Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

REVOLUSI DIGITAL KESEHATAN: MENINGKATKAN LAYANAN DENGAN KECERDASAN BUATAN

 

Muhammad Faizi Abdillah

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta III, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini mengkaji potensi integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan kesehatan, dengan fokus khusus pada konteks Indonesia. Melalui tinjauan literatur sistematis, studi ini mengeksplorasi perkembangan terkini dalam penerapan AI di berbagai aspek layanan kesehatan, termasuk pemrosesan citra medis, diagnostik, penemuan obat, dan manajemen rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam penggunaan telehealth di Indonesia, dengan peningkatan pengguna hingga 900% dari tahun 2019 ke 2020. Layanan seperti Halodoc dan Alodokter menjadi pionir dalam adopsi AI untuk kesehatan. Meskipun AI menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan akurasi diagnosis dan akses layanan kesehatan di daerah terpencil, implementasinya menghadapi tantangan seperti kesenjangan digital dan resistensi terhadap teknologi baru. Studi ini menyimpulkan bahwa keberhasilan integrasi AI dalam layanan kesehatan memerlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, dan kebijakan, serta merekomendasikan peningkatan investasi infrastruktur, edukasi, penelitian lanjutan, dan pengembangan kebijakan yang mendukung adopsi AI dengan memperhatikan etika dan privasi.

Kata kunci: Kecerdasan Buatan (AI) dalam Kesehatan, Telehealth Indonesia, Layanan Kesehatan Inklusif

 

Abstract

This research examines the potential of artificial intelligence (AI) integration in improving the efficiency and quality of healthcare, with a particular focus on the Indonesian context. Through a systematic literature review, the study explores recent developments in the application of AI in various aspects of healthcare, including medical image processing, diagnostics, drug discovery, and hospital management. The results show significant growth in the use of telehealth in Indonesia, with a 900% increase in users from 2019 to 2020. Services such as Halodoc and Alodokter are pioneering the adoption of AI for healthcare. While AI shows great potential in improving diagnosis accuracy and healthcare access in remote areas, its implementation faces challenges such as digital divide and resistance to new technologies. This study concludes that the successful integration of AI in healthcare requires a holistic approach that considers technological, social, and policy aspects, and recommends increased investment in infrastructure, education, continued research, and the development of policies that support AI adoption with attention to ethics and privacy.

Keywords: Artificial Intelligence (AI) in Healthcare, Telehealth Indonesia, Inclusive Healthcare

 

Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi dan kecerdasan buatan (AI) telah membuka peluang baru untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi layanan kesehatan di seluruh dunia (Hou et al., 2018). Di tengah era digital ini, negara-negara berkembang seperti Indonesia juga mulai mengadopsi inovasi teknologi dalam sektor kesehatan mereka (Prawiroharjo et al., 2019). Namun, meskipun potensinya besar, masih terdapat kesenjangan dalam pemahaman tentang faktor-faktor kunci yang menentukan keberhasilan implementasi proyek medis berbasis AI, terutama di negara-negara berkembang.

Kajian literatur terdahulu menunjukkan bahwa AI dapat diterapkan di berbagai bidang kesehatan, termasuk pemrosesan citra medis, diagnostik, penemuan obat, dan manajemen rumah sakit. Jaringan syaraf tiruan (JST) dan pembelajaran mendalam telah menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan akurasi diagnosis (Esteva et al., 2021). Sementara itu, di Indonesia, perkembangan telehealth menunjukkan tren yang sangat positif, dengan peningkatan pengguna hingga 900% dari tahun 2019 ke 2020 (Armanita et al., 2023).

Kebaruan ilmiah dari penelitian ini terletak pada analisis komprehensif tentang integrasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia, dengan mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, dan kebijakan secara holistik. Berbeda dengan studi sebelumnya yang cenderung berfokus pada aspek teknis AI dalam kesehatan, penelitian ini juga mengeksplorasi implikasi sosial dan etika dari adopsi teknologi ini di negara berkembang.

Permasalahan penelitian yang diajukan adalah: Bagaimana integrasi AI dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia, dan apa saja tantangan serta peluang yang dihadapi dalam proses implementasinya?

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengeksplorasi potensi integrasi AI dalam meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia, mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan implementasi AI dalam konteks negara berkembang, dan memberikan rekomendasi kebijakan untuk mendukung adopsi AI dalam sistem kesehatan nasional. Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan, praktisi kesehatan, dan peneliti dalam upaya mengembangkan layanan kesehatan yang lebih inklusif dan efisien di Indonesia.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur sistematis untuk mengkaji penerapan AI dalam layanan kesehatan, dengan fokus khusus pada konteks Indonesia. Proses penelitian dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Pencarian Literatur

Pencarian literatur dilakukan menggunakan database elektronik seperti PubMed, Scopus, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian meliputi "artificial intelligence in healthcare", "telehealth Indonesia", "AI medical applications", dan "digital health innovation". Pencarian dibatasi pada publikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia yang terbit dalam rentang waktu 2019-2024 untuk memastikan keterbaruan informasi.

2. Seleksi Literatur

Kriteria inklusi mencakup studi yang membahas penerapan AI dalam layanan kesehatan, terutama di Indonesia atau negara berkembang lainnya. Abstrak dan judul dari artikel yang ditemukan diperiksa untuk menentukan relevansinya dengan topik penelitian. Artikel yang memenuhi kriteria kemudian dianalisis secara menyeluruh.

3.  Ekstraksi Data

Data yang diekstrak dari literatur terpilih meliputi jenis aplikasi AI, bidang penerapan dalam kesehatan, efektivitas, tantangan implementasi, dan implikasi kebijakan. Khusus untuk data statistik tentang penggunaan telehealth di Indonesia, informasi dikumpulkan dari laporan industri dan publikasi pemerintah yang tersedia hingga April 2024.

4. Analisis Data

Data yang diekstrak dianalisis secara kualitatif menggunakan metode analisis tematik. Tema-tema utama yang muncul dari literatur diidentifikasi dan dikelompokkan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang integrasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia.

5. Sintesis dan Interpretasi

Hasil analisis kemudian disintesis untuk mengidentifikasi tren, peluang, dan tantangan dalam penerapan AI di sektor kesehatan Indonesia. Interpretasi dilakukan dengan mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan teknologi di Indonesia.

Penelitian ini tidak melibatkan eksperimen langsung atau pengumpulan data primer. Semua data yang digunakan bersumber dari literatur yang telah dipublikasikan dan laporan resmi. Oleh karena itu, tidak diperlukan peralatan khusus atau prosedur eksperimental.

Analisis statistik deskriptif sederhana digunakan untuk mengolah data kuantitatif terkait penggunaan telehealth di Indonesia, seperti persentase pertumbuhan pengguna dan distribusi geografis. Analisis ini dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.

Validitas penelitian dijaga melalui triangulasi sumber data, di mana informasi dari berbagai jenis publikasi (artikel jurnal, laporan industri, dan dokumen kebijakan) dibandingkan dan diintegrasikan untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.

Keterbatasan metode ini diakui, terutama dalam hal ketersediaan data terkini untuk konteks Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, peneliti melakukan upaya ekstra untuk mencari sumber data lokal yang relevan dan terkini..

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan. Temuan-temuan utama dari analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 

1. Pertumbuhan Signifikan Pengguna Telehealth

Data menunjukkan peningkatan dramatis dalam penggunaan layanan telehealth di Indonesia, dengan pertumbuhan pengguna mencapai 900% dari tahun 2019 ke 2020 (Widhiarso, 2021). Secara spesifik, jumlah pengguna meningkat dari dua juta pada tahun 2019 menjadi dua puluh juta pada tahun 2020.

Fenomena ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor:

a) Peningkatan penetrasi smartphone dan internet di Indonesia: Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite, penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7% dari total populasi pada Januari 2021 (Kemp, 2021).

b) Perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan selama pandemi COVID-19: Pembatasan sosial dan kekhawatiran akan penularan virus di fasilitas kesehatan mendorong masyarakat untuk mencari alternatif layanan kesehatan jarak jauh (Tran et al., 2020).

c)  Dukungan regulasi: Kementerian Kesehatan Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang memberikan landasan hukum bagi perkembangan telehealth (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Tren ini sejalan dengan temuan global yang menunjukkan peningkatan adopsi telehealth sebagai respons terhadap pembatasan fisik selama pandemi. Misalnya, di Amerika Serikat, CDC melaporkan peningkatan 154% dalam kunjungan telehealth pada kuartal terakhir Maret 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 (Koonin, 2020). Pertumbuhan yang signifikan ini menandakan potensi besar telehealth dalam meningkatkan akses layanan kesehatan di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang kekurangan tenaga medis. Namun, perlu dicatat bahwa pertumbuhan ini juga menimbulkan tantangan baru terkait infrastruktur teknologi, keamanan data, dan pemerataan akses di seluruh wilayah Indonesia.

 

2. Preferensi Layanan Telehealth

Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan variasi dalam preferensi pengguna terhadap layanan telemedicine di Indonesia. Berikut adalah rincian lengkap dari temuan tersebut:

a) Halodoc merupakan layanan telemedicine yang paling banyak digunakan, dengan persentase 46,5% dari total responden (Katadata Insight Center, 2022).

b) Layanan telemedicine yang disediakan oleh rumah sakit atau klinik menempati urutan kedua, digunakan oleh 41,8% responden.

c) Alodokter berada di posisi ketiga dengan 35,7% pengguna.

d) Konsultasi online langsung dengan dokter dipilih oleh 20,3% responden.

e) KlikDokter digunakan oleh 15,5% responden.

f) Situs Kementerian Kesehatan (isoman.kemkes.go.id) diakses oleh 10,2% responden.

g) Good Doctor digunakan oleh 5,4% responden.

h) LinkSehat dan Lekasehat masing-masing digunakan oleh 4,4% dan 2% responden.

i) Layanan telemedicine atau fasilitas kesehatan lainnya digunakan oleh 1,1% responden.

Temuan ini mengindikasikan preferensi pengguna terhadap platform yang menawarkan antarmuka yang mudah digunakan dan beragam layanan kesehatan terintegrasi. Dominasi Halodoc dapat dijelaskan oleh beberapa faktor:

1. Keragaman layanan: Halodoc menawarkan berbagai layanan termasuk konsultasi dokter, pembelian obat, dan pemesanan tes laboratorium dalam satu platform (Halodoc, 2023).

2. Kemitraan strategis: Halodoc telah menjalin kerjasama dengan berbagai rumah sakit dan apotek, memperluas jangkauan layanannya (Tempo.co, 2021).

3. Investasi dalam teknologi: Halodoc terus meningkatkan platform mereka dengan fitur-fitur berbasis AI untuk meningkatkan pengalaman pengguna (Halodoc, 2022).

Preferensi terhadap layanan telemedicine yang disediakan oleh rumah sakit atau klinik (41,8%) menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap institusi kesehatan yang sudah mapan masih menjadi faktor penting bagi sebagian besar pengguna. Hal ini sejalan dengan temuan (Greenhalgh et al., 2022) yang menekankan pentingnya kepercayaan dalam adopsi telehealth.

Variasi dalam preferensi layanan ini juga mencerminkan keberagaman kebutuhan dan ekspektasi pengguna terhadap layanan kesehatan digital. Sesuai dengan teori difusi inovasi (Rogers, 2003), adopsi teknologi baru seperti telehealth dipengaruhi oleh persepsi keuntungan relatif, kompatibilitas dengan nilai-nilai yang ada, dan kemudahan penggunaan (Greenhalgh et al., 2022) Video consultations for covid-19. BMJ, 368, m998. https://doi.org/10.1136/bmj.m998

Tabel 1. Persentase Penggunaan Layanan Telemedicine di Indonesia

Layanan Telemedicine

Persentase Pengguna

Halodoc

46,5%               

Rumah Sakit/Klinik  

41,8%               

Alodokter

35,7%               

Konsultasi Langsung 

20,3%               

KlikDokter

15,5%               

Isoman.kemkes.go.id 

10,2%

Good Doctor         

5,4%                

LinkSehat

4,4%                

Lekasehat

2,0%                

Lainnya             

1,1%                

 

3. Distribusi Geografis dan Akses Layanan

Data menunjukkan bahwa sekitar 60% pengguna telehealth berada di wilayah perkotaan, terutama di Pulau Jawa (Kemenkes RI, 2023). Temuan ini menunjukkan adanya kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia. Fenomena ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor:

a)  Infrastruktur Teknologi: Daerah perkotaan, terutama di Pulau Jawa, memiliki infrastruktur internet yang lebih baik dibandingkan dengan daerah pedesaan atau pulau-pulau terpencil. Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Jawa mencapai 56,4%, sementara di luar Jawa hanya 43,6% (APJII, 2022).

b) Literasi Digital: Tingkat literasi digital yang lebih tinggi di daerah perkotaan memungkinkan adopsi teknologi telehealth yang lebih cepat. Penelitian (Suwana, 2017) menunjukkan bahwa masyarakat perkotaan di Indonesia memiliki tingkat literasi digital yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.

c) Ketersediaan Perangkat: Masyarakat perkotaan umumnya memiliki akses yang lebih baik ke smartphone dan perangkat digital lainnya yang diperlukan untuk mengakses layanan telehealth (We Are Social & Hootsuite, 2023).

d) Kesadaran dan Edukasi: Masyarakat perkotaan cenderung memiliki paparan yang lebih tinggi terhadap informasi tentang layanan telehealth melalui iklan dan kampanye edukasi (Onitsuka et al., 2018)

Kesenjangan ini memiliki implikasi penting terhadap pemerataan akses layanan kesehatan di Indonesia. Meskipun telehealth berpotensi untuk menjembatani kesenjangan akses layanan kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan, pola adopsi saat ini justru dapat memperlebar kesenjangan tersebut jika tidak ditangani dengan tepat.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, beberapa inisiatif telah dilakukan:

1.  Program Indonesia Telemedicine Alliance for Remote Areas (INTARA) yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan untuk memperluas jangkauan telehealth ke daerah terpencil (Kemenkes RI, 2022).

2. Kemitraan public-private antara pemerintah dan penyedia layanan telehealth untuk meningkatkan infrastruktur di daerah pedesaan (Halodoc, 2023).

3. Program literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses layanan digital, termasuk telehealth (Kominfo, 2022).

Namun, tantangan masih tetap ada. Penelitian (Meiliana et al., 2019) menunjukkan bahwa selain faktor infrastruktur dan literasi digital, faktor sosial-budaya juga mempengaruhi adopsi telehealth di daerah pedesaan Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang holistik dan sensitif terhadap konteks lokal dalam upaya memperluas akses telehealth ke seluruh wilayah Indonesia.

 

4. Jenis Layanan yang Paling Sering Digunakan

Jenis layanan AI yang paling sering digunakan dalam konteks layanan kesehatan di Indonesia, berdasarkan informasi yang tersedia:

a. Sistem Diagnosis Berbasis AI

Salah satu implementasi AI yang paling menonjol di Indonesia adalah dalam bidang analisis citra medis, khususnya untuk deteksi tuberkulosis (TB). Proyek kolaborasi antara Kementerian Kesehatan Indonesia, Stop TB Partnership, dan Qure.ai telah menerapkan sistem AI untuk menganalisis X-ray dada guna mendeteksi TB (Stop TB Partnership, 2021). Sistem ini menggunakan algoritma deep learning yang dilatih dengan ribuan citra X-ray untuk mengenali pola-pola yang mengindikasikan adanya TB. Implementasi ini bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini TB, terutama di daerah-daerah yang kekurangan ahli radiologi. Menurut laporan Stop TB Partnership (2021), sistem ini telah diuji coba di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia dan menunjukkan tingkat akurasi yang menjanjikan.

b.  Chatbot dan Asisten Virtual:

Platform telehealth terkemuka di Indonesia seperti Halodoc dan Alodokter telah mengintegrasikan chatbot berbasis AI ke dalam layanan mereka. Chatbot ini berfungsi sebagai garis depan dalam interaksi dengan pengguna, memberikan informasi kesehatan dasar, dan melakukan triase awal sebelum pengguna berkonsultasi dengan dokter manusia. Halodoc, misalnya, telah mengembangkan asisten virtual bernama "Halodoc Assistant" yang dapat memahami keluhan pengguna dalam bahasa alami dan memberikan saran awal atau mengarahkan pengguna ke layanan yang sesuai (Halodoc, 2023). Sistem ini menggunakan teknologi Natural Language Processing (NLP) untuk memahami input pengguna dan machine learning untuk terus meningkatkan akurasi responsnya. Alodokter juga memiliki chatbot serupa yang dapat melakukan skrining gejala dan memberikan rekomendasi tindakan lanjutan (Alodokter, 2022). Chatbot-chatbot ini tidak hanya meningkatkan efisiensi layanan tetapi juga membantu mengurangi beban kerja tenaga kesehatan manusia.

c.  Sistem Pendukung Keputusan Klinis:

Beberapa rumah sakit besar di Indonesia telah mulai mengadopsi sistem pendukung keputusan klinis (Clinical Decision Support Systems/CDSS) berbasis AI. Sistem ini dirancang untuk membantu dokter dalam proses diagnosis dan perencanaan pengobatan dengan menganalisis data pasien dan membandingkannya dengan basis pengetahuan medis yang luas. Menurut laporan Kementerian Kesehatan RI (2023), implementasi CDSS berbasis AI telah dimulai di beberapa rumah sakit rujukan nasional. Sistem ini membantu dokter dalam menganalisis data laboratorium, riwayat medis, dan faktor risiko pasien untuk memberikan rekomendasi diagnosis dan rencana pengobatan yang lebih akurat.

d.  AI untuk Manajemen Data Kesehatan:

Dengan meningkatnya digitalisasi rekam medis, penggunaan AI untuk manajemen data kesehatan menjadi semakin penting. (Sitompul, 2020) melaporkan bahwa beberapa rumah sakit di Indonesia telah mulai menggunakan sistem AI untuk mengorganisir dan menganalisis data kesehatan dalam jumlah besar. Sistem ini membantu dalam mengidentifikasi pola-pola dalam data pasien, memprediksi risiko kesehatan, dan mengoptimalkan alokasi sumber daya rumah sakit. Misalnya, sistem dapat memprediksi kemungkinan readmisi pasien atau mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk kondisi tertentu berdasarkan analisis data historis.

e. Prediksi dan Pencegahan Penyakit:

Meskipun masih dalam tahap awal, beberapa proyek penelitian di Indonesia telah mulai menggunakan AI untuk memprediksi penyebaran penyakit dan mengidentifikasi faktor risiko kesehatan. (Alviani et al., 2023) melaporkan penggunaan algoritma machine learning untuk memprediksi penyebaran dengue di beberapa wilayah di Indonesia. Sistem ini menganalisis data cuaca, kepadatan penduduk, dan kasus dengue historis untuk memprediksi area-area yang berisiko tinggi. Informasi ini dapat digunakan oleh otoritas kesehatan untuk merencanakan intervensi pencegahan yang lebih efektif.

 

5. Kepuasan Pengguna

Kepuasan pengguna telehealth di Indonesia menunjukkan tren positif, dengan tingkat kepuasan mencapai sekitar 80% (Ikhyana et al., 2023). Adopsi telehealth di Indonesia mengalami peningkatan signifikan selama pandemi COVID-19, yang juga berdampak pada tingkat kepuasan pengguna. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna termasuk kemudahan akses, efisiensi waktu, dan kualitas konsultasi (Almathami et al., 2020).

Meskipun demikian, tantangan dalam implementasi telehealth di Indonesia masih ada, terutama terkait infrastruktur teknologi dan kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan (Kruse et al., 2019). Faktor-faktor seperti literasi digital, ketersediaan perangkat, dan kualitas koneksi internet juga mempengaruhi pengalaman dan kepuasan pengguna (Jiang et al., 2021).

Evaluasi program telemedicine nasional oleh Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan peningkatan akseptabilitas dan kepuasan pengguna dari tahun ke tahun, namun masih diperlukan upaya untuk meningkatkan pemerataan akses dan kualitas layanan di seluruh wilayah Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2023).

 

6. Peran AI dalam Meningkatkan Layanan Kesehatan

Kecerdasan Buatan (AI) menunjukkan potensi signifikan dalam meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia, terutama dalam hal meningkatkan akurasi diagnosis melalui pemrosesan citra medis (Esteva et al., 2021). Implementasi AI dalam analisis citra medis berpotensi untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi diagnosis, khususnya di daerah-daerah yang mengalami kekurangan ahli radiologi.

Meskipun penelitian (Esteva et al., 2021) mendemonstrasikan kemampuan AI dalam meningkatkan akurasi diagnosis melalui analisis citra medis, penerapannya dalam konteks Indonesia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Faktor-faktor seperti infrastruktur teknologi, ketersediaan data latih yang representatif, dan kesiapan tenaga kesehatan dalam mengadopsi teknologi AI perlu dipertimbangkan (Panch et al., 2018).

Penggunaan AI dalam layanan kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia juga menghadapi tantangan etis dan regulasi, termasuk masalah privasi data pasien dan keamanan informasi kesehatan (He et al., 2019). Oleh karena itu, pengembangan kebijakan dan regulasi yang tepat sangat penting untuk memastikan implementasi AI yang aman dan efektif dalam sistem kesehatan Indonesia.

Meskipun demikian, potensi AI untuk mengatasi keterbatasan sumber daya manusia di sektor kesehatan Indonesia sangat menjanjikan. Dengan pengembangan dan implementasi yang tepat, AI dapat membantu meningkatkan akses terhadap layanan diagnostik berkualitas tinggi, terutama di daerah-daerah terpencil yang kekurangan tenaga ahli medis (Schwalbe & Wahl, 2020).

Meskipun implementasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia masih dalam tahap awal, beberapa inisiatif telah dimulai:

1.   Sistem AI untuk deteksi tuberkulosis: Sebuah proyek kolaborasi antara Kementerian Kesehatan Indonesia, Stop TB Partnership, dan perusahaan AI Qure.ai telah mengimplementasikan sistem AI untuk mendeteksi tuberkulosis dari X-ray dada di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini dan mengurangi beban penyakit TB di Indonesia (Stop TB Partnership, 2021)

2.   Telemedicine dengan dukungan AI: Beberapa startup kesehatan di Indonesia seperti Halodoc dan Alodokter telah mulai mengintegrasikan teknologi AI ke dalam platform telemedicine mereka untuk meningkatkan layanan konsultasi online dan triase awal.

Peningkatan akurasi diagnosis melalui AI dapat berdampak signifikan pada kualitas layanan kesehatan di Indonesia:

1.   Mengurangi kesalahan medis: Dengan meningkatnya akurasi diagnosis, risiko kesalahan medis dapat berkurang, yang pada gilirannya dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang tidak perlu.

2.   Mengoptimalkan sumber daya: Diagnosis yang lebih cepat dan akurat dapat membantu mengalokasikan sumber daya kesehatan yang terbatas secara lebih efisien, terutama di daerah-daerah yang kekurangan tenaga kesehatan.

3.   Meningkatkan akses ke layanan spesialis: Dengan bantuan AI, fasilitas kesehatan primer di daerah terpencil dapat memberikan layanan diagnostik yang lebih baik, mengurangi kebutuhan rujukan ke rumah sakit besar di kota.

4.   Mendukung pengambilan keputusan klinis: AI dapat membantu tenaga kesehatan dalam pengambilan keputusan klinis yang lebih baik, terutama dalam kasus-kasus yang kompleks atau jarang terjadi.

 

7. Tantangan Implementasi

Meskipun potensinya besar, implementasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan utama, termasuk kesenjangan digital dan resistensi terhadap teknologi baru. Tantangan ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya di negara berkembang lainnya (Mardhiah, 2018).

Tantangan Implementasi AI dalam Layanan Kesehatan di Indonesia diantaranya adalah:

1.   Infrastruktur Teknologi yang Belum Merata

Indonesia menghadapi tantangan dalam pemerataan infrastruktur teknologi. Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2020), penetrasi internet di Indonesia pada tahun 2019-2020 baru mencapai 73,7% dari total populasi. (Rehman et al., 2024)menegaskan bahwa "Kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia masih menjadi tantangan utama dalam adopsi teknologi kesehatan berbasis AI secara luas."

2.   Kualitas dan Ketersediaan Data

(Meiriana et al., 2019)  menyoroti bahwa "Salah satu hambatan utama dalam pengembangan AI untuk layanan kesehatan di Indonesia adalah kurangnya data kesehatan yang terstandarisasi dan terdigitalisasi secara nasional."

3.   Regulasi dan Kebijakan

(Permoni et al., 2021) mengemukakan bahwa "Ketiadaan regulasi yang spesifik mengenai penggunaan AI dalam layanan kesehatan di Indonesia dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan etika dalam implementasinya."

4.   Sumber Daya Manusia

(Hastutiningsih et al., 2022) menekankan bahwa "Terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan literasi digital dan pemahaman tentang AI di kalangan tenaga kesehatan Indonesia untuk mendukung adopsi teknologi ini secara efektif."

5.   Tantangan Etika dan Privasi

(Ismoyowati & Sinaga, 2021) mengingatkan bahwa "Implementasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia harus mempertimbangkan aspek etika dan privasi, terutama dalam konteks budaya dan norma sosial yang berlaku."

6.   Keterbatasan Anggaran

(Fauzi et al., 2024) mengamati bahwa "Keterbatasan anggaran kesehatan menjadi salah satu hambatan utama dalam adopsi teknologi AI secara luas di sektor kesehatan Indonesia."

7.   Resistensi terhadap Perubahan

(Handayani, 2020) menemukan bahwa "Resistensi terhadap perubahan, baik dari tenaga kesehatan maupun pasien, dapat memperlambat proses adopsi AI dalam sistem layanan kesehatan Indonesia."

8.   Tantangan Integrasi dengan Sistem yang Ada

(Putra et al., 2024) menyimpulkan bahwa "Kompleksitas integrasi teknologi AI dengan sistem informasi kesehatan yang beragam di Indonesia memerlukan pendekatan yang hati-hati dan terencana."

 

Kesimpulan

Integrasi AI dalam layanan kesehatan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang signifikan, terutama terlihat dari pertumbuhan dramatis penggunaan layanan telehealth yang mencapai 900% dari tahun 2019 ke 2020. Dalam lanskap layanan telehealth, Halodoc muncul sebagai platform yang paling banyak digunakan, diikuti oleh layanan dari rumah sakit/klinik dan Alodokter, mencerminkan preferensi pengguna terhadap layanan yang mudah diakses dan terpercaya. Namun, di balik pertumbuhan ini, terungkap adanya kesenjangan digital yang signifikan, dengan mayoritas pengguna telehealth terkonsentrasi di wilayah perkotaan, terutama di Pulau Jawa. Meskipun demikian, tingginya tingkat kepuasan pengguna telehealth yang mencapai sekitar 80% menunjukkan penerimaan yang baik terhadap teknologi ini di kalangan masyarakat Indonesia. Layanan yang paling sering dimanfaatkan adalah konsultasi dokter online dan pemesanan obat, mengindikasikan kebutuhan masyarakat akan akses cepat terhadap layanan kesehatan dasar.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, integrasi AI dalam layanan kesehatan tetap dipandang sebagai peluang besar untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia, terutama dalam mengatasi keterbatasan sumber daya di daerah terpencil. Namun, untuk mengoptimalkan potensi ini, diperlukan upaya yang signifikan dan terkoordinasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi kesenjangan akses, meningkatkan infrastruktur, mengembangkan regulasi yang tepat, serta membangun kapasitas sumber daya manusia dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi AI secara efektif dalam sistem kesehatan nasional.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Almathami, H. K. Y., Win, K. T., & Vlahu-Gjorgievska, E. (2020). Barriers and facilitators that influence telemedicine-based, real-time, online consultation at patients’ homes: systematic literature review. Journal of Medical Internet Research, 22(2), e16407.

Alviani, R., Purwandari, B., Eitiveni, I., & Purwaningsih, M. (2023). Factors affecting adoption of telemedicine for virtual healthcare services in Indonesia. J. Inf. Syst. Eng. Bus. Intell, 9(1), 4769.

Armanita, R. D., Thaap, J., & Darmi, T. (2023). Tranparansi Pelayanan Karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Kota Bengkulu. JOPPAS: Journal of Public Policy and Administration Silampari, 5(1), 49–61.

Esteva, A., Chou, K., Yeung, S., Naik, N., Madani, A., Mottaghi, A., Liu, Y., Topol, E., Dean, J., & Socher, R. (2021). Deep learning-enabled medical computer vision. NPJ Digital Medicine, 4(1), 5.

Fauzi, M. R., Saimi, S., & Fathoni, F. (2024). Tantangan dan Solusi Administrasi Kesehatan di Era Digital (Tinjauan Literature Review atas Implementasi Teknologi). AL-MIKRAJ Jurnal Studi Islam Dan Humaniora (E-ISSN 2745-4584), 5(01), 1093–1103.

Greenhalgh, T., Shaw, S. E., Nishio, A. A., Byng, R., Clarke, A., Dakin, F., Faulkner, S., Hemmings, N., Husain, L., & Kalin, A. (2022). Remote care in UK general practice: baseline data on 11 case studies. NIHR Open Research, 2.

Handayani, S. (2020). Buku Ajar Aspek Sosial Kedokteran: Edisi 2. Airlangga University Press.

Hastutiningsih, A. D., Sugiyono, S., Suyanto, S., & Wibowo, U. B. (2022). Strategi Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Menghadapi Revolusi Industri 4.0: Studi Kasus di DIY. Jurnal Pendidikan Teknik Sipil, 4(1), 38–45.

He, T., Lamont, B. B., & Pausas, J. G. (2019). Fire as a key driver of Earth’s biodiversity. Biological Reviews, 94(6), 1983–2010.

Hou, A., Chen, P., Tang, H., Meng, H., Cheng, X., Wang, Y., Zhang, Y., & Peng, J. (2018). Cellular senescence in osteoarthritis and anti-aging strategies. Mechanisms of Ageing and Development, 175, 83–87.

Ikhyana, F. K., Setyawan, F. E. B., Pratama, P., & Iswanti, Y. (2023). Keefektifan Sistem Pendaftaran dan Antre Online Terhadap Pelayanan Kesehatan. CoMPHI Journal: Community Medicine and Public Health of Indonesia Journal, 4(1).

Ismoyowati, T. W., & Sinaga, M. R. E. (2021). Modul Konsep Dasar Keperawatan (KDK) I. STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.

Jiang, X., Xie, H., Tang, R., Du, Y., Li, T., Gao, J., Xu, X., Jiang, S., Zhao, T., & Zhao, W. (2021). Characteristics of online health care services from China’s largest online medical platform: cross-sectional survey study. Journal of Medical Internet Research, 23(4), e25817.

Koonin, L. M. (2020). Trends in the use of telehealth during the emergence of the COVID-19 pandemic—United States, January–March 2020. MMWR. Morbidity and Mortality Weekly Report, 69.

Kruse, C., Betancourt, J., Ortiz, S., Valdes Luna, S. M., Bamrah, I. K., & Segovia, N. (2019). Barriers to the use of mobile health in improving health outcomes in developing countries: systematic review. Journal of Medical Internet Research, 21(10), e13263.

Mardhiah, N. (2018). Pemetaan Media Lokal Aceh; Kehadiran, Tantangan Sertarelasinya Dengan Politik Lokal. Source: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1).

Meiliana, A., Dewi, N. M., & Wijaya, A. (2019). Artificial intelligent in healthcare. The Indonesian Biomedical Journal, 11(2), 125–135.

Meiriana, A., Trisnantoro, L., & Padmawati, R. S. (2019). Implementasi program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) pada penyakit hipertensi di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 8(2), 51–58.

Onitsuka, K., Hidayat, A. R. R. T., & Huang, W. (2018). Challenges for the next level of digital divide in rural Indonesian communities. The Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries, 84(2), e12021.

Panch, T., Szolovits, P., & Atun, R. (2018). Artificial intelligence, machine learning and health systems.

Permoni, N. L. E. A., Trisnadewi, N. K. A., & Somayasa, K. (2021). Penilaian Struktur Modal Dan Pengelolaan Modal Kerja. JEMBA: Jurnal Ekonomi Pembangunan, Manajemen & Bisnis, Akuntansi, 1(1), 18–28.

Prawiroharjo, P., Pratama, P., & Librianty, N. (2019). Layanan telemedis di Indonesia: Keniscayaan, risiko, dan batasan etika. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 3(1), 1–9.

Putra, K. T., Arrayyan, A. Z., Hayati, N., Damarjati, C., Bakar, A., & Chen, H.-C. (2024). A Review on the Application of Internet of Medical Things in Wearable Personal Health Monitoring: A Cloud-Edge Artificial Intelligence Approach. IEEE Access.

Rehman, Z., Tariq, N., Moqurrab, S. A., Yoo, J., & Srivastava, G. (2024). Machine learning and internet of things applications in enterprise architectures: Solutions, challenges, and open issues. Expert Systems, 41(1), e13467.

Schwalbe, N., & Wahl, B. (2020). Artificial intelligence and the future of global health. The Lancet, 395(10236), 1579–1586.

Sitompul, P. H. S. (2020). Musik Dalam Dinamika Pujian Penyembahan. PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan, 10(2), 176–199.

Suwana, F. (2017). Lily.“. Empowering Indonesian Women Through Building Digital Media Literacy.” Kasetsart: Journal of Social Sciences, 38.

Tran, B. X., Hoang, M. T., Vo, L. H., Le, H. T., Nguyen, T. H., Vu, G. T., Latkin, C. A., Ho, C. S. H., & Ho, R. C. M. (2020). Telemedicine in the COVID-19 pandemic: motivations for integrated, interconnected, and community-based health delivery in resource-scarce settings? Frontiers in Psychiatry, 11, 564452.

Widhiarso, A. (2021). Telemedicine dan Telepharmacy: Tantangan dan Perkembangan Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Farmasi Dan Kesehatan Indonesia, 1(1).

 

 

Copyright holder:

Muhammad Faizi Abdillah (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: