Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Special Issue No. 1, November 2021
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN DENGAN BUDAYA ORGANISASI STIKES CIREBON JAWA BARAT (2009)
�
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon, Indonesia
Email: [email protected] �
�
Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan hubungan antara motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi STIKES Cirebon Jawa Barat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Penelitian ini dilaksanakan di kampus STIKES Cirebon Jawa Barat yang berlangsung 2 (dua) bulan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Januari 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Responden penelitian adalah pegawai STIKES Cirebon Jawa Barat sebanyak 40 orang pegawai yang dipilih berdasarkan teknik acak sederhana (simple random sampling). Instrumen yang dipergunakan adalah angket untuk menghimpun data variabel motivasi kerja, perilaku kepemimpinan dan budaya organisasi pegawai. Analisis data menggunakan teknik korelasi sederhana, dan korelasi ganda, serta teknik regresi yang terdiri dari regresi linier sederhana dan ganda. Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan analisis terutama mengenai uji normalitas, uji homogenitas dan uji linearitas. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: pertama, terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dengan budaya organisasi STIKES Cirebon Jawa Barat. Ini berarti bahwa makin tinggi motivasi kerja seorang pegawai akan makin tinggi pula budaya organisasi tempat pegawai tersebut bekerja. Kedua, terdapat hubungan positif antara perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi STIKES Cirebon Jawa Barat. Artinya makin baik perilaku kepemimpinan pada seorang pegawai, makin tinggi pula budaya organisasi tempat pegawai tersebut bekerja. Ketiga, terdapat hubungan positif motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan budaya organisasi STIKES Cirebon Jawa Barat. Dengan demikian berarti bahwa makin tinggi motivasi kerja seorang pegawai dan makin baik perilaku kepemimpinan pada seorang pegawai tersebut, akan makin tinggi pula budaya organisasi tempat pegawai tersebut bekerja.
�
Kata Kunci: motivasi kerja; perilaku organisasi; budaya organisasi
�
This research is intended to describe the relationship between work motivation and leadership behavior with the organizational culture of STIKES Cirebon West Java both individually and together. This research was conducted at the STIKES Cirebon campus in West Java which lasted 2 (two) months from December 2008 to January 2009. The research method used is the survey method. The study respondents were employees of STIKES Cirebon West Java as many as 40 employees who were selected based on simple random sampling techniques. The instruments used are questionnaires to collect data on variables of work motivation, leadership behavior and employee organizational culture. Data analysis uses simple correlation techniques, and double correlations, as well as regression techniques consisting of simple and double linear regression. Before hypothesis testing, first test the requirements of analysis, especially regarding normality tests, homogeneity tests and linearity tests. The results of this study found that: first, there is a positive relationship between work motivation and the organizational culture of STIKES Cirebon West Java. This means that the higher the motivation of a employee's work will be higher the culture of the organization in which the employee works. Second, there is a positive relationship between leadership behavior and the organizational culture of STIKES Cirebon West Java. This means that the better the leadership behavior in an employee, the higher the culture of the organization in which the employee works. Third, there is a positive relationship of work motivation and leadership behavior together with the organizational culture of STIKES Cirebon West Java. Thus, it means that the higher the motivation of an employee's work and the better the leadership behavior in an employee, the higher the organizational culture in which the employee works.�
�
Keywords: work motivation; organizational behavior; organizational culture
�
Salah satu faktor penentu untuk memperlancar penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan kepada pegawai dalam satu organisasi adalah budaya organisasi (Yudhaningsih, 2011). Pola budaya organisasi yang diterapkan di STIKES Cirebon Jawa Barat juga membawa pengaruh kepada cara kerja pegawai dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu perlu adanya suatu kontribusi yang dapat memberikan manfaat bagi organisasi.
Orang yang bekerja di dalam suatu organisasi, dituntut mempunyai kemampuan yang tinggi untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik (Prihantoro, 2015). Dengan demikian, seorang pegawai harus dapat melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tepat pada waktunya dengan hasil yang baik. Pada umumnya seorang pegawai dapat mencapai hasil kerja dengan baik apabila dalam dirinya memiliki keinginan dan dorongan untuk giat bekerja. Keinginan dan dorongan untuk giat bekerja atau biasa disebut dengan motivasi kerja merupakan salah satu faktor penentu bagi seorang pegawai dalam mewujudkan kerjanya (Pramita, 2019).
Timbulnya motivasi dalam diri pegawai untuk bekerja banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar dirinya. Motivasi kerja yang berasal dari dalam diri pegawai disebut motivasi internal, sedangkan motivasi kerja yang berasal dari luar diri pegawai dikenal dengan motivasi eksternal.
Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seorang pegawai akan menimbulkan motivasi internalnya. Sebagai contoh seorang pegawai yang ingin berprestasi dalam kerjanya maka dirinya akan rajin, berusaha menyelesaikan semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik dan tepat pada waktunya.
Keberadaan motivasi internal pada diri pegawai tentunya harus didukung oleh motivasi eksternal yang berada di luar diri pegawai, misalnya: suasana kerja yang ada dalam perusahaan dimana pegawai itu bekerja, suasana kerja yang menyenangkan akan meningkatkan motivasi kerja pegawai.
Seorang pegawai yang berusaha bekerja dengan baik, akan mencapai hasil kerja yang baik pula bila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Di samping itu gaji yang memadai bagi setiap pegawai haruslah benar-benar sesuai dengan beban kerja yang diberikan sehingga pegawai akan tetap termotivasi untuk giat bekerja dan berkonsentrasi penuh dalam melaksanakan pekerjaannya.
Oleh karena itu, manajer perlu mengenal motivasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari pegawainya. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa bawahannya sedang bekerja demi kemajuan organisasi. �Seorang manajer dapat menggunakan motivasi eksternal yang maupun negatif. Motivasi positif memberikan penghargaan untuk pelaksanaan kerja yang baik. Motivasi negatif memberlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja jelek�.
Pegawai yang memiliki motivasi kerja yang tinggi berarti pegawai tersebut memiliki komitmen terhadap pekerjaannya yang dapat berakibat pada pengurangan berbagai tindak ketidakdisiplinan seperti tidak hadir dan datang terlambat. Jadi dengan adanya komitmen pegawai akan mampu meningkatkan efektivitas organisasi.
Di lain pihak pegawai tanpa motivasi kerja yang tinggi, tidak dapat diharapkan akan memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi. Pegawai cenderung melakukan alienasi (perenggangan) terhadap pekerjaannya, seperti tidak melibatkan diri dalam bekerja, tidak ada antusias dalam bekerja, seringkali menolak kebijakan dan nilai-nilai organisasi, tidak betah dan cenderung beralih ke pekerjaan lain atau organisasi lain jika ada kesempatan. Jika hal ini terjadi, maka akan berpengaruh terhadap budaya organisasinya.
Kepemimpinan merupakan masalah sentral di dalam organisasi. Maju atau mundur suatu organisasi, dinamis atau statis, tumbuh dan berkembang, mati atau hidup organisasi, senang atau tidak orang bekerja dalam organisasi, serta tercapai tidaknya tujuan organisasi, sebagian ditentukan oleh penerapan pada tipe dan gaya kepemimpinan yang tepat atau tidak dalam organisasi yang bersangkutan (Herdiyanto, 2020).
Kepemimpinan sudah dikenal lama dalam sejarah kehidupan manusia, tidak ada satupun kelompok manusia dalam kehidupan sosialnya yang tidak mempunyai pemimpin, karena pemimpin dianggap turut menentukan usaha memperoleh� apa yang menjadi kebutuhan cita-cita masyarakat itu sendiri. Pemimpin adalah orang yang membimbing dan mengarahkan orang lain untuk bertindak.
Memanusiawikan pegawai dapat dilakukan oleh instansi sebagai suatu organisasi atau oleh pimpinan. Sikap untuk tidak merendahkan bawahan bahkan sikap menghargai bawahan sebagai manusia perlu ditanamkan. Menghargai bawahan sebagai manusia berarti menganggap mereka sama, yang kebetulan berkedudukan lebih rendah. Dengan demikian, setiap pemimpin harus belajar menghargai anak buah.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap budaya organisasi. Oleh karena itu keberadaannya perlu mendapat perhatian dari manajemen. Seberapa besar kekuatan hubungan motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menarik untuk dikaji dalam suatu penelitian.
�
Metode penelitian yang digunakan adalah survey, (Donald Ary, L. Ch, 1979) menyatakan bahwa metode survei dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melukiskan variabel atau kondisi atau kondisi apa yang ada dalam suatu situasi (Donald Ary, L. Ch, 1979).
Pada bagian lain dinyatakan bahwa metode survei digunakan bukan saja untuk membandingkan kondisi-kondisi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya atau untuk menilai keefektifan program, melainkan survei dapat juga digunakan untuk menyelidiki hubungan atau untuk menguji hipotesis. Konstelasi hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat secara skematis dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
�
�
Keterangan:
X1 |
: |
Motivasi Kerja |
X2 |
: |
Perilaku Kepemimpinan |
Y |
: |
Budaya Organisasi |
ry1 |
: |
Koefisien korelasi antara X1 dengan Y |
ry2 |
: |
Koefisien korelasi antara X2 dengan Y� |
Ry.12� |
: |
Koefisien korelasi berganda antara X1 dan X2 secara bersama-sama dengan Y |
�
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ternyata ketiga hipotesis alternatif yang diajukan secara signifikan dapat diterima. Uraian masing-masing penerimaan ketiga hipotesis yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi kerja dengan budaya organisasi pegawai yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 6,320 jauh lebih besar dari pada nilai ttabel pada taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 2,423 atau 6,320 > t0.01(38) = 2,423. Pola hubungan antara kedua variabel ini dinyatakan oleh persamaan regresi Y - 36,60 + 0,71X1. Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit motivasi kerja akan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan budaya organisasi pegawai sebesar 0,71 pada konstanta 36,60.
Hasil analisis korelasi sederhana antara motivasi kerja dengan budaya organisasi pegawai diperoleh nilai koefisien korelasi ry1 sebesar 0,716. Nilai ini memberikan pengertian bahwa keterkaitan antara motivasi kerja dengan budaya organisasi pegawai cukup dan positif, artinya makin tinggi motivasi kerja seorang pegawai makin tinggi pula budaya organisasi pegawai tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin rendah motivasi kerja seorang pegawai, makin rendah pula budaya organisasi pegawai tersebut.
Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel motivasi kerja terhadap budaya organisasi pegawai dapat diketahui dengan jalan mengkuadratkan peroleh nilai koefisien korelasi sederhananya. Hasil pengkuadratan nilai koefisien korelasi sederhananya adalah sebesar 0,51. Secara statistik nilai ini memberikan pengertian bahwa kurang lebih 51 persen variasi perubahan budaya organisasi seorang pegawai ditentukan/dijelaskan oleh motivasi kerja seorang pegawai dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya, jika seluruh pegawai di STIKES Cirebon Jawa Barat dites motivasi kerja dan budaya organisasinya, maka lebih kurang 51 persen variasi pasangan skor kedua variabel tersebut akan berdistribusi dan mengikuti pola hubungan antara variabel motivasi kerja dengan budaya organisasi sesuai persamaan garis regresi Y = 36,60 + 0,71X1.
Kedua, pengujian hipotesis kedua menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi pegawai yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 5,233 jauh lebih besar dan pada nilai ttabel pada taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 2,423 atau t = 5,233 > to,oi( 38) = 2,423.�� Pola hubungan antara kedua variabel ini dinyatakan oleh persamaan regresi� Y = 49,17 + 0,59X1.
Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit skor perilaku kepemimpinan akan mengakibatkan terjadinya perubahan skor budaya organisasi pegawai sebesar 0,59 pada konstanta 49,17.
Hasil analisis korelasi sederhana antara perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi pegawai diperoleh nilai koefisien korelasi ry2 sebesar 0,647. Nilai ini memberikan pengertian bahwa keterkaitan antara perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi pegawai cukup dan positif, artinya makin baik perilaku kepemimpinan atasan pada seorang pegawai akan makin tinggi pula budaya organisasi pegawai tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin kurang baik perilaku kepemimpinan atasan pada seorang pegawai, makin rendah pula prestasi kerjanya.
Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel perilaku kepemimpinan terhadap budaya organisasi pegawai dapat diketahui dengan jalan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi sederhananya. Hasil pengkuadratan nilai koefisien korelasi sederhananya adalah sebesar 0,42. Secara statistik nilai ini memberikan pengertian bahwa kurang lebih 42 persen variansi perubahan budaya organisasi seorang pegawai ditentukan/dijelaskan oleh perilaku kepemimpinannya dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya jika seluruh pegawai di STIKES Cirebon Jawa Barat diukur perilaku kepemimpinan dan budaya organisasinya, maka lebih kurang 42 persen variasi pasangan skor kedua variabel tersebut akan berdistribusi dan mengikuti pola hubungan antara variabel perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi pegawai melalui persamaan garis regresi Y = 49,17 + 0,59X2.
Ketiga, pengujian hipotesis menyimpulkan terdapat hubungan positif yang antara motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan budaya organisasi pegawai yang ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 27,33. Nilai ini jauh lebih besar dari pada nilai Fhitung pada taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 7,31, atau F * 27,33 > F0.01(2;37) = 7,31. Pola hubungan antara ketiga variabel yang dinyatakan oleh persamaan regresi ganda Y = 21,02 + 0,51 X1 + 0,33X2. Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit skor motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan akan mengakibatkan terjadinya perubahan budaya organisasi pegawai sebesar 0,51 atau 0,33.
Hasil analisis korelasi ganda antara motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan diperoleh nilai koefisien korelasi ganda sebesar Ry12 sebesar 0,772. Nilai ini menunjukkan bahwa keterkaitan antara motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan budaya organisasi pegawai tinggi dan positif. Dengan demikian berarti makin tinggi motivasi kerja seorang pegawai dan makin baik perilaku kepemimpinan atasannya, makin tinggi pula budaya organisasi pegawai tersebut. Sebaliknya makin rendah motivasi kerja seorang pegawai dan makin kurang baik perilaku kepemimpinan atasannya, makin rendah pula budaya organisasi pegawai tersebut.
Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dapat diketahui melalui nilai koefisien determinasi R2y12 sebesar 0,60. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa lebih kurang 60 persen variasi perubahan budaya organisasi pegawai ditentukan/dijelaskan oleh motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya jika seluruh pegawai di STIKES Cirebon Jawa Barat diteliti motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan melihat budaya organisasi pegawainya, maka lebih kurang 60 persen variasi pasangan skor ketiga variabel akan mengikuti pola persamaan regresi Y = 21,02 + 0,51 X1 + 0,33X2.
�
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ketiga hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini diterima, dan menolak hipotesis nol (Ho).
Beberapa kesimpulan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pertama, terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dengan budaya organisasi pegawai STIKES Cirebon Jawa Barat. Ini berarti bahwa makin tinggi motivasi kerja seorang pegawai makin tinggi pula budaya organisasi pegawai tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin rendah motivasi kerja seorang pegawai, makin rendah pula budaya organisasi pegawai tersebut. Oleh karena itu motivasi kerja merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan dalam memprediksi budaya organisasi pegawai.
Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan rumus analisis uji t diperoleh nilai thitung = 6,320 sedangkan harga ttabel(38,01) sebesar 2,423. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara motivasi kerja dengan budaya organisasi pegawai, karena kriteria perhitungan adalah thitung > ttabel (6,320 > 2,423).
Meskipun secara statistik berhasil diuji terdapat hubungan yang positif antara kedua variabel, peneliti menyadari bahwa faktor motivasi kerja bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tinggi rendahnya budaya organisasi pegawai. Masih ada faktor lain yang mungkin berperan terhadap budaya organisasi seperti perilaku kepemimpinan, aktualisasi diri, disiplin kerja, promosi jabatan, pengetahuan pegawai, keterampilan kerja, dan faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kedua, terdapat hubungan positif antara perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi pegawai STIKES Cirebon Jawa Barat. Ini berarti bahwa makin baik perilaku kepemimpinan atasan pada seorang guru, makin tinggi pula budaya organisasi pegawai tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin kurang baik perilaku kepemimpinan atasan pada seorang pegawai, makin rendah pula budaya organisasi pegawai tersebut. Oleh karena itu perilaku kepemimpinan merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan di dalam memprediksi budaya organisasi pegawai.
Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan rumus analisis uji t diperoleh nilai thitung = 5,233 sedangkan harga ttabel (38,01) sebesar 2,423. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara perilaku kepemimpinan dengan budaya organisasi pegawai, karena kriteria perhitungan adalah thitung > ttabel (5,233 > 2,423).
Meskipun secara statistik berhasil diuji terdapat hubungan yang positif antara kedua variabel, peneliti menyadari bahwa faktor perilaku kepemimpinan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tinggi rendahnya budaya organisasi pegawai. Masih ada faktor lain yang mungkin berperan terhadap budaya organisasi seperti motivasi kerja, aktualisasi diri, disiplin kerja, promosi jabatan, pengetahuan pegawai, keterampilan kerja, dan faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Ketiga, terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan budaya organisasi pegawai STIKES Cirebon Jawa Barat. Dengan demikian berarti bahwa makin tinggi motivasi kerja seorang pegawai dan makin baik perilaku kepemimpinan atasannya, makin�� tinggi��� pula�� budaya�� organisasi�� pegawai�� tersebut. Sebaliknya makin rendah motivasi kerja seorang pegawai dan makin kurang baik perilaku kepemimpinan atasannya, makin rendah pula budaya organisasi pegawai tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan, merupakan dua variabel yang penting untuk diperhatikan dalam menjelaskan peningkatan budaya organisasi seorang pegawai.
Hasil analisis uji "F" diperoleh besaran sebesar 27,33. Besaran ini dikonsultasikan dengan besaran Ftabel (0.01) diperoleh besaran sebesar 7,31, yang menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan secara bersama-sama dengan budaya organisasi pegawai sangat signifikan.
�
�
�
�
�
�
BIBLIOGRAFI
�
Donald Ary, L. Ch, Yacobs and Razavich. (1979). Introduction in Research in Education. Sydney: Hott Rinehart and Winston. Google Scholar
�
Herdiyanto, Feri. (2020). Hubungan Kepemimpinan Sekolah dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Kerja Guru di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan. Inkubis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2(1), 49�59. Google Scholar
�
Pramita, Elcy Handayani. (2019). Pengaruh Loyalitas dan Lingkungan Kerja terhadap Motivasi kerja Karyawan Hotel Inna Dharma Deli Medan. Jurnal Ilman: Jurnal Ilmu Manajemen, 7(1). Google Scholar
�
Prihantoro, Agung. (2015). Peningkatan kinerja sumber daya manusia melalui motivasi, disiplin, lingkungan kerja, dan komitmen. Deepublish. Google Scholar
�
Yudhaningsih, Resi. (2011). Peningkatan efektivitas kerja melalui komitmen, perubahan dan budaya organisasi. Jurnal Pengembangan Humaniora, 11(1), 40�50. Google Scholar
����������� �
Copyright holder:
Muslimin (2021)
�
First publication right:
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
�
This article is licensed under:
�