Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021

 

KONSTRUKSI VERBA GERAKAN DIREKSIONAL BAHASA BALI: KAJIAN TIPOLOGI

Made Mahadipa Budi Satria, Agus Subiyanto

Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Diponegoro Semarang

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak (12pt Bold)

Penelitian ini berfokus untuk menguak konstruksi verba gerakan direksional yang selanjutnya disingkat KVGD pada bahasa Bali dengan menggunakan pendekatan tipologi bahasa. Penelitian dilakukan atas dasar keinginan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan KVGD secara tipologis pada rumpun bahasa Austronesia Barat dan Autronesia Timur. Hasil dari penelitian ini adalah KVGD Bahasa bali: 1) Tidak memiliki pola resultatif adjektif, 2) Dapat terbentuk dengan verba utama gerakan dan frasa preposisi seperti layaknya tipe KVGD kerangka satelit, 3) Dimungkinkan terbentuk dengan verba utama gerakan dengan diikuti verba Path seperti layaknya tipe KVGD kerangka verba, 4) Dapat terbentuk dengan dua inti layaknya tipe KVGD equipollent. Sehingga dapat dilihat bahwa KVGD BB tidak bisa di secara tegas diputuskan bahwa tergolong kedalam tipologi kerangka satelit, verba atau equipollent, melainkan lebih cenderung mengarah pada kerangka equipollent. Hal ini cukup berbeda dengan KVGD bahasa Jawa dimana pada KVGD BJ lebih cederung mengarah kepada kerangka verba.

 

Kata kunci: konstruksi verba gerakan direksional; tipologi; bahasa Bali

 

Abstract

This study focuses on uncovering the construction of directional movement verbs, hereinafter abbreviated as KVGD (in Bahasa Indonesia), in Balinese by using a language typology approach. The goal of the study is to investigate if there are any typological variations in KVGD between the West Austronesian and East Austronesian language families. The Balinese KVGD has the following characteristics: 1) it lacks an adjective resultative pattern, 2) it can be formed with the main verb of movement and prepositional phrases, similar to the satellite framework type of KVGD, 3) it can be formed with the main verb of movement followed by path verbs, similar to other types of verbs skeleton KVGD, and 4) it can be formed with two cores, similar to the equipollent KVGD type. As can be seen, the KVGD in Bahasa Bali cannot be determined directly whether it belongs to a satellite, verb, or equipollent typology of framework, but it does tend to lead to one. This differs from the Javanese KVGD, which tends to lead to a verb framework in the Javanese (BJ) KVGD.

 

Keywords: directional movement verb construction; typology; Balinese language

 

Pendahuluan

Penelitian yang berfokus pada konstruksi verba gerakan direksional (KVGD) bahasa nusantara sudah pernah dilakukan, baik dalam negri maupun yang dilakukan oleh penutur asing, akan tetapi penelitian ini belum seluruhnya terkuak dengan lengkap, dan masih meninggalkan beberapa spot yang bisa dikaji lebih dalam lagi. Sehingga penelitian kali ini akan berfokus pada proses KVGD bahasa Bali dan bahasa Jawa serta pula ditinjau dari segi tipologi bahasanya. Penelitian KVGD bahasa Jawa sudah pernah dilakukan sebelumnya, akan tetapi penelitian pada bahasa Bali lebih berfokus pada kajian verba serialnya, bukan kajian dari proses KVGD.

(Talmy, 2000) mengutarakan bahwa KVGD secara umum terbentuk atas Manner dan Path, yang mana Manner sebagai inti dan Path sebagai pelengkap. Talmy juga mengemukakan bahwa tipologi verba gerakan di dunia dibagi menjadi menjadi dua tipe utama, yaitu bahasa kerangka satelit yang Pathnya menggunakan satelit dan bahasa kerangka verba yang Pathnya diungkapkan dengan verba. Akan tetapi dengan adanya teori Talmy ini menimbulkan adanya perdebatan dimana adanya bukti bahwa bahasa Thailand menggunakan verba serial dalam mengungkapkan KVGD, sehingga munculah teori tipologi jenis ketiga yaitu jenis equipollent.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menelaah KVGD bahasa Nusantara, yang berfokus pada Bahasa Bali. Pada dasarnya bahasa Nusantara dibagi menjadi dua kelompok bahasa yaitu termasuk kedalam kelompok bahasa Austronesia Barat dan kelompok bahasa Austronesia Timur. Hal ini memicu timbunya keinginan untuk melihat dan memahami lebih dalam apakah bahasa yang termasuk kedalam Austronesia Barat dan Austronesia Timur memiki ciri yang berbeda dalam hal KVGD. Hipotesis awal penulis adalah adanya perbedaan yang signifikan antara kedua tipe bahasa tersebut, sehingga dengan hipotesis awal tersebut penulis ingin melihat KVGD dalam bahasa Bali yang mana mewakili rumpun bahasa Austronesia Timur dan dibandingkan dengan beberapa penelitian bahasa Jawa yang mana mewakili rumpun bahasa Austronesia Barat.

Konstruksi verba gerakan direksional merupakan bahasan yang bukan pertama kalinya dilakukan, akan tetapi sudah terdapat beberapa penelitian dengan tema ini. Salah satu penelitian yang mengambil tema KVGD ini adalah penelitian yang dilakukan oleh (Subiyanto, 2010) yang membahas tentang proses KVGD bahasa Jawa dengan menggunakan pendekatan tipologi, dimana data KVGD BJ yang ada dibandingkan dengan KVGD secara universal. Penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa bulir hasil, diantaranya KVGD BJ menurut transitifitasnya dapat dibentuk oleh verba transitif dan verba intransitif. Terlebih lagi proses pembentukan KVGD BJ dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis pertama dengan verba gerakan kecaraan + verba penunjuk arah dan juga jenis kedua dengan verba gerakan kecaraan + frasa presosisi. Proses pembentukan dengan jenis pertama akan menyatakan aktifitas silmultan, sedangkan jenis kedua akan menyatakan endpoint.

Penelitian lainnya yang membahas konstruksi KVGD lainnya adalah penelitian (Herliana, 2018) yang mengkaji tentang verba serial tipe gerakan bahasa isolatif, yaitu bahasa Sikka dan bahasa Manggarai. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa verba serial tipe gerakan bahasa sikka dan manggarai teridiri dari hanya dua verba yang sama-sama tidak berpermarkah, yang mana verba satu menjadi inti dan verba dua menerangkan verba utama. Konstruksi verba serial bisa terdiri dari verba transitif maupun verba intransitif, serta verba serial tipe gerakan memiliki tiga konstruksi dengan sub tipe yang berbeda, yaitu verba gerakan-gerakan, verba gerakan-derivasional, dan verba gerakan-tindakan.

Penelitian yang membahas tentang KVGD lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh (Muttaqin, 2019) yang membahas KVGD bahasa Banjar dengan pendekatan tipologi. Hasil dari penelitian ini adalah didapatinya bahwa bahasa Banjar dapat digolongkan kedalam jenis Satellite-framed language, dimana proses KVGD bahasa tersebut berpusat pada verba gerakan kecaraan sebagai inti atau head dan penggunaan preposisi sebagai path. Hal itu juga ditunjang dengan pembuktian bahwa ditemukan pola resultatif-ajektif pada bahasa Banjar.

Ditemukan juga beberapa penelitian yang membahas tentang verba bahasa Bali, yang menjadi acuan dari penelitian kali ini. Salah satu penelitian yang menjadi acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh (Indrawati, 2013) yang membahas tentang konstruksi verba beruntun dengan pendekatan tipologis. Penelitian Indrawati ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode introspektif serta juga dengan metode analitik. Hasil dari penelitiannya didapat bahwa dalam konstruksi verba serial BB terbentung dari kombinasu dua unsur verba. Verba tersebut dapat beruba verba statif, verba intransitif, verba aktif transitif dan verba pasif. Konstruksi verba serial BB juga memiliki tiga ciri, yaitu dari segi pengucapan atau fonetis, segi pembentukan kata dan kalimat atau morfosintaks dan dari segi makna atau semantik. Dari penelitian ini ditemukan bahwa adanya celah yang memungkinkan dilakukan penelitian mendalam yaitu pada pengaplikasian verba pasif dalam runtutan verba yang jarang dilihat dari penelitian-penelitian yang ada.

Konstruksi verba gerakan direksional juga pernah dilakukan diluar bahasa Nusantara, seperti halnya (Muansuwan, 2000) yang membahas tentang verba serial tipe gerakan dalam bahasa Thailand. Muansuwan memaparkan bahwa verba serial tipe gerakan Thailand (VSTGT) memiliki tiga perbedaan mendasar dari VSTGT dan bahasa lain, yaitu pertama verba yang terdapat pada satu klausa dimungkinkan untuk berjumlah lebih dari pada umumnya, dimungkinkan dalam satu klausa VSTGT terdapat sampai dengan 5 verba. Kedua, terdapat dua skema dalam pembentukan VSTGT, yaitu struktur rekursif VP VP dan VP + verba deiktik pelengkap. Ketiga VSTGT menunjukkan disosiasi antara struktur konstituen dan tatanan linier.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian konstruksi verba gerakan direksional ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer didapatkan dengan melakukan wawancara langsung terhadap penutur asli bahasa bahasa Jawa dan bahasa Bali, serta pula ditambah dengan intuisi dari penulis yang merupakan penutur asli bahasa Jawa. Sumber data sekunder didapatkan dari jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Setelah data didapatkan, data akan dianalisis dengan pendekatan tipologi dimana data bahasa Jawa dan Bali akan dibandingkan dengan penelitian-penelitian konstruksi verba gerakan direksional (KVGD) sebelumnya untuk memparkan persamaan dan perbedaan yang terdapat pada KVGD kedua bahasa tersebut terhadap KVGD secara umum.

 

Hasil dan Pembahasan

1. Verba Bahasa Bali

Pembahasan verba dalam bahasa Bali tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan pada daerah tersebut. Bahasa Jawa mengenal tiga tingkatan kesopanan dalam penggunaannya, yaitu tingkat ngoko, kromo dan kromo inggil. Hal ini berpengaruh pada penggunaan leksikal verba pada bahasa tersebut. Penggunaan ragam bahasa yang berbeda ini juga terjadi pada Bahasa Bali, yang mana mempunyai empat ragam bahasa. Empat ragam Bahasa dalam Bahasa Bali adalah raga bahasa sor (k), alus mider (ami), alus sor (aso), dan alus singgih (asi). Ragam bahasa sor adalah ragam bahasa kasar, yang mana digunakan oleh penutur pada lawan tutur yang setara derajat atau dibawah derajatnya, apabila dibandingkan dengan bahasa Jawa, ragam sor sama dengan ragam ngoko. Ragam bahasa alus mider adalah ragam bahasa yang digunakan penutur pada saat lawan tutur adalah orang yang tidak dikenal atau memiliki derajat lebih tinggi dari pada penutur. Sedangkan alus sor dan alus singgih digunakan pada saat lawan bicara dari penutur adalah pemuka agama, yang mana para pemuka agama memiliki kasta tertinggi di Bali.

Verba dibagi dua jenis yaitu verba transitif dan verba intransitif. Kedua verba tersebut dalam Bahasa Bali dimungkinkan terdiri dari verba tanpa imbuhan seperti verba tuunturun�, verba yang berimbuhan - seperti pada verba məlaibberlari� yang memiliki verba dasar laiblari�, dan verba berimbuhan nasal N- seperti pada verba ŋabomembawa� yang memiliki verba dasar abobawa�. Berikut adalah contoh data verba transitif dan intransitif BB.

 

Tabel 1. Daftar Verba Bahasa Bali

No.

Verba Transitif BB

Verba Dasar

Makna

Verba Intransitif BB

Verba Dasar

Makna

1.

nəkət

təkət

Sampai

təkət

təkət

Sampai

2.

ŋabo

abo

Membawa

-

-

-

3.

ŋatəh

atəh

Mengantar

-

-

-

4.

-

-

-

məlaip

Laip

Berlari

5.

nuwunaŋ

tuwun

Menurunkan

tuwun

Tuwun

Turun

6.

-

-

-

məjalan

Jalan

Berjalan

7.

ɲogok

sogok

Mendorong

sogok

Sogok

Dorong

8.

-

-

-

məjujuk

Jujuk

Berdiri

 

Dari data yang tersedia, dapat dilihat bahwa dalam verba BB dimungkinkan untuk memiliki beberapa imbuhan yang berbeda untuk menyatakan makna verba yang berbeda. Sehingga dapat dilihat dengan jelas apakah verba tersebut termasuk kedalam verba transitif atau verba intransitif. Ciri dasar dari verba transitif BB adalah tidak dimungkinkannya untuk muncul tanpa diberi imbuhan atau konstruksi transitif zero. Akan tetapi dimungkinkannya terjadi konstruksi intransitif zero pada verba intransitif. Seperti pada contoh data nomor 1, 5 dan 7, konstruksi intransitif zero merupakan salah satu bentuk intransitif dari bentuk transitifnya.

Hal khusus lainnya tentang verba BB adalah tidak adanya prefiks [-] pada konstruksi verba transitif. Seperti pada contoh data nomor 4, 6 dan 8, Prefiks [-] hanya mungkin muncul pada verba intransitif yang tidak memiliki bentuk transitifnya saja. Selain ketiga jenis konstruksi verba seperti yang dijabarkan diatas, dimungkinkan juga terdapat verba transitif seperti pada contoh data nomor 5, dimana terdapat prefiks [N-] dan suffix [�]. Prefiks [N-] dan Suffix [�] pada BB memiliki padanan kata [me-] dan [�kan] dalam bahasa Indonesia, sehingga verba intransitif yang mendapatkan prefiks dan suffiks tersebut akan menjadi verba transitif. Seperti contoh kalimat intransitifaku turun�, akan menjadi kalimat transitif apabila verba tuwun diberi prefiks [N-] dan suffiks [�] menjadi cang nuwunaŋ baasaku menurunkan beras�

 

2. Tipologi Verba Gerakan Direksional

 

(Talmy, 2000) membagi dua golongan utama Konstruksi Motion event secara tipologis yaitu bahasa berkerangka satelit dan bahasa berkerangka verba. Golongan bahasa berkerangka satelit adalah bahasa yang dalam pengekspresian direksionalnya (Path) menggunakan strategi verba gerakan sebagai inti dan diikuti dengan unsur adjunct non-verba atau berupa satelit untuk menunjukkan komponen motion eventnya. KVGD tipe biasanya berupa Verba Gerakan + Unsur satelit PATH dan beberapa bahasa yang termasuk ke dalamnya adalah bahasa Jerman, Slavik dan Finno-Urgic. Penggolongan kedua adalah golongan bahasa berkerangka verba. Golongan ini adalah golongan bahasa yang mana dalam pengekspresian direksionalnya menggunakan strategi verba gerakan sebagai verba inti dan diikuti dengan unsur kecaraan dalam konstituen subordinatnya. KVGD tipe ini biasanya berupa Verba Gerakan + Verba Subordinat Kecaraan dan beberapa bahasa yang termasuk ke dalamnya adalah Bahasa Jepang, Korea, Turki, dan Roma.

Akan tetapi setelah dilakukannya beberapa penelitian dengan teori Talmy, ditemukan bahwa tidak semua bahasa dapat digolongkan kedalam dua penggolongan tipologi ini. Hal itu dikarenakan kondisi bahasa di dunia tidaklah semua berfokus pada satu inti utama saja. Banyak diantara bahasa-bahasa di dunia menggunakan serialisasi verba untuk menyatakan sebuah kalimat, seperti pada bahasa Thailand yang memungkinkan lebih dari tiga verba utama dalam sebuah kalimat. Slobin dan Yangklang akhirnya mencetuskan golongan ketiga tipologi motion event ini yaitu golongan bahasa berkerangka Equipollent. Golongan bahasa yang berkerangka Equipollent adalah golongan bahasa dimana dalam penyampaian verba gerakan direksionalnya menggunakan bentuk gramatikal kerangka satelit dan kerangka verba. KVGD tipe ini memiliki beberapa jenis dengan penggunaan bahasa yang berbeda-beda (Son, 2009).

Penelitian (Subiyanto, 2010) mengatakan bahwa KVGD Bahasa Jawa (BJ) memiliki kedua ciri khas bahasa dimana memiliki ciri bahasa kerangka satelit dan ciri bahasa kerangka verba, akan tetapi beliau membuktikan bahwa KVGD BJ lebih condong bertipe bahasa kerangka verba karena tidak ditemukannya pola resultatif adjektif seperti pada contoh nomor 9. Hal yang diungkapkan Subiyanto ini juga dapat mungkin akan diterapkan pada KVGD Bahasa Bali (BB), karena pola verba BB tidak memungkinkan adanya konstruksi resultatif adjektif. Akan tetapi meski BB dan BJ sama-sama merupakan bahasa Austronesia, ternyata ditemukan beberapa hal yang sedikit berbeda pada KVGD.

 

9.     Tina ŋəlapi məja *(ŋanti/ sampɛk) rəsik(Subiyanto, 2016)

�Tina mengelap meja *(sampai) bersih�

3.Konstruksi Verba Gerakan Direksional Bahasa Bali

KVGD Bahasa Bali (BB) apabila dilihat dari segi transitifitasannya dapat dibentuk dari dua jenis verba, yaitu verba transitif dan verba intransitif. Secara umum untuk membentuk KVGD BB dilakukan dengan beberapa cara, salah satu caranya adalah dengan serialisasi verba, yang mana umumnya digunakan pada kelompok bahasa berkerangka verba. Proses KVGD ini adalah dengan menggabungkan verba gerakan (transitif atau intransitif) yang bertindak sebagai inti kalimat, kemudian diikuti oleh verba subordinat direksional penunjuk arah atau Path.

Verba gerakan transitif dalam BB adalah sepertingeliwatin melewati, �menek memanjat, �mekecog lompat, �nyogok / nuludan mendorong, �maid� menyeret, �ngerek mengkerek, �ngisidang memindah, �sepak menendang. Sedangkan verba gerakan intransitif dalam BB adalah sepertimelaeb lari, �mejalan berjalan, megedi pergi, �megaang merangkak, �mekeber terbang, �meserot berseluncur.

Verba direksional penunjuk arah dalam BB adalah sepertimeceleb masuk, �mai ke sini, �kemo ke sana, �pesu ke luar, �ngeliwatin melewati, �ngelingkerin melingkari, �nganginan ke timur, �ngawuhan ke barat, �ngelodan ke selatan, �ngajanan keutara. Berikut adalah contoh dari KVGB BB yang berpola serialisasi Verba gerakan + Verba subordinat Path.

 

10.  Məgədi�� ŋəlewatIn������ təgalan

pergi���� N.lewat-APPLkebun

�Pergi melewati kebun�

 

11.  Iyo���� məgədi

3.SGpergi

�Dia pergi�

 

12.  Tiaŋ��� nyogok�������� montor��������� ŋəlingkərin������ purə

1T����� N.dorong�� motor/mobil�� N.linkar-APPL�� pura

�Saya mendorong (motor / mobil) melingkari pura�

 

Contoh data 10 dan 12 merupakan data yang terbentuk dari KVGB BB yang menggunakan proses serialisasi, dimana terdapat dua verba dalam pembentukan kalimatnya. Pada data nomor 10 menggunakan verba gerakan intransitif sedangkan pada data nomor 12 menggunakan verba gerakan transitif. Dari contoh 11 dapat diketahui bahwa məgədipergidapat berdiri sendiri tanpa adanya tambahan verba lain, akan tetapi hal ini menimbukan makna yang berbeda dari makna awalnya, sehingga keberadaan dari verba kedua bukan bersifat adjunct melainkan sebagai complement pada kalimat tersebut. Dengan demikian KVGD BB tidak bisa digolongkan kedalam jenis tipologi bahasa berkerangka verba, karena verba kedua bukanlah merupakan verba subordinat dari verba satu serta juga verba kedua bukan merupakan adjunct dari kalimat, melainkan complement.

 

13.  CaŋMə-laep�� ŋə-lɔdan

1SG AV-pergi N-selatan

�Aku pergi selatan�

Hal yang istimewa dari verba direksional penunjuk arah BB adalah konsep dari utara dan selatanlɔd dan �tejə, seperti pada data nomor 13. ŋəlɔdan atau lɔd sebenarnya mengacu pada laut, sehingga masyarakat Bali daerah selatan (Tabanan, Kuta, Denpasar dan daerah sekitarnya) menggunakan kata ŋəlɔdan untuk menunjukkan arah selatan. Lain halnya dengan masyarakat Bali daerah utara (Singaraja dan daerah sekitarnya) akan menggunakan kata ŋəlɔdan untuk menunjuk arah utara (dimana terdapat laut). Hal ini juga berlaku pada ngajanan atau tejə yang berarti gunung, digunakan untuk menunjukkan arah mata angin utara bagi masyarakat Bali selatan dan menunjukkan arah mata angin selatan untuk masyarakat Bali daerah utara.

Selain penggunaan serialisasi verba dalam KVGD BB, cara kedua dalam KVGD BB adalah dengan menggunakan unsur non-verba atau yang biasa disebut satelit. Proses KVGD dengan metode ini biasanya digunakan pada jenis bahasa yang berkerangka satelit, yang mana dimungkinkan untuk memiliki konstruksi resultatif adjektif. BB pada dasarnya tidak memiliki konstruksi resultatif adjektif, akan tetapi KVGD BB dimungkinkan terbentuk atas verba gerakan yang bertindak sebagai inti dan diikuti oleh frasa preposisi Path yang bertindak sebagai adjunct, seperti halnya KVGD bahasa berkerangka satelit. Akan tetapi tidak semua preposisi dapat digunakan untuk mewujudkan KVGD BB, dari 12 jenis preposisi BB, hanya frasa preposisi dengan preposisi sebagai pengantar tempat sajalah yang dapat menyatakan FP dalam KVGD. Yang termasuk kedalam jenis preposisi ini adalah di, sIg, si dan li yang bermakna �di� (ragam kasar atau K.), rIŋ yang bermakna �di� (ragam halus atau A.) dan ke� (K.)

 

14.  Iyo���� məgədi�� mənɛk mɔntɔr��� ���� pəkən

3.SGN-pergi��� naik��� motor�� PREP pasar

�Ia pergi naik motor ke pasar�

 

15.  Iyo���� məgədi�� mənɛk mɔntɔr

3.SGN-pergi��� naik��� motor

�Ia pergi naik motor�

 

16.  ���I���� Made��� nandan�� mɔntɔr��� ���� purə

ART Made�� N-tuntun motor��� PREP pura

�Made menuntung motor ke pura�

Contoh data nomor 14 dan 16 merupakan proses KVGD BB yang kedua. KVGD dilakukan dengan memanfaatkan verba gerakan transitif seperti contohnya data 16 dan verba gerakan intransitif pada contoh data 14. KVGD ini dibentuk dengan verba inti gerakan məgədipergi� dan nandanmenuntun� + unsur nonverbal dalam bentuk frasa preposisi ke� + kata benda lokasi. Contoh data 15 menunjukkan bahwa unsur pembentuk KVGD kedua juga merupakan unsur complement, yang mana apa bila tidak dihadirkan, seperti apda conto data 15, makna yang muncul akan berganti. Pola KVGD ini berbeda dengan konsep dari Talmy, yang mana menganggap unsur kedua adalah adjunct. Cara lainnya dalam pembentukan KVGD pada BB yaitu KVGD dengan campuran kedua elemen, kerangka satelit dan kerangka verba seperti contoh data berikut ini.

 

17.  məlaip ŋəlodan���� ����� umahblIKawiʔ

berlari N-selatan PREP rumah kak Kawi

�Berlari ke selatan ke rumah kak Kawi�

Berbeda seperti pada contoh data sebelum-sebelumnya, pada contoh data 17 terdapat inti utama kalimat məlaip umah blI Kawiʔberlari ke rumah kak Kawi�. Data 17 adalah KVGD BB jenis yang ketiga yang merupakan jenis tipologi KVGD equipollent, dimana terdapat dua unsur utama KVGD yaitu kerangka verba dan kerangka satelit. Pada contoh ini digunakan verba gerakan intransitif məlaip sebagai inti kalimat, dan diikuti oleh adjunct verba direksional ŋəlodan pada urutan kedua, yang menjelaskan arah direksional dari verba lari, kemudian pada akhir kalimat terdapat frasa preposisi umah blI Kawiʔ yang mana yang mana merupakan Goal atau arah tujuan kegiatan berlari tesebut.

 

Kesimpulan

Setelah melihat tiga proses KVGD dapat dilihat bahwa BB tidak memiliki pola resultatif adjektif, dapat terbentuk dengan verba utama gerakan dan frasa preposisi seperti layaknya tipe KVGD kerangka satelit (contoh data 14 dan 16), dapat pula terbentuk dengan verba utama gerakan dengan diikuti verba subordinat Path seperti layaknya tipe KVGD kerangka verba (contoh data 10 dan 12), dapat terbentuk dengan dua inti layaknya tipe KVGD equipollent. KVGD BB memiliki beberapa ciri yang mirip dengan ketiga golongan tipologi KVGD, akan tetapi KVGD BB menitik beratkan bahwa unsur kedua (baik frasa preposisi maupun verba Path) bukanlah merupakan adjunct seperti yang dikatakan oleh Talmy, melainkan merupakan complement dari kalimat, karena ketidak hadirannya akan berakibat fatal.

Meskipun KVGD BB memiliki masing-masing ciri dari ketiga klasifikasi tipologi KVGD, dapat dilihat bahwa KVGD BB tidak bisa di secara tegas diputuskan bahwa tergolong kedalam tipologi kerangka satelit, verba atau equipollent. KVGD BB lebih cenderung mengarah kepada kerangka equipollent, yang mana terdapat dua unsur inti dalam KVGD baik itu dalam bentuk frasa preposisi maupun verba Path. Hal ini cukup berbeda dengan KVGD bahasa Jawa dimana pada KVGD BJ lebih cederung mengarah kepada kerangka verba. Hal ini membuktikan hipotesis awal bahwa walaupun kedua bahasa ini masih termasuk kedalam rumpun yang sama yaitu rumpun Austronesia, akan tetapi masih terdapat perbedaan signifikan pada KVGD.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Herliana, Monika. (2018). Konstruksi Verba Serial Tipe Gerakan pada Bahasa Isolatif: Dalam Bahasa Sikka dan Manggarai. Seminar Internasional Riksa Bahasa, 239�250. Google Scholar

 

Indrawati, Ni Luh Ketut Mas. (2013). Ciri Tipologis dan Jenis Verba Pembentuk Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Bali. Prosiding. Google Scholar

 

Muansuwan, Nuttanart. (2000). Directional serial verb constructions in Thai. Proceedings of the 7th International HPSG Conference, UC Berkeley. Citeseer. Google Scholar

 

Muttaqin, Ahmad Imam. (2019). Konstruksi Verba Gerak Direksional dalam Bahasa Banjar. PRASASTI: Journal of Linguistics, 4(2), 99�103. Google Scholar

 

Son, Minjeong. (2009). Linguistic variation and lexical parameter: The case of directed motion. University of Pennsylvania Working Papers in Linguistics, 15(1), 24. Google Scholar

 

Subiyanto, Agus. (2010). Konstruksi Verba Gerakan Direksional Bahasa Jawa: Kajian Tipologi. Udayana University. Google Scholar

 

Subiyanto, Agus. (2016). Determining Language Typology Based On Directed Motion Lexicalization Patterns As A Language Documentation: A Case Study On Javanese. Google Scholar

 

Talmy, Leonard. (2000). Toward a cognitive semantics (Vol. 2). MIT press. Google Scholar

 

 

������������������������������������������������

Copyright holder:

Made Mahadipa Budi Satria, Agus Suiyanto (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: