Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021

 

MENENTUKAN POST MORTEM INTERVAL (PMI) DENGAN PEMERIKSAAN PERTUMBUHAN LARVA SERANGGA BERDASARKAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN

 

Agustin Citra Dwi Handoko

Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Menentukan Post Mortem Interval merupakan bagian dari ilmu Forensik dalam kasus penemuan mayat yang harus diidentifikasi. Salah satu cabang ilmu forensik yang bisa digunakan yaitu Entomologi Forensik yang menggunakan indikator perkembangan serangga untuk menentukan lama waktu kematian.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Post Mortem Interval dengan pemeriksaan pertumbuhan larva serangga menggunakan sampel tikus galur wistar (Rattus Norvegicus) sebanyak 16 ekor, yang diberi 4 perlakuan berdasarkan faktor penyebab kematian yaitu Terminasi dengan Luka Bakar, Tenggelam, Keracunan dan Dislokasi. Kemudian diamati pertumbuhan larvanya selama 7 hari dan larva yang dikumpulkan diidentifikasi dan dihitung perkiraan lama waktu kematiannya. Hasil dari penelitian ini dari larva yang dikumpulkan diperoleh nilai rata-rata ukuran Panjang larva selama 7 hari pengamatan yaitu kelompok 1: 4,8679, kelompok 2: 5,4257, kelompok 3: 2,5479 dan kelompok 4: 5,4420. Identifikasi jenis larva ditemukan genus Crhysomia dan Sarcophaga, kemudian ditentukan Post Mortem Interval diperkirakan 3 hari kematian serta data dianalisis menggunakan SPSS Kruskal Wallis diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan larva lalat dari factor penyebab kematiannya dengan nilai (p value = 0,054) yaitu p>α.Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Entomologi Forensik dengan melihat pertumnbuhan larva serangga bisa digunakan sebagai metode dalam memperkirakan Post Mortem Interval dan adanya perbedaan pertumbuhan larva dari faktor penyebab kematian berdasarkan uji statistika

Kata kunci : Post Mortem Interval, Entomologi Forensik, Larva Lalat,

�� Faktor penyebab kematian.

 

Abstract

Determining the Post Mortem Interval is part of Forensic science in the case of finding a corpse that must be identified. One branch of forensic science that can be used is Forensic Entomology which uses indicators of insect development to determine the length of time of death. This study aims to determine the Post Mortem Interval by examining the growth of insect larvae using a sample of 16 wistar (Rattus Norvegicus) rats, which were given 4 treatments based on the factors causing death, namely Termination by Burns, Drowning, Poisoning and Dislocation. Then the larval growth was observed for 7 days and the collected larvae were identified and the estimated time of death was calculated. The results of this study of the collected larvae obtained the average value of larval length for 7 days of observation, namely group 1: 4.8679, group 2: 5.4257, group 3: 2.5479 and group 4: 5.4420. Identification of larvae species found in the genus Crhysomia and Sarcophaga, then determined Post Mortem Interval estimated 3 days of death and data analyzed using SPSS Kruskal Wallis showed that there were differences in the growth of fly larvae from the factors causing death with a value (p value = 0.054), or p>α. Based on the results and discussion of this study, it can be concluded that Forensic Entomology by looking atinsect larvae can be used as a method in estimating the Post Mortem Interval the growth ofand the differences in larval growth of the factors causing death based on statistical tests.

 

Keywords: Post Mortem Interval, Forensic Entomology, Flies Larvae,

Factors that cause death.

 

Pendahuluan

Penentuan waktu kematian (Post Mortem Interval) dalam kasus penemuan mayat merupakan hal yang penting dalam Ilmu Forensik untuk menentukan situasi terakhir dari korban yang ditemukan serta dibutuhkan ketelitian dalam mengungkapkan sebab kematian dan identifikasi waktu kematian mayat yang ditemukan. Metode atau cabang ilmu dalam mengungkapkan waktu kematian dalam ilmu forensik salah satunya yaitu Entomologi Forensik (Parker et al., 2010).

Entomologi Forensik merupakan cabang ilmu forensik yang menggunakan perkembangan serangga sebagai indikator dalam menentukan Post Mortem Interval (PMI). Selama 40 tahun perkembangan Entomologi Forensik dunia telah berkembang, beberapa negara telah menggunakan keberadaan lalat dan serangga sebagai cara investigasi untuk identifikasi mayat dan tempat kejadian perkara (Gennard, 2012) Telah banyak organisasi seperti North American Forensic Entomology Association (NAFEA), American Board of Forensic Entomology (ABFE) (Wang et al., 2019). Indonesia mulai berkembang organisasi Entomologi Forensik dengan terbentuknya Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI).

Penentuan PMI melihat perubahan pada mayat sampai pada proses pembusukan (Dekomposisi). Lalat merupakan serangga yang pertama kali datang pada saat proses dekomposisi, sehingga pertumbuhan larva lalat bisa digunakan sebagai indikator untuk menentukan Post Mortem Interval. dalam proses pembusukan awal dan penghancuran mayat, serangga yang berperan adalah Flesh Flies (Sarcophagidae) dan Blow flies (Calliphoridae), lalat famili ini bisa menjadi indikator untuk memperkirakan PMI dengan melihat pertumbuhan, perkembangan serta siklus hidup dari lalat (Wulandari, Syamsun, & Triani, 2020).

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pasal 184 ayat (1) salah satu alat bukti yang sah dalam pemeriksaan perkara pidana adalah keterangan ahli. Peran Entomologi Forensik digunakan dalam menentukan Post Mortem Interval sebagai keterangan ahli untuk digunakan sebagai alat bukti (Alamri, 2017). Perkiraan lama waktu kematian dalam Entomologi forensik menggunakan indikator kedatangan serangga, faktor-faktor yang mempengaruhi kedatangan serangga seperti faktor lingkungan, proses pembusukan dan faktor penyebab dari kematian mayat tersebut juga berpengaruh dalam proses pertumbuhan larva seperti akibat luka bakar, keracunan, dan tenggelam (Switha, Anwar, Dalilah, & Ghiffari, 2019). Identifikasi yang dilakukan harus sedetail mungkin dan dikonfirmasi oleh ahli entomologi untuk semua jenis taksa bahkan yang dianggep umum. Tujuannya agar data yang terkumpul dalam memperkirakan PMI mendapatkan hasil akurat.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian dilakukan menentukan PMI dengan pemeriksaan pertumbuhan larva serangga dari faktor penyebab kematian dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Metode Penelitian

����������� Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Entomologi, Divisi Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Waktu Penelitian dilaksanakan Juli 2021.

Sampel tikus galur wistar (Rattus Norvegicus) berjenis kelamin jantan, berat 200-250 gram dan berumur 3-4 bulan sebanyak 16 ekor, yang diberi 4 perlakuan berdasarkan kelompok faktor penyebab kematian yaitu Terminasi dengan Luka Bakar, Tenggelam, Keracunan dan Dislokasi. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus, sebelum diberi perlakuan tikus dikondisikan agar tidak stress selama seminggu. Setelah itu, Semua sampel tikus diberi 4 perlakuan sebagai berikut : 1.) Kelompok pertama tikus diberi perlakuan dengan terminasi dan penambahan luka bakar dibagian dorsal (punggung) tikus sebesar 30%. 2.) Kelompok kedua Tikus Wistar diberikan perlakuan dengan kematian akibat keracunan pemberian pestisida Profenofos dengan dosis 358 mg/kgBB sesuai dengan dosis LD50 masing-masing tikus sebesar 2,5 ml berdasarkan pedoman OECD 425. 3.) Kelompok ketiga Tikus Wistar diberikan perlakuan dengan kematian akibat tenggelam selama + 10 menit sampai pada fase Terminal stage menurut mekanisme tenggelam. 4.) Tikus Wistar diberikan perlakuan dengan kematian akibat dislokasi atau patah tulang pada bagian leher.Masing-masing tikus wistar yang diberikan perlakuan sesuai kelompok faktor penyebab kematian akan dibunuh sesuai dengan etika prosedur penelitian pada hewan coba.

�� Faktor suhu dan tempat perletakkan bangkai akan dibuat sama rata yaitu pada suhu 270C setelah itu, pemeriksaan dilakukan setiap hari untuk melihat waktu munculnya larva pada tubuh bangkai. Larva diambil kemudian diberi label dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan morfologis bagian posterior spirakel dan anterior spirakel serta mengukur panjang larva. Selain pemeriksaan pada larva dilakukan koleksi atau pengumpulan serangga yang mungkin muncul disekitar bangkai untuk menambah identifikasi. Pengumpulan sampel data dilakukan sesuai dengan �Ten Basic Rules For Collection� yaitu���� :

1). Ambil dokumentasi dan catat waktu datangnya fase stadium lalat dari semua lokasi datangnya serangga. 2). Kumpulkan sampel larva sampai lalat dewasa dan kemudian dimasukkan kedalam botol dan diberi label yang terdiri dari waktu pengumpulan, area tubuh dan fase hidup serangga. 3). Setelah sampel yang dikumpulkan mencangkup semua stadium larva serangga yang diambil dari area tubuh mayat atau bangkai dilakukan proses pengemasan spesimen. Larva : Larva yang sudah terkumpulkan harus diawetkan, dengan cara mencelupkan kedalam air panas agar otot larva menjadi kontraksi sehingga didapatkan larva yang lurus dan tidak melengkung untuk membantu mengukur panjang larva, kemudian dimasukkan kedalam alkohol 75% kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis larva serangga yang datang.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0. Menggunakan uji Normalitas Shapiro-Wilk dilanjutkan uji statistik Krusskall wallis digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan pertumbuhan larva yang signifikan antar kelompok perlakuan.

Penentuan Post Mortem Interval (PMI) dengan Mengkonversikan suhu dan waktu menjadi Accumalated degree days (ADD) dan Accumulated degree hours (ADH) dengan Rumus waktu pertumbuhan larva pertama dikalikan dengan suhu (Verma & Paul, 2013).

�����������

Hasil dan Pembahasan

A.  Hasil Penelitian

Hasil dari pengamatan pada bangkai tikus, mengalami perubahan (Post Mortem Interval)pada hari pertama bangkai terlihat mengalami bloating lalat dewasa mulai berdatangan, bau khas menyengat pada bangkai tikus. Telur dan ada beberapa larva yang sudah mulai tumbuh terutama pada bagian luka bakar. Larva berwarna putih kekuningan. Hari kedua hampir semua tikus bulunya mulai rontok, kulit dan daging mulai rusak dan mengeluarkan cairan hitam serta larva bertambah banyak pada bagian luka dan yang tertekan oleh badan. Pada hari ketiga dan ke empat semua tubuh tikus berwarna coklat kehitaman dan diperkiran larva memasuki tahap instar 3 dengan bentuk spirakel tampak jelas dan pada hari ke enam larva masih ada namun ada beberapa yang sudah berubah menjadi tahap pupa. Hasil dari identifikasi jenis larva serangga berdasarkan Pictorial Key yaitu sebagian besar adalah genus Crhysomia dan Sarcophaga terlihat pada Gambar 1

 

 

 


 

 

 

 

Gambar 1. Lalat Dewasa Genus Chrysomia

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Lalat Dewasa Genus Sarcophaga

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 3. Larva Genus Chrysomia Spirakel Anterior

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Larva Genus Sarcophaga Sprirakel Anterior

Gambar 5. Larva Genus Chrysomia Spirakel Posterior

 

Gambar 6. Larva Genus Sarcophaga Sprirakel Posterior

 

Dari hasil identifikasi larva serangga, dilakukan penentuan Post Mortem Interval dengan rumus berdasarkan penelitian (Verma & Paul, 2013) yang disajikan pada tabel berikut :

 

Tabel 1.

Hasil Formula ADD untuk menentukan Post Mortem Interval Genus Crhysomia

Hari

Famili

 

Temperatur Lingkungan

( C0)

 

 

Temperatur Crime (Suhu Tubuh Bangkai)

( C0)

 

Temperatur Basal

ADD

∑ ADD

1

Crhysomia

30

36

2

34

-

2

28

32

2

30

64

3

30

32

2

30

94

4

28

32

2

30

124

5

30

32

2

30

154

6

29

32

2

30

184

7

30

32

2

30

214

 

       Ditemukan larva instar III Crhysomia periode waktu perkembangan serangga 72 jam. Suhu lingkungan 29,10C dan temperatur basal 20C. Diperoleh nilai sebagai berikut���������� :

       ADH��� = 72 x (29,1-2)

= 72 x 27,1 = 1951,2

       ADD��� = 1951,2/24 jam = 81,3

       Perkiraan Waktu Kematian : 3 Hari

 

Hasil Uji Statistik dilakukan dengan uji normalitas Shapiro-Wilk diperoleh hasil pada kelompok 1 terdistribusi normal (p value = 0,652), kelompok 2 tidak terdistribus normal (p value = 0,041), kelompok 3 tidak terdistribusi normal (p value = 0,019) dan kelompok 4 (p value = 0,408), yang selengkapnya disajikan pada table berikut

 

Tabel 2.Hasil Uji Normalitas pertumbuhan Larva

Pertumbuhan Larva Lalat

Shapiro-Wilk

 

Statistik

df

Sig.

Kelompok 1

0,941

7

0,652

Kelompok 2

0,800

7

0,041

Kelompok 3

0,767

7

0,019

Kelompok 4

0,912

7

0,408

 

Setelah dilakukan uji normalitas, kemudian hasil uji statistik Kruskal Wallis diperoleh hasil bahwaterdapat perbedaan pertumbuhan larva lalat dari faktor penyebab kematiannya dengan nilai (p value = 0,051) yaitu p<α.Kelompok 4 diperoleh hasil rata-rata (mean) tertinggi dan kelompok 3 diperoleh hasil rata-rata (mean) terendah.Hasil disajikan pada tabel berikut :

 

Tabel 3. Hasil Uji Statistika Kruskall Wallis dan Rerata Pertumbuhan Larva

Kelompok

Rerata (Mean)

Median

p Value

1

4,8679

4,6300

0,054

2

5,4257

4,6300

3

2,5479

0,0000

4

5,4420

4,6500

 

 

 

 

 

 

 

B.  Pembahasan

Lalat adalah serangga yang paling cepat hinggap pada tubuh bangkai, famili lalat yang calliphoridae selanjutnya diikuti oleh Muscidae, Tachinidae, dan Sarcophagidae (Yahya, 2021). Lalat akan membentuk koloni pada bagian tubuh bangkai yang terbuka dan lembab, seperti kelopak mata, kantung mata, lubang hidung, mulut, bibir, lubang genital, anus, dan luka terbuka (Wardhani, 2019). Lalat akan hinggap pada area tersebut untuk meletakkan telurnya (Wardani & Mulyanto, 2019). Lalat dewasa yang teridentifikasi pada penelitian ini adalah genus Chrysomia dan Sarcophaga. Genus Crhysomia merupakan lalat yang dikenal sebagai blow flies atau lalat hijau. Ciri-ciri dari lalat crhysomia memiliki mata berwarna merah gelap, bagian mulutnya berwarna kuning, warna tubunya hijau kebiruan metalik, abdomen berwarna hijau metalik dan memiliki garis-garis transversal. Genus Sarcophaga dikenal dengan flesh flies merupakan lalat yang memiliki mata berwarna merah gelap tubuh berwarna abu-abu, memiliki garis hitam memanjang seperti papan catur pada abdomen (Putri, 2018).

Menurut (Amendt, Goff, Campobasso, & Grassberger, 2010), menentukan waktu kematian perlu mengetahui koloni serangga yang pertama kali datang pada bangkai. Hasil identifikasi larva lalat instar III pada, bisa digunakan untuk kepentingan forensiK dalam menentukan PMI dari bangkai mayat tersebut. Hasil dari perhitungan PMI pada penelitian ini adalah 3 hari untuk larva genus Chrysomia dan Sarcophaga berdasarkan waktu perkembangan larvanya yaitu instar III selama 72 jam dengan suhu rata-rata 28-300C. Menentukan PMI pada penelitian (Nurokhman, 2018) menggunakan sampel bangkai babi dan ditemukan larva Calliphora dan Lucilia instar III kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Thermal Unit disebut juga hari derajat (Degree Days-0D). Nilai 0D dapat ditambahkan bersamaan hingga menghasilkan nilai Accumulated Degree Days (ADD) sehingga dari hasil penelitian waktu kematian dari bangkai babi tersebut selama 7 hari. Rumus perhitungan PMI yang digunakan melibatkan jenis larva serangga, siklus perkembangannya dan temparatur basal (temperatur fisiologis serangga dan temperatur lingkungan merupakan komponen untuk menghitung PMInya (Gennard, 2012)

Berdasarkan hasil uji statistika Kruskall Wallis setelah di analisis terdapat perbedaan pertumbuhan larva lalat dari masing-masing kelompok faktor penyebab kematian dan pada hasil uji rerata terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena faktor penyebab kematian bisa digunakan sebagai indikator pertumbuhan larva. Seperti pada kelompok tiga penyebab keamtian karena keracunan merupakan nilai rerata paling rendah hal ini disebabkan karena pengaruh dari pemberian racun insektisida pada tikus yang menyebabkan lalat yang datang juga mengalami keracunan dan tahap perkembangan larvanya terhenti. Pengaruh zat kimia yang ada dalam bangkai tikus mengurangi ketertarikan serangga yang datang untuk meletakkan telurnya. Pemberian zat kimia menimbulkan efek toksik terhadap perkembangan lalat yang menghinggapi bangkai tikus yang menyebabkan berkurangnya populasi lalat (Manik, 2019) serta pada kelompok empat memiliki nilai rata-rata tertinggi karena tidak ada perlakuan yang spesifik menurut teori bahwa bangkai yang berada di daratan atau tida di perairan (basah) pertumbuhan lalat larva bisa jauh lebih cepat pertumbuhan larva lalat di darat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan larva lalat didaerah perairan. Perbedaan yang terjadi sesuai dengan teori jumlah larva yang lebih besar populasinya didaerah daratan daripada perairan, karena lalat tidak akan mendekat pada tubuh yang terendam air kecuali ada zat yang menarik pada tubuh bangkai (ERNANDO & Pujiastuti, 2018).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan

�� Pertumbuhan larva bisa digunakan sebagai metode dalam menentukan Post Mostem Interval berdasarkan faktor penyebab kematiannya yang menunjukkan perhitunganperkiraan waktu kematian dari identifikasi Lalat yang ditemukan yaitu genus Crhysomia dan Sarcophaga yang digunakan sebagai indikator dalam penentuan Post Mortem Interval yaitu perkiraan 3 hari dari waktu kematiannya. Terdapat perbedaan dari pertumbuhan larva lalat berdasarkan faktor penyebab kematiannya.

Semakin majuilmu Entomologi Forensik disarankan untuk lebih dikembangkan lagi dalam penelitian selanjutnya bisa melakukan uji molekuler dari larva lalat yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis spesies dari lalat yang datang dan bisa menjadi pembanding dengan uji identifikasi melihat morfologinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alamri, Hadi. (2017). Kedudukan Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Lex Privatum, 5(1).Google Scholar

 

Amendt, Jens, Goff, M. Lee, Campobasso, Carlo P., & Grassberger, Martin. (2010). Current Concepts In Forensic Entomology. Springer. Google Scholar

 

Ernando, Yudi, & Pujiastuti, Yulia. (2018). Keanekaragaman Arthropoda Predator, Serangga Parasitoid Dan Penyerbuk Pada Tanaman Tumpangsari Kacang Panjang Dan Mentimun Dengan Perlakuan Bioinsektisida Berbasis Bacillus Thuringiensis= Diversity Of Predator Arthropoda, Parasitoid Insects And Pollinators On Intercropping Long Beans And Cucumbers With Bacillus Thuringiensis Based Bioinsektisida Treatment. Sriwijaya University. Google Scholar

 

Gennard, Dorothy. (2012). Forensic Entomology: An Introduction. John Wiley & Sons. Google Scholar

 

Manik, Muhammad Fernando. (2019). Pengaruh Morfin Dan Arsen Dosis Letal Terhadap Pertumbuhan Larva Chrysoma. Sp Pada Bangkai Tikus Whistar Di Kota Medan. Google Scholar

 

Nurokhman, Faizal Arief. (2018). Analisis Propoksur Ld50 Terhadap Pertumbuhan Larva Lalat Sarcophaga Sp. Dengan Kromatografi Gas-Spektometri Massa. Jurnal Biosains Pascasarjana, 20(2), 93�106. Google Scholar

 

Parker, M. Anderson, Benecke, M., Byrd, J. H., Hawkes, R., Brown, R., & Castner, J. L. (2010). Entomological Alteration Of Bloodstain Evidence. Crc Press Boca Raton. Google Scholar

 

Putri, Yunita Panca. (2018). Taksonomi Lalat Di Pasar Induk Jakabaring Kota Palembang. Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 15(2), 105�111. Google Scholar

 

Switha, Elfinchia Tiara, Anwar, Chairil, Dalilah, Dalilah, & Ghiffari, Ahmad. (2019). Pengaruh Beda Tempat Peletakkan Bangkai Dengan Pertumbuhan Larva Lalat Pada Tikus Rattus Norvegicus. Syifa�medika: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 10(1), 45�53. Google Scholar

 

Verma, Kapil, & Paul, Reject. (2013). Assessment Of Post Mortem Interval,(Pmi) From Forensic Entomotoxicological Studies Of Larvae And Flies. Entomol Ornithol Herpetol, 2(104), 983�2161. Google Scholar

 

Wang, Man, Chu, Jun, Wang, Yu, Li, Fagui, Liao, Mingqing, Shi, He, Zhang, Yingna, Hu, Guoliang, & Wang, Jiangfeng. (2019). Forensic Entomology Application In China: Four Case Reports. Journal Of Forensic And Legal Medicine, 63, 40�47. Google Scholar

 

Wardani, Dita Pratiwi Kusuma, & Mulyanto, Arif. (2019). Identifikasi Larva Lalat Dalam Kepentingan Post Mortem Interval Pada Bangkai Tikus (Rattus Novergicus) Yang Diberi Ciu Oplosan Di Science Techno Park Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Herb-Medicine Journal, 2(1). Google Scholar

 

Wardhani, Siti Pramitha Retno. (2019). Intisari Biologi Dasar: Diandra Kreatif. Diandra Kreatif. Google Scholar

 

Wulandari, Dwi Astuti, Syamsun, Arfi, & Triani, Eva. (2020). Effect Of Variation Barbiturate (Sodium Phenobarbitone) Lethal Dose On Calliphoridae Larvae Length To Rat (Rattus Norvegicus) Carcasses Wistar Strain. Jurnal Kedokteran, 9(2), 111�123. Google Scholar

 

Yahya, Sadda Salisa. (2021). 3. Flies Larva On White Rat Carcass (Rattus Norvegicus Berkenhout, 1769) With Various Treatment Outdoor. Jurnal Medika Veterinaria, 15(1). Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Agustin Citra Dwi Handoko (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: