Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021
MENENTUKAN POST MORTEM INTERVAL (PMI) DENGAN PEMERIKSAAN
PERTUMBUHAN LARVA SERANGGA BERDASARKAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN
Agustin Citra Dwi Handoko
Universitas
Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email: �[email protected]
Abstrak
Menentukan Post Mortem Interval merupakan
bagian dari ilmu Forensik dalam kasus penemuan mayat yang harus diidentifikasi.
Salah satu cabang ilmu forensik yang bisa digunakan yaitu Entomologi Forensik
yang menggunakan indikator perkembangan serangga untuk menentukan lama waktu
kematian.� Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan Post Mortem Interval dengan pemeriksaan pertumbuhan larva serangga
menggunakan sampel tikus galur wistar (Rattus Norvegicus) sebanyak 16 ekor,
yang diberi 4 perlakuan berdasarkan faktor penyebab kematian yaitu Terminasi dengan
Luka Bakar, Tenggelam, Keracunan dan Dislokasi. Kemudian diamati pertumbuhan
larvanya selama 7 hari dan larva yang dikumpulkan diidentifikasi dan dihitung
perkiraan lama waktu kematiannya. Hasil
dari penelitian ini dari larva yang dikumpulkan diperoleh nilai rata-rata
ukuran Panjang larva selama 7 hari pengamatan yaitu kelompok 1: 4,8679,
kelompok 2: 5,4257, kelompok 3: 2,5479 dan kelompok 4: 5,4420. Identifikasi
jenis larva ditemukan genus Crhysomia dan Sarcophaga, kemudian ditentukan Post
Mortem Interval diperkirakan 3 hari kematian serta data dianalisis menggunakan
SPSS Kruskal Wallis diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan larva
lalat dari factor penyebab kematiannya dengan nilai (p value = 0,054) yaitu
p>α.� �Berdasarkan
hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
Entomologi Forensik dengan melihat pertumnbuhan larva serangga bisa digunakan
sebagai metode dalam memperkirakan Post Mortem Interval dan adanya perbedaan
pertumbuhan larva dari faktor penyebab kematian berdasarkan uji statistika
Kata kunci : Post Mortem
Interval, Entomologi Forensik, Larva Lalat,
��
Faktor penyebab
kematian.
Abstract
Determining the Post Mortem
Interval is part of Forensic science in the case of finding a corpse that must
be identified. One branch of forensic science that can be used is Forensic
Entomology which uses indicators of insect development to determine the length
of time of death. This study aims to determine the Post Mortem Interval by
examining the growth of insect larvae using a sample of 16 wistar
(Rattus Norvegicus) rats, which were given 4 treatments based on the factors
causing death, namely Termination by Burns, Drowning, Poisoning and
Dislocation. Then the larval growth was observed for 7 days and the collected
larvae were identified and the estimated time of death was calculated. The
results of this study of the collected larvae obtained the average value of
larval length for 7 days of observation, namely group 1: 4.8679, group 2:
5.4257, group 3: 2.5479 and group 4: 5.4420. Identification of larvae species
found in the genus Crhysomia and Sarcophaga,
then determined Post Mortem Interval estimated 3 days of death and data
analyzed using SPSS Kruskal Wallis showed that there were differences in the
growth of fly larvae from the factors causing death with a value (p value =
0.054), or p>α. Based on the results and discussion of this study, it
can be concluded that Forensic Entomology by looking atinsect
larvae can be used as a method in estimating the Post Mortem Interval the
growth ofand the differences in larval growth of the
factors causing death based on statistical tests.
Keywords: Post Mortem Interval, Forensic Entomology, Flies Larvae,
Factors that cause death.
Pendahuluan
Penentuan waktu kematian (Post
Mortem Interval) dalam kasus penemuan mayat merupakan hal yang penting
dalam Ilmu Forensik untuk menentukan situasi terakhir dari korban yang ditemukan
serta dibutuhkan ketelitian dalam mengungkapkan sebab kematian dan identifikasi
waktu kematian mayat yang ditemukan. Metode atau cabang ilmu dalam mengungkapkan
waktu kematian dalam ilmu forensik salah satunya yaitu Entomologi Forensik (Parker et al., 2010).
Entomologi Forensik
merupakan cabang ilmu forensik yang menggunakan perkembangan serangga sebagai
indikator dalam menentukan Post Mortem Interval (PMI). Selama 40 tahun
perkembangan Entomologi Forensik dunia telah berkembang, beberapa negara telah
menggunakan keberadaan lalat dan serangga sebagai cara investigasi untuk identifikasi
mayat dan tempat kejadian perkara (Gennard, 2012) Telah banyak organisasi
seperti North American Forensic Entomology Association (NAFEA), American Board
of Forensic Entomology (ABFE) (Wang et al., 2019).
Indonesia mulai berkembang organisasi Entomologi Forensik dengan terbentuknya
Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI).
Penentuan PMI melihat
perubahan pada mayat sampai pada proses pembusukan (Dekomposisi). Lalat merupakan
serangga yang pertama kali datang pada saat proses dekomposisi, sehingga
pertumbuhan larva lalat bisa digunakan sebagai indikator untuk menentukan Post
Mortem Interval. dalam proses pembusukan awal dan penghancuran mayat, serangga
yang berperan adalah Flesh Flies (Sarcophagidae) dan Blow flies (Calliphoridae),
lalat famili ini bisa menjadi indikator untuk memperkirakan PMI dengan
melihat pertumbuhan, perkembangan serta siklus hidup dari lalat (Wulandari, Syamsun, & Triani, 2020).
Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pasal 184 ayat (1) salah satu alat
bukti yang sah dalam pemeriksaan perkara pidana adalah keterangan ahli. Peran
Entomologi Forensik digunakan dalam menentukan Post Mortem Interval sebagai
keterangan ahli untuk digunakan sebagai alat bukti (Alamri, 2017). Perkiraan
lama waktu kematian dalam Entomologi forensik menggunakan indikator kedatangan
serangga, faktor-faktor yang mempengaruhi kedatangan serangga seperti faktor
lingkungan, proses pembusukan dan faktor penyebab dari kematian mayat tersebut juga
berpengaruh dalam proses pertumbuhan larva seperti akibat luka bakar,
keracunan, dan tenggelam (Switha, Anwar, Dalilah, & Ghiffari, 2019). Identifikasi yang
dilakukan harus sedetail mungkin dan dikonfirmasi oleh ahli entomologi untuk
semua jenis taksa bahkan yang dianggep umum. Tujuannya agar data yang terkumpul
dalam memperkirakan PMI mendapatkan hasil akurat.
Berdasarkan hal tersebut,
penelitian dilakukan menentukan PMI dengan pemeriksaan pertumbuhan larva
serangga dari faktor penyebab kematian dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Metode Penelitian
����������� Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Entomologi, Divisi Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga Surabaya. Waktu Penelitian dilaksanakan Juli 2021.
Sampel tikus galur wistar (Rattus
Norvegicus) berjenis kelamin
jantan, berat 200-250 gram dan berumur 3-4 bulan sebanyak 16 ekor, yang diberi 4 perlakuan berdasarkan kelompok faktor penyebab kematian yaitu Terminasi dengan Luka Bakar, Tenggelam, Keracunan dan Dislokasi.
Masing-masing kelompok terdiri
dari 4 ekor tikus, sebelum diberi perlakuan tikus dikondisikan agar tidak stress selama seminggu. Setelah itu, Semua sampel tikus
diberi 4 perlakuan sebagai berikut : 1.) Kelompok pertama tikus diberi
perlakuan dengan terminasi dan penambahan luka bakar dibagian
dorsal (punggung) tikus sebesar 30%. 2.) Kelompok kedua Tikus Wistar diberikan perlakuan dengan kematian akibat keracunan pemberian pestisida Profenofos dengan dosis 358 mg/kgBB sesuai dengan dosis
LD50 masing-masing tikus sebesar
2,5 ml berdasarkan pedoman
OECD 425. 3.) Kelompok ketiga
Tikus Wistar diberikan perlakuan dengan kematian akibat tenggelam selama + 10 menit sampai pada fase Terminal stage menurut mekanisme tenggelam. 4.) Tikus Wistar diberikan perlakuan dengan kematian akibat dislokasi atau patah tulang pada bagian leher.� Masing-masing tikus
wistar yang diberikan perlakuan sesuai kelompok faktor penyebab kematian akan dibunuh sesuai
dengan etika prosedur penelitian pada hewan coba.
�� Faktor
suhu dan tempat perletakkan bangkai akan dibuat sama
rata yaitu pada suhu 270C setelah itu, pemeriksaan
dilakukan setiap hari untuk melihat
waktu munculnya larva pada tubuh bangkai. Larva diambil kemudian diberi label dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan morfologis bagian posterior spirakel dan anterior spirakel serta mengukur panjang larva. Selain pemeriksaan pada larva dilakukan koleksi atau pengumpulan
serangga yang mungkin muncul disekitar bangkai untuk menambah
identifikasi. Pengumpulan sampel data dilakukan sesuai dengan �Ten Basic Rules For Collection� yaitu���� :
1). Ambil dokumentasi dan catat waktu datangnya
fase stadium lalat dari semua lokasi
datangnya serangga. 2). Kumpulkan sampel larva sampai lalat dewasa
dan kemudian dimasukkan kedalam botol dan diberi label yang terdiri dari waktu pengumpulan,
area tubuh dan fase hidup serangga. 3). Setelah sampel yang dikumpulkan mencangkup semua stadium larva serangga yang diambil dari area tubuh mayat atau bangkai
dilakukan proses pengemasan
spesimen. Larva : Larva yang
sudah terkumpulkan harus diawetkan, dengan cara mencelupkan
kedalam air panas agar otot larva menjadi kontraksi sehingga didapatkan larva yang lurus dan tidak melengkung untuk membantu mengukur panjang larva, kemudian dimasukkan kedalam alkohol 75% kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis larva serangga yang datang.
Analisis data dilakukan
dengan menggunakan SPSS
16.0. Menggunakan uji Normalitas
Shapiro-Wilk dilanjutkan uji statistik
Krusskall wallis digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan pertumbuhan
larva yang signifikan antar
kelompok perlakuan.
Penentuan Post Mortem Interval
(PMI) dengan Mengkonversikan
suhu dan waktu menjadi Accumalated degree days
(ADD) dan Accumulated degree hours (ADH) dengan Rumus waktu pertumbuhan
larva pertama dikalikan dengan suhu (Verma & Paul, 2013).
�����������
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Hasil dari pengamatan
pada bangkai tikus, mengalami perubahan (Post Mortem Interval)� pada hari pertama bangkai terlihat mengalami
bloating lalat dewasa mulai berdatangan, bau khas menyengat pada bangkai tikus.
Telur dan ada beberapa larva yang sudah mulai tumbuh terutama pada bagian luka
bakar. Larva berwarna putih kekuningan. Hari kedua hampir semua tikus bulunya
mulai rontok, kulit dan daging mulai rusak dan mengeluarkan cairan hitam serta
larva bertambah banyak pada bagian luka dan yang tertekan oleh badan. Pada hari
ketiga dan ke empat semua tubuh tikus berwarna coklat kehitaman dan diperkiran
larva memasuki tahap instar 3 dengan bentuk spirakel tampak jelas dan pada hari
ke enam larva masih ada namun ada beberapa yang sudah berubah menjadi tahap pupa.
Hasil dari identifikasi jenis larva serangga berdasarkan Pictorial Key yaitu
sebagian besar adalah genus Crhysomia dan Sarcophaga terlihat pada Gambar 1
Gambar 1. Lalat Dewasa Genus Chrysomia
Gambar 2. Lalat Dewasa Genus Sarcophaga
Gambar 3. Larva Genus Chrysomia Spirakel Anterior
Gambar 4. Larva Genus Sarcophaga Sprirakel
Anterior
Gambar 5. Larva Genus Chrysomia Spirakel
Posterior
Gambar 6. Larva Genus Sarcophaga Sprirakel
Posterior
Dari hasil identifikasi larva serangga, dilakukan penentuan Post Mortem
Interval dengan rumus berdasarkan penelitian (Verma & Paul, 2013) yang disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1.
Hasil Formula ADD untuk menentukan Post Mortem Interval Genus Crhysomia
Hari |
Famili |
Temperatur Lingkungan ( C0) |
Temperatur Crime (Suhu Tubuh Bangkai) ( C0) |
Temperatur Basal |
ADD |
∑ ADD |
1 |
Crhysomia |
30 |
36 |
2 |
34 |
- |
2 |
28 |
32 |
2 |
30 |
64 |
|
3 |
30 |
32 |
2 |
30 |
94 |
|
4 |
28 |
32 |
2 |
30 |
124 |
|
5 |
30 |
32 |
2 |
30 |
154 |
|
6 |
29 |
32 |
2 |
30 |
184 |
|
7 |
30 |
32 |
2 |
30 |
214 |
� Ditemukan larva instar III Crhysomia periode waktu perkembangan serangga 72 jam. Suhu lingkungan 29,10C dan temperatur basal 20C. Diperoleh nilai sebagai berikut���������� :
� ADH��� = 72 x (29,1-2)
= 72 x 27,1 = 1951,2
� ADD��� = 1951,2/24 jam = 81,3
� Perkiraan Waktu Kematian :
3 Hari
Hasil Uji Statistik dilakukan dengan uji normalitas Shapiro-Wilk diperoleh hasil pada kelompok 1 terdistribusi normal (p value = 0,652), kelompok 2 tidak terdistribus normal (p value = 0,041), kelompok 3 tidak terdistribusi normal (p value = 0,019) dan kelompok 4 (p value = 0,408), yang selengkapnya disajikan pada table berikut
Tabel 2.� Hasil Uji Normalitas pertumbuhan Larva
Pertumbuhan Larva Lalat |
Shapiro-Wilk |
||
|
Statistik |
df |
Sig. |
Kelompok 1 |
0,941 |
7 |
0,652 |
Kelompok 2 |
0,800 |
7 |
0,041 |
Kelompok 3 |
0,767 |
7 |
0,019 |
Kelompok 4 |
0,912 |
7 |
0,408 |
Setelah dilakukan uji normalitas, kemudian hasil uji statistik Kruskal
Wallis diperoleh hasil bahwa� terdapat
perbedaan pertumbuhan larva lalat dari faktor penyebab kematiannya dengan nilai
(p value = 0,051) yaitu p<α.�
Kelompok 4 diperoleh hasil rata-rata (mean) tertinggi dan kelompok 3
diperoleh hasil rata-rata (mean) terendah.�
Hasil disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Uji Statistika Kruskall Wallis dan
Rerata Pertumbuhan Larva
Kelompok |
Rerata (Mean) |
Median |
p Value |
1 |
4,8679 |
4,6300 |
0,054 |
2 |
5,4257 |
4,6300 |
|
3 |
2,5479 |
0,0000 |
|
4 |
5,4420 |
4,6500 |
B. Pembahasan
Lalat adalah serangga yang paling cepat hinggap pada tubuh bangkai, famili
lalat yang calliphoridae selanjutnya diikuti oleh Muscidae, Tachinidae, dan
Sarcophagidae (Yahya, 2021). Lalat akan membentuk koloni pada bagian tubuh bangkai
yang terbuka dan lembab, seperti kelopak mata, kantung mata, lubang hidung,
mulut, bibir, lubang genital, anus, dan luka terbuka (Wardhani, 2019). Lalat akan hinggap pada area tersebut untuk
meletakkan telurnya (Wardani & Mulyanto, 2019). Lalat dewasa yang teridentifikasi pada penelitian
ini adalah genus Chrysomia dan Sarcophaga. Genus Crhysomia merupakan lalat yang
dikenal sebagai blow flies atau lalat hijau. Ciri-ciri dari lalat crhysomia
memiliki mata berwarna merah gelap, bagian mulutnya berwarna kuning, warna
tubunya hijau kebiruan metalik, abdomen berwarna hijau metalik dan memiliki
garis-garis transversal. Genus Sarcophaga dikenal dengan flesh flies merupakan
lalat yang memiliki mata berwarna merah gelap tubuh berwarna abu-abu, memiliki
garis hitam memanjang seperti papan catur pada abdomen (Putri, 2018).
Menurut (Amendt, Goff, Campobasso, & Grassberger, 2010), menentukan waktu
kematian perlu mengetahui koloni serangga yang pertama kali datang pada
bangkai. Hasil identifikasi larva lalat instar III pada, bisa digunakan untuk
kepentingan forensiK dalam menentukan PMI dari bangkai mayat tersebut. Hasil
dari perhitungan PMI pada penelitian ini adalah 3 hari untuk larva genus
Chrysomia dan Sarcophaga berdasarkan waktu perkembangan larvanya yaitu instar
III selama 72 jam dengan suhu rata-rata 28-300C. Menentukan PMI pada penelitian
(Nurokhman, 2018) menggunakan sampel bangkai babi dan ditemukan larva
Calliphora dan Lucilia instar III kemudian dihitung dengan menggunakan rumus
Thermal Unit disebut juga hari derajat (Degree Days-0D). Nilai 0D dapat
ditambahkan bersamaan hingga menghasilkan nilai Accumulated Degree Days (ADD)
sehingga dari hasil penelitian waktu kematian dari bangkai babi tersebut selama
7 hari. Rumus perhitungan PMI yang digunakan melibatkan jenis larva serangga,
siklus perkembangannya dan temparatur basal (temperatur fisiologis serangga dan
temperatur lingkungan merupakan komponen untuk menghitung PMInya (Gennard, 2012)
Berdasarkan hasil uji statistika Kruskall Wallis setelah di analisis
terdapat perbedaan pertumbuhan larva lalat dari masing-masing kelompok faktor
penyebab kematian dan pada hasil uji rerata terdapat perbedaan hal ini
disebabkan karena faktor penyebab kematian bisa digunakan sebagai indikator
pertumbuhan larva. Seperti pada kelompok tiga penyebab keamtian karena
keracunan merupakan nilai rerata paling rendah hal ini disebabkan karena
pengaruh dari pemberian racun insektisida pada tikus yang menyebabkan lalat
yang datang juga mengalami keracunan dan tahap perkembangan larvanya terhenti.
Pengaruh zat kimia yang ada dalam bangkai tikus mengurangi ketertarikan
serangga yang datang untuk meletakkan telurnya. Pemberian zat kimia menimbulkan
efek toksik terhadap perkembangan lalat yang menghinggapi bangkai tikus yang
menyebabkan berkurangnya populasi lalat (Manik, 2019) �serta pada kelompok empat memiliki nilai
rata-rata tertinggi karena tidak ada perlakuan yang spesifik menurut teori
bahwa bangkai yang berada di daratan atau tida di perairan (basah) pertumbuhan
lalat larva bisa jauh lebih cepat pertumbuhan larva lalat di darat lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan larva lalat didaerah perairan. Perbedaan yang
terjadi sesuai dengan teori jumlah larva yang lebih besar populasinya didaerah
daratan daripada perairan, karena lalat tidak akan mendekat pada tubuh yang
terendam air kecuali ada zat yang menarik pada tubuh bangkai (ERNANDO & Pujiastuti, 2018).
Kesimpulan
�� Pertumbuhan larva bisa digunakan
sebagai metode dalam menentukan Post Mostem Interval berdasarkan faktor
penyebab kematiannya yang menunjukkan perhitungan� perkiraan waktu kematian dari identifikasi
Lalat yang ditemukan yaitu genus Crhysomia dan Sarcophaga yang digunakan
sebagai indikator dalam penentuan Post Mortem Interval yaitu perkiraan 3 hari
dari waktu kematiannya. Terdapat perbedaan dari pertumbuhan larva lalat
berdasarkan faktor penyebab kematiannya.
Semakin
maju� ilmu Entomologi Forensik disarankan
untuk lebih dikembangkan lagi dalam penelitian selanjutnya bisa melakukan uji
molekuler dari larva lalat yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis
spesies dari lalat yang datang dan bisa menjadi pembanding dengan uji
identifikasi melihat morfologinya.
Alamri, Hadi. (2017). Kedudukan Keterangan
Ahli Sebagai Alat Bukti Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Lex
Privatum, 5(1).Google Scholar
Amendt, Jens, Goff, M. Lee, Campobasso,
Carlo P., & Grassberger, Martin. (2010). Current Concepts In Forensic
Entomology. Springer. Google Scholar
Ernando, Yudi, & Pujiastuti, Yulia.
(2018). Keanekaragaman Arthropoda Predator, Serangga Parasitoid Dan
Penyerbuk Pada Tanaman Tumpangsari Kacang Panjang Dan Mentimun Dengan Perlakuan
Bioinsektisida Berbasis Bacillus Thuringiensis= Diversity Of Predator
Arthropoda, Parasitoid Insects And Pollinators On Intercropping Long Beans And
Cucumbers With Bacillus Thuringiensis Based Bioinsektisida Treatment.
Sriwijaya University. Google Scholar
Gennard, Dorothy. (2012). Forensic
Entomology: An Introduction. John Wiley & Sons. Google Scholar
Manik, Muhammad Fernando. (2019). Pengaruh
Morfin Dan Arsen Dosis Letal Terhadap Pertumbuhan Larva Chrysoma. Sp Pada
Bangkai Tikus Whistar Di Kota Medan. Google Scholar
Nurokhman, Faizal Arief. (2018). Analisis
Propoksur Ld50 Terhadap Pertumbuhan Larva Lalat Sarcophaga Sp. Dengan
Kromatografi Gas-Spektometri Massa. Jurnal Biosains Pascasarjana, 20(2),
93�106. Google Scholar
Parker, M. Anderson, Benecke, M., Byrd, J.
H., Hawkes, R., Brown, R., & Castner, J. L. (2010). Entomological
Alteration Of Bloodstain Evidence. Crc Press Boca Raton. Google Scholar
Putri, Yunita Panca. (2018). Taksonomi
Lalat Di Pasar Induk Jakabaring Kota Palembang. Sainmatika: Jurnal Ilmiah
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 15(2), 105�111. Google Scholar
Switha, Elfinchia Tiara, Anwar, Chairil,
Dalilah, Dalilah, & Ghiffari, Ahmad. (2019). Pengaruh Beda Tempat Peletakkan
Bangkai Dengan Pertumbuhan Larva Lalat Pada Tikus Rattus Norvegicus. Syifa�medika:
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 10(1), 45�53. Google Scholar
Verma, Kapil, & Paul, Reject. (2013).
Assessment Of Post Mortem Interval,(Pmi) From Forensic Entomotoxicological
Studies Of Larvae And Flies. Entomol Ornithol Herpetol, 2(104),
983�2161. Google Scholar
Wang, Man, Chu, Jun, Wang, Yu, Li, Fagui,
Liao, Mingqing, Shi, He, Zhang, Yingna, Hu, Guoliang, & Wang, Jiangfeng.
(2019). Forensic Entomology Application In China: Four Case Reports. Journal
Of Forensic And Legal Medicine, 63, 40�47. Google Scholar
Wardani, Dita Pratiwi Kusuma, &
Mulyanto, Arif. (2019). Identifikasi Larva Lalat Dalam Kepentingan Post Mortem
Interval Pada Bangkai Tikus (Rattus Novergicus) Yang Diberi Ciu Oplosan Di
Science Techno Park Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Herb-Medicine
Journal, 2(1). Google Scholar
Wardhani, Siti Pramitha Retno. (2019). Intisari
Biologi Dasar: Diandra Kreatif. Diandra Kreatif. Google Scholar
Wulandari, Dwi Astuti, Syamsun, Arfi, &
Triani, Eva. (2020). Effect Of Variation Barbiturate (Sodium Phenobarbitone)
Lethal Dose On Calliphoridae Larvae Length To Rat (Rattus Norvegicus) Carcasses
Wistar Strain. Jurnal Kedokteran, 9(2), 111�123. Google Scholar
Yahya, Sadda Salisa. (2021). 3. Flies Larva
On White Rat Carcass (Rattus Norvegicus Berkenhout, 1769) With Various
Treatment Outdoor. Jurnal Medika Veterinaria, 15(1). Google Scholar
Copyright holder: Agustin Citra Dwi Handoko �(2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |