Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 11, November 2021

 

IMPLEMENTASI METODE DIFERENSIASI DALAM REFLEKSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

 

Muhamad Saprudin, Nurwahidin

Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyiapkan generasi yang berilmu dan beramal. Oleh karena itu, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam wajib dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan. Pendidikan Agama Islam kerap kali dianggap menjadi mata pelajaran formalitas yang diikuti oleh siswa, karena metode yang digunakan dalam pembelajaran sangat membosankan. Diferensiasi merupakan salah satu metode yang efektif untuk digunakan dalam proses belajar di kelas. Diferensiasi akan memberikan ruang kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya. Diferensiasi juga memberikan pengaruh terhadap hasil refleksi siswa di SD Islam Al Jabr. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi metode diferensiasi dalam refleksi pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif yang berupa studi kasus di Sekolah Dasar Islam Al Jabr Jakarta. Dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi dan juga dokumentasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa melalui metode diferensiasi, siswa menjadi lebih antusias dan bersemangat dalam mengerjakan refleksi Pendidikan Agama Islam. Media apapun yang digunakan oleh siswa dalam mengerjakan refleksi, pada akhirnya tujuannya sama, yaitu menjadikan Pendidikan Agama Islam menjadi pelajaran yang menyenangkan yang berdampak dalam membentuk karakter siswa sesuai Al-quran dan Hadits.

 

Kata Kunci: pendidikan agama Islam; diferensiasi; refleksi

 

Abstract

Islamic religious education is one of the government's efforts to prepare a knowledgeable and charitable generation. Therefore, Islamic Religious Education subjects must be implemented by every academic unit. Islamic Religious Education is often considered a formality subject followed by students because the methods used in learning are boring. Differentiation is one of the effective methods to be used in the learning process in the classroom. Differentiation will provide space for students to express themselves. Differentiation also influences the results of student reflection at Al Jabr Islamic Elementary School. Therefore, this study aims to find out the implementation of the differentiation method in the review of Islamic Religious Education learning. The method used in this study is a qualitative descriptive method in the form of a case study at Al Jabr Islamic Elementary School Jakarta. In collecting research data, researchers used interviews, observation, and documentation. In this study, we found that students become more enthusiastic and enthusiastic in working on the reflection of Islamic Religious Education through the differentiation method. Whatever media students use in their work, in the end, they achieve the same goal, which is to make Islamic Religious Education a fun lesson that has an impact on shaping students' character according to the Qur'an and Hadith.

 

Keywords: Islamic religious education; differentiation; reflection

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Pendidikan Islam merupakan salah satu aset terpenting yang dimiliki oleh masyarakat saat ini. Pendidikan Islam juga menjadi harapan dan warisan bagi bangsa Indonesia yang harus dijaga dengan sebaik mungkin. Karena dengannya lah generasi-generasi harapan bangsa dan agama akan mampu hidup beriringan dalam perbedaan. Melalui pendidikan Islam, karakter dan akhlak mereka terbentuk, sehingga mampu menjadi generasi yang mempunyai akhlakul karimah. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mampu beradaptasi dengan seiring berjalannya perkembangan zaman agar mampu menjawab tantangan dunia pendidikan masa kini (Wardi, 2013).

Jika dilihat dari perkembangan pendidikan Islam saat ini, maka kualitas pendidikan Islam tidak bisa diragukan lagi. Karena melihat kemajuannya di tengah zaman yang cepat ini, pendidikan Islam mampu menjadi bagian dari kemajuan pendidikan di negara Indonesia ini. Hal itu terlihat dari mulai maraknya sekolah-sekolah yang berlabelkan Islam, mulai dari sekolah Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiah (MTs) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA) atau Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan hingga perguruan tinggi seperti Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), dan perguruan tinggi lainnya yang berlandaskan ajaran Islam.

Dengan berkembangnya pendidikan Islam saat ini, seharusnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam atau yang lebih dikenal dengan PAI seharusnya mampu menjadi pelajaran yang digemari oleh siswa atau setidaknya siswa merasa butuh akan pelajaran PAI, khususnya di sekolah-sekolah umum yang memang bukan berlabelkan sekolah Islam. Hal tersebut karena mengingat pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan oleh setiap unit satuan pendidikan mulai dari tingkatan SD hingga SMA, bahkan di beberapa perguruan tinggi umum juga sudah diwajibkan mengambil mata kuliah PAI. PAI juga merupakan satu-satunya mata pelajaran yang fokus dalam membentuk adab, etika dan akhlak setiap siswa. Bahkan PAI menjadi momok bagi sekolah agar siswanya mempunyai moral dan budi pekerti yang luhur. Oleh karena itu, pembelajaran PAI sangatlah perlu diperhatikan oleh pihak sekolah, agar memastikan bahwa setiap materi pembelajaran PAI mampu tersampaikan dengan baik. Sehingga, tujuan dari pembelajaran mampu tercapai sesuai dengan harapan.

Nurcholis Madjid mengatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan agama di sebuah instansi pendidikan itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama, tujuan dari diselenggarakannya pendidikan agama yaitu untuk membentuk generasi yang menguasai ilmu agama atau disebut sebagai ahli agama. Biasanya hal ini terjadi di lingkungan pondok pesantren yang pada dasarnya tujuan dari pendidikan pesantren yaitu membentuk para santri yang mengerti ilmu agama. Adapun yang kedua yaitu untuk membekali siswa yang beragama Islam akan dasar-dasar dari ilmu agama Islam, dengan harapan mereka mampu mengetahui ilmu dasar dari agama Islam itu sendiri. Bagian kedua ini biasanya terjadi di sekolah umum seperti SD, SMP dan SMA yang memiliki mata pelajaran PAI.

Proses penyelenggaran pembelajaran PAI haruslah menyenangkan, agar siswa dengan mudah memahami materi yang disampaikan oleh seorang guru. Namun pada faktanya jika ditelusuri lebih dalam ditemukan bahwa saat ini PAI hanyalah menjadi pelajaran yang bersifat formalitas yang pada akhirnya berakibat pada minat dan kemauan siswa untuk belajar PAI menjadi berkurang. Bahkan PAI bukan menjadi pelajaran favorit siswa dan kerap kali dianggap pelajaran yang membosankan. Padahal jika siswa mampu menyerap ilmu-ilmu yang disampaikan di dalamnya, maka hal tersebut sangatlah bermakna untuk bekal kehidupan siswa dalam menjaga diri dan juga memperbaiki diri untuk kualitas dirinya sendiri.

Hal di atas terlihat dari banyaknya kasus-kasus yang terjadi pada kalangan pelajar. Mulai bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, tawuran antar sekolah, pergaulan bebas yang menjerumuskan mereka ke dalam dunia seks bebas dan narkoba, dan kasus lainnya yang merusak moral anak bangsa. Menurut data yang disajikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ditemukan bahwa dari tahun 2011 sampai 2020 telah terjadi 5246 total kasus yang terjadi pada anak-anak Indonesia dalam bidang pendidikan.

Melihat permasalahan di atas, seharusnya pelajaran PAI di sekolah menjadi bagian dari salah satu upaya dalam menyadarkan siswa akan mana perbuatan yang baik dan buruk, sesuai dengan tujuan dari diselenggarakannya mata pelajaran PAI itu sendiri. Namun realitanya, saat ini siswa belajar PAI hanyalah untuk menggugurkan kewajiban dikarenakan tidak berminat untuk belajar PAI. Berkurangnya minat siswa terhadap pembelajaran PAI di sekolah dikarenakan berbagai latar belakang, mulai dari metode pembelajaran yang membosankan dan juga media pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang kreatif dan tidak kekinian. Metode pembelajaran yang digunakan biasanya yaitu metode ceramah, dimana seorang guru menyampaikan materi di depan kelas tanpa jeda dan tidak menggunakan media apapun. Akibatnya para siswa merasa mengantuk dan merasa bosan untuk belajar PAI di kelas. Padahal seandainya jika gurunya kreatif, sungguh PAI akan menjadi pelajaran yang dinantikan kedatangannya oleh siswa di dalam kelas.

Berdasarkan kasus di atas, berarti hal tersebut menjadi catatan untuk pihak sekolah, seperti kepala sekolah, bagian kurikulum dan khususnya untuk guru pelajaran PAI agar mampu menyediakan pelajaran PAI yang menyenangkan dan mengesankan untuk para siswa. Maka dari itu, metode diferensiasi merupakan jawaban yang ditawarkan kepada sekolah agar PAI menjadi salah satu mata pelajaran yang ditunggu-tunggu oleh para siswa. Metode diferensiasi dalam proses pembelajaran sangatlah cocok diterapkan di tengah-tengah anak-anak dan juga remaja yang memang cenderung mempunyai kemampuan dan ketertarikan pada hobi yang berbeda-beda. Sehingga hal ini akan menuntut guru PAI agar lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam mengajar di kelas.

Marlina mengatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses seorang guru untuk mencari tahu tentang kemampuan setiap siswa di kelas. Karena pada dasarnya, setiap siswa pasti mempunyai minat dan bakat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, maka seorang guru harus mampu mewadahi kebutuhan siswa di dalam kelas. Pada dasarnya diferensiasi ini berpusat pada siswa, artinya pembelajaran dilakukan sesuai dengan cara dan strategi yang diminati oleh siswa dengan memberikan kesempatan kepadanya untuk eksplor sendiri dan pada posisi ini seorang guru menjadi fasilitator bagi siswanya. Guru tidak hanya fokus pada satu metode, namun guru memberikan kesempatan kepada para siswa agar mereka memilih metode yang diinginkannya sehingga hasil dari refleksi pembelajaran PAI akan mampu tercapai walaupun dengan berbagai cara pembelajaran dari masing-masing siswa.

Menurut Grinder dalam Silberman, Melvin L mengatakan bahwa pada jumlah 30 siswa, ada 22 siswa yang mampu belajar dengan efektif ketika di dalam proses pembelajarannya dihadirkan berbagai macam kegiatan yang saling berkombinasi, seperti visual, audio dan juga kinestetik. Adapun sisanya, mereka lebih menyukai salah satu dari tiga kegiatan tersebut, sehingga jika mereka dalam kesulitan memahami materi mereka harus lebih kerja keras lagi dalam belajar agar mampu memahami materi pembelajaran dengan baik (Sari, 2014).

Barbara Prashnig juga menegaskan bahwa proses mendapatkan informasi itu tergantung dari cara bagaimana siswa memperolehnya. Itu artinya, jika siswa mampu memahami materi dengan cara yang dia sukai, maka hal itu akan memberikan dampak yang baik juga untuk dirinya (Uno, 2006). Seperti dalam pembelajaran PAI, jika siswa memahami dengan baik materi tentang berbakti kepada orang tua dengan cara belajarnya, maka efeknya yaitu siswa tersebut akan dengan sendirinya mengamalkan apa yang telah didapatkan dari materi tersebut tanpa adanya paksaan dari eksternal. Hal ini karena apapun yang datangnya dari hati pasti akan melakukan apapun dengan senang hati.

Berdasarkan pemaparan diatas, jelas bahwa metode diferensiasi merupakan metode yang tepat untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran termasuk dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Diferensiasi juga mampu memberikan hasil refleksi pembelajaran yang baik sesuai tujuan pembelajaran PAI itu sendiri. Refleksi pembelajaran PAI sangat beragam bentuknya, bisa dalam bentuk bermain peran (Role playing), bercerita (Story telling), komik, poster, dan bentuk media lainnya yang berdasarkan minat dan pilihan siswa. Pada dasarnya, apapun bentuk refleksinya tujuan dari refleksi pembelajaran itu sama yaitu agar guru mengetahui sejauh mana pemahaman siswa akan materi pembelajaran yang telah disampaikan. Sehingga dari refleksi tersebut, guru juga akan merefleksikan dirinya jika ditemukan masih ada siswa yang belum memahami secara mendalam tentang materi yang telah disampaikannya.

Dari hasil refleksi ini guru akan melihat aksi yang siswa lakukan setelah memahami materi PAI yang telah dipelajari. Aksi dalam artian hal apa yang siswa lakukan dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari dari materi pembelajaran tersebut. Tidak perlu hal yang besar, sesederhana shalat tepat waktu, mulai menghormati orangtua, saling menghargai antar sesama dan juga hal-hal baik lainnya yang merupakan gambaran bahwa siswa tersebut mampu memahami sekaligus mengamalkan dari materi pembelajaran PAI. Hal ini seperti yang terjadi di SD Islam Al Jabr Jakarta, ditemukan bahwa metode diferensiasi telah mampu meningkatkan minat siswa untuk belajar PAI terlihat dari hasil refleksi belajar yang beragam namun tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran. SD Islam Al Jabr merupakan salah satu sekolah yang berhasil menerapkan metode diferensiasi dalam pembelajaran PAI. Hal tersebut terlihat dari hasil refleksi pembelajaran siswa yang beragam dan mencapai target pembelajaran. Hasil refleksi tersebut berupa komik, poster, role playing, story telling dan juga mind mapping.

Sejauh ini telah ditemukan beberapa penelitian yang mengangkat tema diferensiasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Salah satunya yaitu penelitian (Tabi�in, 2019) menyimpulkan bahwa strategi diferensiasi berhasil meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Kafila International Islamic School Jakarta. Maka kebaruan dalam penelitian ini yaitu peneliti fokus pada bagaimana implementasi metode diferensiasi dalam refleksi pembelajaran Pendidikan Agama Islam secara spesifik. Adapun objek penelitian ini yaitu di SD Islam Al Jabr Jakarta yang merupakan salah satu sekolah yang berhasil menjadikan PAI sebagai pelajaran favorit bagi sebagian besar siswanya. Terlihat dari keberhasilan siswa dalam mengerjakan refleksi materi pembelajaran jika topik sudah selesai disampaikan oleh gurunya dengan gaya refleksi yang berbeda setiap siswanya. Selain itu juga tercermin dari etika dan akhlak siswa yang mempunyai sopan santun dan budi pekerti yang luhur.

 

Metode Penelitian

Jika dilihat dari jenis penelitiannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian lapangan atau field research. Hal tersebut menegaskan bahwa data yang disajikan merupakan data realitas yang benar-benar terjadi di lapangan yang sesuai dengan teori-teori yang telah ada (Mukhibat Saufa, 2020).

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan studi kasus (Creswell, 2017). Salim menjelaskan bahwa studi kasus dapat dikatakan sebagai upaya pendekatan untuk mengetahui sekaligus mempelajari, dan juga menjelaskan atau menginginkan dengan konteks alamiah tanpa adanya ikut campur tangan dari luar (Salim, 2006).

Adapun studi kasus pada penelitian ini yaitu di Sekolah Dasar Islam Al Jabr Jakarta. Dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi dan juga dokumentasi. Data yang sudah didapatkan oleh peneliti langsung dikelola mulai dari reduksi data, menyajikan data dan juga verifikasi agar data dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Wawancara dilakukan kepada 24 siswa kelas 5 SD Islam Al Jabr mengenai bagaimana ketertarikan mereka dalam mengikuti kelas pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sedangkan observasi dan dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti melakukan kunjungan langsung ke kelas tersebut saat pembelajaran PAI berlangsung. Hal tersebut dilakukan untuk melihat langsung bagaimana proses pembelajaran PAI yang diterapkan oleh sekolah tersebut. Terlebih juga untuk mengetahui bagaimana aktivitas refleksi pembelajaran PAI dengan metode diferensiasi, sehingga mampu membuat PAI menjadi pelajaran yang disukai oleh para siswa.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Urgensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan di setiap satuan pendidikan, mulai dari SD, SMP sampai SMA. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu usaha untuk menyiapkan siswa dalam bermasyarakat agar mempunyai etika, moral dan budi pekerti. Selain itu, PAI juga mengajarkan kepada anak didik untuk menjadikan agama sebagai jalan kehidupan (Way of life) dalam kegiatan sehari-hari, baik untuk kehidupan dirinya maupun untuk kehidupan bermasyarakat (Departemen Agama RI, 1985).

Dalam Kurikulum tahun 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI disebutkan bahwa PAI adalah salah satu usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran untuk mempersiapkan siswa dalam mengetahui, mempelajari, mengamalkan, beriman dan bertakwa serta berakhlakul karimah dan mengaplikasikan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Quran dan Sunnah atau Hadits, melalui pengajaran dan pembimbingan di dalam kelas.

Melihat pernyataan yang disampaikan di atas, sudah jelas bahwa PAI merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan kepada siswa agar terbentuk generasi yang berbudi pekerti. Urgensi PAI ini dilihat dari pentingnya pengajaran nilai-nilai agama sejak dini, lebih tepatnya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

SD Islam Al Jabr yang berlokasi di Jakarta Selatan merupakan salah satu sekolah Islam yang menerapkan kurikulum nasional dan internasional yang berlandaskan Islam dalam proses pembelajaran. Uniknya di sekolah tersebut mata pelajaran PAI harus mampu berintegrasi dengan kurikulum internasional agar moto islam rahmatan lil alamin bisa terlaksana melalui pembelajaran di sekolah. Inilah salah satu alasan peneliti memilih SD Islam Al Jabr sebagai studi kasus untuk penelitian ini. Selain itu, di sekolah tersebut terkenal dengan anak didiknya yang mempunyai sopan dan santun dalam berperilaku. Selain sesuai apa yang diajarkan Islam, ternyata sikap disiplin, jujur, amanah dan perbuatan baik lainnya itu semua merupakan bagian dari profil dari kurikulum internasional yang mereka gunakan.

Peranan mata pelajaran PAI sungguh sangat penting untuk disampaikan di kelas, tentunya dengan metode yang kreatif dan inovatif. Hal ini bertujuan agar siswa merasa senang dan tertarik untuk belajar ilmu agama Islam, sehingga apabila mereka sudah merasa senang mengikuti pelajaran PAI, maka tidak menutup kemungkinan bahwa PAI akan menjadi pelajaran yang difavoritkan oleh para siswa.

B.     Konsep Metode Diferensiasi dalam Pembelajaran

Setiap anak terlahir dari latar belakang keluarga yang berbeda, mempunyai hobi yang berbeda, kebiasaan yang tidak sama, ketertarikan yang saling berbeda antara satu dengan lainnya, dan perbedaan-perbedaan lain yang mereka bawa ke dalam sebuah ruangan yang disebut dengan kelas. Banyaknya perbedaan setiap siswa di dalam kelas merupakan salah satu alasan perlunya seorang guru menerapkan metode diferensiasi dalam proses pembelajaran. Hal ini untuk mewadahi setiap minat dan bakat siswa akan suatu hal. Jadi salah adanya jika seorang guru menyamaratakan kemampuan dan keahlian siswanya.

Kelas yang di dalamnya terdapat banyak keberagaman budaya dan bahasa, akan membuat guru untuk berfikir kreatif dalam menghidupkan pembelajaran dengan berbagai latar belakang setiap siswa dan berupaya untuk mewadahi setiap kebutuhan siswa. Dalam kelas yang menerapkan metode diferensiasi, guru harus mempersiapkan semua kebutuhan dan kesiapan untuk menjadi fasilitator para siswa dalam menyalurkan minat dan bakat mereka dengan berbagai macam model mengajar yang memastikan siswa dapat mencapai tujuan pembelajarannya (Arends, 2008).

Dalam pandangan Arends mengatakan bahwa setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan kognitifnya (Arends, 2008). Perbedaan kemampuan setiap siswa di kelas sudah pasti terjadi di setiap sekolah. Mulai dari kemampuan mencerna pelajaran, mengelola emosi, cara berkomunikasi, termasuk kemampuan dalam mengembangkan minat dan bakat siswa. Maka dari itu, diferensiasi merupakan jawaban dari banyak perbedaan dan latar belakang siswa yang terdapat di dalam kelas. Penting adanya diferensiasi dalam pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran walaupun dengan gaya belajar yang berbeda-beda dari setiap siswanya.

Pada intinya, dasar pemikiran dari diferensiasi ini adalah memberikan kebebasan kepada siswa dalam berekspresi sesuai pilihannya selama pembelajaran berlangsung. Dalam pandangan Amir mengatakan bahwa diferensiasi dalam pembelajaran ini mempunyai empat karakteristik, yaitu: pengajaran fokus pada konsep dan inti atau pokok materi, evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar siswa dimasukkan ke dalam kurikulum, adanya kelompok belajar siswa yang bersifat fleksibel serta siswa menjadi siswa yang aktif untuk mengekspresikan dirinya. Amir juga mengatakan bahwa dalam proses diferensiasi pengajaran, guru dapat melakukan perbaikan dalam lima unsur kegiatan pembelajaran, yaitu materi pelajaran, proses, produk, lingkungan dan juga evaluasi (Amir, 2009).

Diferensiasi merupakan angin segar bagi dunia pendidikan khususnya bagi anak usia SD. Sebagaimana diketahui bahwa setiap siswa pada dasarnya mempunyai kekuatan dalam bidang-bidang tertentu, setiap siswa membutuhkan dukungan dari guru untuk mengasah bidang yang mereka inginkan dan setiap otak siswa juga unik dan berbeda-beda. Selain itu, mereka juga berhak untuk tidak berhenti belajar, artinya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplor dirinya sendiri. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai dalam metode diferensiasi dalam proses pembelajaran.

Diferensiasi adalah metode yang sangat tepat untuk digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, termasuk pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam mata pelajaran PAI diferensiasi banyak bentuknya, salah satunya yaitu dalam proses refleksi hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

C.    Proses Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi dalam pembelajaran adalah bagaimana cara siswa memahami akan kemampuannya dalam menangkap materi yang telah disampaikan oleh gurunya. Hasil refleksi juga memberikan gambaran akan kelebihan dan kekurangan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas. Hal tersebut digunakan oleh para guru sebagai tolak ukur dari tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Bahkan refleksi dalam pembelajaran bisa dijadikan bahan evaluasi oleh guru tentang bagaimana cara mengajarnya di depan para siswa.

Ketika siswa dan guru selalu melaksanakan refleksi setiap minggunya, maka akan banyak manfaat yang didapatkan dari kegiatan tersebut. Seperti bisa memahami tentang arti dan maksud akan materi yang telah dipelajari, dapat mengerti apa yang harus dilakukan yang kemudian bisa memahami apa yang harus dilakukan selanjutnya, bisa memahami tentang bagaimana kebiasaan gaya belajar di dalam kelas, serta dapat mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang baik yang seharusnya dilakukan.

Refleksi merupakan upaya introspeksi diri yang dilakukan siswa agar bisa memahami tentang kemampuan dirinya sendiri. Refleksi ini juga wadah untuk siswa memperbaiki diri setiap minggunya, sehingga dengan demikian akan mampu membuat siswa merasa haus untuk terus belajar dan mempelajari hal yang baru. Oleh karena itu, dalam refleksi guru harus berfikir kreatif dalam memberikan media yang digunakan oleh siswa.

Dari sanalah peranan diferensiasi dibutuhkan, yaitu upaya seorang guru untuk memberikan pilihan kepada siswanya dalam mengerjakan refleksi. Media yang digunakan dalam refleksi pembelajaran sangat beragam. Contohnya seperti yang telah dilakukan oleh SD Islam Al Jabr, bahwa dalam proses refleksi mata pelajaran PAI, gurunya memberikan banyak pilihan media, seperti media komik, poster, bermain peran (Role playing), pemetaan pikiran (Mind mapping) dan juga bercerita (Story telling).

D.    Implementasi Metode Diferensiasi dalam Refleksi Pembelajaran PAI

Metode diferensiasi merupakan salah satu metode yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran masa kini. Melalui metode tersebut, guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplor kemampuan yang ada dalam diri siswa. Sejatinya diferensiasi juga bisa diterapkan di kelas manapun dan dalam pelajaran apapun tanpa terkecuali, termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Mata pelajaran PAI kerap kali dijadikan mata pelajaran yang dikesampingkan oleh siswa, sehingga mereka lebih antusias belajar ilmu pengetahuan umum dibandingkan PAI yang seharusnya juga menjadi bagian dari mata pelajaran favorit siswa. Hal tersebut disebabkan oleh metode pengajaran yang monoton atau gurunya yang kurang kreatif dalam mengembangkan media pembelajaran.

Masalah di atas sangat berbanding terbalik dengan kasus di SD Islam Al Jabr Jakarta. Berdasarkan data penelitian yang ditemukan di lapangan, para siswa SD Islam Al Jabr sangat antusias dalam mengikuti mata pelajaran PAI. Pada penelitian kali ini, peneliti meneliti para siswa kelas 5 yang setiap minggunya mereka empat kali belajar PAI, dengan masing-masing pertemuan waktunya yaitu 40 menit. Itu artinya, PAI di sekolah tersebut sangat ditekankan sebagai pondasi siswa dalam berperilaku dan bermasyarakat. Sejatinya penerapan diferensiasi ini tidak hanya pada kelas 5 namun pada semua tingkat di SD Islam Al Jabr.

Di kelas 5 tersebut juga ditemukan bahwa para siswa diberikan kebebasan oleh gurunya untuk mengerjakan refleksi dengan media yang berbeda-beda. Agar tidak terlalu melebar kemana-mana, gurunya juga telah menentukan media apa saja yang mereka gunakan, biasanya diberikan 4-5 pilihan media. Setelah mengetahui jenis media yang boleh digunakan apa saja, maka siswa akan memilih mana media yang akan mereka pakai sesuai pilihan masing-masing. Adapun media yang digunakan yaitu poster yang juga diberikan pilihan poster digital atau membuat sendiri di kertas A3, lalu komik yang merupakan wadah bagi siswa yang suka menggambar, kemudian role playing atau drama yang biasa berkelompok, mind mapping untuk memetakan pikiran mereka, atau story telling yaitu wadah bagi mereka yang suka bercerita.

Keberagaman media yang digunakan oleh siswa dalam mengerjakan refleksi mata pelajaran PAI membawa pengaruh yang berbeda untuk semangat siswa, artinya para siswa lebih bersemangat dibandingkan dengan refleksi yang medianya hanya satu dan dipukul rata pada semua siswa harus sama. Terlebih dalam diferensiasi tersebut, tidak hanya medianya yang diberikan kebebasan untuk memilih, tetapi siswa juga diberikan pilihan untuk mengerjakan refleksi tersebut secara individu, berpasangan atau berkelompok sesuai pilihan mereka masing-masing. Hal tersebut semakin menambah semangat siswa dalam mengerjakan refleksi pembelajaran PAI.

Sejatinya apapun media yang digunakan oleh siswa, guru telah mempunyai tujuan pembelajaran yang harus dicapai dengan sangat baik. Seperti yang dilakukan di SD Islam Al Jabr tersebut, walaupun banyak media yang diberikan pilihan kepada siswa, tujuan dari semua itu sama yaitu siswa menikmati dan menyukai materi yang disampaikan, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai dengan maksimal.

E.     Pengaruh Metode Diferensiasi dalam Pembelajaran PAI di SD Islam Al Jabr Jakarta

Diferensiasi sangat mempengaruhi kualitas siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas, salah satunya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Islam Al Jabr. Antusias siswa sangat terlihat ketika mengikuti pelajaran PAI. Hal ini terlihat ketika sesi pelajaran PAI mereka sudah mempersiapkan buku catatan dan alat tulisnya yang lengkap dengan Al-Quran. Selain itu, buku catatan PAI mereka pun penuh dengan tulisan yang masing-masing siswa mempunyai gaya sendiri dalam mencatat materi yang disampaikan oleh gurunya. Ada yang berupa mind mapping, poin-poin, dan juga paragraf. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa telah melekatnya metode diferensiasi dalam proses pembelajaran, khususnya pelajaran PAI.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa saat mengerjakan refleksi pelajaran PAI pada topik �Kisah Kehidupan Nabi Muhammad s.a.w.� para siswa sangat beragam dalam memilih medianya. Dari jumlah siswa 24 dalam satu kelas, 5 siswa memilih mengerjakan refleksi berupa poster, 5 siswa lainnya memilih story telling, 5 siswa lain yang tergabung menjadi satu kelompok memilih untuk drama, 5 siswa lainnya memilih mind mapping, dan sisanya 4 siswa lagi memilih menggunakan komik.

Fakta lain ditemukan bahwa di SD Islam Al Jabr juga selain menggunakan diferensiasi dalam refleksi pembelajaran PAI, gurunya juga menggunakan metode diferensiasi dalam menyampaikan materi. Seperti pada topik �Kisah Kehidupan Nabi Muhammad s.a.w.� di atas, gurunya memberikan pilihan kepada siswa untuk memahami topik tersebut dengan cara yang mereka sukai, ada yang menonton kisahnya melalui film, ada yang membaca buku kisahnya dan bahkan ada yang meminta gurunya langsung untuk menceritakan di depan kelas. Walaupun caranya berbeda-beda, namun tujuannya sama yaitu agar siswa dapat memahami materi kisah Nabi Muhammad s.a.w. dengan jelas dan mencapai target pembelajaran.

 

Kesimpulan

Fakta menyebutkan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam hanya menjadi pelajaran formalitas bagi kalangan siswa, yang akhirnya tujuan pelajaran PAI itu sendiri tidak tercapai. Banyak latar belakang yang mempengaruhi, salah satunya adalah faktor metode pembelajaran yang guru gunakan kurang kreatif dan inovatif, sehingga menyebabkan siswa saat belajar PAI merasa bosan dan tidak asik. Oleh karena itu, diferensiasi hadir untuk membawa angin segar pada pembelajaran PAI di setiap sekolah.

Implementasi metode diferensiasi dalam proses kegiatan belajar mengajar memberikan efek yang sangat positif dalam meningkatkan antusias siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam. Salah satu sekolah yang sudah menerapkan proses diferensiasi dalam pembelajaran PAI yaitu Sekolah Dasar (SD) Islam Al Jabr Jakarta. Dalam pembelajarannya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan refleksi menggunakan media yang mereka minati. Refleksi ini merupakan tolak ukur siswa dan guru dalam introspeksi diri tentang apakah pemahaman materi yang disampaikan sudah jelas atau belum, sehingga darinya akan diketahui tentang tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran PAI itu sendiri.

SD Islam Al Jabr telah membuktikan bahwa diferensiasi memberikan pengaruh yang sangat baik dalam pembelajaran PAI di kelas. Terbukti dari antusias dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran PAI, beragamnya hasil refleksi yang siswa buat dalam mengerjakan refleksi pembelajaran, serta karakter yang terlihat dari para siswa Al Jabr pun sesuai dengan ajaran Islam, seperti jujur, dapat dipercaya, mampu menyampaikan dan juga cerdas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Amir. (2009). Pembelajaran Berdiferensiasi: Alternatif Pendekatan bagi Anak Berbakat. Edukas, 1(2), 57�67. Google Scholar

 

Arends, Richard I. (2008). Learning to teach: Belajar untuk mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar

 

Creswell, J. W. (2017). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Google Scholar

 

Departemen Agama RI. (1985). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, Pada SMTA. Jakarta: Binbaga Islam pada Sekolah Umum.

 

Mukhibat Saufa. (2020). Manajemen Mutu Perguruan Tinggi: Teori, Strategi, dan Aplikasi. Jakarta: Publica Institut Jakarta. Google Scholar

 

Sari, Ariesta Kartika. (2014). Analisis Karakteristik Gaya Belajar Vak(Visual, Auditorial, Kinestetik)Mahasiswa Pendidikan Informatika Angkatan 2014. Edutic - Scientific Journal of Informatics Education, 1(1), 1�12. https://doi.org/10.21107/edutic.v1i1.395 Google Scholar

 

Uno, Hamzah B. (2006). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. Google Scholar

 

Wardi, Moh. (2013). Problematika Pendidikan Islam Dan Solusi Alternatifnya (Perspektif Ontologis, Epistemologis Dan Aksiologis). Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 54�69. Google Scholar

 

Copyright holder:

Muhamad Saprudin, Nurwahidin (2021)

 

First publication right:

Journal Syntax Literate

 

This article is licensed under: