Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol.
6, No.
8, Agustus 2021
REPRESENTASI EDUKASI SEKSUAL
KESEHATAN PADA REMAJA DALAM FILM DUA GARIS BIRU
Kenia Azzahra, Idola Perdini Putri
Universitas Telkom Bandung Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Film digunakan sebagai wadah untuk
merepresentasikan suatu realita yang terjadi di dalam masyarakat. Edukasi
seksual pada remaja sendiri merupakan topik yang masih kurang diperhatikan
karena dianggap hal yang �tabu� dan ini merupakan realita sosial yang terjadi
di masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan menggambarkan representasi edukasi
seksual kesehatan pada remaja dalam Film Dua Garis Biru. Penelitian ini
merupakan jenis kualitatif deskriptif dengan metode analisis teks. Penelitian
memakai paradigma strukturalisme dan teori oposisi biner dari Claude
Levi-Strauss. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya empat oposisi biner dari scene-scene
edukasi seksual dalam Film Dua Garis Biru yaitu, Berani mengetahui edukasi
seksual >< Malu mengetahui edukasi seksual, Melarang berpacaran ><
Membolehkan berpacaran, Bertanggung Jawab atas konsekuensi dari pilihannya
>< Tidak Bertanggung Jawab atas konsekuensi dari pilihannya dan Tidak
Tahu >< Tahu. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa edukasi
seksual direpresentasikan dalam film ini sebagai edukasi yang penting untuk
diberikan namun masih jarang dibicarakan pada remaja, edukasi seksual
direpresentasikan sebagai edukasi untuk membantu remaja memahami konsekuensi
dari setiap pilihan kehidupan seksualnya dan budaya dalam keluarga mempengaruhi
pemberian edukasi seksual pada remaja.
Kata Kunci: representasi pada film; oposisi biner levi strauss; strukturalisme levi-strauss; edukasi seksual kesehatan; remaja�
Abstract
Film is also used as a place to represent a reality that occurs in
society. Sexual education in teenagers itself is a topic that is still
under-considered because it is considered a 'taboo' thing and this is a social
reality that occurs in Indonesian society. This study aims to illustrate the
representation of sexual education of health in adolescents in the �Dua Garis Biru�
Film. This research is a type of descriptive qualitative with text analysis
method. The research uses the paradigm of structuralism and the theory of
binary opposition from Claude Levi-Strauss. The results of this study showed
the existence of four binary opposition from the scenes of sexual education in
the �Dua Garis Biru� Film, Dare >< Shy, Prohibit Dating >< Allowing
Dating, Responsible >< Irresponsible and Uneducated >< Educated.
Based on these results it can be concluded that sexual education is represented
in this film as an important education to be given to adolescents but is still
rarely discussed, sexual education is represented as education to help
adolescents understand the consequences of each of their sexual life choices
and culture in the family influences the provision of sexual education in
adolescents.
Keyword: representation
on film; levi strauss binary opposition; levi-strauss structuralism; health
sexual education; adolescents
Pendahuluan
Setiap manusia pastinya akan mengalami pertumbuhan
dan perkembangan dalam diri individunya. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut
ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental individu
tersebut. Salah satu proses atau tahap tumbuh kembang yang dialami oleh manusia
adalah pada saat pubertas. Pubertas akan dimulai saat manusia tersebut
menginjak usia remaja dengan rentang umur 10-13 tahun dan berakhir pada umur
18-22 tahun.
Masa-masa pubertas yang dialami remaja akan
membuat remaja tersebut berkembang secara seksual baik secara fisik maupun
mental. Hal-hal yang memengaruhi masa pubertas seorang remaja adalah
lingkungannya, mulai dari keluarga, sekolah, tempat tinggal sampai pergaulan
pertemanan. Lingkungan akan membentuk perilaku seksual seorang remaja. Maka
dari itu, perlu adanya edukasi seksual yang diberikan oleh Orang Tua, Guru dan
masyarakat kepada remaja mengenai pentingnya mengetahui tentang kesehatan
reproduksi, bahaya berhubungan seksual dengan banyak orang, kehamilan pada usia
dini, memiliki kesadaran akan fungsi seksualnya, konsekuensi dari setiap
tindakan dan juga penghargaan diri.
Lesko pada tahun
1996 menyatakan
bahwa �Remaja cenderung menjadi hypersexual
karena kondisi mereka yang didorong oleh hasrat seksual dan dorongan
hormon�, asumsi ini biasa digunakan untuk membenarkan bahwa perlu adanya
intervensi orang dewasa dalam pengawasan dan pengaturan perilaku seksual remaja
(Chittenden, 2010).
Pada tahun 2017 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) mengutarakan
kurang lebih 2% remaja perempuan usia 15-24 tahun dan 8% remaja laki-laki di
rentang usia yang sama, pernah berhubungan intim dengan pasangan sebelum
menikah. Bahkan 11% di antaranya menanggung kehamilan yang tidak diinginkan (Azizah, 2018).
Pada tahun 2018 Komnas Perlindungan Anak (KPAI) melakukan survei di beberapa
kota besar, menyatakan bahwa 62,7% remaja Indonesia pernah melakukan hubungan
seks pra-nikah (Khotimah, Rakhmawati, & Widiharto, 2019).
Hasil akhir yang didapatkan dari data tersebut bukanlah angka yang kecil dan
bisa dihiraukan. Terbukti setiap tahunnya perilaku seks pra-nikah oleh remaja
selalu bertambah angkanya. Ketika seorang remaja melakukan seks-pranikah, sudah
seharusnya mereka tahu akibat yang akan ditimbulkan, salah satunya yang banyak
terjadi adalah kehamilan dini yang berujung aborsi.
Menurut data yang
dirilis pada World Health
Organization tahun 2012 mengatakan bahwa
kehamilan pada usia muda dapat pula menyebabkan terkena infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
penyakit menular seksual lainnya (sexually
transmitted infections (STIs), serta bagi perempuan akan berisiko mengalami
kehamilan di usia terlalu dini. Kehamilan di usia dini sangat rentan terkena
masalah kesehatan seperti anemia, postpartum
hemorrhage, bahkan depresi.
Berdasarkan keterangan yang dipaparkan oleh
BKKBN tahun 2017 sebanyak 3,2 juta remaja usia 15-19 tahun telah menjalankan
aborsi yang berbahaya. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (2016)
menyebutkan sebanyak 54 kasus menjadi angka anak korban aborsi. Bersumber pada
informasi dari BKKBN tahun 2013 ditemukan angka remaja yang meninggal karena
kehamilan dan kelahiran sebesar 70.000 nyawa (Ningsih, Utami, & Huda, 2018). Data-data tersebut menandakan bahwa
Indonesia sedang darurat pendidikan seksual khususnya pada remaja yang belum
cukup umur. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak masyarakat Indonesia
yang menganggap tabu edukasi seksual. Hasil penelitian (Novianti R, 2018)
pada tahun 2015
menyimpulkan bahwa ada efek yang signifikan pada program pendidikan kesehatan
seksual termasuk kesehatan reproduksi, kontrasepsi, penggunaan kondom, dan HIV/AIDS
serta adanya perubahan perilaku positif setelah diberikan edukasi (Novianti R, 2018).
Demi meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya edukasi seksual pada remaja, film
dapat menjadi salah satu media yang dapat memberikan dampak besar untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat. Karena sifatnya yang audio visual, film
sangat memungkinkan untuk menyimpan berbagai pesan lewat isi cerita bergambar
dan bersuara dalam waktu yang singkat. Penonton akan ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh tokoh dalam film yang ditonton. Sehingga dapat mempengaruhi
mindset dan pandangan penonton terhadap suatu tema yang diangkat dalam film
tersebut.
Salah satu film
Indonesia yang berani mengangkat tentang topik edukasi seksual ini adalah Film
Dua Garis Biru yang disutradarai oleh Gina S. Noer. Film menceritakan tokoh
Bima yang diperankan oleh Angga Yunanda dan tokoh Dara yang diperankan oleh
Adhisty Zara. Bima dan Dara merupakan pasangan kekasih yang suatu saat melewati
batasnya sebagai pasangan kekasih dalam hal ini adalah berhubungan seksual
pra-nikah dan harus menanggung konsekuensi dengan kehamilan dini yang terjadi
pada Dara. Film ini menerima banyak respon positif dan negatif. Dalam
wawancaranya dengan thejakartapost, Gina sempat mengatakan bahwa banyak anak
generasi Z yang setara dengan umur dari dua aktor dan aktris utama nya yang
mendukung film ini karena memang benar bahwa mereka tidak pernah mendapatkan
edukasi seks yang benar dari orang tua mereka. Sedangkan ketika Gina membuka facebook,
ia merasa menjadi orang paling berdosa karena telah membuat film bertema
edukasi seks. Orang tua berpikir bahwa film ini mengajarkan anak-anak untuk
berhubungan seksual di usia remaja, padahal film ini mengajarkan sebaliknya (Perdani, 2019).
Pertanyaan mengenai
pentingnya edukasi seksual pada remaja membuat peneliti berpikir bahwa sangat
perlu untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana �Edukasi Seksual Kesehatan
Pada Remaja� direpresentasikan dalam sebuah film yang berjudul Dua Garis Biru
dengan judul �Representasi Edukasi Seksual Kesehatan Pada Remaja Dalam Film Dua
Garis Biru�. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan representasi edukasi seksual digambarkan dalam Film Dua
Garis Biru dan mengetahui bentuk
pembalikkan hierarki oposisi biner edukasi seksual dalam Film Dua Garis Biru.
Salah satu penelitian
terdahulu yang sudah dipublish sebelumnya,
memiliki kesamaan subjek maupun objek penelitian yaitu menyoroti tentang
pendidikan seksual di kalangan remaja dalam film Dua Garis Biru. Penelitian ini
dikembangkan oleh (Hanifah, 2020)
dengan jurnal berjudul �Pendidikan Seks di Kalangan Remaja (Kritik Ideologi
Terhadap Teks Film Dua Garis Biru). Hasil penelitian pada jurnal tersebut
menitikberatkan bahwa pendidikan seksual yang terbuka, tidak mempersalahkan
pergaulan bebas, justru menyediakan jalan keluar terkait hubungan lawan jenis
yang aman, termasuk penggunaan alat kontrasepsi. Film Dua Garis Biru tidak
meletakkan agama sebagai tolak ukur pergaulan pada remaja (Hanifah, 2020).
Hal yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah teori yang dipakai. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
oposisi biner Levi-strauss. Secara singkat teori oposisi biner adalah teori
yang membagi beberapa hal menjadi dua kategori yang berhubungan dan berlawanan.
Hubungan antar oposisi ini sangat umum dalam
konstruksi budaya atas realitas (Vidiyanti, 2014). Dalam hal ini, Levi-Strauss berargumentasi bahwa semua
pembuatan makna bukan hanya dari narasi tapi juga bergantung pada oposisi biner
� konflik antara dua sisi yang bertentangan. Claude-Levi Strauss berpikir bahwa
dalam produk media, oposisi biner biasanya dibuat oleh para produser secara
khusus untuk menciptakan konflik, drama dan membuat cerita menjadi lebih
menarik, namun oposisi biner juga dapat menciptakan sebuah makna dari hal-hal
yang dibandingkan. Dengan itu, oposisi biner dalam sebuah narasi film, dalam
penelitian ini adalah Film Dua Garis Biru, menjadi sangat penting untuk
ditemukan guna menyingkap bagaimana manusia memproduksi makna dan memahami
kenyataan yang melingkupinya.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma
strukturalisme Claude Levi-Strauss. Paradigma ini dikemukakan oleh ahli
antropologi dan etnografi terkemuka di Prancis yang dikenal sebagai Claude
Levi-Strauss. Berkenaan dengan struktur Levi-Strauss mengungkapkan jika
struktur ialah bentuk yang diciptakan oleh ahli antropologi untuk menguasai
atau menceritakan gejala kebudayaan yang dianalisisnya, yang tidak ada
hubungannya dengan fenomena empiris kebudayaan itu sendiri (Ahimsa-Putra, 2012).
Model ini membentuk relasi-relasi yang saling berkaitan antara satu sama lain,
dengan kata lain, struktur adalah relations
of relations (relasi dari relasi).�
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif deskriptif dengan metode analisis teks. (Cresswell, 2017)
juga menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun dengan
cara menafsirkan berbagai perspektif dari masukan semua partisipan (bukan hanya
peneliti) yang berpartisipasi dalam penelitian. Dengan demikian, penelitian
kualitatif dengan metode analisis teks akan membantu penelitian ini mengkaji
konstruksi dan mitos-mitos kultural yang terdapat dalam film Dua Garis Biru.
Menurut (Moleong, 2013)
triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi
sumber wawancara kepada narasumber yang bersangkutan dengan topik penelitian
ini, dimana peneliti akan menanyakan pertanyaan yang jawabannya menjadi sebuah
data lalu akan dibandingkan dengan data lainnya seperti literatur dan lainnya.
Wawancara akan dilakukan kepada narasumber dengan kriteria merupakan seorang
ahli komunikasi yang akrab dengan analisis perfilman, serta ahli psikologi
untuk mengupas lebih mengenai sisi remaja yang dibahas dalam film Dua Garis
Biru.
Berdasarkan (Eriyanto, 2013)
menjelaskan bahwa tahapan menemukan oposisi biner dalam narasi Film Dua Garis
Biru adalah dengan cara berikut: pertama, menemukan miteme berupa adegan,
percakapan, dan relasi antar adegan yang terkait dengan representasi edukasi
seksual pada remaja. Kedua, miteme yang ditemukan akan disusun secara
sintagmatik dan paradigmatik, sehingga ketiga, didapatkan oposisi biner dari
relasi masing-masing adegan dan karakter.
Hasil dan Pembahasan
Film Dua Garis Biru merupakan sebuah film yang
diproduksi oleh Starvision dan Wahana kreator Nusantara ini ditayangkan pada
tanggal 11 Juli 2019. Film yang memiliki durasi satu jam 53 menit ini berhasil
meraih rating sebesar 8,0/10 selama penayangannya. Cerita diawali dengan scene di dalam ruang kelas. Bima dan
Dara merupakan teman sebangku SMA yang juga merupakan pasangan. Dara merupakan
siswi yang cerdas dan selalu mendapatkan nilai yang memuaskan, sedangkan Bima
merupakan kebalikan dari Dara. Meskipun seperti itu mereka tetap saling
mencintai dan mendukung satu sama lain. Pada suatu hari, Bima berkunjung
kerumah Dara dan kebetulan tidak ada orang di rumah selain mereka berdua dan
pembantu rumah tangga. Mereka bercanda tawa di kamar Dara sampai pada satu
titik mereka bertatapan dan mulai melakukan hubungan seksual di kamar Dara.
Setelah kejadian itu, Dara pun hamil. Mereka berdua tidak ingin memberitahu kedua
Orang Tua mereka, mereka lebih memilih merahasiakan kehamilan ini dan bahkan
ingin melakukan aborsi pada bayinya, namun mereka berdua tidak sanggup karena
mau bagaimanapun janin itu tetap anak mereka. Mereka terus mencari cara untuk
menyembunyikan kehamilan Dara, sampai pada suatu siang Dara mengalami
kecelakaan di sekolahnya dan membuat rahasia yang Bima dan Dara tutupi
terbongkar.
Sekian banyak scene yang
terdapat dalam film dua garis biru, terdapat
tujuh scene yang masuk ke dalam unit
analisis dan akan dibahas lebih dalam, unit analisis dipilih atas dasar penyesuaian
visualisasi dan lisan yang masuk dalam kategori makna edukasi seksual. Peneliti
akan membahasnya satu persatu dengan cara mendeskripsikan miteme yaitu berupa
adegan, percakapan, dan relasi antar adegan yang terkait dengan representasi
edukasi seksual, Lalu, miteme tersebut akan disusun secara sintagmatik dan
paradigmatik sehingga akan diperoleh oposisi biner dari relasi masing-masing
adegan dan karakter.
A.
Scene Pertama
Scene pertama diawali
dengan adegan Dara dan Bima berada dalam sebuah tempat perbelanjaan dan
selanjutnya kamera terlihat jelas menyorot ke bagian testpack. Akhirnya,
seorang pegawai toko menawarkan bantuannya kepada Dara, pegawai tersebut hanya
menanyakan apa ada yang bisa kita bantu, namun dengan cepat Dara pergi tanpa
menjawab pertanyaan pegawai tersebut diikuti oleh Bima dibelakangnya. Miteme
yang didapatkan dari alur cerita scene
pertama tersebut adalah: 1) Bima dan Dara berada dalam sebuah tempat
perbelanjaan. 2) Bima dan Dara berniat untuk membeli testpack di sebuah toko.
3) Dara pergi berlari setelah pegawai toko membuat interaksi dengan Bima dan
Dara.
B.
Scene Kedua
Scene kedua ini berlokasi di rumah
sakit. Tepatnya scene ini
menceritakan keluarga Bima dan Dara yang sedang memeriksa kehamilan Dara di
dokter kandungan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengecek kesehatan janin yang
ada di dalam perut Dara. Keluarga Bima serta Bimanya sendiri menemani Dara
untuk melakukan pemeriksaan. Miteme yang didapatkan dari alur cerita scene kedua tersebut adalah: 1). Bima
dan Dara pergi ke dokter kandungan. 2). Dokter kandungan tersebut memeriksa
janin yang ada di dalam perut Dara. 3). Bima menjadi bahagia mengetahui jenis
kelamin janin tersebut.
C.
Scene Ketiga
Scene berlatar tempat di teras rumah
Dara dan memperlihatkan Ibu dari tokoh Dara sedang memeriksa keadaan Dara, pada
saat itu juga Bima masih menemani Dara masuk lalu berpamitan dengan Ibunya
Dara. Setelah Bima berjalan keluar pagar rumah Dara, Ibunya Dara terlihat
menggoda Dara dengan menanya-nanyakan tentang Bima dan memberi tanda bahwa Dara
tidak usah malu terhadapnya karena kita membolehkan Dara untuk menjalin
hubungan kekasih asal kekasihnya baik kepadanya. Miteme yang didapatkan dari
alur cerita scene kedua tersebut
adalah: 1). Bima mengantarkan Dara pulang kerumahnya setelah Dara muntah-muntah
saat makan di luar. 2). Ibunya Dara memeriksa keadaan Dara setelah sampai di
rumah. 3). Ibunya Dara menggoda Dara dan memperbolehkan Dara menjalin hubungan
dengan Bima.
D.
Scene Keempat
Scene ini terjadi di meja makan saat
Bima dan keluarganya akan makan malam. Ibu dari Bima yang melihat keanehan dari
Bima mulai menuduh ia memiliki masalah yang berat seperti narkoba. Bima awalnya
hanya diam dengan wajah murungnya, namun Ibunya tidak berhenti mengomel dan
akhirnya Bima berteriak bahwa ia tidak melakukannya (narkoba). Lalu Bima mulai
menangis tanpa sebab dan kali ini Ayah dari Bima yang menuduh Bima
bermacam-macam sampai pada titik poin Ayahnya menuduh Bima memiliki masalah
dengan pacarnya yaitu Dara.� Bima pergi
berlari sambil menangis setelah mendengar omelan Ibunya bahwa kita memang tidak
seharusnya berpacaran saat SMA. Miteme yang didapatkan dari alur cerita scene
keempat tersebut adalah: 1) Bima pulang ke rumah dengan wajah murung. 2)
Ayahnya menganggap Bima murung karena masalah percintannya. 3) Bima diam dan
Ibunya mengomel karena tidak seharusnya Bima berpacaran.
E.
Scene Kelima
Scene kelima menceritakan tentang
bagaimana sikap dan tindakan awal Bima dan Dara mengenai kehamilan yang tidak
diinginkan oleh mereka. Bima memberi tahu Dara bahwa dia akan pergi ke
rumahnya. Bima akhirnya meminta maaf kepada Dara karena telah menjauhinya
setelah ia tahu bahwa Dara hamil. Bima bahkan berjanji untuk tidak akan
meninggalkan Dara, namun Dara langsung memotong ucapannya dan bilang bahwa dia
telah memilih untuk mengaborsi janinnya dan menyuruh Bima untuk mencarikan
tempat aborsinya. Miteme yang didapatkan dari alur cerita scene kelima tersebut
adalah: 1) Bima pergi untuk menemui Dara ke rumahnya. 2) Bima meminta maaf kepada
Dara karena menjauhinya. 3) Dara memutuskan untuk melakukan aborsi dan meminta
Bima untuk mencarikan tempat.
F.
Scene Keenam
Scene keenam menceritakan saat Bima
dan Dara pergi ke tempat aborsi dengan niat menggugurkan janin dalam perut
Dara. Tapi berakhir dengan Dara yang tidak ingin melakukannya. Miteme yang
didapatkan dari alur cerita scene
keenam tersebut adalah: 1) Bima dan Dara pergi ke tempat aborsi. 2) Dara
menangis karena tidak ingin melakukan aborsi. 3) Bima dan Dara memutuskan untuk
mempertahankan kehamilan Dara dan merahasiakannya.
G.
Scene Ketujuh
Scene ketujuh menceritakan tentang
Dara yang akhirnya untuk pertama kali pergi ke dokter kandungan bersama dengan
Bima dan Orang Tua Bima. Bima dan Dara banyak diberi masukkan-masukkan terkait
kehamilan dini dan resiko serta bagaimana menjaganya oleh dokter kandungan
tersebut. Miteme yang didapatkan dari alur cerita scene ketujuh tersebut adalah: 1) Dara memeriksa kehamilannya ke
dokter kandungan untuk pertama kali. 2) Dokter kandungan memberikan informasi
dan masukkan ke Orang Tua Bima mengenai kandungan Dara. 3) Dokter kandungan
memberikan informasi dan masukkan ke Dara dan Bima mengenai kandungan Dara.
Melihat dari miteme masing-masing scene di atas didapatkan data berupa susunan sintagmatik dan
paradigmatik (lihat tabel 1) dan oposisi biner dalam narasi (lihat tabel 2).
Tabel
1
Susunan Sintagmatik dan Paradigmatik Miteme dalam Film Dua Garis Biru
Bima dan
Dara berada dalam sebuah tempat perbelanjaan. |
Bima dan
Dara berniat untuk membeli testpack di sebuah toko. |
Dara pergi
berlari setelah pegawai toko membuat interaksi dengan Bima dan Dara. |
Bima dan
Dara pergi ke dokter kandungan. |
Dokter
kandungan tersebut memeriksa janin yang ada di dalam perut Dara. |
Bima
menjadi bahagia mengetahui jenis kelamin janin tersebut. |
Bima
mengantarkan Dara pulang kerumahnya setelah Dara muntah-muntah saat makan di
luar. |
Ibunya
Dara memeriksa keadaan Dara setelah sampai di rumah. |
Ibunya
Dara menggoda Dara dan memperbolehkan Dara menjalin hubungan dengan Bima. |
Bima pergi
untuk menemui Dara ke rumahnya. |
Ayahnya
menganggap Bima murung karena masalah percintaannya |
Bima diam
dan Ibunya mengomel karena tidak seharusnya Bima berpacaran. |
Bima pergi
untuk menemui Dara ke rumahnya. |
Bima
meminta maaf kepada Dara karena menjauhinya. |
Dara
memutuskan untuk melakukan aborsi dan meminta Bima untuk mencarikan tempat. |
Bima dan
Dara pergi ke tempat aborsi. |
Dara
menangis karena tidak ingin melakukan aborsi. |
Bima dan
Dara memutuskan untuk mempertahankan kehamilan Dara dan merahasiakannya. |
Dara
memeriksa kehamilannya ke dokter kandungan untuk pertama kali. |
Dokter
kandungan memberikan informasi dan masukkan ke Orang Tua Bima mengenai
kandungan Dara. |
Dokter
kandungan memberikan informasi dan masukkan ke Dara dan Bima mengenai
kandungan Dara. |
Tabel 2
Oposisi Biner Representasi Edukasi Seksual Dalam Film Dua Garis Biru
Oposisi Biner Representasi Edukasi Seksual Pada Film Dua Garis Biru |
|
Malu |
Berani |
Melarang |
Membolehkan |
Tidak bertanggung Jawab |
Bertanggung Jawab |
Tidak Tahu |
Tahu |
1.
Malu ><
Berani
Oposisi
biner ini didapatkan dari scene pertama
dimana tokoh Bima dan Dara pergi ke salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli
testpack. Hierarki oposisi atau teks dominan yang ditunjukkan pembuat film
adalah bahwa tokoh Dara Malu untuk membeli sebuah testpack. Pembuat film
membuat tokoh Dara terlihat malu dan enggan untuk membeli sebuah testpack
langsung. Oposisi ini ditunjukkan oleh pembuat film dalam dialog pegawai di
toko tempat Bima dan Dara akan membeli testpack : �Silahkan kak ada yang bisa
dibantu?� (Dialog Pegawai Toko Dalam Film
Dua Garis Biru). Setelah dialog diatas, tokoh Dara yang menyadari kehadiran
dari Pegawai toko tersebut langsung pergi berlari keluar dari toko tersebut.
Dari scene ketiga ini, peneliti dapat melihat tokoh Dara menunjukkan sikapnya
yang malu karena ingin membeli testpack.
Remaja
seperti Dara yang sedang mengalami pubertas akan menunjukkan
perubahan-perubahan dalam hidupnya termasuk perubahan dalam kehidupan
seksualnya. Pada fase seperti ini kehidupan seksual remaja akan semakin aktif
tetapi tidak dibarengi dengan edukasi seksual yang layak. Hal ini mengakibatkan
remaja menjadi tertutup terhadap kehidupan seksual atau malu. Remaja yang
sedang mengalami pubertas akan lebih tertutup mengenai kehidupan seksualnya,
remaja malu untuk terbuka karena mereka tidak dijelaskan secara detail mengenai
perubahan yang akan mereka rasakan setelah mengalami pubertas, yang dalam
konteksnya ke arah perubahan kehidupan seksualnya, sehingga mereka tidak tahu
bagaimana cara mendeskripsikan atau menjelaskan hal apa yang sedang terjadi
kepada para remaja. Perbincangan mengenai edukasi seksual di lingkungan
masyarakat kita juga masih dianggap tabu dan lebih baik untuk tidak dibicarakan
sampai remaja tersebut beranjak dewasa. Karena hal tersebut, remaja yang
penasaran terkait kehidupan seksualnya akan mencari-cari lewat internet atau
teman-temannya. Namun, meskipun remaja tertutup mengenai kehidupan seksualnya,
Orang Tua tetap harus memperhatikan titik masa pubertas dari anak-anaknya
karena akan membantu Orang Tua dalam bersiap untuk merasakan
perubahan-perubahan dalam diri anak pada masa pubertas dan dapat membantu Orang
Tua untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap kehidupan seksual anaknya.
Melalui film Dua Garis Biru ini, pembuat film menonjolkan
sikap malu Dara saat akan membeli testpack. Setelah menemukan hierarki oposisi
yaitu malu dilakukan pembalikan hierarki oposisi. Sesuai dengan hierarki
oposisi yang lebih ditonjolkan diatas bahwa seorang perempuan remaja yaitu Dara
dalam film ini, malu dan asing untuk membeli testpack, maka oposisi tersebut
dihancurkan oleh oposisi kedua yaitu keberanian Bima dan Dara yang mengunjungi
dokter kandungan untuk memeriksa kehamilan Dara dengan dasar dari proses
jejak-jejak dalam scene yang
ditampilan pada pada film Dua Garis Biru. Hal ini terlihat dalam dialog di
rumah sakit: �Normal, sesuai dengan usia kehamilan� (Dialog Dokter Kandungan dalam film Dua Garis Biru) �Perempuan ya
dok?� (Dialog Bima dalam film Dua Garis
Biru) �Bisa jadi, belum ketahuan sekarang� (Dialog Dokter Kandungan dalam film Dua Garis Biru). ketika
kehamilan di luar nikah sudah terjadi penting untuk seorang remaja berani
terbuka untuk mencegah hal-hal merugikan terjadi kepada remaja dan janin yang
dikandungnya. Dalam film ini, keberanian untuk terbuka tersebut diperlihatkan
dalam scene Bima dan Dara yang
mengunjungi dokter kandungan. Selain itu juga, keberanian untuk terbuka ini
akan lebih maksimal jika Orang Tua dari remaja tersebut dapat menerima dan
memberikan dukungan moral terhadap anak mereka, karena hal itulah yang paling
masuk akal dalam menghadapi situasi seperti ini.
2.
Melarang
>< Membolehkan
Oposisi
biner ini didapatkan dari scene
keempat dalam tabel unit analisis diatas. Hierarki oposisi atau teks dominan
yang ditonjolkan oleh pembuat film adalah Orang Tua yang melarang anaknya untuk
pacaran. Dalam film Dua Garis Biru, Orang Tua dari tokoh Bima khususnya Ibunya
memarahi Bima sewaktu Bima ketahuan mempunyai pacar yaitu Dara. Setiap Orang
Tua memiliki pandangannya masing-masing terhadap hal �pacaran� dan setiap Orang
Tua mempunyai peraturannya masing-masing kepada anaknya mengenai �pacaran�.
Dialog yang mencerminkan oposisi dominan ini ditunjukkan oleh Ibu Bima, berikut
kutipannya: �Apa? Kamu pacaran? Udah Ibu bilang Bima jangan pacaran dulu Bima.
Udah Ibu bilang berkali-kali, kan jadinya begini� (Dialog Ibu Bima Dalam Film Dua Garis Biru). Pembuat film
menonjolkan bahwa Ibu Bima memiliki prinsipnya sendiri, dia sedari awal tidak
membolehkan Bima untuk berpacaran dahulu.
Keluarga
Bima dalam film ini dipotretkan sebagai keluarga yang berasal dari ekonomi
menengah kebawah. Ibunya merupakan penjual pecel sedangkan Bapaknya merupakan
pensiunan. Keluarga Bima juga tinggal di perkampungan Jakarta. Hal ini
menyebabkan adanya perbedaan dalam cara Orang Tua mendidik anaknya berdasarkan
latar belakang keluarga Bima. Di film Dua Garis Biru ini, Ibunya Bima mendidik
Bima salah satunya dengan cara melarang Bima untuk berpacaran. Mengetahui bahwa
anak seusia Bima yang sedang mengalami pubertas pastinya akan merasakan
ketertarikan kepada lawan jenis, yang dalam film ini adalah Dara. Salah satu
dampak negatif dari hubungan pacaran adalah ketika sepasang remaja tersebut
melewati batasan-batasan yang seharusnya tidak boleh mereka lewati. Edukasi
seksual membantu remaja memahami batasan-batasan apa saja yang tidak boleh
dilewati. Tapi tidak semua keluarga berbicara mengenai edukasi seksual. Setiap
keluarga mempunyai budaya dan prinsipnya masing-masing, setiap Orang Tua
memiliki caranya masing-masing dalam mendidik anaknya.
Berdasarkan film Dua Garis Biru, pembuat film lebih menonjolkan
oposisi Orang Tua yang melarang anaknya untuk berpacaran, dihancurkan oleh
oposisi yang kedua yaitu Orang Tua yang membolehkan anaknya untuk berpacaran.
Dalam hal ini, peneliti membicarakan tentang Ibu dari Dara. Berikut kutipan
dialog dari Ibu Dara kepada Dara yang ditujukan untuk Bima: �Kapan jadiannya?�
(Dialog Ibunya Dara dalam film Dua Garis
Biru) �ck, apaan sih mah� (Dialog
Dara dalam film Dua Garis Biru) �Gapapa ah, anaknya sopan, kayanya baik
yah?� (Dialog Ibunya Dara dalam film Dua
Garis Biru) �Temen doang mam� (Dialog
Dara dalam film Dua Garis Biru) �masa sihh� (Dialog Ibunya Dara dalam film Dua Garis Biru). Dari kutipan di atas
dapat dilihat bahwa oposisi dominan pada orang tua yang melarang anaknya untuk
berpacaran yang diutamakan pembuat film dalam oposisi kedua yang dipinggirkan
oleh pembuat film yaitu Orang Tua yang membolehkan anaknya untuk berpacaran.
Kembali
kepada latar belakang keluarga tersebut, Dara berasal dari keluarga menengah
keatas, tinggal di perumahan dan sangat mementingkan edukasi. Maka dari itu,
Ibunya Dara sudah percaya kepada Dara atas tanggung jawab yang dia emban
sebagai remaja termasuk dalam hubungan pacaran. Ia yakin Dara dapat menempatkan
dirinya dan tidak melewati batas-batas tanpa harus membahas dan menjelaskannya
dengan Dara, dalam hal ini termasuk kedalam edukasi seksual.
3.
Tidak
Bertanggung Jawab >< Bertanggung Jawab
Hierarki
oposisi atau teks dominan yang ditunjukkan pembuat film adalah tidak bertanggung
jawab. Posisi Bima dan Dara dalam scene ini
menunjukkan bahwa mereka telah memilih untuk menggugurkan anaknya dengan cara
aborsi. Hal ini ditunjukkan oleh pembuat film melalui dialog Bima dan Dara di
depan rumah Dara, berikut kutipannya: �Ga bakal apa? Aku udah pikirin. Pokoknya
kamu cariin tempatnya dan aku gamau minum obat� (Dialog Dara Dalam Film Dua Garis Biru). Dari scene ini juga peneliti menyadari bahwa hal atau pilihan pertama
yang diambil oleh seorang remaja dalam menyikapi kehamilan di luar nikahnya
adalah dengan cara menghilangkannya atau menggugurkannya. Ada banyak alasan
mengapa seorang remaja memilih untuk mengaborsi bayinya, pertama pastinya
adalah Orang Tua, mereka takut akan kemarahan Orang Tua mereka, mereka takut
Orang Tua mereka kecewa dengan mereka. Kedua adalah masa depan mereka, mengurus
anak bukanlah hal yang sementara melainkan seumur hidup. Ketiga adalah
pandangan masyarakat kepada mereka, berhubungan seksual di luar nikah adalah
hal yang dianggap salah oleh masyarakat apalagi sampai hamil, mereka akan
mendapatkan stereotype buruk oleh
masyarakat di lingkungannya.
Pembuat
film Dua Garis Biru memang lebih menonjolkan oposisi tidak bertanggung jawab,
namun oposisi tersebut akan dihancurkan oleh oposisi yang kedua yaitu bertanggung
jawab. Mengenai oposisi bertanggung jawab bahwa Bima dan Dara yang akhirnya
memutuskan untuk tidak jadi aborsi karena perasaan emosional Dara. Hal ini
dibuktikan lewat dialog Bima dan Dara saat di tempat aborsi, berikut kutipannya:
�Ya terus sekarang kamu mau apa?� (Dialog
Bima Dalam Film Dua Garis Biru) �Aku juga bingung Bim, tapi aku ga mungkin
bunuh dia aku ga bisa� (Dialog Dara Dalam
Film Dua Garis Biru). Perlu peneliti tekankan bahwa Dara memutuskan untuk
tidak jadi aborsi disaat-saat terakhir ia akan melakukannya, Dara yang sudah
sampai di tempat aborsi tiba-tiba merasa menangis dan berbicara kepada Bima
bahwa dia tidak sanggup menghilangkan janinnya. Pada dasarnya, seseorang dapat
mengambil keputusan dengan tepat jika dia paham dengan apa yang sedang dia
hadapi, sama halnya seperti Bima dan Dara. mereka dapat mengambil keputusan
mengenai kehamilan Dara dengan bijak jika paham mengenai edukasi seksual. Tidak
semua orang dapat menjalani aborsi dan aborsi belum tentu baik untuk ibu dan
janinnya.
Melalui kutipan dialog di atas dapat dilihat bahwa oposisi
dominan pada tidak bertanggung jawab yang diutamakan pembuat film dipinggirkan
oleh oposisi kedua yaitu bertanggung jawab. Di dalam oposisi biner makna
pertama mempunyai tempat yang lebih tinggi dari makna kedua. Pembuat film Dua
Garis Biru, menonjolkan bahwa Bima dan Dara tidak mau bertanggung jawab dan
memilih aborsi menjadi oposisi dominan setelah dilakukan pembalikkan hierarki
oposisi, oposisi tersebut dihancurkan oleh makna baru yaitu Bima dan Dara yang
memilih untuk bertanggung jawab dan menggagalkan rencana aborsinya.
4.
Tidak Tahu
>< Tahu
Oposisi
biner ini didapatkan dari scene
ketujuh sesuai dengan tabel unit analisis yang telah peneliti buat di atas.
Hierarki oposisi atau teks dominan yang ditunjukkan oleh pembuat film dalam scene tersebut adalah ketidaktahuan Bima
dan Dara tentang edukasi seksual. Hierarki oposisi ini ditunjukkan oleh pembuat
film lewat scene ketika Bima dan Dara mengunjungi dokter kandungan, berikut kutipan
dialog dari scene tersebut: �Kalian sudah pernah belajar tentang reproduksi?� (Dialog Dokter Kandungan Dalam Film Dua Garis
Biru) �Su..u..u..dah� (Dialog Bima
dan Dara Dalam Film Dua Garis Biru) �Tentang risiko kehamilan?� (Dialog Dokter Kandungan Dalam Film Dua Garis
Biru) �Belum� (Dialog Bima dan Dara
Dalam Film Dua Garis Biru). Seperti yang peneliti bilang bahwa
sekolah-sekolah umum di Indonesia mempelajari tentang reproduksi lewat
pelajaran Biologi. Sekolah pada umumnya seperti sekolah Bima dan Dara tidak
terlalu meperhatikan dan mendidik muridnya secara detail. Selain itu, tidak ada
pendidikan lebih lanjut mengenai edukasi seksual kesehatan pada remaja yang
dipelajari di sekolah. Selain itu juga, ketika Dokter Kandungan menanyakan Bima
dan Dara, jawaban dari Bima dan Dara terkesan terbata-bata dan seperti tidak
yakin. Sekolah merupakan lembaga pendidikan utama saat ini, selain pengetahuan
akademik di sekolah kita bisa membentuk moral, budaya, prinsip yang akan
menentukan kehidupan kita selanjutnya atau kata lainnya dalam memilih
keputusan-keputusan hidup. Maka dari itu, seharusnya sekolah menjadi tempat
terbuka untuk remaja belajar mengenai edukasi seksual tanpa harus malu dan
merasa tabu.�
Di
dalam scene ketujuh ini pembuat film lebih menunjukkan oposisi ketidaktahuan
Bima dan Dara tentang edukasi seksual, namun setelah diadakan pembalikkan
oposisi, oposisi tersebut akan dihancurkan oleh oposisi kedua yaitu dokter
kandungan memberikan pengetahuan seksual kepada Bima dan Dara. Kunjungan mereka
ke Dokter Kandungan membuat mereka lebih mengetahui tentang resiko kehamilan
dini dan bagaimana cara menjaga kehamilan Dara serta kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi pada kehamilan Dara.
5.
Representasi
Edukasi Seksual Kesehatan Remaja Dalam Film Dua Garis Biru
Film
Dua Garis Biru berani untuk mengangkat isu ini menjadi sebuah film yang dikemas
secara ringan dan mudah dimengerti. Film ini berhasil menginformasikan,
mengedukasi dan menghibur audiensnya. Film Dua Garis Biru sendiri memberikan
sudut pandang untuk mengingatkan kaum muda perihal edukasi seksual.� Edukasi seksual merupakan proses memberikan
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi termasuk organ reproduksi, kehamilan,
maupun perilaku-perilaku seksual. Edukasi seksual sangat penting untuk diberikan
kepada anak remaja. Masa remaja adalah masa dimana mereka akan merasakan
perubahan-perubahan fisik, mental maupun perilaku seksualnya. Maka dari itu,
edukasi seksual membantu remaja memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka seputar
perkembangan kehidupan seksualnya sampai pada akhirnya mereka dewasa. Meskipun
begitu penting, tetapi dalam realitanya edukasi seksual sendiri masih jarang
dibahas di lingkungan tempat kita tinggal. Beberapa menganggap itu tabu,
beberapa menganggap itu tidak baik untuk dibahas karena terlalu vulgar,
beberapa hanya melupakannya begitu saja.
Berdasarkan film Dua Garis Biru, Bima dan Dara berani untuk
melakukan hubungan seksual di luar nikah dan mengakibatkan kehamilan Dara.
Berhubungan seksual di luar nikah merupakan hal yang dilarang dalam budaya dan
norma kita. Setiap kita melakukan hal yang dilarang oleh norma, pasti akan ada
konsekuensinya, konsekuensi dari tindakan Bima dan Dara adalah kehamilan Dara.
Kehamilan Dara terjadi karena tindakan Bima dan Dara yang tidak memikirkan
resiko kedepannya. Pada akhirnya, hal ini disebabkan oleh minimnya edukasi
seksual yang diberikan kepada mereka. Konsekuensi minimnya edukasi seksual
kepada remaja adalah remaja menjadi rentan dengan seks bebas. Bukan hanya
kehamilan, seks bebas dapat sangat berdampak kepada remaja, bukan dampak baik
melainkan banyak dampak yang merugikan remaja tersebut, beberapa dampaknya
adalah dapat menyebabkan kelainan pada perilaku seksual, dapat tertular
penyakit seksual, bahkan berdampak sampai kepada kesehatan mental remaja
tersebut. Maka dari itu, edukasi seksual sangat penting untuk remaja karena
remaja dapat memilih keputusan terbaik bagi dirinya mengenai kehidupan
seksualnya.
Banyak
yang bisa dipelajari dari edukasi seksual, selain mempelajari mengenai
kesehatan reproduksi, edukasi seksual juga mengajarkan tentang hubungan yang
baik kepada lawan jenis, konsekuensi dari setiap pilihan yang menyangkut
kehidupan seksual, penghargaan diri sebagai manusia.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa edukasi seksual sangat penting bagi remaja. Remaja yang biasanya sedang
mengalami masa pubertas, akan merasakan perubahan-perubahan yang signifikan
dalam dirinya, khususnya yang berbau seksual seperti perubahan fisiknya,
perubahan perilakunya dan perubahan mentalnya. Maka dari itu, edukasi seksual
sangatlah dibutuhkan untuk para remaja, meskipun pada realitanya edukasi
seksual jarang dibicarakan di masyarakat. Keluarga memiliki peran penting dalam
memberikan edukasi seksual pada remaja namun masing-masing keluarga memiliki
budaya tersendiri. Pemahaman remaja tentang edukasi seksual tumbuh dan
berkembang berdasarkan bagaimana keluarganya mengajarkannya. Sekolah juga masih
banyak yang memberikan edukasi seksualnya tidak merata dan hanya berfokus
kepada salah satu topik saja. Bagi lingkungan, edukasi seksual merupakan hal
yang tabu, karena edukasi seksual dianggap terlalu vulgar. Ruang kebebasan
remaja menjadi sempit karena masyarakat kita menganggap edukasi seksual adalah
hal yang tidak wajar untuk dibicarakan. Dampak dari remaja mempelajari edukasi
seksual adalah remaja menjadi tahu bagian tubuh sensitif dan intim yang
seharusnya tidak diperlihatkan kepada banyak orang, remaja terhindar dari seks
bebas, remaja dapat mengambil keputusan bijak dalam kehidupan seksualnya,
remaja dapat mengetahui resiko yang akan diperoleh dari setiap keputusannya dan
dapat bertanggung jawab sepenuhnya atas risiko yang telah ia perbuat, serta
dampak-dampak positif lainnya.
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. (2012). Strukturalisme
Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press. Google Scholar
Azizah, Khadijah Nur.
(2018). Gunung Es Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja. Detik.Com. Google Scholar
Chittenden, Tara. (2010).
For whose eyes only? The gatekeeping of sexual images in the field of teen
sexuality. Sex Education, 10(1), 79�90.
https://doi.org/10.1080/14681810903491404. Google Scholar
Cresswell, J. W. (2017). Research
Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Edisi Ketiga).
Yogyakarta: Pustaka Belajar. Google Scholar
Eriyanto. (2013). Analisis
Naratif. Yogyakarta: Penerbit Kencana. Google Scholar
Hanifah, Ammarotul
Millatal. (2020). Pendidikan Seks di Kalangan Remaja (Kritik Ideologi Terhadap
Teks Film Dua Garis Biru). Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam. Google Scholar
Khotimah, Fitriana Khusnul,
Rakhmawati, Dini, & Widiharto, Chr. Arg. (2019). Indonesian Journal of
Guidance and Counseling. Indonesian Journal of Guidance and Counseling :
Theory and Application, 5(1), 39�44.
Moleong, Lexy J. (2013). Metode
Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Mosal. Google Scholar
Ningsih, Pratiwi, Utami,
Sri, & Huda, Nurul. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Permainan
Redi (Roda Edukasi dan Inspirasi) Terhadap Pengetahuan Remaja Putri Untuk
Mencegah Seks Pranikah. JOM FKp, 5(3), 563�571. Google Scholar
Novianti R, Hodikoh A.
&. Nugroho N. (2018). Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Meningkatkan
Pengetahuan Tentang Pencegahan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja. Jurnal
Keperawatan Dan Kebidanan, 8(1), 33�43. Google Scholar
Perdani, Yuliasri. (2019).
Gina S. Noer defies taboo with �Dua Garis Biru.� The Jakarta Post.
Vidiyanti, M. Oktavia.
(2014). Biner pada tokoh perawan sunthi. Widyaparwa, 42, 4�5. Google Scholar
Copyright holder: Kennia Azahra, Idola Perdini Putri (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |