Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021
TRADISI RISYWAH (SUAP MENYUAP) DALAM PEMILIHAN KEPALA
DESA DALAM TINJAUAN SADDU ADZ-DZARIAH �(STUDI TERHADAP FATWA MUI NO. VI TAHUN 2000)
Salwa Azyyati
�Universitas
Muhammadiyah Malang, Jawa Timur Indonesia.
Email: [email protected]
Abstrak
Artikel ini berfokus pada Hukum Islam terkait
Risywah dengan menggunakan konsep Saddu Adz-dzariah . Fenomena Risywah dalam
masyarakat Pagerwojo masih salah faham dalam memahami kontekstual Risywah dan
mengganggapnya kalau riswyah itu termasuk sebuah pemberian, sehingga
menimbulkan kecemasan dan ketakutan akibatnya timbul permusuhan dan
intoleransi. Penelitian ini bertujuan untuk menengahi perbedaan pendapat
masyarakat mengenai Risywah karena sebagian ada yang perpendapat haram dan
sebagian mengatakan halal atau boleh. Merespon hal tersebut, perlu mengetahui
faktor yang mendorong masyarakat menerima pemberian tersebut serta menganalisis
Tradisi Risywah dengan Perspektif Saddu Adz-Dzar�ah untuk mendapatkan jawaban
yang jelas mengenai hukum dari tradisi Risywah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode deskripsi Kualitatif analisis, dengan Jenis
penelitian lapangan (field research). Menggunakan teknik wawancara dalam
mengumpulkan data. Hasil penelitian: Pertama, bahwa faktor yang
melatarbelakangi mendorong masyarakat menerima pemberian tersebut, yaitu karena
adanya kebutuhan yang mendesak yang tidak bisa ditunda, jika ditunda akan menimbulkan
kesulitan yang sangat (Masyaqqah) bagi orang penghasilan rendah, Kedua, bahwa
faktor yang melatarbelakangi mendorong masyarakat menerima pemberian tersebut,
yaitu karena lemahnya Iman(Dha�ful Iman), dan tidak merasa kalau perbuatan
tersebut sedang diawasi oleh Allah SWT baik Orang yang melakukannya ataupun
Orang yang menerimanya (�Adamu al muraqabatillah), dan serakah dalam artian
bagi orang yang melakukannya tidak percaya bahwa Allah SWT adalah yang
menentukan segala sesuatu yang terjadi.
Kata kunci: Fenomena dan Kontekstual Riswyah, Hukum Islam
Risywah, Konsep Sadd Adz-Dzariah.
Abstract
This article focuses on Islamic Law
related to Risywah using the Saddu
Adz-dzariah concept. The phenomenon of Risywah in Jombang society is
still wrong in understanding the contextual Risywah
and considers it to be a gift, causing anxiety and fear as a result, enmity and
intolerance arise. This study aims to mediate differences in public opinion
regarding Risywah because some are of the opinion
that it is haram and some say it is halal or permissible. To respond to this,
it is necessary to know the factors that encourage people to accept these gifts
and analyze the Risywah Tradition with the Saddu Adz-Dzar'ah Perspective, to
get clear answers about the law of the practice of the Risywah
tradition. The method used in this research is descriptive qualitative analysis
method, with the type of field research (field research). Using interview and
observation techniques in collecting data. The results of the study: First,
that the underlying factors encourage people to accept the gift, namely because
of an urgent need that cannot be postponed, if it is postponed it will cause
great difficulties (Masyaqqah) for low-income people,
Second, that the underlying factors encourage people to accept the gift, namely
because of weak Iman (Dha'ful Iman), and do not feel
that the act is being watched by Allah SWT either the person doing it or the
person receiving it ('Adamu al muraqabatillah), and
greedy in the sense that the person who does it does not believe that Allah SWT
is the one who determines everything that happens.
Keywords: Phenomenon and
Contextual Riswyah, Risywah Islamic Law, Sadd Adz-Dzariah Concept.
Pendahuluan
Fenomena
yang terjadi desa Pagerwojo Kecamatan Perak Kabupaten Jombang perkara pekerjaan
yaitu tentang �Risywah dalam Pemilihan Ketua Desa� dimana peristiwa tersebut
terjadi ketika sebelum pemilihan ketua RT atau RW. Calon ketua tersebut
memberikan uang kepada warganya dilakukan jauh-jauh hari sebelum pemilihan.
Pemberian tersebut bertujuan untuk mendapatkan kepentingan diri sendiri yang
mengharapkan perolehan suara terbanyak pada pemilihan berlangsung.
Risywah secara umum masih
dipahami oleh masyarakat desa pagerwojo sebagai suatu hadiah yang bersifat objektif
atas kedekatan dan kecintaan seorang calon ketua desa terhadap masyarakat (Bahtiyar, 2019).
Namun, niat orang tersebut sering mempraktikan risywah dengan dalih memberi
hadiah. Bahkan, hari ini ramai dengan hadiah yang diberikan oleh calon ketua
desa untuk masyarakat (gratifikasi).�
Fenomena risywah dapat terjadi antara guru dan siswa, terutama dalam hal
prestasi dan kelulusan. Karena cara ini merupakan tindakan risywah ini sangat
menyimpang dari hukum islam yang berlaku saat ini. Hal ini terjadi karena pasti
ada beberapa faktor tambahan yang terlibat, seperti orang yang memberi hadiah,
pihak yang menerima hadiah, dan jenis hadiah (Yusfitriadi, 2015).
Kata al-Ḥalalu
Bayyin wal Ḥaramu Bayyinun Menurut Imam An-Nawawi sebagaimana dikutip didalam
kitabnya Jalaludin al-Qasimi yang berjudul Mau�idhah al-Mukmin Ihya� �Ulum
al-Din� tentang persoalan halal dan
haram. Segala sesuatu yang dikatakan halal dan haram terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu halal yang jelas dan tidak diragukan kehalalannya, seperti roti
dan buah-buahan dan jenis makanan lainnya.Segala sesuatu yang mengandung unsur
halal jelas tidak ada keraguan di dalamnya. Sedangkan yang haram juga jelas,
seperti miras, babi, bangkai, darah, serta hukum zina, dusta, ghibah, tamimah
yang ditujukan kepada orang lain dan sejenisnya. Meskipun diragukan tidak ada
kejelasan yang pasti antara halal dan haram .
Risywah (penyuapan)
adalah perilaku buruk dan masyarakat saat ini sering terjebak dalam situasi
�Risywah�. sering terlibat dalam kasus risywah. Mereka hanya memperdebatkan
hadiah berupa parsel, gratifikasi, atau lainnya untuk melegalkan risywah.
Faktor yang mendorong perilaku risywah untuk memperoleh keuntungan pribadi
hingga keuntungan kolektif. Dalam Islam telah dijelaskan dalam Surat Al Baqarah
188: �Bahwa asas hukumnya adalah haram, sedangkan konteks pemberian itu sendiri
adalah pemberian yang diberikan dengan niat baik tanpa syarat apapun dan tanpa
mengharapkan imbalan apapun�.
Risywah merupakan
kejahatan komunal atau Jarimatul �aamah yang telah menjadi tradisi di negara
kita yang beradab saat ini.� Dengan
budaya seperti ini menjadi hal yang sangat lumrah karena banyak dilakukan oleh
masyarakat. Apalagi dalam kehidupan masyarakat dari kalangan menengah ke atas
hingga ke bawah. Saat ini, banyak orang yang tidak memperdulikan risywah dalam
bertransaksi di tempat kerja atau aspek lainnya. Bahkan secara hukum, mereka
rela melakukan sesuatu untuk kepentingan individu atau kelompok karena
menganggap risywah adalah sesuatu yang halal sehingga dianggap rezeki yang
halal untuk dinikmati. Dalam Islam, makanan halal dapat diperoleh dengan cara
apapun, tetapi tidak dengan cara itu.
Faktor yang mendorong
perilaku risywah untuk memperoleh keuntungan pribadi hingga keuntungan kolektif (Lestari, 2019).
Dalam Islam telah dijelaskan dalam Surat Al Baqarah 188: �Bahwa asas hukumnya
adalah haram, sedangkan konteks pemberian itu sendiri adalah pemberian yang
diberikan dengan niat baik tanpa syarat apapun dan tanpa mengharapkan imbalan
apapun�.
Risywah merupakan
kejahatan komunal atau Jarimatul �aamah yang telah menjadi tradisi di negara
kita yang beradab saat ini (Hasan, Sulistyoko, & Basri, 2018).� Dengan budaya seperti ini menjadi hal yang
sangat lumrah karena banyak dilakukan oleh masyarakat. Apalagi dalam kehidupan
masyarakat dari kalangan menengah ke atas hingga ke bawah. Saat ini, banyak
orang yang tidak memperdulikan risywah dalam bertransaksi di tempat kerja atau
aspek lainnya. Bahkan secara hukum, mereka rela melakukan sesuatu untuk
kepentingan individu atau kelompok karena menganggap risywah adalah sesuatu
yang halal sehingga dianggap rezeki yang halal untuk dinikmati. Dalam Islam,
makanan halal dapat diperoleh dengan cara apapun, tetapi tidak dengan cara itu (Hervina, 2017).
Berdasarkan uraian
realitas di atas, penulis berpendapat bahwa proses risywah yang dilakukan oleh
individu-individu tersebut dapat dikatakan sudah menjadi kebiasaan.
Table 1 Pola Pikir peneliti � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � Masyarakat Desa Pagewojo,Kelurahan Perak � Fenomena
Tradisi Risywah dengan Pemberian
Hadiah yang dilakukan oleh calon kepala desa dengan
menjanjikan sesuatu saat nnati ia terpilih menjadi ketua desa � Konsep Saddu Adz- Dzariah � Risywah � Teori Hukum
Islam � Pandangan masyarakat desa Pagerwojo � Risywah � Bukan Risywah
Metode Penelitian
�� Jenis
penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan
melakukan penelitian pada Desa Pagerwojo, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang (Setyosari, 2016),� untuk memperoleh data atau berita mengenai
aktivitas Risywah secara eksklusif dengan mengunjungi responden pada desa dan
memakai pendekatan induktif yang pada penelitian ini mendeskripsikan situasi
atau insiden yangg berkaitan menggunakan praktik Risywah pada desa dan lalu
mengaitkannya dari aturan Islam yang diadaptasi menggunakan tradisi Risywah
(suap) sehingga terakhir selesai.
Sumber data yang dipakai pada penelitian
ini, asal data utama dan sekunder. Pertama, menggunakan data utama menurut
penelitian ini, penulis menerima citra mengenai tradisi praktik Risywah dalam
warga setempat melalui responden calon ketua desa yang potensial pada lingkungan
warga Pagerwojo, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang atau yang penulis sebut merupakan
data lapangan. Pengumpulan data utama diambil menurut (Nazir, 2003)
:� 1) Kepala Desa Lama, Desa
Pagerwojo, Kecamatan Perak, Pemerintahan Jombang, 2) 10 sampel calon ketua desa
pada warga yang pernah pernah melakukan ataupun yang tidak pernah� melakukan Risywah 3) Pemuka kepercayaan(tokoh
Muslim Mui) dan warga . Kedua, data sekunder. Data sekunder yang dipakai pada
penyusunan artikel ini merupakan data menurut literatur misalnya struktur organisasi
desa, studi literatur mengenai ruang lingkup Risywah menggunakan memperhatikan
teori Hukum islam dan Saddu-Adz-Dzariah, Nash on Risywah (Muhammad, 2004) .
Hasil Penelitian
A. Hasil
Keputusan Fatwa MUI Jombang Terhadap
Penyalahgunaan Risywah Dalam Pemilihan Kepala Daerah Dan Sadd Adz-Dzariah.
Fenomena
yang terjadi di masyarakat desa Pagerwojo saat ini, beberapa
pejabat di desa pagerojo tidak memenuhi hak asasi
manusianya kecuali dengan melakukan tindakan risywah ini. Sehingga dia
memakan harta itu dengan cara
yang batil dan dia telah menimpakannya pada dirinya sendiri. Tindakan risywah ini menghancurkan
dan menyia-nyiakan kemampuan
besar warga untuk berbagi karya
terbaiknya. Karena dengan kekhawatiran orang yang tidak kompeten dan tidak berpengalaman bisa duduk sebagai pejabat atau etos kerjanya
rendah hati dan berkualitas. Masyarakat desa Pagerwojo merupakan desa yang memiliki pondok pesantren dengan fenomena risywah yang terjadi pada akhir tahun 2018 pada saat pemilihan, membawa komunitas yang berbeda perspektif, ada yang mengatakan kasus risywah tidak
termasuk dalam risywah tetapi termasuk sebagai hadiah. terjadinya kasus risywah. Sebelum memilih calon kepala desa,
mereka memberikan sesuatu berupa uang, kebutuhan pokok, atau hal lainnya
dengan tujuan untuk mendapatkan suara terbanyak pada saat pemilihan. saat penyortiran berlangsung, calon kepala desa A dan calon kepala desa
B saling bersaing untuk mendapatkan suara terbanyak. di balik ini menimbulkan
kontroversi bagi calon ketua A, yaitu dengan melakukan
perbuatan tidak jujur.
Ketika melihat fenomena risywah merupakan sesuatu yang diberikan (berupa uang, barang, hadiah ataupun jasa) kepada seorang
kepala desa atau siapapun agar kepala desa berpihak
pemberi dengan melakukan apa yang diinginkannya, baik keinginginan tersebut sesuatu yang terlarang ataupun tidak (Hidayah, 2020). Demikian pula, risywah sudah menjadi hal
yang sangat lumrah bagi kalangan masyarakat desa pagerwojo terutama dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (ARTIKA, 2020). Dengan adanya risywah
yang populer di kalangan masyarakat dengan istilah sadaqah, ataupun hadiah yang mana semua itu berasal
dari calon-calon kepala desa yang diberikan kepada masyarakat dengan berharap bisa memenangkan
hak nya si
calon kepala desa. Contohnya seseorang sudah memiliki salah satu calon yang ingin dipilihnya tetapi dari calon yang dipilihnya itu tidak memberikan apa-apa atau istilahnya
shadaqah dalam Pilkades, tiba-tiba dari pihak calon
kedua membagikan sadaqah tersebut kepada masyarakat, seketika itu seseorang
yang berniat memilih calon pertama dengan
adanya sebuah sadaqah dari pihak
calon kedua seseorang tersebut berubah niatan untuk memilih calon
yang kedua waktu hari pemilihiannya. Prihatin jika melihat
realita yang sekarang ini sudah ada
di masyarakat belum lagi di sebuah pemerintahan yang lebih besar.
Dari hasil wawancara yang dilakukan di Majelis Ulama�
Indonesia (MUI) Kota Jombang, peneliti
berhasil memperoleh jawaban dari rumusan
masalah yang sesuai dengan permasalahan yakni tentang pandangan
Ulama MUI Kota Jombang terhadap
Tradisi Risywah(suap Menyuap)
dalam Pemilihan Kepala Daerah. Disini peneliti mewawancarai 2 ulama
yang berkedudukan sebagai Ketua MUI dan Kajian hukum Islam yaitu Kh. Cholil
Dahlan dan KH.Abdussomad Bukhori. Hasil wawancara tersebut para ulama MUI bersepakat
untuk tidak melakukan Risywah(suap menyuap)
dalam pemilihan kepala daerah, sebagaimana didapatkan dari hasil wawancara
sebagai berikut
1.
Kh.
Cholil Dahlan Mengatakan :
�Bahwasanya hukum melakukan risywah adalah haram dan termasuk perbuatan kejelekan yang lebih banyak mendatangkan
mudharat (Ibn al-Atsir, n.d.) dari pada mendatangkan manfaat sebagai berikut: Ditinjau dari pengertian� (1) Risywah adalah pemberian seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud untuk melewatkan
suatu perbuatan yang batil (tidak benar
menurut syariat) atau membatalkan suatu perbuatan yang benar (الرَّشْوَةُ
اَيُحقِّقُ
الْباَطِلُ
الْحَقَّ).
Pemberinya disebut Rashi; penerima disebut murtasyi; dan hubungan antara rasyi dan murtasyi disebut ra'isy.� (2) Suap, uang pelicin, politik uang dan sebagainya. Dapat dikategorikan risywah jika tujuannya untuk melewatkan sesuatu yang salah atau membatalkan suatu tindakan yang benar. (3) Hadiah untuk pejabat.
Merupakan pemberian dari seseorang atau masyarakat yang diberikan kepada seorang pejabat, karena kedudukannya, baik pejabat dalam
pemerintahan maupun kalangan lainnya. (4) Korupsi adalah perbuatan yang mengambil sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut
hukum Islam.�
Risywah
(suap menyuap) tidak diperbolehkan karena didalamnya mengandung perbuatan yang dilarang oleh ajaran islam. Risywah (suap menyuap) itu
tidak akan berlaku, jika para pemilih itu tahu
dasar hukum secara syariat islam. Tentunya tidak ada oknum
pemilih yang mau menerima uang suap nantinya.
Menurut,
KH.Abdussomad Bukhori dalam hal
Risywah (suap menyuap) beliau berargumentasi untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Berikut wawancara dengan beliau �
Risywah berdasarkan perspektif hukum. Hukum asal-usulnya adalah haram, sehingga dalam yang dimaksud dengan: (1) Memberi risywah dan menerimanya adalah haram. (2) Korupsi adalah ilegal. (3) Pemberian hadiah kepada pejabat:
a.
Jika pemberian
itu diberikan sebelum pejabat menjabat, maka pemberian itu halal (tidak haram), demikian pula menerimanya
b.
Jika pemberian
itu tidak pernah diberikan sebelum pejabat itu menjabat, maka
dalam hal ini ada tiga
kemungkinan
c.
Jika tidak
ada hubungan antara pemberi hadiah dan pejabat atau tidak akan
ada bisnis, maka pemberian dan penerimaan hadiah tidak haram
d.
Jika ada urusan (perkara) antara pemberi hadiah dan pejabat, pejabat dilarang menerima hadiah; sedangkan bagi si pemberi, dilarang
memberikan jika pemberian yang dimaksud dimaksudkan untuk melewati sesuatu yang batil (bukan haknya).�
Ketitdakbolehan
Risywah (suap menyuap) dalam pemilihan kepala daearah juga dipaparkan oleh Kh. Cholil Dahlan menurut beliau haruslah dihindarkan karena untuk menghindari
suap, kemudharatan dan perilaku tidak jujur. Wawancara dengan beliau sebagai
berikut �Perilaku Risywah (suap menyuap)
termasuk akhlak yang buruk dan dapat merusak jiwa bagi
orang yang terlibat didalamnya.
Bahkan dampak buruknya dapat berkaitan dengan hak orang lain. Yakni bisa saja orang yang melakukan Riswyah (suap menyuap) merebut
hak orang lain yang kehilangan
haknya�. Sehubungan dengan landasan dasar yang dijadikan sebagai landansan MUI dalam memberikan pandangan mengenai hukum dari Riswyah
(suap menyuap) dalam pemilihan kepala daerah berikut
wawancara dengan KH.Abdussomad Bukhori
: �Orang yang melakukan Riswyah
(suap menyuap) akan mendapatkan laknat dari Allah dan Rasul-Nya. Sehingga pelakunya tidak berhak mendapatkan
atas Rahmat Allah dan syafaatnya Rasulullah SAW baik di
dunia maupun diakhirat�. (Bahgia, 2018)
Perbuatan
yang memiliki tujuan yang disengaja, misalnya seorang yang calon ketua yang telah diberi amanat sebagai
calon ketua daerah yang nantikan akan menjadi seorang
ketua dengan tujuan memberikan suatu hadiah sebelum
pemilihan dimulai agar mendapatkan suara terbanyak (risywah),� Sedangkan perbuatan yang dilakukan tanpa tujuan sejak
semula seperti seseorang yang pejabat yang tidak amanat dan tidak jujur (Sukmayeti, 2017). Dampaknya di dunia urusannya menjadi tidak berkah
dan diakhirat juga mendapat
balasan. Dari apa yang telah dipaparkan di atas, nampaknya sadd al dzari�ah dilontarkan sebagai salah satu solusi alternatif
dalam mengahadapi problematika hukum paling utama apabila dihadapkan
dengan perubahan-perubahan sistem struktur sosial berada di masyarakat. Strategi� terhadap hukum secara sosiologis
memiliki penafsiran kalau hukum tetap
dipandang sebagai sarana pra sarana
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sehingga masyarakat menjadi tertib. Kekurangsiapan hukum dalam mengetimasikan terkait perubahan sosial masyarakat menyebabkan hukum merasa kaku dengan
sendirinya (al-hukmu yaduru ma�a �ilathi).
Dilihat
dari Hasil kajian lebih mendalam mengenai metode penetapan fatwa tersebut, termasuk fatwa dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dengan adanya fatwa MUI tersebut ketua MUI cabang Jombang merupakan suatu dari kewajiban untuk memberantas kasus risywah yang terjadi tersebut. Penulis bergumentasi bahwa dalam penetapa
fatwa tersebut dibutuhkan pertimbangan kemaslahatan secara bersama. Dalam pembahasan fatwa MUI terkait penerapan Hukum Islam dibutuh pertimbangan kemaslahatan sangat penting dalam menentukan ketentuan suatu undang-undang. Bahkan tujuan inti syari'at (maqasid ash-syariah) ketika taklif bertujuan untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat (Maulidi, 2015).
Terdapatnya
tidaknya terkait hukum selalu ditetapkan
oleh �ilat. Sementara perkembangan serta pertumbuhan dinamika sosial masyarakat desa Pagerwojo terus bergerak sehingga mempengaruhi sistem hukum yang ada di dalamnya. Oleh karenanya hukum dituntut untuk selalu mengikuti perubahan yang ada. Mekanisme� sadd al dzari�ah merupakan suatu tawaran yang lumayan fleksibel untuk menghadapi perubahan sosial masyarakat tersebut, mengingat unsur maslahat dan mafsadat serta tujuan syara�
menjadi pilar utama dalam metode istibath
hukum dalam Hukum Islam. Dengan menggunakan metode sadd al dzari`ah diharapkan hukum Islam akan selalu mengedepankan kemanfaatan dan kemaslahatan hukum.
Penolakan
terhadap keburukan yang dianggap sah dibandingkan
dengan penolakan yang belum tentu berlaku
adalah hal yang baik dan hal tersebut
disepakati oleh para ahli
yang bijaksana. Hingga hal ini terpaut
kepentingan dan keburukan bagi umat Islam dapat diketahui melalui ilmu agama. Ada masalah yang belum diketahui, hingga syariat menjadi acuan. Syariat terdiri dari dalil-dalil
agama yaitu Al-Qur'an, hadits,
ijmak dan qiyas yang benar menurut cara pengambilan
yang benar, Minat dan mafsadan dapat dipupuk melalui pengalaman (sejarah), rutin, dan asumsi yang benar. Jika ada sesuatu yang tidak diketahui, maka harus dicari fakta
yang meyakinkan.
Jika ingin mengidentifikasi kesesuaian, kepentingan dan keburukan sesuatu, kita harus menyamakan
antara kepentingan dan keburukan kemudian membedakan antara rajih dan marjuh. Setelah itu, menggunakan pertimbangan pemikiran jika syariat belum
menghasilkan keputusan tentang hal tersebut.
Hasil keputusan atau pertimbangan tersebut dikembangkan dengan undang-undang. Dari semua uraian di atas, jelas bahwa komentar
yang melaporkan sadd adz-dzari�ah yang dicantumkan dari dalil hukum
adalah sebagai ijtihad. Hal
ini karena didukung oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Kesimpulan
�Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan tentang Pandangan Ulama MUI Kota Jombang
terhadap Riswyah (suap menyuap) dalam pemilihan kepalada daerah serta Saddu
Adz-Dzariah , maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : Bahwa
Penerapan sadd adz-dzari'ah yang di usulkan dalam keputusan fatwa tersebut
membawa manfaat mursalah dan memperkuatnya untuk mengatasi masalah risywah.
Karena sadd adz-dzari�ah merupakan salah satu pillar dalam penafsiran atau
penggalian hukum Islam, dalam penerapannya tetap bersandar pada teori maslahah
dengan berbagai ragamnya. Mekanisme ini lebih berkesan mencegah, sebab seluruh
yang pada mulanya mempunyai penafsiran hukumnya boleh (mubah), menjadi dilarang
(haram)� sebab akibat yang ditumbulkan
dari pebuatan mukallaf. Perbuatan tersebut terdapat gejala yang menuju mafsadat
baik dari segi tipe ataupun kualitas, sebagai berikut : Perbuatan itu membawa kepada
suatu mafsadat. Seperti Risywah bisa membuat iman seseorang lemah dan selalu
tamak (rakus) itu suatu mafsadat. Perbuatan itu pada dasarnya perbuatan yang
dibolehkan apalagi disarankan, namun dijadikan sebagai suatu jalan untuk
melaksanakan perbuatan yang haram, baik dengan tujuan yang disengaja maupun
tidak
Dengan Adanya Keputusan Fatwa MUI Kota
Jombang dalam Perbuatan Risywah yang dilakukan calon kepala Daerah dimasyarakat
Desa pagerwojo Kecamatan Perak Kabupaten Jombang� menurut MUI Kota Jombang dilarang hal ini
dikarenakan sangat banyak mudharatnya dan perbuatan tersebut dilarang oleh
Syariat Islam. Pertama, Faktor yang mendorong masyarakat menerima pemberian
tersebut, yaitu karena adanya kebutuhan yang mendesak yang tidak bisa ditunda,
jika ditunda akan menimbulkan kesulitan yang sangat (Masyaqqah) bagi orang
penghasilan rendah, dan tidak merasa kalau perbuatan tersebut sedang diawasi
oleh Allah SWT baik Orang yang melakukannya ataupun Orang yang menerimanya
(�Adamu al muraqabatillah), dan serakah dalam artian bagi orang yang
melakukannya tidak percaya bahwa Allah SWT adalah yang menentukan segala
sesuatu yang terjadi,malas berusaha, tipisnya kepedulian sosial sesama
muslim.Sedangkan� faktor yang
melatarbelakangi calon ketua desa melakukan perbuatan yaitu karena untuk
mendapatkan hak suara yang terbanyak dalam pemilihan ketua desa,hilangnya sifat
jujur dan amanat pada diri seseorang demi kepentingan diri sendiri.
Artika, Wina. (2020). Aktualisasi Hadis Risywah
Dalam Masyarakat Di Desa Suka Cinta Kecamatan Muara Kuang Kabupaten Ogan ILIR
(Studi Living Hadis). UIN Raden Fatah Palembang.Google Scholar
Bahgia, Bahgia. (2018). Risywah Dalam
Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Tindak Pidana Suap. Mizan: Journal of
Islamic Law, 1(2). Google Scholar
Bahtiyar, Fachri. (2019). Politik uang
pada penyelenggaraan PILKADA dalam Perspektif Islam�(Studi di Kecamatan Karang
Tanjung-Pandeglang). Universitas Islam Negeri Serang Banten. Google Scholar
Hasan, Ahmadi, Sulistyoko, Arie, &
Basri, Bahran. (2018). Remisi Terhadap Koruptor dalam Perspektif Hukum Positif
dan Hukum Islam. Syariah: Jurnal Hukum Dan Pemikiran, 17(2), 239�265.
Google Scholar
Hervina, Hervina. (2017). Trend Halal Food
Di Kalimantan Timur. FENOMENA, 9(2), 175�186. Google Scholar
Hidayah, Mifatul. (2020). Fenomena
Risywah Dalam Pilkades (Studi Atas Qs. Al-Baqarah Ayat 188 Dalam Tafsir Ibnu
Katsir) Dan Implikasi Dalam Pilkades Di Desa Ngembalrejo Bae Kudus. IAIN
KUDUS. Google Scholar
Ibn al-Atsir. (n.d.). al-Nihayah fi
Gharib al-Hadits wa al-Atsar. p. 226. Google Scholar
Lestari, Tri Puji. (2019). Faktor-faktor
yang mendorong minat permintaan produk tabungan Si Wadiah di KSPPS BMT
Al-Hikmah Ungaran. UIN Walisongo. Google Scholar
Maulidi. (2015). Progressive Paradigm and
Maqashid Syariah: New Manhaj Finds Responsive Law. Asy-Syir�ah Journal, Volume
49,. Google Scholar
Muhammad, Abdulkadir. (2004). Hukum dan
penelitian hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Google Scholar
Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian
Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia. Google Scholar
Setyosari, H. Punaji. (2016). Metode
penelitian pendidikan & pengembangan. Prenada Media. Google Scholar
Sukmayeti, Evi. (2017). Redefinisi Suap
Dalam Birokrasi Menurut Etika Islam Tentang Risywah. Google Scholar
Yusfitriadi, Yusfitriadi. (2015). Perilaku
Korupsi Di Sekolah. Jurnal Lingua, 1(1), 90�100. Google Scholar
Copyright holder: Salwa Azyyati (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |