, yaitu Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT.
Tabel 3
�������������������������������� Internal Eksternal |
STRENGTH (S) Daftar kekuatan |
WEAKNESS (W) Daftar kelemahan |
OPPORTUNITIES (O) Daftar Peluang |
STRATEGI SO Gunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang |
STRATEGI WO Minimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang |
THREATS (T) Daftar Ancaman |
STRATEGI ST Gunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman |
STRATEGI WT Minimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman |
Sumber: (David RF, 2012)
3.
Tahap Keputusan
Tahap terakhir penentuan strategi bauran pemasaran adalah tahap pengambilan keputusan yaitu penentuan strategi prioritas berdasarkan analisis daya tarik strategi alternatif. QSPM adalah teknik analisis yang dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari ukuran alternatif yang layak dengan memberi peringkat pada strategi pemasaran untuk mendapatkan daftar prioritas.
(David RF, 2012) mengungkapkan Analisis QSPM memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif. Langkah-langkah yang harus diikuti untuk membuat QSPM adalah:
a. Membuat daftar faktor kunci peluang dan ancaman eksternal serta faktor kunci kekuatan dan kelemahan internal perusahaan di kolom kiri QSPM.
b. Memberi bobot pada setiap faktor penentu keberhasilan eksternal dan internal. Bobot ini identik dengan yang digunakan dalam matriks EFE dan IFE.
c. Mengevaluasi matriks fase 2 (pencocokan) dan mengidentifikasi alternatif strategis yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh perusahaan.
d. Tentukan Nilai daya tarik (Attractiveness Score) atau AS, yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi dalam satu set alternatif tertentu. Kisaran nilai daya tarik adalah 1-4, di mana 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = sangat menarik.
e. Menghitung Skor Ketertarikan Total (Total Attraction Score-TAS) dengan mengalikan bobot dengan nilai kemenarikan di setiap baris. Semakin tinggi nilai total attractiveness, semakin menarik alternatif strategi tersebut.
f. Hitung jumlah dari nilai total daya tarik. Tambahkan Skor Ketertarikan Total ke setiap kolom strategi di QSPM. Jumlah total nilai daya tarik (STAS) menunjukkan strategi mana yang paling menarik dari setiap alternatif strategis.� QSPM diilustrasikan pada Tabel 4.
Tabel 4
Matriks QSPM
Faktor-faktor kunci |
Bobot |
Strategi
1 |
Strategi
2 |
Strategi
3 |
|||
AS |
TAS |
AS |
TAS |
AS |
TAS |
||
Faktor-faktor kunci internal |
|
|
|
|
|
|
|
Faktor-faktor kunci eksternal |
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah Nilai Total Daya Tarik |
|
|
|
|
|
|
Sumber : David,
2017
Keterangan:���������� AS
= Nilai daya tarik
TAS
= Total nilai daya tarik
Hasil
dan Pembahasan
Jagung yang diusahakan oleh petani di Kabupaten Mamuju adalah jagung hibrida dan sebagian kecil jagung komposit. Jagung hibrida diusahakan untuk kepentingan komersil sedangkan Jagung komposit diusahakan oleh petani untuk tujuan konsumsi dan biasanya dibeli oleh pedagang sayur. Pertanaman jagung di Kabupaten Mamuju diusahakan sepanjang tahun.
Jagung hasil produksi petani di kabupaten Mamuju dipasarkan langsung ke pedagang pengumpul di Kecamatan. Seiring dengan meningkatnya persaingan antar pedagang pengumpul dalam memperoleh pasokan jagung, pedagang-pedagang tersebut menggunakan pola kemitraan untuk mengikat petani ketika menjual hasil panennya. Selain itu pedagang juga memanfaatkan jasa kolektor untuk langsung ke usahatani atau ke rumah-rumah petani untuk melakukan pembelian.
Produk dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang dilihat dari hasil riset
pasar (Kotler, Kartajaya, & Setiawan, 2017).
Menurut (Titik, 2012),
produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan serta diperjualbelikan dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Untuk
memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh pedagang grosir atau industri
pakan, pengepul tetap menangani jagung yang mereka beli, baik yang dibeli
langsung dari petani maupun dikumpulkan oleh pengepul, misalnya dengan menjemur
kembali untuk memenuhi standar kadar air atau pembersihan ke memenuhi isinya. Setelah jagung
dikumpulkan dan ditangani sesuai kebutuhan, pedagang melakukan penyimpanan
hingga mencapai jumlah yang cukup untuk didistribusikan ke pedagang grosir atau
industri pakan di kawasan industri Makassar, kawasan Sidrap, pulau Kalimantan,
dan provinsi Kupang.
A.
Identifikasi Faktor Kunci
Sukses Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Strategi pemasaran jagung di rumuskan dengan memadukan faktor-faktor pada lingkungan internal Kabupaten Mamuju yang berada di dalam kewenangan pemerintah kabupaten untuk mengaturnya terkait kekuatan (strength)
dan kelemahan (weakness) yang dimiliki dan lingkungan eksternal Kabupaten Mamuju yang berada di luar kewenangan pemerintah kabupaten untuk mengaturnya terkait peluang (opportunities)
dan ancaman (threaths).
Analisis
faktor internal bertujuan untuk mengetahui berbagai kekuatan dan kelemahan
wilayah Mamuju dalam berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan pemasaran
produk jagung. Analisis faktor eksternal berupaya untuk mengetahui berbagai
peluang yang dapat diperoleh wilayah Mamuju dalam berbagai aspek yang berkaitan
dengan pengembangan jagung terutama dalam pemasarannya dan identifikasi ancaman
yang merupakan faktor penghambat di luar kewenangan wilayah Mamuju di berbagai aspek yang terkait
dengan pengembangan produk jagung, khususnya mengenai pemasarannya.
1. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
a.
Kekuatan
Kekuatan
adalah kondisi internal yang menjadi pendorong keberhasilan meraih posisi
unggul dalam menghadapi persaingan. Kekuatan yang dimaksud merupakan potensi
sumberdaya dan kondisi yang dimiliki oleh Kabupaten Mamuju terkait dengan
pengembangan komoditi jagung yang dapat dijadikan sebagai modal dasar dalam
pemasaran komoditi jagung di Kabupaten Mamuju. Berikut merupakan faktor
kekuatan pemasaran di Kabupaten Mamuju:
1)
Tersedianya sarana perhubungan
darat dan laut, sarana perhubungan yang tersedia dan lancar akan memudahkan proses mobilisasi komoditas pertanian khususnya komoditi jagung untuk Kabupaten Mamuju. Jalur darat tersedia dengan jalan aspal antar
provinsi yang lancar dan ekspedisi yang selalu tersedia untuk digunakan sedangkan jalur laut bisa
ditempuh dari pelabuhan belang belang atau pelabuhan
budong - budong untuk akses ke
pulau Kalimantan. Jalur darat
digunakan untuk mobilisasi hasil panen jagung untuk
memenuhi kebutuhan industri di Kawasan Industri Makassar,
kebutuhan peternakan ayam di Kabupaten Sidrap dan memenuhi permintaan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang di drop di Pelabuhan Bone. Sedangkan
jalur laut digunakan untuk mobilisasi hasil panen jagung untuk
memenuhi kebutuhan industri di Kalimantan.
2)
Ketersediaan lahan untuk
pertanian jagung yang luas, luas panen
jagung untuk Kabupaten Mamuju mengalami peningkatan drastis sejak adanya
program UPSUS PAJALE yang diluncurkan oleh kementerian pertanian. Luas panen jagung di tahun 2015 yang hanya 5.706 Ha meningkat dengan cepat sehingga mencapai 51.745 Ha di tahun 2018.
Potensi penambahan lahan masih terbuka
dengan masih banyaknya lahan gambut yang belum dimanfaatkan, perambahan hutan serta adanya
alih fungsi lahan dari tanaman
kakao ke tanaman jagung.
3)
Jumlah produksi jagung yang tinggi, Kabupaten Mamuju adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang memiliki
produktivitas jagung yang sangat tinggi. Pada tahun 2019 produksi jagung di Kabupaten mamuju mencapai 199.205,04 ton dengan luas tanam 45,669 Ha (BPS, Mamuju dalam Angka 2020) karena produksi yang sangat tinggi sehingga
Kabupaten Mamuju dijadikan sentra unggulan jagung.
4)
Banyaknya pedagang yang bergerak dalam pemasaran jagung, jagung di pasarkan oleh petani ke pedagang
pengumpul atau pedagang besar selanjutnya pegadang besar memasarkan jagung pada konsumen antar pulau atau
antar provinsi. Jumlah pedagang yang bergerak dalam pemasaran jagung tentu saja mempengaruhi
harga pembelian jagung dari petani
karena persaingan untuk memperoleh jagung dari petani
cukup tinggi. (Kango, 2018)
dalam penelitiannya juga menemukan bahwa harga dasar yang ada ditingkat petani
sering dipermainkan oleh
para tengkulak.
5)
Kelompok tani yang mendukung, Kelompok tani di Kecamatan Tommo yang terdata oleh dinas yang membidangi pertanian sejumlah 261. Dengan luas wilayah 765,75 km2 Kecamatan
Tommo memiliki area panen jagung seluas 13.176 Ha (2019). Kelompok tani membantu
petani dalam penyediaan informasi pasar dan pemasaran jagung secara kolektif.
6)
Iklim yang sesuai, Jadwal penanaman jagung untuk Kecamatan
Tommo tidak dipengaruhi
oleh iklim sehingga penanaman dapat dilakukan di sepanjang tahun dengan waktu
yang tidak serempak menyebabkan ketersediaan jagung bisa didapatkan
sepanjang tahun. Kondisi ini tentu
saja menguntungkan petani jagung karena
lahan yang dikelolanya bisa memberikan hasil maksimal karena tidak ada
waktu jeda panjang untuk ditanami
kembali.
b.
Kelemahan.
1)
Prasarana jalan yang kurang memadai, kondisi jalan yang masih menjadi kendala
dalam mobilisasi hasil panen jagung
adalah jalan tani atau jalan
yang menghubungkan kebun jagung sampai ke
rumah petani serta jalan yang menghubungkan antar desa. Kondisi ini
menyebabkan timbulnya biaya tambahan untuk pengangkutan karena pengangkutan hanya bisa dilakukan
dengan menggunakan ojek
motor.
2)
Posisi tawar petani
dalam penentuan harga jagung rendah,
Keterbatasan modal yang dimiliki
petani merupakan salah satu penghambat untuk petani membiayai
kegiatan usahatani jagung mereka. Belum tersedianya lembaga-lembaga yang khusus seperti bank atau koperasi diperuntukkan
kepada petani dalam mengatasi masalah keuangan tersebut menyebabkan petani bermitra dengan pedagang untuk pemberian modal menyebabkan petani dalam proses jual beli tidak memiliki
kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa akan
menjual hasil panennya sehingga harga jual hasil
produksi jagung petani dibawah harga pasar. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian (Ariusni & Sentosa, 2018)
dimana posisi tawar petani dalam
pemasaran dinilai rendah sebagai kelemahan utama.
3)
Rendahnya kualitas jagung hasil produksi
petani, Rendahnya kualitas jagung hasil produkasi dari petani disebabkan
oleh ketergantungan petani dengan bantuan hibah dari pemerintah
yang memeiliki mutu standar dan rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya dan pascapanen. Proses pengeringan yang dilakukan petani masih mengandalkan
sinar matahari sehingga pada saat jagung dipasarkan nilai tawar menjadi
rendah karena petani menjual jagung kering panen.
4)
Terbatasnya tingkat pengetahuan
penerapan teknologi budidaya dan pascapanen, pengetahuan petani dalam menggunakan bibit unggul, penggunaan
pupuk yang berimbang, penggunaan traktor serta pengendalian hama tanaman jagung
masih terbatas. Cara yang digunakan selama ini masih bisa
ditingkatkan efektifitasnya
untuk mendapatkan produksi jagung yang lebih tinggi. Begitu
juga dengan penanganan jagung pasca panen,
petani belum memiliki pengetahuan yang memadai sehingga kehilangan hasil dari saat panen
sampai pasca panen masih sering
terjadi seperti belum adanya gudang
penyimpanan pada saat harga rendah, lantai
jemur maupun pemipil jagung. Penanganan pasca panen yang tepat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah, daya simpan
jagung dan menekan kehilangan hasil.
5)
Serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), Tikus umumnya menyerang
tanaman jagung pada fase-fase pembentukan tongkol dan pengisian biji. Tongkol yang telah masak susu dimakan oleh tikus sehingga tongkol menjadi rusak dan mudah terinfeksi oleh jamur. Serangan hama tikus cukup
merugikan petani di Kabupaten Mamuju, ada serangan yang bisa sampai menghabiskan
buah jagung yang di tanam tanpa tersisa.
6)
Belum adanya badan usaha pemerintah yang menangani pembelian jagung, Upaya pemerintah untuk menjaga stabilnya
harga jagung belum maksimal dilakukan di Kabupaten Mamuju. Penentuan harga pembelian dari petani masih
ditentukan oleh pedagang karena tidak ada
PERDA di Kabupaten yang mengatur
harga jagung. BUMN dan koperasi yang membeli jagung dari petani
saat harga rendah juga tidak ada sehingga harga
komoditi jagung di Kabupaten Mamuju belum bisa dijaga
kestabilannya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
2. Identifikasi Peluang dan Ancaman
Dari analisis lingkungan eksternal yang dilakukan sebelumnya, dapat terlihat faktor-faktor apa saja yang ada dan dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor peluang dan faktor-faktor ancaman yang terdapat pada pemasaran jagung di kabupaten mamuju. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Peluang
Faktor-faktor yang menjadi peluang pemasaran jagung di Kabupaten Mamuju berdasarkan analisis lingkungan eksternal terbagi menjadi lima. Berikut merupakan faktor-faktor yang menjadi peluang pemasaran jagung di Kabupaten Mamuju:
1)
Kebutuhan pasokan pakan
unggas dari jagung masih besar,
usaha peternakan ayam petelur dan ayam broiler atau ayam pedaging semakin
bertumbuh seiring dengan makin meningkatnya
penduduk di Kabupaten Mamuju yang juga adalah ibukota Provinsi Sulawesi Barat. Meningkatnya usaha peternakan terutama unggas di Kabupaten Mamuju pada khususnya dan di Provinsi Sulawesi Barat pada umumnya
tentu akan memberi pengaruh nyata terhadap meningkatnya permintaan untuk komoditi jagung sebagai bahan utama pakan
ternak ayam.
2)
Pengembangan industri pengolahan berbasis komoditi jagung, Melihat tingginya produksi jagung untuk Kabupaten Mamuju dimana ditahun
2019 bisa mencapai produksi sebanyak 406.384ton dan
juga mempertimbangkan produksi
dari kabupaten lain dimana total produksi jagung untuk Provinsi
Sulawesi Barat ditahun 2019 mencapai
199.205,04 ton tentu saja sangat berpotensi
untuk pengembangan industri pengolahan berbasis komoditi jagung.
3)
Adanya dukungan dari pemerintah, Dalam pengembangan produksi pertanian terutama komoditi jagung di Kabupaten Mamuju tidak terlepas
dari dukungan pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat.� Hal ini ditunjukkan lewat beberapa program yaitu UPSUS Pajale, program pengembangan kawasan tanaman pangan korporasi (ProPaktani), pendampingan petani serta memfasilitasi
pengadaan bantuan dalam bentuk hibah
untuk kebutuhan petani terutama untuk komoditi jagung memperlihatkan hasil yang sangat signifikan untuk meningkatkan produksi jagung di Kabupaten Mamuju.
4)
Kualitas benih mempengaruhi
harga, Benih jagung yang ditanam oleh petani saat ini
sebagian besar adalah benih yang merupakan bantuan dari pemerintah. Kualitas dari benih
yang diberikan oleh pemerintah
dalam bentuk hibah belum bisa
memberi kualitas maksimal untuk meningkatkan produktifitas dari petani jagung,
penggunaan benih yang lebih baik dan tepat tentu akan
memberi pengaruh nyata dalam peningkatan
produktifitas dan kualitas jagung yang dihasilkan.
5)
Pembentukan suatu lembaga
pemerintah atau assosiasi, Pemerintah bisa memanfaatkan tingginya produksi jagung dan masih besarnya peluang pengembangan komoditi jagung di Provinsi Sulawesi Barat
dengan melakukan pembelian jagung atau membangun industri pengolahan yang berbahan dasar jagung. Jika pemerintah melakukan intervensi dengan melakukan pembelian saat harga rendah dengan
didukung oleh teknologi penyimpanan untuk menjaga kualitas jagung tetap memenuhi
standar atau pembelian untuk bahan baku industri
pengolahan jagung oleh
Badan Usaha Milik Pemerintah baik
oleh Provinsi Sulawesi Barat maupun
Kabupaten Mamuju maka stabilitas harga di tingkat petani akan lebih
baik dan peningkatan kesejahteraan dari petani jagung bisa
dicapai.
b.
Ancaman
Faktor-faktor yang menjadi ancaman pemasaran jagung di Kabupaten Mamuju berdasarkan analisis lingkungan eksternal terbagi menjadi lima. Berikut merupakan faktor-faktor yang menjadi ancaman pemasaran jagung di Kabupaten Mamuju:
1)
Meningkatnya hasil produksi
jagung didaerah lain, masa panen di Provinsi Sulawesi Selatan sangat mempengaruhi harga pembelian jagung di Kabupaten Mamuju. Kualitas yang lebih baik dan rendahnya biaya transportasi untuk jagung asal
wilayah Sulawesi Selatan ke kawasan
Industri di Makassar menjadikan
jagung produksi dari Kabupaten Mamuju menjadi sulit bersaing sehingga harus menerima harga pembelian yang rendah dari pedagang.
2)
Adanya import jagung, Import jagung dari luar negeri tentu saja akan
mempengaruhi harga di tingkat petani, adanya jagung import dengan harga yang lebih rendah akan
membuat penyerapan produk jagung untuk
industri semakin menurun. Data tahun 2018 indonesia masih melakukan import jagung sebanyak 737,2 ribu ton (Data
BPS) untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.
3)
Potensi penurunan kualitas jagung di proses pengiriman, Waktu pembelian dari petani sampai
jagung diterima oleh industri jagung yang bisa lebih dari
seminggu tentu saja berpotensi mengakibatkan penurunan kualitas dari jagung
yang diperdagangkan. Lama waktu
penyimpanan digudang, perlakuan jagung dalam proses pengiriman di atas mobil truck, dan kemungkinan terserang kutu saat mobil menunggu
di kawasan industri karena berdekatan dengan gudang dedak
adalah waktu dimana penurunan kualitas jagung berpotensi terjadi.
4)
Harga jagung yang berfluktuasi, permintaan jagung cenderung tinggi untuk keperluan industri, terutama perunggasan, sebagai bahan baku pakan
ternak. Di sisi lain, petani memiliki posisi tawar yang lemah sehingga harga jagung terus
mengalami fluktuasi. Harga dinamis komoditas pertanian berbeda sesuai dengan keberadaan
pasar berjangka (Ganneval S, 2016).
Harga jagung di Kabupaten Mamuju dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang paling sering mempengaruhi harga jagung di Kabupaten Mamuju adalah waktu
panen jagung di daerah - daerah di Sulawesi
Selatan, jika stok jagung di Sulawesi Selatan berlimpah
maka permintaan untuk jagung Mamuju
akan menurun sehingga petani harus bersedia menjual jagungnya dengan harga rendah
jika hasil panennya ingin diterima oleh industri di
Makassar atau Peternak Ayam di Sidrap.
5)
Kurangnya lembaga pemodal,
Permodalan adalah permasalahan paling mendasar yang
sering dihadapi petani. Modal sering menjadi kendala seorang petani dalam melakukan usahataninya. Kurangnya lembaga pemodal menyebabkan petani sangat tergantung pada tengkulak sehingga posisi tawar petani
menjadi rendah dalam menjual usahataninya.
B. Formulasi Strategi
1. Tahap Input
a.
Matriks External Factor Evaluation (EFE)
Matriks External Factor Evaluation (EFE) merupakan matriks yang berisi data faktor eksternal Pemasaran Jagung di Kabupaten Mamuju berupa peluang
dan ancaman yang disusun berdasarkan identifikasi faktor eksternal.
Tabel 5
Hasil analisis
Matriks EFE Strategi Pemasaran
Jagung Hasil Pengembangan Upsus Pajale di Kabupaten Mamuju
No |
Faktor Strategis Eksternal |
Bobot rata-rata |
Rating rata-rata |
Skor Total |
|
Peluang |
|
|
1,187 |
1 |
Kebutuhan pasokan pakan unggas dari jagung masih
besar |
0,115 |
3,242 |
0,371 |
2 |
Pengembangan industri pengolahan berbasis komoditi jagung |
0,129 |
1,182 |
0,152 |
3 |
Adanya dukungan
dari pemerintah� |
0,101 |
3,212 |
0,325 |
4 |
Kualitas benih
mempengaruhi harga |
0,081 |
2,424 |
0,195 |
5 |
Pembentukan suatu lembaga pemerintah yang membeli dan menjual jagung petani di sentra produksi |
0,135 |
1,061 |
0,144 |
|
Ancaman |
|
|
0,861 |
1 |
Meningkatnya hasil produksi jagung didaerah lain |
0,110 |
2 |
0,220 |
2 |
Adanya import jagung |
0,060 |
1,061 |
0,063 |
3 |
Potensi penurunan kualitas jagung di proses pengiriman |
0,060 |
1,697 |
0,103 |
4 |
Harga
jagung yang berfluktuasi |
0,108 |
2,606 |
0,283 |
5 |
Kurangnya lembaga pemodal |
0,101 |
1,909 |
0,193 |
Total Skor Faktor Strategi Eksternal |
2,048 |
Skor total faktor-faktor kunci eksternal pemasaran jagung di Kabupaten Mamuju yaitu 2.048 sehingga masih berada pada skor di bawah rata-rata. Skor total sebesar 2.048 menunjukkan bahwa pemasaran produk jagung di Kabupaten Mamuju masih dibawah rata-rata dalam menarik keuntungan dari peluang eksternal dan menghindari ancaman yang menghadang. Meski demikian, pemasaran produk jagung masih memiliki ruang yang cukup luas untuk peningkatan, sebab skor bobot total tertinggi yang mungkin adalah 4,0
b.
Matriks External Factor Evaluation (EFE)
Matriks Internal Faktor
Evaluation (IFE) merupakan matriks
yang berisikan faktor
internal pemasaran jagung
di Kabupaten Mamuju berupa kekuatan dan kelemahan yang disusun berdasarkan identifikasi faktor internal.
Tabel 6
Hasil analisis
matriks IFE Strategi Pemasaran
Jagung Hasil Pengembangan Upsus Pajale di Kabupaten Mamuju
No |
Faktor Strategis Internal |
Bobot rata-rata |
Rating rata-rata |
Skor total |
|
Kekuatan |
|
|
2,191 |
1 |
Tersedianya sarana perhubungan darat dan laut |
0,111 |
3,970 |
0,440 |
2 |
Ketersediaan lahan untuk pertanian jagung yang luas |
0,092 |
3,848 |
0,354 |
3 |
Jumlah produksi jagung yang tinggi |
0,097 |
3,636 |
0,352 |
4 |
Banyaknya pedagang yang bergerak dalam pemasaran jagung |
0,087 |
3,394 |
0,296 |
5 |
Kelompok tani yang mendukung |
0,089 |
3,545 |
0,315 |
6 |
Iklim yang sesuai |
0,109 |
3.970 |
0,435 |
|
Kelemahan |
|
|
0,560 |
1 |
Prasarana jalan yang kurang memadai |
0,056 |
1,667 |
0,094 |
2 |
Posisi tawar petani
dalam penentuan harga jagung rendah |
0,063 |
1,061 |
0,066 |
3 |
Rendahnya kualitas jagung hasil produksi petani |
0,056 |
1,909 |
0,108 |
4 |
Terbatasnya tingkat pengetahuan penerapan teknologi budidaya dan pascapanen |
0,056 |
1,788 |
0,100 |
5 |
Serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman |
0,087 |
1 |
0,087 |
6 |
Belum
adanya badan usaha pemerintah yang menangani pembelian jagung |
0,097 |
1,091 |
0,106 |
Total Skor Faktor Strategi Internal |
2,752 |
Skor bobot total faktor-faktor
kunci internal Pemasaran Jagung di Kabupaten Mamuju yaitu 2.752 sehingga berada diatas skor rata-rata. Skor bobot total sebesar 2.752 ini menunjukkan bahwa fungsi pemasaran
untuk jagung hasil produksi Kabupaten Mamuju memiliki posisi internal yang kuat.
2. Tahap Input
a.
Matriks Internal External (IE)
Matriks
IE merupakan matriks yang menunjukkan posisi produk jagung Kabupaten Mamuju
dalam pemasaran yang tergambar dalam sembilan sel yang ada dan menunjukkan
strategi apa yang dapat diambil berdasarkan posisi sel yang ditempatinya.
Matriks IE merupakan tahap penggabungan informasi-informasi yang diperoleh pada
tahap input, yaitu matriks IFE dan EFE. Skor bobot total untuk matriks IFE
adalah 2.752 sedangkan skor bobot total untuk matriks EFE adalah 2.048 yang
menggambarkan bahwa fungsional pemasaran produk jagung di Kabupaten Mamuju
berada pada sel V yang artinya berada pada kondisi internal dan eksternal dimana
strategi yang dapat diterapkan yaitu konsentrasi melalui Integrasi
Horizontal. Strategi ini juga digunakan
oleh (Siregar, Surni, & Indarsyih, 2017)
dari penelitiannya yang dilakukan di Desa Oelongko Kabupaten Muna yang juga meneliti mengenai strategi pemasaran jagung dan dari penelitiannya di kabupaten Gianyar mengenai komoditas Padi. Strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah kegiatan yang memperluas perusahaan dengan cara membangun di lokasi yang lain dan meningkatkan
produk serta jasa.
Tabel 7
Total Skor Bobot IFE
4.0 |
Kuat������������� 3.0-4.0 |
Rata-Rata����� 2.0-2.99 |
Lemah��� 1.0-1.99 |
1.0 |
Tinggi 3.0-4.0 |
I |
II |
III |
|
3.0 |
||||
Sedang 2.0-2.99 |
IV |
V |
VI |
|
2.0 |
||||
Rendah 1.0-1.99 |
VII |
VIII |
IX |
|
1.0 |
b.
Matriks SWOT
Setelah mengetahui posisi
perusahaan dengan menggunakan matriks IE, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis dengan menggunakan matriks SWOT. (Assauri, 2013)
menjelaskan
bahwa faktor internal eksternal
atau variabel lingkungan internal eksternal
perlu dipahami untuk
mencapai strategi keunggulan bersaing. Analisis matriks SWOT bertujuan untuk memformulasikan alternatif
strategi yang dapat diterapkan
untuk produk jagung di Kabupaten Mamuju berdasarkan pengombinasian faktor kunci eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor kunci internal (kekuatan dan kelemahan). Selain itu, analisis
SWOT yang diformulasikan tetap
mempertimbangkan hasil matriks IE dimana kondisi perusahaan yang berada pada sel V yaitu sebagai perusahaan
yang berada pada kondisi
internal dan eksternal yang sedang
dengan strategi yang dapat digunakan adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal.
Gambar 1
Matriks SWOT
Hasil analisis faktor internal dan eksternal
yang diolah dengan matriks SWOT diperoleh tujuh alternatif strategi yang dapat dijalankan yaitu:
a. Mendorong terbentuknya BUMD yang bergerak untuk memanfaatkan produk jagung sehingga
bisa menjadi stabilisator bagi harga jagung atau
mendorong investasi dan menumbuhkan industri yang menggunakan jagung sebagai bahan utamanya.
b. Menyediakan jaminan informasi pasar yang lebih luas dan mendorong kelompok tani untuk bisa
memiliki akses dari industri pengguna
produk jagung.
c. Meningkatkan kualitas dari benih
bantuan yang diberikan dan sosialisasi yang lebih intes dan lebih luas mengenai penggunaan
benih dan teknologi pasca panen.
d. Memperlancar mobilisasi produk hasil panen dengan
jalan tani yang lebih baik.
e. Pelatihan bagi petani dalam
hal manajemen dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
peningkatan kualitas hasil panen dan kuantitas pasca panen.
f.
Mendorong tumbuhnya kelompok tani yang memproduksi produk makanan olahan dengan bahan baku
utamanya dari jagung dan mendorong pemanfaatan limbah jagung agar memiliki nilai ekonomis oleh kelompok � kelompok tani yang ada dimasyarakat.
g. Memperkuat peran dan fungsi kelompok tani baik
dari segi manajemen, akses terhadap informasi pasara dan kreativitas dalam melihat peluang-peluang
yang bisa dimanfaatkan.
3. Tahap Input (Matriks QPSM)
Tahap pengambilan keputusan merupakan tahapan untuk menentukan
strategi mana yang terbaik yang harus
diambil. Matriks QSPM merupakan salah satu alat untuk menentukan
prioritas strategi dari alternatif strategi yang didapat lewat matriks SWOT. Tujuh alternatif strategi yang didapat dari matriks
SWOT dimasukan kedalam matriks QSPM untuk ditentukan skor daya tarik setiap
strategi (AS) dan skor total daya
tarik dari setiap strategi (TAS). Skor AS dan TAS diperoleh
berdasarkan penilaian dari tiga puluh
tiga responden yaitu lima orang pedagang
jagung, sepuluh orang ketua
kelompok usaha tani jagung, lima
belas orang petani jagung dan tiga
orang pengambil kebijakan. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis QPSM yang
dilakukan, diperoleh urutan priortas strategi pemasaran jagung hasil penembangan UPSUS PAJALE di
Kabupaten Mamuju seperti terlihat pada tabel 13. Tiga prioritas strategi yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah 1). Mendorong terbentuknya BUMD yang bergerak untuk memanfaatkan produk jagung sehingga bisa menjadi stabilisator
bagi harga jagung atau mendorong
investasi dan menumbuhkan industri yang menggunakan jagung sebagai bahan utamanya, 2). Memperkuat peran dan fungsi kelompok tani baik dari
segi manajemen, akses terhadap informasi pasara dan kreativitas dalam melihat peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan dan 3). Menyediakan jaminan informasi pasar yang lebih luas dan mendorong kelompok tani untuk
bisa memiliki akses dari industri
pengguna produk jagung.
Tabel 8
Strategi pemasaran jagung fasil pengembangan UPSUS
PAJALE di Kabupaten Mamuju dari matriks QSPM
Alternatif Strategi |
Total Nilai Daya Tarik |
Urutan Prioritas |
Mendorong terbentuknya BUMD yang bergerak
untuk memanfaatkan produk jagung sehingga bisa menjadi stabilisator bagi harga jagung
atau mendorong investasi dan menumbuhkan industri yang menggunakan jagung sebagai bahan utamanya |
6,545 |
1 |
Menyediakan jaminan informasi pasar yang lebih luas dan mendorong kelompok tani untuk bisa
memiliki akses dari industri pengguna produk jagung |
5,189 |
3 |
Meningkatkan kualitas dari benih bantuan yang diberikan dan sosialisasi yang lebih intes dan lebih luas mengenai
penggunaan benih dan teknologi pasca panen |
5,099 |
4 |
Memperlancar mobilisasi produk hasil panen dengan
jalan tani yang lebih baik |
4,100 |
7 |
Pelatihan bagi petani dalam
hal manajemen dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
peningkatan kualitas hasil panen dan kuantitas pasca panen |
4,500 |
6 |
Mendorong tumbuhnya kelompok tani yang memproduksi produk makanan olahan dengan bahan baku utamanya
dari jagung dan mendorong pemanfaatan limbah jagung agar memiliki nilai ekonomis oleh kelompok � kelompok tani yang ada dimasyarakat |
4,942 |
5 |
Memperkuat peran dan fungsi kelompok tani baik dari segi
manajemen, akses terhadap informasi pasar dan kreativitas dalam melihat peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan |
5,797 |
2 |
�����������
Kesimpulan�������������������������������������
Terdapat 12 faktor eksternal dan 10 faktor internal
yang mempengaruhi pemasaran
jagung di Kabuapten Mamuju. Faktor internal: tersedianya sarana perhubungan darat dan laut, ketersediaan lahan untuk pertanian
jagung yang luas, jumlah produksi jagung yang tinggi, banyaknya pedagang yang bergerak dalam pemasaran jagung, kelompok tani yang mendukung, iklim yang sesuai, prasarana jalan yang kurang memadai, posisi tawar petani dalam
penentuan harga jagung rendah, rendahnya kualitas jagung hasil produksi
petani, terbatasnya tingkat pengetahuan penerapan teknologi budidaya dan pascapanen, serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dan belum adanya badan usaha pemerintah yang menangani pembelian jagung. Faktor eksternal: Kebutuhan pasokan pakan unggas
dari jagung masih besar, pengembangan
industri pengolahan berbasis komoditi jagung, adanya dukungan dari pemerintah,
kualitas benih mempengaruhi harga, pembentukan suatu lembaga pemerintah yang membeli dan menjual jagung petani di sentra produksi, meningkatnya hasil produksi jagung didaerah lain, adanya import jagung, potensi penurunan kualitas jagung di proses pengiriman, harga jagung yang berfluktuasi dan kurangnya lembaga pemodal.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari SWOT dan pengolahan QSPM, diperoleh tiga strategi prioritas untuk pemasaran jagung hasil UPSUS PAJALE di Kabupaten Mamuju yaitu: a). Mendorong terbentuknya BUMD yang bergerak untuk memanfaatkan produk jagung sehingga bisa menjadi stabilisator
bagi harga jagung atau mendorong
investasi dan menumbuhkan industri yang menggunakan jagung sebagai bahan utamanya, b). Memperkuat peran dan fungsi kelompok tani baik dari
segi manajemen, akses terhadap informasi pasara dan kreativitas dalam melihat peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan, c). Menyediakan jaminan informasi pasar yang lebih luas dan mendorong kelompok tani untuk
bisa memiliki akses dari industri
pengguna produk jagung.
BIBLIOGRAFI
Ariusni, Ariusni, & Sentosa, Sri Ulfa. (2018).
Rekayasa Pengembangan Pasar Jagung di Sentral Produksi Jagung Sumatera Barat.
Google Scholar
Assauri, S. (2013). Manajemen Pemasaran, edisi 1 cetakan 12. Rajawali Grafindo (Rajawali Pers), Jakarta. Google Scholar
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian. (2015). Petunjuk Pelaksanaan Pengawalan dan Pendampingan Penyuluh
di Lokasi Sentra Padi Jagung dan Kedelai. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Badan Pusat Statistik. (2020). Kota
Sibolga dalam Angka 2020. sibolga: BPS.
David, Fred R., & David, Forest R.
(2016). Manajemen strategik: Suatu
pendekatan keunggulan bersaing. Jakarta:
Salemba Empat. Google Scholar
David RF. (2012). Manajemen Staregik.
Jakarta: Salemba Empat.
Ganneval S. (2016). Spatial Price
Transmission on Agricultural Commodity Markets under Different Volatility
Regimes. Econ Modelling [Internet].
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.econmod. 2014.11. 027 Google Scholar
Kango, Umin. (2018). Strategi Pemasaran
Jagung Gorontalo Sebagai Program Unggulan Daerah. Jambura: Jurnal Ilmiah
Manajemen Dan Bisnis, 1(3), 366�391. Google Scholar
Kotler, Philip, Kartajaya, H., &
Setiawan, I. (2017). Marketing 4. O. 0: Moving from Traditional to Digital. New York: John Wiley & Sons. Google Scholar
Rangkuti, F. (2013). Riset Pemasaran, Cetakan 11, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Google Scholar
Siregar, Wa Ode Fifi Sofiani, Surni, Surni,
& Indarsyih, Yusna. (2017). Strategi Pemasaran Jagung di Desa Oelongko
Kecamatan Bone Kancitala Kabupaten Muna. Jurnal Ilmiah Agribisnis, 2(1),
281398. Google Scholar
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Sugiyono.
(2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:
PT Alfabet.
Syamsuddin dan Rahmawati. (2015). Trend
Produksi dan Target Pengembanagn Mendukung Swasembada jagung Berkelanjutan Di
Sulawesi Barat. Prosiding Seminar nasional Serealia.
Titik, Wijayanti. (2012). Marketing Plan dalam bisnis. Elex Media Komputindo. Jakarta. Google Scholar
Copyright holder: Zulfiani Effendi, Ahmad Ramadhan Siregar, Sitti Nurani
Sirajuddin (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |