Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 6, Juni 2022
Nabil Ahsan Burhani, Budi Hartanto Susilo
Universitas Trisakti, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Keselamatan transportasi jalan
merupakan salah satu prinsip dasar dalam
penyelenggaraan transportasi.
Penelitian ini lebih fokus untuk
mengidentifikasi faktor dan
kriteria terkait dengan kinerja dampak lalu lintas
terhadap keselamatan transportasi jalan, serta memberikan konsep manajemen keselamatan transportasi jalan dalam sebuah
kegiatan pembangunan. Menggunakan metode Analytic
Hierarchy Process (AHP), diperoleh 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan dalam Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan pembangunan kawasan, yaitu Faktor I terkait pemenuhan gambaran umum, Faktor II terkait pemenuhan analisis pemodelan transportasi, Faktor III terkait rekomendasi dan rencana implementasi penanganan lalu lintas. Hasil penentuan skala prioritas pada Faktor III adalah Manajemen bahaya dan risiko sebesar 26,45%, manajemen
emergency atau kondisi darurat sebesar 24,99%, manajemen pejalan kaki sebesar 11,40%, manajemen kecepatan sebesar 9,29%, manajemen akses pintu masuk dan keluar sebesar 9,05%, manajemen kebutuhan lalu lintas sebesar
6,99%, manajemen sirkulasi eksternal dan internal sebesar
6,79%, manajemen angkutan umum sebesar 3,02%, manajemen parkir sebesar 2,01%.
Kata Kunci: identifikasi faktor
dan kriteria; manajemen keselamatan transportasi jalan
Abstract
Road transportation safety is one of the basic principles in the
implementation of transportation. This study focuses more on identifying
factors and criteria related to the performance of traffic impacts on road
transportation safety, as well as providing the concept of road transportation
safety management in a development activity. Using the Analytic Hierarchy
Process (AHP) method, obtained 3 (three) factors that must be considered in
Road Transportation Safety Management in regional development, namely Factor I
related to the fulfillment of the general description, Factor II related to the
fulfillment of transportation modeling analysis, Factor III related to
recommendations and implementation plans for handling traffic. The results of
determining the priority scale in Factor III are hazard and risk management by
26.45%, emergency management or emergency conditions by 24.99%, pedestrian
management by 11.40%, speed management by 9.29%, entrance access management and
exit by 9.05%, traffic demand management by 6.99%, external and internal
circulation management by 6.79%, public transportation management by 3.02%,
parking management by 2.01%.
Keywords: identification of
factors and criteria; road transportation safety management
Pendahuluan
Keselamatan transportasi
jalan merupakan salah satu prinsip dasar
dalam penyelenggaraan manajemen keselamatan transportasi jalan, di Indonesia prinsip keselamatan transportasi jalan seringkali tidak sejalan dengan apa yang telah terjadi di lapangan, hal ini dapat
diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah dan fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, (Rencana Umum Nasional Keselamatan, 2010).
Berdasarkan data kecelakaan
yang dikeluarkan oleh Kepolisian
Republik Indonesia melalui Accident
Information System- Integrated Road Safety Management System (AIS-IRSMS),
Pada tahun terakhir (2018) angka kecelakaan transportasi jalan mencapai 109.098 kejadian, mengalami kenaikan sampai dengan 5,06 % dari tahun sebelumnya,
dengan jumlah korban jiwa mencapai 29.496 korban, hal ini memiliki
makna bahwa dalam setiap 1 (satu) jam terdapat sekitar 3 sampai 4 orang meninggal akibat kecelakaan transportasi jalan. Melihat data tersebut, kerugian akibat kecelakaan transportasi jalan diperkirakan dapat mencapai 2,9% sampai dengan 3,1% dari total Produk Domestik Bruto di Indonesia.
Pemerintah bertanggung
jawab atas terjaminnya keselamatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, hal
ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Pasal 203 Ayat (1), dijelaskan bahwa Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan atau keselamatan transportasi jalan perlu dilakukan penjaminan, oleh karena itu pemerintah menetapkan suatu program Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) yang memuat beberapa program terkait penyelenggaraan keselamatan transportasi jalan, penyusunan program tersebut merupakan program dengan skala nasional.
Sudah sewajarnya
dan mendesak bahwa keselamatan transportasi jalan menjadi prioritas
nasional untuk segera dilakukan perbaikan. Jika tidak ada langkah-langkah penanganan yang segera, efektif, dan komprehensif, diperkirakan jumlah korban kecelakaan transportasi jalan semakin tahun
akan semakin tinggi dan tidak terkendali. Kementerian Perhubungan
telah membuat program yang bertujuan agar pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota melakukan beberapa upaya dan berlomba-lomba dalam menata, memperbaiki
dan mengembangkan sistem manajemen transportasi di wilayahnya. Kabupaten/kota yang dinilai baik dalam kinerjanya
akan mendapatkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN). Namun, di dalam metode penilaian
Wahana Tata Nugraha (WTN) saat ini, khususnya
pada aspek keselamatan lalu lintas, indikator
penilaian yang digunakan masih belum cukup
komprehensif dan representative (Sugiharto,
2017).
Selain dari
pihak pemerintah, terdapat juga pihak swasta yang turut andil dalam memberikan
penilaian kinerja terhadap sistem manajemen transportasi di
wilayah, penilaian yang diberikan
oleh pihak swasta tersebut lebih fokus terhadap aspek kinerja keselamatan
transportasi jalan. Melalui program Indonesia Road Safety Award (IRSA), penilaian yang diberikan mengacu pada 5 (lima) pilar dalam
Rencana Umum Nasional Keselamatan. Kelima pilar yang dimaksud yaitu Pilar I adalah Manajemen Keselamatan Jalan (MKJ), Pilar II adalah
Jalan Yang Berkeselamatan (JB), Pilar III adalah Kendaraan Yang Berkeselamatan (KB), Pilar IV adalah
Perilaku Pengguna Jalan
Yang Berkeselamatan (PPJB), dan Pilar V adalah Penanganan Korban Pasca Kecelakaan (PPK).
(N.A,
2017) telah
mengembangkan sebuah metode dalam penilaian
kinerja keselamatan transportasi jalan di salah satu wilayah tingkat kabupaten/kota, penilaian dilakukan terhadap kinerja Forum LLAJ atau yang biasa disebut dengan Badan ad hoc terhadap penyelenggaraan keselamatan transportasi jalan di tingkat wilayah. Hasil dari analisis Kinerja Forum LLAJ dalam Penyelenggaraan Keselamatan Transportasi Jalan
pada saalah satu wilayah tersebut masuk dalam kategori �Cukup� dengan nilai
tingkat pecapaian 60,04% untuk Forum LLAJ dan 58,11% untuk
Penyelenggaraan Keselamatan
Transportasi Jalan, Melihat
kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kinerja Forum LLAJ dalam Penyelenggaraan Keselamatan Transportasi Jalan masih perlu ditingkatkan.
Penilaian-penilaian kinerja
yang dilakukan oleh pemerintah,
pihak swasta maupun para peneliti tersebut merupakan penilaian secara makro, sedangkan penilaian secara mikro terhadap suatu objek bangunan,
sudah terakomodir di dalam sebuah sistem
penilaian dokumen hasil Andalalin. Namun untuk saat
ini, faktor dan kriteria, pedoman teknis dan metode dalam penilaian kinerja keselamatan transportasi jalan terhadap pembangunan masih belum tersedia,
sehingga subjektivitas dalam penilaian dokumen hasil Andalalin
masih begitu tinggi, karena belum ada batas
dan toleransi yang mengikat,
tim penilai atau pemeriksa hasil Andalalin juga merasa kesulitan untuk menentukan bahwa suatu objek
yang menimbulkan dampak dan
permasalahan lalu lintas tersebut layak untuk mendapatkan
izin berkegiatan dan berkonstruksi.
Oleh karena
itu, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor dan kriteria terkait dengan kinerja dampak lalu lintas
terhadap keselamatan transportasi jalan, serta memberikan konsep manajemen keselamatan transportasi jalan dalam sebuah
kegiatan pembangunan, sehingga hasil faktor dan kriteria dapat dikembangkan lebih lanjut untuk
bisa mendapatkan metode yang bisa digunakan untuk menilai dan memberikan status kelayakan terhadap suatu objek bangunan
seperti pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur. Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan mampu mendorong, memperbaiki dan meningkatkan kinerja keselamatan transportasi jalan di Indonesia.
Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa rumusan masalah yaitu: apa saja
faktor dan kriteria dalam manajemen keselamatan transportasi jalan dipembangunan kawasan dan bagaimana konsep manajemen keselamatan transportasi jalan dalam pembangunan
kawasan.
Metode Penelitian
Tujuan dari
penelitian adalah untuk mendapatkan faktor dan kriteria dalam manajemen keselamatan transportasi jalan terhadap pembangunan kawasan. Untuk mendapatkan hasil penilaian yang lebih aktual, maka
konsep manajemen keselamatan transportasi jalan yang dihasilkan dari penelitian ini dilakukan pengambilan
data di lokasi pembangunan.
Penelitian dilakukan pada objek bangunan dengan klasifikasi pusat kegiatan, klasifikasi permukiman dan klasifikasi infrastruktur, 3 (tiga) klasifikasi tersebut telah terakomodir dalam pembangunan kawasan, sehingga pengambilan data dilakukan pada kegiatan pembangunan Kawasan Industri Cikembar, Kabupaten Sukabumi.
Metode dalam
penelitian Identifikasi Faktor Dan Kriteria Dalam Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan Terhadap Pembangunan Kawasan (Studi
Kasus Kawasan Industri Cikembar Kabupaten Sukabumi) ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan model Analytical
Hierarchy Process (AHP), proses analisis data menggunakan alat bantu Microsoft
Excel serta penjabaran
dan penjelasan hasil analisis dan studi literatur menggunakan pendekatan metode kualitatif.
Teknik sampling merupakan
suatu teknik dalam pemilihan sampel dengan menggunakan
metode atau teknik purpose sampling. Purpose sampling merupakan teknik pengambilan data yang memiliki tujuan untuk memperoleh
satuan sampel yang memiliki kriteria dan/atau karakterisitik sesuai dengan kehendak
atau keinginan peneliti, maka peneliti melakukan pemilihan dalam pengambilan satuan sampelnya berdasarkan pertimbangan tertentu Sugiono, 2008 dalam (T,
2015).
Pengumpulan data untuk
data primer ada menggunakan
survei traffic counting dan menggunakan pendekatan manajemen hazzard sisi jalan, manajemen
hazzard bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan lalu lintas yang berhubungan dengan keselamatan transportasi jalan dengan mengendalikan tingkat risiko jalan. Peneliti juga melakukan wawancara kepada para pakar/ahli transportasi dengan mempertimbangkan pengambilan sampel berdasarkan berbagai kriteria khusus, dalam hal ini
adalah pengetahuan mengenai Andalalin terhadap responden diharapkan mampu mewakili populasi. Responden terbagi menjadi beberapa kriteria yaitu unsur akademisi, unsur pemerintah/pejabat dan unsur pengguna/pemerhati transportasi. Untuk mengetahui dan mempermudah dalam memahami alur penelitian, maka perlu dibuatnya
kerangka berpikir dalam penelitian. Kerangka berpikir penelitian dijelaskan pada
diagram sebagai berikut:
Gambar 1
Tahapan Penelitian
Teknik analisis data dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1.
Penyusunan
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Melakukan penyusunan perbandingan berpasangan merupakan langkah pertama dalam penentuan skala prioritas terhadap kriteria-kriteria yang telah tersusun, pada setiap sistem sub hirarki dilakukan pembandingan nilai kriteria kedalam bentuk pasangan secara keseluruhan. untuk analisis numeriknya dilakukan transformasi perbandingan ke dalam bentuk
matriks. Sebagai contoh terdapat sub sistem hirarki yang memiliki kriteria S dengan sejumlah n pada alternatif ke bawah,
Ai sampai dengan
An. Dalam bentuk
matriks n x n merupakan perbandingan antar kriteria untuk sub sistem hirarki, berikut penjelasan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
Matrik Perbandingan Berpasangan
��������������� Sumber : Sugiyarto,
2015
Nilai a11, a22,
� amn merupakan perbandingan nilai dari kriteria baris Al
terhadap kolom Al dinyatakan dengan hubungan penjelasan sebagai berikut:
a) Mengetahui seberapa
besar tingkat kepentingan antara baris A dengan kriteria S dibandingkan kolom Al;
b) Seberapa besar
dominasi pada baris Ai dengan
kolom A1 atau;
c) Dibandingkan dengan
kolom A1 seberapa
besar sifat pada kriteria S pada baris A1.
Pemberian nilai
yang digunakan untuk seluruh perbandingan diperoleh berdasarkan nilai skala perbandingan
antara nilai 1 sampai dengan nilai
9 yang telah dibuat oleh
Prof. Thomas Lorie Saaty, seperti
yang dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 2
Skala Prof. Thomas Lorie Saaty
��������
Sumber : Sugiyarto, 2015
2.
Uji Konsistensi
Model
pengambilan keputusan selain model Analytical Hierarchy Process (AHP) sering tidak dilakukannya
uji konsistensi dan tidak memiliki syarat konsistensi yang absolut, berbeda dengan model Analytical
Hierarchy Process (AHP) yang menjadi karakterisitik dan berbeda dengan yang lainnya karena adanya uji konsistensi menjadi salah satu analisis utama
dalam pemodelan. Persepsi manusia dalam model Analytical
Hierarchy Process (AHP) yang digunakan sebagai alat untuk
input, tentu hal tersebut memiliki potensi untuk tidak
konsisten dalam memberikan jawaban, hal ini bisa
memberikan potensi kesalahan karena setiap manusia memiliki keterbatasan ketika hendak menyampaikan
pendapat/persepsi secara berurutan, terutama ketika diharuskan melakukan analisis perbandingan dengan berbagai alternatif/kriteria.
Eigenvalue
maksimum merupakan dasar dari pengujian
konsistensi dalam matriks perbandingan. Matriks perbandingan bisa diminimumkan melalui eigenvalue maksimum
dengan mempertimbangkan inkonsistensi hasil jawaban yang telah diberikan. Rincian rumus indeks konsistensi
adalah sebagai berikut:
Tidak akan lebih kecil
hasil dari eigenvalue
maksimum terhadap nilai n sehingga tidak ada potensi
terdapat nilai CI dengan hasil negatif.
Dapat dikatakan semakin konsisten matriks jika hasil
besarnya matriks semakin dekat dengan
hasil eigenvalue maksimum.
Jika diketahui nilai besarannya sama maka dapat dikatakan
bahwa hasil matriks tersebut memiliki inkonsistensi 0% atau konsisten 100 %. Untuk melakukan pengukuran terhadap inkonsistensi pada suatu matriks, angka indeks inkonsistensi atau biasa disebut
CI memiliki rumus yang
valid dan sesuai. Dilakukan
perubahan dengan melakukan pembagian indeks konsistensi dengan angka indeks
random, sehingga menghasilkan
rasio inkonsistensi. Penelitian yang dilakukan oleh Oak
Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School, menghasilkan
angka Indeks random yang berskala 1 sampai dengan 10 yang merupakan average
konsistensi dari suatu matriks, (Sugiyarto, 2015).
Tabel 3
Random Index (RI)
�� Sumber : Sugiyarto, 2015
Setelahnya nilai hasil dari
uji konsistensi responden dalam mengisi kuesioner
diukur. Pengukuran nilai hasil dari
uji konsistensi bertujuan untuk mendapatkan nilai ketidakkonsistenan hasil jawaban yang telah diberikan oleh responden. Nilai CR yang diperbolehkan
oleh Prof. Thomas Lorie S. yaitu CR < 0.1.
3.
Penilaian
Perbandingan Multi Partisipan
Hasil
analisis pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dipengaruhi oleh pengukuran yang dilakukan terhadap kuantias responden. Karena hanya diperlukan 1 (satu) hasil jawaban yang digunakan sebagai bahan analisis matriks perbandingan model Analytical
Hierarchy Process. Sehingga harus
dilakukan perhitungan
average terhadap semua jawaban dari responden.
Metode perataan dengan rata-rata geometrik (geometric
mean) telah ditetapkan
oleh Prof. Thomas Lorie S. Metode perataan
dengan rata-rata geometrik
(geometric mean) dapat digunakan
karena bilangan yang dilakukan rata-rata memiliki sifat deret bilangan
rasio, sehingga bisa mengurangi potensi permasalahan yang disebabkan oleh salah satu hasil jawaban responden
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
(Brodjonegoro dan Utama dalam
Nugroho dalam (T, 2015).
Terdapat n jawaban di setiap pasangan dihasilkan oleh teori geometric mean yang menjelaskan
apabila tersedia responden yang melakukan analisis perbandingan berpasangan. Semua nilai harus dilakukan
pengkalian antara satu dengan yang lainnya, hal ini
bertujuan untuk menghasilkan nilai tertentu, selanjutnya dilakukan pemangkatan dengan 1/n. Sehingga perhitungan matematis dijabarkan dengan rumus berikut:
dengan
:
aij� =� nilai perbandingan berpasangan antara kriteria Ai dengan Aj untuk n responden.
Zi�� = nilai perbandingan berpasangan antara kriteria Ai dengan Aj untuk responden i, dengan i adalah 1,2,3,
�..n.
n��� = jumlah responden.
Hasil dan Pembahasan
1. Gambaran Umum
Kabupaten Sukabumi
memiliki sebuah daratan dengan luas wilayah 4.145 km2 yang terletak
pada lokasi 6˚57�-7˚25� Lintang
Selatan dan 106˚49�-107˚ Bujur Timur. Kab. Sukabumi terdiri
atas 47 (empat puluh tujuh) kecamatan,
5 (lima) kelurahan dan 381 (tiga
ratus delapan puluh satu) desa, dengan
ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan Pelabuhanratu. Pada tahun terakhir jumlah penduduk di Kab. Sukabumi mencapai 2.725.450 jiwa, dengan kepadatan
penduduk sebesar
5.615jiwa/km2. Diketahui bahwa laju pertumbuhan
penduduk pertahun 2010-2020
sebanyak 1,48%, (BPS Kab.Sukabumi,
2021).
Kawasan sekitar proyek merupakan daerah padat penduduk dan memiliki pertumbuhan industri (pabrik) yang masih sangat rendah, sehingga dapat dijadikan alternatif dalam rencana tata ruang yang kondusif dan prospektif.� Terutama dalam upaya pemerataan pembangunan di wilayah Kabupaten Sukabumi. Kecamatan Cikembar saat ini
masih belum berkembang, tata guna tanah yang ada secara umum merupakan
tata guna tanah pedesaan, yang memiliki karakteristik berupa kebun, tanah darat
yang sulit untuk diusahakan sebagai lahan pertanian yang produktif.
Rencana pembangunan
oleh pengembang bersinergi dengan rencana pengembangan kawasan industri, yang bertujuan untuk memajukan sumber daya wilayah sebagaimana dimaksud di RTRW Kabupaten Sukabumi Psl 3 (tiga), huruf
(d), terdapat rencana yang terdiri atas :
a) menata dan membangun
kawasan peruntukan industri;
b) di luar
kawasan dilakukan pembatasan pertumbuhan kegiatan industri;
c) pada industri
rumah tangga dilakukan penataan dan pengembangan;
d) pada prasarana
dan sarana penunjang dilakukan peningkatan kegiatan industri; dan
e) pada kemitraaan
antar industri dilakukan peningkatan.
Untuk lokasi
perencanaan pembangunan dalam penelitian ini fokus ke
pembangunan Kawasan Industri
Cikembar II (KIC II) yang berada
didalam lokasi yang memiliki nama Kawasan Industri Cikembar, Sebagaimana tercantum dalam RTRW Kabupaten Sukabumi Pasal 100 huruf b, bahwa KIC yang memiliki luas + 620 ha di Kec. Cikembar Kab.
Sukabumi, terdiri atas rincian sebagai
berikut :
a) pengembangan industri
kayu (furniture) seluas 220
ha di Cikembang pada pengembangan
KIC tahap I;
b) pengembangan industri
garment seluas 300 ha di Cijambe
pada pengembangan KIC tahap
II;
c) pengembangan industri
garment, sepatu, permesinan,
listrik, dan pita atau tali sepatu seluas
100 ha di Sukamulya pada pengembangan
KIC tahap III.
Jumlah kecelakaan
lalu lintas di Wilayah Polres Sukabumi dalam skala waktu
5 (lima) year terakhir yaitu
(2013-2018) adalah sebanyak
2.221 kejadian kecelakaan dengan korban MD 491 jiwa, LB 465
jiwa, dan LR 701 jiwa. Berdasarkan hasil seleksi data kecelakaan, diketahui bahwa terdapat kejadian kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan yang termasuk di dalam cakupan wilayah terdampak pembangunan. Berikut disampaikan peta titik kejadian
kecelakaan pada 5 (lima) tahun
terakhir.
Gambar 2
Peta Lokasi Kecelakaan Tahun 2013 s.d. 2018
Sumber: AIS-IRSMS, 2021
Dari� data 5 tahun terakhir, pada cakupan wilayah terdampak pembangunan terdapat 104 kejadian kecelakaan transportasi jalan, dengan penjabaran
51 korban MD, 66 korban LB, dan 70 korban LR. Untuk Simpang 3 Cibadak, pada 5 tahun terakhir terdapat 22 kali kejadian kecelakaan atau 4-5 kejadian kecelakaan per tahun dengan rincian
12 korban meninggal dunia atau� 2 sampai 3
korban meninggal dunia per tahun.
Sedangkan untuk Simpang 3 Cimanggu dalam 5 tahun terakhir
hanya terdapat 9 kejadian kecelakaan atau 1 sampai 2 kejadian kecelakan per tahun, dengan rincian
1 korban meninggal dalam 5 tahun terakhir.
2. Identifikasi Faktor dan Kriteria
Keselamatan transportasi
jalan dalam pembangunan merupakan hal yang harus diperhatikan, salah satu indikator dari keselamatan transportasi jalan adalah kejadian
kecelakaan transportasi jalan, dengan melakukan
pemetaan terhadap aspek potensi penyebab
kecelakaan transportasi jalan maka faktor
dan kriteria manajemen keselamatan transportasi jalan dalam pembangunan
bisa disusun, perlu diketahui kecelakaan transportasi jalan penyebabnya adalah 4 (empat) faktor utama, yaitu
faktor manusia (human),
faktor kendaraan (vehicle),
faktor jalan (road)
dan yang satu lagi adalah faktor lingkungan
(environment), selain ke-empat
faktor tersebut, konflik lalu lintas
juga berpotensi menyebabkan
terjadinya kecelakan transportasi jalan, konflik lalu lintas
terbagi menjadi konflik kendaraan memotong (Crossing), konflik
kendaraan menjalin/anyaman/ menyilang (Weaving),
konflik kendaraan memisah (Diverging), konflik
kendaraan menyatu (Merging/Converging),
konflik kendaraan berhenti dan mengatre (stopping
or queuing). Dari potensi konflik
lalu lintas tersebut dapat menyebabkan terjadinya potensi tabrakan apabila tidak dilakukan
penanganan yang tepat.
Gambar 3
Pemetaan Keselamatan Transportasi Jalan
Dalam Pembangunan
Dalam menyusun
indikator dan kriteria dalam manajemen keselamatan transportasi jalan, hal yang harus diperhatikan adalah menyusun dan memetakan faktor penyebab kecelakaan, titik-titik konflik lalu lintas dapat
menyebabkan potensi terjadinya kecelakaan transportasi jalan apabila tidak dilakukan
penanganan atau upaya untuk menghilangkan
titik konflik lalu lintas tersebut,
selain menghilangkan titik konflik lalu
lintas, bisa juga dilakukan perubahan titik konflik yang sebelumnya masuk kategori konflik berpotongan (crossing) bisa
dirubah menjadi konflik (weaving), atau dilakukan upaya untuk mengurangi jumlah titik konflik
lalu lintas. Selain itu, upaya
yang dapat dilakukan dalam manajemen keselamatan transportasi jalan adalah dengan
menurunkan tingkat keseriusan konflik lalin, apabila sebelumnya tingkat konflik lalin masuk
kategori konflik serius (serious conflict) dapat
dirubah menjadi kategori konflik tidak serius (non
serious conflict).
Untuk memudahkan
dalam proses analisis penentuan faktor dan kriteria, peneliti menggunakan pendekatan model
Serial Numbering System (SNS), untuk Faktor I (pertama) Pemenuhan Gambaran Umum dengan kode (AA), kemudian untuk kriteria rincian bangunan dengan kode (A01), jumlah pekerja dengan kode (A02), jumlah sarana dengan kode
(A03), fluktuasi lalu lintas dengan kode
(A04), pemilihan moda dengan kode (A05), tingkat pelayanan jalan dengan kode
(A06), tingkat pelayanan simpang dengan kode (A07), data kewilayahan dan kecelakaan dengan kode (A08), identifikasi permasalahan lalu lintas dengan kode
(A09). Data-data yang harus terpenuhi
di dalam Faktor I (pertama) akan digunakan
untuk menyusun analisis dalam kriteria di faktor-faktor berikutnya. Penyusunan dan penetapan faktor berikutnya atau Faktor II (kedua) adalah pemenuhan analisis pemodelan transportasi, di dalam Faktor II dengan kode (BB) terdapat beberapa kriteria yang terdiri atas bangkitan
dan tarikan perjalanan, distribusi perjalanan, pemilihan moda, pembebanan lalu lintas, analisis kinerja simpang, dan analisis pejalan kaki. Pada Faktor II (kedua) terbagi menjadi 3 (tiga) tahapan kinerja
analisis, yaitu kinerja tahap konstruksi,
kinerja tahap operasional dan kinerja tahap tahun rencana,
dari hasil analisis perbandingan kinerja tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
seberapa besar dampak yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan
pembangunan.
Gambar 4
Penentuan Faktor dan Kriteria MKTJ Tahap I
Untuk membaca
diagram Penentuan Faktor
dan Kriteria Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan Tahap I yaitu adalah
dengan membaca kode yang telah disusun, sebagai contoh adalah sebagai
berikut :
B11 = A01 + A02 + A03 + A04 + A05
Dengan penjelasan
B11 adalah bangkitan dan tarikan perjalanan tahap konstruksi, dengan dasar perolehan
yang diambil dari Faktor I (pertama) yaitu rincian bangunan,
jumlah pekerja, jumlah sarana, fluktuasi lalu lintas, pemilihan moda. Namun perlu
diketahui, dalam analisis pemodelan transportasi terdapat potensi penambahan dasar perolehan di luar kriteria faktor
I (pertama) yang telah tersusun, hal ini
menyesuaikan kebutuhan analisis dan permintaan keperluan data yang telah disesuaikan dengan karakteristik pembangunan, karakteristik kewilayahan dan rencana kebijakan. Perlu ada penelitian
lebih lanjut mengenai penetapan dasar perolehan kriteria tambahan yang telah disesuaikan dengan karakteristik pembangunan, karakteristik kewilayahan dan rencana kebijakan.�
Gambar 5
Penentuan Faktor dan Kriteria MKTJ Tahap II
Untuk membaca
diagram Penentuan Faktor
dan Kriteria Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan Tahap II yaitu adalah dengan membaca
kode yang telah disusun, sebagai contoh adalah sebagai
berikut :
C09 = A01 + A09 + B-4 mempertimbangkan
Dengan penjelasan
C09 adalah manajemen bahaya dan risiko, dengan dasar perolehan
yang diambil dari Faktor I (pertama) yaitu rincian bangunan,
identifikasi permasalahan lalu lintas, pembebanan
lalu lintas tahap konstruksi, tahap operasional dan tahap tahun rencana,
desain perencaan dalam manajemen bahaya dan risiko mempertimbangkan aspek titik konflik, lokasi rawan kecelakaan,
manajemen hazzard sisi jalan, penyediaan
fasilitas perlengkapan jalan. Namun perlu
diketahui, dalam analisis pemodelan transportasi terdapat potensi penambahan dasar perolehan di luar kriteria Faktor
I (pertama) dan kriteria Faktor II (kedua) yang telah tersusun, hal ini menyesuaikan
kebutuhan analisis dan permintaan keperluan data yang telah disesuaikan dengan karakteristik pembangunan, karakteristik kewilayahan dan rencana kebijakan. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai
penetapan dasar perolehan kriteria tambahan yang telah disesuaikan dengan karakteristik pembangunan, karakteristik kewilayahan dan rencana kebijakan.
3. Konsep Rekomendasi dan Rencana Implementasi
Untuk mendapat
konsep rekomendasi dan rencana implementasi penanganan lalin terhadap keselamatan transportasi jalan dalam pembangunan kawasan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyusun serta menetapkan faktor dan kriteria dalam manajemen keselamatan transportasi jalan. Setelah ditetapkannya faktor dan kriteria, selanjutnya dilakukan pembobotan untuk menentukan skala prioritas dalam rekomendasi dan rencana implementasi penanganan lalu lintas. Untuk kriteria
di dalam Faktor I (pertama) dan Faktor II (kedua) tidak dapat
dilakukan analisis skala prioritas, karena kriteria di dalam Faktor I (pertama) dan Faktor II (kedua) yang telah tersusun merupakan kebutuhan data yang digunakan dalam dasar perolehan� pemenuhan kriteria di dalam Faktor III (ketiga), atau dapat diartikan
kriteria di dalam Faktor I (pertama) dan Faktor II (kedua) merupakan kriteria wajib (minimal) yang harus dipenuhi.
Penilaian terhadap
hasil dari persepsi responden pada setiap perbandingan kriteria yang telah disusun bisa dibuat
matriks. Matriks perbandingan dibentuk pada
masing-masing kelompok soal
sesuai dengan ordo kriteria yang telah dibuat. Hasil penilaian yang telah diberikan dari masing-masing pertanyaan
pada bagian sebelumnya dimasukan ke dalam
matriks sel yang berada di bagian atas diagonal. Bagian diagonal sel
pada matriks dimasukan (diisi) angka satu.
Selanjutnya sel dalam matriks di bawah diagonal akan dimasukan (diisi) dengan angka kebalikannya� sesuai pasangan sel matriks
sejenis (misal aji
= aij). Hasil dari
pemasukan jawaban yang telah diisi oleh responden dijelaskan oleh pernyataan berikut:
a. Pada setiap
hasil jawaban responden di dalam soal akan dilakukan
pemberian nilai sesuai dengan ketentuan
dan ketetapan Prof. Thomas L. Saaty;
b. Hasil analisis
pemberian nilai terhadap satu soal
pada semua jawaban responden dilakukan perataan;
c. Nilai geoman adalah hasil jawaban yang mewakili seluruh jawaban dari responden
pada masing-masing soal;
d. Hasil dari
perhitungan nilai kemudian dimasukan ke matriks sebagaimana
ketentuan pasangan pada
masing-masing alternatif.
Berikut adalah
nilai matriks perbandingan berpasangan (pair-wise)
yang telah disusun oleh peneliti.
Tabel 4
Matriks Pasangan Antar Kriteria (Pair-Wise Comparasion)
C1 |
C2 |
C3 |
C4 |
C5 |
C6 |
C7 |
C8 |
C9 |
|
C1 |
1,000 |
1,000 |
3,000 |
0,500 |
5,000 |
0,250 |
3,000 |
2,000 |
0,250 |
C2 |
1,000 |
1,000 |
2,000 |
0,250 |
5,000 |
0,333 |
4,000 |
2,000 |
0,333 |
C3 |
0,333 |
0,500 |
1,000 |
0,333 |
4,000 |
0,250 |
4,000 |
3,000 |
0,250 |
C4 |
2,000 |
4,000 |
3,000 |
1,000 |
5,000 |
0,333 |
4,000 |
0,333 |
0,333 |
C5 |
0,200 |
0,200 |
0,250 |
0,200 |
1,000 |
0,167 |
0,500 |
0,143 |
0,125 |
C6 |
4,000 |
3,000 |
4,000 |
3,000 |
6,000 |
1,000 |
6,000 |
4,000 |
1,000 |
C7 |
0,333 |
0,250 |
0,250 |
0,250 |
2,000 |
0,167 |
1,000 |
0,333 |
0,200 |
C8 |
0,500 |
0,500 |
0,333 |
3,000 |
7,000 |
0,250 |
3,000 |
1,000 |
0,167 |
C9 |
4,000 |
3,000 |
4,000 |
3,000 |
8,000 |
1,000 |
5,000 |
6,000 |
1,000 |
Jumlah |
13,367 |
13,450 |
17,833 |
11,533 |
43,000 |
3,750 |
30,500 |
18,810 |
3,658 |
�Sumber : Hasil analisis,
2021
Tabel diatas
adalah hasil nilai geoman oleh responden pilihan sehingga didapatkan matrik pair-wise comparasion atau tabel pasangan
antar kriteria. Selanjutnya bobot relatif yang telah dilakukan penormalan didapatkan berdasarkan matriks pair-wise, didapatkan bobot relatif yang telah dilakukan penormalan dengan melakukan pembagian terhadap unsur di masing-masing kolom dengan jumlah
kolom. Kemudian bisa mendapatkan eigen value
(priority) berdasarkan nilai
(geoman) bobot relatif pada masing-masing baris yang tersedia.
Pada matriks
hasil dari eigen value
dapat dikatakan sebagai nilai prioritas
(priority) hal inilah
yang menjadi karakteristik atau ciri khas
sebuah Matiks AHP, untuk menginterpretasikan bobot pada setiap kriteria/alternatif yang peneliti telah susun dapat menggunakan
nilai prioritas. Bobot relatif yang telah dilakukan penormalan diperoleh berdasarkan pembagian dengan jumlah kolom
yang tersedia terhadap
masing-masing kolom pada matrik
pair-wise. Berikut tabel
penjabaran hasil analisis dari nilai
matriks.
Tabel 5
Analisis Nilai Eigen Max
Kriteria |
Jumlah |
Wi |
E-Vektor |
Nilai Eigen Max |
C1 |
2,813 |
1,122 |
0,093 |
0,904 |
C2 |
2,222 |
1,093 |
0,090 |
0,881 |
C3 |
0,167 |
0,819 |
0,068 |
0,722 |
C4 |
17,778 |
1,377 |
0,114 |
1,282 |
C5 |
0,000 |
0,243 |
0,020 |
0,196 |
C6 |
20736,000 |
3,017 |
0,250 |
2,353 |
C7 |
0,000 |
0,365 |
0,030 |
0,287 |
C8 |
0,219 |
0,845 |
0,070 |
0,865 |
C9 |
34560,000 |
3,194 |
0,264 |
2,503 |
Jumlah |
55319,198 |
12,075 |
1,000 |
9,993 |
� Sumber
: Hasil analisis, 2021
Hasil dari
perhitungan eigen value (priority) didapatkan dari rumus sebagai berikut :
dengan :
EV� = eigen value
n ��� = jumlah kriteria
(dalam penelitian ini adalah 9 (sembilan)
kriteria)
Hasil dari
perhitungan eigen value atau
nilai priority mengintepretasikan
hasil bobot prioritas untuk masing-masing kriteria yang telah disusun peneliti, dalam hal ini
adalah standar akreditasi pengujian kendaraan bermotor. Nilai
priority yang telah diperoleh
harus diuji untuk mengetahui konsistensi bobot nilai dari preferensi
responden.
Konsistensi indeks
merupakan batas ukuran terhadap persepsi yang telah diberikan oleh responden, sehingga dengan menentukan konsistensi indek maka ketidakkonsistensian
asumsi yang diberikan responden dapat diminimumkan atau diminimalisir. Konsistensi rasio merupakan nilai perbandingan konsistensi indeks dengan angka indeks
random. Penelitian yang dilakukan
oleh Wharton School melanjutkan dari penelitian sebelumnya yaitu dari Oak Ridge National Laboratory, mendapatkan nilai (geoman) konsistensi dari sebuah matriks
berskala 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) yang dinyatakan oleh indeks random. Berdasarkan perhitungan eigen value maksimum
selanjutnya dapat digunakan untuk mengukur konsistensi indeks terhadap suatu matriks, inkonsistensi yang telah diperoleh dari matriks dapat diminimalkan
dengan mempertimbangkan hasil dari eigen value maksimum. Untuk mendapatkan nilai konsistensi rasio dan konsistensi indeks dapat diperoleh berdasarkan pertimbangan nilai eigen maks.
Tabel 6
Analisis Nilai CI dan CR
CI |
CR |
0,124 |
0,086 |
��� �������������������������Sumber : Hasil analisis, 2021
Dengan melakukan
penjumlahan terhadap hasil perkalian pair-wise dengan priority, maka didapatkan nilai eigen maks. (λ maks.). Dikarenakan matriks yang telah tersusun (berordo) terdiri atas 9 (sembilan) kriteria/alternatif, maka selanjutnya diperoleh� nilai eigen maks. sebesar 9,993.� Berdasarkan data perhitungan diketahui bahwa nilai konsistensi
(CR) adalah < 0,1. sehingga
dapat diartikan bahwa matrik yang telah disusun dapat
diterima.
Tabel 7
Hasil Pembobotan Dengan Menggunakan AHP
Kode |
Uraian |
Bobot (%) |
|
|
C9 |
Manajemen bahaya
dan risiko |
26,45 |
|
|
C6 |
Manajemen emergency (kondisi darurat) |
24,99 |
|
|
C4 |
Manajemen pejalan
kaki |
11,40 |
|
|
C1 |
Manajemen kecepatan
|
9,29 |
|
|
C2 |
Manajemen akses
pintu masuk dan keluar |
9,05 |
|
|
C8 |
Manajemen kebutuhan
lalu lintas |
6,99 |
|
|
C3 |
Manajemen sirkulasi
eksternal dan internal |
6,79 |
|
|
C7 |
Manajemen angkutan
umum |
3,02 |
|
|
C5 |
Manajemen parkir
|
2,01 |
|
|
Total |
100,00 |
|||
�������� Sumber : Hasil analisis, 2021
Penentuan skala prioritas dalam rekomendasi dan rencana implementasi penanganan lalu lintas terhadap
keselamatan transportasi jalan dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan pembobotan. Dari hasil analisis diperoleh pembobotan tertinggi adalah Manajemen bahaya dan risiko sebesar 26,45%, manajemen emergency atau
kondisi darurat sebesar 24,99%, manajemen pejalan kaki sebesar 11,40%, manajemen kecepatan sebesar 9,29%, manajemen akses pintu masuk
dan keluar sebesar 9,05%, manajemen kebutuhan lalu lintas sebesar
6,99%, manajemen sirkulasi eksternal dan internal sebesar
6,79%, manajemen angkutan umum sebesar 3,02%, manajemen parkir sebesar 2,01%.
Tabel 8
Rencana Implementasi Penanganan Lalu Lintas
Pemantauan oleh pengembang atau pembangun, meliputi pemantauan terhadap implementasi dari rekomendasi penanganan lalu lintas sesuai
dengan kewajiban dan kewenangan pengembang atau pembangun yang telah dikeluarkan oleh instansi terkait didalam rekomendasi teknis ANDALALIN. Pihak pengembang atau pemrakarsa diharuskan untuk selalu berkoordinasi
dengan instansi terkait dalam hal
penyelenggaraannya. Seluruh
rekomendasi yang telah diusulkan dan disepakati, akan diselenggarakan dan diimplementasikan sesuai dengan pembagian wewenang dan tanggung jawab yang telah disusun.
Terkait dengan
waktu implementasi penanganan lalu lintas, perlu dilakukan
penyesuaian terhadap lini masa atau time line pembangunan yang telah direncanakan oleh pengembang atau pembangun. Karena dalam pembangunan kawasan in terbagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu tahap
I terkait pengerjaan tanah (cut and fill), jalan, drainase, listrik, taman, dll. tahap
II terkait pembangunan
Kawasan Industri Cikembar, tahap III terkait pembangunan komersial dan fasilitas umum, tahap IV terkait pembangunan perumahan. Berikut adalah time line pembangunan pembangunan kawasan.
Kesimpulan
Beberapa permasalahan
muncul setelah pengoperasian kawasan industri, jika tidak dilakukan penanganan dapat menurunkan kinerja lalu lintas ruas
dan simpang karena tarikan dan bangkitan perjalanan baru serta pertumbuhan lalu lintas sekitar
Kawasan, serta menambah lokasi potensi kecelakaan lalu lintas dikarenakan adanya bukaan/akses
baru pada Jalan BTS. Kota Cibadak
� Cikembang (Nomor Ruas 076). Jumlah Penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun terakhir mencapai 2.725.450 jiwa, dengan kepadatan
penduduk sebesar
5.615jiwa/km2 dan laju pertumbuhan
penduduk pertahun 2010-2020
sebanyak 1,48%. Jumlah kecelakaan lalu lintas di Wilayah Polres Sukabumi pada periode 5 (lima) tahun terakhir (2013-2018) adalah sebanyak 2.221 kejadian kecelakaan dengan korban MD 491 orang, LB 465 orang, dan LR 701 orang.
Penentuan faktor
dan kriteria dalam manajemen keselamatan transportasi jalan di pembangunan kawasan diperoleh dengan memetakan potensi penyebab kecelakaan, sehingga diperoleh 3 (tiga) faktor utama
dalam manajemen keselamatan transportasi jalan terhadap pembangunan kawasan. Faktor I adalah pemenuhan gambaran umum lokasi pembangunan
yang terdiri atas beberapa kriteria yaitu rincian bangunan,
jumlah pekerja, jumlah sarana, kondisi fluktuasi lalu lintas, pemilihan
moda, tingkat pelayanan jalan, tingkat pelayanan simpang, data kewilayahan dan kecelakaan serta identifikasi permasalahan lalu lintas. Faktor
II adalah pemenuhan analisis pemodelan transportasi yang terdiri atas beberapa kriteria
yaitu analisis bangkitan dan tarikan perjalanan, analisis distribusi perjalanan, analisis pemilihan moda, analisis pembebanan lalu lintas, analisis kinerja simpang dan analisis pejalan kaki, untuk faktor II dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu
tahap konstruksi, tahap operasional dan tahap tahun rencana,
sedangkan faktor III adalah rekomendasi dan rencana implementasi penanganan lalu lintas.
Penentuan skala
prioritas dalam rekomendasi dan rencana implementasi penanganan lalu lintas terhadap
keselamatan transportasi jalan dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan pembobotan. Dari hasil analisis diperoleh pembobotan tertinggi Manajemen bahaya dan risiko sebesar 26,45%, manajemen
emergency atau kondisi darurat sebesar 24,99%, manajemen pejalan kaki sebesar 11,40%, manajemen kecepatan sebesar 9,29%, manajemen akses pintu masuk dan keluar sebesar 9,05%, manajemen kebutuhan lalu lintas sebesar
6,99%, manajemen sirkulasi eksternal dan internal sebesar
6,79%, manajemen angkutan umum sebesar 3,02%, manajemen parkir sebesar 2,01%.
Al Faroby A., M. (2016). Kajian Tingkat
Keseriusan Konflik Dan Peluang Kecelakaan Pejalan Kaki Pada Simpang Bersinyal
Belok Kiri Langsung Di Kota Kediri, Skripsi Program Studi Diploma IV MKTJ.
Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan, Tegal.
Digdowiseiso, Kumba, & Cindy, Siti
Rosyida. (2022). The Influence of Corporate Social Responsibility, Company
Size, And Profitability on The Value of Mining Sector Companies for the
2016-2020 Period. Budapest International Research and Critics Institute
(BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences, 5(2), 11129�11141.
Indonesia, Republik. (2009). Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan, Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 144. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Kadri, T. (2017). Rancangan Penelitian.
Penerbit Deepublish. (Grub Penerbitan CV. Budi Utama). Jakarta.
Munawar, A. (2009). Analisis Dampak Lalu
Lintas Pembangunan Pusat PerbelanjaanL Studi Kasus Plaza Ambarukmo. Jurnal
Sains Dan Teknologi Lingkungan, 1(1).
N.A, Burhani. (2017). Evaluasi Kinerja
Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Dalam Penyelenggaraan Keselamatan
Transportasi Jalan Di Kabupaten Malang Dengan Menggunakan Pendekatan
Performance Appraisal. Skripsi Program Studi Diploma IV MKTJ, Politeknik
Keselamatan Transportasi Jalan, Tegal.
Sugiharto. (2017). Penyusunan Metode
Pengukuran Indeks Kinerja Keselamatan Transportasi Jalan (IKKTJ). Skripsi
Program Studi Diploma IV MKTJ, Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan,
Tegal.
Sulastri L. (2014). Manajemen, La Goods
Publishing.
Sumajouw, J., Dkk. (2013). Analisis Dampak
Lalu Lintas (ANDALALIN) Kawasan Kampus Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
Ilmiah Media Engineering, 3(2).
Susilo, B. .. (2019). Rekayasa Lalu
Lintas. Universitas Trisakti, Jakarta.
Susilo, B. H. (2017). Dasar-dasar
rekayasa transportasi. Universitas Trisakti, Jakarta.
T, Sugiyarto. (2015). Konsep
Revitalisasi Pengujian Kendaraan Bermotor Melalui Standarisasi Dan Akreditasi
Pengujian Kendaraan Bermotor.
Widodo A., S. (2007). Analisis Dampak
Lalu Lintas (ANDALALIN) Pada Pusat Perbelanjaan Yang Telah Beroperasi Ditinjau
Dari Tarikan Perjalanan (Studi Kasus Pada Pasific Mall Tegal).
Wijayanto, H. (2016). Pengukuran Kinerja
Penyelenggaraan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menggunakan Analytic
Network Process dan Rating Scale di Kota Palembang. Tegal: Skripsi.
Yang, Yazao, Hao, Xiaoni, & Luo,
Junshao. (2012). Traffic impact simulation for road construction project. TELKOMNIKA
Indonesian Journal of Electrical Engineering, 10(8), 2176�2182.
Yayat, Karda D., Kombaitan, B., &
Purboyo, H. P. Heru. (2016). Traffic impact assesment practice in Indonesia. Procedia-Social
and Behavioral Sciences, 227, 75�80.
Copyright holder: Nabil Ahsan Burhani, Budi Hartanto
Susilo (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |