Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELOR (Moringa oleifera, L) MENURUNKAN KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS WISTAR MODEL SINDROMA METABOLIK

 

Dyah Ratna Budiani1, Jarot Subandono2, Danus Hermawan3*, Fikar Arsyad Hakim4

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia1,2,3,4

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3*, [email protected]4

 

Abstrak

Sindrom metabolik ditandai oleh hipertensi, obesitas sentral, resistensi insulin, dan dislipidemia, dan dapat meningkatkan risiko stroke serta penyakit jantung koroner. Kehadiran dan tingginya kadar enzim SGPT dan SGOT dalam darah menunjukkan adanya gangguan fungsi hati. Pemberian ekstrak daun Moringa berdampak pada penurunan nilai serum SGPT dan SGOT pada tikus Wistar dalam model sindrom metabolik. Penelitian eksperimental laboratorium dengan desain pretest-posttest dan kontrol posttest hanya. Sebanyak 30 tikus Wistar dibagi menjadi 5 kelompok sampel, yaitu: P1 sebagai kontrol normal, P2 sebagai kontrol sindrom metabolik tanpa pemberian ekstrak etanol daun Moringa, P3, P4, dan P5 sebagai kelompok sindrom metabolik yang diberikan ekstrak etanol daun Moringa selama 28 hari (mulai dari hari ke-28 hingga ke-56) dengan dosis bertingkat 150 mg/KgBB, 250 mg/KgBB, dan 350 mg/KgBB per hari. Induksi sindrom metabolik dilakukan dengan pakan tinggi lemak selama 28 hari pertama dan injeksi STZ-NA dilakukan pada hari ke-25. Analisis statistik yang akan digunakan adalah ANOVA satu arah dan post-hoc Tukey HSD untuk data yang terdistribusi normal, serta menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk data yang tidak terdistribusi normal diikuti oleh uji Mann-Whitney. Data penelitian adalah data kuantitatif deskriptif. Pemberian ekstrak etanol daun Moringa 150 mg/kg BB/hari (kelompok P3); 250 mg/kg BB/hari (kelompok P4) dan 350 mg/kg BB/hari (kelompok P5) menghasilkan penurunan kadar SGPT dan SGOT, dan dosis 350 mg/kg BB/hari memberikan hasil terbaik. Pemberian ekstrak etanol daun Moringa dapat menurunkan kadar SGPT dan SGOT dalam plasma darah.

Kata Kunci: Moringa oleifera, SGPT, SGOT, sindrom metabolik

                                                                                                                           

Abstract

Metabolic syndrome is characterized by hypertension, central obesity, insulin resistance, and dyslipidemia and can increase the risk of stroke and coronary heart disease. The presence and high levels of SGPT and SGOT enzymes in the blood indicate impaired liver function. Administration of Moringa leaf extract had an effect on decreasing the serum SGPT and SGOT values of Wistar rats in the metabolic syndrome model. Laboratory experimental research with a pretest-posttest and posttest only control group design. 30 Wistar rats were divided into 5 sample groups, namely: P1 was a normal control, P2 was a metabolic syndrome control without giving Moringa leaf ethanolic extract, P3, P4 and P5 were a metabolic syndrome group that was given Moringa leaf ethanolic extract for 28 days (starting on 28th to 56th day) with sequential doses of 150 mg/KgBB, 250 mg/KgBB, and 350 mg/KgBB per day. Metabolic syndrome induction was carried out with high-fat feed for the first 28 days and STZ-NA injection was carried out on the 25th day. The statistical analysis that will be used is one-way ANOVA and post-hoc Tukey HSD for normally distributed data and using the Kruskal-Walis test for data that is not normally distributed followed by the Mann-Whitney test. Research data is descriptive quantitative data. Administration of Moringa leaf ethanolic extract 150 mg/kg BW/day (P3 group); 250 mg/kg BW/day (P4 group) and 350 mg/kgBW/day (P5 group), resulted in a decrease in SGPT and SGOT levels and a dose of 350 mg/kgBW/day gave the best results Giving ethanolic extract of Moringa leaves could reduce blood plasma SGPT and SGOT levels.

Keywords: Moringa oleifera, SGPT, SGOT, metabolic syndrome

 

Pendahuluan

SGPT (Serum Glutamatic Pyruvic Transaminase) atau disebut juga sebagai ensim ALT (Alanine Amino Transferase) adalah salah satu ensim yang dihasilkan oleh sel-sel hepatosit yang berperan dalam membantu pencernaan dan menghasilkan protein. Ensim SGPT banyak ditemukan di dalam sel-sel hepar dan juga berperan penting dalam metabolisme, yaitu proses merubah nutrisi menjadi energi. Apabila hepar mengalami peradangan maka SGPT atau ALT akan dilepaskan ke aliran darah. Sehingga kadar SGPT darah akan meningkat dan mengindikasikan adanya gangguan fungsi hati. SGOT (Serum Glutamic oxaloacetic transaminase) adalah ensim yang berperan dalam pencernaan protein dalam tubuh. Selain di organ hati ensim ini juga ditemukan pada jantung, otot, ginjal dan otak.

Tes darah SGPT dan SGOT bertujuan mendeteksi keberadaan kedua enzim tersebut dalam plasma darah (Feryawan et al., 2022). Pada kondisi normal kedua enzim transaminase ini berada di dalam sel. Peningkatan kadar transaminase dalam darah digunakan sebagai petanda tidak langsung dari kerusakan jaringan. Jaringan yang rusak akan mengeluarkan isi sel ke dalam plasma sehingga peningkatan transaminase dalam darah menggambarkan adanya penurunan fungsi organ. Kenaikan nilai SGPT dan SGOT pada kasus sindroma metabolik mengindikasikan adanya gangguan atau penurunan fungsi organ dan  sistem organ yang berperan dalam metabolisme protein dan pembentukan energi di dalam tubuh.

Daun Moringa oleifera telah banyak dilaporkan berpotensi dalam perbaikan kondisi sindroma metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ekstrak etanolik daun kelor dalam menurunkan kadar SGPT dan SGOT hewan coba model sindrom metabolik terinduksi.

 

Metode Penelitian

Penelitian merupakan penelitian eksperimental laboratorik, dengan pre test-post test dan post test only control group design, dilaksanakan terhadap 30 ekor tikus jantan galur wistar, usia 6 minggu, dibagi menjadi 5 kelompok hewan coba. P1= Kontrol normal, P2=Sindroma metabolik+0mg/kgBB/hari ekstrak daun kelor, P3=Sindroma metabolik+150mg/KgBB/hari ekstrak daun kelor, P4= Sindroma metabolik +250mg/kgBB/hari dan P5=Sindroma metabolik+350mg/kgBB/hari. Pengukuran SGPT dan SGOT dilaksanakan pada hari ke 0, setelah induksi obesitas, 1 hari setelah induksi STZ-Na dan 28 hari setelah pemberian ekstrak daun kelor.

Ketercapaian kondisi sindroma metabolik ditentukan dengan mengukur Kadar gula darah puasa, Trigliserida, LDL, HDL, Berat Badan, Panjang Naso-anal. Setelah melalui induksi obesitas dan DM tipe 2. Uji statistik yang digunakan adalah uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov, Uji beda menggunakan ANOVA (untuk data yang terdistribusi normal) danTukey HSD (untuk data yang terdistribusi normal), Uji Kruskal Walis, dan uji Mann-Whitney (untuk data yang terdistribusi tidak normal). Hubungan antara dosis daun kelor dengan kadar SGPT dan SGOT di uji dengan korelasi regresi linier pada P2, P3, P4 dan P5.

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian profil SGPT dan SGOT didapatkan pada 4 (empat) waktu penelitian yang terbagi atas W1, W2, W3, dan W4, sebagai berikut :

Gambar 1. Waktu Penelitian

 

a. Kadar SGPT dan SGOT  pada hari ke nol (W1).

Pengamatan pada hari  ke nol atau W1 adalah pengamatan yang dilaksanakan 7 hari setelah masa adaptasi tikus Wistar di kandang uji. Pengambilan sampel darah dilaksanakan dengan  vena intra orbital. Profil kadar SGPT (µ/Lt) dan SGOT(µ/Lt) dijelaskan pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Profil SGPT (µ/Lt) dan SGOT (µ/Lt) pada awal penelitian (hari ke 0 percobaan, 7 hari setelah masa adaptasi)

Keterangan:

P1 : Kontrol Normal

P2 : Kontrol Sindrom Metabolik

P3 : Kelompok Sindrom Metabolik dengan pemberian 150mg/kg BB/hari ektrak etanolik daun kelor

P4 : Kelompok Sindrom Metabolik dengan pemberian 250mg/kg BB/hari ektrak etanolik daun kelor

P5 : Kelompok Sindrom Metabolik dengan pemberian 350mg/kg BB/hari ektrak etanolik daun Kelor

W1: waktu pengamatan ke 1 , atau hari ke nol atau 7 (tujuh) hari sesudah masa adaptasi di kandang uji.

Hasil penelitian menunjukkan profil SGPT dan SGOT yang relatif sama untuk semua kelompok sampel. Hal ini akibat dari kondisi klinis hewan coba yang homogen untuk seluruh sampel, sebelum menerima perlakuan.

b. Hasil pengamatan SGPT dan SGOT sebelum induksi Sindrom Metabolik, setelah induksi obesitas dengan pakan tinggi lemak tinggi kolesterol (W2) :

Pengamatan waktu ke 2 (W2) dilaksanakan setelah hewan coba kelompok P2, P3, P4 dan P5 menerima asupan pakan tinggi lemak tinggi kolesterol berupa kuning telur bebek, lemak sapi dan minyak teroksidasi masing-masing sebanyak 100 mh/100gr BB/ hari, selama 28 hari pemberian. Profil SGOT (µ/Lt.) dan SGPT (µ/Lt.) pada W2 di jelaskan pada gambar berikut ini:

Gambar 3. Profil SGPT (µ/Lt) dan SGOT (µ/Lt) pada waktu pengamatan ke 2, setelah pemberian asupan diet tinggi lemak tinggi kolesterol pada kelompok P2, P3, P4 dan P5.

 

Keterangan:

P1 : Kontrol Normal

P2 : Kontrol Sindrom Metabolik

P3 : Kelompok Sindrom Metabolik dengan pemberian 150mg/kg BB/hari ektrak etanolik daun kelor

P4 : Kelompok Sindrom Metabolik dengan pemberian 250mg/kg BB/hari ektrak etanolik daun kelor

P5 : Kelompok Sindrom Metabolik dengan pemberian 350mg/kg BB/hari ektrak etanolik daun Kelor

W2: waktu pengamatan ke 2, atau setelah induksi obesitas 28 hari

 

Dari profil di atas menunjukkan bahwa induksi obesitas meningkatkan profil SGPT dan SGOT pada kelompok terinduksi (P2, P3, P4 dan P5). Asupan diet tinggi lemak tinggi kolesterol meningkatkan gangguan fungsi berbagai organ yang terkait metabolisme, sehingga titer SGPT dan SGOT darah meningkat.

c. Hasil Pengamatan SGPT dan SGOT 1 hari setelah induksi Sindrom Metabolik dengan STZ-Na (W3)

Pengamatan ke 3 adalah pengamatan selesai induksi dengan STZ-Na, dengan asumsi sudah tercapai kondisi sindrom metabolik pada P2, P3, P4 dan P5 (di buktikan dengan tercapainya hiperkolesterolemia, hiperglikemik dan obesitas sentral).  Profil SGPT dan SGOT dijelaskan pada gambar berikut ini :

Gambar 4. Profil SGPT (µ/Lt) dan SGOT (µ/Lt) pada waktu pengamatan ke 3, setelah pada kelompok P2, P3, P4 dan P5

 

Dari gambar di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan profil SGOT dan SGPT pada kelompok sampel P2, P3, P4 dan P5. Kondisi ini disebabkan adanya kerusakan organ pancreas akibat induksi STZ-Na, sehingga terjadi peningkatan SGPT dan SGOT darah.

 

d. Profil SGPT dan SGOT pada tikus wistar jantan Model Sindrom Metabolik sesudah pemberian ekstrak etanolik daun Kelor (Moringa oleifera) :

Pengamatan pada waktu ke 4, setelah pemberian ekstrak etanolik daun kelor melalui sonde lambung dengan dosis : 0 mg/kg BB/hari (kelompok P2); 150 mg/kg BB/ hari (kelompok P3); 250 mg/kg BB/hari (kelompok P4) dan 350 mg/kgBB/hari (kelompok P5). Pemberian ekstrak etanolik daun kelor dilaksanakan selama 28 hari percobaan. Hasil pengukuran profil SGPT  dan SGOT dijelaskan pada grafik berikut ini:

Gambar 5. Profil SGPT dan SGOT pada tikus wistar jantan Model Sindrom Metabolik sesudah pemberian ekstrak etanolik daun Kelor (Moringa oleifera)

 

Dari grafik di atas menunjukkan adanya penurunan kadar/ titer baik SGPT dan SGOT pada kelompok P3, P4 dan P5 yang menerima asupan ekstrak etanolik daun kelor dengan dosis berturut-turut :  150 mg/kg BB/ hari (kelompok P3); 250 mg/kg BB/hari (kelompok P4) dan 350 mg/kgBB/hari (kelompok P5). Kelompok P2 merupakan kelompok model Sindroma Metabolik dengan dosis 0 mg/ kg BB/hari tidak menunjukkan penurunan kadar SGPT dan SGOT.

 

e. Profil SGPT dan SGOT pada tikus wistar jantan Model Sindrom Metabolik sebelum induksi obesitas, induksi sindrom metabolik dan sesudah pemberian ekstrak etanolik daun Kelor (Moringa oleifera).

Profil kadar SGPT dan SGOT dari W1, W2, W3, dan W4 dirangkum dan dijelaskan  pada grafik berikut :

Gambar 6. Profil SGPT dan SGOT sebelum induksi obesitas, induksi sindrom

 

metabolik dan sesudah pemberian ekstrak etanolik daun Kelor  (Moringa oleifera).

Dari profil secara SGPT dan SGOT dijelaskan adanya kenaikan Baik SGPT maupun SGOT setelah induksi obesitas dengan diet tinggi lemak tinggi kolesterol (W2) . Kenaikkan kadar juga terlihat setelah induksi DM tipe 2 dengan STZ-Na, atau dengan kata lain kenaikkan SGPT dan SGOT meningkat kembali setelah induksi Sindroma Metabolik tercapai (W3). Namun setelah pemberian asupan ekstrak etanolik daun kelor selama 28 hari (W4), tampak profil SGPT dan SGOT pada P3, P4 dan P5 semakin menurun.

 

f. Analisis data:

 1. Uji Beda Antar Kelompok:

i. SGOT:

Setelah uji normalitas data dilanjutkan dengan uji beda menggunakan Uji Kruskal-Walis. Kadar SGOT W4 didapatkan nilai Asymp. Sig =0.004 < 0.05 , menandakan terdapat perbedaan antar kelompok, selanjutnya dilaksanakan uji beda antar kelompok dengan uji Mann-Whitney, dengan hasil uji yang dirangkum dalam tabel berikut ini :

 

Tabel 1. Hasil Uji Mann-Whitney

No

Kelompok yang diuji

p

Asymp. Sig. (2-tailed)

Kesimpulan makna

1

P1W4 -P2W4

0.05

0.004

perbedaan signifikan

2

P1W4 - P3W4

0.05

0.004

perbedaan signifikan

3

P1W4 -P4W4

0.05

0.004

perbedaan signifikan

4

P2W4 -P3W4

0.05

0.004

perbedaan signifikan

5

P2W4 - P4W4

0.05

0.004

perbedaan signifikan

 

Hasil uji beda antar kelompok menggunakan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada semua kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan diet tinggi lemak, dan pemberian Streptozocin-Nicotinamide mampu secara signifikan meningkatkan nilai SGOT, sedangkan pemberian ekstrak daun kelor mampu menurunkan nilai SGOT dengan perbedaan yang bermakna secara statistik pada berbagai dosis pemberian.

 

Tabel 2. Uji normalitas SGPT

Uji normalitas data kadar SGPT W4 dilaksanakan  Sig > 0.05 sehingga data terdistribusi normal. Uji beda dilaksanakan dengan ANOVA satu jalur dilanjutkan dengan uji LSD.

ANOVA

SGPT 

 

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

1206.412

4

301.603

1271.076

.000

Within Groups

5.932

25

.237

 

 

Total

1212.344

29

 

 

 

 

Uji Tukey HSD sebagaimana berikut ini:

Gambar 7. Uji Tukey HSD

Hasil uji beda antar kelompok menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok yang diuji.

 

2. Uji Regresi Korelasi Hubungan antara dosis ekstrak etanolik daun kelor dengan kadar SGPT dan SGOT.

 

Uji regresi korelasi hubungan antara dosis ekstrak etanolik daun kelor terhadap kadar SGPT dan SGOT bermakna kuat dengan arah hubungan yang negatif. Hasil uji regresi-korelasi linier SGPT dan SGOT dirangkum dalam tabel berikut ini:

 

Tabel 3. Hasil Uji Regresi-Korelasi

 

Koef. Korelasi (R)

Koef. Determinasi

(R2)

Konstanta

(A)

B

Persamaan Garis

Fhit

Ftab

Sig.

SGPT

0,991

0,982

37,449

- 0,991

Y=37,449-0,991X

1177,477

2,093

0.000

SGOT

0,972

0,946

75,879

- 0,972

Y=75,879-0,972X

381,802

2,093

0.000

 

Pembahasan

Pada penelitian ini sudah ditentukan kriteria Sindrom Metabolik dan hewan coba sudah dikondisikan dalam keadaan sindrom metabolik. Parameter biokimiawi yang diteliti adalah SGOT dan SGPT dengan metode enzimatik-kolorimetrik. Tiap sampel diukur 3 kali pengukuran, 1 kelompok terdiri dari 6 tikus Wistar sehingga total 18 pengukuran sampel untuk masing- masing SGOT dan SGPT.

Hasil uji normalitas data terhadap kadar SGOT, menggunakan uji  Saphiro- Wilk, menunjukkan distribusu data yang tidak normal. Sehingga uji beda yang digunakan adalah uji nonparametrik Kruskal-Wallis.  Pada kelompok P1W4 dengan P5W4 sekilas tidak ada perbedaan, namun hasil uji statistik keseluruhan menunjukkan perbedaan signifikan. Hasil Uji normalitas data kadar SGPT terdistribusi normal. Hasil uji Anova menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar kelompok dan dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey HSD.

Penelitian sebelumnya, ekstrak daun kelor dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT pada tikus dengan diabetes. Ekstrak daun kelor mengandung banyak antioksidan dan diharapkan mampu memperbaiki kerusakan jaringan termasuk di hepar dan menurunkan kadar SGOT dan SGPT dalam plasma darah. Daun kelor mengandung berbagai jenis flavonoid, salah satunya adalah kuersetin. Kuersetin merupakan flavonoid yang berfungsi sebagai hepatoprotektor. Selain memiliki kemampuan untuk mengontrol enzim dan faktor transkripsi dalam kaskade persinyalan inflamasi, kuersetin memiliki kemampuan untuk memicu aktivasi biogenesis mitokondria melalui penggunaan PGC-1α, suatu koaktivator transkripsi gen yang terkait dengan replikasi DNA mitokondria dan fosforilasi oksidatif. Ekspresi sitokrom oksidase subunit IV yang lebih tinggi, serta protein mitokondria lainnya dari rantai transpor elektron, siklus Krebs, dan jalur β-oksidasi asam lemak, berkorelasi dengan peningkatan biogenesis mitokondria 17.

Perubahan seluler, baik reversibel maupun ireversibel, menunjukkan kerusakan hepar secara histologi. Pembengkakan sel (degenerasi hidropik) dan perlemakan (steatosis) adalah dua pola kerusakan sel reversibel yang dapat diamati melalui pemeriksaan mikroskopik. Salah satu tanda awal kerusakan hepatosit adalah degenerasi hidropik. Ini terjadi karena sel tidak dapat mempertahankan homeostasis ion dan cairan, yang mengakibatkan fungsi pompa-pompa ion dependen-energi pada membran plasma hilang. Jika hepar mengalami kerusakan yang menyeluruh, yang dapat menyebabkan kepucatan, peningkatan turgor, dan peningkatan berat hepar, perubahan morfologi ini lebih mudah diamati 18. Peningkatan kadar LFT juga dapat menunjukkan masalah dengan fungsi hepar, dengan peningkatan kadar SGOT dan SGPT dalam plasma darah 19.

Keberadaan dan kadar enzim SGPT dan SGOT yang tinggi dalam darah menunjukkan gangguan fungsi hati. Enzim-enzim ini biasanya ditemukan pada sel-sel hati, tetapi jika hati mengalami kerusakan, enzim-enzim ini dilepaskan ke dalam aliran darah, sehingga kadarnya meningkat dan menunjukkan gangguan fungsi hati 20.

Kelor (Moringa oleifera, L.) mengandung banyak zat aktif, termasuk flavonoid, quercetin, vitamin C, fenol, alkaloid, terpenoid, triterpenoid, steroid, saponin, kuinon, dan tanin 21 22. Selain melindungi efek ROS pada sel, sifat antioksidan flavonoid juga dapat menghambat pembentukan ROS dan menurunkan kadar SGOT dan SGPT 23. Tiga cara flavonoid berfungsi sebagai antioksidan: mereka mengurangi produksi ROS, melakukan scavenging, dan melindungi 24 (Husna et al., 2022). Flavonoid menekan glikogenolisis dan glukoneogenesis, yang secara tidak langsung dapat mengurangi produksi ROS. Mereka juga dapat mengurangi produksi ROS dengan menghambat enzim seperti oksidasi NADH. Flavonoid menyerap atom hidrogen dalam mekanisme scavenging mereka, yang membuat radikal bebas lebih stabil dan tidak memiliki efek oksidasi. Flavonoid akan memperbaiki kerusakan sel pada sel beta pankreas sehingga sel beta dapat mensekresi insulin 25(Villarruel-López et al., 2018). Flavonoid juga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor insulin, yang berarti tubuh dapat menggunakan insulin dengan lebih baik dan menurunkan kadar glukosa dalam darah. Dengan menghentikan kerja enzim HMG-CoA reductase, flavonoid mengurangi kadar trigliserida. Akibatnya, acetyl-CoA terhambat menjadi mevalonate, yang merupakan prekursor dari LDL, VLDL, dan trigliserida. Menurut (Sasmita et al., 2017) flavonoid memiliki sifat anti inflamasi dengan menghentikan fungsi siklooksigenase dan lipooksigenase, yang bekerja untuk mengubah asam arakidonat menjadi sitokin seperti prostaglandin dan leukotrien. Proses ini menyebabkan inflamasi pada jaringan 26.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh (Aliyazicioglu et al., 2013) di mana 49 tikus diberi perawatan flavonoid dengan dua dosis berbeda selama tujuh hari 27. Parameter antioksidan, histopatologi, dan aktivitas enzim aspartate transaminase (AST) dan alanine transaminase (ALT) diuji pada tikus. Kemudian, hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh (Prahastuti et al., 2020) menggunakan 49 tikus betina yang diinduksi CCl4 dan dibagi menjadi 7 kelompok dan diberikan dosis flavonoid yang berbeda selama 7 hari 28. Penelitian ini menunjukkan aktivitas enzim alanine transaminase, aspartate transaminase, malodialdehyde, superoxide dismutase, dan katalase 28. Flavonoid juga melindungi hepatosit dari stres oksidatif dan meningkatkan penyembuhan hepar karena induksi CCl4. Dengan demikian, kelompok yang menerima dosis flavonoid tertinggi mengalami penyembuhan yang signifikan karena sifat antioksidan dan bioavaibilitas mereka 28.

Sifat antioksidan flavonoid yang kuat, berperan sebagai antioksidan dengan menangkap radikal bebas yang tidak stabil dengan menyumbangkan satu elektronnya 29. Selain itu, flavonoid memiliki kemampuan untuk menghambat atau menstabilkan ROS dengan menghilangkan spesies yang mengoksidasi senyawa xenobiotik 29. Flavonoid mengaktifkan jalur sinyal enzim endogen seperti SOD, Cat, dan GPx dalam proses penghambatan pembentukan ROS. Ini mencegah pembentukan hydrogen peroxide (H2O2) dan hydroxyl radical (OH) (Ahmad et al., 2019). Flavonoid ada di daun kelor. Mengandung quercetin sebesar 1,5 mg, senyawa ini dapat membantu mencegah kerusakan jaringan duodenum (Lau, 2024). Quercetin adalah flavonoid utama dalam kelas flavonol dan memiliki kemampuan untuk melindungi jaringan dari cedera yang disebabkan oleh berbagai toksisitas obat. Selain itu, kandungan flavonoid tinggi tumbuhan, juga dapat memperbaiki lapisan mukosa lambung (Olurishe et al., 2016). Flavonoid meningkatkan aktivitas enzim endogen seperti SOD, yang merupakan salah satu free radical scavenging yang membantu mencegah kerusakan mukosa lambung. Selanjutnya, SOD mengubah superoksida reaktif radikal menjadi H2O2, yang dapat meningkatkan peroksidasi lipid dan menghasilkan hidroksil radikal jika Cat tidak dapat mengurainya. MDA, hasil akhir peroksidasi lipid, digunakan sebagai biomarker peningkatan stres oksidatif. Semakin tinggi kadar MDA serum tubuh, semakin tinggi stres oksidatif. Studi lain juga menunjukkan bahwa pada hewan coba diabetes yang diinduksi aloksan, ekstrak daun kerehau dalam dosis 75 mg/kgBB, 150 mg/kgBB, dan 300 mg/kgBB dapat menurunkan kadar MDA serum. Karena kandungan senyawa bioaktifnya, flavonoid, daun kerehau memiliki aktivitas antioksidan (Saputra, 2021). Penelitian tentang efek flavonoid pada kulit lemon memperkuat manfaat flavonoid sebagai antioksidan, karena mereka mampu melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan sinar UVB dengan meningkatkan Nrf2/HO-1 dan enzim antioksidan seperti SOD dan Cat, serta memengaruhi penurunan kadar MDA serum dan 8-iso-PGF2a. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar 8-iso-PGF2a memiliki polaritas yang kuat dan bahwa lebih banyak 8-iso-PGF2a yang diesterifikasi pada membran sel (Della Pratiwi et al., 2020). Dalam penelitian ini, kadar MDA dan 8-isoPGF2a dalam kelompok model secara signifikan lebih tinggi dari kelompok normal. Di sisi lain, dalam kelompok yang diobati dengan ekstrak kulit lemon, kadar MDA dan 8-isoPGF2a secara signifikan lebih rendah dari kelompok kontrol. Selain itu, faktor transkripsi yang bertanggung jawab atas pertahanan sel terhadap stres oksidatif adalah faktor nuclear-erytroid-2 related factor (NRf2). Peran Nrf2 dapat memicu ekspresi gen enzim fase II. Heme oxigenase (HO-) dalam enzim fase II melindungi sel melalui katalis heme, yang menghasilkan besi, biliverdin, dan karbon monoksida. Selain itu, kandungan flavonoid yang kaya dari ekstrak daun Cylocarya paliurus menunjukkan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan hati akut yang disebabkan oleh senyawa CCL4. Ini adalah salah satu senyawa xenobiotik yang paling sering digunakan dalam penelitian hewan coba yang mengalami kerusakan hati (Kumar et al., 2014). Pembentukan CCl3• memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan oksigen dan mengalami biotransformasi, yang memiliki sifat yang sangat reaktif dan menghasilkan turunan radikal peroxytrichloromethyl (CCl3OO•), yang membuat peroksidasi lipid menjadi mudah terjadi.

Flavonoid adalah kelompok senyawa yang memiliki cincin aromatik yang dihubungkan melalui tiga atom jembatan karbon. Senyawa-senyawa ini dapat dibedakan dengan reaksi berwarna berdasarkan gugus hidroksil fenolik dan cincin piron strukturnya. Studi ini menunjukkan bahwa flavonoid, sebagai antioksidan, memiliki kemampuan untuk mengurangi efek hepatotoksisitas yang disebabkan oleh karbon tetraklorida dengan mencegah pembentukan rantai reaksi radikal pada hati. Flavonoid Sebagai Antiinflamasi: Selanjutnya, tumbuhan obat yang mengandung flavonoid dapat mengurangi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh inflamasi (MEUTIA, 2018). Tubuh merespons inflamasi sebagai pertahanan fisiologis terhadap invasi bakteri dan zat xenobiotik atau kerusakan jaringan tubuh (Nizioł-Łukaszewska et al., 2020). Edema kaki hewan coba yang disebabkan oleh karagenan sering digunakan sebagai model untuk menilai efek antiinflamasi dari senyawa baru. Ini dilakukan karena karagenan sengaja dimasukkan ke dalam tubuh hewan coba untuk membantu mereka merespon proses inflamasi. Selama proses inflamasi, induksi karagenan terjadi dalam dua tahap. Pertama, histamin, serotonin, dan bradikinin dilepaskan dari pembuluh darah, dan kemudian, respons terhadap produksi prostaglandin yang berlebihan dalam jaringan. Produksi prostaglandin yang berlebihan dapat menurunkan permeabilitas vaskuler, menyebabkan protein plasma bergerak ke jaringan yang luka dan menyebabkan edema (Widarti & Nurqaidah, 2019). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kandungan flavonoid pada daun sungkai (Peronema canescens Jack) berkontribusi pada penurunan neutrofil segmen, neutrofil batang, dan volume edema yang diinduksi karagenan pada punggung mencit. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa kandungan flavonoid tumbuhan Juniperus phoenicea sebesar 11,33 mgEQ/g memiliki kemampuan untuk mencegah peradangan dengan mengurangi jumlah sel darah putih, trombosit darah, dan tingkat CRP (C Reactive Protein), serta meningkatkan pembentukan fibrinogen yang diinduksi karagenan. Selain itu, dosis 35 mg/kgBB dari daun kelor (Moringa oleifera) memiliki potensi untuk meningkatkan persentase daya antiinflamasi (%DAI) dan mengurangi volume edema pada kaki mencit. Selain itu, telah ditemukan bahwa tumbuhan Juniperus sabina, yang berasal dari China, memiliki sifat antiinflamasi yang dimiliki flavonoid dalam tumbuhan obat. Kandungan flavonoid tumbuhan, termasuk rutin, isoquercitrin, dan quercitrin, memiliki kemampuan untuk mengurangi edema pada tikus eksperimen dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa mereka menghambat aktivitas COX-2 atau 5-LOX secara in vitro. Metabolisme asam arakidonat menghalangi COX2 dan 5-LOX. Produksi mediator inflamasi seperti prostaglandin dan leukotrin berkurang ketika kedua jalur enzim tersebut dihambat (Susanty et al., 2019). Kandungan flavonoid dalam ekstrak aseton Hemigraphis colarata juga membantu mengurangi edema kaki mencit yang disebabkan oleh karagenan. Dengan mengukur volume edema dan persentase daya antiinflamasi (%DAI), serta dengan melihat gambaran histopatologik, dapat diketahui bahwa dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kg dapat menghambat mediator inflamasi dengan persentase penghambatan masing-masing 43% dan 48%. Menurut literatur yang telah diteliti, peran flavonoid dalam mengurangi inflamasi dapat dipelajari. Volume dan ketebalan edema dapat digunakan untuk mengukur aktivitas inflamasi. Data volume bagian tubuh hewan coba yang diberi perlakuan adalah sumber data dari uji efek antiinflamasi. Untuk setiap hewan coba, persentase daya antiinflamasi, atau penghambatan volume edema, dihitung dengan menggunakan rumus VU = Vtn-Vn, di mana VU adalah volume edema (ml), dan Vtn adalah volume bagian tubuh tikus yang diberi perlakuan pada waktu ke-n (ml), dan Vn adalah volume bagian tubuh tikus yang tidak diberi perlakuan (ml).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu; (1) Induksi sindroma metabolik pada hewan coba tikus wistar jantan mengakibatkan adanya kenaikkan profil kadar baik SGPT maupun SGOT. (2) Pemberian ekstrak etanolik daun kelor  pada tikus wistar model Sindrom metabolik  dosis : 150 mg/kg BB/ hari (kelompok P3); 250 mg/kg BB/hari (kelompok P4) dan 350 mg/kgBB/hari (kelompok P5), mengakibatkan penurunan kadar SGPT dan SGOT yang signifikan. Dosis ekstrak etanolik daun kelor (Moringa oleifera, Lam) berpengaruh terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus. Dan (3) wistar model sindroma metabolik, dengan sifat yang hubungan negatif dan bermakna kuat.

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmad, J., Khan, I., & Blundell, R. (2019). Moringa oleifera and glycemic control: A review of current evidence and possible mechanisms. Phytotherapy Research, 33(11), 2841–2848.

Aliyazicioglu, R., Eyupoglu, O. E., Sahin, H., Yildiz, O., & Baltas, N. (2013). Phenolic components, antioxidant activity, and mineral analysis of Capparis spinosa L. African Journal of Biotechnology, 12(47), 6643–6649.

Della P. B., Fitriyanto, R., & Mulyaningrum, U. (2020). Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifoila) Terhadap Kadar Sgot Dan Sgpt Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Diabetes Melitus Dengan Streptozotocin.

Feryawan, F., Ratnaningtyas, N. I., & Ekowati, N. (2022). Potensi Ekstrak Etil Asetat Coprinus comatus terhadap Kadar SGOT dan SGPT pada Tikus Putih Model Diabetes. BioEksakta: Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed, 3(2), 96–104.

Husna, P. A. U., Kairupan, C. F., & Lintong, P. M. (2022). Tinjauan Mengenai Manfaat Flavonoid pada Tumbuhan Obat Sebagai Antioksidan dan Antiinflamasi. EBiomedik, 10(1).

Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N., & Aster, J. C. (2014). Robbins and Cotran pathologic basis of disease, professional edition e-book. Elsevier health sciences.

Lau, S. H. A. (2024). Kadar SGPT-SGOT Tikus Wistar yang Diberikan Ekstrak Daun Sambung Nyawa Untuk Perbaikan Fungsi Hati. Media Farmasi, 20(1), 64–70.

Meutia, M. (2018). ZAT zat yang mempengaruhi histopatologi hepar. Unimal Press.

Nizioł-Łukaszewska, Z., Furman-Toczek, D., Bujak, T., Wasilewski, T., & Hordyjewicz-Baran, Z. (2020). Moringa oleifera L. extracts as bioactive ingredients that increase safety of body wash cosmetics. Dermatology Research and Practice, 2020(1), 8197902.

Olurishe, C., Kwanashie, H., Zezi, A., Danjuma, N., & Mohammed, B. (2016). Chronic administration of ethanol leaf extract of Moringa oleifera Lam.(Moringaceae) may compromise glycaemic efficacy of Sitagliptin with no significant effect in retinopathy in a diabetic rat model. Journal of Ethnopharmacology, 194, 895–903.

Prahastuti, S., Ladi, J. E., Dewi, K., Albertina, F., & Imam, M. K. (2020). The effect of bee pollen on SGOT, SGPT levels and liver histopathological images of male rats wistar induced by high fat diet. Journal of Medicine and Health, 2(5).

Saputra, A. (2021). Literature Review: Analisis Fitokimia dan Manfaat Ekstrak Daun Kelor.

Sasmita, F. W., Susetyarini, E., Husamah, H., & Pantiwati, Y. (2017). Efek ekstrak daun kembang bulan (Tithonia diversifolia) terhadap kadar glukosa darah tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi alloxan. Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA: A Scientific Journal, 34(1), 22–31.

Susanty, S., Ridnugrah, N. A., Chaerrudin, A., & Yudistirani, S. A. (2019). Aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera) Sebagai zat tambahan pembuatan moisturizer. Prosiding Semnastek.

Villarruel-López, A., López-De La Mora, D. A., Vázquez-Paulino, O. D., Puebla-Mora, A. G., Torres-Vitela, M. R., Guerrero-Quiroz, L. A., & Nuño, K. (2018). Effect of Moringa oleifera consumption on diabetic rats. BMC Complementary and Alternative Medicine, 18, 1–10.

Widarti, W., & Nurqaidah, N. (2019). Analisis kadar serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) dan serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) pada petani yang menggunakan pestisida. Jurnal Media Analis Kesehatan, 10(1), 35–43.

 

Copyright holder:

Dyah Ratna Budiani, Jarot Subandono, Danus Hermawan, Fikar Arsyad Hakim (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: